bab ii tinjauan pustaka - umprepository.ump.ac.id/8768/3/bab ii.pdf · adalah ketergantungan...

13
3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hasil Penelitian Terdahulu Pada penelitian terdahulu telah dilakukan analisis untuk penetapan kadar tiamin hidroklorida dengan menggunakan metode KCKT. Pada metode ini standar tiamin yang digunakan yaitu 30 ppm. Prosedur pengerjaanya yaitu sampel dilarutkan dan diencerkan dengan larutan buffer fosfat. Fase gerak yang digunakan yaitu campuran buffer fosfat dan metanol (55:45) dengan laju air 0,5 μl per menit. Kolom yang digunakan yaitu okta desil silena (ODS)/C18, dan detektor yang digunakan yaitu detektor UV-Vis dengan panjang gelombang 254 nm. Dengan membandingkan luas daerah sampel dengan standar, didapatkan jumlah tiamin dalam tablet sebesar 22,30 mg/tablet (Pandit et al.,2016). Namun metode KCKT memiliki keterbatasan untuk identifikasi senyawa jika tidak memiliki standar dan jika tidak dihubungkan dengan spektrometer massa (MS). Jika sampel sangat kompleks maka sulit diperoleh resolusi yang baik (Gandjar dan Rohman, 2007). Selain KCKT, metode analisis yang pernah digunakan untuk menetapkan kadar tiamin yaitu spektrofotometri visibel. Penetapan kadar tiamin telah dilakukan dengan menggunakan sampel kacang kedelai dan tempe. Hasil kadar tiamin yang diperoleh pada kacang kedelai lebih tinggi dibandingkan kadar tiamin pada tempe (Fauziah et al., 2016). Namun pada metode spektrofotometri visibel memiliki keterbatasan karena metode ini juga kurang selektif untuk menghasilkan absorbansi karena hampir semua senyawa yang memiliki kromofor dapat diserap oleh spektrofotometri visibel sehingga absorbansi yang dihasilkan kurang selektif (Gandjar dan Rohman, 2007). Metode alkalimetri juga pernah dilakukan untuk melakukan penetapan kadar tiamin dengan menggunakan sampel susu kacang hijau dan susu sapi. (Purwanti et al., 2013). Namun kelemahan dari metode ini yaitu sensitifitasnya yang rendah dan hasil kurang spesifik (Gandjar dan Rohman, 2007). Validasi Metode Analisis…, Rizka Nabilah, Fakultas Farmasi, UMP, 2018

Upload: others

Post on 18-Oct-2020

5 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - UMPrepository.ump.ac.id/8768/3/BAB II.pdf · adalah ketergantungan intensitas emisi, diukur pada p. anjang gelombang emisi tunggal, setelah dipindai panjang

3

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Hasil Penelitian Terdahulu

Pada penelitian terdahulu telah dilakukan analisis untuk penetapan

kadar tiamin hidroklorida dengan menggunakan metode KCKT. Pada metode

ini standar tiamin yang digunakan yaitu 30 ppm. Prosedur pengerjaanya yaitu

sampel dilarutkan dan diencerkan dengan larutan buffer fosfat. Fase gerak

yang digunakan yaitu campuran buffer fosfat dan metanol (55:45) dengan laju

air 0,5 µl per menit. Kolom yang digunakan yaitu okta desil silena

(ODS)/C18, dan detektor yang digunakan yaitu detektor UV-Vis dengan

panjang gelombang 254 nm. Dengan membandingkan luas daerah sampel

dengan standar, didapatkan jumlah tiamin dalam tablet sebesar 22,30

mg/tablet (Pandit et al.,2016). Namun metode KCKT memiliki keterbatasan

untuk identifikasi senyawa jika tidak memiliki standar dan jika tidak

dihubungkan dengan spektrometer massa (MS). Jika sampel sangat kompleks

maka sulit diperoleh resolusi yang baik (Gandjar dan Rohman, 2007).

