bab iii pembahasan - repository.bsi.ac.id · kongres nasional i diadakan di yogyakarta pada 1417...
TRANSCRIPT
BAB III
PEMBAHASAN
3.1. Tinjauan Perusahaan
3.1.1. Sejarah Koalisi Perempuan Indonesia
Koalisi Perempuan Indonesia untuk Keadilan dan Demokrasi, disingkat
Koalisi Perempuan Indonesia dikukuhkan melalui Kongres Perempuan Indonesia
di Yogyakarta pada Kamis, 17 Desember 1998. Koalisi Perempuan Indonesia
pertama kali diumumkan berdirinya pada 18 Mei 1998 oleh sekelomok
perempuan aktivis di Jakarta dengan dukungan 75 aktivis perempuan dari
berbagai daerah yang menyetujui dibentuknya Koalisi Perempuan Indonesia. Aksi
ini merupakan bagian dari gerakan reformasi menurunkan Soeharto.
Kongres Nasional I diadakan di Yogyakarta pada 14-17 Desemeber 1998
yang dihadiri lebih dari 500 perempuan dari 25 propinsi. Kongres menghasilkan
Anggaran Dasar (AD)/Anggaran Rumah Tangga (ART), program kerja Deklarasi
Yogyakarta, 15 Presidium yang mewakili kelompok kepentingan perempuan adat;
lansia, jompo dan penyandang cacat; profesional; pekerja sektor informal; miskin
kota; miskin desa; pemuda, pelajar dan mahasiswa; perempuan yang dilacurkan;
buruh; janda, perempuan kepala rumah tangga dan tidak menikah; anak marjinal;
petani; nelayan; ibu rumah tangga; lesbian dan biseksual. Juga memilih
Nursyahbani Katjasungkara sebagai Sekretasis Jendral dan Antarini sebagai
Koordinator Presidium Nasional.
Kongres II diselenggarakan pada 14-18 Januari 2005 di Jakarta. Kongres ini
memilih 5 Presidium Nasional dan menetapkan Masruchah sebagai Sekretaris
Jendral hasil pemilihan oleh anggota. Zohra Andi Baso terpilih sebagai
Koordinator Presidium Nasional. Dalam kongres ini juga memutuskan
penambahan dua kelompok kepentingan baru yaitu buruh migran dan pemisahan
kelompok penyandang cacat (kempampuan fisik yang berbeda) dari kelompok
lansia. Kongres ini dihadiri 600 perwakilan dari Papua Barat, Sulawesi Utara,
Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Nusa Tenggara Barat,
Kalimantan Timur, Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, Banten, Sumatera
Selatan, Jambi, Bengkulu, dan Sumatera Utara.
Koalisi Perempuan Indonesia adalah organisasi perempuan yang berjuang
untuk mewujudkan keadilan dan demokrasi dengan berpegang teguh kepada nilai-
nilai dan prinsip kejujuran, keterbukaan, persamaan, kesetaraan, persaudaraan
(sisterhood), kebebasan, kerakyatan, kemandirian, keberagaman, non- sektarian,
non- partisan, non- kekerasan, berwawasan lingkungan dan solidaritas pada rakyat
kecil dan tertindas. Disamping itu, Koalisi Perempuan Indonesia juga menolak
segala bentuk diskriminasi berdasar jenis kelamin, kelas sosial, agama,
kepercayaan, ras, etnis, orientasi seksual, warna kulit, bentuk tubuh, kemampuan
fisik yang berbeda (diffable), usia, status perkawinan, pekerjaan, pandangan
politik, dan perbedaan-perbedaan lainnya, serta merawat lingkungan hidup.
3.1.2. Visi
“Terwujudnya kesetaraan dan keadilan gender menuju masyarakat yang
demokratis, sejahtera, dan beradab.”
3.1.3. Misi
Untuk mewujudkan visi tersebut Koalisi Perempuan Indonesia mempunya
misi menjadi :
1. Agen perubahan yang membela hak-hak perempuan dan kelompk yang
dipinggirkan.
