bab ii tinjauan pustaka a. tinjauan umum tentang ...eprints.umm.ac.id/43774/3/bab ii.pdfsecara...

29
15 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang Penyusunan APBD 1. Pengertian Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Pengertian Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, dijelaskan pada Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah, yang tertuang pada Pasal 1 Angka 14 yakni: “Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang selanjutnya disingkat APBD adalah rencana keuangan tahunan pemerintah daerah yang dibahas dan disetujui bersama oleh pemerintah daerah dan DPRD, dan ditetapkan dengan peraturan daerah / Perda. ” Tahun anggaran APBD meliputi masa satu tahun, mulai dari tanggal 1 Januari sampai dengan tanggal 31 Desember. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah terdiri atas: a) Anggaran pendapatan, terdiri atas: 1) Pendapatan Asli Daerah (PAD), yang meliputi pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah, dan penerimaan lain-lain 2) Bagian dana perimbangan, yang meliputi Dana Bagi Hasil, Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus 3) Lain-lain pendapatan yang sah seperti dana hibah atau dana darurat. b) Anggaran belanja, yang digunakan untuk keperluan penyelenggaraan tugas pemerintahan di daerah.

Upload: others

Post on 07-Feb-2021

2 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 15

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    A. Tinjauan Umum Tentang Penyusunan APBD

    1. Pengertian Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah

    Pengertian Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, dijelaskan pada

    Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2014

    Tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah, yang tertuang pada Pasal 1

    Angka 14 yakni: “Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang

    selanjutnya disingkat APBD adalah rencana keuangan tahunan pemerintah

    daerah yang dibahas dan disetujui bersama oleh pemerintah daerah dan

    DPRD, dan ditetapkan dengan peraturan daerah / Perda. ” Tahun anggaran

    APBD meliputi masa satu tahun, mulai dari tanggal 1 Januari sampai

    dengan tanggal 31 Desember.

    Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah terdiri atas:

    a) Anggaran pendapatan, terdiri atas:

    1) Pendapatan Asli Daerah (PAD), yang meliputi pajak daerah, retribusi

    daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah, dan penerimaan lain-lain

    2) Bagian dana perimbangan, yang meliputi Dana Bagi Hasil, Dana

    Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus

    3) Lain-lain pendapatan yang sah seperti dana hibah atau dana darurat.

    b) Anggaran belanja, yang digunakan untuk keperluan penyelenggaraan

    tugas pemerintahan di daerah.

    https://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Pendapatan_Asli_Daerah&action=edit&redlink=1https://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Pajak_daerah&action=edit&redlink=1https://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Retribusi_daerah&action=edit&redlink=1https://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Retribusi_daerah&action=edit&redlink=1https://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Dana_perimbangan&action=edit&redlink=1https://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Dana_Bagi_Hasil&action=edit&redlink=1https://id.wikipedia.org/wiki/Dana_Alokasi_Umumhttps://id.wikipedia.org/wiki/Dana_Alokasi_Umumhttps://id.wikipedia.org/wiki/Dana_Alokasi_Khusushttps://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Dana_darurat&action=edit&redlink=1

  • 16

    Pembiayaan, yaitu setiap penerimaan yang perlu dibayar kembali

    dan/atau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran

    yang bersangkutan maupun tahun-tahun anggaran berikutnya.

    APBD merupakan dasar pengelolaan keuangan daerah dalam satu

    tahun anggaran. APBD merupakan rencana pelaksanaan semua Pendapatan

    Daerah dan semua Belanja Daerah dalam rangka pelaksanaan Desentralisasi

    dalam tahun anggaran tertentu. Pemungutan semua penerimaan Daerah

    bertujuan untuk memenuhi target yang ditetapkan dalam APBD. Demikian

    pula semua pengeluaran daerah dan ikatan yang membebani daerah dalam

    rangka pelaksanaan desentralisasi dilakukan sesuai jumlah dan sasaran yang

    ditetapkan dalam APBD. Karena APBD merupakan dasar pengelolaan

    keuangan daerah, maka APBD menjadi dasar pula bagi kegiatan

    pengendalian, pemeriksaan dan pengawasan keuangan daerah. Menurut

    Garrison, Norren and Brewer, keduanya medeskripsikan anggaran sebagai

    “rencana terperinci tentang perolehan dan penggunaan sumber daya

    keuangan dan sumber daya lainnya selama suatu periode waktu tertentu”.

    6 Pada pengertian lain, Anggaran merupakan managerial plan for

    action untuk memfasilitasi tercapainya tujuan organisasi.7

    Kepala Daerah menurut ketentuan perundang – undangan, dapat

    memasukkan gagasan serta visi dan misi nya kedalam APBD yang

    sebelumnya gagasan atau visi misi tersebut masuk kedalam Rencana Kerja

    6 Garrison, Noreen & Brewer. 2007. Akuntansi Manajerial. Diterjemahkan olehNuri Hinduan. Buku 2. Edisi 11. Jakarta: Salemba Empat. 7 Mardiasmo, 2005. Akuntansi Sektor Publik. Yogyakarta. Andi Yogyakarta.

  • 16

    Pemerintah Daerah (RKPD) dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah

    Daerah (RPJMD), hal tersebut dapat dikaji dari Pasal 5 ayat 2 Undang –

    Undang Nomor 25 Tahun 2004 Tentang Sistem Perencanaan Pembangunan

    Nasional yaitu RPJM Daerah merupakan penjabaran dari visi, misi, dan

    program Kepala Daerah yang penyusunannya berpedoman pada RPJP

    Daerah dan memperhatikan RPJM Nasional, memuat arah kebijakan

    keuangan Daerah, strategi pembangunan Daerah, kebijakan umum, dan

    program Satuan Kerja Perangkat Daerah, lintas Satuan Kerja Perangkat

    Daerah, dan program kewilayahan disertai dengan rencana-rencana kerja

    dalam kerangka regulasi dan kerangka pendanaan yang bersifat indikatif.