Selain KCKT, metode analisis yang pernah digunakan untuk

menetapkan kadar tiamin yaitu spektrofotometri visibel. Penetapan kadar

tiamin telah dilakukan dengan menggunakan sampel kacang kedelai dan

tempe. Hasil kadar tiamin yang diperoleh pada kacang kedelai lebih tinggi

dibandingkan kadar tiamin pada tempe (Fauziah et al., 2016). Namun pada

metode spektrofotometri visibel memiliki keterbatasan karena metode ini juga

kurang selektif untuk menghasilkan absorbansi karena hampir semua

senyawa yang memiliki kromofor dapat diserap oleh spektrofotometri visibel

sehingga absorbansi yang dihasilkan kurang selektif (Gandjar dan Rohman,

2007).

Metode alkalimetri juga pernah dilakukan untuk melakukan penetapan

kadar tiamin dengan menggunakan sampel susu kacang hijau dan susu sapi.

(Purwanti et al., 2013). Namun kelemahan dari metode ini yaitu

sensitifitasnya yang rendah dan hasil kurang spesifik (Gandjar dan Rohman,

2007).

Validasi Metode Analisis…, Rizka Nabilah, Fakultas Farmasi, UMP, 2018

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - UMPrepository.ump.ac.id/8768/3/BAB II.pdf · adalah ketergantungan intensitas emisi, diukur pada p. anjang gelombang emisi tunggal, setelah dipindai panjang

4

Pada penelitian Ryan dan Ingle (1980) kadar tiamin pada sediaan

vitamin tablet dianalisis dengan spektrofluorometer dengan mereaksikan

tiamin dengan HgCl2 dan terbentuk senyawa tiokrom yang dapat

berfluoresensi. Tiamin dianalisis dengan panjang gelombang eksitasi 365 nm

dan emisi 444 nm pada konsentrasi 0,313; 0,625; 1,25; dan 2,5 ppm.

B. Landasan Teori

1. Tiamin Hidroklorida

Tiamin tersusun dari pirimidin tersubsitusi yang berhubungan

dengan jembatan metilen dengan tiazol tersubsitusi. Bentuk aktif dari

tiamin yaitu tiamin difosfat. Reaksi konversi tiamin menjadi tiamin

difosfat tergantung oleh enzim tiamin difosfotransferase dan ATP yang

dapat ditemui di dalam otak dan hati.Tiamin difosfat memiliki fungsi

sebagai koenzim dalam sejumlah reaksi enzimatik dengan mengalihkan

unit aldehida yang telah diaktifkan pada reaksi dekarboksilasi oksidatif

dan reaksi transketolase (misalnya dalam lintasan pentosa fosfat) (Triana,

2006).

Semua reaksi ini terhambat jika terjadi defisiensi tiamin. Tiamin

difosfat menghasilkan karbon reaktif pada tiazol yang membentuk

karbanion, yang kemudian ditambahkan secara bebas kepada gugus

karbonil, misalnya piruvat. Kemudian senyawa adisi mengalami

dekarboksilasi dengan membebaskan CO2. Reaksi ini terjadi pada suatu

kompleks multienzim yang dikenal sebagai kompleks piruvat

dehidrogenase. Dekarboksilasi oksidatif á - ketoglutarat menjadi suksinil

ko-A dan CO2 dikatalisis oleh suatu kompleks enzim yang memiliki

struktur yang serupa struktur kompleks piruvat dehidrogenase (Triana,

2006).