2. Kelompok pendukung sesama permpuan.
3. Kelompok pengkaji, pengusul, penekan untuk perubahan kebijakan.
4. Pemberdayaan hak politik perempuan.
5. Motivator dan fasilitator jaringan kerja antar organisasi, kelompok dan
individu perempan.
6. Unsur penting dalam gerakan masyarakat sipil untuk keadilan dan
demokrasi.
3.1.4. Logo Koalisi Perempuan Indonesia
Sumber: Company Profile Koalisi Perempuan Indonesia
Gambar III.1 Logo Koalisi Perempuan Indonesia
Logo dan Lambang Koalisi Perempuan Indonesia terdiri dari :
1. Latar belakang : Transparan/Tanpa warna.
2. Selendang : Ungu (cyan 40% dan magenta 60%).
3. Tulisan Koalisi : Hitam 100%
4. Tulisan perempuan : Ungu (cyan 40% dan magenta 60%).
5. Tulisan Indonesia : Abu-abu.
Makna dari lambang :
1. Transparan : Menunjukkan sikap yang transparan; Murni.
2. Hitam : Bermakna sebagai kesatuan semua warna yang ada, juga
perlambang komitmen yang pasti.
3. Ungu : Warna universal yang melambangkan perempuan,
keagungan atau yang diempukan.
4. Abu-abu : Warna yang melambangkan sesuatu yang terus
memperbarui diri.
5. Selendang yang dipandang sebagai atribut mayoritas Perempuan
Indonesia yang memiliki fungsi, yaitu: menggendong bayi, untuk
bermain, sebagai pelengkap busana, untuk upacara-upacara adat ataupun
pada saat bekerjasama.
3.2. Proses Kerja Hubungan Masyarakat
3.2.1. Perencanaan
1. Analisis Situasi
Perkawinan anak merupakan bentuk kekerasan dan diskriminasi terhadap
anak, serta pelanggaran terhadap hak anak, khususnya hak untuk menikmati
kualitas hidup yang baik dan sehat, serta hak untuk tumbuh dan berkembang
sesuai usianya. Jawa Barat merupakan salah satu provinsi yang memiliki
kasus perkawinan anak terbesar di Indonesia. Namun, jumlah ini tidak
termasuk jumlah anak-anak yang melangsungkan perkawinan tidak tercatat
atau “nikah siri”. Hal ini tentunya menjadi masalah yang harus diselesaikan
secara bersama agar tidak ada lagi perkawinan anak yang akan merugikan
banyak pihak, termasuk merugikan anak yang dikawinkan serta anak yang
dilahirkan oleh ibu yang masih berusia anak.
Minimnya pengetahuan tentang perkawinan anak membuat menikah di
usia anak menjadi jalan keluar yang instant bagi masyarakat desa di
Indramayu. Setelah penulis simpulkan dari riset selama di Koalisi Perempuan
Indonesia Kabupaten Indramayu terdapat 4 (empat) faktor penyebab
terjadinya perkawinan anak di Indramayu diantaranya :
a. Fakor Lingkungan
b. Faktor Ekonomi
c. Faktor Perjodohan
d. Faktor Saling Mencintai
Peraturan perundangan tentang perkawinan di Indonesia masih mengacu
pada Undang-Undang nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, yang di
dalamnya berisi “Dilihat dari subjek hukum setiap orang secara hukum
memiliki hak untuk melakukan kewenangan hukumnya. Tidak terkecuali
perkawinan untuk melanjutkan keturunan atau membentuk keluarga tetapi
memiliki batas seperti perkawinan hanya diperbolehkan bagi laki-laki telah
berusia 19 tahun dan perempuan berusia 16 tahun.” padahal hal tersebut
bertentangan dengan Undang-Undang nomor 23 Tahun 2002 Tentang
Perlindungan Anak, yang telah menjadi Undang-Undang nomor 35 Tahun
2014 yang di dalamnya menyebutkan bahwa yang disebut anak adalah
mereka yang berusia di bawah 18 tahun. Hal ini memperlihatkan bahwa
aturan mengenai perkawinan khususnya di Indramayu masih melegalkan
perkawinan anak yang terbukti telah menimbulkan berbagai permasalahan di
tingkat individu, keluarga, masyarakat, dan negara.
