kajian filosofis - isi-ska.ac.id

114

Upload: others

Post on 02-Oct-2021

12 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: KAJIAN FILOSOFIS - isi-ska.ac.id
Page 2: KAJIAN FILOSOFIS - isi-ska.ac.id

- 2 -

KAJIAN FILOSOFIS

SASTRA & BUDAYA NUSANTARA

Penulis:

Dr. Purwadi, M.Hum

Editor:

Sri Mulyani

Desain:

Damar Hafid Alhaq

ISBN: 978-979-17832-8-8

Cetakan I, Juni 2011

Penerbit:

Putra Bangsa

Jl. Gambir no. 40 Deresan, Yogyakarta

Email: [email protected]

Page 3: KAJIAN FILOSOFIS - isi-ska.ac.id

- 3 -

KATA PENGANTAR

Kajian Filosofis Sastra & Budaya Nusantara ini

dilakukan dalam rangka untuk memperkokoh jati diri

bangsa. Semua pengkajian ilmiah terhadap sastra dan

budaya Nusantara tersebut merupakan wujud dari amalan

Bhinneka Tunggal Ika, yaitu mewujudkan keindonesiaan

yang mengakui keberagaman.

Kearifan lokal sastra dan budaya dalam lintasan

sejarah telah mewarnai kehidupan masyarakat. Butir-butir

kearifan lokal ini, menjadi persemaian yang subur bagi

pemikiran kefilsafatan dan pandangan hidup. Filsafat

adalah ilmu pengetahuan yang bertujuan untuk mencapai

hakikat kebenaran.

Dalam pandangan filsafat universal, hakikat

kebenaran semata-mata berorientasi pada aktifitas olah

cipta. Berkaitan dengan hal itu, buku ini dapat digunakan

sebagai bahan referensi bagi masyarakat umum.

Yogyakarta, 20 Juni 2011

Dr. Purwadi, M.Hum

Page 4: KAJIAN FILOSOFIS - isi-ska.ac.id

- 4 -

DAFTAR ISI

Kata Pengantar

Daftar Isi

BAB I. Sastra & Masyarakat Jawa

BAB II. Konsep Tasawuf Jawa

BAB III. Filsafat Ketuhanan & Budaya Jawa

BAB IV. Paham Wahdatul Wujud Di Nusantara

BAB V. Sastra & Kebudayaan Priyayi

BAB VI. Perpustakaan & Pengembangan Budaya

BAB VII. Media Massa & Pembinaan Budaya

BAB VIII.Sastra & Kehidupan Modern

Daftar Pustaka

Biodata Penulis

Page 5: KAJIAN FILOSOFIS - isi-ska.ac.id

- 5 -

BAB I

Sastra & Masyarakat

Jawa

Memahami Sastra

Sastra dan masyarakat memang erat kaitannya.

Demikian pula dalam kebudayaan Jawa, karya sastra

merupakan sarana untuk membentuk identitas kultural.

Di dalam karya sastra terdapat ajaran kebajikan yang

dapat digunakan untuk membina budi pekerti luhur

masyarakat Jawa.

Karya sastra diciptakan oleh sastrawan untuk

dinikmati, dipahami, dan dimanfaatkan oleh masyarakat.

Sastrawan itu sendiri adalah anggota masyarakat, ia

terikat oleh status sosial tertentu. Sastra adalah lembaga

sosial yang menggunakan bahasa sebagai medium,

bahasa itu sendiri merupakan ciptaan sosial. Sastra

menampilkan gambaran kehidupan dan kehidupan itu

sendiri adalah suatu kenyataan sosial. Dalam pengertian

Page 6: KAJIAN FILOSOFIS - isi-ska.ac.id

- 6 -

ini, kehidupan mencakup hubungan antarmasyarakat,

antara masyarakat dengan orang-seorang, antar

manusia, dan antar peristiwa yang terjadi dalam batin

seseorang.

Bagaimanapun juga, peristiwa-peristiwa yang

terjadi dalam batin seseorang, yang sering menjadi

bahan sastra, adalah pantulan hubungan seseorang

dengan orang lain atau dengan masyarakat. Sederet

pernyataan di atas menunjukkan bahwa sastra tidak

jatuh begitu saja dari langit, bahwa hubungan yang ada

antara sastrawan, sastra, dan masyarakat bukanlah

sesuatu yang dicari-cari. Adalah sah apabila kita

mempermasalahkan pengaruh timbal balik antara ketiga

unsur tersebut.

Masalah itu lahir karena beberapa pertanyaan

seperti: Apakah latar belakang sosial pengarang

menentukan isi karangannya? Apakah dalam karya-

karyanya si pengarang mewakili golongannya? Apakah

karya-karya sastra yang digemari masyarakat itu sudah

dengan sendirinya tinggi mutunya? Sampai berapa

jauhkah karya sastra mencerminkan keadaan zamannya?

Apa pengaruh masyarakat yang semakin rumit organi-

sasinya ini terhadap penulisan karya sastra? Apakah

perkembangan bentuk dan isi karya sastra membuktikan

Page 7: KAJIAN FILOSOFIS - isi-ska.ac.id

- 7 -

bahwa sastrawan mengabdi kepada selera pembacanya

dan sedaftar panjang pertanyaan lagi (Sapardi Djoko

Damono, 1979: 1).

Pengertian kesusastraan pertama-tama tergan-

tung dari konvensi sosio budaya yang berlaku dalam

masyarakat tertentu, sehingga memberikan definisi

sastra yang universal tidak mungkin (Teeuw, 1984: 9).

Obyek yang kita sebut kesusastraan adalah obyek yang

dinamiknya ditentukan oleh syarat-syarat dan norma-

norma kemasyarakatan yang berbeda-beda. Ada bebe-

rapa konsep tentang pengertian karya sastra:

Karya sastra adalah karya seni imajinatif, yang

unsur estetisnya dominan, bermedium bahasa (Rene

Wellek, 1976: 23). Karya sastra adalah suatu organisme

antara unsur-unsurnya erat terjalin, ada koherensi dan

keseluruhan yang organis. Karya sastra yaitu karya

bahasa yang bisa dinilai menurut patokan-patokan

“simbolis” yang secara umum dapat disebutkan sebagai

bentuk estetika dan makna. Karya sastra adalah

bangunan bahasa yang mendasarkan konvensi tertentu,

mengungkapkan rekaan manusia yang menandai alter-

natif terhadap kenyataan dan yang menghimbau ke

imajinasi untuk penghayatan.

Page 8: KAJIAN FILOSOFIS - isi-ska.ac.id

- 8 -

Sastra ialah karangan bahasa mengenai masalah

sosial budaya yang oleh bentuknya mendapat penilaian

positif dari masyarakat, sehingga dipelihara. Pendapat

yang lain mengatakan karya sastra adalah ungkapan

bahasa yang paling padat informasi, semua yang tidak

semantis disemantiskan pula. Sastra merupakan sistem

pembentuk model yang sekunder atas dasar makna

kebahasaan dibina makna kesusasteraan dalam karya

sastra. Karya sastra merupakan pengungkapan baku dari

apa yang telah disaksikan orang dalam kehidupan,

dialami orang tentang kehidupan, direnungkan, dan

dirasakan orang mengenai segi-segi kehidupan yang

paling menarik minat secara langsung lagi kuat.

Berdasarkan pengertian di atas, maka wayang

dapat dikategorikan sebagai bentuk hasil kesusasteraan.

Wayang merupakan salah satu warisan bangsa Indonesia

yang sudah berkembang selama berabad-abad (Haryan-

to, 1992:14). Meskipun kerangka dasar cerita wayamg

bersumber dari epos India: Mahabarata dan Ramayana,

namun dalam realitas pementasannya, wayang

disesuaikan dengan karakter dan selera orang Jawa.

Cerita-cerita wayang sekarang bila dibandingkan dengan

sumber aslinya akan tampak sekali telah mengalami

Page 9: KAJIAN FILOSOFIS - isi-ska.ac.id

- 9 -

banyak perubahan. Dengan demikian karya sastra

merupakan ungkapan jiwa yang menjelma keindahan.

Rasa Keindahan

Dari perspektif ilmu kefilsafatan, karya sastra

menjadi objek kajian yang berlimpah ruah. Karya sastra

dapat ditinjau dari segi etis dan estetis. Konsep etis

terkait dengan tata susila, konsep estetis terkait dengan

aspek keindahan.

Bagi masyarakat Jawa sastra menjadi sarana

untuk mengungkapkan rasa keindahan. Teori sastra

menyelidiki atau mempelajari prinsip-prinsip, kategori,

kriteria sastra dan sebagainya, misalnya: hakekat sastra,

konvensi sastra, jenis sastra, teori penilaian sastra, sifat

dan fungsi sastra. Kritik sastra menyelidiki karya sastra

konkrit, satu per satu atau dalam urutan kronologis. Jadi

memberikan pertimbangan baik buruk, bernilai tidaknya

karya sastra. Sejarah sastra menyelidiki seni sastra

sebagai kelompok yang sewaktu atau kelompok sastra itu

sebagai rangkaian kronologis serta menjadi bagian yang

tak terpisahkan di dalam proses sejarahnya.

Meskipun pembagian ketiganya jelas namun

metode masing-masing tidak dapat berdiri sendiri-

sendiri dalam pelaksanaannya. Ketiganya saling mem-

Page 10: KAJIAN FILOSOFIS - isi-ska.ac.id

- 10 -

bantu dan mengisi. Misalnya untuk memberikan

penilaian karya sastra diperlukan teori penilaian dan ciri-

ciri karya sastra yang baik atau yang berbobot.

Sebaliknya teori sastra pun memerlukan kritik sastra dan

sejarah sastra, teknik dan kriteria dapat mengambil dari

kritik sastra (Soekarjo, 1993: 74).

Perkembangan estetika dapat diringkaskan seba-

gai suatu dialektika yang tesis-tesisnya dulce et utile

(Horace), artinya bahwa puisi atau sastra itu menyenang-

kan dan berguna. Keduanya harus digabung, sebab utile

dulce bukan sastra lagi dan dulce tanpa utile hanya

keenakan saja. Dan menekankan aspek manfaat ada

bahayanya, sebab faedah sastra jauh mengatasi faedah

praktid, misalnya untuk memberikan pelajaran agama,

tata susila dan sebagainya. Sastra adalah alat manusia

untuk menemukan seluk beluk eksistensinya „literature

offers the best means alat, cara for exploring the

complexities kerumitan, keruwetan of order pesanan,

urutan and meaning. Pada hakikatnya sejak lahirnya

seni itu telah lahir pula dua tujuan seni yang saling

bertentangan satu dengan lainnya.

Pertentangan tersebut hingga kini masih tampak

agak jelas. Yang pertama adalah L’art Pour L’art atau

seni untuk seni. Sedang yang kedua L’art Pour Argent

Page 11: KAJIAN FILOSOFIS - isi-ska.ac.id

- 11 -

atau seni untuk uang, maksudnya seni yang lebih

mengutamakan tujuan-tujuan tertentu yang bersifat

menguntungkan. Di samping itu masih ada tujuan seni

yang ketiga, yang merupakan kompromi antara kedua

tujuan seni tersebut di atas ialah L’art Engagee, seni

berisi.

Adapun yang dimaksud dengan L’art Pour L’art

atau seni untuk seni, ialah seni yang memutuskan

hubungan dengan kenyataan yang terdapat dalam

kehidupan. Seni yang demikian ini dikatakan seni yang

kosong, tidak ada isinya yang berfaedah bagi perbaikan

masyarakat. Seni tersebut hanya berujud suatu

keindahan yang bersifat khayal. Meskipun demikian,

keindahan yang bersifat khayal itu dapat juga dinikmati

oleh manusia, sebab pada hakekatnya manusia memang

mempunyai hasrat berkhayal, berimaji. Sebagai contoh,

misalnya pada waktu kita melamun menikmati awan

yang sedang berkejar-kejaran ditiup angin atau daun-

daun kering yang gugur atau kucing yang sedang

bermain-main dengan anaknya (Soekardjo, 1993:1).

Sastra sebagai gejala budaya menunjukkan

paradoks yang cukup menarik, pada satu pihak sastra

adalah gejala universal yang terdapat dalam setiap

masyarakat manusia sedangkan pada pihak lain ilmu

Page 12: KAJIAN FILOSOFIS - isi-ska.ac.id

- 12 -

sastra sampai sekarang belum berhasil merumuskan

definisi gejala sastra yang universal dan umum diterima.

Memang di mana-mana manusia secara konvensional

memakai bahasa tidak hanya untuk berkomunikasi

mengenai hal-hal dan peristiwa-peristiwa sehari-hari,

melainkan pula untuk mencoba memberi jawaban atas

masalah eksistensi paling mendasar yang dihadapinya.

Hal itu dapat dilakukan lewat pemikiran keagamaan atau

sistem filsafat, tetapi di mana-mana kita lihat pula gejala

yang disebut sastra.

Gagasan bahwa bahasa puisi adalah bahasa

purba, bahasa asli umat manusia, cukup luas tersebar

walaupun pendirian ini tidak umum diterima lagi,

namun tidak dapat disangkal bahwa sastra sebagai jalan

keempat ke kebenaran adalah pemakaian bahasa yang di

mana-mana kita dapati. Dengan jalan keempat kita

maksudkan jalan lain di samping jalan agama, jalan

filsafat dan jalan ilmu pengetahuan. Filsafat dan ilmu

pengetahuan dapat dikatakan gejala yang cukup baru

dalam sejarah kebudayaan, walaupun dalam masyarakat

tradisional juga sudah terdapat bermacam-macam hal

dan gejala yang bersamaan dengan filsafat atau ilmu

pengetahuan modern.

Page 13: KAJIAN FILOSOFIS - isi-ska.ac.id

- 13 -

Kita teringat akan pengobatan tradisional yang di

jaman modern makin menarik perhatian lagi,

pengetahuan mengenai perbintangan yang sering kali

dimiliki oleh masyarakat tradisional, kepandaian di

bidang pelayaran, pertanian dan lain-lain; dan berfikir

secara abstrak mengenai dirinya sendiri dan dunia di

sekitarnya juga sudah termasuk kemampuan manusia

yang disebut ”primitif”. Agama, bagi kebanyakan

manusia jalan utama kebenaran, sebagai gejala budaya

tak kurang universalnya daripada sastra; tetapi sastra

menunjukkan keistimewaan yang menjadikannya

sesuatu yang khas; dalam keaneka-ragaman yang tak

terhingga manusia mempergunakan bahasa untuk

mengungkapkan hal-hal yang hakiki bagi dirinya, untuk

mengetahui dirinya dan dunia di sekitarnya, di mana

bahasa itu sendiri menjadi alat utamanya, malahan

menjadi tujuannya, baik tujuan utama maupun tujuan

sampingan.

Emosi cinta kasih dicurahkannya dalam pantun

birahi atau dalam puisi lirik modern; lewat nyanyian

pengayau dicobanya menguasai, berkat kekuasaan kata,

lawannya dan menyelamatkan dirinya; dalam mantranya

sang pawang berusaha menguasai alam, penyakit,

binatang buas dan lain-lainnya; dalam mitos suku penge-

Page 14: KAJIAN FILOSOFIS - isi-ska.ac.id

- 14 -

tahuan yang hakiki mengenai masyarakat diturunkan,

sebagai pedoman dan penyelamatan keberlangsungan

hidup masyarakat.

Page 15: KAJIAN FILOSOFIS - isi-ska.ac.id

- 15 -

BAB II

Konsep Tasawuf Jawa

Sastra Mistik

Mistik dan sastra memang erat hubungannya.

Negeri Mesir, Syria, Palestina, dan Persia sudah lama

mengenal ajaran filsafat Yunani. Ajaran Hindu, Buddha,

Majusi, Kristen dan mistik Neo Platonisme telah lama

dikenal di sekitar Jazirah Arab (Simuh, 1995: 69).

Dengan demikian Islam yang tersebar senantiasa

mengalami penyesuaian dengan lingkungan peradaban

dan kebudayaan setempat, sehingga keberadaan agama

Islam diterima serta tidak mengalami pergolakan.

Perkembangan Islam yang bersifat sufistik itu

berjalan sampai di kawasan yang lebih luas. Para

saudagar Islam mengalihkan usahanya ke Asia Selatan,

Asia Timur dan Asia Tenggara. Pada abad ke-13 sampai

14 daerah Gujarat, India menjadi sangat ramai (Abdullah

(ed.) 1991: 39). Pelabuhan penting di Sumatra yaitu

Page 16: KAJIAN FILOSOFIS - isi-ska.ac.id

- 16 -

Lamuni Aceh, Barus dan Palembang, serta di Jawa yaitu

Sunda Kelapa dan Gresik telah tumbuh sejak awal abad

Masehi.

Perkembangan sastra mistik mulai Nampak

setelah Kerajaan Majapahit mengalami kemunduran

pada akhir abad 14 (Raffles, 1982: 372). Kemudian

muncul komunitas muslim di daerah Tuban, Gresik,

Panarukan, Demak, Pati, Yuwana, Jepara dan Kudus

(Kartodirdjo, 1988: 28). Kota-kota ini semakin ber-

tambah kokoh dan makmur. Demak berhasil menyusun

kekuasaan yang solid, dengan rajanya yang pertama

yaitu Raden Patah. Sebelum mendirikan kerajaan

Demak, Raden Patah terlebih dahulu membina basis

pesantren (Jendra, 1986: 140). Pada jaman ini sastra

mistik dikembangkan oleh Wali Sanga. Contohnya

adalah Suluk Wujil, Suluk Sujinah dan Suluk Malaya.

Pusat-pusat peradaban Islam berdiri kokoh di

wilayah pesisir pulau Jawa. Peradaban Islam Jawa mulai

berkembang sejak berdirinya kerajaan Demak. Suatu

kenyataan bahwa mistik, bahkan mistik yang heterodoks

dan panteistik, telah mendapat tempat yang penting

dalam kehidupan keagamaan Islam Jawa sejak abad ke-

15 dan 16. Hal ini bisa dibuktikan dalam karya sastra

Jawa (Graaf dan Pigeaud, 1989: 31). Para guru agama

Page 17: KAJIAN FILOSOFIS - isi-ska.ac.id

- 17 -

yang berkunjung ke Jawa pada abad ke-15 dan 16, adalah

kelompok mahasiswa dan sarjana yang menjelajahi

dunia Islam sambil menghimpun ilmu, dan menyebar-

kan pelajaran. Dengan menggunakan pendekatan kebu-

dayaan para guru spiritual itu berhasil menyebarkan

Islam di tanah Jawa secara aman dan damai.