Tiamin hidroklorida mengandung tidak kurang dari 98% dan

tidak lebih dari 102% dengan rumus kimia C12H17CIN4OS,HCl. Tiamin

berupa hablur kecil atau serbuk hablur, putih, bau khas lemah mirip ragi

dan memiliki rasa yang pahit. Senyawa ini mudah larut dalam air, sukar

larut dalam etanol (95%) praktis tidak larut dalam eter p dan dalam

Validasi Metode Analisis…, Rizka Nabilah, Fakultas Farmasi, UMP, 2018

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - UMPrepository.ump.ac.id/8768/3/BAB II.pdf · adalah ketergantungan intensitas emisi, diukur pada p. anjang gelombang emisi tunggal, setelah dipindai panjang

5

benzene p dan larut dalam gliserol p. Tiamin memiliki keasaman pH 2,7-

3,4. Tiamin stabil disimpan pada wadah tertutup baik, dan terlindung dari

cahaya. Khasiat dan penggunaan dari tiamin yaitu sebagai antineuritikum

dan untuk memenuhi kebutuhan vitamin B kompleks (Depkes RI, 1979).

Ryan dan Ingle (1980) menyatakan bahwa senyawa tiamin dapat

dianalisis dengan menggunakan metode spektrofluorometri. Metode

spektrofluorometri adalah metode yang dapat menganalisis senyawa

berdasarkan dari interaksi eksitasi dan emisinya. Senyawa yang dapat

mengalami emisi yaitu senyawa yang luminesense.

Gambar 2.1. Struktur tiamin hidroklorida (Depkes RI, 1995)

2. Spektrofluorometri

Spektrofotometri fluoresensi merupakan suatu metode yang

menggunakan pengukuran intensitas cahaya fluoresensi dengan

membandingkan intensitas cahaya fluoresensi yang dipancarkan oleh zat

uji dan oleh suatu baku pembanding tertentu. Spektrofluorometer adalah

instrumen yang memanfaatkan sifat fluoresen dari beberapa senyawa yang

berfluoresensi untuk memberikan informasi mengenai konsentrasi dan

lingkungan kimia dalam sampel. Panjang gelombang eksitasi tertentu

dipilih untuk mendapatkan panjang gelombang emisi. Setelah dapat satu

panjang gelombang emisi yang baik maka emisi dapat teramati dengan

baik pada panjang gelombang tersebut. Sehingga dapat didapatkan

intensitas panjang gelombang eksitasi versus emisi yang dapat disebut

dengan spektrum emisi (Lakowicz, 2006).

Pada spektrofluorometer, spektrum eksitasi dan spektrum emisi

dapat direkam keduanya karena memiliki dua detektor. Spektrum emisi

adalah distribusi panjang gelombang dari suatu emisi yang diukur pada

Validasi Metode Analisis…, Rizka Nabilah, Fakultas Farmasi, UMP, 2018

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - UMPrepository.ump.ac.id/8768/3/BAB II.pdf · adalah ketergantungan intensitas emisi, diukur pada p. anjang gelombang emisi tunggal, setelah dipindai panjang

6

panjang gelombang eksitasi konstan tunggal. Sebaliknya, sebuah spektrum

eksitasi adalah ketergantungan intensitas emisi, diukur pada panjang

gelombang emisi tunggal, setelah dipindai panjang gelombang dari

eksitasi. Spektrum semacam itu dapat disajikan pada skala panjang

gelombang atau skala wavenumber. Cahaya energi yang diberikan dapat

digambarkan dalam istilah panjang gelombangnya (λ), frekuensi (ν), atau

wavenumber (Lakowicz, 2006).

Pada umumnya emisi hanya dapat dilakukan oleh molekul-molekul

yang bersifat luminesense. Namun pada senyawa yang nonluminense

dapat berfluoresensi apabila direaksikan oleh senyawa tertentu yang dapat

menghasilkan senyawa luminense. Cahaya yang diemisikan oleh larutan

berfluoresensi mempunyai intensitas maksimum pada panjang gelombang

yang biasanya 20 nm hingga 30 nm lebih panjang dari panjang gelombang

radiasi eksitasi (gelombang pita penyerapan sinar yang

membangkitkannya). Instrumentasi Pengukuran intensitas fluoresensi

dapat dilakukan dengan suatu fluorometer filter sederhana. Instrumen yang

dipergunakan bermacam-macam mulai dari yang paling sederhana (filter

fluorometer) sampai ke yang sangat kompleks yaitu spektrofotometer

(Mulja dan Suharman, 1995). Fluoresensi adalah energi yang dihasilkan

dari emisi. Fluoresensi berbeda dengan fosforesensi. Fluoresensi memiliki

waktu hidup yang lebih singkat dibanding dengan fosforisensi, karena

fluoresensi dapat dihentikan apabila cahaya fluorosensi dipadamkan

(Lakowicz, 2006).