Koalisi Perempuan Indonesia (KPI) Kabupaten Indramayu merupakan
organisasi yang sangat perduli kepada penghapusan kekerasan terhadap
perempuan serta terus memerangi perkawinan anak. Melalui pendekatan-
pendekatan kepada orang tua dan anak usia 13-18 tahun, KPI memberikan
pemahaman, motivasi dan pengetahuan tentang dampak apa saja yang akan
timbul jika perkawinan anak masih terus terjadi. Koalisi Perempuan
Indonesia (KPI) wilayah Jawa Barat bersama 21 Lembaga dan Organisasi
dari Pemerintah dan Masyarakat Sipil membangun FORUM STOP
PERKAWINAN ANAK untuk terus melakukan upaya perubahan cara
pandang dan budaya masyarakat, sistem hukum yang bias gender, serta
melanggengkan Perkawinan Anak, yang mengakibatkan terjadinya kekerasan
terhadap perempuan dan anak.
Oleh karena itu, Koalisi Perempuan Indonesia (KPI) Kabupaten
Indramayu melakukan upaya perubahan cara pandang dan peraturan
perundang-undangan tersebut melalui kampanye dan sosialisasi di tahun 2017
dengan tema “STOP PERKAWINAN ANAK”. Program ini melibatkan
Pemerintah Nasional, Pemerintah Daerah, Tokoh Agama, para Akademis,
Organisasi Mayarakat, Media, Orang Tua/Keluarga, Remaja dan Anak.
Dalam upaya mengetahui situasi Koalisi Perempuan Indonesia (KPI)
Kabupaten Indramayu, penulis melakukan analisis SWOT sebagai berikut :
1) Strenght (Kekuatan)
a) Membina kerjasama yang kuat dengan lembaga pemerintah dan
masyarakat Indonesia.
b) Organisasi yang memiliki kekuatan untuk memperjuangkan hak-
hak perempuan dan anak-anak Indonesia.
c) Memiliki kerja nyata, ikhlas dan tulus mendampingi setiap
permasalahan perempuan dan anak terlihat dari jam terbang KPI
yang sudah sering mendampingi permasalahan-permasalahan
tersebut jadilah para anggota memiliki banyak pengetahuan
sehingga KPI banyak diundang untuk bekerja sama mendampingi
sampai menjadi motivator untuk perempuan dan anak-anak.
d) Semakin banyaknya dukungan secara langsung kepada KPI dan
banyak masyarakat serta para mahasiswa ikut serta bergabung
untuk memerangi perkawinan anak.
2) Weakness (Kelemahan)
a) Kurang aktifnya di media sosial membuat banyak masyarakat yang
masih belum mengetahui Koalisi Perempuan Indonesia dan apa
saja program-program yang dijalankan.
3) Opportunity (Peluang)
a) Pertemuan langsung antara KPI dengan lembaga pemerintah,
perangkat desa sampai masyarakat untuk membangun hubungan
baik dan membangun kerjasama dalam memberantas perkawinan
anak.
b) Terus memperjuangkan hak perempuan dan anak di Indonesia
menjadikan banyaknya bantuan atau kerjasama yang diberikan oleh
pihak-pihak yang perduli akan hak perempuan dan anak di
Indonesia.
c) Tersebarnya anggota Koalisi Perempuan Indonesia di setiap
wilayah, membuat KPI lebih tanggap dan cepat membantu sampai
mendampingi setiap permasalahan perempuan dan anak yang
terjadi di Indonesia.
4) Threats (Ancaman)
a) Semakin maraknya perkawinan anak selain di wilayah Jawa Barat.
b) Karena banyaknya program yang diselenggarakan KPI, inipun
menjadi tugas besar bersama saat sosialisasi tidak lagi
dilaksanakan yang ditakutkan masyarakat akan lupa dengan apa
yang telah disosialisasikan dan kembali pada budaya perkawinan
anak di Indramayu.
