bab iv case fix

8
BAB IV ANALISIS KASUS Seorang perempuan, usia 60 tahun, datang dengan keluhan utama badan terasa semakin lemas sejak ± 5 hari SMRS dan keluhan tambahan batu berdahak semakin sering. ± 6 bulan SMRS, pasien mengeluh batuk, tidak ada dahak, tidak ada darah. Nyeri dada dan sesak nafas tidak ada. Demam ada, tidak ada menggigil, demam tidak terlalu tinggi, hilang timbul. Mual dan muntah tidak ada. Keringat di malam hari ada. Pasien mengaku nafsu makan mulai menurun. Pasien merasa badan lemas dan berat badan mulai turun. BAB dan BAK tidak ada keluhan. Pasien berobat ke bidan, dikatakan hanya batuk dan demam biasa, dan diberikan obat suntik dan obat makan, pasien lupa nama obatnya. Keluhan panas berkurang tapi batuk masih ada. ± 2 bulan SMRS, pasien mengeluh batuk berdahak, banyaknya ± ½ sendok teh tiap batuk, warna putih, tidak ada darah. Sesak nafas dan nyeri dada ada setiap kali batuk. Sesak nafas tidak dipengaruhi aktivitas, cuaca, dan emosi. Nyeri dada ada di bagian dada sebelah kanan dan kiri, tidak menjalar. Demam ada, tidak ada menggigil, demam tidak terlalu tinggi, hilang timbul. Mual dan muntah tidak ada. Nafsu makan masih menurun dan badan terasa lemas. Pasien tidak pernah menimbang berat badan sebelumnya, tetapi pasien merasa berat badan turun yang dirasakan dari baju dan celana yang mulai terasa longgar. Keringat di malam hari ada. BAB 61

Upload: putriprapita

Post on 17-Jan-2016

226 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

hhj

TRANSCRIPT

Page 1: BAB IV CASE FIX

BAB IV

ANALISIS KASUS

Seorang perempuan, usia 60 tahun, datang dengan keluhan utama badan

terasa semakin lemas sejak ± 5 hari SMRS dan keluhan tambahan batu berdahak

semakin sering.

± 6 bulan SMRS, pasien mengeluh batuk, tidak ada dahak, tidak ada darah. Nyeri

dada dan sesak nafas tidak ada. Demam ada, tidak ada menggigil, demam tidak terlalu

tinggi, hilang timbul. Mual dan muntah tidak ada. Keringat di malam hari ada. Pasien

mengaku nafsu makan mulai menurun. Pasien merasa badan lemas dan berat badan mulai

turun. BAB dan BAK tidak ada keluhan. Pasien berobat ke bidan, dikatakan hanya batuk

dan demam biasa, dan diberikan obat suntik dan obat makan, pasien lupa nama obatnya.

Keluhan panas berkurang tapi batuk masih ada.

± 2 bulan SMRS, pasien mengeluh batuk berdahak, banyaknya ± ½ sendok teh

tiap batuk, warna putih, tidak ada darah. Sesak nafas dan nyeri dada ada setiap kali batuk.

Sesak nafas tidak dipengaruhi aktivitas, cuaca, dan emosi. Nyeri dada ada di bagian dada

sebelah kanan dan kiri, tidak menjalar. Demam ada, tidak ada menggigil, demam tidak

terlalu tinggi, hilang timbul. Mual dan muntah tidak ada. Nafsu makan masih menurun

dan badan terasa lemas. Pasien tidak pernah menimbang berat badan sebelumnya, tetapi

pasien merasa berat badan turun yang dirasakan dari baju dan celana yang mulai terasa

longgar. Keringat di malam hari ada. BAB dan BAK tidak ada keluhan. Pasien berobat ke

bidan, dikatakan demam biasa dan batuk berdahak, diberikan obat suntik dan obat makan,

tapi pasien tidak ingat nama dan warna obatnya, obat di minum ± 1 minggu, setelah

minum obat kencingnya tidak berubah menjadi warna merah. Keluhan tidak berkurang.

