bab iii pemikiran abdul karim soroush tentang...

77
92 BAB III PEMIKIRAN ABDUL KARIM SOROUSH TENTANG KRITIK WILAYAT AL-FAQIH A. Latar Belakang Sosio-Kultural Abdul Karim Soroush 1 1. Sejarah Iran Dataran tinggi Iran merupakan salah satu pusat peradaban tertua dalam sejarah manusia dan memiliki sebuah tempat yang penting dalam studi-studi arkeologis. Sejarah tentang perkampungan di dataran tinggi Iran, dari Zaman Batu yang baru hingga migrasi orang-orang Arya ke wilayah ini, masih sangat tidak jelas. Tetapi bukti yang dapat dipercaya mengindikasikan bahwa Iran telah dihuni sejak sangat lama. Pusat-pusat perkampungan muncul dekat sumber-sumber air seperti mata air, sungai, danau, atau sangat dekat dengan Gunung Alborz dan Zagross. Pusat- pusat yang paling penting dalam kategori ini adalah sebagai berikut. Tappeh (bukit) Sialk di Kashan, Tappeh Hesar di Damghan, TorangTappeh di Gorgan, Tappeh Hekmataneh di Hamedan, Tappeh Hassanloo di Azerbaijan, Marlik Tappeh di Roodbar, dan Susa (Shoosh) di Khuzistan. Menurut penggalian-penggalian arkeologis yang dilakukan di pusat-pusat peradaban tersebut, beberapa jejak telah ditemukan, 1 Penulis patut berhutang budi yang tak terhingga kepada Hassan Zendeh Del dari Kedutaan Besar Republik Islam Iran di Indonesia yang telah melengkapi data-data yang terkait dengan perjalanan sejarah bangsa Iran. Kebanyakan data yang penulis paparkan dalam membahas persoalan kesejarahan maupun data-data kependudukan, agama, budaya dan yang lainnya, adalah data yang diberikan oleh Hassan Zendeh Del, mengecualikan beberapa data yang penulis dapatkan dari beberapa referensi yang ada dalam buku. Hassan Zendeh Del, Iran: Selayang Pandang, hlm. 1-38.

Upload: vanxuyen

Post on 22-Feb-2018

226 views

Category:

Documents


5 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB III PEMIKIRAN ABDUL KARIM SOROUSH TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/18/jtptiain-gdl-s1... · dengan perjalanan sejarah bangsa Iran. ... Khorasan menuju ke

92

BAB III

PEMIKIRAN ABDUL KARIM SOROUSH TENTANG

KRITIK WILAYAT AL-FAQIH

A. Latar Belakang Sosio-Kultural Abdul Karim Soroush1

1. Sejarah Iran

Dataran tinggi Iran merupakan salah satu pusat peradaban tertua

dalam sejarah manusia dan memiliki sebuah tempat yang penting dalam

studi-studi arkeologis. Sejarah tentang perkampungan di dataran tinggi

Iran, dari Zaman Batu yang baru hingga migrasi orang-orang Arya ke

wilayah ini, masih sangat tidak jelas. Tetapi bukti yang dapat dipercaya

mengindikasikan bahwa Iran telah dihuni sejak sangat lama. Pusat-pusat

perkampungan muncul dekat sumber-sumber air seperti mata air, sungai,

danau, atau sangat dekat dengan Gunung Alborz dan Zagross. Pusat-

pusat yang paling penting dalam kategori ini adalah sebagai berikut.

Tappeh (bukit) Sialk di Kashan, Tappeh Hesar di Damghan,

TorangTappeh di Gorgan, Tappeh Hekmataneh di Hamedan, Tappeh

Hassanloo di Azerbaijan, Marlik Tappeh di Roodbar, dan Susa (Shoosh)

di Khuzistan. Menurut penggalian-penggalian arkeologis yang dilakukan

di pusat-pusat peradaban tersebut, beberapa jejak telah ditemukan,

1 Penulis patut berhutang budi yang tak terhingga kepada Hassan Zendeh Del dari

Kedutaan Besar Republik Islam Iran di Indonesia yang telah melengkapi data-data yang terkait dengan perjalanan sejarah bangsa Iran. Kebanyakan data yang penulis paparkan dalam membahas persoalan kesejarahan maupun data-data kependudukan, agama, budaya dan yang lainnya, adalah data yang diberikan oleh Hassan Zendeh Del, mengecualikan beberapa data yang penulis dapatkan dari beberapa referensi yang ada dalam buku. Hassan Zendeh Del, Iran: Selayang Pandang, hlm. 1-38.

Page 2: BAB III PEMIKIRAN ABDUL KARIM SOROUSH TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/18/jtptiain-gdl-s1... · dengan perjalanan sejarah bangsa Iran. ... Khorasan menuju ke

93

barang-barang peninggalan dari masa tersebut menunjuk pada milenium

ke-5 sebelum Masehi.

Pada paruh pertama abad 6 SM, Cyrus Yang Agung menyatukan

Mede dan Persian ke dalam kerajaan Persia besar pertama. Cyrus dan

raja-raja berikutnya dari dinasti Achaemenidae berada dalam masa

keemasan dalam peradaban Persia.2

Migrasi suku bangsa Arya ke dataran tinggi Iran dimulai pada

milenium ke-2 sebelum Masehi. Di luar suku bangsa tersebut, orang-

orang Parthia menempati Khorasan, orang-orang Mede di barat, dan

Parsee di selatan Iran. Kekaisaran Median muncul di Hekmataneh

(Ekbatan), kini Hamedan.

Achaemenidae membangun kekaisaran Persia pertama yang besar

setelah mengalahkan orang-orang Mede dan menguasai ibukota mereka.

Batas wilayah kaum Achaemenia selama rezim Dariush I (522-485 SM)

terbentang dari daratan Sand River di timur sampai perbatasan Yunani di

barat.3 Passargad dan Persepolis merupakan salah satu jejak periode ini

dan, sebagai situs sejarah yang penting, dikunjungi oleh turis-turis

mancanegara dalam jumlah yang signifikan setiap tahunnya.

Pada tahun 490 SM, Achaemenid diserang oleh Yunani dan

menderita kekalahan yang menyebabkan kerugian besar di Marathon dan

2 Hingga kini, kebudayaan Persia, Agama Zoroaster, negarawannya, serta ilmu

kemiliteran Persia merupakan bagian dari peninggalan yang tidak dapat dihilangkan dari mata rantai sejarah kuno. Perhatikan David E. Long, “Islamic Republic of Iran”, dalam David E. Long and Bernard Reich, The Government and Politics of the Middle East and North Africa, Boulder and London: Westview Press, 1986, hlm. 60.

3 Hassan Zendeh Del, Ibid

Page 3: BAB III PEMIKIRAN ABDUL KARIM SOROUSH TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/18/jtptiain-gdl-s1... · dengan perjalanan sejarah bangsa Iran. ... Khorasan menuju ke

94

sepuluh tahuan kemudian juga mengalami kekalahan di Salamis.

Akhirnya Dinasti Achaemenia digulingkan oleh Alexander Agung yang

mengalahkan tentara Persia pada tahun 331 SM di Arbelia serta

membakar ibu kotanya di Persepolis. Setelah kematian Alexander

Imperium Persia diteruskan oleh Seleucus yang menjadi pemimpin

Persia dan membangun Dinasti Seleucid. Dinasti Seleucid berkuasa

hingga tahun 247 SM.4

Selama masa ini, interaksi di antara orang-orang Iran dengan

budaya Yunani terjadi. Sekitar tahun 250 SM, orang-orang Parthia, yang

merupakan suku Arya, layaknya para penunggang kuda, berangkat dari

Khorasan menuju ke arah barat dan barat-daya serta membangun

kekaisaran mereka di atas dataran tinggi Iran di Teesfoon. Kekaisaran ini

hanya bertahan sampai tahun 244 M. Dinasti ini berkuasa kurang lebih

selama 500 tahun.

Pada abad 225 M orang Sassanid raja terakhir Parthia.

membangun sebuah kekaisaran baru yang bertahan hingga pertengahan

abad ke-7 M. Memperhatikan karakteristik-karakteristik politik, sosial,

dan budayanya, periode kuno Iran (Persia) merupakan satu dari masa-

masa sejarah Iran yang paling gemilang.5

Di luar masa ini, begitu banyak monumen sejarah dan budaya yang

tersisa di Persepolis, Passargad, Susa (Shoosh), Shooshtar, Hamedan,

Marvdasht (Naghsh-e-Rostam), Taghbostan, Sarvestan, dan Nayshabour,

4 David E. Long, op.cit., hlm. 61. 5 Ibid.

Page 4: BAB III PEMIKIRAN ABDUL KARIM SOROUSH TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/18/jtptiain-gdl-s1... · dengan perjalanan sejarah bangsa Iran. ... Khorasan menuju ke

95

yang sangat berharga untuk disaksikan. Pengaruh Islam di Iran dimulai

pada awal abad ke-7 M setelah kejatuhan kekaisaran kaum Sassanid.

Sejak itu, era baru dimulai dalam sejarah Iran yang menyebabkan

perubahan mendasar dalam kondisi sosial, politik, agama, pemerintahan,

dan kondisi umum dari negeri ini. Orang-orang Iran, yang sangat tidak

senang dengan ketidakadilan sosial dan ekonomi yang ada pada masa

Sassanid, dengan mudah menerima Islam dan memberikan kontribusi

bagi ekspansi dan pengayaannya.6

Bagaimanapun, orang-orang Iran tidak pernah menutupi

penentangan mereka terhadap dominasi dan tirani Khilafah Umayyah

dan Abbasiyah dan membentuk berbagai pergerakan untuk melawan

mereka. Sebaliknya, para khalifah Umayyah dan Abbasiyah berusaha

untuk membersihkan dan menekan gerakan-gerakan tersebut, yang

didasarkan pada pemihakan kepada keluarga Nabi Islam dan pendirian

pemerintahan atas dasar Imamah, dengan mendukung pasukan-pasukan

non-Iran.

Perang-perang yang berkelanjutan dan menghabiskan tenaga di

antara gubernur-gubernur lokal melemahkan keseluruhan kekuatan

6 Meski Islam dapat diterima dengan mudah, tetapi dalam salah satu sumber, penulis

menemukan data bahwa Islam hadir bukan sebagai pembebasan, tetapi penjajahan. Masuknya Islam adalah penjajahan orang asing terhadap bangsa pribumi. Hal itu merubah seluruh sejarah bangsa Persia. Dengan memperkenalkan Islam, bangsa Arab mengganti kepercayaan kuno Persia, Zoroastrianisme dan sejak saat itu hingga hari ini, orang Persia menjadi Muslim. Namun stempel Islam mereka dari awalnya agak berbeda dengan lainnya. Bangsa Iran mengisinya dengan warna Iran yang spesifik. Tak hanya itu dalam beberapa abad, Bahasa Arab mengganti bahasa Pahlavi (bahasa Persia tengah), bahasa yang dipakai oleh bangsa Persia selama masa pemerintahan Sassanid. Zayar, Iranian Revolution: Past, Present, Future, (terj) Anton HI, “Revolusi Iran: Sejarah dan Hari Depannya”,Yogyakarta: Sumbu, 2002, hlm. 5-6.

Page 5: BAB III PEMIKIRAN ABDUL KARIM SOROUSH TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/18/jtptiain-gdl-s1... · dengan perjalanan sejarah bangsa Iran. ... Khorasan menuju ke

96

negeri ini dan kondisi-kondisi yang memungkinkan terjadinya invasi

dari suku-suku asing dari Asia bagian tengah, seperti Saljuk, Turki,

Mongol, dan Taymorid.

Pada masa Safavid, kekaisaran Iran terbesar kedua didirikan, dan

mazhab Islam Syiah, yang para pengikutnya sangat kecil hingga saat itu,

diformalisasi. Sifat Syiah yang dinamis dan komitmen politik serta

sosialnya, dengan mantap, mempertahankan kemerdekaan orang-orang

Iran dan identitas nasional dari serangan Ottoman. Dengan begitu, Iran

sekali lagi menjadi satu kekuatan baru politik dan agama. Dengan

kejatuhan Safavid, Afsharieh, dan terakhir Zandieh mengambil-alih

kekuasaan. Setelah pemerintahan Zandieh, kaum Qajar mengambil-alih

kekuasaan.

Pada masa ini, pengaruh kekuatan asing seperti Inggris dan Rusia

dalam urusan dalam negeri Iran meningkat secara signifikan. Sementara

itu, gerakan-gerakan sosial Tembakau, Revolusi Konstitusi,

Pemberontakan Hutan, Pemberontakan Syekh Mohammad Khiabani

terjadi. Pada periode Pahlavi, Gerakan Nasionalisasi Industri

Perminyakan mendorong pemberontakan 5 Juni 1963, dan gerakan-

gerakan lain yang menghasilkan Revolusi Islam di bawah kepemimpinan

Imam Khomeini pada tahun 1979.

Sejarah Iran memiliki begitu banyak pergantian dengan banyak

kekaisaran dan dinasti yang telah memerintah negeri ini, di antaranya

yang paling penting adalah sebagai berikut:

Page 6: BAB III PEMIKIRAN ABDUL KARIM SOROUSH TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/18/jtptiain-gdl-s1... · dengan perjalanan sejarah bangsa Iran. ... Khorasan menuju ke

97

Achaemenia 533-330 SM

Seleucid 330-247 SM

Parthia 247 SM-224 M

Sassanid 224-651 M

Serangan Arab 645 M

Umayyah dan Abbasiyah 749-932 M

Saffari 866-903 M

Saman 819-999 M

Al Bouyeh 945-1055 M

Ghaznavi 977-1186 M

Seljuk 1038-1194 M

Kharazmshah 1077-1231 M

Invasi Mongol ke Iran 1220 M

Ilkhan 1256-1353 M

Mozaffar 1314-1393 M

Teymurid 1370-1506 M

Turkamen 1380-1468 M

Safavid 1501-1732 M

Afshar 1734-1796 M

Zandi 1750-1794 M

Qajar 1779-1924 M

Pahlavi 1779-1924 M

Revolusi Islam 1979 M

Page 7: BAB III PEMIKIRAN ABDUL KARIM SOROUSH TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/18/jtptiain-gdl-s1... · dengan perjalanan sejarah bangsa Iran. ... Khorasan menuju ke

98

Medan peperangan bersejarah di Iran, khususnya, yang bersifat

keagamaan merupakan daya tarik bagi para peziarah dan turis. Sebagai

contoh, medan peperangan melawan Mongol di Nayshabour, dan medan

perang Chaldan melawan kekaisaran Ottoman mungkin merupakan daya

tarik khusus. Dan akhirnya medan perang Iran-Irak di Khoramshahr,

Bostan, dan Hovayzeh memiliki daya tarik yang khusus untuk beberapa

turis.

2. Populasi dan Kelompok Etnik

Menurut sensus terakhir pada tahun 1996, populasi Iran

diperkirakan sedikit lebih dari 60 juta, yang di antaranya sekitar 37 juta

merupakan penduduk perkotaan, 23 juta orang desa, dan suatu

presentase kecil dari suku-suku nomad. Kota-kota yang paling padat

populasinya adalah Tehran, Mashhad, Isfahan, Tabriz, Shiraz, Qom,

Ahwaz, Rasht, Orumiyeh, dan Kermanshah.7

Lebih dari setengah populasi negeri ini adalah usia aktif. Jumlah

populasi yang bekerja dilaporkan sekitar 14,5 juta dan sekitar 39,5% dari

seluruh populasi berada di bawah usia 14 tahun. Dengan demikian,

populasi Iran adalah salah satu yang termuda di dunia. Dari sudut

pandang pekerjaan, distribusi usia dari populasi yang telah bekerja, usia

10 tahun ke atas, pada sektor-sektor ekonomi yang berbeda adalah

23,04% di pertanian, 44,5% di jasa, dan 30,7% di industri.

7 Hassan Zendeh Del, op.cit.

Page 8: BAB III PEMIKIRAN ABDUL KARIM SOROUSH TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/18/jtptiain-gdl-s1... · dengan perjalanan sejarah bangsa Iran. ... Khorasan menuju ke

99

Dari keseluruhan populasi negeri ini, usia 6 tahun ke atas, 79,5%

melek huruf. Angka rata-rata melek huruf di wilayah-wilayah perkotaan

adalah 96,88%, dan di wilayah pedesaan adalah 91,37%.

Perbandingannya adalah 84,66% bagi pria dan 74,21% bagi perempuan

dengan perbedaan yang lebih besar di antara jenis-jenis kelamin di

wilayah-wilayah pedesaan. Di wilayah-wilayah perkotaan, perbandingan

ini adalah 89,56% dan 81,7% dan di wilayah-wilayah pedesaan adalah

76,74% dan 62,41% bagi pria dan perempuan secara berurutan.

Secara umum, para turis sangat tertarik dalam melihat perpindahan

suku-suku nomad. Alasan utama untuk itu adalah bahwa suku-suku

nomad tersebut sangat menjaga tradisi-tradisi dan budaya-budaya lama

mereka. Gaya hidup orang-orang nomad di Iran sekarang tidak begitu

berbeda dari yang dimiliki para pendahulu kami. Oleh sebab itu,

mengunjungi suku-suku nomad dan mengenal gaya hidup mereka,

terutama perpindahan di antara perkampungan-perkampungan musim

dingin dan musim panas adalah sangat menarik dan akan membantu

mereka untuk memahami kehidupan dan kebudayaan orang-orang Iran

kuno.

Iran terletak pada jalan Asia Tengah dan Timur menuju negara-

negara Barat. Hasilnya, kelompok-kelompok etnis yang berbeda hidup di

Iran. Di antara mereka adalah Farsi, Kurdi, Lor, Baluch, Bakhtiari,

Azari, Turki, Talesh, Turkmen, Ghashgha, dan Arab. Kelompok-

kelompok etnis yang lain yang hidup di Iran adalah Turkmen, yang

Page 9: BAB III PEMIKIRAN ABDUL KARIM SOROUSH TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/18/jtptiain-gdl-s1... · dengan perjalanan sejarah bangsa Iran. ... Khorasan menuju ke

100

hidup di Turkmen Sahara dan sebelah utara Khorassan. Mereka berbeda

dari kelompok-kelompok etnis Iran yang lain dalam penampilan, bahasa

dan budaya.

Asal orang-orang Ghashgha adalah Turki dan hidup di bagian

tengah Iran. Klan-klan Arab, di sisi lain, sebagian besar hidup di

Khuzistan dan tersebar di sepanjang garis pantai Teluk Persia. Kini,

distribusi dan komposisi geografis dari kelompok-kelompok etnis,

kurang atau lebih, telah berbaur karena pembangunan dan interaksi di

antara kelompok-kelompok etnis yang berbeda.

Beberapa kelompok dari orang kulit hitam yang tersebar di

propinsi-propinsi bagian selatan Iran adalah keturunan budak yang

diperdagangkan di Zanzibar pada masa lalu. Minoritas orang-orang India

yang berada di sebelah selatan Iran adalah juga keturunan orang India

yang diperdagangkan pada masa lalu.

3. Suku-suku di Iran

Ahli-ahli geografi kuno menyebutkan bahwa bukti-bukti struktur

dari suku-suku pada periode awal Islam menunjukkan desa-desa yang

maju, dan aktivitas-aktivitas seperti pertanian dan peternakan, yang para

penghuninya terlibat di situ. Dan terdapat suatu kemungkinan yang kuat

bahwa suku-suku ini memainkan peranan yang penting, baik di bidang

politik maupun militer pada masa itu.

Pada tahun 23 H, selama penaklukkan-penaklukkan Arab di Iran,

ketika negeri ini di bawah kekuasaan mereka yang kuat selama suatu

Page 10: BAB III PEMIKIRAN ABDUL KARIM SOROUSH TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/18/jtptiain-gdl-s1... · dengan perjalanan sejarah bangsa Iran. ... Khorasan menuju ke

101

masa yang panjang, suku-suku Fars datang untuk menolong para

panglima Iran. Kemudian, mendobrak pengepungan, pada abad ke-3 H,

satu bagian dari milisi Yaqub Lais bergabung dengan suku-suku. Selama

pemerintahan Samanian, suku Ghaz atau Turk meraih kekuasaan di

wilayah Khorasan.

Pada akhir abad ke-4 H, sekelompok komunitas Ghaz Saljooghi

berpindah ke TransoXiana (di balik Sungai Qxus). Sementara, kelompok

lain pindah ke Khorasan pada abad ke-5 H. Pada permulaan rezim

Saljooghi, suku-suku membentuk bagian besar pasukan Saljooghi. Pada

abad ke-7 H, pasukan Attabakan dari Fars tersusun dari suku-suku

seperti Kurdi, Lors, dan Shools.8

Pada era pra-Islam, suku-suku Shaban Kareh membentuk suatu

kelompok dari para panglima atau Espahbodan dari Fars. Suku-suku ini

terlibat dalam peternakan kuda di hutan Roon, sementara karena kondisi

suhu yang cocok dan menyenangkan, tumbuh-tumbuhan tumbuh subur.