2. Tujuan
Informasi yang diperoleh menurut key informan Ibu Darwini selaku Ketua
KPI Wilayah Jawa Barat, tujuan diadakannya program sosialisasi “STOP
PERKAWINAN ANAK” yang dilaksanakan di Halaman Pendopo Kantor
Bupati Indramayu adalah sebagai berikut :
a. Membangun kesempatan tentang pentingnya penghapusan
perkawinan anak.
b. Membahas strategi dan membangun komitmen bersama untuk
membuat gerakan kampanye penghapusan perkawinan anak.
c. Menyampaikan informasi pentingnya peran serta semua pihak
dalam penghapusan perkawinan anak.
d. Mendorong lahirnya peraturan Perundangan yang mencegah dan
menghapuskan perkawinan anak.
3. Target Audience/Khalayak
Menurut informasi yang diperoleh dari Informan I yaitu Ibu Yuyun
Khoerunnisa, saat ini target Koalisi Perkawinan Anak di Kabupaten
Indramayu dalam kegiatan sosialisasi “STOP PERKAWINAN ANAK”
adalah sebagai berikut :
a. Lembaga pemerintahan seperti Dinas Pemberdayaan Perempuan
dan Perlindungan Anak (DP3A) Kab. Indramayu, Dinas
Kesehatan, Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga
Berencana, serta LSM.
b. Kedepannya Koalisi Perempuan Indonesia di Kabupaten
Indramayu sedang mengupayakan adanya Peraturan Daerah untuk
pembaruan batas usia perkawinan anak yang sebelumnya batas
minimal usia 16 tahun untuk perempuan dan 19 tahun untuk laki-
laki menjadi minimal 18 tahun untuk perempuan dan 21 tahun
untuk laki-laki.
c. Kepada masyarakat yang hadir, yang terdiri dari para remaja dan
orang tua/keluarga agar lebih terbuka pemikirannya tentang
dampak negatif perkawinan anak.
d. Pelajar atau mahasiswa yang berlokasi sekolah di Kabupaten
Indramayu agar terus melanjutkan cita-citanya dan terus perduli
mensosialisasikan STOP PERKAWINAN ANAK.
Keterangan di atas juga penulis peroleh dari hasil mengutip wawancara
dengan informan, sebagai berikut :
“Di wilayah Gunung Kidul Yogyakarta sudah ada Peraturan Daerah
tentang batas minimal perkawinan anak yaitu 18 tahun untuk perempuan dan
21 tahun untuk laki-laki. Terjadinya perkawinan anak juga bisa terjadi
mungkin karena tidak ada pengetahuan berapa minimal usia menikah. Kami
sedang mengupayakan ke Mahkamah Konstitusi untuk menaikkan batas
minimal usia menikah minimal perempuan 18 tahun dan laki-laki 21 tahun.”
4. Pesan
Pesan yang ingin disampaikan di dalam sosialisasi penghentian
perkawinan anak ini adalah sesuai dengan tema “STOP PERKAWINAN
ANAK” KPI sendiri berharap bahwasannya semoga setelah program itu
selesai, angka presentase korban perkawinan anak terdapat penurunan yang
signifikan dan tidak terjadi lagi sehingga menjadi suatu budaya yang buruk di
Indramayu. Serta sosialisasi ini dapat mendidik atau memotivasi masyarakat
untuk menolak adanya perkawinan anak untuk anak itu sendiri maupun
lingkungannya.
Selain itu, KPI mengajak masyarakat dan pelajar atau mahasiswa agar
berpartisipasi mensosialisasikan penghentian perkawinan anak kemudian
menyebarkan informasi yang telah didapatkan kepada keluarga dan
lingkungannya serta dapat membujuk masyarakat khususnya yang di desa
untuk bekerja sama menghentikan perkawinan pada usia anak.
Keterangan di atas penulis peroleh dari hasil mengutip wawancara dengan
informan sebagai berikut :
“Walaupun belum ada keberhasilan yang terlihat besar, tetapi setidaknya
ada pengaruh kecil yang mengubah pemikiran masyarakat desa yang masih
terbilang awam dan masyarakat mendukung adanya penghentian perkawinan
anak. Itulah yang masih terus KPI upayakan dengan dibantu semua kalangan
untuk terus mensosialisasikan agar turunnya presentase perkawinan anak di
Indramayu.”