Validasi Metode Analisis…, Rizka Nabilah, Fakultas Farmasi, UMP, 2018

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - UMPrepository.ump.ac.id/8768/3/BAB II.pdf · adalah ketergantungan intensitas emisi, diukur pada p. anjang gelombang emisi tunggal, setelah dipindai panjang

7

a. Diagram analisis spektrofluorometer

Gambar 2.2. Diagram Jablonski (Lakowicz, 2006)

Molekul diberikan energi sehingga molekul menghasilkan

interaksi. Elektron yang berada pada keadaan groundstate berada pada

kondisi energi yang rendah, lalu energi mengalami eksitasi. Eksitasi

pertama energi berada pada singlet. Setelah eksitasi pertama, maka

energi mengalami vibrasi relaksasi dan setelah itu kembali ke posisi

vibrasi paling rendah dari kondisi tereksitasi. Sehingga energi berada

pada posisi level paling bawah dan melepaskan energi panas. Kemudian

elektron berpindah ke bawah sambil mengemisiskan fluoresensi

sehingga membentuk pola spektrum absorbsi dengan spektrum

fluoresensi seperti bayangan cermin yang memiliki pola yang sama,

namun pada panjang gelombang tidak sama. Panjang gelombang akan

bergeser ke arah yang lebih tinggi akibat dari vibrasi relaksasi yang

membuat energi ada yang terlepas. Karena adanya energi yang terlepas,

maka panjang gelombang bergeser ke arah yang lebih besar. Pada saat

ini energi memiliki kesempatan untuk membalikkan spinnya dan

membuat posisi Intersystem Crossing (ICS) dan kemudian melepaskan

cahaya dalam bentuk fosforisensi. Pada spektrofluoremeter, proses yang

Validasi Metode Analisis…, Rizka Nabilah, Fakultas Farmasi, UMP, 2018

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - UMPrepository.ump.ac.id/8768/3/BAB II.pdf · adalah ketergantungan intensitas emisi, diukur pada p. anjang gelombang emisi tunggal, setelah dipindai panjang

8

terjadi di dalamnya bersifat sejalan. Sehingga terdapat quantum yield

fluoresensi yang merupakan ukuran keefektifan senyawa yang diuji

untuk menghasilkan fluoresensi (Lakowicz, 2006).

Perbedaan fluoresensi dengan spektrofotometri yaitu pada

kepekaannya. Kepekaan analisis pada spektrofluorimetri dapat

dipertinggi dengan menaikkan intensitas sumber cahaya sedangkan

pada analisis spektrofluorimetri lebih selektif dan lebih sensitif (Mulja

dan Suharman, 1995).

Prosedur analisis, yaitu mula-mula membuat kurva kalibrasi

(grafik hubungan fluoresensi dengan konsentrasi). Tahap selanjutnya

adalah mengukur intensitas fluoresensi dari senyawa yang diuji, lalu

membaca konsentrasi dari kurva kalibrasi tersebut. Selama pengukuran,

kondisi percobaan harus dijaga agar tetap konstan. Jika ada pengotoran

maka dapat menurunkan efisiensi dari fluoresensi sehingga dapat

mengurangi sensifitas (quenching). Analisis campuran dilakukan

dengan memilih radiasi eksitasi pada panjang gelombang yang berbeda

pada masing-masing komponen campuran yang diuji tersebut

berfluoresensi (Mulja dan Suharman, 1995).