    2. Proses Penyusunan Anggaran

    Penyusunan APBD Tahun Anggaran 2014 didasarkan prinsip sebagai

    berikut:

    1) Sesuai dengan kebutuhan penyelenggaraan pemerintahan daerah

    berdasarkan urusan dan kewenangannya

    2) Tepat waktu, sesuai dengan tahapan dan jadwal yang telah ditetapkan

    dalam peraturan perundang-undangan

    3) Transparan, untuk memudahkan masyarakat mengetahui dan

    mendapatkan akses informasi seluas-luasnya tentang APBD

    4) Partisipatif, dengan melibatkan masyarakat

  • 17

    5) Memperhatikan asas keadilan dan kepatutan, dan Tidak bertentangan

    dengan kepentingan umum, peraturan yang lebih tinggi dan peraturan

    daerah lainnya.8

    Pedoman Penyusunan Anggaran seperti tercantum dalam Peraturan

    Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2013 Tentang

    Pedoman Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun

    Anggaran 2014 memuat antara lain:

    1) Pokok-pokok kebijakan yang memuat sinkronisasi kebijakan

    pemerintah daerah dengan pemerintah,

    2) Prinsip penyusunan APBD tahun anggaran 2014,

    3) Kebijakan penyusunan APBD,

    4) Teknis penyusunan APBD,

    5) Hal – hal khsus lainnya.

    Proses perencanaan dan penyusunan anggaran, secara garis besar

    mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 Tentang

    Pengelolaan Keuangan Daerah yang menjelaskan proses penyusunan

    anggaran pemerintah daerah. Sebagai berikut :

    1) Penyusunan rencana kerja pemerintah daerah.

    2) Penyusunan rancangan kebijakan umum anggaran.

    3) Penetapan prioritas dan plafon anggaran sementara.

    4) Penyusunan rencana kerja dan anggaran SKPD.

    5) Penyusunan rancangan perda APBD.

    8 Lampiran Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2013

    Tentang Pedoman Penyusunan Aanggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2014

  • 18

    6) Penetapan APBD.

    Pada ketentuan lain Pasal 5 BAB II Asas Pembentukan Peraturan

    Perundang-undangan, menjelaskan dalam membentuk Peraturan Perundang-

    undangan harus dilakukan berdasarkan pada asas Pembentukan Peraturan

    Perundang-undangan yang baik, yang meliputi:

    a. Kejelasan tujuan

    b. Kelembagaan

    c. Kesesuaian antara jenis, hierarki, dan materi muatan

    d. Dapat dilaksanakan

    e. Kedayagunaan dan kehasilgunaan

    f. Kejelasan rumusan, dan

    g. Keterbukaan

    Dalam Penjelasan Undang – Undang Nomor 12 Tahun 2011 Pasal 5

    huruf g menerangkan, pengertian asas keterbukaan adalah dalam

    Pembentukan Peraturan Perundang-undangan mulai dari perencanaan,

    penyusunan, pembahasan, pengesahan atau penetapan, dan pengundangan

    bersifat transparan dan terbuka. Dengan demikian, seluruh lapisan

    masyarakat mempunyai kesempatan yang seluas-luasnya untuk memberikan

    masukan dalam Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.

    3. Proses Pembuatan Peraturan Daerah Tentang APBD

    1) Tahap Perancangan

    Sebelum menjadi peraturan daerah kabupaten yang biasa

    disingkat perda kabupaten, maka birokrasi daerah kabupaten perlu

  • 19

    membuat rancangan peraturan daerah kabupaten yang didasarkan pada

    program legislasi daerah atau prolegda yang telah disetujui oleh DPRD

    bersama Bupati yang selanjutnya di tetapkan dengan keputusan DPRD.

    Pemangku kewenangan yang memiliki hak untuk mengajukan

    rancangan peraturan daerah kabupaten adalah :

    a) Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), dan

    b) Bupati.

    Pengajuan rancangan peraturan daerah yang diajukan oleh DPRD

    atau oleh Bupati disertai dengan penjelasan dan atau disertai dengan

    naskah akademik. Naskah akademik adalah naskah hasil penelitian atau

    pengkajian hukum dan hasil penelitian lainnya terhadap suatu masalah

    tertentu yang dapat di pertanggungjawabkan secara ilmiah mengenai

    pengaturan masalah tersebut dalam rancangan perda provinsi atau perda

    kabupaten/kotasebagai solusi terhadap permasalahan dan kebutuhan

    hukum masyarakat. Hal tersebut, sesuai dengan Peraturan Menteri

    Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2014 Tentang

    Pembentukan Produk Hukum Daerah.

    2) Tahap Pembahasan9

    Pada tahap pembahasan, rancangan peraturan daerah akan dibahas

    bersama oleh DPRD dan Kepala Daerah pada rapat paripurna untuk

    mendapatkan persetujuan bersama. Pembahasan rancangan peraturan

    daerah pada sidang paripurna di lakukan dengan 2 tingkat pembicaraan,

    9 Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Jombang Nomor 3 Tahun 2014

    Tentang Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Jombang

  • 20

    tingkat pembicaraan pertama dilakukan dengan cara penyampaian

    penjelasan rancangan peraturan daerah oleh ketua DPRD (jika raperda

    berasal dari DPRD) atau penyampaian penjelasan oleh Kepala Daerah

    (jika raperda berasal dari Kepala Daerah), selanjutnya baik DPRD

    maupun Kepala Daerah akan menanggapi dengan memberikan

    pandangan umum terhadap rancangan peraturan daerah yang telah

    disampaikan, hal tersebut bertujuan untuk menemukan mufakat dengan

    jawaban yang disampaikan oleh penggagas rancangan peraturan daerah

    (DPRD atau Kepala Daerah).

    Tingkat pembicaraan kedua, dilakukan dengan tujuan

    pengambilan keputusan pada rapat paripurna yang membahas terkait

    rancangan peraturan daerah dengan cara permintaan persetujuan secara

    lisan oleh pimpinan rapat paripurna kepada anggota rapat paripurna,

    dan terakhir adalah pendapat akhir Bupati.