± 1 bulan SMRS, pasien mengeluh batuk berdahak, banyaknya ± ½ sendok teh

tiap batuk, warna kuning kehijauan, tidak ada darah. Sesak nafas dan nyeri dada ada

setiap kali batuk. Sesak nafas tidak dipengaruhi aktivitas, cuaca, dan emosi. Nyeri dada

ada di bagian dada sebelah kanan dan kiri, tidak menjalar. Demam ada, tidak ada

menggigil, demam tidak terlalu tinggi, hilang timbul. Mual dan muntah tidak ada. Nafsu

makan semakin menurun dan badan terasa semakin lemas. Pasien tidak pernah

menimbang berat badan sebelumnya, tetapi pasien merasa berat badan semakin turun

yang dirasakan dari baju dan celana yang semakin terasa longgar. Keringat di malam hari

ada. BAB dan BAK tidak ada keluhan. Pasien berobat lagi ke bidan, dikatakan hanya

61

Page 2: BAB IV CASE FIX

batuk berdahak biasa, dan diberikan obat suntik dan obat makan, tapi pasien tidak ingat

nama dan warna obatnya, obat di minum ± 1 minggu, setelah minum obat kencingnya

tidak berubah menjadi warna merah. Keluhan tidak berkurang.

± 5 hari SMRS, pasien mengeluh badan terasa semakin lemas, tidak kuat lagi

berjalan dan semua aktivitas hanya tidur di tempat tidur. Pasien tidak ada nafsu makan.

Batuk berdahak semakin sering yang banyaknya ± 1 sendok teh sekali batuk, warna

kuning kehijauan, tidak ada darah. Demam ada, tidak ada menggigil, tidak terlalu tinggi,

hilang timbul. Keringat di malam hari ada. Pasien mengeluh BAB berwarna cokelat

kehitaman, konsistensi keras. BAK tidak ada keluhan. Pasien berobat ke puskesmas

setempat dan dirujuk ke RSMH Palembang.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan pasien tampak sakit sedang, kesadaran

compos mentis, Tekanan Darah 110 / 70 mmHg, nadi 84 x / menit, pernafasan 24x /

menit, suhu 36,9° C. Pada pemeriksaan fisik seluruh tubuh didapatkan kulit kering, pucat

pada telapak tangan dan kaki, keringat umum terutama pada malam hari, rambut pasien

mudah dicabut, konjungtiva palpebra pucat (+/+), mata cekung, lidah kering, rhagaden

ada. Pada pemeriksaan paru – paru didapatkan dalam keadaan statis dan dinamis paru

kanan dan kiri simetris, stemfremitus meningkat pada kedua paru, redup pada lapangan

paru kanan-kiri, vesikuler kanan-kiri meningkat, ronkhi basah sedang di paru kanan dan

kiri ( + ). Pada pemeriksaan jantung: ictus cordis terlihat dan teraba di linea midaksilaris

sinistra ICS IV, batas atas jantung: ICS II, batas kanan jantung: linea sternalis sinistra ICS

IV, batas kiri jantung: linea axilaris anterior ICS IV, HR = 84 bpm, reguler. Pada

pemeriksaan ekstremitas atas dan bawah didapatkan hipotoni, hipotrofi, gerakan terbatas,

dan kekuatan +4.

Pada pemeriksaan laboratorium (15 April 2013) didapatkan Hb 8,1 gr/dl, Ht 25

vol%, Leukosit 12900/mm3, LED 100mm/jam, Hitung Jenis 0/0/0/80/11/9, albumin 2,2;

Natrium 131 mEq/L, disimpulkan anemeia, leukositosis, infeksi kronis,

hipoalbuminemia dan hiponatremia.

Dari seluruh data anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang yang

kami dapatkan, pasien ini didiagnosis kasus baru TB paru lesi luas + malnutrisi +

anemia karena Penyakit kronis + community acquired pneumonia (CAP) +

hipoalbuminemia + hiponatremia. Berdasarkan diagnosis TB paru yaitu batuk berdahak

≥ 2 minggu, penurunan nafsu makan, keringat di malam hari, BB turun, tidak ada riwayat

batuk lama/TB sebelumnya, tidak pernah minum obat yang membuat BAK berwarna

merah dan pemeriksaan fisik yang khas stemfremitus meningkat di kedua paru, redup di

62

Page 3: BAB IV CASE FIX

kedua lapangan paru, dan vesikuler meningkat di kedua lapangan paru. Pemeriksaan BTA

sputum I, II, III didapatkan +3. Ditambah hasil foto rontgen didapatkan gambaran infiltrat

di seluruh lapangan paru kiri dan sebagian paru kanan dan beberapa gambaran kavitas di

paru kanan dan kiri. Semua data di atas memastikan diagnosis kasus baru TB paru lesi

luas.