Lebih jauh, pada abad ke-9 H, pemerintahan Aag Qoyoonloo

mencakup suku Azerbaijan. Pada abad ke-10 H, Shah Esmail Safavid

menyatukan tujuh suku besar, kemudian membentuk korp Qizilbash.

Pada awal abad ke-11, Shah Abbas Safavid membagi suku Qajar

menjadi tiga.9

Satu kelompok darinya dikirim ke Ganjeh dan Georgia, untuk

menghentikan pemberontakan orang Lesgi di sana. Kelompok yang

8 Hassan Zendeh Del, Ibid. 9 Hassan Zendeh Del, Ibid.

Page 11: BAB III PEMIKIRAN ABDUL KARIM SOROUSH TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/18/jtptiain-gdl-s1... · dengan perjalanan sejarah bangsa Iran. ... Khorasan menuju ke

102

kedua dipindahkan ke Marv atau perbatasan Khorasan, demikian juga

untuk memadamkan perselisihan orang-orang Ozbak di sekitar wilayah

itu, sementara kelompok yang ketiga ditempatkan di Astar Abad, untuk

menghadapi serangan orang Turkmen.

Pada bagian awal rejimnya, di antara suku-suku dan daerah-daerah

lain yang lebih kecil, Shah Abbas memperlemah suku Afshar, yang

tersebar di sekitar bagian selatan sungai Attrak, dan memindahkan

mereka ke wilayah Azerbaijan. Di sini, berpencar pada perbatasan Bijar

sampai Zangan dan terkenal disebut dengan “Afshar-e-Qasemloo”.10 Ini

bertepatan dengan masa ketika orang-orang Afshar juga tampak di

wilayah-wilayah seperti Khuzistan dan Kokhilooyeh. Pada periode

inilah, suku ini membentuk kedudukan kekuasaan di wilayah yang ia

tempati.

Sensus yang dilakukan terhadap suku-suku tersebut pada tahun

1128 H menunjukkan bahwa sekitar 110.000 orang dilibatkan dalam

pasukan pemerintah, tetapi tanpa suatu upah. Jasa kehormatan mereka

ini menguntungkan divisi infanteri kapan saja terjadi perang. Selama

rejim Fathali Shah Qajar, sekitar 36.000 orang dilibatkan dalam

pasukannya yang 60% di antaranya merupakan pasukan infanteri dan

sisanya adalah penunggang kuda. Biasanya dari suku Bakhtiari, terdapat

sekitar 1/3 dari kira-kira 60% yang terlibat dalam pasukan tersebut.

10 Ibid.

Page 12: BAB III PEMIKIRAN ABDUL KARIM SOROUSH TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/18/jtptiain-gdl-s1... · dengan perjalanan sejarah bangsa Iran. ... Khorasan menuju ke

103

Salah satu wilayah yang vital dan penting, yang mengalami konflik

dengan pemerintah pusat pada abad ke-19 adalah wilayah Bakhtiari.

Pada tahuhn 1909 suku ini memainkan bagian penting dalam

membangun kembali pemerintah yang sah. Lebih kauh, selama tahun-

tahun inilah, suku Qashgha’ie memperoleh kedudukan yang lebih kuat.

Kekuasaan berada di tangan ‘Ilkhan’ dengan ‘Ilbeg’ untuk

mewakili pemerintah layaknya kepala suku. Di wilayah Fars, di samping

Qashgha’ie, orang-orang Turk (Khamseh) dan suku-suku lainnya dengan

bahasa Turki, seperti Khalaj juga tinggal di Ghonghari.

Pada pertengahan abad ke-18, yaitu tahun 1740 dan 1750 M, suku

Chaab di Arabia meningkatkan kekuasaan dan kemudian mengganggu

sekitar wilayah Jarahi dan yurisdiksi Afshar di sekitarnya dalam

Khuzistan yang secara alamiah menghasilkan wilayah yang lebih luas di

bawah kekuasaan mereka di Iran. Hal ini mendukung posisi mereka

dalam lingkaran sosial di daerah ini.

Beragam suku atau klan hidup di bagian timur Iran. Satu bagian

dari komunitas suku Afshar dan Atta-ol-lahi di Kerman pada abad ke-19

M, yang tiap-tiap terdiri dari 15.000 dan 3.000 tenda. Sementara itu, di

bagian selatan Iran, suku Balooch dianggap yang terpenting, dan pada

umumnya berada di wilayah Sistan dan Baloochistan meskipun suatu

bagian kecil hidup di wilayah Qa’enat di Khorasan.

Suku-suku yang disebutkan tidak datang di bawah kekuasaan

pemerintah pusat pada awal periode Qajar dan oleh karena itu tidak

Page 13: BAB III PEMIKIRAN ABDUL KARIM SOROUSH TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/18/jtptiain-gdl-s1... · dengan perjalanan sejarah bangsa Iran. ... Khorasan menuju ke

104

dapat dikenakan denda atau pajak. Tetapi ada kalanya membagikan upeti

kepada gubernur Kerman.

Meskipun demikian pada rejim Qajar, suku-suku seperti Teymoori,

Meymani, Firooz, Koohi, Jamsheedi dan Zangi menolak untuk berada di

bawah kekuasaan pusat, dan menciptakan pemberontakan selama rejim

Fathali Shah dan Mohammad Shah. Seperti dinasti-dinasti sebelumnya,

Qajar menemukan bahwa mengatur perbatasan negara di Asia Tengah

dan mengawasi suku-suku di daratan-daratan Turkmen adalah sebuah

tugas yang sangat sulit. Dengan demikian, memberlakukan tangan besi

terhadap Ozbak dan Turkmen agar mereka dapat ditaklukkan bukanlah

suatu permasalahan yang kecil.

Suku-suku Turkmen yang paling penting dalam periode ini di

dalam negeri adalah suku Guglan dan Yamoof. Tiap-tiap mereka adalah

pengikut mazhab Sunni. Yang pertama merupakan suku yang berpindah-

pindah, sementara yang terakhir berada pada kedua sisi perbatasan

tersebut, dan terlibat dalam aktivitas-aktivitas pertanian layaknya suku-

suku nomad atau suku gurun.

Pada pertengahan abad ke-19, wilayah Tehran memiliki beragam

suku, di antaranya suku Shahsovan menjadi yang terbesar dan terdiri dari

9.000 kemah suku. Suku Shahsovan pulang pergi antara Qom, Tehran,

Qazrin dan Zanjan selama bermusim-musim dan tersebar di wilayah-

wilayah tersebut.

Page 14: BAB III PEMIKIRAN ABDUL KARIM SOROUSH TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/18/jtptiain-gdl-s1... · dengan perjalanan sejarah bangsa Iran. ... Khorasan menuju ke

105

Sementara kelompok-kelompok lain yang lebih kecil yang

akhirnya berjuang menghadapi kemiskinan, urung berpindah ke wilayah-

wilayah lain, dan menempati rumah-rumah mereka dari lempung selama

musim dingin. Terdapat dua suku besar seperti Garoosh dan Shahsovan,

yang pertama terdiri dari 4.000 sampai 5.000 keluarga dan yang terakhir

terdiri 2500 kemah. Pada awal abad ke-20, seluruh suku tersebut, kecuali

suku Talesh dari wilayah Gilan dan suatu bagian kecil dari suku

Shahsovan menetap.

Suku terpenting dari wilayah Hamadan, Malayer, Toiserkan dan

Farahan adalah suku Gharahgozloo yang menggunakan bahasa Turki. Di

wilayah Assad Abad dan sebagian daratan Hamadan adalah dunia suku

Afshar, yang selain itu sekitar 1.500 keluar dari suku Lak dan cabang-

cabangnya yang beragam tinggal di sini juga. Kurdi bertempat di

Khorasan dan wilayah-wilayah yang lain seperti Kermanshah, suku

Ardalan bertempat tinggal di selatan Danau Orumiyeh.

Kelompok ini berada di perbatasan Iran dan Turki, yang

menyeberangi perbatasan ketika kebutuhan muncul. Suku yang paling

banyak populasinya di wilayah ini adalah suku Kalhor, dengan 11.500

tenda dan tempat tinggal, suku Sanjabi yang terdiri dari 1.000 tenda dan

perkampungan dan suku Guran yang terdiri dari 3.300 tenda dan rumah.

Perkampungan-perkampungan Kurdi di selatan Danau Orumiyeh,

di permukaan tanpa patuh kepada Shah, tetapi fakta sebenarnya, masih

memisahkan diri dari kekuasaan pemerintahan pusat. Suku Hakari yang

Page 15: BAB III PEMIKIRAN ABDUL KARIM SOROUSH TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/18/jtptiain-gdl-s1... · dengan perjalanan sejarah bangsa Iran. ... Khorasan menuju ke

106

memelihara dialek Kurdi menempati bagian barat Orumiyeh, dekat

Salmas dan perbatasan Iran dan Turki. Di wilayah Azerbaijan, suku

Shahsovan, yang berbicara dalam dialek Turki, merupakan salah satu

suku dengan populasi terbesar, yaitu sekitar 11.000 hingga 12.000

keluarga.

Darinya, 6.000 hingga 7.000 keluarga menempati sekitar

Meshkeen dan sisanya di Ardabil. Klan Inanloo merupakan yang

terpenting dari suku Shahsovan. Kebetulan, suatu bagian dari klan

Shamloo berintegrasi ke dalam suku Shahsovan, dan bagian lainnya,

yang diketahui sebagai suku Bahaloo menetap di wilayah Fars sebagai

minoritas, merupakan satu bagian dari suku Khamseh.

Pada awal periode Qajar, klan-klan seperti Gharajedag, Gharabagh,

dan Talesh yang berada di perbatasan Iran dan Rusia, telah memainkan

peran yang vital dalam menyelesaikan perselisihan di antara dua

pemerintah tersebut. Selanjutnya, suku-suku seperti Chalabianloo,

Gharachorloo, Haj Aliloo, Baibordi dan Begdaloo hidup pada lebih dari

500 tenda dan tempat tinggal seperti dilaporkan.

Tetapi pada awal abad ke-20, nuansa kesukuan mengalami suatu

perubahan yang disebabkan oleh beragam faktor. Banyak kepala suku

dari suku-suku tersebut membantu di pemerintahan dan tertarik kepada

kehidupan kota atau menagih uang tebusan di ibukota. Sebagai

tambahan, beberapa pergi ke luar negeri. Semua elemen ini ikut

melemashkan kekuatan persatuan suku itu sendiri.

Page 16: BAB III PEMIKIRAN ABDUL KARIM SOROUSH TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/18/jtptiain-gdl-s1... · dengan perjalanan sejarah bangsa Iran. ... Khorasan menuju ke

107

Saat pemberontakan rakyat untuk sebuah pemerintah yang

konstitusional (Gerakan Konstitusional), sebuah fase baru mengubah

gaya hidup mereka, seperti juga suku-suku tersebut. Dalam hubungan

dengan yang terakhir, beberapa berpihak kepada pemerintahan ini,

sementara yang lain mendukung yang lalim tersebut. Menurut hukum

pemilihan umum dari tahun 1906, terdapat enam pemilih.

Selain Qajar, suku-suku yang lain tidaklah istimewa dan dianggap

sebagai salah satu penduduk yang menempati wilayah yang khusus.

Bagaimanapun, pada tahun 1908, aturan ini diubah untuk menghormati

suku-suku seperti Shahsova, Qashgha’ie, Khamseh dari Fars, Turkmen

dan Bakhtiari. Menurut pasal 63 pemilihan umum, tiap-tiap suku ini

memilih seorang wakil untuk parlemen.

Pada tahun-tahun pertama pemerintahan konstitusional, bersama

dengan pergolakan yang mengikutinya, dan penundaan konstitusi pada

tahun 1908-1909, kekuatan yang berkuasa tidak mampu untuk

mengawasi suku-suku di sekitarnya. Hal ini mendorong Iran dan British

Oil Company untuk melibatkan suku-suku tersebut seperti orang-orang

Arab dan Bakhtiari untuk melindungi ladang-ladang minyak yang telah

ditemukan.

Selama Perang Dunia I, wilayah kesukuan berada dalam kekacauan

dan kerusuhan. Setelah perang, Reza Khan, dengan bantuan pemerintah,

membereskan suku-suku di seluruh negeri, seperti Kurdi yang dilucuti.

Pada tahun 1924, suku Bakhtiari dan Qashgha’ie dilucuti hingga jumlah

Page 17: BAB III PEMIKIRAN ABDUL KARIM SOROUSH TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/18/jtptiain-gdl-s1... · dengan perjalanan sejarah bangsa Iran. ... Khorasan menuju ke

108

yang banyak. Suku Turkmen juga ditundukkan di bawah kekuasaan

pusat hingga batas tertentu.

Aktivitas-aktivitas tersebut berlanjut hingga suku-suku tersebut

dengan sempurna dibereskan. Tetapi Perang Dunia II membawa

kemunculan swa-pemerintahan di Bakhtiari, Kurdi, dan suku-suku

pemberontak dari selatan Iran pada tahun 1946. merujuk kepada catatan

statistik pada tahun 1987, Iran memiliki 96 suku (yaitu 180.223 keluarga

yang terdiri dari populasi 1.152.099). Terdapat suku-suku yang menetap,

yang secara berkesinambungan, menurun. Berdasarkan sensus tahun

1996 dari Pusat Statistik Iran, jumlah yang tidak bertempat tinggal kira-

kira 2.110.406.11

Meskipun suku-suku dan klan-klan tersebar dalam wilayah-

wilayah yang berbeda, ini pada dirinya sendiri, menunjukkan pengaruh

dari kekuasaan pusat atas wilayah tersebut. Pada saatnya, karena alasan

politik, suku-suku didorong untuk berimigrasi ke wilayah-wilayah lain.

Sebagai contoh adalah Kurdi dari Kordestan yang pindah menuju

wilayah bagian utara Khorasan. Tetapi dapat dinyatakan bahwa tiap-tiap

suku menyembunyikan tradisi-tradisi budaya dan sosial mereka sendiri

di mana saja mereka tinggal; seperti suku Shahsovan dari sebelah utara

Azerbaijan dan Kurdi dari Kordestan. Bahkan juga antara suku-suku

Qashgha’ie dan Bakhtiari.

11 Hassan Zendeh Del, Ibid.

Page 18: BAB III PEMIKIRAN ABDUL KARIM SOROUSH TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/18/jtptiain-gdl-s1... · dengan perjalanan sejarah bangsa Iran. ... Khorasan menuju ke

109

Survei sejarah menunjukkan bahwa beberapa suku di Iran memiliki

nenek moyang yang sama. Suatu bagian besar dari suku-suku di Iran

bagian tengah dan barat adalah penutur dialek Lor. Ini terbagi menjadi

dua kelompok, yaitu Lor-e-Bozorg (Lors terbesar) dan Lor-e-Koochak

(Lor yang lebih kecil).12

Cabang-cabang suku-suku ini berpindah ke wilayah-wilayah

bergunung di Iran tengah. Suku-suku seperti Bakhtiari, Kohkilooyeh,

Mamasani dan Booyer Ahmad adalah dari kelompok ini, dan sekalipun

begitu sangat berbeda satu sama lain.

Selama era Safavid, kelompok-kelompok dari suku Afshar

berpindah dari Khorasan ke Azerbaijan, dan masih kelompok yang lain

ke Kohkilooyeh dan Khuzistan. Pada saat penaklukkan suku-suku Fars

oleh Aga Mohammad Khan Qajar di tahun 1206 H, 12.000 keluarga

yang terbukti pemberontak dipindahkan dari sekitar wilayah Shiraz dan

ditempatkan dekat Tehran.13

Selama Rejim Nasereddin Shah, suku Hazareh dipindahkan ke

Khorasan, tetapi karena kerusuhan dan kekacauan, didorong untuk

menyebar dalam kelompok-kelompok yang lebih kecil. Dahulu,

penyebaran ini semata-mata bergantung pada kecakapan menggembala

di sekitarnya. Tetapi ini secara gradual memperoleh aspek politik,

sehingga menjaga batas-batas dan perbedaan-perbedaan seperti

12 Hassan Zendeh Del, Ibid. 13 Hassan Zendeh Del, Ibid.

Page 19: BAB III PEMIKIRAN ABDUL KARIM SOROUSH TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/18/jtptiain-gdl-s1... · dengan perjalanan sejarah bangsa Iran. ... Khorasan menuju ke

110

yurisdiksi dari suku-suku. Sekarang ini, suku-suku tersebar di wilayah-

wilayah berikut: suku di utara dan barat laut Iran, yang terdiri dari

beragam klan seperti suku Turkmen. Suku yang sama di perbatasan

propinsi-propinsi Golestan dan Khorasan.

Suku-suku di sebelah barat-laut Iran, mencakup suku-suku seperti

Shahsovan, Arasbaran, Afshar-e-Qizilbash, Garahgozloo dan beragam

klan dari suku Khamseh. Mereka berada pada batas-batas sebelah timur

dan barat Azerbaijan, Hamadan, Ardabil dan Zanjan. Suku-suku di barat

Iran, terdiri dari mereka yang memiliki dialek Kurdi, Kalhor, Sanjabi

dan Gurkani. Yang tersebut menempati propinsi-propinsi di

Kermanshah, Azerbaijan Barat dan Kordestan.

Suku di sebelah barat daya dan selatan Iran, yang terdiri dari

beragam klan seperti Khamseh, Qashgha’ie, Arab dan Lor-e-Koochak.

Mereka tinggal di propinsi-propinsi Fars, Khuzistan dan Lorestan. Suku-

suku di sebelah tenggara Iran, yang terdiri dari suku-suku Balooch yang

menempati propinsi Sistan dan Baloochistan.

Suku-suku di bagian tengah Iran, mereka yaitu, Bakhtiari,

BooyerAhmad, Doshman Ziyari, Charam, Bavi, Bahmehyi, Tayebi dan

Mokran. Semuanya sama-sama menempati batas-batas propinsi Chahar

Mahal dan Bakhtiari, Khuzistan, Kokhilooyeh dan Kerman. Suku-suku

di sebelah timur dan timur laut Iran, yang terdiri dari baragam klan

tinggal di propinsi Khorasan.14

14 Hassan Zendeh Del, Ibid.

Page 20: BAB III PEMIKIRAN ABDUL KARIM SOROUSH TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/18/jtptiain-gdl-s1... · dengan perjalanan sejarah bangsa Iran. ... Khorasan menuju ke

111

4. Agama dan Budaya

Iran adalah tempat kelahiran Zoroaster, pendiri agama Zoroaster,

salah satu agama paling tua di dunia. Agama resmi Iran, berdasarkan

Pasal 12 dari Konstitusi, adalah Islam (Syiah), dan sekitar 99,56% rakyat

negeri ini adalah Muslim. Para pengikut mazhab-mazhabIslam lainnya

seperti Hanafi, Maliki, Syafi’i, Hambali, dan Zaidi di Iran sangat

dihormati dan hidup dengan bebas tanpa pembatasan.

Dalam Konstitusi Republik Islam Iran, agama-agama seperti

Zoroaster, Kristen, dan Yahudi secara resmi diakui dan para pengikut

mereka mempunyai hak politik, sosial dan ekonomi yang sama seperti

Muslim. Agama-agama minoritas seperti Zoroaster, Armenia, Yahudi,

Assyria, dan Chaldea mempunyai wakil-wakil mereka sendiri yang

independen di dalam Majelis Konsultatif Islam (Parlemen).15

Kekayaan budaya Iran dalam arena-arena yang berbeda seperti seni

ketimuran yang beragam, literatur dan Gnostisisme mempunyai reputasi

global. Mitos, fiksi, filsafat, puisi, musik, dongeng-dongeng, kerajinan

tangan, arsitektur, dan seni-seni dekoratif Iran telah menyokong

pemikiran manusia secara signifikan.

15 Hassan Zendeh Del, Ibid. Hal yang sama juga dikemukakan David E. Long ia

mengatakan bahwa institusi-institusi (politik) yang termaktub dalam konstitusi menggambarkan perpaduan teori politik Islam dan Barat khususnya Perancis. Termasuk di dalamnya Presiden, Majelis syura al Islami (The National Consultative Assembly) yang berjumlah 270 anggota dan lembaga peradilan independen yang bernaung di bawah Lembaga Peradilan tinggi. Karena hukum Islam menjadi hukum negara, maka sejak awal.lembaga pengadilan didominasi oleh ulama kaum Zoroaster, Yahudi, Assyria dan Kristen Chaldean serta semua agama yang diakui oleh Islam sebagai Peoples of the Book atau ahl al kitab juga mendapat kesempatan untuk menempatkan wakilnya di legislatif. David E. Long, op.cit., hlm. 73.