Spiritualitas Kesusastraan

Sastra Jawa semacam Serat Suluk, Serat

Wulangreh dan Serat Dewaruci merupakan karya yang

mengandung nilai spiritual. Dalam hal ini spiritualitas

kesusastraan menjadi referensi bagi orang Jawa untuk

melakukan refleksi atas kehidupan.

Adat istiadat dan tradisi sangat diperhitungkan

dalam menjalankan dakwah Islamiah. Dalam perspektif

perkembangan peradaban Jawa dapat dikatakan bahwa

di istana Islam yang terdapat di sepanjang pantai Jawa,

mereka mendapat sambutan yang cukup meriah sebagai

ahli spiritual dan intelektual. Gagasan kehidupan

sufisme di nusantara dipelopori oleh para pujangga

istana. Umumnya mereka memadukan pemikiran yang

bernuansa adat dalam bingkai syariat.

Elit-elit penguasa Jawa menyambut kehadiran

Islam tersebut dengan penuh keramahan. Para penyebar

Page 18: KAJIAN FILOSOFIS - isi-ska.ac.id

- 18 -

tarekat mempunyai hubungan yang amat luas. Mobilitas

sosial mereka yang begitu kosmopolit, pergaulan luas,

mempunyai jaringan antar bangsa, mempunyai daya

pikir, dan penuh dengan kecakapan, membuat daya tarik

pihak istana Islam. Mereka direkrut sebagai tenaga ahli,

penasihat, dan bahkan diminta untuk membantu

memimpin usaha (Graaf dan Pigeaud, 1989: 31).

Sebagian dari mereka ada yang mendirikan pusat-pusat

pendidikan Islam yang berupa pondok pesantren.

Perkembangan mistik Jawa lebih menonjol saat

muncul tokoh-tokoh yang memahami budaya asli Jawa,

Hindu, Budha dan Islam. Demikian halnya dengan

paham mistik Jawa. Pujangga Yasadipura I yang pernah

mendalami ilmu pengetahuan di pesantren di daerah

Kedu sejak usia 8 tahun–14 tahun, maka nilai-nilai luhur

agama Islam merasuk dalam pikiran, ucapan dan

tindakannya. Karya-karya Yasadipura I seperti Sêrat

Ambiya, Sêrat Ménak, dan Sêrat Bima Suci di sana

dijumpai istilah-istilah dan ajaran-ajaran yang berasal

dari konsep tasawuf Islam.

Di daerah Sulawesi Selatan terdapat tokoh Syeh

Yusuf yang menyebarkan ajaran tasawuf dan akhlakul

karimah. Wilayah Priangan Jawa Barat dipelopori oleh

Syeh Abdul Muhyi sedangkan untuk Sumatra dapat

Page 19: KAJIAN FILOSOFIS - isi-ska.ac.id

- 19 -

disebutkan Syeh Abdurrauf Singkili. Mereka adalah para

penyebar tasawuf yang diolah dalam bentuk sastra

mistik.

Dalam konteks reformasi peradaban kekinian,

nilai-nilai luhur itu sangat relevan, karena telah terbukti

mampu mengatasi ruang dan waktu. Kehidupan pujang-

ga Ranggawarsita berada dalam lingkungan Kraton Jawa

yang penuh dengan konsep logika, etika, dan estetika.

Menungsa ora duwe apa-apa. Duwe rasa duwe wae

ora. Perasaan tidak punya apa-apa, bahkan punya rasa

punya saja tidak. Sebuah prinsip yang dipegang oleh

kaum sufi secara universal (Wiwien Widyawati, 2010:

27). Kaum sufi sejati senantiasa melatih diri untuk

meninggalkan dunia sebelum meninggal dunia.

Ungkapan yang menunjukkan keikhlasan.

Page 20: KAJIAN FILOSOFIS - isi-ska.ac.id

- 20 -

BAB III

Filsafat Ketuhanan &

Budaya Jawa

Kembali pada Asal-muasul

Filsafat Ketuhanan dalam budaya Jawa terdapat

dalam Serat Wirid Hidayat Jati, Serat Wedhatama dan

Serat Rama. Karya pujangga ini mengandung nilai

keindahan yang tinggi dengan disertai ajaran luhur

tentang hubungan antara manusia dengan Tuhannya.

Dalam serat Jawa dikenal adanya ungkapan

manunggaling kawula gusti, sangkan paraning

dumadi, kawruh satataning panembah. Pesan tentang

asal-usul dan tujuan hidup demikian dipegang teguh oleh

Ranggawarsita. Hidup di dunia ini tidak lama, ibarat

manusia pergi ke pasar, akan segera kembali ke rumah

asalnya, karena itu jangan sampai ragu-ragu terhadap

asal-usul, agar jangan sampai salah jalan. Pesan ini

menunjukkan bahwa manusia hidup di dunia sekedar

Page 21: KAJIAN FILOSOFIS - isi-ska.ac.id

- 21 -

mampir ngombe, karena suatu ketika akan kembali

kepada Tuhan. Tuhan adalah tumpuan sangkan

paraning dumadi.

Konsep mati sajroning ngaurip bermakna tentang

kesadaran akan makna kehidupan. Ajaran Rangga-

warsita tidak bisa dipisahkan dengan ajaran manung-

galing kawula Gusti. Perwujudan makna manunggaling

kawula Gusti dengan harapan adanya manusia yang

waskitha dan susila. Harmonitas antara suara batin

dengan laku amalannya menjadi titik sentral orientasi

dharma baktinya dalam kehidupan sosial.

Pada tipe kosmologis terdapat kecenderungan kuat

tentang olah lahir dan olah batinnya, yaitu peleburan diri

ke dalam daya “kosmos universal” dan mengeliminasi

individualitasnya. Tindakannya untuk membebaskan da-

ri belenggu alam empiris materiil, menuju pada kondisi

eksistensial transenden, sehingga tercipta kesatuan

mutlak.

Secara emanatif manusia dilukiskan sebagai

percikan cahaya dan akan kembali ke asal muasalnya,

sangkan paraning dumadi, yaitu Dzat kosmos yang

illahi adikodrati. Aku palsu yang suka melibatkan pada

soal-soal duniawi semu dilenyapkan. Akhirnya tercapai-

lah kebebasan batin patipurna. Diri materiil dimatikan

Page 22: KAJIAN FILOSOFIS - isi-ska.ac.id

- 22 -

secara maknawiyah, mati sajroing ngaurip. Diri materiil

ditingkatkan menjadi diri mutlak yang identik dengan

ada mutlak atau kenyataan hidup (Subagyo, 1989:52).

Manunggaling kawula gusti juga tercermin

dalam ajaran Bima sewaktu berdwija dengan Dewa Ruci.

Manusia itu kecil sekali bila berhadapan dengan

kekuasaan kebijaksanaan dan keberadaan Tuhan yang

kekal transendental, sehingga manusia harus sadar un-

tuk menyembah, menyerahkan diri kepada sang Pencipta

(Soetarno, 1995: 83). Sewaktu Werkudara menyelam

mengarungi samudra, dia membunuh naga Nembur-

nyawa. Dia mati sajroning urip dengan tujuan urip

sajroning mati, suatu sikap sempurna dalam falsafah

Jawa (Magnis Suseno, 1989: 14). Dia sudah menjadi

manusia sempurna, insan kamil (Soekatno, 1992: 82).

Manusia terdiri dari bagian batiniah dan lahiriah.

Bagian batiniah yang mempunyai asal-usul dan tabiat

ilahi, sehingga batin merupakan kenyataan sejati.

Sebaliknya segi lahiriah atau materiil merupakan wadah

bagi rohnya, sehingga perlu dikuasai karena lahiriah itu

tempatnya hawa nafsu dan daya-daya ruhani. Ini

dimaksudkan agar tercapai suatu keharmonisan diri,

sebagaimana cerminan diri manusia satria pinandhita

(De Jong, 1985: 14). Begitu kagumnya kepada tokoh

Page 23: KAJIAN FILOSOFIS - isi-ska.ac.id

- 23 -

Bima, maka tidak mengherankan kalau banyak orang

yang memajang gambar tokoh Bima dalam ruang-ruang

tamu, sebagai inspirasi berkaitan dengan keanggunan

dan keagungannya.

Pantheisme & Monisme

Pantheisme adalah paham yang mengatakan

bahwa dunia terlebur dalam Tuhan; dengan salah satu

cara dunia merupakan bagian dari hakikat-Nya. Sedang

monisme adalah paham yang mengatakan bahwa Tuhan

terlebur di dalam dunia, dunia merupakan ada yang

tunggal dan mutlak. Karena sifatnya yang mutlak, maka

dunia itu masih dapat disebut dengan nama Tuhan,

tetapi lepas dari sikap sujud atau agama. Pantheisme dan

Monisme pada dasarnya berakar pada pendapat bahwa

segala sesuatu tunggal dalam Adanya perbedaannya

yaitu: Pantheisme bersifat religius dengan menekankan

segala sesuatu yang berada di atas alam kebendaan.

Monisme bersifat areligius dan sering bersifat

materialistis (Zoetmulder, 1985:3). Berpijak dari penger-

tian di atas, maka dapat diambil penjelasan bahwa cerita

Dewaruci bersifat pantheistis, karena dalam hal ini

Warangka Manjing Curiga Bima masuk dalam tubuh

Dewaruci. Sedangkan cerita Bimapaksa, Bimasuci,

Page 24: KAJIAN FILOSOFIS - isi-ska.ac.id

- 24 -

Begawan Senarodra bersifat monistis. Hal ini disebabkan

karena Dewaruci yang masuk dalam tubuh Bima atau

disebut Curiga Manjing Warangka.

Uraian dalam kepustakaan Islam kejawen, yang

menyangkut hubungan manusia dengan Tuhan, umum-

nya mengandung rumusan yang saling tumpang tindhih.

Tuhan dilukiskan memiliki sifat-sifat yang sama dengan

manusia, dalam arti insan kamil. Sebaliknya manusia

digambarkan sama dengan Tuhan. Paham semacam ini

dalam falsafah dinamakan antropomorfisme (Simuh,

1988: 299).

Tingkat tertinggi dalam hal mistik disebut dengan

rasa jati. Mistik di Jawa adalah metafisika terapan,

serangkaian aturan praktis untuk memperkaya kehidup-

an batin yang didasarkan pada analisa intelektual atau

pengalaman. Meskipun setiap orang atau sekte mem-

punyai posisi yang agak berbeda dan menarik kesim-

pulan yang agak berbeda dari analisa yang sama, tak satu

pun yang mempersoalkan premis-premis dasar dari

analisis itu. Sebagaimana tradisi analistik Barat dari

Descartes sampai Kant, dasar pengandaian metafisika-

nya sama saja (Clifford Geertz, 1983:415).

Delapan daya yang memaparkan teori mistik

Jawa yaitu: perasaan baik-baik, senang gembira saling

Page 25: KAJIAN FILOSOFIS - isi-ska.ac.id

- 25 -

bergantung secara inheren dan tak bisa dipisahkan

dalam kehidupan sehari-hari. Tidak seorang pun dapat

bahagia atau susah sepanjang masa, tetapi terus menerus

berada dalam keadaan dua hal ini: tujuan hidup bukan

hanya untuk inakumalisasi kebahagiaan dan minimali-

sasi kesedihan, yang pada hakikatnya tidak mungkin.

Tujuan hidup adalah mengurangi hawa nafsu, sehingga

mampu mengerti perasaan yang lebih benar. Harapan-

nya adalah tentram ing manah, kedamaian, ketenangan

dan ketentraman dalam hati.

Di balik perasaan manusiawi yang kasar, terdapat

perasaan dasar yang murni atau rasa, yang merupakan

jati diri, seorang individu dan manifestasi Gusti Allah

dalam individu itu. Kebenaran keagamaan yang dasar

dari mistikus Jawa terikat dalam persamaan: rasa = aku

= Gusti. Tujuan manusia adalah untuk tahu atau merasa-

kan. Rasa tertinggi ini dalam dirinya sendiri.

Prestasi demikian akan membawa kekuatan

spiritual. Pengakuan rasa tertinggi ini dicapai seseorang

dengan cara memiliki kehendak yang murni, harus me-

musatkan kehidupan batinnya, mengintensifkan dan

memusatkan semua sumber-sumber spiritualnya pada

suatu titik yang kecil seperti suryakanta menghasilkan

panas maksimum pada suatu titik.

Page 26: KAJIAN FILOSOFIS - isi-ska.ac.id

- 26 -

Kecuali disiplin spiritual dan meditasi, studi

empiris terhadap kehidupan emosional, suatu psikologis

metafisik, juga menimbulkan suatu pengertian dan

pengalaman mengenai rasa. Studi semacam ini meru-

pakan suatu analisis pengalaman fenomenologis dan

dianggap sebagai teori yang menyangkut praktek

berpuasa dan kewajiban lain. Karena seseorang berbeda-

beda dalam kesanggupannya melaksanakan disiplin

spiritual, maka sangat mungkin meletakkan seseorang

pada tingkatan yang berbeda-beda menurut kesang-

gupan dan prestasi spiritualnya, sehingga ada golongan

dwija dan siswa.

Pada tingkat pengalaman dan eksistensi tertinggi,

semua orang adalah satu, sama dan tidak ada indivi-

dualitasnya, karena rasa aku dari Gusti adalah objek

abadi yang sama dalam semua orang. Kombinasi

pengertian ini dengan ide mengenai suatu hirarki yang

didasarkan atas prestasi rohamah menimbulkan suatu

etik yang menganjurkan adanya perasaan tepa selira.

Karena tujuan semua manusia untuk mengalami rasa,

maka sistem religi dan kepercayaan, seharusnya

hanyalah merupakan alat untuk mencapai tujuan itu. Hal

ini menimbulkan pandangan yang relatifistis terhadap

Page 27: KAJIAN FILOSOFIS - isi-ska.ac.id

- 27 -

sistem-sistem serupa, sehingga adanya toleransi mutlak

diperlukan (Clifford Geertz, 1983:416).

Pengetahuan tentang rasa tertinggi merupakan

tujuan pencarian mistik dan harus menjadi tujuan

keagamaan seseorang. Tindakan pemahaman ini sering

dianggap memiliki dua tahap utama: ning harfiah berarti

hening, diam yang menunjuk kepada penenangan emosi;

dan kemudian ning kejernihan pengetahuan yang dalam,

gerak hati yang mengikuti keheningan dan yang bisa

merupakan yang sangat emosional, meskipun biasanya

dilukiskan sebagai tanpa isi sama sekali, batin yang sama

sekali kosong (Clifford Geertz, 1983:425). Untuk

mencapai keadaan mistik, seseorang harus ngesti.

Ngesti berarti menyatakan semua kekuatan

individu dan mengarahkannya langsung kepada suatu

tujuan tunggal, memusatkan kemampuan psikologis dan

fisiknya ke arah satu tujuan yang sempit. Hal ini

merupakan penggalian mental yang intens pencarian

pengertian yang didukung oleh kehendak yang tak

tertahankan dan suatu penggabungan ke dalam satu

keseluruhan sederhana dari berbagai kekuatan dalam

individu itu.

Semua indera, emosi bahkan kalau bisa semua

seluruh proses fisik tubuh, semuanya dibawa ke dalam

Page 28: KAJIAN FILOSOFIS - isi-ska.ac.id

- 28 -

satu kesatuan dan dipusatkan kepada tujuan tunggal

(Clifford Geertz, 1983: 430). Ngesti atau konsentrasi

kekuatan seseorang kepada satu tujuan disebut sebagai

penggalian yang intens atau permohonan yang serius,

juga dilengkapi dengan disiplin instinktual. Di antara

disiplin instinktual yaitu puasa dan berjaga di malam

hari yang dapat menghasilkan kekuatan dan intensitas

spiritual.

Istilah mistik berasal dari bahasa Yunani: mio

berarti menyembunyikan, menutup mata atau mulut. Ini

berkaitan dengan jaman Pra-Kristiani yang bersifat

rahasia. Pada masa awal Masehi mistik berfungsi sebagai

sarana penafsiran makna alegoris ajaran Kristiani,

sehingga istilah mistik berkaitan dengan makna religius

dan doktrinal (Surahardjo, 1983: 1). Tujuan pokok dan

intisari mistik menurut Sri Mulyono adalah berada

dalam hadirat Ilahi dan memperoleh hubungan langsung

yang disadari dengan Tuhan. Pendek kata sadar akan

komunikasi dan dialog antara roh manusia dengan

Tuhan (Sri Mulyono, 1983: 57).

Seorang tokoh mistik Jawa yang populer dan

kontroversial hingga saat ini adalah Syekh Siti Jenar.

Nama Syekh Siti Jenar yang lain adalah Syekh Lemah

Bang, Siti Brit dan Siti Rekta. Syekh Siti Jenar pernah

Page 29: KAJIAN FILOSOFIS - isi-ska.ac.id

- 29 -

mendapat wejangan dari Nabi Kilir, Sunan Kalijaga, dan

Sunan Bonang (Munir Mulkhan, 1999). Konon ceritanya,

Sunan Bonang memberi wejangan kelas tinggi, ilmu

Hakikat atau ilmu kesempurnaan kepada Sunan Kalijaga.

Begitu pentingnya ilmu ini, maka dicari tempat yang

sangat sepi. Sunan Bonang memilih di atas perahu di

tengah lautan untuk mbabar kawruh ini, dengan

harapan agar dalam membeberkan ilmunya itu tidak

akan menggoncangkan dunia.

Karena perahu tadi ada bagiannya yang bocor,

maka Sunan Kalijaga menambalnya dengan tanah liat. Di

tengah-tengah kesunyian yang hening itu, Sunan Bonang

memberikan ilmu hakikatnya. Tiba-tiba ada seekor

cacing dari dalam tanah liat itu yang berubah menjadi

manusia, karena mendengarkan ilmu Sunan Bonang.

Manusia baru itu diberi nama Siti Jenar oleh Sunan

Bonang dan diakui sebagai muridnya. Syekh Siti Jenar

akhirnya menjadi tokoh yang cerdas dan terkenal

ilmunya.

Siti Jenar kemudian mendirikan peguron. Murid-

muridnya yaitu Ki Ageng Pengging, Ki Ageng Tingkir dan

Pangeran Panggung. Di peguron-nya itu rupanya Syekh

Siti Jenar mengembangkan ilmu dengan aliran wahdatul

wujud atau kesatuan wujud dengan melakukan ittihad

Page 30: KAJIAN FILOSOFIS - isi-ska.ac.id

- 30 -

atau persatuan mutlak. Ajaran kesatuan mutlak atau

ittihad itu bagaikan api dengan nyalanya, laut dengan

ombaknya, dan kembang dengan sarinya. Ajaran ini

adalah pengaruh tasawuf Ibnu Arabi 1165 – 1240 dan Al

Hallaj 858 – 922 (Simuh, 1988).