Menurut Mulja dan Suharman (1995), hal-hal yang diperhatikan

dalam analisis kuantitatif spektroflurometri yaitu konsentrasi yang

diperlukan yaitu larutan yang 10-100 kali lebih encer daripada analisis

spektrofotometri dan radiasi eksitasi memerlukan cahaya

monokromatik yang esensial karena intensitas berubah-ubah sesuai

dengan panjang gelombang.

Beberapa kesalahan sering terjadi pada fluorometer dan

fosforimeter. Beberapa kesalahan yang sering terjadi antara lain

efisiensi kuantum proses pendar-cahaya harus reprodusibel. Jika

efisiensi kuantum berkurang akan menyebabkan fenomena quenching.

Atom-atom berat dan jenis-jenis paramagnetik mempengaruhi ISC.

Penyilangan antarsistem dan efisiensi kuantum terutama pada

fluorometer seperti sifat paramagnetik O2 dapat menyebabkan

quenching. Suatu pergeseran atau perubahan intensitas sumber cahaya

Validasi Metode Analisis…, Rizka Nabilah, Fakultas Farmasi, UMP, 2018

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - UMPrepository.ump.ac.id/8768/3/BAB II.pdf · adalah ketergantungan intensitas emisi, diukur pada p. anjang gelombang emisi tunggal, setelah dipindai panjang

9

dan posisi sel dapat menyebabkan kesalahan pengukuran, demikian

juga efek yang dikenal dengan inner filter yang diakibatkan dari

perbedaan intensitas pendar. Fluor pada sisi kanan dan sisi kiri kuvet,

juga akan membuat kesalahan pengukuran (Mulja dan Suharman,

1995).

Kelebihan dari spektrofluorometri adalah filter fluorometer bisa

sangat sensitif, jadi sangat cocok untuk penelitian ilmiah yang

tepat. Saringan optik relatif murah dan mudah untuk berubah, jadi

fluorometer filter biasanya digunakan dalam aplikasi eksperimental

untuk pengukuran senyawa yang berbeda secara berulang kali

(Lakowicz, 2006).

b. Komponen-komponen utama dari instrumen fluorometer

Gambar 2.3. Instrumen fluorometer (Lakowicz, 2008)

1) Sumber energi eksitasi

Banyak terdapat pada sumber radiasi seperti lampu merkuri

yangrelatif stabil dan memancarkan energi terutama pada panjang

gelombang diskret. Selain itu lampu tungsten juga dapat

Validasi Metode Analisis…, Rizka Nabilah, Fakultas Farmasi, UMP, 2018

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - UMPrepository.ump.ac.id/8768/3/BAB II.pdf · adalah ketergantungan intensitas emisi, diukur pada p. anjang gelombang emisi tunggal, setelah dipindai panjang

10

memberikan energi kontinyu di daerah tampak. Sedangkan lampu

pancar xenon bertekanan tinggi seringkali digunakan pada

spektrofluorometer karena lampu tersebut dapat digunakan sebagai

sumber cahaya (energi) dengan intensitas yang tinggi dan

menghasilkan energi kontinyu dengan intensitas tinggi dari

ultraviolet sampai inframerah. Pada filter fluorometer (fluorimeter)

lampu uap raksa digunakan sebagai sumber cahaya dan filter

digunakan untuk menyeleksi energi eksitasi yang dihasilkan. Pada

spektrofluorimeter biasanya digunakan lampu xenon (150 W) yang

memancarkan spektrum kontinyu dengan panjang gelombang 200-

800 nm. Energi eksitasi diseleksi dengan filter monokromator

eksitasi ( grating ) (Mulja dan Suharman, 1995).