Page 21: BAB III PEMIKIRAN ABDUL KARIM SOROUSH TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/18/jtptiain-gdl-s1... · dengan perjalanan sejarah bangsa Iran. ... Khorasan menuju ke

112

5. Bahasa, Tulisan, Penanggalan dan Bendera

Menurut Konstitusi Republik Islam Iran, bahasa dan tulisan (abjad)

umum yang resmi adalah bahasa Farsi (Persia). Titik awal penanggalan

resmi Iran adalah Hijrah Nabi Muhammad (SAW) pada tahun 622 M

yang menandai permulaan penanggalan Islam.16 Hari pertama Farvardin

(21 Maret) adalah awal Tahun Baru Iran menurut penanggalan matahari.

Bendera resmi Iran adalah hijau, putih, dan merah dengan tanda

Republik Islam Iran dan juga dengan 22 Allah-u-Akbar (Allah

Mahabesar) pada garis tepinya.

Lebih dari separuh rakyat Iran berbicara bahasa Farsi (Persia) dan

berbagai dialek Persia. Bahasa Persia mempunyai kefasihan dan

fleksibiltasnya sendiri. Sebagai konsekuensinya, sebagian literatur yang

paling terkemuka di negara-negara timur, terutama di alam budaya Iran,

dari Transoxiana hingga Asia Kecil, ditulis dalam bahasa Farsi.

Kekayaan budaya Iran dan bahasa Persia mengesankan banyak suku

bangsa di Asia Tengah, kendati dominasi mereka atas alam Iran secara

geografis hanya untuk suatu waktu yang singkat.

6. Pemerintahan dan Kekuasaan Tiga Pilar

Pemerintahan Iran adalah “Republik Islam” yang dibentuk setelah

Revolusi Islam pada tahun 1979. Menurut Konstitusi, Presiden, anggota

Majelis Konsultatif Islam (Parlemen), dan anggota dari dewan-dewan

yang berbeda yang secara langsung dipilih oleh rakyat harus

16 Hassan Zendeh Del, op.cit.

Page 22: BAB III PEMIKIRAN ABDUL KARIM SOROUSH TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/18/jtptiain-gdl-s1... · dengan perjalanan sejarah bangsa Iran. ... Khorasan menuju ke

113

memerintah negeri ini. Kekuasaan tiga pilar di Republik Islam Iran

adalah legislatif, eksekutif, dan pengadilan yang mandiri, dan

dikoordinasikan oleh presiden dan diawasi oleh Pemimpin Spiritual

Tertinggi.

Untuk kekuasaan legislatif terdiri dari tiga elemen yaitu, Majelis-e-

Islami (Majelis Konstultasi Islam), Shuraye-Nigahban (Dewan

Perwalian Undang-undan Dasar atau The Council of Guardian of The

Constitution) serta Majelis-e Khubreqan (Majelis Ahli). Sementara

untuk lembaga eksekutif dipegang oleh Presiden dan lembaga legislatif

dipegang oleh Mahkamah Agung, Pengadilan Tinggi dan Pengadilan

Rendah..17

Berdasarkan wilayah-wilayah terakhir dari negeri ini, Iran terbagi

menjadi 28 provinsi, 252 kota praja, dan 680 distrik. Tiap-tiap provinsi

diatur oleh seorang gubernur jenderal, tiap-tiap kota praja oleh seorang

gubernur dan tiap-tiap daerah oleh seorang letnan gubernur. Mencakup

suatu wilayah seluas 313.000 kilometer persegi, Khorassan adalah

provinsi Iran yang terbesar dan yang terkecil, tiap-tiap mempunyai suatu

luas wilayah kurang dari 15.000 kilometer persegi, adalah Guilan,

Chahar Mahal & Bakhtiari, Kohgilooyeh& Boirahmad, Golestan,

Qazvin dan Qom.

17 Noor Arif Maulana, Revolusi Islam Iran dan Realisasi Vilayat-I Faqih, Jogjakarta:

Kreasi Wacana, 2003, hlm. 171-174

Page 23: BAB III PEMIKIRAN ABDUL KARIM SOROUSH TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/18/jtptiain-gdl-s1... · dengan perjalanan sejarah bangsa Iran. ... Khorasan menuju ke

114

Kelompok-kelompok Etnolinguistik di Iran18

Kelompok Bahasa (Language)

Agama (Religion)

Populasi (Population tahun 1977)

Lokasi

Persia Farsi Islam Syi’ah 17.000.000 Dataran tinggi, Kota-kota besar

Azeris Turki Azeri Islam Syi’ah 9.000.000 Barat laut, kota-kota besar

Kurdi Kurdish Islam Syi’ah dan Suni

3.500.000 Pegunungan barat

Arab Arab Islam Syi’ah dan Suni

600.000 Selatan, Pesisir Teluk Persia

Baluchis Baluchi Islam Suni 600.000 Tenggara Qashqa’i Dialek Turki Islam Syi’ah 400.000 Tenggara Zaros Turkoman Dialek Turki Islam Suni 500.000 Timur Laut Bakhtiaris Bakhtiari Islam Syi’ah 570.000 Zagros Lurs Luri Islam Syi’ah 500.000 Zagros Armenians Armenian Kristen 270.000 Barat Laut, kota-

kota besar Assyrians Assyrians Kristen 32.000 Barat Laut, kota-

kota besar Yahudi Farsi Yahudi 85.000 Isfahan,

Teheran, Kota-kota besar

Zoroaster Farsi Zoroaster 36.000 Yazd, Kerman, Teheran

Baha’I Farsi Baha’i 300.000 Kota-kota besar Dikutip dari Paricia J. Higgins (1986)

B. Biografi Abdul Karim Soroush

Abdul Karim Soroush lahir di Teheran Selatan, Iran pada 1945, dalam

Iingkungan yang memiliki concern terhadap pendidikan.19 Dalam kalender

Islam (tahun qomariyah), hari kelahiran Soroush bertepatan dengan hari

18 Selengkapnya lihat dalam Patricia J. Higgins, “Minority-State Relations in

Contemporary Iran”, dalam Ali Banuazizi dan Myron Weiner (ed), The State, Religion and Ethnic Politics: Afghanistan, Iran and Pakistan, Syarcuse University Press, 1986, hlm. 179.

19 Tentang biografi Soroush dapat dilihat di situs www.seraj.org,. Biografi ini juga bisa dilihat di situs milik Abdul Karim Soroush sendiri yaitu www.drsoroush.com. Dalam situs ini bahkan bahasan dan kliping tentang artikel maupun wawancara Soroush disajikan secara lebih lengkap. Dari situs ini pulalah penulis mendapatkan hampir semua data yang terkait dengan pemikiran Soroush. Intisari dari Biografinya ini juga telah diterjemahkan oleh Haidar Bagir dalam pengantar karya Soroush edisi Indonesia, “Menggugat Otoritas Tradisi dan Agama”, Bandung: Mizan, 2002. Lihat juga dalam Tedi Kholiludin, “Abdul Karim Soroush: Potret Santri Liberal Iran”, dalam Majalah Syir`ah , Januari, 2004, hlm. 46-49.

Page 24: BAB III PEMIKIRAN ABDUL KARIM SOROUSH TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/18/jtptiain-gdl-s1... · dengan perjalanan sejarah bangsa Iran. ... Khorasan menuju ke

115

Asura tahun 1324 H. Atas dasar inilah orang tua Soroush memberi nama

Soroush dengan Husayn Haj Farajullah Dabbagh,20 sedangkan nama Abdul

Karim Soroush21 itu sendiri adalah pen name atau nama yang ia gunakan

sebagai identitas saat Soroush mempublikasikan karyanya. Nama Husayn

dalam tradisi Syi’ah adalah nama suci, karena Imam Husayn, cucu nabi

Muhammad SAW, meninggal pada tanggal 10 bulan Asyura.22

Setelah menamatkan pendidikan dasarnya di Qa’imiyyah School,

Teheran Selatan. Setelah enam tahun ia bergulat di sekolah tersebut,

Soroush melanjutkan sekolah menengahnya di Mortazavi High School lalu

pindah ke Alavi High School. Alavi merupakan sekolah yang bisa

berkembang dan mapan (established) ketika dipegang oleh dua pengusaha

yang cukup terkenal yakni Asghar Karbaschiyan dan Reza Rouzbeh.

Keduanya dikenal sebagai figur yang cukup baik dan orang yang dihormati

dan selalu menjadikan Alavi sebagai institusi pendidikan yang melengkapi

muridnya dengan ilmu pengetahuan modern dan juga membekalinya dengan

keyakinan agama, kesalehan serta komitmen terhadap masyarakat.

20 Laura Secor, The Democrat Iran’s Leading Reformist Intellectual Tries to Reconcile

Religious Duties and Human Rights, artikel online dalam http://www.drsoroush.com/English/On_drsoroush/E-CMO-20040314-1.html.

21 Menurut Robin Wright nama Abdul Karim memiliki arti servant of God (abdi Tuhan), sementara Soroush memiliki arti angel of revelation. Lihat dalam Robin Wright, Iran’s Greatest Political Challenge: Abdol Karim Soroush, World Policy Journal, 1997, hlm. 67.

22 Imam Husain bersama 72 pengikutnya — termasuk di dalamnya anak-anak — syahid dibantai oleh sekitar 30.000 tentara Yazid bin Muawiyyah di padang Karbala, Irak. Kepala Imam dan para syuhada dipenggal dan diarak keliling kota. Sungguh peristiwa yang tragis.Bagi kaum muslim Syi`ah 10 Muharram atau yang lazim disebut Hari Asyura adalah hari yang menjadi symbol duka cita. Karenanya, mereka melarang keras melaksanakan ibadah puasa pada hari itu, karena menurut mereka, Asyura bukanlah hari yang patut disyukuri, melainkan hari berkabung. Bahkan kalangan Syi’ah menilai bahwa puasa Asyura yang diperintahkan dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Ibn Abbas, tidak lebih dari siasat politik Bani Umayyah yang merasa bersyukur atas terbunuhnya Imam Husein di Karbala.

Page 25: BAB III PEMIKIRAN ABDUL KARIM SOROUSH TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/18/jtptiain-gdl-s1... · dengan perjalanan sejarah bangsa Iran. ... Khorasan menuju ke

116

Selama menimba ilmu di Alavi, Soroush dapat belajar tentang

persoalan-persoalan agama. Apalagi Reza Rouzbeh, yang merupakan

alumnus universitas dan seminary di Qum, membuka kelas reguler dan

mengajarkan mata kuliah Islamic Law (Hukum Islam, Fiqih) serta exegesis

(tafsir).

Setelah menyelesaikan sekolahnya, Soroush ambil bagian untuk

mengikuti tes masuk Universitas Teheran dengan mengambil jurusan fisika

dan farmasi. Ternyata ia berhasil melewati ujian tersebut serta diterima di

dua jurusan pilihannya. Namun Soroush lebih memilih jurusan farmasi atas

rekomendasi Rouzbeh. Di universitas ini, Soroush sempat belajar Filsafat

Islam pada Muthahari. Komentar (syarh) yang diberikan Muthahari atas

karya Allamah Thabathaba’i (Ushul-e Falsafe wa Rawish-e Rialism),

memberikannya suatu pencerahan. Begitu pula ketika ia membaca Tafsir al-

Mizan yang juga karya Thabathoba’i.23

Saat menjalani kuliah di Universitas Teheran, Soroush sebenarnya

ingin belajar banyak kepada Mutahhari. Sayangnya Mutahhari tidak sempat

mengajari Soroush dalam rentang waktu yang cukup. Namun, Mutahhari

memperkenalkan Soroush kepada salah satu muridnya, seorang ulama yang

juga imam di salah satu mesjid Teheran. Dari imam tersebut, Soroush

belajar filsafat Islam selama beberapa tahun.24 Dan ia merasakan manfaat

dari pelajaran yang diberikan oleh sang imam tersebut. Soroush

23 Abdul Karim Soroush, Reason, Freedom And Democracy in Islam: Essential Writings

of Abdolkarim Soroush, New York: Oxford University Press, 2000, hlm. 4. 24 Abdul Karim Soroush, Ibid.

Page 26: BAB III PEMIKIRAN ABDUL KARIM SOROUSH TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/18/jtptiain-gdl-s1... · dengan perjalanan sejarah bangsa Iran. ... Khorasan menuju ke

117

menyelesaikan studi di Universitas Teheran selama enam tahun.

Setelah meraih gelar dalam bidang farmasi, Soroush melewatkan masa

dua tahun untuk menjadi tentara sebagai bentuk kewajiban warga negara.

Setelah itu ia menjadi pimpinan laboratorium yang bergerak dalam

penelitian produk makanan, toilettries dan alat-alat kesehatan di Buhsehr.

Pekerjaan ini ia lakoni selama lima belas bulan. Soroush kemudian kembali

ke Teheran dan mulai bekerja di Laboratorium kontrol kesehatan, tetapi tak

lama kemudian ia kembali ke London untuk untuk mengambil studi baru

dan agar menjadi lebih familiar dengan dunia modern.

Di London, ia menggunakan kesempatan pertamanya untuk

mengambil gelar MSc sebagai analis kimia, yang telah menjadi spesialisasi

keilmuannya. Setelah menyelesaikan studi di Universitas London, Soroush

kemudian melanjutkan pendidikannya ke Chelsea College di London,

selama lima tahun. Di Universitas ini ia mendalami masalah sejarah dan

Filsafat sains. Pada masa itu pulalah Soroush bersama aktivis Iran lainnya

yang belajar di Inggris dan tergabung dalam Muslim Youth Association

(MYA) giat mengkampanyekan perlawanannya terhadap rezim Syah.

Beberapa kolega Soroush dari Afrika menganjurkan Soroush dan

kawannya dari MYA untuk menjadikan imam barah yang berada di London

Barat sebagai pusat aktivitas. Tempat inilah yang sering didatangi oleh

pelajar Islam Iran di Inggris, terutama pada saat-saat menjelang terjadinya

revolusi. Tokoh-tokoh besar dan aktivis dari berbagai belahan Eropa dan

Iran, datang serta memberikan ceramah di tempat ini, termasuk Ayatullah

Page 27: BAB III PEMIKIRAN ABDUL KARIM SOROUSH TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/18/jtptiain-gdl-s1... · dengan perjalanan sejarah bangsa Iran. ... Khorasan menuju ke

118

Behesti dan Motahhari. Ketika Ali Shariati melarikan diri ke Inggris pada

tahun 1977, dan tidak lama kemudian meninggal dunia, upacara

penguburannya dilakukan di Imam Barah. Dengan demikian Imam Barah

merupakan tempat yang memiliki sejarah dan Soroush telah memberikan

andil untuk membuat tempat ini menjadi besar. Setelah revolusi, Imam

Barah berada di bawah otoritas pemerintahan Iran. Saat ini tempat tersebut

dikenal dengan sebutan “Kanoon-e Tauhid” dan berada di bawah kendali

pelajar Iran.

Di Inggris, pidato-pidato Soroush dicetak dalam pamflet dan buiku.

Pada awalnya dia memberikan ceramah yang merupakan seri tulisannya

yang berjudul “Dialectical Antagonisme” (‘Iazad-Dialektiki), sebagai

usahanya untuk mencoba menghadang berkembangnya pengaruh aliran kiri,

terutama dari Mujahidin Khalq yang berhasil menarik hati dan pikiran

banyak aktivis mudah melalui ideologi Marxisnya. Buku pertama Soroush

yang dipublikasikan di Iran saat ia masih berada di London berjudul

“Dialectical Antagonism” yang merupakan kumpulan ceramah yang ia

sampaikan di Imam Barah.

Pada saat yang sama, dia mengarang buku yang berjudul “The Restless

nature of the World” (Sifat Dinamis Alam Semesta, nahad-e naaram-e

jahan) yang berisi tentang “harkat-e johari” (gerak substansial). Dalam buku

ini Soroush mencoba mengemukakan dasar-dasar dari filsafat Islam, yakni

tauhid (monotheism) dan hari kebangkitan (ma’ad, resurection) dari gerak

substansial dan menyajikan pemikiran Mulla Sadra sebagai basis filosofis

Page 28: BAB III PEMIKIRAN ABDUL KARIM SOROUSH TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/18/jtptiain-gdl-s1... · dengan perjalanan sejarah bangsa Iran. ... Khorasan menuju ke

119

yang kuat bagi objek-objek keimanan.

Pasca meletusnya revolusi, Soroush kembali ke kampung halamannya

dan dan di sana ia mempublikasikan bukunya yang berjudul “Knowledge

and Value” (Ilmu Pengetahuan dan Nilai, Danesh va Arzesh) yang

penulisannya telah ia selesaikan ketika ia berada di Inggris. Sekembalinya

ke Iran Soroush bergabung dengan college pelatihan guru.25 Belum genap

satu tahun ia bergabung dengan college itu, muncullah gerakan yang

menghendaki ditutupnya beberapa universitas, karena ada indikasi lembaga

pendidikan mi telah terkontaminasi oleh model pendidikan barat. Tidak

lama setelah itu, dibentuklah Institut Revolusi Kebudayaan, yang terdiri dari

7 orang anggota yang ditunjuk langsung oleh Imam Khomeini. Dan Soroush

menjadi salah satu anggotanya.

Lembaga ini bertugas mereview sillabus, untuk kemudian

mempersiapkan dibukanya kembali Universitas.26 Tahun 1995-1996, bisa

dikatakan sebagai ‘am al huzn bagi perjalanan karir Intelektual Soroush.

Kelompok yang menamakan dirinya Anshar-e-Hizbullah (Pendukung Partai

25 Ketika ditanya ihwal kembalinya ia ke Iran Soroush menjawab, “Saya merasa perlu

untuk kembali ke Iran, untuk mengenal berbagai pemikiran dan yang terpenting untuk menemui murid-murid, keluarga dan teman-teman saya.” Abdul Karim Soroush, An interview with Iranian Truth, 2003.

26 Tentang berdirinya Cultural Revolution Institute, Soroush menjelaskan bahwa revolusi kultural yang dimaksud dalam lembaga tersebut adalah upaya yang ia sebut sebagai seminary-univresity unity. Baginya, ide penyatuan universitas dan seminari ini sangatlah esensial dalam wilayah non politik. Dalam artian aliansi ini bukan dalam wujud nyata penghapusan seminari dan universitas dan menggantinya dengan sebuah model pendidikan baru. Tetapi penyatuan yang ia maksud lebih pada model penyatuan dalam tataran pendekatan. Meskipun dua institusi tersebut mengajarkan obyek yang berbeda, tetapi jika mereka menggunakan pendekatan dan metode yang sama, maka mereka dapat eksis dan melanjutkan aliansi ini. Dengan demikian lembaga tersebut ingin menyatukan atau membuat sebuah persepsi yang sama dalam konteks metodologi antara universitas dan seminari. Lihat dalam Abdolkarim Soroush, The Story of Cultural Revolution: Right to the End They Didn`t Know Where They Were Meant to Be Going, dalam www.seraj.org/cultural.htm.

Page 29: BAB III PEMIKIRAN ABDUL KARIM SOROUSH TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/18/jtptiain-gdl-s1... · dengan perjalanan sejarah bangsa Iran. ... Khorasan menuju ke

120

Allah), menyerang Soroush dan menutup perkuliahannya, karena mereka

menganggap Soroush telah melecehkan agama, dalam kuliahnya itu.

Tetapi sebenarnya ada tiga kelompok di Iran yang dalam pengakuan

Soroush telah menjadikannya sebagai musuh, termasuk kalangan akademisi

dan ulama politik selain Anshar-e-Hizbullah. Tiga kelompok tersebut

adalah pertama, kelompok yang menentang prinsip agama dan keyakinan

agama. Mereka adalah kelompok yang tidak puas dengan pemeliharaan

Soroush terhadap pertanyaan-pertanyaan agama. Penulis-penulis yang

berasal dari partai Tudeh masuk dalam kelompok ini.

Kedua, adalah kelompok yang menginginkan agama sebagai jalan

untuk masuk surga. Ketiga, kelompok yang menginginkan agama sebagai

ideologi untuk melakukan revolusi dan memperkuat pemerintahan serta

politik. 27

Tiga tahun setelah kejadian itu, Soroush kemudian kembali aktif

memberikan ceramah di Masjid Imam Shadiq di Teheran Utara.