5. Strategi dan Taktik
a. Strategi
Menurut informasi dari key informan, untuk mensosialisasikan
penghentian perkawinan anak di Kabupaten Indramayu KPI memiliki
strategi tentunya berawal dari pendekatan dahulu kepada orang tua,
masyarakat setempat, anak, sampai ke perangkat desa. Komitmen yang
terus dijaga KPI dengan perangkat desa sampai lembaga pemerintahan
agar berhasilnya upaya untuk menghentikan perkawinan anak.
Selain itu, salah satu strategi Koalisi Perempuan Indonesia adalah
dengan mengadakan program “STOP PERKAWINAN ANAK”, yang
diselenggarakan pada 18 November 2017 di Halaman Pendopo Kantor
Bupati Indramayu.
b. Taktik
Demi terselenggaranya program “STOP PERKAWINAN ANAK”
dapat berjalan dengan maksimal dan mencapai tujuannya, maka Humas
Koalisi Perempuan Indonesia (KPI) Kabupaten Indramayu menjalankan
beberapa taktik :
1) Memilih lokasi strategis di Halaman Pendopo Kantor Bupati
Indramayu yang lokasinya dekat dengan pusat kota Indramayu,
sekolah-sekolah, dan transportasi menuju lokasi yang mudah
dijangkau.
2) Melibatkan 1.000 tamu undangan yang berasal dari berbagai
kalangan dengan segmentasi pelajar atau mahasiswa, masyarakat
khususnya warga desa-desa setempat yang sebelumnya telah diberi
penyuluhan, Lembaga pemerintahan, sampai Bupati Indramyu.
3) Memanfaatkan media massa. Menurut informasi dari Ibu Yuyun
Khoerunnisa KPI tidak mengundang media, tetapi Kementerian
Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak mengundang 3
(tiga) media massa yaitu Radar Cirebon, Kompas TV, dan Metro
TV yang diharapkan dapat mempublikasikan penyelenggaraan
sosialisasi tersebut.
4) Mengundang tingkatan khalayak yang rentang terhadap
perkawinan anak seperti pelajar usia di bawah 18 tahun,
mahasiswa, sampai orangtua. Dimana sosialisasi tersebut akan
menjadi media sarana pengetahuan bersama tentang sebab-akibat
terjadinya melangsungkan perkawinan anak.
6. Media Publikasi
Menurut informasi dari informan I, Ibu Yuyun Khoerunnisa mengatakan
media publikasi yang digunakan untuk mendukung sosialisasi tersebut berupa
banner, x-banner, brosur, stiker, souvenir (pin, bendera, binder), audio visual
yaitu internet melalui web www.koalisiperempuan.or.id, media sosial seperti
facebook dan instagram.
7. Anggaran Kegiatan
Menurut Key informan Ibu Darwini, beliau menyatakan bahwa anggaran
yang dikeluarkan tidak bisa dipublikasikan kepada pihak luar.
Keterangan di atas penulis peroleh dari hasil mengutip wawancara dengan
key informan sebagai berikut :
“kalau anggaran dana kami tidak dapat mempublikasikan kepada pihak
luar karena Koalisi Perempuan Indonesia bekerjasama langsung dan
dibantu oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan
Anak Indonesia dimana dana tersebut dibantu dari pemerintahan yang
tidak dapat dipublikasikan kepada pihak luar.”
8. Kriteria Evaluasi
Untuk mengetahui apakah strategi Koalisi Perempuan Indonesia (KPI)
Kabupaten Indramayu dengan pihak-pihak lain yang peduli akan penghentian
perkawinan anak di Indonesia melalui Sosialisasi STOP PERKAWINAN
ANAK berjalan semestinya atau belum, maka dilakukan evaluasi terhadap
langkah-langkah yang diambil.
Kriteria keberhasilan Sosialisasi STOP PERKAWINAN ANAK ini adalah
semakin banyaknya pihak-pihak lain sampai masyarakat pun ikut perduli
terhadap penghentian perkawinan anak yang ada di Indonesia khususnya di
Indramayu agar tidak semakin meningkat setiap tahunnya, sehingga masa
depan anak-anak di Indonesia cerah dan dapat mengejar cita-citanya.