Data antropometri dengan berat badan 30 kg dan tinggi badan 154 cm, maka

RBW pasien ini 55,6% dan IMT 12,64 dikelompokkan status gizi kurang atau malnutrisi.

Data anamnesis didapatkan, sudah 6 bulan pasien tidak nafsu makan dan BB menurun,

disimpulkan intake pasien berkurang. Dari pemeriksaan fisik didapatkan rambut

mudah dicabut, mata cekung, kulit kering, turgor kembali lambat, konjungtiva palpebra

pucat, dan pucat pada kedua telapak tangan dan kaki. Pasien ini dikategorikan malnutrisi

dengan dehidrasi low intake.

Pada 5 hari SMRS, pasien mengeluh BAB cokelat kehitaman dan kami curiga

ada anemia defesiensi besi karena ada riwayat perdarahan sebelumnya dari BAB cokelat

kehitaman. Pada pemeriksaan laboratorium darah didapatkan MCV 82,5 fL, MCH 27 fL,

MCHC 33 fL yang disimpulkan bahwa pada pasien ini terjadi Anemia Hipokrom

Mikrositer dengan diagnosis banding anemia defisiensi besi, anemia karena penyakit

kronis, thalasemia, dan anemia sideroblastik. Lalu untuk memastikan beberapa data untuk

diagnosis banding anemia defisiensi besi seperti Hb rendah, tes benzidine positif, SI

menurun, TIBC meningkat, dan feritin menurun. Pada pemeriksaan penunjang tanggal 16

April 2013 kami periksa darah samar (Tes Benzidine), SI dan TIBC. Tes Benzidine dapat

mendeteksi > 75 cc darah dalam feses, didapatkan hasil negatif, dan didapatkan juga hasil

SI menurun dan TIBC juga menurun. Tidak sesuai untuk diagnosis anemia defesiensi

besi. Diagnosis thalasemia berupa ada riwayat menderita thalasemia dalam keluarga yang

dapat diketahui dari adanya riwayat transfusi darah berkali-kali dalam keluarga, ada

riwayat menikah dengan saudara atau hubungan sedarah, dari pemeriksaan fisik

didapatkan splenomegali dan pemeriksaan laboratorium didapatkan Hb normal atau

menurun sedikit. Point diagnosis thalasemia tidak didapatkan pada pasien, sehingga

diagnosis banding anemia karena penyakit thalasemia dapat disingkirkan. Pada diagnosis

anemia sideroblastik dapat ditemukan serum besi meningkat dan adanya gangguan

distribusi besi, jadi diagnosis banding anemia sideroblastik disingkirkan. Diagnosis

banding terakhir untuk anemia hipokrom mikrositer adalah anemia karena penyakit

kronis. Beberapa point untuk diagnosisnya adalah ada penyebab primer yaitu pada kasus

63

Page 4: BAB IV CASE FIX

ini TB paru, gangguan distribusi besi, Hb sangat rendah, feritin meningkat, jadi kami

diagnosis anemia karena penyakit kronis.

Pasien ini juga kami diagnosis community acquired pneumonia (CAP)

berdasarkan batuk berdahak yang dahaknya berubah dari mucoid menjadi purulen, sesak

napas, demam tidak tinggi, dan foto RO didapatkan infiltrat, jadi kami diagnosis

Community Acquired Pneumonia (CAP) tipe atipikal.

Pada pengobatan secara nonfarmakologis penderita dianjurkan dianjurkan untuk

istirahat total karena kondisi fisik yang masih lemah dan memudahkan untuk expectorasi,

memakaai masker untuk mencegah penularan tinggi ke orang lain, expectorasi dahak ke

tempat khusus, dan mobilisasi ke kanan dan kiri untuk mencegah efek imobilisasi yang

lama pada pasien selama 6 bulan. Perhatian ketat untuk gizi pada pasien TB paru dengan

malnutrisi dan anemia yaitu makan nasi biasa dan diet tinggi kalori tinggi protein

ditambah ekstra telur asin untuk meningkatkan daya tahan tubuh penderita terhadap

pengobatan yang diberikan dan penyakit yang dideritanya. Menurut buku Penuntun Diet,

diet khusus untuk pasien TB Paru yaitu diet 2300 – 2700 kalori. Dimana untuk pasien TB

paru dengan batuk produktif asupan karbohidrat ditingkatkan dari 50-60% menjadi 60-