Ceramahnya kaIi ini berisi seputar analisis terhadap kandungan Nahj AI-

Balaghah (Kumpulan ucapan, pidato dan surat Ali bin Abi Thalib).

27 Abdul Karim Soroush, Soroush Among Those for and Against, Jameah Morning Daily,

1998, hlm. 12. Tetapi sebenarnya penyerangan atau terror terhadap Soroush, tidak berhenti sampai di situ. Penyerangan terhadap Soroush berlanjut hingga tahun 2004. Saat ia akan meninggalkan Qum, kota yang terkenal sebagai basis Ulama, Soroush diserang oleh orang yang tak dikenal. Seperti yang dilaporkan IRNA (kantor berita Iran) yang dikutip oleh Iran Daily, sekitar 100 orang berada di sekitar rumah Hojjatoleslam Shobeiri di mana Soroush melakukan pertemuan pribadi. Mereka menyenyikan slogan anti Gubernur Qum, Gubernur Jenderal dan Soroush agar segera meinggalkan kota tersebut. Simak berita tersebut dalam http://www.iran-daily.com/1383/2096/html/national.htm#NationalCol1.

Page 30: BAB III PEMIKIRAN ABDUL KARIM SOROUSH TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/18/jtptiain-gdl-s1... · dengan perjalanan sejarah bangsa Iran. ... Khorasan menuju ke

121

Meskipun banyak mendapat intimidasi dari berbagai pihak, terutama

kalangan yang loyal terhadap Ayatullah Khomeini, Soroush tidak kemudian

berhenti untuk menularkan ide dan gagasannya. Bahkan pada tahun 1990,

Soroush dan beberapa rekannya mendirikan majalah bulanan Kiyan, yang

diperuntukan bagi mereka yang mempunyai visi konstruktif dalam

pengembangan wacana agama dan intelektualitas. Tema-tema yang cukup

sensitif di negara Iran seperti pluralisme agama, hermeneutika, civil society,

toleransi dan demokrasi ia publikasikan melalui majalah tersebut.

Sejak tahun 2000, Soroush menjadi Dosen tamu di Harvard University,

dan memegang mata kuliah Islam dan Demokrasi, Studi Qur`an dan Filsafat

Hukum Islam. Ia juga turut mengajar Filsafat Politik Islam di Princeton

University dan Wissenschaftkolleg Berlin, Jerman. Sebagai seorang

intelektual, Soroush tidak hanya membuktikannya dengan menelurkan

berbagai karya tulis, namun pengakuan itu juga ia dapatkan dalam bentuk

penghargaan.

Pada bulan April 2004, Soroush bersama Sadik Jalal al-azm (Syiria),

Fatima Mernisi (Maroko) terpilih menjadi penerima penghargaan Erasmus

Prize yang digagas oleh Praemium Erasmianum Foundation. Penghargaan

ini diberikan kepada seseorang atau institusi yang telah memberikan

kontribusi signifikan dalam mewarnai dan beradaptasi dengan kultur eropa,

masyarakat dan ilmu pengetahuan sosial. Ketiga intelektual muslim tersebut

berhak menerima 150.000 Pounds, yang diberikan langsung oleh Pangeran

Bernhard di Amsterdam Belanda.

Page 31: BAB III PEMIKIRAN ABDUL KARIM SOROUSH TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/18/jtptiain-gdl-s1... · dengan perjalanan sejarah bangsa Iran. ... Khorasan menuju ke

122

Keberhasilan Soroush menyabet penghargaan tersebut dikarenakan ia

cukup pintar memadukan agama dengan modernitas. Dan secara kebetulan,

Erasmus Prize untuk tahun 2004 mengambil tema “Agama dan Modernitas”.

Tema ini didasarkan atas berkembangnya politik dan masyarakat yang

cukup memberikan peluang bagi semua lapisan dalam memulai

memperdebatkan kembali relasi antara agama dan modernitas.

Selain Erasmus Prize, Soroush juga pernah menerima penghargaan

sebagai “Muslim Democrat of the Year” untuk tahun 2004 dari Centre for

the Study of Islam and Democracy (CSID) di Washington DC, Amerika.

Dalam sambutan setelah menerima penghargaan tersebut, Soroush

mengatakan bahwa ajaran tentang keadilan adalah kata kunci untuk

memformulasikan ide tentang demokrasi yang tidak hanya cocok tetapi juga

bisa berjalan seiring dengan ajaran Islam. 28

Pada bulan April 2005, Soroush terpilih menjadi salah satu dari 100

orang yang paling berpengaruh di dunia versi majalah TIME. Penghargaan

tersebut diberikan kepada mereka yang memiliki talenta untuk melakukan

transformasi di dunia. TIME menyebut Soroush sebagai “Irans Democratic

Voice”.29

28 Soroush kemudian mengutip al-Qur’an surat al-Nahl ayat 90, yang artinya “Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran”. Abdul Karim Soroush, “Muslim Democrat of the Year Award” Acceptance Speech (Pidato penerimaan penghargaan Muslim Democrat of the Year tahun 2004).

29 Time Magazine, April 2005.

Page 32: BAB III PEMIKIRAN ABDUL KARIM SOROUSH TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/18/jtptiain-gdl-s1... · dengan perjalanan sejarah bangsa Iran. ... Khorasan menuju ke

123

Abdul Karim Soroush dalam Tiga Lingkaran Intelektual Muslim di Iran30

Circles and Sub- circles

Name of Publications

Personalities and Writers

Approaches to the Political System

Political Orientation

Influence in Universties

Influence in Seminaries

Financial Source

First Circle Subcircle around Kiyan and Dovom-e Khordad Publications

Kiyan, Sobh-Emrouz, Jame’eh, Tous, Neshat, Asr-e Azadegan, Bahar

Soroush, Mojtehed Sabestari, Malekian, Shamsolvaezzi, Tehrani, Alavitabar, Naraghi, Soltani, Mohammadi, Mardiha, Jalaeipour, Ganji, Akbari, Ghazian, Kashi, Rezai, Mozaffar, Norouzi, Baqi, Qouchani…

Reformist Social Democrat, Social Liberal

High Low Non Governmental

Sub-circle around Salaam and Asr-e Ma

Salaam, Asr-e ma, Mosharekat

Armin, Aghajari, Hajjarian, Abdi, Mazrui, Arghandehpour, Mirdamadi

Reformist Social Democrat

High Medium Non Governemental

Association of Qom Howze-ye Elmich Teachers

-- Meybodi, Abai, Ayazi, Mousavi, Tabrizi

Reformist Not clear Medium Medium Non governmental

Writers in Khordad

Khordad Nouri, Kadivar, Hekmat, Farastkhah

Reformist Social Democrat, Social Liberal

High Medium Non governmental

Circles and Sub- circles

Name of Publications

Personalities and Writers

Approaches to the Political System

Political Orientation

Influence in Universties

Influence in Seminaries

Financial Source

Second Circle Subcircle around Iran-e

Iran-e Farda (biweekly)

Ezzatollah Sahabi, Eshkevari, Alijani, Rahmani,

Reformist and Radical

Social Democrat

Medium Low Non Governmental

30 Selengkapnya lihat dalam Hamidreza Jalaeipour, Religious Intellectuals and Politcal

Action in the Reform Movement, Makalah dalam Konferensi “Intellectual Trends ni 20th Century Iran”, Princeton University 21 Oktober 2000, hlm 11-12.

Page 33: BAB III PEMIKIRAN ABDUL KARIM SOROUSH TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/18/jtptiain-gdl-s1... · dengan perjalanan sejarah bangsa Iran. ... Khorasan menuju ke

124

Farda Zeidabadi, Saber, Rajai,

Peyman Sub-circle

Bulletins Habinollah Peyman

Reformist and Radical

Social Democrat

Low Low Non Governemental

Freedom Movement Sub-circle

Bulletins Yazdi, Abdolali, Bazargan

Reformist and Radical

Social Liberal

Medium Low Non governmental

Circles and Sub- circles

Name of Publications

Personalities and Writers

Approaches to the Political System

Political Orientation

Influence in Universties

Influence in Seminaries

Financial Source

Third Circle Circle around Naqd va Nazar

Naqd va Nazar

Qanbari, Faqihi

Reformist Not clear Low Medium Government

Circle around Entekhab

Entekhab The Hashemi…

Reformist Not clear Very Low Medium Governement

Dikutip dari Hamidreza Jalaeipour (2000)

C. Karya-karya Abdul Karim Soroush

Sepanjang pengetahuan penulis, sangat sedikit sekali karya Soroush

yang berbentuk buku. Terutama karyanya yang telah diterjemahkan ke

dalam bahasa Indonesia. Padahal, kalau mengacu pada produk pemikirannya

yang brilian, tentu akan sangat bermanfaat jika karya Soroush juga dinikmati

oleh akademisi di Indonesia.

Ini mungkin karena kebanyakan buku Soroush lebih banyak

menggunakan bahasa Parsi ketimbang bahasa Arab atau Inggris. Sementara

buku terjemahan yang banyak kita temukan di Indonesia berasal dari bahasa

Arab dan Inggris. Wajar jika tidak banyak karya Soroush yang bisa kita

nikmati dalam bahasa Indonesia.

Page 34: BAB III PEMIKIRAN ABDUL KARIM SOROUSH TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/18/jtptiain-gdl-s1... · dengan perjalanan sejarah bangsa Iran. ... Khorasan menuju ke

125

Hampir semua pemikiran Soroush ia tuangkan dalam bahasa Parsi.

Diantara karyanya tersebut, adalah (2002-08) Sonnat va Secularism

(Tradition and Secularism), (2001-04) Akhlâgh-e Khodâyân (Moral of

Gods), (2000-10) Âeen-e Shahriâry va Dindâry (Urban Ritual and Religious

Convictions), (2000-04) Ghomâr-e Âsheghâneh (Amorous Gamble) (1999-

09) Serât-hay-e Mostagheem (Straight Paths), (1999-08) Nahâd-e Nâ-Ârâm-

e Gahân (World's Agitating Character) (1999-04) Bast-e Tajrobeh-yi Nabavi

(Expansion of Prophetic Experience),(1999-03) Siyasat-Nameh (Political

Letter), (1996-06 ) Modera va Modiriyyat (Administration and Tolerance),

(1996-04) Mathnavi Ma'navi (Rumi's Mathnavi) (Vol-1, 540p; & Vol-2,

571p), (1996-02) Hadees-e Bandegi va Delbordegi (The Tale of Love and

Servitude), 1995-04 Dars-hay-ey dar falsafeh-e Elm-ol-Egtema'e (Lessons

on the Philosophy of the Sciences).31

Selain dalam bahasa Parsi ada beberapa karya Soroush yang berbahasa

Inggris atau terjemahan dalam bahasa Inggris baik dalam bentuk buku,

artikel, wawancara atau abstraksi pidatonya. Karya-karya inilah yang oleh

penulis gunakan sebagai rujukan primer dalam studi ini. Diantara karya yang

berbentuk buku dan artikel adalah:

1. Reason Freedom and Democracy in Islam. Buku ini adalah kumpulan

artikel Soroush yang diedit dan diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris

oleh Mahmoud Sadri dan Ahmad Sadri. Terbit pertama kali di Inggris

31 Karya-karya tersebut kebanyakan ia publikasikan di Teheran (Iran) sehingga sangat

sulit ditemukan dan dinikmati oleh pembaca. Buku-buku tersebut juga tidak dipergunakan oleh penulis untuk menjadi rujukan dalam menganalisa pemikiran Soroush. Lihat dalam www.drsoroush.com

Page 35: BAB III PEMIKIRAN ABDUL KARIM SOROUSH TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/18/jtptiain-gdl-s1... · dengan perjalanan sejarah bangsa Iran. ... Khorasan menuju ke

126

pada tahun 2000 oleh Oxford University Press. Buku ini telah

diterjemahkan dalam bahasa Indonesia dengan judul “Menggugat

Otoritas dan Tradisi Agama”. Buku tersebut diterjemahkan oleh

Abdullah Ali dan diterbitkan oleh penerbit Mizan serta terbit pertama

kali pada tahun 2002.

2. The Evolution and Devolution of Religious Knowledge. Artikel ini pada

awalnya adalah naskah makalah yang ia presentasikan saat mengisi

kuliah di Institute of Islamic Studies, McGill University, 13 April 1995.

Naskah ini kemudian diterbitkan sebagai bagian dari bunga rampai buku

Liberal Islam: A Sourcebook yang diedit oleh Charles Kurzman. Dalam

versi lain ada yang memberi judul tulisan ini “Text in Context”. Buku

Liberal Islam telah diterjemahkan dalam bahasa Indonesia dan

diterbitkan oleh Paramadina pada tahun 2001. Artikel Soroush sendiri

diterjemahkan dan diberi judul Evolusi dan Devolusi Pengetahuan

Keagamaan.

3. Reason and Freedom in Islamic Thought. Paper ini ia presentasikan saat

mejadi pembicara pada CSID 2nd Annual Conference di Georgetown

Unniversity, 7 April 2001. Naskah ini telah diterjemahkan dalam bahasa

Indonesia dengan judul “Mencari Format Ideal Hubungan Islam dan

Demokrasi”. Artikel tersebut juga menjadi bagian dari bunga rampai

buku Islam: Liberalisme dan Demokrasi yang diterbitkan oleh Yayasan

Paramadina tahun 2002.

Page 36: BAB III PEMIKIRAN ABDUL KARIM SOROUSH TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/18/jtptiain-gdl-s1... · dengan perjalanan sejarah bangsa Iran. ... Khorasan menuju ke

127

4. Types of Religiousity. Artikel ini dimuat di Jurnal Kiyan No 50 1378

tahun 2000. Artikel yang membahas tentang tipe keberagamaan umat

Islam itu merupakan terjemahan dari bahasa Persia.

5. The Saviour and Religious Revival. Artikel ini merupakan terjemahan

dari “Mahdaviyat va Ehya-ye Din” yang dimuat di Jurnal Aftab No 12

edisi Januari-Februari 2002.

6. Tradition and Modernism. Artikel yang berisi tentang relasi Islam dan

modernitas ini merupakan naskah yang ia presentasikan pada Seminar di

Universitas Behesty pada bulan Mei 1999. artikel ini juga dimuat di

Kian Monthly Review, Vol. 10, No 54, Oct-Nov 2000. Artikel ini juga

terjemahan dari bahasa Persia.

7. Rationalist Traditions in Islam. Ini merupakan naskah yang ia

presentasikan saat memberikan ceramah dalam acara “International

Conference Islam-Religion and Democracy” di Heidelberg Jerman

tanggal 12-13 November 2004.

8. Treatise on Tolerance. Paper ini ia presentasikan saat memberikan

sambutan ketika Soroush, Sadik Jalalul Azm (Syria) dan Fetima

Mernissi (Maroko) menerima penghargaan Erasmus Prize di Belanda

tahun 2004.

9. Religious Pluralism: Kadivar, Soroush Debate. Ini merupakan rekaman

debat antara Soroush dan Mohsen Kadivar yang bisa didapatkan secara

online dalam situs www.drsoroush.com.

Page 37: BAB III PEMIKIRAN ABDUL KARIM SOROUSH TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/18/jtptiain-gdl-s1... · dengan perjalanan sejarah bangsa Iran. ... Khorasan menuju ke

128

Selain dalam bentuk artikel dan buku, pemikiran Soroush juga banyak ia

tuangkan dalam bentuk wawancara dengan wartawan surat kabar atau

majalah. Beberapa point pemikiran Soroush yang penulis dapatkan dalam

bentuk wawancara antara lain:

1. Democracy and Rationality. Hasil wawancara ini dipublikasikan dalam

Shargh Newspaper, pada bulan Desember 2003.

2. Religion, Thought and Reformation. Ini merupakan wawancara Soroush

yang dipublikasikan di Jameh Madani pada tanggal 3 Juli 2001.

3. Ethics and Ethical Critiques. Hasil awancara ini dipublikasikan di

Iranian Labour News Agency pada Januari 2004.

4. Contraction and Expansion of Women’s Rights. Hasil wawancara ini

dipublikasikan di Zanan 1378, 2000.

5. Faith and Hope. Wawancara ini dimuat di Jurnal Kiyan no 51 1379,

2001

6. Truth, Reason, Salvation. Wawancara ini dimuat di Seratha-yi Mostaqim

(1377/1998) Tehran: Serat 137-196.

7. A Generation in the Process of Development. Wawancara dengan

Persian Morning Daily, 26 Februari, 2002.

8. Right to the End They Didn’t Know Where They Were Meant to Be

Going. Dimuat di situs www.seraj.org.

9. Soroush Among Those for and Against. Interview dengan Jameah

Morning Daily.

Page 38: BAB III PEMIKIRAN ABDUL KARIM SOROUSH TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/18/jtptiain-gdl-s1... · dengan perjalanan sejarah bangsa Iran. ... Khorasan menuju ke

129

10. If Shiite Majority Comes to Power in Iraq, it Will Enhance Democracy

in Iran. Interview dengan Nobel Laurates.

Selain buku, artikel dan wawancara, pidato singkat yang berupa

sambutan juga sering dijadikan referensi dan terekam secara apik dalam

situs www.drsoroush.com. Diantara pidato singkat yang sempat direkam

adalah ketika ia menyampaikan pidato saat menerima penghargaan “Muslim

Democrat of the Year Award” pada tahun 2004. Selain itu, naskah pidato

singkat lainnya ia berikan saat menerima penghargaan Erasmus Prize 2004.

Juga ketika Soroush memberikan presentasi pada seminar Islam and

Democracy di Mashad 1 dan 2 Desember 04. Intinya, apa yang ia sampaikan

selalu menjadi rujukan. Dan ini bisa menjadi bukti bahwa ketokohan

Soroush benar-benar diperhitungkan sebagai intelektual muslim.

D. Kritik Soroush Terhadap Sistem Wilayat al-Faqih

1. Anakronisme Wilayat al-Faqih

Soroush merupakan pembangkang sejati terhadap konsepsi

Wilayah al-Faqih (The Rule of Jurist, Pemerintahan para yuris) yang

pasca Revolusi 1979 dan penggulingan rezim Syah, menjadi sistem

resmi pemerintahan Republik Islam Iran. Tak heran jika para pengikut

partai Anshar Hizbullah menganggap Soroush sebagai promotor

sekularisasi dan berselingkuh dengan barat.32 Keberanian untuk

mengkritik sistem pemerintahan Iran, dan berbagai pembangkangan

32 Lihat dalam Biografi Soroush.

Page 39: BAB III PEMIKIRAN ABDUL KARIM SOROUSH TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/18/jtptiain-gdl-s1... · dengan perjalanan sejarah bangsa Iran. ... Khorasan menuju ke

130

dogmatis lainnya itulah yang membuat Robin Wright menyamakan

Soroush dengan legenda Marthin Luther King.33

Meski pada awal terjadinya revolusi Soroush adalah anggota

Komite Revolusi Kebudayaan Iran, namun tak lama kemudian Soroush

menulis artikel yang secara tersirat, namun cukup jelas, mempersoalkan

landasan Republik Islam Iran.

Menurut Mohsen M. Milani, paling tidak ada dua catatan penting

tentang pemikiran Soroush yang menjadi kritikannya terhadap sistem

wilayat al-faqih ini. Pertama, Soroush berpendapat bahwa kendati Islam

didasarkan pada prinsip-prinsip yang tak bisa berubah, penafsiran

terhadap prinsip-prinsip itu dapat dan harus berubah dari waktu ke

waktu. Oleh sebab itu tak ada seorang pun yang dapat melakukan

monopoli atas Islam yang benar. Dari sini Soroush sebenarnya tengah

berhadapan langsung dengan para ulama yang seringkali mengklaim

sebagai penjaga iman. Apa yang dilakukan Soroush itu ibarat “masuk

kandang macan”, karena Iran memang diperintah oleh para Ayatullah.

Kedua, Soroush mendukung terbukanya proses politik dengan

mengatakan bahwa negara religius yang sesungguhnya harus

dilandaskan pada demokrasi. Dalam pandangan Soroush, Islam tidak

dapat dan jangan menjadi ideologi yang melayani kepentingan

33 Robin Wright, loc.cit.

Page 40: BAB III PEMIKIRAN ABDUL KARIM SOROUSH TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/18/jtptiain-gdl-s1... · dengan perjalanan sejarah bangsa Iran. ... Khorasan menuju ke

131

pemerintah. Ungkapan ini tiada lain adalah suara kritis yang menentang

sistem wilayat al-faqih.34

Konsep wilayat al-faqih bukan satu satunya konsep tentang negara

yang dikehendaki Tuhan, sehingga harus benar- benar direalisasikan.35

Karena sesungguhnya Tuhan tidak pernah menetapkan satu bentuk

negara ideal, bagi pemerintahan Islam. Jadi bentuk negara apapun dapat

diterapkan selama ada ruang untuk menyatakan kebebasan berpendapat,

demokrasi serta keterbukaan seorang pemimpin akan kritik.