    Dalam hal rancangan persetujuan tidak dapat dicari secara

    mufakat, maka pengambilan keputusan dilakaukan dengan cara

    pengambilan suara terbanyak, dan jika tidak mendapat persetujuan

    bersama DPRD dan Bupati, maka rancangan peraturan daerah tersebut

    tidak boleh diajukan kembali dalam persidangan DPRD masa itu.

    Peraturan Daerah yang berkenaan dengan APBD, Pajak, retribusi

    dan tata ruang sebelum diundangkan dalam Lembaran Daerah harus di

    evaluasi terlebih dahulu oleh Gubernur, berdasarkan Peratuan Menteri

    Dalam Negari Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2014 Tentang

  • 21

    Pembentukan Produk Hukum Daerah menjelaskan pengertian Evaluasi

    adalah pengkajian dan penilaian terhadap rancangan perda dan

    rancangan perkada untuk mengetahui bertentangan dengan kepentingan

    umum, dan/atau peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.

    3) Tahap Pengesahan

    Rancangan peraturan Daerah yang telah mendapatkan persetujuan

    dari DPRD dan Bupati akan disampaikan oleh DPRD kepada Bupati

    dalam jangka waktu 7 hari sejak persetujuan bersama dilakukan untuk

    ditetapkan sebagai Peraturan Daerah. Rancangan peraturan daerah yang

    di setujui bersama tersebut dilanjutkan dengan penandatanganan oleh

    Bupati paling lambat selama 30 hari sejak rancangan peraturan darah

    tersebut disetujui bersama maka rancngan peraturan daerah dianggap

    sah menjadi peraturan daeah dan wajib di undangkan pada lembaran

    daerah dengan kalimat pengesahan yang bertuliskan “ PERATURAN

    DAERAH INI DINYATAKAN SAH” pada halaman terakhir peraturan

    daerah sebelum pengundangan naskah peraturan daerah kedalam

    lembaran daerah.

    B. Tinjauan Umum Tentang Pengadaan Barang dan Jasa

    1. Tinjauan Tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah

    Pengadaan barang/jasa pemerintah adalah kegiatan pengadaan

    barang/jasa yang dibiayai dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja

    Negara (APBN) / Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), baik

    yang dilaksanakan secara swakelola maupun oleh penyedia barang/jasa.

  • 22

    Sedangkan menurut Peraturan Presiden Nomor 54 Tahhun 2010 Tentang

    Penagadaan barang dan / jasa pemerintah. Pengadaan barang dan jasa

    adalah “kegiatan untuk memperoleh Barang/Jasa oleh

    Kementerian/Lembaga/Satuan Kerja Perangkat Daerah/Institusi lainnya

    yang prosesnya dimulai dari perencanaan kebutuhan sampai

    diselesaikannya seluruh kegiatan untuk memperoleh Barang/Jasa.

    Secara filosofis bahwa pengadaan barang dan jasa harus

    dilakukan secara efisien, terbuka dan kompetitif. Hal ini dimaksudkan agar

    ketersediaan barang dan jasa dapat terjangkau dan berkualitas, sehingga

    akan berdampak pada peningkatan pelayanan publik.10 Dengan demikian

    secara konseptual maksud pengadaan barang dan jasa dapat dijabarkan

    sebagai berikut:

    1) Meningkatkan penggunaan produksi dalam negeri, rancang bangun dan

    perekayasaan nasional yang sasarannya adalah memperluas lapangan

    kerja dan mengembangkan industri dalam negeri dalam rangka

    meningkatkan daya saing barang/jasa produksi dalam negeri pada

    perdagangan internasional;

    2) Menumbuhkembangkan peran serta usaha nasional;

    3) Meningkatkan peran serta usaha kecil termasuk koperasi kecil dan

    kelompok masyarakat dalam pengadaan barang/jasa; dan

    4) Menyederhanakan ketentuan dan tata cara untuk mempercepat proses

    pengambilan keputusan dalam pengadaan barang/jasa.

    10 Frasa Konsideran huruf a, Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 Tentang

    Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah.

  • 23

    2. Tinjauan Tentang Barang dan Jasa

    a. Pengertian Barang

    1) Pengertian Barang

    Menurut Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 Tentang

    Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, bahwa

    Pengertian barang adalah, “benda dalam berbagai bentuk dan uraian,

    yang meliputi bahan baku, barang setengah jadi, barang jadi/peralatan,

    yang spesifikasinya ditetapkan oleh pengguna barang/jasa;” Sedangkan

    menurut Peraturan Presiden Nomor 4 Tahun 2015 Tentang Perubahan

    Keempat atas Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 Tentang

    Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, bahwa yang dimaksud barang adalah

    “setiap benda baik berwujud maupun tidak berwujud, bergerak maupun

    tidak bergerak, yang dapat diperdagangkan, dipakai, dipergunakan atau

    dimanfaatkan oleh Pengguna Barang.”

    2) Ciri-Ciri Barang

    Barang yang seringkali kita jumpai, disekitar kita memiliki ciri –

    ciri sebagai beriut : Barang berwujud, memiliki ciri - ciri : memiliki nilai

    dan manfaat saat digunakan, saat digunakan, barang dapat berkurang

    bahkan habis terpakai.

    3) Klasifikasi Barang

    Pada Manual Administrasi Barang Milik Daerah, dikemukakan

    penggolongan barang milik daerah, sebagai berikut :

    1) Barang – barang tidak bergerak, yakni :

  • 24

    a) Tanah – tanah pertanian, perkebunan, lapangan olahraga, dan tanah

    – tanah yang belum dipergunakan, jalan – jalan (tidak termasuk

    jalan negara), jembatan, terowongan, waduk, bangunnan irigasi,

    tanah pelabuhan, perikanan, dan tanah lainnya yang sejenis.

    b) Gedung – gedung yang dipergunakan untuk kantor, gudang, pabrik,

    bengkel, sekolahan, rumah sakit, studio, terminal laboratorium, dan

    gedung lainnya yang sejenis.

    c) Gedung-gedung tempat tinggal tetap atau sementara seperti : rumah

    – rumah tempat tinggal, tempat peristirahatan, asrama dan gedung

    lainnya yang sejenis.

    d) Monumen seperti monumen alam, monumen peringatan sejarah

    dan monumen lainnya.