Konsep manunggaling kawula gusti oleh Syekh

Siti Jenar disebut dengan uninong aning unong (Soesilo,

2000: 58). Ajaran Syekh Siti Jenar menarik dikaji karena

saat itu ajarannya benar-benar mengguncangkan ke-

kuasaan kesultanan Demak yang didukung oleh ahli

syariat yang tergabung dalam Dewan Wali Sanga. Paham

manunggaling kawula gusti di kalangan masyarakat

Jawa amat populer dan disukai. Setiap kali ada renungan

spiritual antar kasepuhan senantiasa membicarakan kon-

sep ini demi memperoleh ketenangan dan ketentraman.

Page 31: KAJIAN FILOSOFIS - isi-ska.ac.id

- 31 -

BAB IV

Paham Wahdatul Wujud di

Nusantara

Theologi Kerakyatan

Paham wahdatul wujud merupakan manifes-

tasi theologi kerakyatan yang berkembang di kawasan

Nusantara. Dalam kitab-kitab tasawuf paham ini

ditulis oleh para tokoh kesusastraan mistik. Di Aceh

dikenal Hamzah Fansuri, dan di Jawa dikenal

Ranggawarsita. Mereka adalah penghayat paham ini.

Penyebaran faham wahdatul wujud dapat

dilacak dari wilayah Samudra Pasai (Arra, 1969: xiii).

Maulana Malik Ibrahim, tokoh agama Islam bangsa

Arab, pada tahun 1399 datang ke pulau Jawa (Zuhri,

1981: 231). Di antara tokoh yang terkenal adalah

Hamzah Fansuri. Dia merupakan tokoh tasawuf dari

Aceh yang membawa paham wahdatul wujud yang

dicetuskan Ibnu Arabi. Penyair pertama yang

memperkenalkan bentuk syair ke dalam sastra Melayu.

Page 32: KAJIAN FILOSOFIS - isi-ska.ac.id

- 32 -

Ia berasal dari keluarga Fansuri, keluarga yang telah

turun-temurun berdiam di Fansur, kota pantai di

Sumatra Utara.

Ia diperkirakan telah menjadi penulis pada

masa Kesultanan Aceh diperintah oleh Sultan Alauddin

Ri'ayat Syah Sayid al-Mukammal yang hidup antara

tahun 1589-1604. Ia banyak melakukan perjalanan,

antara lain ke Kudus, Banten, Johor, Siam, India,

Persia, Irak, Mekah, dan Madinah (Ibrahim Alfian,

2000: 14). Pengembaraannya bertujuan untuk mencari

makrifat Allah SWT. Ketika pengembaraannya selesai,

ia kembali ke Aceh dan mengajarkan ilmunya.

Mula-mula ia berdiam di Barus, lalu ke Banda

Aceh. Kemudian ia mendirikan dayah (pesantren) di

Oboh Simpangkanan, Singkel. Riwayat hidupnya yang

sedikit itu dan pengembaraannya ke banyak tempat

diketahui melalui syair-syairnya. Syair Hamzah

Fansuri merupakan syair-syair Melayu yang tertua.

Bersama-sama dengan Syekh Syamsuddin as-

Sumatrani, Hamzah Fansuri adalah tokoh aliran

wujudiyyah, penganut paham wahdatul wujud. Ia

dianggap sebagai guru Syamsuddin as-Sumatrani.

Syamsuddin kerap kali mengutip ungkapan-

ungkapan Hamzah Fansuri. Bersama dengan muridnya

Page 33: KAJIAN FILOSOFIS - isi-ska.ac.id

- 33 -

ini, Hamzah Fansuri dituduh menyebarkan ajaran

sesat oleh Nuruddin ar-Raniri, ulama yang paling ber-

pengaruh di istana Sultan Iskandar Sani (Jaelani

Harun, 2004: 23). Karya tulis Hamzah Fansuri dapat

dikatakan sebagai peletak dasar bagi peranan bahasa

Melayu sebagai bahasa keempat di dunia Islam setelah

bahasa Arab, Persia, dan Turki Usmani. Karya-karya

Hamzah tersebar berkat jasa Sultan Iskandar Muda

yang mengirimkan kitab-kitab Hamzah Fansuri antara

lain ke Malaka, Kedah, Sumatra Barat, Kalimantan,

Banten, Gresik, Kudus, Makassar, dan Ternate.

Karya syairnya antara lain Syair Burung Pingai,

Syair Burung Pungguk, Syair Perahu, dan Syair

Dagang. Adapun yang berbentuk prosa di antaranya

Asrar al-Arifin fi Bayan Ilm as-Suluk wa at-Tauhid atau

Keterangan Mengenai Perjalanan Ilmu Suluk dan Ke-

esaan Allah dan Syarab al-Asyiqin atau Minuman

Orang-Orang yang Cinta kepada Tuhan. Karya puisi-

nya tergabung dalam kitab Ruba'i. Karya ini kemudian

diulas oleh as-Sumatrani.

Kecuali Syair Dagang, syair-syair Hamzah Fan-

suri bersifat mistis dan melambangkan hubungan

Tuhan dengan manusia. Syair Dagang bercerita ten-

tang kesengsaraan seorang anak dagang yang hidup di

Page 34: KAJIAN FILOSOFIS - isi-ska.ac.id

- 34 -

rantau. Syair ini menjadi contoh syair-syair dagang

yang lahir kemudian.

Syair Burung Pingai bercerita tentang burung

pingai yang melambangkan jiwa manusia dan juga

Tuhan. Dalam syair ini, Hamzah Fansuri mengangkat

satu masalah yang banyak dibahas dalam tasawuf,

yaitu hubungan satu dan banyak. Yang Esa adalah

Tuhan dengan alamnya yang beraneka. Adapun Syair

Perahu melambangkan tubuh manusia sebagai perahu

yang berlayar di laut. Pelayaran itu penuh mara

bahaya. Jika manusia kuat memegang keyakinan la

ilaha illa Allah, tiada Tuhan selain Allah, maka dapat

dicapai suatu tahap yang menunjukkan tidak adanya

perbedaan antara Tuhan dan hamba-Nya.

Prosa Asrar al-Arifn fi Baydn Ilm as-Suluk wa

at-Tauhid antara lain berisi pandangan Hamzah

Fansuri tentang makrifat Allah SWT, sifat-Nya, dan

asma-Nya. Dalam karyanya ini ia juga mengatakan

bahwa pada dasarnya syariat, hakikat, dan makrifat

adalah sama; barangsiapa yang mengenal syariat juga

akan mengenal hakikat dan makrifat sekaligus.

Syarab al-`Asyiqin juga sering disebut dengan

Asrar al-`Asyiqin yang berarti Rahasia-Rahasia Orang

yang Mencintai Tuhan dan Zinat al-Muwahhidin yang

Page 35: KAJIAN FILOSOFIS - isi-ska.ac.id

- 35 -

berarti Perhiasan Orang-Orang yang Mengesakan

Tuhan. Buku ini berisi antara lain tentang perbuatan

syariat, perbuatan tarekat, perbuatan hakikat, per-

buatan makrifat, kenyataan zat Tuhan, dan sifat-sifat

Allah SWT. Di sini' Hamzah Fansuri memandang

Tuhan sebagai Yang Maha Sempurna, Yang Mutlak.

Dalam kesempurnaan itu, Tuhan mencakup segala-

galanya. Jika tidak mencakup segala-galanya, Tuhan

tidak dapat disebut Maha Sempurna dan Maha Mutlak.

Karena mencakup segala-galanya, maka manusia juga

termasuk dalam Tuhan.

Pandangan Hamzah Fansuri tentang Tuhan dan

makhluk inilah yang ditentang oleh Nuruddin ar-

Raniri. Hamzah Fansuri dianggap menyebarkan ajaran

panteisme. Sebenarnya, walaupun Hamzah Fansuri

kerap kali menampilkan aspek tasybih (keserupaan/

kemiripan) antara Tuhan dan alam ciptaan-Nya, dalam

karyanya ia juga menunjukkan adanya tanzih (perbe-

daan) antara Tuhan dan makhluk.

Sejak tahun 674 Masehi di pantai barat Sumatra

sudah ada koloni-koloni saudagar yang berasal dari

negeri Arab (Abdullah (ed.), 1991: 34). Batu nisan yang

menyebutkan nama wanita muslim bernama Fatimah

binti Maimun, yang meninggal tahun 1082, dengan

Page 36: KAJIAN FILOSOFIS - isi-ska.ac.id

- 36 -

tulisan Arab tertanggal Jumat 7 Rajab 495 Hijrah atau 27

April 1102 Masehi, telah ditemukan di Seran Gresik Jawa

Timur sekitar abad ke-11 ini diperkirakan bahwa di

pantai Jawa yaitu Gresik, Tuban dan Jepara sudah ada

komunitas Islam yang merupakan pusat perekonomian,

perdagangan, pendidikan dan penyebaran agama Islam

(Abdullah (ed.), 1991: 117).

Karya sastra yang berasal dari Aceh misalnya

Hikayat Meukuta Alam. Karya ini pernah dianalisis

secara filologis oleh Imran Abdullah (1991). Pengkajian

terhadap tokoh Aceh memang perlu dilakukan.

Misalnya tokoh Abdur Rauf as-Singkili yang lahir di

Singkel, 1035 H/1615 M Banda Aceh pada tahun 1105

H/1693 M.

Sastra dan Tarekat

Kesusastraan kerap terselip ajaran-ajaran

mistik yang dimiliki oleh kelompok tarekat tertentu.

Misalnya saja ulama besar dan tokoh tasawuf dari

Aceh yang pertama kali membawa dan

mengembangkan Tarekat Syattariah di Indonesia.

Nama aslinya adalah Abdur Rauf al-Fansuri. Pada

sekitar tahun 1064 H/1643 M, ketika Kesultanan Aceh

berada dalam pemerintahan Sultanah Safiatuddin

Page 37: KAJIAN FILOSOFIS - isi-ska.ac.id

- 37 -

Tajul Alam yang hidup antara tahun 1641-1675, Abdur

Rauf berangkat ke tanah Arab dengan tujuan mempe-

lajari agama. Ia mengunjungi pusatpusat pendidikan

dan pengajaran agama di sepanjang jalur perjalanan

haji antara Yaman dan Mekah. Ia kemudian bermukim

di Mekah dan Madinah untuk menambah pengetahuan

tentang ilmu Al-Qur'an, hadis, fikih, dan tafsir, serta

mempelajari tasawuf.

Ia mempelajari Tarekat Syattariah pada Ahmad

Qusasi yang hidup antara tahun 1583-1661, syekh

tarekat tersebut, dan Ibrahim al-Qur'ani, pengganti

Qusasi. Ia memperoleh ijazah hingga memiliki hak

untuk mengajarkan tarekat tersebut kepada orang lain.

la kembali ke Aceh sekitar tahun 1083 H/1662 M dan

segera mengajarkan serta mengembangkan tarekat ini.

Tarekat yang diajarkannya bertujuan untuk membang-

kitkan kesadaran akan Allah SWT dalam batin

manusia. Hal ini dicapai melalui pengarnalan beberapa

macam zikir.

Murid yang berguru kepadanya amat banyak

dan berasal dari berbagai daerah di Nusantara. Saat itu

Aceh merupakan tempat persinggahan para jemaah

haji. Ketika di Aceh, tidak sedikit jemaah haji yang

kemudian belajar agama dan tasawuf. Di antara murid-

Page 38: KAJIAN FILOSOFIS - isi-ska.ac.id

- 38 -

muridnya banyak yang kemudian menjadi ulama

terkenal, seperti Syekh Burhanuddin dari Ulakan

Pariaman, Sumatra Barat. Ia juga banyak berkunjung

ke berbagai daerah di Sumatra dan Jawa.

Syekh Abdur Rauf menjadi mufti Kerajaan Aceh

yang ketika itu masih diperintah oleh Sultanah

Safiatuddin Tajul Alam. Dengan dukungan kerajaan ia

berhasil menghapus ajaran Salik Buta, tarekat yang

sudah ada sebelumnya dalam masyarakat Aceh. Para

salik atau pengikut tarekat yang tidak man bcrtobat

dibunuh.

Abdur Rauf memiliki sekitar 21 karya tertulis,

yang terdiri dari 1 kitab tafsir, 2 kitab hadis, 3 kitab

fikih, dan sisanya kitab tasawuf. Kitab tafsirnya yang

berjudul Turjuman al-Mustafid atau Terjemah

Pemberi Faedah merupakan kitab tafsir pertama yang

dihasilkan di Indonesia dan berbahasa Melayu.

Salah satu kitab fikihnya berjudul Mir'at at-

Tullab fi Tafsil Ma`rifat Ahkam asy-Syar`iyyah li al

Malik al-Wahhab yang artinya Cermin bagi Penuntut

Ilmu Fikih pada Memudahkan Mengenal Segala

Hukum Syarak Allah. Di dalamnya dimuat berbagai

masalah fikih Mazhab 'Syafi'i yang merupakan

Page 39: KAJIAN FILOSOFIS - isi-ska.ac.id

- 39 -

panduan bagi seorang kadi. Kitab ini ditulis atas

perintah Sultanah.

Di bidang tasawuf, karyanya antara lain

`Umdat al-Muhtajin yang artinya Tiang Orang-Orang

yang Memerlukan, Kifayat al-Muhtajin atau

Pencukup Para Pengemban Hajat, Daqaiq al-Huruf

atau Detail-Detail Huruf, dan Bayan Tajalli yang

artinya Keterangan tentang Tajali. Umdat al-Muhtajin

atau lengkapnya `Umdat al Muhtajin ila Suluk

Maslak al-Mufridin merupakan karya Abdur Rauf

yang terpenting. Buku ini terdiri atas tujuh bab,

memuat antara lain mengenai zikir, sifat-sifat Allah

SWT dan rasul-Nya, dan asal-usul ajaran mistik. Di

akhir bukunya Abdur Rauf menceritakan riwayat

hidupnya dan guru-gurunya. Di antara gurunya itu ia

sangat memuji Ahmad Qusasi. Gurunya ini disebutnya

sebagai "pembimbing spiritual dan guru di jalan

Allah".

Abdur Rauf Singkel menganut paham bahwa

satu-satunya wujud hakiki adalah Allah SWT. Alam

ciptaan-Nya adalah wujud bayangan, yakni bayangan

dari wujud hakiki. Walaupun wujud hakiki „Tuhan‟

berbeda dengan wujud bayangan „alam‟, terdapat

keserupaan antara kedua wujud ini. Tuhan melakukan

Page 40: KAJIAN FILOSOFIS - isi-ska.ac.id

- 40 -

tajali atau penampakan diri dalam bentuk alam. Sifat-

sifat Tuhan secara tidak langsung tampak pada

manusia, dan secara relatif sempurna pada insan kamil.

Terkait dengan pemikirannya mengenai wujud

Allah SWT, dalam beberapa tulisannya mengenai

tasawuf, terlihat bahwa Abdur Rauf tidak setuju dengan

tindakan pengafiran yang dilakukan oleh Nuruddin ar-

Raniri terhadap para pengikut Hamzah Fansuri dan

Syamsuddin as-Sumatrani yang berpaham wahdatul

wujud atau wujudiyyah. Menurutnya, jika tuduhan

pengafiran itu tidak benar, maka orang yang menuduh

dapat disebut kafir.

Pandangannya terhadap paham wahdatul wujud

dinyatakan dalam buku Bayan Tajalli. Buku ini juga

merupakan usahanya dalam merumuskan keyakinan

terhadap ajaran Islam. Ia mengatakan bahwa betapa-

pun asyiknya seorang hamba terhadap Allah SWT,

Khalik dan makhluk tetap memiliki arti sendiri.

Karena Syekh Abdur Rauf Singkel mengajar dan

kemudian dimakamkan di Kuala Muara Banda Aceh, ia

kemudian juga terkenal dengan nama Teungku Syiah

Kuala. Nama ini diabadikan pada perguruan tinggi yang

didirikan di Banda Aceh pada tahun 1961, Universitas

Syiah Kuala. Ia juga sering disebut sebagai Wali Tanah

Page 41: KAJIAN FILOSOFIS - isi-ska.ac.id

- 41 -

Aceh. Makamnya dianggap tempat suci dan ramai

dikunjungi para peziarah. Karya-karya beliau cukup

tepat untuk dijadikan sebagai objek penelitian tentang

seluk-beluk theologi yang berkembang di Nusantara.

Tentang masyarakat Aceh, Ibrahim Alfian

(1973) telah menulis mengenai seluk-beluk kronika

Pasai yang ditinjau secara historis. Di antara tokoh

Aceh yang terkenal adalah Nuruddin Ar-Raniri yang

wafat pada 22 Zulhijah 1069 atau 21 September 1658.

Ia adalah seorang ulama besar, penulis, ahli fikih, dan

syekh Tarekat Rifaiah di India yang merantau dan

menetap di Aceh. Nama lengkapnya Nuruddin

Muhammad bin Ali bin Hasanji bin Muhammad bin

Hamid ar-Raniri al-Quraisyi asy Syafi'i.

la lahir sekitar pertengahan kcdua abad ke-16 di

Ranir dekat Surat, Gujarat, India. Pendidikan awal

dalam masalah keagamaan, ia peroleh di tempat

kelahirannya sendiri. Kemudian ia melanjutkan pendi-

dikan ke Tarim, Arab selatan. Kota ini adalah pusat

studi ilmu agama pada masa itu. Sebelum kembali ke

India, ia menunaikan ibadah haji dan ziarah ke makam

Nabi SAW pada tahun 1621 atau 1030 H.

Setelah beberapa tahun mengajar agama dan

diangkat sebagai seorang syekh Tarekat Rifaiah di

Page 42: KAJIAN FILOSOFIS - isi-ska.ac.id

- 42 -

India, ia mulai merantau ke Nusantara dengan me-

milih Aceh sebagai tempat menetap. Ia tiba di Aceh

pada tanggal 31 Mei 1637 bertepatan dengan 6

Muharam 1047. Belum dapat diketahui secara pasti

sebab-sebab yang mendorong dia merantau ke Aceh.

Diduga kedatangannya ke Aceh adalah karena Aceh

ketika itu sedang berkembang menjadi pusat perda-

gangan, kebudayaan dan politik serta pusat studi

agama Islam di kawasan Asia Tenggara, menggantikan

Malaka yang telah jatuh ke dalam kekuasaan Portugis,

mungkin juga karena ia mau mengikuti jejak paman-

nya, Syekh Muhammad Jailani bin Hasan bin

Muhammad Hamid ar-Raniri, yang telah tiba di Aceh

pada tahun 1588.