Kelemahan dan sistem ini menurut Soroush adalah fokus dan

pengandalannya terhadap seorang penguasa yang dianggap adil. Ada

common sense terhadap keadilan yang tercipta dalam suatu masyarakat.

Bahwasanya keadilan itu adalah hasil dari keadilan personal penguasa.

Sehingga, tak ada lagi yang perlu dilakukan oleh rakyat selain

mempercayakan kekuasaan sepenuhnya kepada penguasa ini. Bagi

Soroush orientasi seperti ini sudah saatnya digeser. Artinya

34 Gagasan Soroush yang bernuansa kritik terhadap wilayat al-faqih kebanyakan ia

tuangkan dalam Jurnal Kiyan. Jurnal Kiyan pada bulan Juni 1996 menerbitkan salah satu artikel Soroush. Kiyan memang terkenal sebagai media yang gemar menyebarkan faham liberalisme, sekularisme, pluralisme serta kesetaraan gender. Di Iran ajaran-ajaran tersebut tentu saja menjadi satu bahasan yang cukup sensitif. Gerak yang dilakukan oleh Kiyan memantik reaksi dari pemerintah. hingga suatu waktu pemerintah mengumumkan, bahwa Iran mengalami krisis kertas. Hal ini sebenarnya tidak lebih dari siasat pemerintah untuk membungkam suara kritis media-media di Iran. Mohsen M. Millani, Partisipasi Politik di Iran Pascarevolusi, dalam John L Esposito (ed), Political Islam: Revolution, Radicalism or Reform? ,(terj) Dina Mardiya, “Langkah Barat Menghadang Islam”, Yogyakarta: Jendela, 2004, hlm. 133-1354.

35 Lihat misalnya dalam Abdul Karim Soroush, Reason and Freedom in Islamic Thought, Makalah yang dipresentasikan dalam seminar di Georgetown university, 2001.

Page 41: BAB III PEMIKIRAN ABDUL KARIM SOROUSH TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/18/jtptiain-gdl-s1... · dengan perjalanan sejarah bangsa Iran. ... Khorasan menuju ke

132

kepemimpinan yang dijalankan tak lagi tunggal, tetapi harus bergerak

pada pranata, hukum serta proses.36

Seperti kita ketahui, sistem wilayat al-faqih jika ditarik garis lurus

akan bertemu dengan tipe negara totaliterian. Model negara totaliterian

ini diklasifikasikan kedalam tiga tipe. Pertama, negara nasionalis

totaliterian yang muncul pada akhir abad 19. Kedua, negara totaliterian

yang didasarkan pada ajaran-ajaran agama, seperti Republik Iran, atau

lebih dikenal dengan bentuk negara theokratis. Ketiga, negara

totaliterian modern yang bertumpu pada kemajuan, pembangunan dan

tuntutan mobilisasi sosial.37

Dalam pandangan Soroush, ada beberapa permasalahan yang akan

dihadapi oleh sistem pemerintahan ini. Pertama, menyelaraskan

kepuasan rakyat dengan restu Tuhan. Kedua, menyeimbangkan urusan

agama dan non agama. Ketiga, berbuat yang benar terhadap rakyat dan

Tuhan.38 Selain tiga poin itu, Soroush melihat fenomena otoritas ulama,

hukuman mati kepada orang murtad, dogmatisme keyakinan serta

rigiditas pada fatwa agama, sebagai bukti kebencian pemerintahan

terhadap nilai-nilai demokrasi.39

36 Abdul Karim Soroush, Reason and Freedom in Islamic Thought, Ibid. 37 Anu Lounela dan R.Yando Zakaria, Menuju Sebuah Kontrak Sosial Baru, Jurnal

Wacana, Edisi 10 Tahun III 2002, hlm. 6. 38 Abdul Karim Soroush, Reason, Freedom and Democracy in Islam, op.cit., hlm.122. 39 Di Iran ada fenomena yang cukup menjadi bukti bahwa kebebasan berpendapat

menjadi sangat mahal dan mendapat ruang ekspresi yang sempit untuk tidak mengatakan tidak ada sama sekali. Kaum Bahai, salah satu sekte keagamaan di Iran dan merupakan minoritas, dituduh kafir dan dianggap telah mencerabutkan diri dari tanah kelahirannya sendiri. Oleh Ulama Syi’ah Iran, kaum Baha’i kemudian dipinggirkan dan diisolir dari berbagai spectrum kehidupan, ekonomi,

Page 42: BAB III PEMIKIRAN ABDUL KARIM SOROUSH TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/18/jtptiain-gdl-s1... · dengan perjalanan sejarah bangsa Iran. ... Khorasan menuju ke

133

Apalagi jika dilihat bahwa karakter negara totaliterian yang

meniscayakan monopoli oleh satu partai, pada akhirnya akan membuat

aktivitas politik menjadi tidak sehat. Karena secara tidak langsung,

lawan politik tidak mempunyai ruang gerak yang bebas (free public

sphere). Oleh karenanya, Soroush menekankan pentingnya mengem-

bangkan kultur demokrasi untuk menunjang terciptanya pemerintahan

yang dapat menjalankan kepentingan rakyat.40

Dari sini, maka terlihat jelas bagaimana posisi sistem wilayat al-

faqih ini. Meski ada nuansa agama dalam model pemerintahan seperti

ini, tetapi harus diakui bahwa agama masih sebatas simbol untuk

menunjukan sebuah bentuk pemerintahan. Sementara pada dataran

substansi, wilayat al-faqih yang dipraktekan di Iran sama sekali belum

menunjukan nuansa demokratis. Dengan demikian, demokrasi menjadi

kata kunci berikutnya untuk memahami pemikiran Soroush serta alasan

dibalik tudingannya terhadap wilayat al-faqih yang dianggapnya sebagai

sebuah anakronisme.

politik maupun system religiusitas. Yang lebih mengerikan mereka menjadi korban kampanye genosida yang diberlakukan atas usaha pera teolog Islam. Dan hingga saat ini kampanye tersebut masih berlangsung. Entah sudah berapa banyak korban jiwa yang jatuh karena penyiksaan terhadap mereka. Untuk menjustifikasi kebenarannya di hadapan rakyat Iran dan menangkis kritik di forum Internasional, pemimpin Iran menegaskan bahwa Baha’i dianiaya bukan karena keyakinan agama mereka, tetapi lebih karena mereka adalah agen dari imperialis-zionis yang bertujuan menghancurkan pemerintahan Islam. Tetapi beberapa pengamat justru meragukan kebenaran argumen ini. Karena kaum Baha’i tidak pernah terlibat dalam urusan politik partisan atau kegiatan-kegiatan subversif dan bahwa penganiayaan atas mereka merupakan contoh jelas dari genosida yang dilancarkan terhadap sekelompok kambing hitam. Payam Akhavan, “Minoritas Baha’i di Iran: Masalah toleransi beragama”, dalam Abdullahi Ahmed An-Naim et al, Dekonstruksi Syari’ah II: Kritik Konsep, Penjelajahan Lain, Jogjakarta: LKiS, 1996, hlm.230-231.

40 Abdul Karim Soroush, Reason, Freedom and Democracy in Islam, hlm. 143.

Page 43: BAB III PEMIKIRAN ABDUL KARIM SOROUSH TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/18/jtptiain-gdl-s1... · dengan perjalanan sejarah bangsa Iran. ... Khorasan menuju ke

134

Dalam sebuah wawancaranya dengan Shargh Newspaper, Soroush

mengatakan bahwa untuk membentuk pemerintahan yang demokratis

dan religius, maka mengandaikan terbentuknya democratic religious

government merupakan sebuah keniscayaan. Dalam sistem pemerintahan

yang ia maksudkan tersebut bahwa nilai-nilai agama dapat berjalan

dalam arena publik yang dipopulerkan oleh masyarakat beragama.41

Untuk memahami demokrasi dalam kacamata Islam, maka harus

ada interpretasi ulang dalam memaknai demokrasi. Bagi Soroush

demokrasi bisa berarti dua hal, sistem nilai dan method of governance.

Sebagai sebuah sistem nilai, demokrasi bagaimanapun juga harus

merefleksikan hak asasi manusia, kebebasan memilih pemimpin terbaik

dan meminta pertanggungjawabannya serta mempertahankan nilai

keadilan dalam masyarakat. Sementara sebagai method of governance,

demokrasi harus bisa eksis dalam pemilihan umum yang bebas,

independensi dan kebebasan pers, ekspresi kebebasan, keterwakilan

politik, multiparpol, dan pembatasan kekuasaan eksekutif.42 Dari

41 Abdul Karim Soroush, Democracy and Rationality, Shargh Newspaper, 2003. Soroush

mengakui bahwa ia hadir dari tradisi Syi`ah yang cukup memberinya ruang untuk mengintrodusir ide-ide filsafat dan extrareligius. Ulama Syi’ah cukup akrab dengan filsafat dan telah menghasilkan filusuf metafisis yang hebat. Tradisi ini berkembang di Iran dan diajarkan di seminari-seminari serta universitas di seluruh penjuru Iran. Namun persoalan menjadi rumit ketika berbicara relasi Islam dan demokrasi. Di satu sisi, demokrasi berakar dari masyarakat Yunani kuno, yang diturunkan kepada umat Islam melalui otak yang ada di balik tempurung kepala para filusuf barat, pemikir politik dan sebagainya. Walhasil, demokrasi dilihat sebagai ide luar dan teralienasi dari komunitas Muslim. Sementara di sisi lain kita berada memiliki tradisi Islam sendiri yang memiliki interpretasi sendiri terhadap teks dan agama. Karenanya, memadukan Islam demokrasi, kata Soroush, sepertinya menjadi hal yang sia-sia. Abdul Karim Soroush, Reason and Freedom in Islamic Thought.

42 Valla Vakilli, “Abdolkarim Soroush and Critical Discourse in Iran”, dalam John L. Esposito dan John O. Voll (ed), Makers of Contemporary Islam, Oxford University Press, 2001,

Page 44: BAB III PEMIKIRAN ABDUL KARIM SOROUSH TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/18/jtptiain-gdl-s1... · dengan perjalanan sejarah bangsa Iran. ... Khorasan menuju ke

135

perspektif inilah, Soroush menganggap bahwa secara substansial tidak

ada satu pun term yang bertentangan antara Islam dan Demokrasi.43

Meskipun demikian, pertanyaan yang diajukan terkait dengan

kompatibilitas Islam dan demokrasi tidak berhenti sampai di sini. Saiful

Arif menggambarkan betapa demokrasi pada akhirnya menciptakan

otoritarianisme baru.44 Derap demokrasi yang mengajarkan kita untuk

selalu menjaga fairness dalam berkompetisi, ternyata tidak cukup fair

ketika ada kaum anti-demokrasi berdiri di hadapannya.45 Demokrasi

ternyata juga memiliki peluang untuk melahirkan budaya politik anarkhi.

Dengan demikian, demokrasi sebenarnya masih berada dalam polemik.

Dalam teori politik klasik ada yang biasa disebut sebagai Cyclus

Plato dan Cyclus Polybios.46 Teori Cyclus Plato mengungkapkan bahwa

kekuasaan itu semula dipegang oleh para aristokrat. Jika para aristokrat

itu mabuk kekuasaan, maka warna pemerintahan akan berubah menjadi

teokratis. Jika pemegang kekuasaan terjebak pada kemewahan istana,

maka lahirlah pemerintahan oligarkis yang menekan dan memeras rakyat

dan melakukan praktik monopoli. Yang pada akhirnya praktik ini akan

melahirkan amarah rakyat dan berdirilah pemerintahan demokratis yang hlm. 161. Simak juga dalam Abdul Karim Soroush, Reason, Freedom and Democracy in Islam, hlm. 148.

43 Abdul Karim Soroush, Reason and Freedom in Islamic Thought. 44 Ironisnya para pendukung dan pejuang demokrasi senantiasa menggunakan Hitler,

Nazi, Somoza Pinochet dan kediktatoran sebagai referensi untuk menyatakan bahwa siapau yang menolak demokrasi adalah haram. Saiful Arif, Ilusi Demokrasi, Jakarta: Desantara bekerjasama dengan Averroes, 2003, hlm. 175.

45 Ibid., hlm. 176. 46 Muhadjir Effendy, Masyarakat Equilibrium, Jogjakarta: Bentang Budaya, 2002, hlm.

26-27

Page 45: BAB III PEMIKIRAN ABDUL KARIM SOROUSH TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/18/jtptiain-gdl-s1... · dengan perjalanan sejarah bangsa Iran. ... Khorasan menuju ke

136

tidak terkendali dan melahirnkan anarki yang memunculkan kekauasaan

tiran. Tiran itu dengan sendirinya akan membangun pemerintahan

aristokratis.47 Siklus itu akan terus berputar.

Sementara dalam teori Cyclus Polybios putaran pemerintahan

dimulai dengan bentuk monarki yang berubah menjadi tiran dan

kemudian mengundang ketidakpuasan para bangsawan dan

menggulingkan raja, sehingga muncullah pemerintahan aristokrasi.

Pemerintahan ini, akan melahirkan oligarki ketika ada persaingan

antarbangsawan itu sehingga terjadi kekacauan di tingkat elite.48 Dan

kekacauan itu melahirkan reaksi penentangan oleh masyarakat luas

terhadap pemerintahan yang terus melahirkan demokrasi.

Dua teori klasik tersebut menunjukkan bahwa demokrasi meski

digaungkan sebagai sebuah konsepsi politik ideal ternyata memiliki

potensi yang cukup besar untuk melahirkan anarkisme. Dari perspektif

Islam, gugatan terhadap demokrasi juga bermunculan. Syekh Abul A`la

al-Maududi sebagaimana dikutip oleh Bassam Tibbi mengungkapkan

bahwa demokrasi menjadi kontradiksi dengan kepercayaan umat Islam.49

Islam yang dipercaya saat ini berbeda dengan sistem demokrasi, bahkan

tidak dalam masalah-masalah kecil, karena keduanya saling

47 Tedi Kholiludin, “Agama, Rasionalitas dan Demokrasi”, dalam Tedi Kholiludin (ed),

Runtuhnya Negara Tuhan: Membongkar Otoritarianisme dalam Wacana Politik Islam, Semarang: INSIDE dan PMII Komisariat Walisongo, 2005, hlm. 123.

48 Muhadjir Effendy, loc.cit. 49 Bassam Tibi, “The Challenge of Fundamentalisme: Political Islam and the New World

Disorder”, (terj) Imron Rosyidi et.al, Ancaman Fundamentalisme: Rajutan Islam Politik dan Kekacauan Dunia Baru, Jogjakarta: Tiara Wacana, 2000, hlm. 320-321.

Page 46: BAB III PEMIKIRAN ABDUL KARIM SOROUSH TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/18/jtptiain-gdl-s1... · dengan perjalanan sejarah bangsa Iran. ... Khorasan menuju ke

137

berkontradiksi dalam semua fakta. Jika sistem demokrasi ada, maka

dianggap tidak ada dalam Islam. Jika Islam berkuasa, maka tidak ada

tempat bagi sistem demokrasi.50

Gugatan serupa dilancarkan oleh Yusuf al-Qardawi. Menurutnya,

demokrasi meski menjadi sebuah solusi, tetapi tidak lebih baik dari

solusi islami (al-hall al-Islamiy). Karena menurutnya, demokrasi adalah

solusi hasil impor (al-hulul al-mustawrada).51 Al-Qardawi

mengungkapkan bahwa demokrasi adalah istilah Yunani yang berarti

pemerintahan rakyat dan kemudian melanjutkan bahwa liberalisme

demokratik datang dalam kehidupan kaum Muslim melalui pengaruh

Kolonialisme. Demokrasi merpakan pengaruh yang paling berbahaya

dari warisan kolonial tersebut.52

Dalam pandangan Muhammed Abed al-Jabiry, paling tidak ada

dua alasan mengapa kebanyakan umat Islam memandang sama antara

Syuro dan demokrasi. Pertama, Syuro disesuaikan dengan demokrasi

bukan karena mereka mengetahui ada kesesuaian dan perbedaan di

antara keduanya, tetapi mereka melakukannya dalam kerangka aplikasi

ideologis yang bertujuan agar para pemuka agama yang fanatik,

termasuk juga penguasa saat itu menjadi tenang dengan seruan bahwa

demokrasi tidak berarti upaya memasukan bid`ah ke dalam wilayah

Islam.

50 Ibid. 51 Ibid. 52 Ibid.

Page 47: BAB III PEMIKIRAN ABDUL KARIM SOROUSH TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/18/jtptiain-gdl-s1... · dengan perjalanan sejarah bangsa Iran. ... Khorasan menuju ke

138

Kedua, aplikasi ideologis ini bertujuan mengangkat data dalam

tradisi Islam dan menjadi fondasi bagi bergeraknya tradisi Islam ke

ranah modern. Sehingga semua persoalan akan diselesaikan dengan

upaya penggalian terhadap tradisi Islam.53

Tentu penyamaan ini sangat simplifikatif. Karena dilihat dari sisi

sejarah maupun doktrinal, demokrasi berbeda dengan Syuro. Khalil

Abdul Karim memberikan sanggahan atas penyamaan antara demokrasi

dan Syuro. Menurutnya dalam kondisi bagaimanapun, tidak mungkin

Syuro menjalankan fungsi demokrasi (maksudnya demokrasi dalam

formulasi ala Barat berikut pencalonan, pemilihan, parlemen dan

perangkat-perangkat demokrasi lainnya) atau bahkan menggantikan

posisinya.54

Syuro yang dalam bahasa Arab berarti menjaring ide-ide terbaik

dengan mengumpulkan sejumlah orang yang diasumsikan memilki akal,

argumentasi, pengalaman, kecanggihan pendapat dan dan prasyarat-

prasyarat lain yang menunjang mereka untuk memberikan pendapat

yang tepat dan keputusan yang tegas. Karenanya kata tersebut sama

sekali tidak menunjukkan pada perolehan pendapat mayoritas atas satu

53 Muhammed Abid al Jabiry, Syura: Tradisi, Partikularitas dan Universalitas,

Jogjakarta: LKiS, 2003, hlm. 24-25. 54 Khalil Abdul Karim, Syari’ah: Sejarah Perkelahian Pemaknaan, Jogjakarta: LKiS,

2003, hlm 139.

Page 48: BAB III PEMIKIRAN ABDUL KARIM SOROUSH TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/18/jtptiain-gdl-s1... · dengan perjalanan sejarah bangsa Iran. ... Khorasan menuju ke

139

keputusan lewat pemungutan suara, seperti yang kita pahami lewat

mekanisme demokrasi.55

Berbeda dengan Khalil Abdul Karim yang menyatakan secara

vulgar ketidaksesuaian ide syuro dan demokrasi, Mohammed Talbi,

seorang pemikir berkebangsaan Tunisia, sebagaimana dikutip oleh

Ronald L. Nettler, memberikan pemecahan yang bersifat metodologis.56

Baginya memaknai syuro dan demokrasi harus diselesaikan dengan

dua cara. Pertama membandingkan syuro dan demokrasi tidak dengan

mencari preseden historis dan keserupaan fenomenologis, tetapi yang

harus dilakukan adalah menyelidiki makna internal dan membedakan

perwujudan historis dari masing-masing istilah dan lembaga itu.57

Dengan menggunakan pendekatan ini, maka dalam sejarah kita

dapat menemukan bahwa sebenarnya demokrasi sebagai sebuah gagasan

dan realitas tidak selalu membahagiakan karena sesungguhnya ia dapat

dan telah diungkapkan sebagai tirani (demokrasi proletariat). Demokrasi

(Perancis) pada 1960 juga yang telah menodai prinsip fundamental

demokrasi yang menghargai hak asasi manusia dengan melakukan

pembantaian berjuta rakyat Aljazair dengan menyatakan bahwa mereka

telah melanggar hukum Internasional.58

55 Ibid., hlm. 140. Perhatikan juga Tedi Kholiludin, “Agama, Rasionalitas dan

Demokrasi’, op.cit., hlm. 125. 56 Ronald L. Nettler, “Gagasan Mohamed Talbi tentang Islam dan Politik: Gambaran

Islam bagi Dunia Modern”, dalam John Cooper (ed), Islam dan Modernitas: Respon Intelektual Muslim, Bandung: Pustaka, 2004, hlm. 174-176.