Kriteria Evaluasi program sosialisasi STOP PERKAWINAN ANAK yang
diselenggarakan oleh Koalisi Perempuan Indonesia Kabupaten Indramayu
dapat digambarkan sebagai berikut :
Tabel III.1
Kriteria Evaluasi Sosialisasi “Stop Perkawinan Anak”
Tujuan Program Indikator Keberhasilan
1. Mensosialisasikan
penghentian
perkawinan anak agar
generasi penerus
bangsa mendapatkan
prestasi yang
cemerlang di masa
depan, serta dapat
meneruskan cita-cita
Sosialisasi “STOP
PERKAWINAN
ANAK” pada tanggal
18 November 2017 di
Halaman Pendopo
Kantor Bupati
Indramayu Jawa Barat.
1. Sebanyak kurang
lebih 1.000 tamu dari
berbagai khalayak
mulai dari Lembaga
Pemerintahan,
pelajar atau
mahasiswa, forum
organisasi,
masyarakat umum
anak-anak di
Indramayu yang
tertunda.
2. Mendorong lahirnya
peraturan
Perundangan yang
mencegah dan
menghapuskan
perkawinan anak.
3. Menyampaikan
informasi pentingnya
peran serta semua
pihak dalam
penghapusan
perkawinan anak.
yang ikut serta dalam
sosialisasi “stop
perkawinan anak”.
2. Target mendapatkan
informasi tentang
bahaya
melangsungkan
perkawinan anak di
usia anak.
3. Terciptanya
kerjasama yang baik
antara masyarakat,
Pemerintah Daerah
Indramayu, dan KPI
Pusat ataupun KPI
Kabupaten
Indramayu.
4. Mendorong
masyarakat serta
pelajar ataupun
mahasiswa untuk
berperan aktif dalam
menghentikan
perkawinan anak.
Sumber: Hasil wawancara dengan narasumber Ketua KPI Wilayah Jawa Barat
3.2.2. Pelaksanaan
Menurut informasi dari informan I Ibu Yuyun Khoerunnisa, sebelum
pelaksanaan kegiatan sosialisasi ini tahapan-tahapan awal yang selama 1 (satu)
tahun ini beliau dan tim KPI Wilayah Indramayu lakukan adalah datang langsung
mensosialisasikan dengan menjalin hubungan baik terlebih dahulu kepada
perangkat desa sampai masyarakat desa, membangun jaringan dengan
stakeholder-stakeholder, mengajak para karangtaruna setempat untuk saling
membantu memberi pemahaman-pemahaman ke desa-desa, serta tentunya
membuat komitmen terlebih dahulu bagaimana dan upaya apasaja untuk
menghentikan perkawinan anak. Karena, sebelum melangkah membuat sebuah
peraturan di desa KPI bersama para stakeholder harus memiliki komitmen.
Seiring berjalannya waktu, anggota-anggota yang tergabung di KPI semakin
bertambah di setiap desa serta meluasnya jaringan-jaringan dan banyak pihak
yang mendukung kegiatan tersebut. Hal itu memberikan kemudahan KPI Wilayah
Indramayu untuk membuat program sosialisasi “STOP PERKAWINAN ANAK”.
Awal dilakukannya kegiatan sosialisasi berlokasi di 3 desa di Indramyu,
yaitu Desa Krasak Kec. Jatibarang, Desa Gelarmendala Kec. Balongan, Desa
Cibeber Kec. Sukagumiwang. Selanjutnya, program ini terus dilakukan oleh KPI
Indramayu selama setahun belakangan ini. Pada November 2017 lalu program
STOP PERKAWINAN ANAK diselenggarakan di SMKN 1 Indramayu pada 13
November 2017, 15 November 2017 berlokasi di MTs dan SMK Ma’arif Langut
Lohbener Indramayu, 16 November 2017 berlokasi di SMP NU Karanganyar, dan
puncak kegiatan sosialisasi STOP PERKAWINAN ANAK berlangsung pada 18
Novemeber 2017 berlokasi di Halaman Pendopo Kantor Bupati Indramayu.