    2) Barang – barang bergerak, yakni :

    a) Alat – alat besar seperti : Bulldozer, tractor, mesin pengebor tanah,

    hijskraan, dan alat besar lainnya yang sejenis.

    b) Peralatan – peralatan yang berada dalam pabrik, bengkel, studio,

    laboratorium, stasiun pembangkit tenaga listrik dan sebagainya

    seperti mesin – mesin, dynamo, generator, mikroskoop, alat – alat

    pemancar radio, alat – alat pemotretan, lemari pendingin, alat – alat

    proyeksi, dan lain – lain sebagainya.

    c) Peralatan kantor seperti : mesin tik, mesin stensil, mesin

    pembukuan, computer, mesin jumlah, brankas, radio, jam, kipas

    angin,almari, meja, kursi dan lain – lainnya; sedangkan inventaris

  • 25

    kantor yang tidak seberapa harganya seperti : asbak, keranjang

    sampah dan sebagainya tidak usah dimasukkan.

    d) Semua inventaris perpustakaan dan lain – lain inventaris barang –

    barang bercorak kebudayaan.

    e) Alat – alat pengangkutan seperti : kapal terbang, kapal laut, bus,

    truck, mobil, sepeda motor, scooter, sepeda kumbang, sepeda dan

    lain-lain.

    f) Inventaris perlengkapan rumah sakit, sanatorium, asrama, rumah

    yatim dan piatu, koloni penderita penyakit kusta, lembaga

    pemasyarakatan dan lain – lain, seperti alat rontgen, mikroskop,

    alat radiologi dan lain – lain.

    3) Barang Persediaan, yakni barang yang disimpan dalam gudang, veem,

    atau ditempat penyimpanan lainnya.11

    b. Pengertian Jasa

    Jasa adalah setiap tindakan atau unjuk kerja yang ditawarkan oleh

    salah satu pihak ke pihak lain yang secara prinsip intangibel dan tidak

    menyebabkan perpindahan kepemilikan apapun. Produksinya bisa

    terkait dan bisa juga tidak terikat pada suatu produk fisik.

    11 Philipus M.Hadjon et. al., 2011, Pengantar Hukum Administrasi Indonesia, Gadjah

    Mada University Press, hlm 187

  • 26

    1) Karakter Jasa

    a. Tidak berwujud

    Jasa bersifat abstrak dan tidak berwujud, berarti jasa tidak

    dapat dilihat, dirasakan, dicicipi atau disentuh seperti yang dapat

    dirasakan dari suatu barang.

    b. Heteregonitas

    Jasa merupakan variabel non – standar dan sangat

    bervariasi. Artinya, karena jasa itu berupa suatu unjuk kerja, maka

    tidak ada hasil jasa yang sama walaupun dikerjakan oleh satu

    orang. Hal ini dikarenakan oleh interaksi manusia (karyawan dan

    konsumen) dengan segala perbedaan harapan dan persepsi yang

    menyertai interaksi tersebut.

    c. Tidak dapat dipisahkan

    Jasa umumnya dihasilkan dan dikonsumsi pada saat yang

    bersamaan, dengan partisipasi konsumen dalam proses tersebut.

    Berarti, konsumen harus berada di tempat jasa yang dimintanya,

    sehingga konsumen melihat dan bahkan ikut ambil bagian dalam

    proses produksi tersebut.

    d. Tidak tahan lama

    Jasa tidak mungkin disimpan dalam persediaan. Artinya, jasa

    tidak bisa disimpan, dijual kembali kepada orang lain, atau

    dikembalikan kepada pengguna jasa di mana ia membeli jasa.

    https://id.wikipedia.org/wiki/Abstrakhttps://id.wikipedia.org/wiki/Produsen

  • 27

    3. Tinjauan Tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah

    a. Pengertian Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah

    Pengertian pengadaan barang dan jasa secara harfiah menurut

    Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), yaitu berarti tawaran untuk

    mengajukan harga dan memborong pekerjaan atas penyediaan

    barang/jasa. Pasal 1 angka 1 Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003

    tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah menentukan bahwa

    pengadaan barang dan jasa pemerintah adalah kegiatan pengadaan

    barang dan jasa yang dibiayai dengan anggaran pendapatan dan belanja

    negara/daerah, baik yang dilaksanakan secara swakelola maupun oleh

    penyedia barang dan jasa.

    Setelah Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 dicabut dan

    diganti dengan Keputusan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang

    Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah. Pasal 1 angka 1 Peraturan

    Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang dan Jasa

    Pemerintah menjelaskan Pengadaan Barang dan jasa adalah kegiatan

    untuk memperoleh barang dan jasa oleh kementerian/ Lembaga/ Satuan

    Kerja Perangkat Daerah/Institusi lainnya selanjutnya disebut K/D/L/I

    yang prosesnya dimulai dari perencanaan kebutuhan sampai

    diselesaikannya seluruh kegiatan untuk memperoleh Barang dan jasa.

    Dengan itu pengadaan barang dan jasa juga dapat dimaknai

    sebagai “kegiatan untuk mendapatkan barang, atau jasa secara

    transparan, efektif, dan efisien sesuai dengan kebutuhan dan keinginan

  • 28

    penggunanya. Yang dimaksud barang disini meliputi peralatan dan juga

    bangunan baik untuk kepentingan publik maupun privat.” 12

    Adapun Dasar Hukum Pengadaan Barang dan Jasa dapat

    ditunjukkan dari:

    a. Keppres No. 54 Tahun 2010, tentang Pedoman Pelaksanaan

    Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah, dimana Ruang lingkup

    Peraturan Presiden ini meliputi:

    1) Pengadaan Barang/Jasa di lingkungan K/L/D/I yang

    pembiayaannya baik sebagian atau seluruhnya bersumber dari

    APBN/APBD.