Setelah menetap di Aceh, Syekh Nuruddin ar-

Raniri dikenal sebagai seorang ulama dan penulis yang

produktif. Ia banyak menulis kitab-kitab dalam

berbagai cabang ilmu agama, seperti fikih, hadis,

akidah, sejarah, mistik, filsafat, perbandingan agama,

dan lain-lain. Yang menonjol dalam tulisan-tulisannya

adalah ia selalu menyebutkan sumber kutipan untuk

memperkuat argumen yang ia kemukakan.

Sebagai ahli fikih, buku karangannya yang

terkenal adalah as-Sirat al-Mustaqim yang artinya

Page 43: KAJIAN FILOSOFIS - isi-ska.ac.id

- 43 -

Jalan Lurus. Buku ini membicarakan berbagai masalah

ibadah, antara lain salat, puasa, dan zakat. Syekh

Nuruddin ar-Raniri adalah salah seorang ulama yang

berjasa dalam menyebarluaskan bahasa Melayu di

kawasan Asia Tenggara. Karya-karyanya yang ditulis

dalam bahasa Melayu membuat bahasa ini semakin

populer dan menjadi bahasa Islam kedua setelah

bahasa Arab.

Bahkan, ketika itu, jalan yang paling mudah

bagi setiap orang Islam untuk mengetahui ajaran

agamanya adalah dengan belajar bahasa Melayu, agar

dapat membaca kitab-kitab agama yang tertulis dalam

bahasa tersebut. Kitab-kitab yang ditulis oleh Syekh

Nuruddin ar-Raniri sangat populer dan dikenal luas

oleh umat Islam di kawasan Asia Tenggara. Bersamaan

dengan itu pula, bahasa Melayu tersebar luas sebagai

lingua franca. Sebagai cendekiawan ternama, ar-

Raniri bisa disebut sebagai pemikir reformis. Beliau

berhasil memberi tafsir baru atas pemahaman teks-

teks keagamaan.

Mengkaji ketokohan seorang cendekiawan pada

masa silam tak lepas dari hubungannya dengan

kekuasaan istana. Hubungan baik ar-Raniri dengan

Sultan Iskandar Syah di Aceh memberi peluang

Page 44: KAJIAN FILOSOFIS - isi-ska.ac.id

- 44 -

kepadanya untuk mengembangkan ajaran dan paham

mistik yang di bawanya. Peluang itu lebih berkembang

lagi, terutama setelah ia diangkat sebagai mufti

Kerajaan Aceh. Ia menentang paham wujudiyyah,

yang berkembang di Aceh waktu itu, suatu paham yang

sebelumnya dianut dan dikembangkan oleh Hamzah

Fansuri dan Syamsuddin as-Sumatrani, keduanya

pengikut pemikiran dan ajaran Ibnu Arabi. Untuk

menyanggah pendapat dan paham wujudiyyah

Hamzah Fansuri, ia sengaja menulis beberapa kitab,

antara lain: Asrqr al-Arifin yang artinya Rahasia Orang

yang Mencapai Pengetahuan Sanubari, Syarab al-

`Asyiqin yang artinya Minuman Para Kekasih, dan al-

Muntahi atau Pencapai Puncak. Di samping itu ia juga

menyanggah ajaran Hamzah melalui polemik-polemik

terbuka dengan para pengikut wujudiyyah.

Pergolakan pemikiran senantiasa terjadi di

kalangan ilmuwan pada masa silam sesuai dengan

aliran yang dianutnya. Ar-Raniri menentang ajaran

wujudiyyah karena ia mengganggap ajaran tersebut

berasal dari ajaran panteisme Ibnu Arabi yang

kemudian dianut dan dikembangkan oleh Hamzah

Fansuri dan Syamsuddin as-Sumatrani, yaitu: kesatu-

Page 45: KAJIAN FILOSOFIS - isi-ska.ac.id

- 45 -

an wujud Tuhan dengan makhluk, dan perbedaan

antara syariat dan hakikat.

Terhadap masalah pertama yang menyatakan ke-

esaan Tuhan dengan makhluk, Syekh Nuruddin

menjelaskan bahwa jika Tuhan dan makhluk, hakikat-

nya adalah satu, maka jadilah semua makhluk itu

adalah Tuhan, dan dengan sifat-sifat ketuhanannya ia

akan dapat mengetahui segala yang ada di langit dan di

bumi dan berbuat apa saja yang dikehendakinya.

Menurut Nuruddin, hal ini mustahil terjadi pada

manusia. Lebih lanjut, ia mengemukakan bahwa ajaran

yang menyatakan "Wujud Allah itu adalah wujud

makhluk dan wujud makhluk adalah wujud Allah"

mengandung empat kemungkinan yang mustahil

terjadi pada Allah SWT, yaitu:1. Intiqal, artinya wujud

Allah SWT berpindah kepada makhluk, seperti seorang

berpindah dari suatu tempat ke tempat yang lain, 2.

Ittihad, artinya dua wujud menjadi satu, seperti

bersatunya emas dengan tembaga, 3. Nuhil, artinya

wujud Allah SWT masuk ke dalam makhluk, seperti air

masuk ke dalam kendi, 4. Ittisal, artinya wujud Allah

SWT berhubungan dengan makhluk, seperti manusia

dengan anggotanya.

Page 46: KAJIAN FILOSOFIS - isi-ska.ac.id

- 46 -

Mengenai masalah kedua, yaitu bahwa syariat

berbeda dengan hakikat dan karena itu perbedaan

Tuhan dengan makhluk hanya dari segi syariat, bukan

dari segi hakikat, Nuruddin menolaknya dengan

mengemukakan sejumlah pandangan dari para ulama

yang menyatakan kaitan yang sangat erat antara

syariat dengan hakikat. Pengetahuan Syekh Nuruddin

ar-Raniri sangat luas dan tidak terbatas hanya dalam

pengetahuan agama. Ilmunya juga mencakup berbagai

pengetahuan umum, seperti filsafat, sejarah dan

perbandingan agama.

Berkaitan dengan hal tersebut di atas,

memahami hikayat dalam sastra Indonesia merupakan

usaha untuk mewujudkan pengertian yang mendalam

atas keragaman budaya (Baroroh Baried, 1985: 26).

Mulai dari Aceh, Minangkabau, Riau, Palembang,

Jambi, Lampung, Sunda, Banjar, Goa, Talo, Bugis,

Ternate dan Tidore terdapat titik temu yang dapat

mendukung nilai kebangsaan.

Page 47: KAJIAN FILOSOFIS - isi-ska.ac.id

- 47 -

BAB V

Sastra & Kebudayaan

Priyayi

Kehidupan Bangsawan

Kehidupan bangsawan terkait erat dengan

perkembangan sastra di Nusantara. Kebangkitan

nasional yang dipelopori oleh Dr. Soetomo dengan

organisasinya yang bernama Boedi Oetomo turut serta

mempengaruhi perkembangan prosa Jawa modern.

Kepemimpinan sosial dan politik sebelum abad 20

didominasi oleh kalangan bangsawan.

Para aristokrat tradisional merupakan patron

bagi segala lini kehidupan. Mulai dari bahasa, sastra, seni

dan budaya tak lepas dari pengaruh wibawa ningrat

lokal. Bahkan para priyayi kraton menjadi sumbu nilai

logika, etika, estetika, yang lebih dikenal dengan istilah

cipta-rasa-karsa adalah kreasi dari istana kerajaan.

Page 48: KAJIAN FILOSOFIS - isi-ska.ac.id

- 48 -

Mobilitas vertikal karena faktor pendidikan telah

mengubah peta kehidupan dengan segala aspeknya.

Bidang sosial politik yang didominasi oleh elit tradisional

pelan-pelan digeser oleh elit pendidikan. Munculnya

organisasi Budi Utomo yang dipelopori oleh alumni

mahasiswa kedokteran stovia berdampak luas pada

kesadaran masyarakat. Mereka adalah kelas menengah

yang sudah memperoleh pencerahan. Nilai-nilai tradisi-

onal yang dikembangkan kalangan kraton tidak lagi

menjadi referensi utama. Prestasi dan kompetisi perla-

han-lahan mendapat apresiasi yang memadai.

Syarikat Dagang Islam pimpinan Haji Samanhudi

menghargai etos kerja bisnis. Muhammadiyah pimpinan

KH. Ahmad Dahlan mendukung rasionalitas dalam

beragama. Nakhdatul Ulama pimpinan KH. Hasyim

Asy‟ari mengakomodasi egalitarinisme keagamaan rakyat

pedesaan. Pendidikan Taman Siswa pimpinan Ki Hajar

Dewantara mengutamakan rasa kebangsaan, kemudian

Syarikat Islam pimpinan HOS. Cokroaminoto jelas-jelas

menggugah kesadaran politik dan kawah candradimuka

bagi pergerakan nasional. Semua proses kepemimpinan

di atas juga mempengaruhi perkembangan prosa Jawa.

Masing-masing organisasi ini membina pengarang yang

sepaham.

Page 49: KAJIAN FILOSOFIS - isi-ska.ac.id

- 49 -

Pengarang prosa Jawa semakin leluasa untuk

mendapat patron sesuai dengan keinginan. Istana tidak

lagi menjadi penentu. Ditambah lagi munculnya orang

kaya yang turut menyokong biaya penulisan dan

penerbitan, prosa Jawa semakin semarak. Simbiosis

mutualisme antara pengarang dengan sponsor berlang-

sung dalam kurun waktu yang cukup lama. Hubungan

timbal balik yang saling menguntungkan itu menjadikan

para pengarang prosa Jawa seolah-olah mendapat ladang

subur untuk berkreativitas.

Sekitar tahun 30-an sampai dengan tahun 60-an

warna sastra Jawa banyak dipengaruhi oleh suasana

politik. Secara alamiah para pengarang tersebut

berkumpul bersama dengan rekan-rekan yang se-

ideologi dan seorganisasi. Justru di antara mereka malah

tumbuh produktivitas yang tinggi karena kompetisi.

Persaingan yang sehat malah memperkaya dinamika

prosa sastra Jawa. Pada masa itu memang banyak novel

dan cerita cekak yang diterbitkan. Judul, isi, bentuk dan

penyajiannya sungguh beragam.

Ideologi adalah corak pemikiran yang mewarnai

karya sastra. Sastra yang ditulis oleh pengarang pasti

mengandung gagasan tertentu. Ada cita-cita yang diselip-

kan dalam karya sastra, dengan harapan pembacanya

Page 50: KAJIAN FILOSOFIS - isi-ska.ac.id

- 50 -

akan mengikuti keyakinan pengarang. Keyakinan

tersebut ada yang tersirat dan ada yang tersurat. Gagasan

beraneka rupa yang meliputi pemikiran keagamaan,

politik, sosial, ekonomi, seni, budaya, budi pekerti,

teknologi dan globalisasi. Partisipasi adalah keikut-

sertaan unsur-unsur sosial dalam melahirkan karya

sastra.

Di samping pengarang, karya sastra memerlukan

elemen masyarakat demi kelahirannya. Setelah karya

sastra diciptakan oleh pengarang, maka proses selanjut-

nya masih panjang jalannya. Perlu perusahaan yang

bersedia mencetak dan mempublikasikannya. Perusa-

haan penerbitan membutuhkan karyawan yang meliputi

juru ketik, tata letak, ahli sampul, manajemen dan tenaga

operasional cetak mencetak. Dilanjutkan dengan distri-

busi dan marketing yang melibatkan toko buku dan

pramuniaga. Barulah karya sastra sampai pada pembaca.

Mata rantai yang amat panjang tersebut mesti disadari

oleh pengarang dan industri perbukuan.

Setelah nama Ki Padmasusastra sukses menem-

bus dunia perbukuan berkat adanya industri penerbitan,

lantas muncul pengarang-pengarang lainnya. Para

penerbit terus menjalin hubungan dengan penulis dari

berbagai profesi dan latar belakang. Bagi perusahaan

Page 51: KAJIAN FILOSOFIS - isi-ska.ac.id

- 51 -

partikelir, orientasi utama adalah keuntungan, pertim-

bangan bisnis menjadi keputusan penting untuk

menerbitkan karya sastra. Penerbit Tan Khoe Swie di

Jalan Doho Kediri termasuk produktif dalam

menerbitkan karya sastra Jawa.

Bersamaan dengan perubahan struktur sosial

politik dan ekonomi pada awal tahun 20-an, maka

perjalanan sastra Jawa pun mengalami penyesuaian.

Kaum pergerakan yang berhaluan pada ideologi nasio-

nalis menjadi sponsor penulis yang mengembangkan

rasa kebangsaan. Kaum agama juga mengembangkan

tulisan-tulisan yang menganjurkan hidup dengan nilai-

nilai syariat religius. Juga ideologi sosialis kebanyakan

mendukung sastra yang memuat nilai kerakyatan. Sastra

prosa yang dikembangkan dengan titik pokok ideologi ini

biasanya berkaitan dengan aktivitas partai. Kuntowijoyo

(2003) telah membuat analisis ideologi yang dikaitkan

dengan perkembangan sastra Jawa.

Organisasi sosial keagamaan seperti Budi Utomo,

Syarikat Islam, Muhammadiyah, Nahdatul Ulama,

Taman Siswa dan kepanduan juga mengembangkan

sastra prosa sesuai dengan visi dan misinya. Demikian

pula munculnya berbagai partai politik semacam PNI,

Masyumi, PKI, Partindo, PSI dan lain-lain ikut pula

Page 52: KAJIAN FILOSOFIS - isi-ska.ac.id

- 52 -

berpartisipasi dalam mengembangkan karya sastra prosa

sesuai dengan cita-cita dan haluannya. Ideologi dan

partisipasi kesusastraan saling berpengaruh dan

berkaitan.

Bangsawan Terpelajar

Bangsawan terpelajar mempunyai andil yang

sangat besar terhadap perkembangan sastra Jawa.

Mereka mengusung tema dan gagasan yang sesuai

dengan kemajuan jaman. Pada umumnya karya-karya

yang diproduksi bernuansa dikdatis dan moralis.

Novel berlatar kehidupan priyayi yaitu

Ngulandara, adalah sebuah novel yang populer. Karya

novel ini cukup legendaris bagi penggemar sastra Jawa.

Pengarangnya bernama Raden Mas Margana Jaya-

atmaja. Beliau juga kelompok penulis yang berlatar

belakang kehidupan priyayi Mangkunegaran. Novel ini

bahasanya urut, patut dan memikat. Menggunakan

pengantar bahasa Jawa halus krama inggil. Novel ini

menceritakan seluk beluk kehidupan priyayi kelas bawah

setingkat camat atau asisten wedana. Settingnya berada

di kawasan Temanggung, Wonosobo, Magelang, Sema-

rang, Salatiga dan Pekalongan.

Page 53: KAJIAN FILOSOFIS - isi-ska.ac.id

- 53 -

Banyak pembaca yang meneteskan air mata dan

merasa terharu oleh kejujuran dan keteladanan sang

tokoh yang bernama Rapingun. Dia mengabdi pada

keluarga asisten wedana dengan sepenuh hati. Kebesaran

jiwa dan semangat pengabdiannya perlu dijadikan

contoh. Boleh jadi Rapingun adalah teladan utama bagi

para abdi dan pelayan yang sangat setia. Ternyata tokoh

Rapingun itu samaran seorang bangsawan yang bernama

Raden Mas Sutanta. Wajar sekali perilakunya amat halus

dan sopan. Banyak orang yang kagum padanya.

Tokoh novel Ngulandara adalah seorang pemuda

bangsawan kraton Surakarta dan terdidik secara Eropa.

Dia menghadapi masalah pengangguran karena politik

penghematan oleh Gupermen dan sebelum mendapatkan

kerja baru tokoh utama ini lebih baik mengembara

menyamar sebagai pemuda kelas rendah, bekerja sebagai

sopir dan pembantu. Selama mengabdi kepada keluarga

priyayi, pengarang novel berkesempatan menunjukkan

perumusan ideal seorang pemuda Jawa yang tenang

jiwanya, tidak frustasi menghadapi masalah yang berat,

dan tetap berusaha mencari pekerjaan baru. Kutipan di

bawah ini kiranya dapat mencerminkan etos dinamika

dalam ketenangan itu:

Page 54: KAJIAN FILOSOFIS - isi-ska.ac.id

- 54 -

‘Lho, kowe apa ngerti sababe olehe lunga kuwi?’

‘Manut ngandikanipun Raden Mas Subiyakta, sababipun kesah boten liya namung lingsem dening kawedalaken saking padamelan, sebab katut pangiridan menika, lajeng badhe ngulandara nuruti grenjeting karsa’

‘Ing atase wis diparingi pancen saben sasine kok dadi munyal-munyal, sing ndadekake sekele rama lan ibu. Aku ngarani pancen murang sarak.’

‘Lah inggih tiyang kok ndara. Sinten ingkang ngretos wigatosing karsa. Upami kula dados raden mas Sutanta, temtunipun inggih mboten kados makaten.’

Terjemahan:

„Apakah engkau tahu apa sebab ia pergi?‟ „Menurut Raden Mas Subiyakta, ia pergi karena

ia merasa malu dipecat dari pekerjaan, sebab gerakan penghematan, ia lalu ingin mengembara menurut kehendak dirinya.‟

„Ia kan sudah mendapat jatah rezeki tiap bulan, mengapa masih berbuat menyakitkan hati ayah-ibunya. Menurut pendapatku, dasarnya ia tidak tahu adat.‟

„Yah, itulah manusia Tuan. Siapa yang tahu apa yang ia pikir dalam hati. Seandainya saya Raden Sutanta, tentu saya tidak berbuat begitu.‟

Kutipan itu merupakan percakapan Raden Ajeng

Tien, putri priyayi yang diabdi oleh tokoh utama, dengan

Rapingun yang sebenarnya tokoh utama yang menyamar

(Sartono, 1993).

Page 55: KAJIAN FILOSOFIS - isi-ska.ac.id

- 55 -

Rumah tangga dengan berbagai peralatan dan

perabot yang modern menurut ukuran jaman itu menun-

tut beberapa pembantu, dari pengasuh anak sampai

pengasuh kuda, tukang kebun, jongos pelayan rumah

tangga, tukang masak dan sebagainya (Sartono, 1993).

Kula inggih gumun kok bu. Ing atase sopir kok

gelem ngrangkep tukang kebon lan jongos. Terjemahan:

Saya juga heran kok bu. Ia berkedudukan

sebagai sopir, tetapi masih mau juga melakukan pekerjaan sebagai tukang kebun dan pembantu rumah tangga.