57 Ibid 58 Ibid.

Page 49: BAB III PEMIKIRAN ABDUL KARIM SOROUSH TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/18/jtptiain-gdl-s1... · dengan perjalanan sejarah bangsa Iran. ... Khorasan menuju ke

140

Kedua, persoalan nyata ini harus diselesaikan dengan mencoba

menciptakan gagasan pemerintahan dalam Islam yang akan mewujudkan

cita-cita tertinggi masyarakat, apapun namanya, syuro atau demokrasi.

Hanya saja situasinya saat ini, kita tengah menghadapi dua kubu yang

saling berhadap-hadapan. Kaum ‘Islam Konservatif’ yang masih

meyakini syuro dan masyarakat Barat serta para pendukung

kebudayaannya yang masih melihat demokrasi sebagai bagian dari

keluarganya. Jika dua kutub ini dibiarkan bertarung tanpa adanya posisi

historis-kritis sesuai dengan kerja historis, maka selamanya tidak akan

tercapai cita-cita tertinggi dalam mewujudkan masyarakat berkeadaban.

Karenanya, Talbi melihat bahwa hal terpenting yang harus segera

dilakukan adalah menempatkan demokrasi dan syuro dalam dimensi

konseptual dan historis internalnya.

Meski dengan pemaparan yang agak metodologik, Talbi pada

akhirnya memiliki kesamaan pandangan dengan Khalil Abdul Karim.

Demokrasi dan syuro adalah dua entitas yang berbeda. Kita belum tentu

mendapati ada mekanisme pemungutan suara dalam syuro. Begitu juga

sebaliknya. Kita belum tentu bisa mendapatkan ide religius dalam

demokrasi. Makanya, keduanya harus dikembalikan kepada sangkarnya

dan dimaknai sesuai dengan konteks internalnya, agar esensi yang

dikandungnya bisa diambil untuk kemudian diselaraskan.

Satu contoh upaya mendamaikan Islam dan demokrasi adalah

dengan melihat demokrasi sebagai sebuah sistem gagasan yang sangat

Page 50: BAB III PEMIKIRAN ABDUL KARIM SOROUSH TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/18/jtptiain-gdl-s1... · dengan perjalanan sejarah bangsa Iran. ... Khorasan menuju ke

141

plural. Artinya demokrasi harus dimaknai sebagai sebuah sistem nilai

yang bisa berubah sesuai konteks yang mengitarinya. Abdul Karim

Soroush, mengungkapkan pengalamnnya:

Some people assign an essence to democracy and define it in a specific way. I want to say that this is incorrect; that we do not have one democracy but many democracies. In the preceding term, I was teaching a course on democracy and Islam in the United States. The class contained students from various nationalities. I said to them: I don`t expect you to know anything about Islamic debates, I will explain them to you myself. But we discussed the question of democracy together and we began by defining it; from ancient Greece to today. In these denitions, there was no specific definition intrinsic to democracy. What emerged was that a democracy prevailed in different eras depending on the conditions of the time.59

Apa yang diungkapkan Soroush tentang interpretasi demokrasi ini,

memberikan jalan bagi upaya rekonsiliasi antara Islam dan demokrasi.

Karena ternyata demokrasi bukanlah produk yang monolitik, sama

halnya dengan Islam. Meski berasal dari budaya barat, tetapi ketika

sudah mengalami gesekan dengan lokalitas, maka demokrasi akan

berjalan sesuai dengan aras lokalnya. Taruhlah munculnya praktek

demokrasi diktator ala Qathafi, Demokrasi Radikal-Liberal ala Chantal

Mouffe, serta Demokrasi Lokal ala Gustavo Esteva dan Madhu Suri

Prakash. Mereka semua, intinya menyerukan demokrasi. Tetapi

59 Terjemahan bebas teks ini “Sebagian orang menetapkan esensi demokrasi dan

menggambarkannya menurut satu jalan tertentu. Saya ingin mengatakan bahwa ini tidaklah benar; kita tidak memiliki satu demokrasi tetapi banyak demokrasi. Dulu, saya pernah mengajarkan tentang Islam dan demokrasi di Amerika Serikat. Kelas berisi siswa dari berbagai negara. Saya berkata kepada mereka: Aku tidak mengharapkan kalian mengetahui semua persoalan tentang Islam. Aku akan menjelaskannya melalui caraku sendiri. Tetapi kita telah mendiskusikan pertanyaan tentang demokrasi bersama-sama dan kita mulai dengan mendefinsikannya; dari Yunani kuno hingga hari ini. Dalam definisi tersebut, tidak ada satu definisi spesifik yang hakiki tentang demokrasi. Kemunculan demokrasi berlaku pada jaman berbeda yang tergantung pada kondisi-kondisi yang terkait dengan waktu”. Abdul Karim Soroush, Democracy and Rationality.

Page 51: BAB III PEMIKIRAN ABDUL KARIM SOROUSH TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/18/jtptiain-gdl-s1... · dengan perjalanan sejarah bangsa Iran. ... Khorasan menuju ke

142

demokrasi yang dipahami sesuai dengan kerangka berpikir masing-

masing.

Namun, menjadikan demokrasi sebagai sistem pemerintahan harus

didasari atas tujuan normatif sebuah sistem pemerintahan. Tujuan akhir

dari berlakunya sistem pemerintahan tertentu adalah terciptanya tatanan

masyarakat yang egaliter. Sholahuddin Jursyi mencoba merumuskan

beberapa point yang menjadi standar minimal terciptanya masyarakat

ideal (islami) tersebut. Pertama, menjadikan prinsip umum jurisprudensi

Islam sebagai inspirator dalam rumusan perundang-undangan yang

dibutuhkan masyarakat di semua bidang. Penggunaan kata inspirator

menunjukan sifat dinamis dari jurisprudensi. Dengan demikian syariat

tidak direduksi dalam aspek hukum semata, melainkan juga

dihubungkan dengan filsafat jurisprudensi dan prinsip-prinsip umum

yang mempengaruhi kehidupan sosial.

Kedua, masyarakat Islami adalah masyarakat manusia yang

mengimani manusia sebagai ego yang memiliki makna dengan tanpa

melihat bentuk-bentuk lahiriahnya, warna kulit, jenis kelamin, bahasa

dan keyakinannya. Serta mengimani manusia sebagai agen perubahan

yang memungkinkannya untuk bebas menentukan pilihan keimanan dan

kekafiran, menerima sebuah sistem politik atau menolaknya. Ketiga,

orientasi sosial atau kemasyarakatan. Meskipun Islam tidak memberikan

aturan terperinci, namun Islam telah memberikan filsafat hukum yang

Page 52: BAB III PEMIKIRAN ABDUL KARIM SOROUSH TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/18/jtptiain-gdl-s1... · dengan perjalanan sejarah bangsa Iran. ... Khorasan menuju ke

143

pada intinya berpihak pada kecenderungan kolektif masyarakat dan

membatasi diri pada kemaslahatannya.60

Dengan kata lain, masyarakat Islami dalam pandangan Jursyi

adalah sebuah komunitas yang mendahulukan kepentingan mayoritas

daripada kepentingan monoritas tanpa harus terjebak dalaam

kediktatoran mayoritas dan penindasan atau tindakan represif terhadap

individu yang mungkin ditimbulkan karena hal tersebut.

Dari titik ini, bisa dikatakan bahwa tatanan masyarakat yang islami

ini tentu tidak akan tercipta dengan sendirinya. Kita memerlukan

prosedur yang demokratis sebagai jalan penciptaan masyarakat islami

tersebut. Kaitannya dengan hal ini, menarik apa yang diungkapkan oleh

Georg Sorensen. Demokrasi akan berjalan dengan baik jika disertai

dengan empat prasyarat (prakondisi). Pertama perekonomian harus

dikelola secara modern agar masyarakat menjadi sejahtera. "Semakin

kaya suatu bangsa, semakin besar peluang negara tersebut untuk

melangsngkan demokrasi". Kedua, budaya politik sebagai cerminan

sistem nilai dan keyakinan masyarakat harus mendukung. Misalnya,

Protestan melahirkan sistem nilai dan keyakinan kegamaan yang lebih

kondusif bagi tumbuhnya iklim demokrasi dari pada Katolik atau Islam.

Ketiga, adanya struktur sosial yang kondusif, dan yang terakhir adalah

60 Sholahudin Jursyi, Membumikan Islam Progresif, Jakarta: Paramadina, 2004, hlm. 149-

151.

Page 53: BAB III PEMIKIRAN ABDUL KARIM SOROUSH TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/18/jtptiain-gdl-s1... · dengan perjalanan sejarah bangsa Iran. ... Khorasan menuju ke

144

kemandirian suatu negara. Semakin tergantung suatu negara terhadap

negara lain, maka semakin tidak kondusif bagi pencapaian demokrasi.61

Keempat prasyarat tersebut masih belum cukup untuk menciptakan

demokrasi yang stabil. Oleh karena itu harus ditindaklanjuti dengan

keempat syarat lainnya, yakni: pertama, para pemimpin tidak

menggunakan kekerasan dan paksaan (polisi dan militer) sebagai

instrumen utama untuk mempertahankan kekuasaannya. Kedua, terdapat

organisasi masyarakat pluralis yang modern dan dinamis. Ketiga,

"potensi konflik dalam pluralisme subkultural dipertahankan pada level

yang masih dapat ditoleransi" dan yang terakhir, demokrasi dapat

tumbuh subur pada suatu negara manakala ada perasaan bahwa ia

dikontrol atau diawasi oleh negara lain.

Banyak yang menilai bahwa Islam dan demokrasi sulit disatukan

karena lembaga keagamaan tradisional seperti halnya khilafah, tidak

cukup memberi ruang partisipasi politik bagi rakyat dan lembaga-

lembaga demokrasi. Namun dalam sejarah agama-agama seperti yang

dituturkan John L. Esposito dalam Unholy War,62 tradisi agama bisa

memiliki interpretasi dan hubungan yang beragam dengan negara. Para

reformis modern mengubah monarki-monarki dan kerajaan Eropa yang

kekuasaanya secara agama dijustifikasi sebagai hak Tuhan menjadi

negara demokrasi Barat. Yahudi dan Kristen yang pernah memiliki

61 Georg Sorensen, Democracy and Democratization: Processes and Prospects in a

Changing World, (terj) I. Made Krisna, Demokrasi dan Demokratisasi: Proses dan Prospek dalam Sebuah Dunia Yang Sedang Berubah, Jogjakarta: Pustaka Pelajar dan CCSS, 2003, hlm. 43-45.

62 John L. Esposito, Unholy War, Jogjakarta: LKiS, 2003, hlm.148-149.

Page 54: BAB III PEMIKIRAN ABDUL KARIM SOROUSH TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/18/jtptiain-gdl-s1... · dengan perjalanan sejarah bangsa Iran. ... Khorasan menuju ke

145

doktrin absolutisme politik dan kerajaan milik Tuhan, juga terus

ditafsirkan untuk menyatukannya dengan idealitas demokrasi.

Begitu juga dengan Islam. Sepanjang sejarah Islam dalam konteks

pemahamannya selalu bergerak dinamis. Islam sangat dinamis

ditafsirkan untuk melegitimasi berbagai bentuk pemerintahan, mulai dari

monarki absolut hingga demokrasi. Dengan demikian demokrasi dan

Islam sebenarnya dua hal yang bisa ditafsirkan dengan memperhatikan

universalitas nilainya. Dengan demikian, bisa dikatakan bahwa

sesungguhnya tidak ada pertentangan antara demokrasi dan Islam.

Dengan berpegang pada pandangan ini, Soroush mengemukakan

bahwa wilayat al-faqih tidak sesuai dengan denyut nadi modernitas.

Wilayat al-faqih menjadi anakronistik dikarenakan sistem pemerintahan

ini tidak diimbangi dengan pengetahuan yang mumpuni dalam bidang

(teori) politik. Bagi Sorouh, jika ilmu pengetahuan berkembang, maka

akan terjadi modernisasi dan mengembangkan politik serta akan

memberikan arti bagi terciptanya keadilan dan kebebasan.63 Dengan

demikian, hal ini akan menempatkan elit pada tempat yang tepat dan

menentukan hak masyarakat. Kita jangan lupa bahwa dalam dunia baru,

politik adalah ilmu politik dan manajemen adalah ilmu manajemen.64

Soroush mempercayai bahwa masyarakat religius adalah

masyarakat moral. Dalam masyarakat religius satu hal yang terpenting

63 Abdul Karim Soroush, Tradition and Modernism, Teks Seminar di Behesti University,

1999. Artikel ini juga dimuat di Kian Monthly Review, Vol. 10, No 54, Oct-Nov 2000. 64 Abdul Karim Soroush, Tradition and Modernism.

Page 55: BAB III PEMIKIRAN ABDUL KARIM SOROUSH TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/18/jtptiain-gdl-s1... · dengan perjalanan sejarah bangsa Iran. ... Khorasan menuju ke

146

adalah berprilaku sesuai dengan moral. Masyarakat religius berbeda

dengan masyarakat fiqhi. 65 dengan demikian sistem hukum yang baik

dan kontrak sosial yang baik merupakan satu hal yang membantu

ketaatan terhadap nilai-nilai moral.660

Jika kontrak sosial membawa masyarakat untuk saling membenci

satu dengan lainnya, membohongi satu dengan yang lain, mencuri, atau

berprilaku tidak etis, ini mengindikasikan bahwa kontrak sosial tersebut

tidak dapat diterima. Dengan demikian, wilayat al-faqih juga harus

didasarkan atas kontrak sosial yang didasarkan pada nilai-nilai etika,

agar tidak menjadi sistem anakronistik.

2. Otoritas Mullah dalam Sistem Wilayat al-faqih

Sebagaimana telah diterangkan dalam bab terdahulu67, bahwa

revolusi 1979 telah menempatkan ulama (mullah) dalam posisi politis

yang cukup diperhitungkan. Institusi-institusi politik ulama di Iran

menjadi penentu dalam setiap proses politik. Dan pada awal revolusi,

institusi tersebut banyak dikendalikan oleh ulama garis keras.68

65 Abdul Karim Soroush, Contraction and Expansion of Women’s Rights, Zanan, 2000. 66 Abdul Karim Soroush, Contraction and Expansion of Women’s Right. 67 Lihat bab II dalam sub bab C tentang praktek wilayat al faqih di negeri Iran.. 68 Pandangan yang tercermin sebagai bukti bahwa mereka adalah ulama yang konservatif

adalah penolakannya terhadap berbagai bentuk perubahan menuju orde yang lebih terbuka dan demokratis. Melalui institusi itulah mullah garis keras mengendalikan dan selalu melakukan monitoring terhadap percobaan perubahan baik yang datang dari dalam maupun luar. Dalam situasi seperti ini, sudah barang tentu ruang menjadi sangat sempit bagi berkembangnya wacana yang lebih toleran, inklusif dan pluralis. Tetapi justru disinilah demokrasi muncul sebagai proses yang dinamis. Kubu reformis dan mullah garis keras saling berkompetisi untuk memperebutkan kursi kekuasaan.

Page 56: BAB III PEMIKIRAN ABDUL KARIM SOROUSH TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/18/jtptiain-gdl-s1... · dengan perjalanan sejarah bangsa Iran. ... Khorasan menuju ke

147

Konsekuensi logis dari penerapan sistem wilayat al-faqih ini adalah

peran Mullah menjadi sangat dominan dalam konstelasi politik Iran.

Meski telah berhasil menciptakan satu sistem pemerintahan yang

revolusioner, bukan berarti kehadiran sistem ini menjadi kering dari

kontroversi. Gagasan politik Imam Khomaeni ini tidak lepas dari

kritikan dikarenakan dua hal. Pertama, sistem wilayat al-faqih hanya

dikenal dalam tradisi politik Islam Syi'ah, sedangkan dalam tradisi

politik Islam di luar aliran Syi'ah tidak mengenal tradisi tersebut.

Misalnya aliran Sunni lebih menerima istilah Khilafah Islamiyah.

Namun sebenarnya, perbedaan tersebut hanya dalam istilah, sedangkan

subtansinya sama, dua sistem tesebut sama-sama menggunakan idiom-

idiom agama yang otoriter untuk mengklaim pemerintahan Tuhan

(teokrasi).

Kedua, sistem wilayat al-faqih masih menjadi perdebatan yang

kontroversial dalam lingkup Syi'ah. Hingga saat ini terdapat dua kubu

yang menolak. (1) Kubu kiri radikal, dengan alasan sistem wilâyah faqîh

telah memasung kedaulatan rakyat mayoritas (demokrasi) dan

melegalkan kekuasaan ulama minoritas. (2) Kubu ulama Syi'ah ortodoks

dengan alasan melanggar doktrin politik Syi'ah.69

69 Bagi kalangan ulama Syi'ah ortodoks tidak ada seorang pun yang berhak memegang

tampuk kepemimpinan, karena suksesi kepemimpinan adalah otoritas Allah, Nabi dan para imam dua belas yang suci. Umat Islam wajib menunggu kembalinya Muhammad bin al-Hasan (Imam ke dua belas) sebagai Imam Mahdi yang akan memimpin dunia dengan penuh keadilan. Sedangkan bagi kelompok lain, umat Islam diperbolehkan membangun negara dan kepemimpinan diwakilkan kepada seorang faqîh (ulama). M. Guntur Romli, Pemilu Iran dan Dilema Demokrasi Agama, Buletin Tanwirul Afkar, Edisi XIII, 1 April 2004.

Page 57: BAB III PEMIKIRAN ABDUL KARIM SOROUSH TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/18/jtptiain-gdl-s1... · dengan perjalanan sejarah bangsa Iran. ... Khorasan menuju ke

148

Ayatullah Kazem Shari`atmadari juga mempersoalkan sistem

tersebut. Shari’atmadari menjadi salah satu Mullah yang tidak

menyetujui gagasan Khomeini. Ia menilai bahwa revolusi hanya alat

untuk menghancurkan rezim diktator dan menggantinya dengan

pemerintahan demokratis yang berdasarkan prinsip Islam, bukan

membuat pemerintahan baru dengan kedok Islam namun bertangan besi.

Menurutnya, revolusi bukanlah sebagai jalan bagi pemerintah

untuk memaksakan regulasinya seperti penerapan hukum Islam tafsiran

para faqih kedalam wilayah empirik. Dalam wilayah politik, ia

menginginkan rakyat berperan aktif dalam pengambilan kebijakan

pemerintah. Ini tentu sangat bertentangan dengan doktrin wilayat al-

faqih yang sangat memberikan ruang pada Mullah. Posisi Mullah

idealnya sebatas pada pemberian nasehat, arahan dan petunjuk.

Dalam spektrum politik negara Iran, Mullah merupakan salah satu

kekuatan politik yang paling diperhitungkan. Sama halnya dengan

militer di Indonesia. Dominasi Mullah dalam peta politik inilah yang

kemudian menjadikan bahasa politik Mullah semakin kental. Hanya saja,

kekuatan ini suatu saat bisa menelma sebagai racun yang

menghancurkan bingkai moralitas umat Islam. Apa yang dilakukan oleh

para Mullah di Iran dalam konteks ini bisa jadi sebagai manifesto Islam

sebagai ideologi negara. Islam dijadikan sebagai alat penekan. Dan ini

diakui atau tidak memang menjadi senjata yang cukup ampuh, karena

ada Tuhan dibelakangnya.

Page 58: BAB III PEMIKIRAN ABDUL KARIM SOROUSH TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/18/jtptiain-gdl-s1... · dengan perjalanan sejarah bangsa Iran. ... Khorasan menuju ke

149

Tetapi, justru disinilah muncul point-point enigmatik, terutama

yang terkait dengan hak serta kebebasan untuk mengeluarkan pendapat.

Shariatmadari yang mempersoalkan sistem pemerintahan ini adalah

ulama terkemuka yang moderat dan sangat dihormati rakyat. Tetapi ia

lemah dalam berpolitik, terutama tidak berusaha mengorganisasikan

kekuatan 'keagamaan'nya sendiri.70

Pandangan Shariatmadari yang lebih moderat dan terbuka, tentu

akan dengan sangat mudah dijatuhi tuduhan sebagai produk pemikiran

subversif oleh pemerintah Iran. Selayaknya pemikiran moderat,

Shariatmadari tentu memiliki pandangan yang berbeda dalam

mencermati permasalahan agama, politik, kebudayaan (menyangkut

perbedaan antar etnis, bahasa dan agama) dan kemasyarakatan.