    2) Pengadaan Barang/Jasa untuk investasi di lingkungan Bank

    Indonesia, Badan Hukum Milik Negara dan Badan Usaha Milik

    Negara/Badan Usaha Milik Daerah yang pembiayaannya sebagian

    atau seluruhnya dibebankan pada APBN/APBD.

    3) Pengadaan Barang/Jasa yang dananya bersumber dari APBN/

    APBD sebagaimana dimaksud pada ayat (1), mencakup Pengadaan

    Barang/Jasa yang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari

    pinjaman atau hibah dalam negeri yang diterima oleh Pemerintah

    dan/atau Pemerintah Daerah.

    4) Ketentuan Pengadaan Barang/Jasa yang dananya baik sebagian

    atau seluruhnya berasal dari Pinjaman/Hibah Luar Negeri (PHLN)

    berpedoman pada ketentuan Peraturan Presiden ini.

    12 Jurnal LKPP “Senarai Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah”, Vol. 1 No.1, 2011 hlm. 11.

  • 29

    5) Apabila terdapat perbedaan antara Peraturan Presiden ini dengan

    ketentuan Pengadaan Barang/Jasa yang berlaku bagi pemberi

    Pinjaman/Hibah Luar Negeri, para pihak dapat menyepakati tata

    cara Pengadaan yang akan dipergunakan.

    b. Perpres No. 8 tahun 2006, tentang Perubahan Keempat atas Keputusan

    Presiden No. 8 Tahun 2003 (tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan

    Barang/Jasa Pemerintah). Kebijakan umum pemerintah dalam

    pengadaan barang/jasa adalah:

    1. Meningkatkan penggunaan produksi dalam negeri, rancang bangun

    dan perekayasaan nasional yang sasarannya adalah memperluas

    lapangan kerja dan mengembangkan industri dalam negeri dalam

    rangka meningkatkan daya saing barang/jasa produksi dalam

    negeri pada perdagangan internasional;

    2. Meningkatkan peran serta usaha kecil termasuk koperasi kecil dan

    kelompok masyarakat dalam pengadaan barang/jasa;

    3. Menyederhanakan ketentuan dan tata cara untuk mempercepat

    proses pengambilan keputusan dalam pengadaan barang/jasa;

    4. Meningkatkan profesionalisme, kemandirian dan tanggung jawab

    pengguna barang/jasa, panitia/pejabat pengadaan, dan penyedia

    barang/jasa;

    5. Meningkatkan penerimaan negara melalui sektor perpajakan;

    6. Menumbuhkembangkan peran serta usaha nasional;

  • 30

    7. Mengharuskan pelaksanaan pemilihan penyedia barang/jasa

    dilakukan di dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia;

    8. Mengharuskan pengumuman secara terbuka rencana pengadaan

    barang/jasa kecuali yang bersifat rahasia, pada setiap awal

    pelaksanaan anggaran kepada masyarakat luas;

    9. Mengumumkan kegiatan pengadaan barang/jasa pemerintah secara

    terbuka melalui surat kabar nasional dan/atau surat kabar provinsi.”

    b. Proses Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah

    Preoses pengadaan untuk jasa konsultansi dilakukan melalui cara

    seleksi sederhana, penunjukan langsung, pengadaan langsung,

    sayembara. Adapun pengertian metode pemilihan penyedia barang/jasa

    di atas adalah sebagai berikut :

    1. Pelelangan Umum. Yaitu metode pemilihan Penyedia

    Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya untuk semua pekerjaan

    yang dapat diikuti oleh semua Penyedia Barang/Pekerjaan

    Konstruksi/Jasa Lainnya yang memenuhi syarat.

    2. Pelelangan Sederhana. Yaitu metode pemilihan Penyedia

    Barang/Jasa Lainnya untuk pengadaan yang tidak kompleks dan

    bernilai paling tinggi Rp200.000.000,-(dalam draft perubahan

    Perpres 54 Tahun 2010 tanggal 28 Maret 2012 nilainya paling tinggi

    Rp5.000.000.000).

    3. Pelelangan Terbatas. Yaitu metode pemilia Pekerjaan Konstruksi

    untuk Pekerjaan Konstruksi dengan jumlah Penyedia yang mampu

  • 31

    melaksanakan diyakini terbatas dan untuk pekerjaan yang kompleks.

    Pekerjaan yang Kompleks adalah pekerjaan yang memerlukan

    teknologi tinggi, mempunyai risiko tinggi, menggunakan peralatan

    yang didesain khusus dan/atau pekerjaan yang bernilai diatas

    Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah).

    4. Pemilihan Langsung. Dalam hal metode pelelangan umum atau

    pelelangan terbatas dinilai tidak efisien dari segi biaya pelelangan,

    maka pemilihan penyedia barang/jasa dapat dilakukan dengan

    metode pemilihan langsung, yaitu dilakukan dengan

    membandingkan sebanyak-banyaknya penawaran, sekurang-

    kurangnya 3 penawaran dari penyedia barang/jasa yang telah lulus

    prakualifikasi serta dilakukan negosiasi baik teknis maupun biaya

    serta harus diumumkan minimal melalui papan pengumunan resmi

    untuk penerangan umum dan bila memungkinkan melalui internet

    (pemilihan Penyedia Pekerjaan Konstruksi untuk pekerjaan yang

    bernilai paling tinggi Rp200.000.000,00 (dalam draft perubahan

    Perpres 54 Tahun 2010 tanggal 28 Maret 2012 nilainya paling tinggi

    Rp5.000.000.000)).

    5. Penunjukan Langsung. Yaitu metode pemilihan Penyedia

    Barang/Jasa dengan cara menunjuk langsung 1 (satu) Penyedia

    Barang/Jasa. Dalam keadaan tertentu dan keadaan khusus pemilihan

    penyedia barang/jasa dapat dilakukan dengan cara penunjukan

    langsung terhadap 1 (satu) penyedia barang/jasa dengan cara

  • 32

    melakukan negosiasi baik teknis maupun biaya sehingga diperoleh

    harga yang wajar dan secara teknis dapat dipertanggungjawabkan.