Dialog dari novel Ngulandara ini mencerminkan

bahwa tiap bagian dalam rumah tangga mempunyai

pembantu. Kebiasaan dikunjungi oleh orang lain, baik

karena rapat kerja atau adat mengundang makan karena

pengaruh Belanda, menuntut agar anggota rumah

tangga, termasuk para pembantu ini mempunyai sopan

santun. Hal ini menyebabkan masing-masing individu

dalam rumah tangga priyayi sadar akan kedudukannya

dan hubungannya yang eksklusif dengan pembantunya.

Raden Ajeng Tien, tokoh wanita dalam novel Ngulan-

Page 56: KAJIAN FILOSOFIS - isi-ska.ac.id

- 56 -

dara, karena mabuk perjalanan oleh bibinya disuruh

duduk di muka di samping sopirnya (Sartono, 1993).

Emansipasi yang dipelopori oleh RA. Kartini

ternyata juga mempengaruhi perkembangan sastra Jawa

mutakhir. Kaum wanita mulai menuangkan buah

pikirnya dalam bentuk karya sastra. Pengarang wanita

yang turut mewarnai kehidupan sastra Jawa di antara-

nya: SK. Trimurti, Wara S. Soedirman, Dorothea Poerwa,

Soekemi Tj. Soerasa, Wara Soebingah, Wara Surachman,

Wara Darwati Rachmat, RA. Nany Soedarmodjo,

Pedjiati, Mr. Siti Soendari Hadinoto, Wara Ulfah

Santoso. Nyi Soempomo, Nyi Wirjomartono, Wara

Moechjono, Ni Suprapti, Wara S. Soepardjo, Soeyani,

Elly, Kenya Bre Tegawangi, Anggraheni, Sri Soesinah, Sri

Koesnapsiyah.

Selain mereka ada pula St. Iesmaniasita, Niniek

W, Ny. Suhartini, Asri Martini, Sri Setya Rahayu, Enny

Sumarga, Martini WS., Heruwati, Joniek, Suharsini

Wrisnu, Siti Syamsiyah, Nafsiyah Sastrosiswoyo, TS.

Argadini, Totilawati, Sri Arianti Sastrohoetomo, Astuti

Wulandari, Titah Rahayu, Sita T. Sita, Eny Koesdaliyah,

Novi Asmarantaka, Susiati Martodiwiryo, Asih Sari dan

Riri Widyastuti.

Page 57: KAJIAN FILOSOFIS - isi-ska.ac.id

- 57 -

Nama-nama di atas perlu diberi apresiasi.

Mereka telah menuangkan buah pikirannya, sebagai

perwujudan cita-cita Kartini. Pada masa sekarang

semoga semakin banyak para penulis wanita. Para

bangsawan terpelajar mendukung kebudayaan baru yang

bertolak dari pemikiran logis. Intelektual priyayi ini

menjadi pelopor kemajuan yang melahirkan pergerakan

nasional. Bersamaan dengan ini berkembang pula

gerakan emansipasi yang mendorong kiprah perempuan

di sektor publik. Para pelopornya dapat disebutkan

seperti Kartini dan Dewi Sartika. Mereka adalah priyayi

yang berpikiran maju dan modern.

Page 58: KAJIAN FILOSOFIS - isi-ska.ac.id

- 58 -

BAB VI

Perpustakaan &

Pengembangan Budaya

Sasana Pustaka

Perpustakaan disadari merupakan pusat doku-

mentasi yang efektif untuk mengembangkan ilmu

pengetahuan. Misalnya perpustakaan Sasana Pustaka

menjadi rujukan untuk menggali pengetahuan mengenai

kebudayaan Jawa yang bersumber dari Kraton Sura-

karta. Di sini tersimpan beragam literatur klasik.

Kraton Surakarta Hadiningrat memiliki kekayaan

benda pusaka dan bernilai sejarah. Mulai dari Baluwarti

yang berada di dalam kompleks kraton. Sasana Pustaka

atau Perpustakaan Kraton Surakarta. Perpustakaan

tersebut didirikan atas inisiatif Paku Buwono X.

Tujuannya sebagai tempat menyimpan buku-buku babad

tentang raja-raja Surakarta dan dinasti Mataram, sejarah

Page 59: KAJIAN FILOSOFIS - isi-ska.ac.id

- 59 -

Kraton dan pengetahuan tentang kebudayaan Kraton

serta informasi lainnya. Tidak terkecuali berbagai kitab

suci agama, seperti Al-Qur'an, Injil, Wedha, dan lainnya

disimpan rapi di Sasana Pustaka, demi pengembangan

ilmu dan tradisi penelitian.

Sebagian besar koleksi buku di Sasana Pustaka

ditulis dengan huruf dan bahasa Jawa. Ada pula koleksi

surat kabar kuno, seperti Bramarthani, beberapa buku

kuno yang telah disampul khusus yang diletakkan dalam

ruangan khusus ber-AC. Kepala Sasana Pustaka pada

umumnya adalah Putra Sunan. Sasana Pustaka terletak

di dalam Kraton Surakarta, menempati ruangan dua

lantai di sebelah selatan Sasana Handrawina. Perpus-

takaan ini dibuka dan diresmikan pada Senin Pahing, 20

Rabiulakhir tahun Jimakir 1850, Wuku Warigalung ke-7

Mangsa Palguna (7) Windu Kunthara, Lambang Kulawu

Masih Kurup Arbangiah Izrahnabi 1338 atau bertepatan

12 Januari 1920 oleh Sunan Paku Buwono (PB) X.

Kedudukan Sunan Paku Buwono X sebagai raja,

terhitung sejak dinobatkan menjadi raja, Kamis Wage 12

Ramadhan Tahun Je 1822 atau 30 Maret 1893 memiliki

peranan. Didukung kondisi masyarakat Surakarta di

bawah kepemimpinan Paku Buwono X sebagai raja

Kraton Surakarta Hadiningrat, media berperan dalam

Page 60: KAJIAN FILOSOFIS - isi-ska.ac.id

- 60 -

pencitraan Paku Buwono X maupun masyarakat

Surakarta. Media yang terbit di Surakarta mencapai 69

buah berupa koran yang terbit harian maupun majalah

dan berkala, baik terbit dua kali sepekan maupun

mingguan serta bulanan. Demikian pula bahasa yang

dipergunakan juga beragam. Ada media yang khusus

berbahasa Jawa, campuran Jawa Melayu, Belanda, serta

Tionghoa.

Pada masa pemerintahan Paku Buwono X antara

tahun 1900-1915, Solo merupakan tempat persemaian

dan penumbuhan spirit nasionalisme. Banyak tokoh

pergerakan kebangkitan Nasional tinggal berjuang di

kota Sala; tokoh Budi Utama paling berpengaruh dr.

Rajiman Widiodipuro, dr. Cipto Mangoenkoesoemo yang

anti “feodal” dan anti kolonial, dan tokoh radikal SI, Haji

Samanhoedi, dan kantor CSI pertama juga ada di Solo.

Orang-orang Belanda yang ada di Solo sangat Vokal

menentang cita-cita Onafhankelijkheid dari Indische

Partij. Selain itu terdapat cirikhas pergerakan di Solo;

sangat politis dan radikal.

Memasuki periode 1900-1915 di Solo menjadi

momentum penting. Sunan Paku Buwono X pun terbuka

pada peradaban modern. Atas nama kemajuan, orang-

orang Jawa mencukur rambut yang semula digelung atau

Page 61: KAJIAN FILOSOFIS - isi-ska.ac.id

- 61 -

dikepang, orang-orang Cina memotong kuncir. Suhunan

Paku Buwono X memperbolehkan abdi dalem dan para

prajurit memotong rambut pada 1914. Sejak itu mode

pakaian para priyayi ialah jas, iket, dan cripu pada acara-

acara formal. Semua kebijakan itu dipublikasikan

melalui media massa cetak.

Dalam buku Raja, Priyayi, dan Kawula,

Kuntowijoyo (2003) mengilustrasikan sosok kepemim-

pinan dan jiwa patriotisme Paku Buwono X dalam

perspektif sejarah mentalitas. Tinjauan ilmiah secara

psikologis tentu lebih efektif dan proporsional bagi

kepribadian Paku Buwono X sebagai pemimpin dan

pembina serta pengembang adat leluhur masyarakat

Jawa. Perspektif mentlitas yang dipergunakan Kunto-

wijoyo tentu memperkaya khazanah studi sejarah dan

kebudayaan di Indonesia, mengingat metodenya juga

terhitung langka dalam penulisan historiografi

Indonesia.

Era pemerintahan Paku Buwono X sebagai

penerus tahta Paku Buwono IX serta raja-raja Surakarta

di era abag ke-18 telah mengondisikan iklim kondusif

bagi penerbitan pers. Sejarah penerbitan media cetak di

Surakarta secara umum menjadi bagian dari proses

sejarah pers di Indonesia. Yakni, yang diawali dari

Page 62: KAJIAN FILOSOFIS - isi-ska.ac.id

- 62 -

Batavia–Jakarta dengan terbitnya surat kabar Bataviase

Nouvelles yang terbit 7 Agustus 1744, adalah surat kabar

pertama di Indonesia. Proses penerbitan media itu tidak

lepas dari pengawasan pemerintah kolonial Belanda. Hal

itu dianggap sebagai kebaikan hati Gubernur Jenderal

Van Imhoff. Pada awalnya, izin terbit hanya berlaku

selama enam bulan, kemudian diperpanjang hingga tiga

tahun. Berikutnya, menyusul terbitnya Vendu Nieuws

pada tanggal 23 Mei 1780, serta Bataviasche Koloniale

Courant pada 1810.

Pusat Pengkajian Budaya

Pusat pengkajian budaya yang berada di kota

Surakarta adalah museum Radya Pustaka. Sampai saat

ini tetap menjadi pusat aktivitas untuk menyimpan,

meneliti dan mengkaji kebudayaan Jawa klasik. Peneliti

dari beragam daerah dan mancanegara mendatangi

museum ini guna memperoleh bermacam-macam

informasi.

Museum Radya Pustaka dan Taman Sriwedari

dibangun atas perintah Raden Adipati Sosrodiningrat IV

(www.jawapalace.org). Sebelum pembukaan museum

Sanabudaya di Yogyakarta, museum Radya Pustaka

merupakan museum yang paling baik penataannya di

Page 63: KAJIAN FILOSOFIS - isi-ska.ac.id

- 63 -

Jawa Tengah, koleksinya lengkap dan banyak yang

berusia tua. Selain barang-barang kuno, juga terdapat

buku-buku babad dan buku lainnya.

Museum Radya Pustaka didirikan pada tanggal 15

Mulud Ehe 1820 atau tanggal 28 Oktober 1890, pada

zaman Sunan Paku Buwono IX, bertempat di dalem

Kepatihan (Harjana, 1981: 151). Atas prakarsa Kanjeng

Raden Adipati Sosrodiningrat IV Ngindraprasta Pepatih

Dalem Ingkang Sinuhun Paku Buwono IX. Pada tanggal 1

Januari 1931 dipindahkan ke gedung di sebelah timur

taman Sriwedari yang dahulu merupakan rumah seorang

Belanda bernama Johanes Busslar.

Setelah didirikannya museum Radya Pustaka,

kemudian menyusul diadakan perguruan dalang berna-

ma „Padha Suka‟ atau „Pamulangan Dhalang Surakarta‟,

mulai tahun 1923 sampai 1942. Gurunya adalah Raden

Ngabehi Lebdocarito serta Raden Ngabehi Dutodiprojo.

Selain itu juga diadakan kursus memainkan gamelan dan

kursus bahasa Jawa. Pada tahun 1922 diadakan

sarasehan mengenai penyatuan tatacara penulisan Jawa,

dan hasilnya dinamakan Sriwedari Spelling dan diberi-

kan pada pemerintah.

Sebagai seorang negarawan, pepatih dalem

sangat besar minatnya terhadap ilmu pengetahuan dan

Page 64: KAJIAN FILOSOFIS - isi-ska.ac.id

- 64 -

kebudayaan, sehingga mendorong tekad beliau mendiri-

kan lembaga ilmu pengetahuan ini. Paheman Radya

Pustaka adalah lembaga ilmu pengetahuan yang tertua

karya Bangsa Indonesia sendiri, sedangkan yang lebih

tua dari Radya Pustaka di Indonesia ini hanya

Bataviaasch Genootschap yang didirikan oleh pihak

Belanda pada tahun 1778 Masehi.

Semula Paheman Radya Pustaka bertempat di

kediaman pendirinya, yakni di Dalem Kepatihan. Lem-

baga ini berstatus otonom 100 persen, lengkap dengan

perpustakaan dan museumnya. Anggota-anggotanya

terdiri dari para guru dan para karya, yang dipandang

mempunyai keahlian di bidang ilmu pengetahuan dan

kebudayaan. Para anggota tidak dikenakan iuran, hanya

diminta kesanggupannya untuk ikut memelihara

kelangsungan lembaga, sebagai salah satu kekayaan

nasional kita. Pengurusnya dipilih oleh anggota. Sebagai

ketua yang pertama adalah RTH Joyodinigrat II dan

memangku jabatan tersebut selama 6 dari tahun 1899-

1905 (Suwito Santosa, 1990: 76).

Kegiatan Paheman Radya Pustaka pada waktu itu

ialah mengadakan musyawarah tentang ilmu dan

kesusastraan Jawa pada tiap-tiap hari Rabu bertempat di

Balai „Antisana Kepatihan‟. Perpustakaan dan museum

Page 65: KAJIAN FILOSOFIS - isi-ska.ac.id

- 65 -

ditempatkan di balai „Pantiwibawa‟ sebelah utara,

terbuka untuk umum. Tapi karena letaknya di dalam

rumah halaman Pepatih dalem itu pengunjungnya

terbatas pada tamu beliau saja, sedangkan umum pada

waktu itu masih merasa segan. Selain Paheman Radya

Pustaka juga mempelopori penerbitan majalah bulanan

berbahasa Jawa bernama „Sasadara‟ dan „Candrakanta‟.

Juga beberapa buku kesusastraan Jawa telah diterbitkan.

Sebagai ungkapan rasa terima kasih kepada

pendirinya dan untuk memperingati jasa-jasa beliau,

Paheman Radya Pustaka pada tanggal 21 Desember 1928

telah mengabadikan mendiang KRA Sosrodiningrat IV di

dalam bentuk patung hasil pahatan Ng. Wignyosuwarno,

serta ditempatkan di tengah-tengah museum Radya

Pustaka. Selain itu Paheman Radya Pustaka juga

membangun sebuah gedung untuk memperingati alm.

RTH. Joyodingrat selaku ketua pertama, terletak di

sebelah timur museum dengan nama „Walidyasana‟ dari

nama „Walidi‟ dan „Asana‟ yang diambil dari nama kecil

almarhum, sedang asana adalah tempat. Waktu itu

Walidyasana dipergunakan untuk keperluan ruang

bacaan dan pertemuan.

Setelah selama 23 tahun berada di Dalem

Kepatihan, Paheman Radya Pustaka dipindahkan tem-

Page 66: KAJIAN FILOSOFIS - isi-ska.ac.id

- 66 -

patnya pada hari Rabu Kliwon 22 Sura Alip 1843 atau 1

Januari 1913, dari Dalem Kepatihan ke gedungnya yang

baru yaitu loji „Kadipolo‟. Gedung tersebut seterusnya

dinamakan „Museum Radya Pustaka‟ hingga sekarang.

Gedung tersebut semula milik seorang Belanda bernama

Johannes Busselaar dibeli oleh Sunan Paku Buwono X.

Ketika pindahan gedung tersebut, ketua pertama

Paheman Radya Pustaka sudah wafat, digantikan oleh

RT Joyonagoro yang memangku jabatan tersebut selama

9 tahun, 1905 sampai 1914 (Suwito Santosa, 1990: 79).

Walaupun berstaus otonom, Paheman Radya

Pustaka waktu itu memperoleh dukungan penuh dari

Pemerintah Kasunanan berupa uang subsidi dan tenaga

pegawai yang dinamakan „Garap Medana Pangarsa‟.

Sebagai pegawai diperbantukan sekaligus cikal bakal

yang mengurusi sehari-hari ialah RM Suwito yang

kemudian disebut dengan nama RMT Ranggawarsita,

yang setelah dalam masa pensiun masih sempat

mendampingi penyelenggaraan Paheman Radya Pustaka

hingga mencapai usia 100 tahun. Selain beliau juga ada

Ng. Wiropustoko atau Ki Padmasusastra. Sesudah RT

Joyonagoro jabatan Ketua Paheman Radya Pustaka

digantikan oleh RT Wuryaningrat selama 12 tahun, 1914

Page 67: KAJIAN FILOSOFIS - isi-ska.ac.id

- 67 -

sampai 1926, dan akhirnya oleh KGPH Hadiwijaya

(Suwito Santosa, 1990: 81).

Dalam perkembangannya, pada tanggal 11

November 1951 Paheman Radya Pustaka ditingkatkan

menjadi berbentuk yayasan, nama dan tujuannya masih

tetap. Mendapat subsidi dari Pemerintah Republik

Indonesia. Kegiatan di bidang kesusastraan yang perlu

dicatat ialah: penyatuan cara menulis Jawa, berhasil

diresmikan oleh gupermen, dan kemudian terkenal

dengan nama Ejaan Sriwedari atau Sriwedari Spelling.

Ini adalah sebagai hasil musyawarah dengan pemerintah

Kasunanan, Kasultanan, Mangkunegaran, Paku Alaman,

Departemen O & E, PGHB dan PGB pada tanggal 9

Desember 1922.

Pada tanggal 15 November 1941 mendirikan

„Paniti Basa‟ yang diketuai oleh KGPH Kusumoyudo.

Badan ini menerbitkan majalah bulanan bernama „Niti

Basa‟. Sayang, majalah ini baru terbit 5 kali sudah keburu

meletus perang dunia II. Di bidang kesenian dan ilmu

pengetahuan, Paheman Radya Pustaka menyelenggara-

kan kursus-kursus: Kursus dalang pada tahun 1924-1942

di bawah bimbingan Ng. Lebdocarito, Kursus gamelan

pada tahun 1924-1942 di bawah bimbingan Ng.

Wirowiyogo dan Ng. Sutosukaryo. Disertai penerbitan

Page 68: KAJIAN FILOSOFIS - isi-ska.ac.id

- 68 -

buku pembimbing memukul gamelan I-II., Kursus

bahasa Kawi pada tahun 1926-1929 di bawah pimpinan

Dr. H. Kraemer dan Dr. Th Pigeaud.

Selain itu juga menyelenggarakan pagelaran-

pagelaran seperti cara membuat wayang, mengukir kayu,

membuat keris, membatik dan pada waktu peresmian

Patung Pujangga Ranggawarsita, Paheman Radya

Pustaka mengadakan pameran kitab-kitab karangan

beliau, baik yang sudah pernah dicetak maupun yang

masih berujud tulisan tangan.