2) Kuvet

Untuk sampel sel spesimen yang digunakan dalam pengukuran

fluoresensi dapat berupa tabung bulat atau sel empat persegi panjang

(kuvet), sama seperti yang digunakan pada spektrofotometri serapan,

namun pada kuvet spektrofluorometri keempat sisinya tidak ada

yang buram. Ukuran spesimen uji yang sesuai adalah 2 ml sampai 3

ml, tetapi beberapa instrumen dapat disesuaikan dengan sel-sel kecil

yang memuat 100 μl hingga 300 μl atau dengan pipa kapiler yang

hanya memerlukan jumlah spesimen yang kecil. Pada

spektrofluorometri sampel spesimen yang diuji dapat dalam level

sangat rendah yaitu ppb (parts per billion). Maka tidak perlu

mengukur pada sampel yang pekat. Karena jika terlalu pekat maka

akan susah untuk dianalisis (Mulja dan Suharman, 1995).

3) Detektor

Pada umumnya fluorometer menggunakan tabung-tabung

fotomultiplier sebagai detektor. Detektor yang biasa digunakan yaitu

fotomultiplier tube atau thermocouple. Pada umumnya, detektor

ditempatkan di atas sebuah poros dengan sudut 90o

terhadap berkas

Validasi Metode Analisis…, Rizka Nabilah, Fakultas Farmasi, UMP, 2018

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - UMPrepository.ump.ac.id/8768/3/BAB II.pdf · adalah ketergantungan intensitas emisi, diukur pada p. anjang gelombang emisi tunggal, setelah dipindai panjang

11

eksitasinya. Geometri sudut siku ini dapat membuat radiasi eksitasi

menembus ke spesimen uji tanpa mengkontaminasi sinyal luaran

yang diterima oleh detektor fluoresensi. Akan tetapi hal ini

memungkinkan detektor dapat menerima sejumlah radiasi eksitasi

yang diakibatkan dari sifat larutan itu sendiri yang dapat

menghamburkan cahaya dan jika terdapat debu atau padatan lainnya.

Untuk menghindari hamburan ini, maka digunakan instrument yang

bernama filter (Mulja dan Suharman, 1995).

4) Filter

Pada spektrofluorometri terdapat dua filter yaitu untuk

menyeleksi panjang gelombang dari eksitasi dan menyeleksi panjang

gelombang dari emisi. Fluorometer filter pertama hanya meneruskan

cahaya ultraviolet dari sumber cahaya yaitu radiasi dengan panjang

gelombang yang cocok untuk eksitasi spesimen uji. Filter kedua

meloloskan hanya panjang gelombang yang sesuai dengan

fluoresensi maksimum dari zat yang diperiksa dan menahan setiap

cahaya eksitasi yang terhambur. Jenis filter kedua ini biasanya yang

menahan panjang gelombang pendek (Mulja dan Suharman, 1995).

Persoalan yang dihadapi pada pemilihan filter yaitu panjang

gelombang yang lebih panjang yang diteruskan oleh filter pertama

juga lolos pada daerah panjang gelombang yang lebih pendek dari

filter kedua, sehingga menghasilkan blanko yang tinggi. Disamping

itu sukar untuk mendapatkan filter dengan panjang gelombang yang

cocok dengan radiasi eksitasi karakteristik untuk sampel.

Spektrofluorimeter menggunakan sepasang monokromator (grating)

untuk menyeleksi radiasi eksitasi dan emisi yang lebih akurat

(memberikan kepekaan yang tinggi) sehingga permasalahan tersebut

dapat diatasi (Mulja dan Suharman, 1995).

Monokromator pertama mendispersikan cahaya dari sumber

cahaya sehingga menghasilkan radiasi eksitasi yang monokromatis.