    6. Pengadaan Langsung. Yaitu pengadaan Barang/Jasa langsung

    kepada Penyedia barang/Jasa, tanpa melalui

    Pelelangan/Seleksi/Penunjukan Langsung dan dapat dilakukan

    terhadap Pengadaan Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya yang

    bernilai paling tinggi Rp100.000.000,-(dalam draft perubahan

    Perpres 54 Tahun 2010 tanggal 28 Maret 2012 nilainya paling tinggi

    Rp200.000.000)

    7. Kontes/Sayembara. Kontes/Sayembara dilakukan khusus untuk

    pemilihan Penyedia Barang/Jasa Lainnya yang merupakan hasil

    Industri kreatif, inovatif dan budaya dalam negeri.

    Sedangkan khusus untuk pemilihan penyedia jasa

    konsultansi melalui negosiasi teknis dan biaya sehingga diperoleh

    harga yang sesuai dengan harga pasar dan secara teknis dapat

    dipertanggungjawabkan. Pemilihan Penyedia Jasa Konsultansi pada

    prinsipnya dilakukan melalui Seleksi Umum. Dalam keadaan tertentu

    pemilihan penyedia jasa konsultansi dapat dilakukan melalui seleksi

    sederhana, penunjukan langsung, pengadaan langsung, sayembara.

    1. Seleksi Umum; merupakan metode pemilihan penyedia jasa

    konsultansi yang dmumkan secara luas sekurang-kurangnya di

    website K/D/L/I, dan papan pengumuman resmi masyarakat serta

    Portal Pengadaan Nasional melalui LPSE, sehingga masyarakat

  • 33

    luas dan dunia usaha yang berminat serta memenuhi kualifikasi

    dapat mengikutinya;

    2. Seleksi Sederhana; merupakan metode yang dilakukan terhadap

    Pengadaan Jasa Konsultansi dalam hal Seleksi Umum dinilai tidak

    efisien dari segi biaya seleksi, dilakukan untuk pengadaan Jasa

    Konsultansi yang bersifat sederhana dan bernilai paling tinggi

    Rp200.000.000,-dengan diumumkan paling kurang di website

    K/L/D/I dan papan pengumuman resmi untuk masyarakat serta

    Portal Pengadaan Nasional melalui LPSE, sehingga masyarakat

    luas dan dunia usaha yang berminat dan memenuhi kualifikasi

    dapat mengikutinya.

    3. Penunjukan Langsung; dilaksanakan dikarenakan keadaan tertentu

    dan keadaan khusus, pemilihan penyedia jasa konsultansi dapat

    dilakukan dengan menunjuk satu penyedia jasa konsultansi yang

    memenuhi kualifikasi dan dilakukan negosiasi baik dari segi teaftar

    pendek pesertanya dipilih melalui proses prakualifikasi secara

    terbuka yaitu diuknis maupun biaya sehingga diperoleh biaya yang

    wajar dan secara teknis dapat dipertanggungjawabkan.

    4. Pengadaan Langsung; dilakukan terhadap Pengadaan Jasa

    Konsultansi yang memiliki karakteristik merupakan kebutuhan

    operasional K/L/D/I, dan atau bernilai paling tinggi

    Rp50.000.000,-. Pengadaan dilaksanakan oleh 1 Pejabat

    Pengadaan. Pengadaan Langsung tidak digunakan sebagai alasan

  • 34

    untuk memecah paket pengadaan menjadi beberapa paket dengan

    maksud untuk menghindari Seleksi.

    5. Sayembara; dilakukan terhadap Pengadaan Jasa Konsultansi yang

    memiliki karakteristik merupakan proses dan hasil dari gagasan,

    kreatifitas, inovasi dan metode pelaksanaan tertentu, tidak dapat

    ditetapkan berdasarkan Harga Satuan. Persyaratan administratif

    bagi Penyedia Jasa Konsultansi yang akan mengikuti Sayembara

    ditetapkan oleh ULP/Pejabat Pengadaan yang dapat lebih mudah

    dari pada Persyaratan Penyedia Barang/Jasa secara umum.

    Persyaratan dan metode evaluasi teknis ditetapkan oleh

    ULP/Pejabat Pengadaan setelah mendapat masukan dari tim yang

    ahli dibidangnya, sedangkan pelaksanaan evaluasi dilakukan oleh

    tim yang ahli di bidangnya.

    Yang dimaksud keadaan tertentu dalam pelaksanaan

    penunjukan langsung adalah :

    1. Penanganan darurat yang tidak bisa direncanakan sebelumnya dan

    waktu penyelesaian pekerjaannya harus segera/tidak dapat ditunda

    untuk:

    a. Pertahanan negara;

    b. Keamanan dan ketertiban masyarakat;

    c. Keselamatan/perlindungan masyarakat yang pelaksanaan

    pekerjaannya tidak dapat ditunda/harus dilakukan segera,

    termasuk akibat bencana alam dan/atau bencana non alam

  • 35

    dan/atau bencana sosial, dalam rangka pencegahan bencana,

    dan/atau akibat kerusakan sarana/prasarana yang dapat

    menghentikan kegiatan pelayanan publik.

    2. Pekerjaan penyelenggaraan penyiapan konferensi yang mendadak

    untuk menindaklanjuti komitmen internasional dan dihadiri oleh

    Presiden/Wakil Presiden;

    3. Kegiatan menyangkut pertahanan negara yang ditetapkan oleh

    Menteri Pertahanan serta kegiatan yang menyangkut keamanan dan

    ketertiban masyarakat yang ditetapkan oleh Kepala Kepolisian

    Negara Republik Indonesia;

    4. Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya yang spesifik dan

    hanya dapat dilaksanakan oleh 1 (satu) Penyedia Barang/Jasa

    Lainnya karena 1 (satu) pabrikan, 1 (satu) pemegang hak paten,

    atau pihak yang telah mendapat izin dari pemegang hak paten, atau

    pihak yang menjadi pemenang pelelangan untuk mendapatkan izin

    dari pemerintah.

    c. Proses Penganggaran Barang dan Jasa Pemerintah

    Proses Perencanaan Pengadaan Barang/Jasa di

    Kementerian/Lembaga yang merupakan gabungan antara Peraturan

    Presiden (Perpres) Nomor 54 Tahun 2010 dan PP Nomor 58 Tahun 2005.