Dalam rangka peringatan ulang tahun Paheman

Radya Pustaka yang ke-80, diselenggarakan lomba natah

sungging wayang kulit untuk seluruh kabupaten di

Surakarta. Dari 44 buah karya yang masuk, sekaligus

Radya Pustaka sebagai aegis kebudayaan Jawa dapat

mengetahui animo serta taraf seninya, ternyata tetap

berkembang baik. Puncak dari peringatan ialah wayang

semalam suntuk, lengkap dengan tata cara serta

ubarampenya. Dalam rangka peringatan pula, Radya

Pustaka memprakarsai penerbitan buku „verspreide

geschriften‟ KGPH Hadiwijaya di bawah judul „Mlati

Rinonce‟ (Suwito Santosa, 1990 : 82).

Selain ceramah-ceramah kebudayaan yang

diselenggarakan sekali sebulan, lembaga kebudayaan ini

Page 69: KAJIAN FILOSOFIS - isi-ska.ac.id

- 69 -

telah mengalihaksarakan dari Jawa ke huruf latin,

ratusan buku-buku kuno karangan Sunan Paku Buwono,

Ranggawarsita, Yasadipura, Mangkunegara, dan lain

sebagainya yang tersimpan dalam perpustakaan museum

tersebut.

Sejak dulu, hiburan yang paling disukai oleh para

raja Jawa adalah Bedaya dan Srimpi. Penari bedaya

berjumlah 9 orang, sedangkan srimpi berjumlah 4 orang

(Darsiti Soeratman, 1990: 7). Penari bedaya dan srimpi

kadang masih kecil namun cantik, atau putri para

pembesar. Malahan putri raja yang belum menikah juga

sering jadi bedaya atau srimpi kalau di kraton sedang ada

acara. Jika raja sudah duduk bersama dengan para tamu,

maka ditampilkanlah tari bedaya terlebih dahulu

(Sastrakartika, 1979).

Bedaya dan srimpi sangat berbeda jika dibandi-

kan dengan tari taledhek, karena iringan tari bedaya dan

srimpi adalah gendhing ageng yaitu yang disebut

gendhing Katawang (Hadiwijoyo, 1981: 3). Sedangkan

tari taledhek menggunakan gendhing Prenes. Bedaya dan

srimpi hanya sebagai hiburan bagi raja, tidak boleh

ditarikan di luar kraton, kecuali jika mengikuti raja

berkunjung ke tempat residen atau sedang hajatan raja.

Para putri bangsawan dan putri raja yang menarikan tari

Page 70: KAJIAN FILOSOFIS - isi-ska.ac.id

- 70 -

srimpi adalah untuk melestarikan budaya leluhur. Para

gadis dilatih tari dengan tujuan agar lebih baik dalam

bertingkah laku. Perempuan yang bertingkah laku baik

pasti membuat hati senang.

Selain bedaya dan srimpi, ada lagi kesukaan raja

seperti: wireng dhadhap, tari panji, tari lawung, cuplikan

wayang orang dan lain-lain. Yang menjadi wireng

kebanyakan adalah putra raja atau putra keponakan laki-

laki yang masih kecil, terkadang diselingi dengan

guyonan kalawija. Sunan Paku Buwono X menyempur-

nakan bentuk seni Tari Srimpi Sangapati. Tarian srimpi

ini, sebenarnya merupakan tarian karya Paku Buwono IV

dan pernah digarap oleh Paku Buwono IX. Nama Srimpi

Sangopati berasal dari kata sang apati, sebuah sebutan

bagi calon pengganti raja.

Ketika Paku Buwono IX memerintah kraton

Surakarta Hadiningrat pada tahun 1861-1893, beliau

berkenaan merubah nama Sangapati menjadi Sangupati.

Hal ini dilakukan berkaitan dengan suatu peristiwa yang

terjadi di masa pemerintahan beliau yaitu pemerintah

Kolonial Belanda memaksa kepada Paku Buwono IX agar

mau menyerahkan tanah pesisir pulau Jawa kepada

Belanda. Disaat pertemuan perundingan masalah

tersebut Paku Buwono IX menjamu para tamu Belanda

Page 71: KAJIAN FILOSOFIS - isi-ska.ac.id

- 71 -

dengan pertunjukan tarian srimpi sangopati (Darsiti

Soeratman, 1990 : 231).

Sesungguhnya sajian tarian srimpi tersebut tidak

hanya dijadikan sebagai sebuah hiburan semata, akan

tetapi sesungguhnya sajian tersebut dimaksudkan

sebagai bekal bagi kematian Belanda, karena kata

sangopati itu berarti bekal untuk mati. Oleh sebab itu

pistol-pistol yang dipakai untuk menari sesungguhnya

diisi dengan peluru yang sebenarnya. Ini dimaksudkan

apabila kegagalan, maka para penaripun telah siap

mengorbankan jiwanya. Maka ini tampak jelas dalam

pemakaian sampir warna putih yang berarti kesucian

dan ketulusan. Paku Buwono IX terkenal sebagai raja

amat berani dalam menentang pemerintahan Kolonial

Belanda sebagai penguasa wilayah Indonesia ketika itu.

Sebetulnya sikap berani menentang Belanda

dilandaskan atas peristiwa yang menyebabkan kematian

ayahnya yaitu Paku Buwono VI (Pahlawan Nasional

Indonesia) yang meninggal akibat hukuman mati

ditembak Belanda saat menjalani hukuman dibuang

keluar pulau Jawa saat Paku Buwono VI meninggal Paku

Buwono IX yang seharusnya menggantikan menjadi raja

saat itu masih berada di dalam kandungan ibunda

prameswari GKR Ageng disebabkan masih dalam

Page 72: KAJIAN FILOSOFIS - isi-ska.ac.id

- 72 -

kandungan usia 3 bulan maka setelah Paku Buwono ke

VI meninggal yang menjadi raja Paku Buwono VII adalah

paman Paku Buwono IX ketika Paku Buwono VII

meninggal yang menggantikan kedudukan sebagai raja

adalah paman Paku Buwono IX sebagai Paku Buwono

VII. Baru setelah Paku Buwono VIII meninggal Paku

Buwono menuruskan IX meneruskan tahta kerajaan

ayahandanya Paku Buwono VI sebagai raja yang ketika

itu beliau berusia 31 tahun.

Setelah Paku Buwono IX meninggal 1893 dalam

usia 64 tahun beliau digantikan putranya Paku Buwono

X atas kehendak Paku Buwono X inilah tarian Srimpi

Sangupati yang telah diganti nama oleh ayahanda Paku

Buwono IX menjadi srimpi Sangapati, dengan maksud

agar semua perbuatan maupun tingkah laku manusia

hendaknya selalu ditunjukkan untuk menciptakan dan

memelihara keselamatan maupun kesejahteraan bagi

kehidupan. Hal ini nampak tercermin dalam makna

simbolis dari tarian srimpi sangopati yang sesungguhnya

menggambarkan dengan jalan mengalahkan hawa nafsu

yang selalu menyertai manusia dan berusaha untuk

saling menang menguasai manusia itu sendiri.

Salah satu kekayaan Kraton kasunanan Surakarta

ini tengah diupayakan konservasinya adalah berbagai

Page 73: KAJIAN FILOSOFIS - isi-ska.ac.id

- 73 -

jenis tarian yang sering menghiasi dan menjadi hiburan

pada berbagai acara yang digelar di lingkungan kraton.

Dari berbagai jenis tarian tersebut yang terkenal sampai

saat ini adalah tari Serimpi Sangupati. Penamaan

Sangupati sendiri ternyata merupakan salah satu bentuk

siasat dalam mengalahkan musuh.

Tarian ini sengaja di tarikan sebagai salah satu

bentuk politik untuk menggagalkan perjanjian yang akan

diadakan dengan pihak Belanda pada masa itu. Hal ini

dilakukan untuk mengantisipasi agar pihak kraton tidak

perlu melepaskan daerah pesisir pantai utara dan

beberapa hutan jati yang ada, jika perjanjian dimaksud-

kan bisa digagalkan.

Tarian Serimpi Sangaupati sendiri merupakan

tarian yang dilakukan 4 penari wanita dan di tengah-

tengah tariannya keempat penari tersebut dengan

keahliannya kemudian memberikan minuman keras

kepada pihak Belanda dengan memakai gelek inuman.

Ternyata taktik yang dipakai saat sangat efektif, setidak-

nya bisa mengakibatkan pihak Belanda tidak menyadari

kalau dirinya dikelabui. Karena terlanjur terbuai dengan

keindahan tarian ditambah lagi dengan semakin banyak-

nya minuman atau arak yang ditegak maka mereka

kemudian mabuk. Buntutnya, perjanjian yang sedianya

Page 74: KAJIAN FILOSOFIS - isi-ska.ac.id

- 74 -

akan diadakan akhirnya berhasil digagalkan. Dengan

gagalnya perjanjian tersebut maka beberapa daerah yang

disebutkan di atas dapat diselamatkan.

Namun demikian yang perlu digarisbawahi dalam

tarian ini adalah keberanian para prajurit puteri tersebut

yang dalam hal ini diwakili oleh penari serimpi itu.

Karena jika siasat itu tercium oleh Belanda, maka yang

akan menjadi tumbal pertama adalah mereka para

penari tersebut. Boleh dibilang mereka adalah prajurit di

barisan depan yang menjadi penentu berhasil dan

tidaknya misi menggagalkan perjanjian tersebut.

Sehingga untuk mengaburkan misi sebenarnya yang ada

dalam tarian tersebut maka nama tari itu disebut dengan

Serimpi Sangaupati yang diartikan sebagai sangu pati.

Saat ini Serimpi Sangaupati masih sering

ditarikan, namun hanya berfungsi sebagai sebuah tarian

hiburan saja. Dan adegan minum arak yang ada dalam

tari tersebut masih ada namun hanya dilakukan secara

simbolis saja, tidak dengan arak yang sesungguhnya.

Perjanjian antara Kraton Kasunanan Surakarta dengan

pihak Belanda tersebut terjadi sekitar tahun 1870-

an. Pada saat itu museum Radya Pustaka benar-benar

menjadi pusat pengkajian ilmu pengetahuan sastra dan

budaya Jawa.

Page 75: KAJIAN FILOSOFIS - isi-ska.ac.id

- 75 -

BAB VII

Media Massa & Pembinaan

Budaya

Kesadaran Berkomunikasi

Media massa menduduki peranan yang amat

strategis. Dalam konteks dunia informasi internasional,

dunia pers yang mulai tumbuh di Indonesia merupakan

bagian dari agenda kolonial bangsa Eropa. Mereka juga

sudah mulai merintis pers sejak abad ke-17. Pada awal

berseminya pers di Eropa, demikian pula di Indonesia

memasuki abad ke-18, produk media cetak disajikan

dengan sangat sederhana, baik penampilan maupun

materi pemberitaannya.

Namun, seiring waktu berjalan, surat kabar dan

majalah menjadi kebutuhan masyarakat pada masa itu.

Bahkan, para pengusaha di masa itu telah mengestimasi-

kan bahwa dunia pers di masa mendatang merupakan

Page 76: KAJIAN FILOSOFIS - isi-ska.ac.id

- 76 -

lahan bisnis yang menjanjikan. Oleh karena itu, tidak

heran apabila para pengusaha persuratkabaran serta

para jurnalis asal Belanda sejak masa awal pemerintahan

VOC, sudah berani membuka usaha dalam bidang

penerbitan berkala dan surat kabar di Batavia.

Selain motif mendapatkan keuntungan finansial

dan perputaran modal, penerbitan media massa pada

masa itu dipandang sebagai alat penyampaian informasi

dan pencatat atau pendokumentasian segala peristiwa

yang terjadi di negeri kita yang sangat perlu diketahui

oleh pemerintah pusat di Nederland maupun di

Nederlandsch Indie karena kepulauan nusantara sebagai

wilayah jajahan Belanda, serta orang-orang Belanda

pada umumnya.

Sejumlah media cetak yang mendokumentasikan

seluk-beluk Indonesia yang dikemas dalam berita antara

lain di majalah Indie, Nederlandhs Indie Oud en Nieuw,

Kromo Belanda, Jawa, berbagai laporan dibendel

sebagai Verslagen dan masih banyak lagi. Media cetak

itu menginformasikan beragam berita–mulai dari politik,

ekonomi, sosial, sejarah, kebudayaan, seni tradisional

seperti musik, rupa, sastra, arsitektur, situs arkeologi,

kuliner serta segala macam peristiwa penting lainnya

yang terjadi di negeri kita.

Page 77: KAJIAN FILOSOFIS - isi-ska.ac.id

- 77 -

Secara politis, proses penerbitan surat kabar di

Surakarta lebih bebas. Keadaan itu seiring ditetapkannya

politik kolonial Belanda pada 1854 yang relatif sudah

lebih longgar terhadap penerbitan surat kabar Indonesia.

Maka, lahirlah majalah Bromartani di Surakarta dengan

bahasa Jawa. Selanjutnya, Bromartani diperhitungkan

pula sebagai pelopor arah perkembangan pers lokal di

Indonesia.

Bromartani merupakan mingguan pertama

berbahasa Jawa yang diterbitkan sepekan sekali, setiap

hari Kamis antara 1855-1858. Pertama kali terbit,

Bromartani dipublikasikan pada 25 Januari 1855 oleh

Carel Frederik Winter Sr. bersama anaknya, Gustaaf

Winter. Keduanya fasih berbahasa Jawa. Media tersebut

dicetak oleh percetakan Hartevelt di Surakarta.

Bromartani lahir setahun sebelum Undang-

Undang Pers pada zaman kolonial Belanda diberlakukan

di Indonesia. Bromartani disajikan dalam bahasa krama

inggil, yaitu peringkat bahasa tertinggi dalam bahasa

Jawa. Dengan penggunaan bahasa Jawa sebagai alat

komunikasi, Bromartani mengawali terbitan yang

melawan arus besar. Ia terbit di tengah-tengah surat

kabar yang didominasi bahasa Belanda.

Page 78: KAJIAN FILOSOFIS - isi-ska.ac.id

- 78 -

Media cetak Bromartani sering dijadikan refe-

rensi ilmiah para pelajar dan mahasiswa yang tengah

menempuh ilmu. Mahasiswa yang dominan mengakses

surat kabar Bromartani antara lain yang menempuh

studi di Instituut voor de Javaansche Taal. Selain itu,

mingguan tersebut juga diapresiasi dan mendapatkan

dukungan moral dari Paku Buwono VII. Selanjutnya, di

era Paku Buwono X, kepedulian beliau pada per-

kembangan pers juga ditunjukkan. Lebih-lebih, pihak

Kasunanan Surakarta sebelumnya telah menempatkan

CF Winter dan Gustaf Winter yang juga redaksi

Bromartani sebagai Javanisi, sejajar dengan pujangga

Kraton Surakarta seperti Raden Ngabehi Ranggawarsita

yang juga mengelola Bromartani. Paku Buwono X

melanjutkan misi dan prakarsa Paku Buwono IX di era

pertengahan abad ke-18 hingga ke-19, dengan sejumlah

riset dan publikasi di media masa cetak.

Bromartani berisi berita, ilmu pengetahuan

alam, pengumuman pemerintah, pertanian, cerita,

jadwal transportasi darat, serta peristiwa-peristiwa yang

terjadi di tingkat dunia internasional. Mingguan ini juga

pernah membeberkan tulisan dengan terperinci

mengenai upacara pengukuhan Raja Kraton Yogyakarta,

Sultan Hamengku Buwono VI. Tentu saja pada masa

Page 79: KAJIAN FILOSOFIS - isi-ska.ac.id

- 79 -

abad ke-18 hingga ke-19 belum banyak ditemukan

masyarakat yang pandai baca–tulis. Lebih banyak rakyat

yang masih buta huruf. Karenanya, bukan sesuatu yang

janggal dan mengherankan bila pada masa tersebut

pelanggan tetapnya hanya sejumlah 290-an orang hingga

akhir tahun 1856. Keadaan tersebut berimplikasi pada

proses produksi. Sehingga, pada 23 Desember 1856,

redaksi Bromartani sempat mengumumkan perihal akan

berhenti terbit untuk sementara serta mencari upaya

agar dapat diterbitkan lagi.

Selang sebelas tahun kemudian, sebuah surat

kabar dengan nama Bromartani terbit, yaitu pada 1865.

Koran ini semula menggunakan nama Joeroe Martani

yaitu pada tahun 1864. Pada 1871 ada pula koran yang

menggunakan nama Bromartani yang terbit dan

bertahan hingga tahun 1932. Pada saat itu harga

langganan sebesar fl. 12 gulden, yang dianggap cukup

memberatkan bagi ekonomi keluarga masyarakat pada

masa itu.

Namun, peran sosial dan politik pers pada masa

kolonial cukup efektif. Kenyataan itu memotivasi Paku

Buwono X untuk berperan dalam pengembangan pers.

Di sisi lain secara internal, peran yang dimainkan

Bromartani, meski berbahasa Jawa juga berjalan

Page 80: KAJIAN FILOSOFIS - isi-ska.ac.id

- 80 -

optimal. Berturut-turut setelah Bromartani terbit, peme-

rintahan kolonial membuka jaringan telegram pada

1856, pos pada 1862, dan jalur kereta api pada tahun

1867. Dalam kehidupan pers, teknologi menjadi sarana

yang lebih memudahkan perkembangan pers. Berita-

berita kian cepat dan mudah tersampaikan.

Masa efektif yang diperankan Paku Buwono X

secara optimal dalam membina kehidupan pers lokal

secara efektif berkisar pada tahun 1905-1930-an.

Sementara Kuntowijoyo mendeskripsikan peran koran

lokal dalam kesadaran dan kebangkitan generasi muda

diperkirakan pada 1900-1915. Lebih-lebih, koran yang

terbit juga memiliki target dan sasaran publik yang juga

sudah tersegmentasi secara spesifik. Koran De Niewe

Vorstenlanden yang terbit antara tahun 1858-1942 untuk

orang Belanda; Darmakandha, Jawi Kondo, Jawi

Hisworo, dan Bromartani dengan edisi terakhir 20 Maret

1856 untuk orang Jawa. Namun, pada kasus Bromartani,

akhirnya CF Winter Jr mendapatkan kongsi dagang

dengan pemilik modal dari Semarang sehingga mampu

melanjutkan misi menerbitkan Bromartani dari

Jurumartani-Semarang 1858 hingga berlanjut di era

1870-1932.