Shariatmadari juga bersikap moderat menolak konfrontasi dengan suku

bangsa Kurdi, menolak persekusi terhadap kelompok agama Bahaisme,

menunjukkan sifat menolong dan melindungi terhadap para pemimpin

revolusi.71

Hal yang sama juga dialami oleh Sadek Ghotbzadeh. Ghotbzadeh

rupanya berbeda pendapat dengan para mullah yang menghendaki

berdirinya negara theokratis dengan pelaksanaan hukum agama yang

legal-formalistik.72 Ghotbzadeh, seperti ternyata kemudian tidak

70 Abdurahman Wahid, Ghotbzadeh: Kemalangan Iran, Majalah Tempo, 25 September

1982. Atau bisa juga dilihat dalam http://www.gusdur.net/detail.asp?catName=&contentOID=208. 71 Ibid. 72 Mungkin ia sependapat dengan mereka yang menolak otoritas terlalu mutlak ditangan

para mullah, apalagi yang begitu militan seperti pimpinan Partai Republik Islam (PRI). Namun

Page 59: BAB III PEMIKIRAN ABDUL KARIM SOROUSH TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/18/jtptiain-gdl-s1... · dengan perjalanan sejarah bangsa Iran. ... Khorasan menuju ke

150

berpandangan seperti itu Kita tidak tahu tepatnya apa yang

diinginkannya, tetapi jelas bahwa ia berbeda pendapat dengan para

mullah itu.

Berbeda dengan keinginan para mullah yang memimpikan satu

sistem pemerintahan dengan menjadikan islam sebagai ideologi,

Ghotbzadeh justru berpandangan sebaliknya. Kekuasaan yang begitu

mutlak bagi Ghotbzadeh adalah trauma, sesuatu yang secara prinsipil

harus ditentang, tidak perduli itu berada ditangan Syah Iran yang sekuler

maupun para mullah yang theokratis. Pengalaman yang menimpa

Shariatmadari, Sadik Ghotbzadeh, Kaum Bahai, Abul Hasan Bani Sadr

adalah pengalaman mereka yang terpinggirkan akibat otoritas absolut

yang dipraktekan oleh mullah.

A. Konsep tentang Otoritas

Konsep tentang otoritas ini sengaja penulis paparkan untuk bisa

memahami secara filosofis otoritas yang dibangun oleh mullah di

Iran. Secara teoritis Khaled M. Abou el Fadl mengungkapkan bahwa

otoritas atau wewenang dibedakan menjadi dua, koersif dan

persuasif.73 Otoritas yang bersifat koersif merupakan kemampuan

untuk mengarahkan perilaku orang lain dengan cara membujuk,

jelas bahwa tidak sama pemecahan yang diambil nya menghadapi PRI, bila dibandingkan Bani Sadr. Bani Sadr melarikan diri ke tepat pembuangan di Prancis, bersama pimpinan gerilyawan Mujahidien-e-Khlaq, Massoud Rajavi. Ia menghabiskan waktu dengan membuat pernyataan dan penilaian keadaan bagi mereka yang masih mau mendengarkan, menunggu saat kritis di Iran mencapai titik didih, untuk segera 'dipimpin' dengan pengendalian jarak jauh pada mulanya, dan kembali ke tanah air pada saat yang tepat. Ibid.

73 Khalid M. Abou El Fadl, Speaking in God`s Name: Islamic Law, Authority and Women (terj). R. Cecep Lukman Yasin, “Atas Nama Tuhan: Dari Fikih Otoriter ke Fikih Otoritatif”, Jakarta: Serambi, 2004, hlm.37.

Page 60: BAB III PEMIKIRAN ABDUL KARIM SOROUSH TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/18/jtptiain-gdl-s1... · dengan perjalanan sejarah bangsa Iran. ... Khorasan menuju ke

151

mengambil keuntungan, mengancam atau menghukum. Dengan

demikian, seseorang praktis tidak dapat memberikan pilihan lain

kecuali menaatinya. Sementara otoritas yang bersifat persuasif

melibatkan kekuasaan yang bersifat normatif.74

Sementara dalam terminologi R.B Friedman, sebagaimana

dikutip Khalid M. Abou El Fadl, membedakan antara “memangku

otoritas (being in authority) dengan “memegang otoritas” (being an

authority).75 Menurut Friedman, memangku otoritas artinya

menduduki jabatan resmi atau struktural yang memberinya

kekuasaan untuk mengeluarkan perintah dan arahan. Dalam kasus ini

tidak dikenal adanya ketundukan atas keputusan pribadi karena

seseorang bisa saja berbeda pendapat dengan orang yang memangku

otoritas dan ia tidak memiliki pilihan lain kecuali menaatinya.

Singkatnya, kita boleh tidak sependapat dengan sebuah perintah, tapi

bagaimanapun kita mengakui otoritas tersebut.

Beda halnya dengan konsep memangku otoritas ketaatan

terhadap “pemegang otoritas” melibatkan spirit yang berbeda. Di

sini, seseorang meninggalkan pendapat pribadinya karena tunduk

pada pemegang otoritas yang dipandang memiliki pengetahuan,

kebijaksanaan atau pemahaman yang baik. Pendek kata, ketundukan

74 Kekuasaan yang bersifat normatif tersebut, tidak lain adalah kekuatan untuk

meyakinkan perilaku seseorang atas dasar kepercayaan. Ibid. 75 Pada batas-batas tertentu apa yang diungkapkan oleh Friedman ini sebenarnya tidak

berbeda jauh dengan konsep otoritas seperti yang dikembangkan oleh El Fadl tentang otoritas koersif dan persuasif.

Page 61: BAB III PEMIKIRAN ABDUL KARIM SOROUSH TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/18/jtptiain-gdl-s1... · dengan perjalanan sejarah bangsa Iran. ... Khorasan menuju ke

152

pada orang yang memangku otoritas melibatkan ketundukan kepada

jabatan atau kapasitas resmi seseorang tetapi ketundukan pada

seseorang yang memegang otoritas melibatkan ketundukan pada

seseorang yang dipandang memiliki keahlian khusus.

Meski El Fadl mencoba mengemukakan terminologi otoritas

yang dikembangkan Friedman, tetapi ia menyatakan bahwa apa yang

dimaksud dengan memangku otoritas (being in authority) dalam

kacamata Friedman agak sulit diterima. Hal ini disebabkan karena

jabatan resmi dan kekuasaan yang dimiliki seesorang yang

memangku otoritas tidak selalu bisa diketahui secara jelas.76

Ketundukan seseorang pada sebuah otoritas berarti penyerahan

atau pengalihan keputusan untuk menalar dan mengkaji sesuatu yang

sebenarnya satu potensi yang dimiliki manusia. Ia telah melepaskan

kesempatannya untuk untuk menguji dan memverifikasi makna

substantif dari prilaku yang ia akan jalankan.

Seseorang yang memiliki otoritas tentu akan semakin

kehilangan kepercayaan dari orang lain ketika ia tidak bisa

memberikan argumen atau jawaban atas pertanyaan yang diajukan

kepadanya. Tentunya pertanyaan dan permasalahan yang oleh orang

lain dianggap sebagai bagian dari kemampuannya. Dalam hal ini

Khaled mencoba memberikan argumentasi nya:

”Saya mengakui otoritas seorang tukang atau dokter. Saya mengakui otoritas mereka karena saya tidak punya waktu, kemauan, atau

76 Khalid M. Abou El Fadl, Ibid., hlm. 42.

Page 62: BAB III PEMIKIRAN ABDUL KARIM SOROUSH TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/18/jtptiain-gdl-s1... · dengan perjalanan sejarah bangsa Iran. ... Khorasan menuju ke

153

kemampuan untuk mempelajari ilmu pertukangan atau kedokteran. Lebih jauh lagi, orang lain mungkin mengakui otoritas saya dalam bidang hukum Islam, karena mereka memandang saya lebih berpengalaman dan terpelajar dalam bidang tersebut. Saya tidak memandang bahwa tukang atau dokter saya “memaksakan otoritas” karena secara umum saya memiliki kebebasan untuk mengabaikan saran mereka atau mencari alternatif lain. Mereka tidak memiliki kekuasaan untuk memaksa saya. Demikian pula halnya dengan mereka yang memandang saya otoritatif dalam bidang hukum Islam, saya juga tidak memiliki kekuasaan untuk memaksa mereka, mereka juga memiliki kebebasan untuk mengabaikan nasihat saya dan atau mencari sumber informasi lain. Namun, saya akan sangat kecewa dengan tukang atau dokter saya jika merek agagal memenuhi keinginan saya untuk memberikan bukti yang memadai tentang tindakan tertentu yang mereka sarankan. Semikian halnya mereka yang memilih berkonsultasi kepada saya tentang hukum Islam tidak akan meras puas jika saya tidak menjelaskan secra memadai penalaran saya tentang sebuah persoalan hukum. Apakah kenyataan bahwa saya mengharapkan penjelasan dari tukang dan dokter itu mengandung arti bahwa saya tidak mengakui otooritas mereka? Atau, apakah kenyataan bahwa klien atau rekan saya berharap dapat menerima bahwa hukum Islam menuntut pelaksanaan sebuah tindakan otoritatif dalam bidang saya?”77

Meski ada otoritas yang diakui tetapi ada saat di mana otoritas

itu menjadi satu tanda tanya besar. Jika orang yang memiliki otoritas

tersebut dapat memberikan jawaban secara benar, maka mereka bisa

dikatakan telah menunjukan bahwa ia benar-benar seorang yang

otoritatif. Tetapi kalau mereka hanya memberikan arahan tanpa

diiringi oleh penjelasan yang diterima oleh nalar, maka hal tersebut

menunjukan kebodohan, kesombongan, kebohongan atau

ketersembunyian motif-motif mereka.78

77 Khaled M. Abou El Fadl, Ibid., hlm. 40-41. 78 Motif-motif yang ada pada diri seseorang bisa dilihat dan ditelusuri beranjak dari

model otoritas persuasif. Otoritas persuasif mempengaruhi orang lain untuk bertindak, atu tidak bertindak dengan cara membujuk mereka bahwa hal tersebut adalah sesuatu yang sudah seharusnya. Ia memengaruhi orang lain untuk percaya bahwa bertindak sesuai dengan arahan tertentu sejalan dengan rasa tanggung jawab pribadi. Dari sini mereka yang menjadi objek otoritas persuasi melakukan sebentuk penalaran yang eksklusif (exclusionary reasons). Penalarna eksklusif mencoba menghilangkan alasan lain yang bisa saja menjadi sebab atau motif dibalik pilihan

Page 63: BAB III PEMIKIRAN ABDUL KARIM SOROUSH TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/18/jtptiain-gdl-s1... · dengan perjalanan sejarah bangsa Iran. ... Khorasan menuju ke

154

Basis teoritis inilah yang bisa kita gunakan untuk melihat

bagaimana praktek otoritas mullah yang berlangsung di Iran. Dalam

hal ini Soroush mengatakan bahwa sistem wilayat al-faqih menjadi

semacam antitesa dari fungsi ulama yang sesungguhnya. Soroush

mengatakan bahwa ia pernah menulis dua artikel yang menimbulkan

kontroversi yakni, “Gallantry and the Clergy” dan “The Roof of

Livelihood on the pillar of Religion”.79

Dalam artikel tersebut, Soroush mengatakan bahwa ulama tidak

lagi ditentukan oleh pengetahuan atau kebaikannya tetapi lebih

banyak ditentukan oleh ketergantungan mereka terhadap agama

sebagai mata pencahariannya.80 Hal tersebut yang menimbulkan

ketegangan antara Soroush dan ulama.

Kasus tersebut menunjukan bahwa mullah di Iran memiliki

kekuatan yang absolut dalam menerjemahkan bahasa-bahasa agama

dalam konteks keduniaan. Kalau merujuk pada bentuk otoritas yang

dikembangkan oleh Khaled M. Abou El Fadl, maka otoritas yang

berlangsung di Iran bisa dikatakan sebaga bentuk otoritas persuasif.

Rakyat Iran mengakui otoritas mullah sebagai orang yang ahli

agama. Tetapi terkadang hal tersebut digunakan untuk menggiring

sebuah pemahaman dengan mengandalkan kekuaaan normatif. Hal

terhadap satu hal. Dan ini seringkali terjadi ketika seseorang berhadapan dengan pemegang otoritas. Khaled M. Abou El Fadl, Ibid., hlm. 41.

79 Abdul Karim Soroush, Reason, Freedom And Democracy in Islam, hlm.19. 80 Abdul Karim Soroush, Reason, Freedom And Democracy in Islam, Ibid.

Page 64: BAB III PEMIKIRAN ABDUL KARIM SOROUSH TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/18/jtptiain-gdl-s1... · dengan perjalanan sejarah bangsa Iran. ... Khorasan menuju ke

155

ini yang berimbas pada model ketundukan seseorang yang bertindak

tanpa adanya alsan yang dipahaminya dan merasa cukup

membenarkan orang lain.

Sebuah otoritas akan tetap eksis, ketika otoritas tersebut

memiliki hubungan yangkompleks antara pembawa dan pengikut

otoritas ini. Dan tiga tingkat analisis yang saling berhubungan yang

tampak jelas adalah ideologis, lokasional dan fungsional.81

Ideologis berarti bahwa ikita mengakui otoritas yang sangat

ditentukan oleh individu dan lembaga karena keduanya dianggap

mencakup dan menjadi contoh dari tatanan moral. Pada sebagian

penguasa, mereka memiliki otoritas karena tampak menguasai nilai-

nilai yang diagungkan dan mewakili referensi simbol di masyarakat

termasuk teks-teks suci.

Lokasional diartikan bahwa dalam dunia Muslim, di mana

nilai-nilai dan simbol-simbol bergerak seputar keyakinan rakyat pada

sebuah kehadiran transenden tetapi dekat, pelembagaan otoritas suci

membuat banyak individu dan kelompok berharap berbicara bagi

kehadiran Tuhan.

Sementara fungsional bisa juga diartikan bahwa penguasa juga

mendapatkan posisi dan pengaruh melalui penampilan sejumlah

fungsi. Berbekal simbol utama, mereka mencari bimbingan dan

81 Dale F. Eckelman dan James Piscatori, Muslim Politics, (terj) Endi Haryono dan Rahmi

Yunita, “Politik Muslim: Wacana Kekuasaan dan Hegemoni dalam Masyarakat Islam”, Jogjakarta: Tiara Wacana, 1998, hlm. 69.

Page 65: BAB III PEMIKIRAN ABDUL KARIM SOROUSH TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/18/jtptiain-gdl-s1... · dengan perjalanan sejarah bangsa Iran. ... Khorasan menuju ke

156

selanjutnya diharapkan mengurangi dan melindungi tempat diskursus

dan praktek Islam yang “layak”. Mereka menarik batas-batas karena

mereka memiliki otoritas dan dengan bertindak demikian, semakin

menguatkan otoritas mereka.82

Satu lagi yang menjadi fokus kritikan Soroush terhadap Ulama,

bahwasanya ulama saat ini sudah merangsek terlalu jauh ke dalam

wilayah religiusitas umat. Bagi Soroush tak ada seorang pun yang

dapat mengintervensi wilayah keimanan seseorang, karena manusia

tidak mempunyai kewenangan dalam hal ini. Fenomena bergesernya

peran ulama, tak hanya ia temukan dalam literatur Keislaman. Dalam

agama Kristen, Soroush juga melihat hal yang sama. Dimana pihak

gereja telah merubah keimanan penganutnya dengan melakukan

pembakaran terhadap penganut bid’ah serta orang yang meragukan

substansi serta peran agamanya.

Hans Kung menggambarkan bahwa hal tersebut memiliki

korelasi dengan tradisi Katolik yang digodok pada abad pertama

Gereja (sekitar tahun 1442) Origen, Cyprian dan Augustine yang

biasa dikenal dengan semboyan, extra ecclesian nulla sallus yang

berarti “tidak ada keselamatan di luar Gereja”.83 Semboyan inilah

yang kemudian menghasilkan rumusan extra ecclesiam nullus

propheta. Tidak ada Nabi diluar Gereja. Doktrin ini cukup kuat

82 Dale F. Eckelman dan James Piscatori, Ibid., hlm 69-70. 83 Hans Kung, Christianity and World Religions: Dialogue With Islam, dalam Leonard

Swidler (ed), “Toward a Universal Theology of Religion”, New York: Maryknol, 1987, hlm. 195-196.

Page 66: BAB III PEMIKIRAN ABDUL KARIM SOROUSH TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/18/jtptiain-gdl-s1... · dengan perjalanan sejarah bangsa Iran. ... Khorasan menuju ke

157

dipegang yang pada akhirnya melahirkan ortodoksisme dalam

pemahaman keagamaan umat Kristiani.

B. Seminary-Univerity Unity

Dalam catatan Fazlur Rahman, pendidikan di Iran memiliki

riwayat sejarah yang unik bila dibandingkan dengan negara lain

seperti halnya Turki atau Mesir. Jika di Turki lembaga pendidikan

didukung oleh Pemerintah tetapi berbasis pada tuntutan rakyat serta

kontribusi mereka, dan di Mesir ia dibiayai dan didominasi oleh

pemerintah dan terpusat pada satu lembaga pelindung tunggal yang

massif, maka di Iran, lembaga pendidikan berada di bawah kontrol

lembaga ulama yang merdeka dengan dukungan para pedagang dan

rakyat pada umumnya.84

Posisi ini yang menyebabkan ulama memiliki keleluasaan

dalam mengatur sistem pendidikan. Namun, justru hal ini akan

menimbulkan masalah. Dalam pandangan Rahman, masalah yang

akan timbul adalah ilmu pengetahuan tradisional dari para ulama

membuat mereka menjadi konservatif.85 Dan juga bisa

dipertanyakan apakah ulama tersebut bisa lepas dari bayang-bayang

pemerintah, bila dilihat begitu kuatnya dominasi ulama dalam

pemerintah.

84 Fazlur Rahman, Islam and Modernity: Transformation of an Intellectual Tradition,

(terj) Ahsin Muhammad, “Islam dan Modernitas: Tentang Transformasi Intelektual”, Bandung: Pustaka, 2000, hlm. 124.

85 Fazlur Rahman, Ibid., 125.

Page 67: BAB III PEMIKIRAN ABDUL KARIM SOROUSH TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/18/jtptiain-gdl-s1... · dengan perjalanan sejarah bangsa Iran. ... Khorasan menuju ke

158

Institusi Hauzah sebagai lembaga pendidikan agama

tradisional, juga menjadi pokok pembicaraan dalam karya

Soroush.86 Soroush menyadari betul bahwa hauzah cukup memiliki

peran yang signifikan di Iran, terutama pasca revolusi.

Di Iran ada dua hauzah yang cukup terkenal yaitu hauzah di

Qum dan Najaf. Sementara hauzah lainnya tersebar di penjuru Iran.

Namun bisa disebutkan di sini, ada beberapa hauzah yang cukup

terkenal selain yang berada di Qum dan Najaf.

Yang pertama adalah Hauzah Ihsa’. Ihsa-` adalah salah satu

pusat Syi’ah tertua yang terletak di Saudi Arabia Timur, tepatnya di

sebelah barat Teluk Persia. Pusat kotanya adalah Hufu-f. Agama

Islam telah berakar di daerah tersebut sejak agama itu berkembang

di semenanjung Saudi Arabia. Salah seorang utusan Rasulullah

SAW yang bernama Al-‘Ala` bin Al-Khadhrami memiliki peran

besar dalam menyebarkan Islam di sana. Masjid kedua setelah

masjid An-Nabi SAW dalam sejarah Islam yang bernama masjid

Abdul Qais terletak di daerah itu.

Seluruh penduduk Ihsa-` memeluk agama Islam dan setengah

dari mereka bermazhab Syi’ah. Banyak ulama Syi’ah lahir dari

daerah ini yang telah berjasa mengembangkan Syi’ah. Di antaranya,

Ahmad bin Fahd, Ibnu Abi Jumhur, Syeikh Ahmad Al-Ihsa-`i-.

86 Lihat dalam Bab “What the University Expects from the Hawzeh” dalam bukunya

Reason, Freedom And Democracy in Islam: Essential Writings of Abdolkarim Soroush.

Page 68: BAB III PEMIKIRAN ABDUL KARIM SOROUSH TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/18/jtptiain-gdl-s1... · dengan perjalanan sejarah bangsa Iran. ... Khorasan menuju ke

159

Sampai sekarang seluruh urusan pengadilan kota Ihsa-` yang

berhubungan dengan para pemeluk mazhab Syi’ah dipegang oleh

seorang penganut Syi’ah yang ditentukan oleh pemerintah pusat.

Yang kedua adalah Hauzah Isfahan. Hauzah Isfahan dibangun

pada masa kejayaan dinasti A-li Buyeh (abad ke 4-5 H.) ketika Abu

Ja’far Ala`udaulah Kakuwaeh menjadi penguasa di Isfahan, Iran.

Yang ketiga adalah Hauzah Tabriz. Perkembangan Hauzah

Tabriz dapat dibagi ke dalam lima periode:

a. Periode pertama ini dimulai dari abad ke-4 hingga abad ke-5 H.