    Adapun tahap dan hal-hal yang harus diperhatikan pada Perencanaan atau

    penganggran Pengadaan Barang/Jasa adalah:

    1. Identifikasi Kebutuhan

  • 36

    Tahap ini adalah awal dari perencanaan pengadaan dan

    merupakan tahapan yang sering diabaikan karena tidak paham terhadap

    perencanaan. Idealnya, sesuai dengan konsep Anggaran berbasis

    kinerja, maka setiap pengadaan barang diambil dari Visi, Misi dan

    Strategi untuk mencapai tujuan. Untuk mencapai visi dan misi serta

    untuk menjalankan strategi, dibutuhkan barang/jasa yang nantinya

    diurai berdasarkan satuan waktu. Inilah yang biasa disebut dengan

    rencana kerja atau Renja K/L/D/I. Identifikasi kebutuhan ini dilakukan

    berdasarkan kebutuhan riil yang merupakan jumlah kebutuhan

    barang/jasa yang diperoleh berdasarkan hasil identifikasi kebutuhan

    barang/jasa terhadap rencana kegiatan yang ada di dalam Renja

    K/L/D/I, dikurangi dengan jumlah barang/jasa yang telah

    tersedia/dimiliki dan yang sejenis/sesuai spesifikasi yang diperlukan

    serta memenuhi syarat kelayakan.

    Jangan sampai terjadi kebutuhan dirancang berdasarkan

    anggaran, sehingga yang seharusnya anggaran berbasis kinerja malah

    berbalik menjadi kinerja berbasis anggaran.

    2. Penyusunan dan Penetapan Rencana Penganggaran

    Pengadaan barang/jasa tidak hanya memperhatikan biaya

    barang/jasa itu sendiri, melainkan harus memperhitungan biaya

    administrasi dan biaya pendukung barang/jasa yang akan diadakan.

    Salah satu contohnya adalah biaya instalasi, uji coba dan pelatihan

    terhadap barang/jasa. Jangan sampai membeli AC dan setelah ada

  • 37

    penyedia barangnya, maka AC hanya disimpan di dalam gudang tanpa

    dipasang, karena tidak ada biaya untuk pemasangan AC tersebut. Juga

    harus dianggarkan biaya untuk penggandaan dokumen pemilihan

    sehingga tidak ada lagi penarikan biaya penggandaan pada saat

    pendaftaran penyedia.

    3. Penetapan Kebijakan Umum tentang Pemaketan Pekerjaan Salah satu

    penyebab lambatnya daya serap adalah proses lelang yang tertunda. Salah

    satu penyebab proses lelang tertunda adalah revisi anggaran yang

    dilakukan menjelang pelaksanaan pengadaan. Salah satu penyebab

    dilakukannya revisi adalah pemaketan pekerjaan yang tidak sesuai.Ketidak

    sesuaian pemaketan pekerjaan ini menjadi salah satu penyebab rendahnya

    kualitas pengadaan barang/jasa, utamanya untuk memenuhi kualifikasi

    dari penyedia barang/jasa.

    4. Penetapan Kebijakan Umum tentang Tata Cara Pengadaan, Tata cara

    pengadaan yang perlu ditetapkan adalah apakah pengadaan tersebut

    dilakukan dengan cara swakelola atau dengan menggunakan penyedia

    barang/jasa. Terkadang karena hal ini diabaikan, maka baru kalang kabut

    kalau menjelang akhir tahun. Yang seharusnya menggunakan penyedia

    barang/jasa malah direncanakan dengan swakelola, sehingga begitu

    hendak diubah maka waktu pelelangan dan pelaksanaan pekerjaan menjadi

    tantangan besar. Pemilihan metode swakelola juga sering didasarkan

    kepada “kebiasaan” tanpa melihat rambu-rambu yang sudah jelas

    dipaparkan pada Pasal 26 Ayat 2 Perpres 54 Tahun 2010

  • 38

    5. Penyusunan Kerangka Acuan Kerja (KAK)Salah satu salah kaprah yang

    sering terjadi dalam pengadaan adalah pemahaman bahwa KAK itu hanya

    untuk Jasa Konsultansi. Padahal, KAK dibutuhkan untuk seluruh jenis

    pengadaan. Di dalam KAK ditetapkan uraian pekerjaan, waktu

    pelaksanaan , spesifikasi teknis, dan besarnya biaya total yang dibutuhkan.

    Khusus untuk Jasa Konsltansi agar memperhatikan kesesuaian antara jenis

    tenaga ahli yang dibutuhkan dengan jenis pendidikan akademik yang

    tersedia. Saya pernah melihat sebuah KAK menuliskan tenaga ahli

    laboratorium tanpa merinci jenis pendidikan yang dibutuhkan, padahal

    laboratorium itu amat luas ruang lingkupnya, bisa lab. IPA, Fisika,

    Elektro, Komputer, dan lain-lain.

    6. Penyusunan Jadwal Kegiatan Pengadaan Jadwal kegiatan yang disusun

    adalah jadwal kegiatan pengadaan, bukan jadwal kegiatan pelelangan,

    sehingga pada jadwal ini harus tergambar tahapan rencana umum

    pengadaan, persiapan, pelelangan/pelaksanaan swakelola, pelaksanaan

    pekerjaan hingga serah terima, serta pemeliharaan apabila diperlukan.