Page 81: KAJIAN FILOSOFIS - isi-ska.ac.id

- 81 -

Penerbitan “reinkarnasi” Bromartani ini merupa-

kan pengembangan bisnis pers dari Jurumartani yang

terbit di Semarang. Jurumartani sendiri merupakan

kelompok surat kabar De Locomotief milik pengusaha

Belanda. Karena terkena delik pers, akhirnya pindah ke

Solo. Pemakaian “reinkarnasi” nama Bromartani untuk

memenuhi anjuran Paku Buwono IX. Selanjutnya,

Bromartani mampu bertahan panjang hingga 1932.

media cetak lainnya, seperti Pewarta dan Ik Po untuk

orang Cina. Keberadaan koran itu juga dimanfaatkan

Paku Buwono X untuk menyebarkan paham “nasio-

nalisme” Jawa. Di sisi lain, pengelola koran memperoleh

informasi berharga terkait dengan peristiwa kultural

simbolik sekaligus bernuansa politis yang dilakukan

Paku Buwono X di tengah-tengah kekuasaan Belanda.

Penerbitan Media Massa

Menurut sebuah riset, seperti dideskripsikan

Anindityo Wicaksono (1994), jumlah media di Solo

mencapai 110-an buah. Pada masa efektif pemerintahan

Paku Buwono X jumlahnya mencapai 69 buah–termasuk

tiga media, Woro, Pustaka Surakarta, dan Purnama

yang tidak diketahui periode tahun penerbitannya.

Majalah Bromartani yang terbit tahun 1858–1939

Page 82: KAJIAN FILOSOFIS - isi-ska.ac.id

- 82 -

sebagai hasil “reinkarnasi” Bromartani tahun 1855-1857

merupakan kelompok bisnis Joroemartani dan De

Locomatief–Semarang.

Majalah De Nieuwe Vorstenlanden yang terbit

tahun 1858-1942, selanjutnya berganti menjadi surat

kabar De Nieuwe Sukartasche Courant dengan

pimpinan TH Reoland Landouw. Kemudian pada 1883

diganti namanya menjadi De Nieuwe Vorstenlanden,

terbit setiap hari di bawah pimpinan redaksi TH Roeland

Landouw. Harian ini pernah menjadi surat kabar paling

besar di seluruh Jawa Tengah. Pada 8 Januari 1938

pernah mengadakan peringatan 80 tahun usianya. Tetapi

empat tahun berikutnya, pada 1942 berhenti terbit

menjelang Jepang masuk Kota Solo.

Jawa Kandha yang terbit pada tahun 1891-1919

diterbitkan oleh Percetakan dan Penerbitan Albert

Rusche & Co di Solo dengan Bahasa Jawa dan Melayu.

Terbit tiap seminggu dua kali pada hari Selasa dan

Jumat. Redakturnya FL Winter. Nomor pertama terbit

pada hari Selasa Pahing tanggal 28 April 1891. Surat

kabar ini berbahasa Jawa dan dimiliki orang Belanda.

Penerbit yang sama menerbitkan juga surat kabar

berbahasa Jawa dan Melayu dengan nama Jawi Hiswara

pada periode 1891-1919. Terbit tiga kali seminggu pada

Page 83: KAJIAN FILOSOFIS - isi-ska.ac.id

- 83 -

hari Selasa, Rabu, dan Jumat. Tiap minggu sekali diberi

lampiran yang diberi nama Cakrawarti dengan aksara

dan bahasa Jawa bergambar, empat halaman ukuran

buku. Salah seorang pengikut Raden Ranggawarsita

bernama Suwardi yang lebih dikenal sebagai Ki Padma-

susastra setelah pulang kembali ke Solo dari Belanda

pada tahun 1891 membantu redaksi Jawi Kandha dan

Jawi Hiswara. Beberapa tulisan antara lain feature

tentang laporan perjalanan dan pengalaman Ki

Padmasusastra di negeri Belanda.

Karena kesibukan Ki Padmasusastra, tahun 1900

Raden Dirja Atmaja menggantikan menjadi redaktur

Jawi Kandha, Jawi Hiswara dan Cakrawarti. Pada tahun

1902 Raden Dirja Atmaja resmi menjadi pimpinan

redaksi surat kabar tersebut. Surat kabar yang

diterbitkan Albert Rusche & Co, ini awalnya berkantor di

Kampung Musen, lalu pindah ke sebelah selatan loji

Karesidenan yang sekarang menjadi gedung Balai

Kotapraja Surakarta, kemudian pindah lagi ke Kampung

Loji-warung yang sekarang menjadi kantor Jawatan

Sosial. Tiga surat kabar ini berhenti terbit 1919.

Namun, surat kabar tersebut besar sekali jasanya

terhadap masyarakat Jawa khususnya dan masyarakat

Indonesia pada umumnya untuk membimbing pener-

Page 84: KAJIAN FILOSOFIS - isi-ska.ac.id

- 84 -

bitan ke arah kemajuan dan kebebasan berpikir. Pun di

dalam perkembangan dunia persuratkabaran swasta

nasional. Selanjutnya Raden Martodarsono menerbitkan

majalah bahasa dan aksara Jawa dengan nama Sesuluh.

Sebuah media cetak bulanan juga diterbitkan PT Sie

Dhian Hoo di Pasar Besar Solo. Media bulanan itu diberi

nama Cakrawala, dicetak seukuran buku dengan bahasa

dan aksara Jawa, memuat cerita-cerita dari luar negeri

disalin ke dalam bahasa dan aksara Jawa.

Sasadara yang muncul pada tahun 1900

diterbitkan Paheman Radya Pustaka, badan resmi

pemerintah Kraton Kasunanan Surakarta yang berkantor

di Museum Sriwedari Solo. Merupakan majalah bulanan

dengan bahasa dan aksara Jawa terbit tiap tanggal 15

bulan purnama, dengan diberi nama Sasadara. Ki

Padma-susastra menjabat sebagai Pemimpin Redaksi.

Nomor pertama terbit hari Rebo Wage tanggal 15 bulan

Jumadilakhir tahun 1830 windu sancaya atau 10 Oktober

1900, dicetak di Vogel van der Heyde & Co di Solo.

Majalah ini banyak menampung serba-serbi ilmu

pengetahuan.

Candrakanta terbit antara tahun 1901-1903.

Majalah bulanan ukuran buku ini dicetak dengan aksara

dan bahasa Jawa yang juga diterbitkan Paheman Radya

Page 85: KAJIAN FILOSOFIS - isi-ska.ac.id

- 85 -

Pustaka yang khusus berisi pengetahuan modern. Ki

Padmasusastra juga menjadi pemimpin redaksinya.

Majalah ini terbit edisi perdana 20 Juni 1901 dicetak di

Albert Rusche & Co di Surakarta dan dapat hidup sampai

akhir tahun 1903. Pada 1904 terbit Ik Po yang

merupakan media untuk masyarakat Tionghoa.

De Niewe Vorsten Landen yang terbit pada 1900-

1919, pada periode 1900 dipimpin Vogel Van der Heyde.

Selanjutnya pada periode 1919 dikendalikan oleh H

Roeland Landauw. Selain itu ada Darmakandha yang

terbit pada 1913, diterbitkan Nieuwe Drukkerij di

Warung Pelem yang sekarang menjadi poliklinik Tiong

Hoa. Pemiliknya Tjo Tjoe Kwan, seorang letterzetter di

percetakan Albert Rusche & Co.

Surat kabar Darmakandha yang terbit pada 1914

berbahasa dan aksara Jawa serta bahasa Melayu aksara

latin. Terbit seminggu dua kali pada Senin dan Kamis.

Nomor 1 tahun ke 1 terbit pada hari Senin Kliwon tanggal

4 Januari 1914. Surat kabar ini milik Tionghoa yang kelak

dibeli Boedi Oetoemo pada tahun 1920 dan pindah ke

Kampung Kauman Carikan Jalan Secoyudan Solo.

Sarotama terbit pada 1914 berkantor di Jagalan

Kabangan, Lawiyan, Surakarta. Redaksi administrasi

dipegang oleh Raden Sostrokornia dan penanggung

Page 86: KAJIAN FILOSOFIS - isi-ska.ac.id

- 86 -

jawab redaksi oleh Oemar Said Tjokro-aminoto yang juga

Pemimpin Umum Syarikat Indonesia. Marco Karto-

dikromo pernah menjadi pimpinan redaksi mingguan

Sarotama sekitar 1919-1920.

Tjoendhamanik yang terbit pada 1914 adalah

surat kabar mingguan berbahasa dan aksara Jawa yang

diterbitkan Perkumpulan Kaum Buruh dan Tani yang

pimpinan redaksinya Joyosantosa. Ada pula Taman

Pewarta milik Tionghoa serta Praja Surakarta yang

terbit pada tahun yang sama.

Doenia Bergerak yang juga terbit pada 1914

merupakan surat kabar yang dirintis dari pendirian IJB

oleh Dr Cipto Mangunkusumo dan Mas Marco. Kelak

Guntur bergabung dengan media ini. Guntur yang terbit

1915, sebuah mingguan yang dipimpin oleh Darmo-

kusumo, kelak menggabungkan diri dengan Doenia

Bergerak dan namanya menjadi Guntur Bergerak.

Pada tahun 1916 terbit Medan Bergerak,

Kumandang Jawi, dan Medan Muslimin. Media bulanan

dengan penyampaian bahasa Jawa dan Melayu ini

dipimpin dan diterbitkan H Misbach di Kauman Solo

dengan pembantu utamanya Sastrosiswoyo dan

pembantu-pembantu tetap Marco Kartodikromo sebagai

redaktur Doenia Bergerak, Raden Sosrokornia redaksi

Page 87: KAJIAN FILOSOFIS - isi-ska.ac.id

- 87 -

administrasi Sarotama, Mas Ngabehi Sastrosadargo dari

Jawi Kondo. Media ini merupakan bentuk kerja sama

surat kabar yang menjadi kebanggaan pada waktu itu.

Pada pertengahan tahun 1916 Medan Muslimin mener-

bitkan buku bahasa dan aksara Jawa dengan nama

Hidayatul Awam, pedoman Islam untuk para kaum

muslimin sebagai sisipan untuk para pembaca setia.

Medan Muslimin terbit tiap tanggal 15. Nomor pertama

tahun 1 terbit pada tanggal 15 Januari 1916. Medan

Muslimin membawakan suara-suara revolusioner dari SI

Merah, akibatnya Haji Misbach pada tahun 1925

dihukum buang ke Boven Digul. Diasuh oleh KH

Misbach dan H Fachrudin.

Islam Bergerak yang terbit pada 1917 merupakan

surat kabar dengan sebagian aksara dan bahasa Jawa

dan sebagian aksara latin bahasa Jawa. Nomor 1 tahun I

terbit di Surakarta pada hari Senin Legi tanggal 1 Januari

1917. Terbit tiga kali sebulan dengan redaktur

Joyodikromo, Tohir dan Kusen. Surat kabar Islam

Bergerak juga membawakan suara-suara revolusioner.

Pada 1919 terbit Penggoegah, surat kabar mingguan

berbahasa dan Aksara Jawa. Redaksi dan penanggung

jawab Dokter Cipto Mangunkusumo.

Page 88: KAJIAN FILOSOFIS - isi-ska.ac.id

- 88 -

Darmo Kondho terbit pada tahun 1920, adalah

media berhaluan nasional yang terbit Rabu dan Sabtu.

Redakturnya Raden Mas Soleman. Pada tahun 1935

menjadi Pewarta Oemoem, sementara Darmo Kondho

bahasa Jawa disebut Pustaka Warti. Terbit pula Wiwara

Raya pada 1920 dan Kumandhang Theosofie pada 1921.

Kumandhang Theosofie didirikan oleh perkumpulan

theosofie Cabang Solo dalam bentuk buku biasa, bahasa

aksara Jawa dan terbit bulanan. Redaksi oleh RM

Partowiroyo, administrasi R. Ng. Hartokretarto. Sebagai-

mana dengan bulanan lain seperti Mahabharata dan

Babad Serang, dapat hidup sampai balatentara Jepang

masuk di Solo.

Pada 1922 terbit Pustaka Jawi dan Mardi Siwi,

bulanan bahasa Jawa aksara latin untuk pendidikan para

pelajar dan para muda-mudi. Diasuh oleh staf redaksi

Literair Paedagogishce Club dengan alamat Sunaryo di

Mangkunagaran dan administrasi S Sastroatmojo di

Badran Solo. Bulanan ini dapat hidup subur dan lama,

sampai akhir pemerintahan kolonial Hindia Belanda.

Al Islam milik Muhammadiyah Solo terbit pada

1923. pada tahun yang sama terbit pula Bintang Islam,

Mambangul Ngulum, Darah Mangkunagaran dan

Narpa Wandawa. Sementara itu pada 1925 terbit Janget

Page 89: KAJIAN FILOSOFIS - isi-ska.ac.id

- 89 -

Kinatelon, Gentha Kekeleng dan Mawa, milik kalangan

radikal.

Pada 1925 terbit Wara Susila. AB Siti Syamsiyah

menerbitkan majalah bahasa dan aksara Jawa bentuk

buku ukuran umum yang mengutamakan kepentingan

wanita Islam, dengan pemuka redaksi S. Hadiwiyoto, staf

redaksi: 1. Sukati, 2. Sukarni, 3. Suparmini, 4. Wadining,

5. Sumartinah Danusubroto. Juga mener-bitkan majalah

bahasa Jawa dengan nama Pusaka. Berbarengan dengan

terbitnya Pusaka dan Wara Susila, atas kerja sama

dengan Muhammadiyah, AB. Siti Syamsiyah menerbit-

kan Suara Aisyiah dengan bahasa Jawa aksara latin.

Jawa Tengah terbit pada 1926, terbit bulanan berbahasa

Indonesia oleh percetakan Ang Sioe Tjing di Slompretan

4 Solo.

Pada 1927 terbit Mahabharata, diterbitkan oleh

Loge Theosofie Solo pada bulan Januari 1927 yang

merupakan bulanan dan bahasa aksara Jawa. Diasuh

oleh RM Partowiroyo. Sebagaimana dengan bulanan lain

seperti Babad Serang dan Kumandhang Theosofie,

dapat hidup sampai balatentara Jepang masuk di Solo.

Janget terbit antara tahun 1928-1929, merupakan

mingguan bahasa Jawa yang radikal dan berani

menghadapi peraturan pemerintah kolonial Hindia

Page 90: KAJIAN FILOSOFIS - isi-ska.ac.id

- 90 -

Belanda. Setelah peristiwa atas tulisan Suprapto, tidak

lama mingguan Janget terpaksa berhenti terbit.

Darul Ulum terbit pada 1928. Diterbitkan oleh

pedagang buku dan batik AB. Siti Syamsiyah sebagai

anggota Muhammadiyah Solo yang berjasa dalam

menerbitkan buku dan majalah keislaman. Merupakan

media bulanan yang mulai terbit 25 Januari 1928 dengan

moto „majalah islamiyah yang menjadi sumbernya

sekalian ilmu atau pengajaran dan pergerakan Islam

seluruh dunia‟.

Cakrawarti yang terbit pada 1919 berkaitan

dengan Jawa Kandha-Hiswara yang diterbitkan oleh

Radya Pustaka. Sementara Woro yang terbit pada 1920

adalah media yang diusahakan sendiri oleh Ki

Padmasusastra; merupakan majalah bulanan bahasa dan

aksara Jawa, yang memuat kesusasteraan, pedoman-

pedoman hidup, pengetahuan umum, piwulang, dan

lain-lainnya.

Timbul yang terbit pada 1931 merupakan berkala

bahasa Indonesia yang diasuh Dr. Rajiman Widyodi-

ningrat dan Mr. Singgih. Selain memuat tulisan bersifat

pengetahuan dan kebudayaan, juga mengetengahkan

tulisan-tulisan yang membakar semangat jiwa per-

gerakan kebangsaan yang waktu itu banyak pemimpin

Page 91: KAJIAN FILOSOFIS - isi-ska.ac.id

- 91 -

pergerakan kebangsaan yang ditangkapi dan dihukum

pemerintah kolonial.

AB. Siti Syamsiyah menerbitkan Risalah Islam

pada 1931, merupakan bulanan dengan bahasa dan

aksara Jawa. Pimpinan redaksi Samsu Hadiwiyoto.

Pustaka Surakarta terbit pada 1922 bersamaan dengan

Risalah Islam oleh AB. Siti Syamsiyah. Merupakan

majalah bulanan terbit sepuluh hari sekali yang berisi

Qur‟an Jawen dan tafsir hadis. Purnama yang terbit

tahun 1931 juga terbitan AB. Siti Syamsiyah yang berisi

roman picisan. Terbit bersamaan dengan Risalah Islam

dan Pustaka Surakarta. Sementara pada tahun 1931

terbit Sadya Tama, Jagad dan Hudaya. Dokumentasi-

nya terdapat di perpustakaan Mangkunegaran.

Api Rakyat terbit pada 1932-1933, diusahakan

oleh Pendidikan Nasional Indonesia (PNI) cabang

Surakarta yang merupakan mingguan bahasa Jawa

aksara latin yang diasuh oleh Samino namun hanya

berusia satu tahun. Adil yang terbit pada tahun 1932

diusahakan Muhammadiyah di Solo terbit harian

berbahasa Indonesia. Nomor 1 terbit pada 1 Oktober

1932 diasuh Syamsudin Sutan Makmur dan Suyitno.

Selain isi berita-berita umum dan ajaran agama Islam,

juga sebagai terompet pergerakan kebangsaan dan

Page 92: KAJIAN FILOSOFIS - isi-ska.ac.id

- 92 -

perjuangan kemerdekaan Indonesia. Perjalanan Adil

mengalami suka-duka pasang surut akan tetapi terus

hidup sampai mencapai usia lima puluh tahun lebih. Adil

pernah berhenti terbit, pernah menjadi bulanan, tengah

bulanan, mingguan, dan juga pernah terbit stensilan.

Milik Muhammadiyah. Aksi yang terbit pada 1933

berkaitan dengan Adil.

Pepadanging Jagad terbit bulan Oktober 1934

bulanan aksara bahasa Jawa diasuh oleh Raden Ngabehi

Sastrosadargo dan Raden Ngabehi Jiwo-pradoto.

Bulanan ini tidak dapat berusia panjang. Suara

Kesehatan merupakan bulanan bahasa Indonesia yang

terbit Oktober 1934 oleh penerbit Kristen Uitgever

Maatschappij ‘Traju Budi’. Tujuan bulanan ini dengan

tujuan tertentu yang ternyata dapat hidup subur dan

lama sampai menjelang pendudukan balatentara Jepang.

Darmo Woro, bulanan bahasa Jawa diterbitkan

pemerintah Mangkunegaran untuk kepentingan peme-

rintahannya. Diasuh oleh RM Notosuroto. Nomor 1

diterbitkan pada November 1934. Namun tidak terbit

lama, karena RM Notosuroto kemudian ke Belanda dan

menerbitkan Opgang atau Udaya di negeri Belanda.