Banyaknya pihak yang mendukung serta berpartisipasi untuk bekerja sama
melangsungkan program tersebut diantaranya Dinas Pemberdayaan Perempuan
dan Perlindungan Anak (DP3A) Kab. Indramayu, Dinas Kesehatan, Dinas
Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana, serta LSM. Kemudian dari hal
tersebut, Ibu Darwini selaku Ketua KPI Wilayah Jawa Barat telah membuat
beberapa jadwal termasuk anggota dan koordinator dalam kegiatan sosialisasi
tersebut. Kegiatan sosialisasi dipertanggung jawabkan kepada Ibu Yuyun
Khoerunnisa selaku sebagai ketua penyelenggara dan dibantu anggota yang lain
sebagai bentuk partisipasi mereka. Selanjutnya, dari jadwal yang telah dibentuk
sebelum acara berlangsung dilaksanakan diskusi diantara tim yang akan dituju
dengan merumuskan perlengkapan dan persiapan apa saja untuk program tersebut.
Tentunya program ini didukung penuh oleh Bupati Indramayu sendiri yaitu Hj.
Anna Sophanah dan beliau menyarankan lokasi yang diambil untuk kegiatan
tersebut di Pendopo Kantor Bupati Indramayu. Kegiatan sosialisasi ini menjadi
media sarana pengetahuan bersama tentang apa saja dampak negatif yang timbul
jika terjadinya perkawinan anak, dan mendorong lahirnya peraturan Perundangan
yang mencegah dan menghapuskan perkawinan anak.
Berikut rangkuman pelaksanaan sosialisasi “STOP PERKAWINAN ANAK” :
TABEL III.2 SUSUNAN ACARA
“KAMPANYE & DEKLARASI STOP PERKAWINAN ANAK
Waktu Kegiatan Penanggung Jawab 08.00 – 08.45 Long March dari Kantor
Dinas PPPA ke Halaman Pendopo KPPPA
Panitia
08.45 – 09.00 Tari Topeng Panitia 09.00 -09.15 Menyanyikan Lagu Indonesia
Raya Dan Doa Pembukaan
Panitia
09.15 – 09.25 Laporan Panitia Darwinih 09.25 – 09.40 Sambutan Bupati Indramayu
selaku Tuan Rumah Kegiatan MC
09.40 – 09.55 Sambutan Gubernur sekaligus Membuka Kegiatan
MC
09.55-10.15 Tari Tradisional MC
10.15-10.25 Testimony Korban Perkawinan Anak
MC
10.25 – 10.35 Testimony Forum Anak MC 10.35 – 10. 40 Testimony Guru MC 10.40 – 10. 45 Testimony Orang Tua MC 10.45 – 10.50 Pembacaan Puisi & Musik MC 10.50 – 11.15 Komitmen Organisasi
masyarakat Stop Perkawinan Anak
PKBI, Fatayat NU, Muslimat NU, Aisiyah, PKK, Forum Masyarakat Madani, Organisasi Kemahasiswaan dll
11.15. – 11.45 Komitmen Kepala Desa dan Tokoh Agama
MC
11.45 – 11.50 Sambutan Tokoh Stop Perkawinan Anak Nasional
( Zumrotin, Dian Kartikasari)
11.50 – 12.10 Sambutan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Pencanangan Gerakan Bersama STOP Perkawinan Anak di Jawa Barat
12.10 – 12.30 Deklarasi Gerakan Bersama Stop Perkawinan Anak
12.30 – 12.40 Tari Penutupan 12.40 – 12.45 Doa Penutup 12.45 – 12.55 Menyanyikan Lagu Padamu
Negeri
Sumber : Term of Reference (TOR) Sosialisasi STOP PERKAWINAN ANAK 3.2.3. Evaluasi
Berdasarkan informasi dari Informan I, Ibu Yuyun mengatakan
keberhasilan dalam kegiatan sosialisasi ini dapat dilihat dari banyaknya jumlah
tamu undangan yang hadir pada kegiatan beberapa waktu lalu. Terdapat 1.000
tamu undangan yang hadir pada kegiatan tersebut yang terdiri dari berbagai
khalayak. Berikut dokumentasi peserta dan tamu undangan yang ikut serta
penandatanganan petisi sebanyak 1.000 orang.