Hamzah bin Abdul Aziz yang dikenal dengan nama Sallar Ad-

Dailami hidup pada abad ini. Terdapat dua faktor yang

menyebabkan mazhab Syi’ah berkembang di Tabriz pada periode

ini: pertama, adanya para keturunan Imam Ali a.s. yang getol

berjuang melawan ketidakadilan, dan kedua, kegiatan tabligh Abul

Qasim Ja’far bin Ali yang mengajak masyarakat untuk memeluk

mazhab Syi’ah Isma’iliyah.

b. Periode kedua dimulai dari abad ke-6 hingga abad ke-7 H.

Periode ini adalah periode kevakuman ilmiah di hauzah Tabriz

akibat serangan bangsa Mongol atas Iran.

c. Periode ketiga ini dimulai dari akhir abad ke-7 hingga awal abad

ke-10 H. Dengan kesiapan bangsa Mongol untuk menerima mazhab

Syi’ah, mazhab ini memiliki kesempatan yang baik untuk

mengembangkan dirinya. Akan tetapi, kesempatan itu tidak

Page 69: BAB III PEMIKIRAN ABDUL KARIM SOROUSH TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/18/jtptiain-gdl-s1... · dengan perjalanan sejarah bangsa Iran. ... Khorasan menuju ke

160

berlangsung lama. Dengan berkuasanya bangsa Timor atas Iran,

kesempatan itu sirna kembali.

d. Periode keempat ini dimulai dari masa berkuasanya dinasti

Shafawiyah (awal abad ke-10 H.) hingga runtuhnya dinasti Qajar

(akhir abad ke-13 H.). Pada periode ini, para pengikut Syi’ah

memiliki kebebasan mutlak untuk melaksanakan semua ritual

mazhab tanpa harus takut dari siapa pun. Banyak sekolah agama

yang dibangun pada periode ini. Di antaranya, Madrasah Thalibiyah,

Madrasah Shadiqiyah, Madrasah Shafawiyah, Madrasah Haji Shafar

Ali, Madrasah Haji Ali Ashghar dan Madrasah Mirza Ali Akbar.

Para ulama kaliber yang hidup pada periode ini antara lain Mirza

Uwais At-Tabrizi, Husein Al-Karbala`i, pengarang buku Ar-

Raudha-t fi- Maza-ra-t Tabri-z, Zainal Abidin At-Tabrizi, Abdul

Baqi At-Tabrizi, Abdul Wahhab At-Tabrizi, Mirza Qaim At-Tabrizi,

Khojah Jalaluddin Muhammad At-Tabrizi, Syeikh Maula Ahmad

At-Tabrizi (wafat 1271 H.), Syeikh Haji Mirza Baqir Mujtahid

(wafat 1285 H.), Mirza Muhammad Taqi Qadhi At-Tabrizi (wafat

1276 H.), Syeikh Mirza Hasan Aqa At-Tabrizi (wafat 1338 H.), Haji

Mirza Muhammad Hasan Zinuri At-Tabrizi (wafat 1310 H.), Mirza

Haidar Ali Aliyari (wafat 1310 H.), Haji Mirza Ali At-Tabrizi

(wafat 1248 H.), Sayid Ali Sayidul Hukama-` Al-Husaeini Al-

Mar’asyi (wafat 1316 H.), Haji Maula Ali Aliyari (wafat 1327 H.)

dan Haji Mirza Musa At-Tabrizi (wafat 1307 H.).

Page 70: BAB III PEMIKIRAN ABDUL KARIM SOROUSH TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/18/jtptiain-gdl-s1... · dengan perjalanan sejarah bangsa Iran. ... Khorasan menuju ke

161

e. Periode kelima ini dimulai dari abad ke-14 H. hingga abad ke-15

H. Abad ini adalah puncak kegemilangan hauzah Tabriz. Para ulama

yang hidup pada periode ini antara lain Ayatullah Mirza Ridha At-

Tabrizi (lahir 1294 H.), Ayatullah Mirza Abul Hasan Angji (wafat

1357 H.), Ayatullah Sayid Mahdi Angji, Ayatullah Mirza Abdul

Husein Al-Gharawi (lahir 1328 H.), Ayatullah Sayid Ahmad

Khosrou-shahi (lahir 1266 H.), Ayatullah Mirza Muhammad Ali

Qadhi At-Thababa`i (lahir 1333 H.), Ayatullah Sayid Ibrahim

Davazei (1313-1381 H.), Ayatullah Sayid Murtadha Khosrou-shahi

(lahir 1299 H.), Ayatullah Sayid Abul Fadhl Khosrou-shahi (lahir

1320 H.), Ayatullah Mirza Shadiq Qorreh-daghi (1351-1374 H.),

Ayatullah Sayid Hujjat Al-Irawani (wafat 1354 H.), Ayatullah

Abdul Majid Al-Irawani (1313-1371 H.) dan Ayatullah Haji Syeikh

Ridha At-Tauhidi (lahir 1332 H).

Yang keempat adalah Hauzah Tehran. Perkembangan Hauzah

Tehran dapat dibagi ke dalam tiga periode:

a. Periode pertama ini adalah periode dibangunnya Hauzah Tehran.

Periode ini kembali ke masa dinasti Shafawiyah. Karena sebelum

masa itu, Tehran tidak lebih dari sebuah desa yang terpencil. Setelah

bangsa Mongol menyerang kota Rei yang pada waktu itu termasuk

salah satu kota besar di Iran, para penduduk banyak yang mengungsi

ke desa-desa sekitar, termasuk Tehran. Sejak saat itu, desa Tehran

mulai didiami oleh penduduk dan semakin hari pendudukny

Page 71: BAB III PEMIKIRAN ABDUL KARIM SOROUSH TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/18/jtptiain-gdl-s1... · dengan perjalanan sejarah bangsa Iran. ... Khorasan menuju ke

162

semakin padat. Hal inilah yang menyebabkan banyak sekolah-

sekolah agama dibangun di desa terpencil tersebut.

b. Pada periode kedua ini, kebudayaan dan pemikiran Barat mulai

menjamah Tehran. Dengan menyusupnya kebudayaan dan

pemikiran yang membawa ajaran pembebasan diri dari ajaran-ajara

agama tersebut, banyak para pemikir yang berdatangan ke kota

Tehran dalam rangka meng-counter semua impor negara-negara

Barat tersebut. Di antara para pemikir Islam yang pernah giat

melakukan hal itu adalah sebagai berikut:

- Mulla Abdullah Zinuri yang datang ke Tehran atas permintaan

Muhammad Husein Khan Al-Marvi Al-Hakim An-Nuri. Ia

mengajarkan filsafat Islam, dan dengan demikian, pusat ilmu filsafat

berpindah dari kota Isfahan ke kota Tehran

- Muhammad Ridha Al-Hakim Qomshei, seorang filsof dan ‘arif

yang telah menghabiskan sepuluh tahun terakhir untuk mengajar di

Madrasah Shadr.

- Mirza Abul Hasan Jelveh, seorang filsof yang telah

menghabiskan seluruh usianya untuk mengajar filsafat di Tehran.

Setelah masa mereka berlalu, proyek yang telah mereka bina

tersebut diteruskan oleh murid-murid mereka. Di antaranya, Mirza

Hasyim Al-Eshkevari Ar-Rasyti, Mirza Hasan Al-Kermanshahi,

Mirza Ayhabuddin At-Tabrizi As-Syirazi, Mirza Ali Akbar Al-

Yazdi Al-Qomi, Syeikh Haji Abdun Nabi An-Nuri dan Mulla

Page 72: BAB III PEMIKIRAN ABDUL KARIM SOROUSH TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/18/jtptiain-gdl-s1... · dengan perjalanan sejarah bangsa Iran. ... Khorasan menuju ke

163

Muhammad Al-Hidaji Az-Zanjani. Setelah mereka, muncul generasi

baru yang melanjutkan missi pengembangan ilmu filsafat. Di

antaranya, Ayatullah Mirza Muhammad Ali Syahabadi, Ayatullah

Syeikh Muhammad Taqi Amuli, Ayatullah Mirza Ahmad Asytiyani,

Ayatullah Sayid Abul Hasan Rafi’i Qazvini, Syeikh Muhammad

Husein Fadhil Tuni, Sayid Muhammad Kazhim ‘Asshar, Allamah

Mirza Abul Hasan Sya’rani dan Allamah Mirza Mahdi Ilahi

Qomsyei. Meskipun mereka sedikit banyak telah mampu

menanggulangi arus pemikiran filsafat Barat, akan tetapi dengan

berkuasanya rezim Pahlevi yang semakin getol memusuhi Islam

dengan metode modern diperlukan satu metode baru untuk

menanggulangi arus baru tersebut. Muncullah tokoh-tokoh

pembaharu seperti Ayatullah Muthahhari, Dr. Muhammad Jawad

Bahonar, Dr. Muhammad Mufattih, Dr. Sayid Muhammad Huseini

Baheshti, Allamah Muhammad Taqi Ja’fari, Ustadz Jalaluddin

Huma`i dan Allamah Mirza Mahdi Ilahi Qomshei. Dengan

menyusup di tengah dunia universitas, mereka telah berusaha untuk

menanggulangi arus deras pemikiran Bara tersebut. Dan mereka bisa

dibilang berhasil dalam hal itu.

c. Periode ketiga ini dimulai dari kemenangan Revolusi Islam Iran

hingga kini. Banyak pusat pendidikan Islam yang dibangun pada

periode dengan tujuan membentuk para pemikir ulung, seperti

Page 73: BAB III PEMIKIRAN ABDUL KARIM SOROUSH TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/18/jtptiain-gdl-s1... · dengan perjalanan sejarah bangsa Iran. ... Khorasan menuju ke

164

Madrasah Syahid Muthahhari dan Hauzah Ilmiah Syahid

Syahabadi.87

Menurut Soroush, hauzah merupakan lembaga yang paling

bertanggung jawab atas terbentuknya karakter Ulama yang otoniter.

Tak hanya itu, hauzah dalam pandangan Soroush, telah menjadikan

ilmu pengetahuan sedemikian eksklusif dengan ditutupnya suara

knitis pada muridnya. Mungkin hal inilah yang menjadi alasan

Soroush untuk lebih memilih berkecimpung di Universitas yang

87 Selain kelima hauzah yang penulis sebutkan di atas ada satu hauzah yang

berkedudukan di Spanyol yakni Hauzah Andalusia. Hauzah Andalusia dibangun pada masa berkuasanya dinasti Syi’ah Fathimiyah di Mesir (abad ke 4 H.). Di antara ulama besar yang pernah berkecimpung dalam mengembangkan hauzah tersebut adalah Syeikh Abul Abbas Ahmad (440 H.), Syeikh Abu Abdillah Muhammad, Syeikh Abul Khattab Umar dan Syeikh Abdullah bin Abu Bakar Al-Balansi Al-Andalusi. Selain di Spanyol juga banyak terdapat hauzah di Irak seperti Hauzah Bashrah dan Hauzah Baghdad. Hauzah Basrah. Perkembangan Hauzah Bashrah dapat dibagi ke dalam tiga periode:

1. Periode ini kembali kepada masa para imam ma’shum a.s. dan sahabat Rasulullah SAWW. Hauzah Bashrah pada masa itu karena banyaknya para sahabat Rasulullah SAWW dan imam ma’shum a.s. yang hafal hadis, menjadi sebuah pusat hadis di dalam dunia Islam.

2. Periode kedua hauzah Bashrah dimulai dari abad ke-4 hingga ke-7 H. Karena hauzah ini terletak di tempat para peziarah berlalu-lalang menuju Makkah, ia mendapat perhatian para ilmuwan dan mereka dapat mengenal ilmu-ilmu Ahlul Bayt a.s. Di antara ulama kaliber pada abad itu adalah Syarif Abu Thalib Muzhaffar bin Ja’far bin Muzhaffar Al-Alawi As-Samarqabdi Al-Bashri, Muhammad bin Amr bin Ali Al-Bashri, Syeikh An-Najasyi.

3. Periode ini dimulai dari abad ke-10 H, hingga hari ini.

Sementara Hauzah Baghdad adalah hauzah pertama Syi’ah yang menggabungkan dua ajaran filsafat-kalam dan ilmu fiqih. Hauzah ini memulai kegiatannya pada masa keimamahan Imam Muhammad Al-Jawad a.s. Banyak para pemikir kaliber yang telah muncul pada masa ini. Di antara ulama yang pernah berkecimpung di hauzah Baghdad dan tumbuh berkembang menjadi tulang-punggung Syi’ah sampai saat ini adalah :

1. Tsiqatul Islam Syeikh Abu Ja’far Muhammad bin Ya’kub Al-Kulaini (wafat 329 H.), penulis buku Al-Ka-fi-. Pada masa Al-Muqtadir billah ia memgang tampuk kepemimpinan Syi’ah di seluruh dunia.

2. Syeikhul Masya-yekh Abu Abdillah Muhammad (wafat 413 H.) yang lebih dikenal dengan Syeikh Mufid. Ia adalah salah seorang teolog dan faqih kaliber yang memiliki ratusan murid yang pernah belajar darinya.

3. Syarif Murtadha Alamulhuda (wafat 436 H.).

4. Syeikh Abu Ja’far Muhammad At-Thusi (wafat 460 H.). Selengkapnya tentang fenomena hauzah lihat dalam http://www.al-shia.com/html/id/orgs/hoze.htm.

Page 74: BAB III PEMIKIRAN ABDUL KARIM SOROUSH TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/18/jtptiain-gdl-s1... · dengan perjalanan sejarah bangsa Iran. ... Khorasan menuju ke

165

lebih mengedepankan sikap kritis, dibanding Hauzah yang sekedar

menuntut kepatuhan dari murid-muridnya.88

Dalam posisinya tersebut, Soroush menekankan pentingnya

desakralisasi terhadap beberapa ilmu pengetahuan keaagamaan

(ma’rifat al din) yang berkembang dalam masyarakat manusia.

Meskipun agama itu adalah hal yang sakral, namun penafsiran

terhadapnya tidaklah sakral. Sehingga dalam penafsiran dapat

dikritik, divenifikasi, dimodifikasi serta di definiskan kembali.

Ini didasarkan atas pengalaman yang menimpa Hauzah dimana

institusi tersebut melakukan pensakralan terhadap ilmu-ilmu

agama.89 Ini terjadi karena di Hauzah, pola ketundukan dan

kepatuhan pada ulama di sana sedemikian besar. Di hauzah,

komitmen apriori murid dan guru terhdaap teks orisinil dan sumber-

sumber sakral menghilangkan kritisisme dan keragu-raguan.

Mungkin saja seseorang bertanya dan seseskali menolak pendapat

seorang professor dalam bidang fiqih, tetapi jika argumen

didasarkan pada isi yang jelas dari hadit yang berkaitan dengan

sumber-sumber sakral yang mapan, maka tertutuplah pintu

kritisisme dan kasus (baca: perdebatan) akan segera ditutup.90

88 Abdul Karim Soroush, Reason, Freedom And Democracy in Islam: Essential Writings

of Abdolkarim Soroush, hlm. 171-183. 89 Abdul Karim Soroush, Reason, Freedom And Democracy in Islam, hlm.172. 90 Abdul Karim Soroush, Reason, Freedom And Democracy in Islam, Ibid.

Page 75: BAB III PEMIKIRAN ABDUL KARIM SOROUSH TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/18/jtptiain-gdl-s1... · dengan perjalanan sejarah bangsa Iran. ... Khorasan menuju ke

166

Kelemahan lain dari Hauzah menurut Soroush adalah aksesnya

terhadap kekuasaan.91 Dan hal ini bukanlah satu hal yang perlu

diperinci lebih lanjut. Secara faktual, gelombang revolusi pada 1979

telah memberi peluang kepada ulama untuk mengambil alih

manajemen kenegaraan dan memformulasikan teori politik tentang

pemerintahan. Hal inilah yang menjadikan membuka kesempatan

bagi ulama hauzah dengan kedudukan ahli hukum yang agung untuk

menjadi pemimpin tertinggi negara. 92 Karena pemerintahan Iran

didasarkan atas agama, maka ikatan antara Hauzah dan pusat

kekuasaan menjadi organic dan cukup kuat, dan pemberi keputusan

akhir pada setiap urusan kenegaraan.

Hauzah, dengan demikian memiliki pergeseran orientasi.

Hauzah justru menjadi semacam lembaga yang memiliki tugas

untuk menyiapkan ulama yang akan menjadi penguasa. Begitu

halnya dengan ilmu yang diajarkan di Hauzah. Disiplin tersebut

diajarkan dan dipelajari bukan untuk melayani kepentingan

masyarakat (dalam artian untuk memecahkan persoalan

kemasyarakatan), tetapi justru untuk memperkuat posisi ulama

dalam pemerintahan.

Dengan nada yang agak sinis, Soroush mengatakan bahwa

“The clergy become judges and occupy seats of power; representatives of the supreme jusrisconsult (wali faqih) gain supremacy over the laity and are singularly sanctified

91 Abdul Karim Soroush, Reason, Freedom And Democracy in Islam, Ibid., hlm. 174. 92 Abdul Karim Soroush, Reason, Freedom And Democracy in Islam, Ibid.

Page 76: BAB III PEMIKIRAN ABDUL KARIM SOROUSH TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/18/jtptiain-gdl-s1... · dengan perjalanan sejarah bangsa Iran. ... Khorasan menuju ke

167

without suffering the slings and arrows of media scrutiny that afflict everyone else”93. Meski Soroush memberikan kritik tajam terhadap institusi

Hauzah, tetapi Soroush menyadari betul bahwa institusi pendidikan

ini telah menjadi bagian dari sub budaya Iran.94 Maka penyelesaian

terhadap setiap persoalan yang terkait dengan warisan budaya Iran,

juga harus melalui kompromi dari setiap unsur yang ada dan telah

memberikan kontribusi bagi tumbuh dan berkembangnya budaya di

Iran.

Wujud dari kompromi tersebut adalah satu gagasan yang oleh

Soroush disebut sebagai “The cultural revolution” atau revolusi

kultural yang tercermin dalam ‘seminary-university unity”.95 Makna

sederhana dari proses ini adalah resolusi dari pertarungan antara

ilmu pengetahuan dan agama. Pertarungan ini dapat dipecahkan

93 Terjemahan bebas teks ini, “Ulama (Hauzah) menjadi hakim dan berkesempatan

menduduki (kursi) kekuasaan; mewakili pemimpin hukum tertinggi (wali faqih) mendapatkan supremasi lebih dari rakyat biasa dan disucikan luar biasa tanpa mendapatkan ketapel dan panah media dengan cermat yang biasa menimpa setiap orang. Abdul Karim Soroush, Reason, Freedom And Democracy in Islam, Ibid., hlm. 174.

94 Soroush mengatakan bahwa ia dan Intelektual lainnya mewarisi tiga budaya yaitu budaya nasional, Agama dan Barat. Selain memelihara budaya nasional, masyarakat Iran juga terbenam dalam budaya nasional dan di saat yang sama tidak bisa menghindari gelombang yang datang dari Barat. Karenanya ketika ada persoalan maka solusi harus dicarikan dengan mempertimbangkan tiga warisan tersebut. Soroush berujar, “whatever solutions that we divine for our problems must come from this mixed heritage to which our contemporary social thinkers, reformers and modernizers have been heirs often seeking the salvation of our people in the hegemony of one of these cultures over the other two”. Abdul Karim Soroush, Reason, Freedom, and Democracy in Islam, hlm. 156.

95 Abdul Karim Soroush, The Story of Cultural Revolution: Right to the End They Didn`t Know Where They Were Meant to Be Going, op.cit.

Page 77: BAB III PEMIKIRAN ABDUL KARIM SOROUSH TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/18/jtptiain-gdl-s1... · dengan perjalanan sejarah bangsa Iran. ... Khorasan menuju ke

168

melalui kerja keras para sarjana, bukan seorang politisi atau

praktisi.96

Dalam pandangan Soroush, universitas merupakan perwujudan

(embodiment), sumber dan kreator dari pengetahuan modern.

Sementara universitas adalah embodiment dan sumber dari

pemikiran dan pengajaran keagamaan tradisional. Karenanya upaya

memadukan agama dan modernitas dalam konteks (institusi)

pendidikan adalah dengan terlebih dahulu “mendamaikan” antara

seminary (hauzah) dan universitas.

Apa yang dilakukan oleh Soroush inilah yang barangkali oleh

Valla Vakilli disebut sebagai usaha untuk menciptakan kondisi

kondisi yang diperlukan sebagai manifestasi dari pengembangan

pemahaman keagamaan ini.97

96 Ibid. 97 Valla Vakilli, Abdolkarim Soroush and Critical Discourse in Iran, op.cit, hlm. 154-

155.