70% dari total energi yaitu 2300 kalori, protein 2gr x BB ideal pasien, dan sisanya untuk

lemak. Jadi karbohidrat dalam satu hari yang diperlukan pasien sekitar 60% dari 2300

kalori yaitu 1380 kalori = 335 gr yang didapatkan dari nasi pada pagi, siang, malam

masing-masing 150 gr per porsi. Untuk cakupan protein 2gr x BB ideal (43,5 kg) = 97 gr

yang didapatkan dari telur 60 gr, ikan 60gr, dan susu protein 20 gr, dan sisanya lemak

sekitar 59 gr yang didapatkan dari kuning telur. Dari keseluruhan pemantauan diet ini

diharapkan dapat terjadi peningkatan BB 0,5-0,8 kg/hari. Disarankan juga untuk

menambah susu tinggi protein sebanyak 20 gr untuk meningkatkan zat pembangun dan

salah stau cara untuk koreksi albumin dari makanan. Kebutuhan albumin pda pasien ini

sesuai rumus = 0,8 x (albumin yang diinginkan – albumin sekarang) x BB = 0,8 x 1,3 x

30 = 31,2. Untuk koreksi hipoalbumin dapat dari asupan gizi dengan memakan putih

telur 3xsehari (1 butir putih telur = 30 gr protein) dan ekstrak 2kg ikan gabus. Memang

belum ada penelitian dari bagian gizi yang memaparkan konsumsi putih telur 3xsehari

dapat menaikkan berapa banyak albumin. Penelitian Sutrisno (2003) menyatakan dalam

penelitiannya bahwa ekstra 2kg ikan gabus dapat meningkatkan kadar hipoalbuminemia

menjadi nilai standar normal 3,5-5,5 g/dL.

Secara farmakologis pada penderita diberikan infus NaCL 0,9% dan D5% dengan

perbandingan 1:1 karena pasien mengalami hiponatremia sekaligus sebagai nutrisi karena

64

Page 5: BAB IV CASE FIX

pada pasien ini mengalami penurunan nafsu makan dan juga untuk memudahkan

pemberian obat-obatan secara intravena. Untuk koreksi hipoalbumin dapat diberikan

human albumin flash 20% yang mengandung 0,2 albumin. Karena diagnosis pasien ini

merupakan kasus baru TB paru yang didapatkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan

foto rontgen, dan hasil pemeriksaan sputum BTA belum ada, jadi belum dapat kita

berikan OAT. Tanggal 17 April 2013 didapatkan hasil pemeriksaan sputum BTA I +3,

sudah dapat menjadi indikasi pemberian OAT. Sehingga regimen pengobatan TB yang

diberikan yaitu OAT kategori 1 yang terdiri dari Rifampisin 1x300mg, INH 1x150mg,

Pirazinamide 1x750mg, dan Etambutol 1x450mg

Prognosis quo ad vitam pada pasien ini adalah dubia ad bonam, karena penderita

dapat tetap hidup dengan kelainan paru yang dideritanya saat ini. Bila pengobatan

berjalan lancar dan teratur, tuberkulosis bukanlah suatu penyakit yang mematikan.

Sedangkan quo ad functionam adalah dubia ad bonam, karena tuberkulosis merupakan

penyakit yang dapat sembuh apabila diobati secara baik dan teratur. Untuk prognosis quo

ad sanactionam, dapat memastikan bahwa TB paru ini ada atau tidak kemungkinan

berulang dapat dilihat dari status gizi pasien yang semakin membaik, kebersihan diri

sendiri dan lingkungan rumah, disarankan untuk menghindari lingkungan padat penghuni,

dan dipengaruhi juga dari jarak Puskesmas Pembantu denga rumah pasien karena untuk

memastikan OAT pasien ini secara tuntas yang dapat mempengaruhi kepatuhan minum

obat pada pasien. Jadi, prognosis qua ad sananctionam pada pasien adalah dubia ad

bonam.

65