Sampel yang tereksitasi kemudian berfluoresensi sehingga

Validasi Metode Analisis…, Rizka Nabilah, Fakultas Farmasi, UMP, 2018

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - UMPrepository.ump.ac.id/8768/3/BAB II.pdf · adalah ketergantungan intensitas emisi, diukur pada p. anjang gelombang emisi tunggal, setelah dipindai panjang

12

merupakan sumber cahaya bagi monokromator kedua. Dengan alat

ini dapat dibuat spekrum eksitasi maupun emisi (Mulja dan

Suharman, 1995).

c. Analisa kuantitatif

Menurut Mulja dan Suharman (1995) pada larutan dengan

konsentrasi tinggi, sebagian besar cahaya diserap lapisan larutan yang

paling dulu kontak dengan radiasi eksitasi, sehingga fluoresensi hanya

terjadi pada bagian yang menyerap cahaya tersebut.

3. Metode Validasi

a. Pengertian validasi

Validasi metode analisis merupakan tindakan penilaian terhadap

parameter tertentu, berdasarkan percobaan laboratorium, untuk

membuktikan bahwa parameter tersebut memenuhi persyaratan untuk

penggunaannya. Validasi metode digunakan sebagai tolak ukur untuk

perhitungan selanjutnya dalam suatu penelitian, karena validasi metode

merupakan bukti yang objektif bahwa suatu metode telah memiliki

validitas dengan tingkat kecermatan dan ketelitian yang baik (Harmita,

2004).

b. Parameter validasi kuantitatif

1) Batas deteksi (LOD)

Batas deteksi (LOD) merupakan jumlah terkecil analit dalam

sampel yang dapat dideteksi yang masih memberikan respon

signifikan dibandingkan dengan blanko. Batas deteksi dilakukan

sebagai parameter uji batas dalam suatu analisis. Batas kuantitasi

(LOQ) merupakan parameter pada analisis renik dan diartikan sebagai

kuantitas terkecil analit dalam sampel yang masih dapat memenuhi

kriteria cermat dan seksama (Harmita, 2004).

Penentuan batas deteksi suatu metode berbeda-beda tergantung

pada metode analisis itu menggunakan instrumen atau tidak. Pada

Validasi Metode Analisis…, Rizka Nabilah, Fakultas Farmasi, UMP, 2018

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - UMPrepository.ump.ac.id/8768/3/BAB II.pdf · adalah ketergantungan intensitas emisi, diukur pada p. anjang gelombang emisi tunggal, setelah dipindai panjang

13

analisis yang tidak menggunakan instrumen batas tersebut ditentukan

dengan mendeteksi analit dalam sampel pada pengenceran bertingkat.

Sedangkan pada analisis instrumen batas deteksi dapat dihitung

dengan mengukur respon blanko beberapa kali lalu dihitung

simpangan baku respon blanko dan formula di bawah ini dapat

digunakan untuk perhitungan. Batas deteksi dan kuantitasi dapat

dihitung secara statistik melalui garis regresi linier dari kurva

kalibrasi. Nilai pengukuran akan sama dengan nilai b pada persamaan

garis linier y = a + bx, sedangkan simpangan baku blanko sama

dengan simpangan baku residual (Sy/x) (Harmita, 2004).

2) Presisi

Presisi merupakan ukuran yang menunjukkan derajat kesesuaian

antara hasil uji individual, diukur melalui penyebaran hasil individual

dari rata-rata. Prosedur diterapkan secara berulang pada sampel-

sampel yang diambil dari campuran yang homogen. Keseksamaan

diukur sebagai simpangan baku atau simpangan baku relatif (koefisien

variasi). Keseksamaan dapat dinyatakan sebagai keterulangan

(repeatability) atau ketertiruan (reproducibility). Keterulangan adalah

keseksamaan metode jika dilakukan berulang kali oleh analis yang

sama pada kondisi sama dan dalam interval waktu yang pendek.

Ketertiruan dapat juga dilakukan dalam laboratorium yang sama

dengan menggunakan peralatan, pereaksi, dan analis yang berbeda

Pada metode yang sangat kritis, secara umum diterima bahwa RSD

harus kurang dari 2% (Harmita, 2004).