    7. Pengumuman Rencana Umum Pengadaan PA mengumumkan Rencana

    Umum Pengadaan Barang/Jasa K/L/D/I secara terbuka kepada masyarakat

    luas setelah rencana kerja dan anggaran (RKA) K/L/D/I yang

    bersangkutan disetujui oleh DPR/DPRD. Pengumuman dilakukan secara

    terbuka melalui Website K/L/D/I, Papan Pengumuman Resmi untuk

    Masyarakat, dan Portal Pengadaan Nasional melalui LPSE.

  • 39

    4. Prinsip-Prinsip Pengadaan Barang dan Jasa

    a. Efesiensi

    Harus diusahakan dengan menggunakan dana dan daya yang

    terbatas untuk mencapai sasaran yang ditetapkan dalam waktu sesingkat-

    singkatnya dan dapat dipertanggungjawabkan;

    b. Efektif

    Harus sesuai dengan kebutuhan yang telah ditetapkan dan dapat

    memberikan manfaat yang sebesar-besarnya sesuai dengan sasaran yang

    ditetapkan;

    c. Terbuka dan bersaing

    Harus dilakukan terbuka bagi penyedia barang/jasa yang memenuhi

    persyaratan dan dilakukan melalui persaingan yang sehat di antara

    penyedia barang/jasa yang setara dan memenuhi syarat/kriteria tertentu

    berdasarkan ketentuan dan prosedur yang jelas dan transparan;

    d. Transparan

    Semua ketentuan dan informasi mengenai pengadaan barang/jasa,

    termasuk syarat teknis administrasi pengadaan, tata cara evaluasi, hasil

    evaluasi, penetapan calon penyedia barang/jasa, sifatnya terbuka bagi

    peserta penyedia barang/jasa yang berminat serta bagi masyarakat luas

    pada umumnya;

  • 40

    e. Tidak diskriminatif

    Memberikan perlakuan yang sama bagi semua calon penyedia

    barang/jasa dan tidak mengarah untuk memberi keuntungan kepada pihak

    tertentu, dengan cara dan atau alasan apapun;

    f. Akuntabel

    Harus mencapai sasaran baik fisik, keuangan maupun manfaat bagi

    kelancaran pelaksanaan tugas umum Pemerintahan dan pelayanan

    masyarakat sesuai dengan prinsip-prinsip serta ketentuan yang berlaku

    dalam pengadaan barang/jasa.

    C. Tinjauan Tentang Pemanfaatan Barang Milik Negara/Daerah

    Pengertian pemanfaatan, dapat di lihat pada peraturan perundang

    undangan yang berlaku saat ini. Berdasarkan Peraturan Pemerintah

    Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan

    Barang Milik Negara/Daerah pada Pasal 1 angka 10 menjelaskan arti

    dari pemanfaatan ialah “pendayagunaan Barang Milik Negara/Daerah

    yang tidak digunakan untuk penyelenggaraan tugas dan fungsi

    Kementerian/ Lembaga/satuan kerja perangkat daerah dan/atau

    optimalisasi Barang Milik Negara/Daerah dengan tidak mengubah

    status kepemilikan.”

  • 41

    D. Tinjauan Barang milik negara dan Barang milik Daerah

    1. Macam – macam Barang Milik Negara

    Barang milik negara meliputi barang yang dibeli atau diperoleh atas

    beban Anggaran Pembelanjaan dan Pendapatan Negara serta barang yang

    berasal dari perolehan lainnya yang sah, yaitu :

    a. Barang yang diperoleh dari hibah/sumbangan atau yang sejenis;

    b. Barang yang diperoleh sebagai pelaksanaan perjanjian/kontrak;

    c. Barang yang diperoleh sesuai peraturan perundang – undangan;

    d. Barang yang diperoleh berdasarkan putusan pengadilan yang telah

    berkekuatan hukum tetap.

    Penjelasan tersebut sesuai dengan Peraturan Pemerintah Republik

    Indonesia Nomor 27 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan Barang Milik

    Negara/Daerah.

    2. Macam – macam Barang Milik Daerah

    Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 27

    Tahun 2014 Tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah, barang

    milik daerah meliputi barang yang dibeli atau diperoleh atas beban

    Anggaran Pembelanjaan dan Pendapatan Daerah serta barang yang berasal

    dari perolehan lainnya yang sah, yaitu :

    a. Barang yang diperoleh dari hibah/sumbangan atau yang sejenis;

    b. Barang yang diperoleh sebagai pelaksanaan perjanjian/kontrak;

    c. Barang yang diperoleh sesuai peraturan perundang – undangan;

  • 42

    Barang yang diperoleh berdasarkan putusan pengadilan yang telah

    berkekuatan hukum tetap.

    E. Pengertian Barang Milik Negara dan Barang Milik Daerah

    1. Pengertian Barang Milik Negara

    Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 Pasal 1 angka 1

    bahwa barang milik negara adalah “semua barang yang dibeli atau

    diperoleh atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau

    berasal dari perolehan lainnya yang sah.”

    2. Pengertian Barang Milik Daerah

    Menurut Pasal 1 angka 16 Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik

    Indonesia Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Pengelolaan Barang Milik

    Daerah, bahwa yang dinamakan barang milik daerah adalah “semua

    barang yang dibeli atau diperoleh atas beban APBD atau berasal dari

    perolehan lainnya yang sah.”

    BAB IITINJAUAN PUSTAKAA. Tinjauan Umum Tentang Penyusunan APBD1. Pengertian Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah2. Proses Penyusunan Anggaran3. Proses Pembuatan Peraturan Daerah Tentang APBDB. Tinjauan Umum Tentang Pengadaan Barang dan Jasa2. Tinjauan Tentang Barang dan Jasa4. Prinsip-Prinsip Pengadaan Barang dan Jasa

    C. Tinjauan Tentang Pemanfaatan Barang Milik Negara/DaerahD. Tinjauan Barang milik negara dan Barang milik Daerah1. Macam – macam Barang Milik Negara2. Macam – macam Barang Milik Daerah

    E. Pengertian Barang Milik Negara dan Barang Milik Daerah