Sumber : Dokumentasi Pribadi
Gambar III.2 Tanda tangan Petisi STOP PERKAWINAN ANAK
Beliau menambahkan bahwa dari hasil tanya jawab dengan para tamu
yang terdiri dari Lembaga Pemerintahan, khalayak pelajar atau mahasiswa,
keluarga, staff, dan para masyarakat menunjukkan komentar positif, baik dan
sudah memenuhi keingintahuan masyarakat dan seluruh tamu akan informasi
bahaya dari perkawinan anak dan para pengunjung mendukung kegiatan
sosialisasi tersebut.
Sedangkan menurut informan II yaitu Noviani selaku salah satu
perwakilan masyarakat yang diwawancarai pada kegiatan tersebut menyatakan
selain memberikan sosialisasi tentang program tersebut, program sosialisasi juga
memberikan edukasi seputar bahaya apa saja yang terjadi akibat melangsungkan
perkawinan anak, dan informasi yang disampaikan pun pesannya dapat diterima
oleh masyarakat yang hadir.
3.3 Kendala dan Pemecahan
1. Kendala
Tentu banyaknya kendala yang dihadapi KPI selama 1 (satu) tahun
mensosialisasikan program tersebut. Diantaranya yaitu dari sumber daya
manusia tidak semua desa di Indramayu sudah terbuka pemikirannya tentang
dampak negatif ataupun bahaya apa saja yang akan terjadi pada perkawinan
anak. Menurut Ibu Enis, mereka masih berfikiran “daripada hamil duluan”,
menghindari zinah, tidak adanya biaya untuk sekolah membuat mereka semakin
dekat dengan pergaulan bebas, faktor lingkungan, keluarga yang mendukung
perkawinan anak, dll. Kendala lainnya menurut informan I, Ibu Yuyun
menyampaikan kurangnya komunikasi dan keterlibatan pihak berwenang
membuat kegiatan tersebut hampir saja kurang kondusif. Namun, tetap tidak
menghalangi berlangsungnya kegiatan tersebut.
Selain itu kendala yang dialami menurut Ibu Darwini selaku ketua KPI
Wilayah Jawa Barat, ternayata di lingkungan rumah bahkan keluarga kurang
adanya edukasi mengenai perkawinan anak dan dukungan utama melangsungkan
menikah di usia anak pun muncul didukung penuh dari orang tua, keluarga dan
lingkungan.
2. Pemecahan
Di dalam kegiatan sosialisasi ini, pemecahan dari kendala yang ada adalah
KPI mensiasati dengan terus mengedukasi, memberikan bimbingan,
menyampaikan informasi, dan motivasi-motivasi yang diberikan langsung
kepada masyarakat khususnya di desa, sekolah-sekolah, remaja yang rentan
melangsungkan perkawinan anak, hingga lingkungan yang masih sangat awam
tentang bahaya melangsungkan perkawinan anak. Karena menurut Ibu Enis
selaku informan I, kegiatan ini yang terpenting KPI nyata dan tulus ingin
menyampaikan isi pesan yang sangat luas cakupannya.
Disamping terus mensosialisasikan dan mengedukasi, KPI juga turut
mengajak dan mengundang korban dari perkawinan anak sebagai narasumber
dan berbagi pengalaman kepada masyarakat dan para remaja bahwa perkawinan
anak memiliki lebih banyak dampak buruk bagi psikologis sampai kesehatan
dibandingkan manfaat positif itu sendiri.
Selain itu, KPI terus bekerjasama dengan pihak-pihak sekolah yang ada di
wilayah Indramayu untuk terus mensosialisasikan program STOP
PERKAWINAN ANAK. Maka dari itu, berawal dari sarana pendidikan KPI
berharap edukasi terus dapat disampaikan oleh pihak-pihak sekolah mengingat
usia rentan perkawinan anak adalah masih pada usia wajib belajar 12 tahun yaitu
dibawah usia 18 tahun.