3) Linearitas

Linearitas adalah kemampuan metode analisis yang memberikan

respon yang secara langsung dengan bantuan transformasi matematik

yang baik, proporsional terhadap konsentrasi analit dalam sampel.

Rentang metode adalah pernyataan batas terendah dan tertinggi analit

yang sudah ditunjukkan, dapat ditetapkan dengan kecermatan,

Validasi Metode Analisis…, Rizka Nabilah, Fakultas Farmasi, UMP, 2018

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - UMPrepository.ump.ac.id/8768/3/BAB II.pdf · adalah ketergantungan intensitas emisi, diukur pada p. anjang gelombang emisi tunggal, setelah dipindai panjang

14

keseksamaan, dan linearitas yang dapat diterima. Linearitas biasanya

dinyatakan dalam istilah variansi sekitar arah garis regresi yang

dihitung berdasarkan persamaan matematik data yang diperoleh dari

hasil uji analit dalam sampel dengan berbagai konsentrasi analit.

Sebagai parameter adanya hubungan linier, digunakan koefisien

korelasi r pada analisis regresi linier Y = bx + a. Hubungan linier yang

ideal dicapai jika nilai b = 0 dan r = +1 atau –1 bergantung pada arah

garis. Sedangkan nilai a menunjukkan kepekaan analisis terutama

instrumen yang digunakan (Harmita, 2004).

4) Akurasi (recovery)

Kecermatan ditentukan dengan dua cara yaitu metode simulasi

(spiked-placebo recovery) atau metode penambahan baku (standard

addition method). Dalam metode simulasi, sejumlah analit bahan

murni ditambahkan ke dalam campuran bahan pembawa sediaan

farmasi (plasebo) lalu campuran tersebut dianalisis dan hasilnya

dibandingkan dengan kadar analit yang ditambahkan (kadar yang

sebenarnya) (Harmita, 2004).

Dalam metode penambahan baku, sampel dianalisis lalu sejumlah

tertentu analit yang diperiksa ditambahkan ke dalam sampel dicampur

dan dianalisis lagi. Selisih kedua hasil dibandingkan dengan kadar

yang sebenarnya (hasil yang diharapkan). Persen peroleh kembali

dinyatakan sebagai rasio antara hasil yang diperoleh dengan hasil

yang sebenarnya. Persen perolehan kembali dapat ditentukan dengan

cara membuat sampel plasebo (eksepien obat, cairan biologis)

kemudian ditambah analit dengan konsentrasi tertentu (biasanya 80%

sampai 120% dari kadar analit yang diperkirakan). Kemudian

dianalisis dengan metode yang akan divalidasi (Harmita, 2004).

Validasi Metode Analisis…, Rizka Nabilah, Fakultas Farmasi, UMP, 2018

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - UMPrepository.ump.ac.id/8768/3/BAB II.pdf · adalah ketergantungan intensitas emisi, diukur pada p. anjang gelombang emisi tunggal, setelah dipindai panjang

15

C. Kerangka Konsep

Gambar 2.4. Kerangka konsep penilitian

D. Hipotesis

1. Diduga hasil validasi dari metode spektrofluorometri memiliki validitas

yang baik.

2. Nilai kadar tiamin hidroklorida dapat terukur menggunakan metode

spektrofluorometri setelah dilakukan validasi metode.

Sifat kimia:

1.Larut pada pH basa

2.Dapat membentuk

senyawa tiokrom yang

dapat berfluoresensi

berfluoresensi apabila

direaksikan dengan

HgCl2.

Tiamin hidroklorida

Spektrofluorometer Metode validasi

dengan parameter:

1. Linieritas

2. Presisi

3. Akurasi

4. LOD/LOQ

Penentuan kadar tiamin

dalam sediaan sirup

dengan

spektrofluorometer

Kadar berhubungan

dengan aktifitasnya

maka perlu

dianalisis sebagai

pengawasan mutu

Validasi Metode Analisis…, Rizka Nabilah, Fakultas Farmasi, UMP, 2018