Terbit pula Sikap pada 1934, yang berkaitan dengan

penerbit Darmo Woro.

Page 93: KAJIAN FILOSOFIS - isi-ska.ac.id

- 93 -

Pada bulan November 1934 terbit Bedug atas

usaha kaum buruh di Klaten, tengah bulanan bahasa

Jawa-Dipa, untuk membimbing kaum buruh menuju

kesadaran pergerakan kebangsaan. Suaranya keras,

maka berkali-kali mendapat peringatan dari yang

berwajib, dan juga pernah kena persdelict yang berakibat

ditutupnya media ini.

Rahayu terbit bulan Juli 1934 merupakan

bulanan bahasa aksara Jawa berisi pengetahuan tentang

kesempurnaan hidup, kesusasteraan, kesusilaan, dan

kebudayaan Jawa pada umumnya. Diasuh Raden Ngabe-

hi Dutodilogo dengan alamat redaksi dan administrasi di

Tamtaman Baluwarti Solo.

Untuk memenuhi kebutuhan para siswa dalang di

“Pasinaon Dalang Surakarta” yang menempati sebelah

timur gedung Museum Radya Pustaka Sriwedari

Surakarta, dan bagi para dalang pada umumnya, diter-

bitkanlah Pedalangan. Didirikan oleh Raden Ngabehi

Dutodilogo, terbit pertama 15 Juli 1935. Pada Januari

1941 digabung menjadi satu dengan Rahayu dan

berhenti tebit menjelang akhir pemerintahan kolonial

Hindia Belanda.

Bangun yang terbit pada 1935 merupakan

majalah bahasa Indonesia dan Belanda diterbitkan

Page 94: KAJIAN FILOSOFIS - isi-ska.ac.id

- 94 -

Intelectueelen Club di Solo yang diketuai Mr. Wongso-

nagoro. Sedangkan Mahabharata Kawedar muncul

Januari 1936 oleh RM Sutarto Hajowahono di Timuran

Solo. Merupakan bulanan bahasa Jawa aksara latin

dalam bentuk buku biasa. Isi khusus mengenai cerita

wayang dari Mahabharata dengan tafsiran dan

keterangannya. Karena sangat laku, maka kemudian

disusul dan berbarengan terbitnya bulanan Mahabharata

Kawedar bahasa Jawa dan bahasa Indonesia. Pada masa

Jepang, majalah ini berhenti terbit dan sesudah

kemerdekaan Indonesia, Oktober 1950 diterbitkan lagi

lanjutannya. Akhirnya berhenti terbit pada 1956. pada

tahun 1937 terbit pula Pancara Siddhi dan Nusantara.

Babad Serang diterbitkan pada periode tahun

1938-1942 oleh Loge Theosofie dalam bentuk bulanan

bahasa Jawa. Sebagaimana dengan bulanan lain seperti

Mahabharata dan Kumandhang Theosofie, dapat hidup

sampai balatentara Jepang masuk di Solo. Pada tahun

1938 juga terbit Kabar Paprentahan milik Kraton

Kasunanan Surakarta dan Pawarti Surakarta.

Pusaka Indonesia terbit pertama kali pada 25

Oktober 1939 dan merupakan majalah bergambar bahasa

Indonesia yang memuat tentang perekonomian, kesusas-

teraan, dan lain-lain. Pada bulan itu juga terbit majalah

Page 95: KAJIAN FILOSOFIS - isi-ska.ac.id

- 95 -

bahasa Jawa aksara latin dengan nama Ratna Dumilah

yang memuat khusus tentang kewanitaan. Kedua

majalah tersebut dapat hidup sampai akhir pemerin-

tahan kolonial Hindia Belanda.

Peranan Paku Buwono X tentu saja didasari motif

penumbuhan nasionalisme atau semangat kebangsaan

bagi masyarakat Indonesia. Oleh karena kedudukannya

yang menjadi medium komunikasi antara Belanda

penjajah dengan rakyatnya, maka Paku Buwono X

melakukannya dengan sangat halus dan lebih banyak

secara simbolik. Era Paku Buwono X melanjutkan masa

kepemimpinan Paku Buwono IX di mana Surakarta

memasuki transisi demokrasi. Seperti bersambut gayung,

penerbitan media informasi tentu pula didasari motif

nasionalisme. Beberapa pelopor dan redaksi adalah

mereka yang berjuang di garis depan bagi penumbuhan

semangat kebangsaan.

Muhidin M Dahlan (2008) dalam Seabad Pers

Kebangsaan: Bahasa Bangsa, Tanah Air Bahasa meng-

ilustrasikan, sebelum abad ke-20, skema perjuangan

dominan dilakukan lewat cara-cara peperangan dan adu

pasukan di medan laga. Namun, dalam dasawarsa

pertama abad ke-20, pola perjuangan memasuki titik

perubahan yang cukup signifikan. Titik perubahan itu

Page 96: KAJIAN FILOSOFIS - isi-ska.ac.id

- 96 -

dipicu oleh sebuah kesadaran baru tentang jalan cetak

atau jalan pers. Sekaligus jalan pers ini menjadi

semacam pembeda dengan jalan nasionalisme yang

ditempuh India yang bertumpu pada hirarki kasta atau

nasionalisme Rusia yang memperjuangkan perbenturan

kelas dan melahirkan komunisme atau Inggris yang lahir

dari gilda dan pasar para borjuis.

Page 97: KAJIAN FILOSOFIS - isi-ska.ac.id

- 97 -

BAB VIII

Sastra & Kehidupan modern

Kebebasan Pengarang

Prosa adalah salah satu jenis karya sastra yang

berbentuk bebas, tanpa terikat oleh metrum, persajakan,

guru lagu, guru wilangan dan guru gatra. Pengarang

prosa diberi kemerdekaan untuk menuangkan buah

pikirannya. Aturan-aturan baku yang harus dipenuhi

boleh diabaikan. Titik tekannya adalah komunikasi

kesastraan antara penulis dengan pembaca.

Berbeda dengan penulisan puisi yang harus

mematuhi konvensi kesastraan yang telah disepakati

bersama. Contoh karya sastra Jawa yang berbentuk puisi

adalah kakawin, macapat dan geguritan. Kakawin

ditulis dengan standar jumlah baris dan struktur

fonemisasi yang meliputi suara berat dan suara ringan.

Arjuna Wiwaha, Baratayuda, Hariwangsa, Negara

Page 98: KAJIAN FILOSOFIS - isi-ska.ac.id

- 98 -

Kertagama, Sutasoma, dan Ramayana adalah jenis puisi

kakawin yang ditulis oleh para pujangga kraton.

Penulisan prosa Jawa mengiringi perkembangan

karya sastra Jawa yang berbentuk puisi. Kitab-kitab

parwa yang dihasilkan pada masa pemerintahan Teguh

Darmawangsa di kerajaan Medang Kahuripan ditulis

dalam bentuk prosa. Pengarang lebih menekankan isi

sastra daripada bentuk baku. Jalan cerita sastra parwa

tersebut ditulis mirip dengan bentuk novel. Plot, setting,

dan penokohan justru bisa ditampilkan lebih hidup dan

mengesankan. Poerbatjaraka (1952) mengulas seluk

beluk sastra Jawa kuno prosa.

Dominasi puisi macapat itu mulai memudar pada

awal abad 20. Pelopornya adalah Ki Padmasusastra.

Beliau merupakan murid kesayangan Pujangga Rangga-

warsita. Hanya saja keduanya mempunyai jalan hidup

yang berlainan. Raden Ngabei Ranggawarsita mengabadi

pada istana. Orientasi karangannya bersifat istana

centris, segala cipta karyanya dipersembahkan kepada

raja dan kraton. Harap maklum karena istana menjadi

patron bagi sang pujangga. Kreativitas dan produktivitas

pujangga tergantung pada kemurahan penguasa kraton.

Sedangkan Ki Padmasusastra tidak diangkat

sebagai pujangga kraton. Beliau dikenal sebagai pekerja

Page 99: KAJIAN FILOSOFIS - isi-ska.ac.id

- 99 -

sastra atas sponsor penerbit dan perusahaan swasta.

Patron bergeser dari kraton ke industri partikelir.

Beraneka rupa perusahaan penerbitan meminta Ki

Padmasusastra untuk menulis karya sastra yang laku di

pasaran. Orientasi penulisan memang menjadi berubah,

dari cita-cita ideal menuju ekonomi komersiil. Nilai

kraton digeser oleh nilai-nilai pasar. Begitulah

perkembangan sosial ekonomi yang berpengaruh pada

kehidupan sastra. J.J Ras (1985) telah membuat iktisar

sastra Jawa mutakhir dengan cukup mengagumkan.

Perubahan sosial ekonomi ini dibaca oleh Ki

Padmasusatra. Beliau tidak merasa gundah dan cemas,

malahan dianggap sebagai peluang emas untuk mening-

katkan kualitas dan citra diri. Industri penerbitan yang

menjamur di kota-kota besar merupakan lahan empuk

untuk memperoleh kekuatan finansial. Penerbit di

Bandung, Jakarta, Semarang, Surabaya, Kediri dan Solo

bersedia menjadi sponsor Ki Padmasusastra. Dengan

demikian beliau menjalani mobilitas ekonomi secara

drastis. Dengan bangga Ki Padmasusastra menyebut

dirinya sebagai wong mardika kang nguri-uri

kasusastran Jawa. Gelar ini menunjukkan bahwa beliau

tidak lagi terikat pada satu patron. Beliau merasa sudah

menemukan eksistensi dan jati dirinya.

Page 100: KAJIAN FILOSOFIS - isi-ska.ac.id

- 100 -

Balai Pustaka merupakan lembaga penerbitan

yang berdiri pada tanggal 22 September 1917. Pada

mulanya bernama Kantoor voor de Volkslectuur yang

bertujuan untuk memberi bacaan bagi rakyat. Bangsa

Indonesia cukup berhutang budi pada lembaga ini

karena telah menyebarkan ilmu pengetahuan yang

mendidik budi pekerti luhur.

Salah satu novel terbitan Balai Pustaka adalah

Serat Riyanta. Ditilik dari segi judulnya, novel ini jelas

terpengaruh oleh metrum sastra Jawa klasik. Mengingat

dicantumkan kata „serat‟, misalnya Serat Kalatidha.

Novel ini diciptakan oleh RB. Sulardi tahun 1920.

Pengarangnya memang aktif di istana Pura Mangku-

negara. Tak mengherankan bila karya-karyanya berlatar

belakang kehidupan bangsawan. Terlebih-lebih dia

pernah hidup lama di Wonogiri, sebab daerah ini masih

wewengkon Mangkunegaran, basis perjuangan Pangeran

Sambernyawa.

Novel lain adalah Dhendhaning Angkara. Karya

novel ini bersifat dikdatif moralis. Orang dicegah supaya

tidak berbuat kejahatan, karena akan kualat dan

mendapat balasan yang setimpal. Semua perbuatan akan

menuai buah sebagaimana hukum karmapala.

Page 101: KAJIAN FILOSOFIS - isi-ska.ac.id

- 101 -

Harjawiraga, penulis novel ini adalah keturunan

Ki Padmasusastra, seorang murid utama Raden Ngabehi

Ranggawarsita. Asal mulanya jelas dekat dengan kehi-

dupan Kraton Surakarta Hadiningrat. Oleh karenanya,

pola pikir serta tindakannya banyak mengacu pada

pikiran pujangga istana. Darah seni terus mengalir, salah

satunya adalah budayawan terkemuka yaitu Sapto

Hudoyo. Beliau merupakan trah Harjawiraga yang

berbakat seni di era Indonesia mutakhir.

Novel lain yang patut dibicarakan adalan Kirti

Njunjung Drajat. Novel ini diterbitkan tahun 1924 berisi

tentang perjuangan untuk mencapai prestasi hidup.

kemuliaan seseorang hendaknya lebih ditekankan pada

kualitas karya dan jerih payah usahanya. Asal-usul

keturunan tetap penting, tetapi berbuat keteladanan juga

tidak kalah penting. Dengan berbekal usaha keras dan

mengabdi kepada masyarakat maka seseorang akan

meningkat harkat dan martabatnya. Novel ini diciptakan

oleh Raden Ngabehi Yasawidagda. Menilik gelarnya, dia

jelas berasal dari kalangan priyayi.

Beberapa pengarang dan karyanya yang diterbit-

kan oleh Balai Pustaka jumlahnya cukup beragam. Balai

Pustaka sungguh berjasa dalam mencerdaskan kehi-

dupan bangsa. Kehadirannya benar-benar memberi

Page 102: KAJIAN FILOSOFIS - isi-ska.ac.id

- 102 -

pencerahan buat sekalian warga nusantara. Ibarat gelap

sayuta pinapak obor sewu. Hampir satu abad lamanya

penerbit ini terus menerus mengisi kehidupan intelek-

tual yang amat bermutu dan berguna.

Pengarang Sastra Jawa Modern

Kesusastraan Jawa mengalami perkembangan

yang cukup pesat pada tahun 1900-an. Modernisasi

diawali dengan gerakan aufklarung atau pencerahan

yang mengutamakan aspek rasionalitas. Ilmu pengeta-

huan yang bersifat empiris berkembang pesat dengan

segala cabangnya. Dari ilmu tercipta teknologi, yang

mendorong menjamurnya industri. Hasil industri

mempercepat produksi dan kapitalisasi. Dari sinilah

lantas ada pergeseran nilai. Gagasan tentang arti penting

prestasi, kompetisi, demokrasi dan inovasi menjalar ke

seluruh dunia. Dalam bidang kesusastraan Jawa pun

terkena pengaruh ini. Pada mulanya adalah pengarang

dan karya sastra Jawa pada jaman pra Balai Pustaka,

yaitu sebelum tahun 1920.

Beberapa di antaranya adalah Ki Padmasusastra

mengarang Rangsang Tuban, Kandha Bumi, Prabang-

kara, Serat Tata Sastra, Serat Urapsari, Serat Patibasa,

Serat Warnabasa dan Serat Bauwarna. Prawirasudirdja

Page 103: KAJIAN FILOSOFIS - isi-ska.ac.id

- 103 -

mengarang Serat Panutan, Isin Ngaku Bapa dan

Cariyos Tanah Pareden Diyeng. Kuswardiarja menga-

rang Rara Kandreman dan Kartimaya.

Sementara itu Harjawisastra mengarang

Pamoring Dhusun, Wuryalocita, Trilaksita dan Gita

Gati. R.Ng. Kartasiswaya mengarang Darma Sanyata,

Sumaatmaja mengarang Serat Sadrana, R. Samuel

Martahatmaja mengarang Rukun Arja, Wiraatmaja &

Suwardi mengarang Waris Kaliyan Lalis dan Rara

Rarasati tuwin Bok Randha Setyadarma.

Karya-karya lain ditulis oleh Suradipura yaitu

Bedhahipun Karaton Nagari Ngayogyakarta, R.

Suyitna Martaatmaja mengarang Catur Tunggil,

Sindupranata menulis Lelakone Amir, R.M. Kartadirja

mengarang Tuhuning katresnan, RRA. Suryasuparta

menulis Serat Cariyos Kekesahan saking Tanah Jawi

dhateng Negari Walandi, Yitnasastra mengarang Kesah

Layaran dhateng Pulo Papuwah, Pujaarja menulis

Dongeng Cariyosipun Tiyang Sepuh ing Jaman Kino

dan R. Sulardi mengarang Serat Riyanta.

Masa kebangkitan nasional ini mendapat

sambutan yang gegap gempita dari para pengarang Jawa.

sebagai pemikir mereka merasa mendapat angin segar

dalam menyongsong era baru. Dengan menyelipkan

Page 104: KAJIAN FILOSOFIS - isi-ska.ac.id

- 104 -

gagasan yang mengandung nilai nasionalisme dan

patriotisme, para pengarang Jawa berusaha untuk ber-

partisipasi dalam memajukan bangsanya.

Pada periode 1921-1940 wacana ideologi dan

alirannya tumbuh subur. Industri penerbitan baik yang

didanai pemerintah maupun swasta bermunculan di

mana-mana. Buku, koran, dan majalah menjadi lahan

subur bagi pengarang dan pengusaha. Karya prosa Jawa

yang terbit di antaranya: R. Suyitna Martaatmaja

mengarang Cariyosipun Pambalang Tamak dan Tau

Luk Tik lan Tan Lun Cong, R. Sastrasuganda mengarang

Kekesahan dhateng Riyo, Sastramintarja mengarang

Cariyosipun Sendhang ing Tawun, sementara RB.

Kartasmara menulis Rajameda.

S. Dayawinata juga menulis Serat Panjeblugipun

Redi Kelud, Ekajaya mengarang Bali Sacleretan.

Yasawidagda mengarang Jarot, Purasani, Kirti Njunjung

Drajat, dan Ni Wungkuk ing Bendhe Growong.

Sasraharsana mengarang Mrojol Selaning Garu dan

Banda Pusaka. Kamsa menulis Supraba lan Suminten.

Arjasaputra menulis Swarganing Budi Ayu, Marta-

yuwana mengarang Roman Arja. Suratman Sastradiarja

mengarang Sukaca dan Katresnan. Sasrasutikna

mengarang Glompong Lucu.

Page 105: KAJIAN FILOSOFIS - isi-ska.ac.id

- 105 -

Pengarang lainnya yaitu Mukmin menulis Ki

Ageng Paker, R. Gandawardaya menulis Babad Maja lan

Babad Nglorog, Ki Mangunsuparta menulis Babad

Arungbinangun, Suwignya menulis Kyai Ageng

Pandanarang, M. Prawirasumarja menulis Tumusing

Lampahipun Tiyang Sepuh dan Ihtiyar Ngupados

Pasugihan. Jayalana menulis Pasanggrahan Parang

Tritis. Harjadisastra menulis Cariyos Redi Lawu. Kamit

Nataasmara menulis Crah Bubrah, Kucing lan Jago dan

Rasa Sasmita. Asmawinangun menulis Jejodoan

Ingkang Siyal, Saking Papa dumugi Mulya, Mungsuh

Mungging Cangklakan dan Perpisahan Pitulikur Tahun.

Sementara Suradi Wiryaharsana menulis Wisaning

Agesang dan Anteping Wanita.

Untuk periode ini perkembangan sastra Jawa

boleh disamakan dengan angkatan Balai Pustaka dan

Pujangga Baru. Perkembangan pemikiran dalam karya

sastra Jawa pada saat ini ada titik temu dengan sastra

Indonesia. Suasana jaman ternyata turut serta dalam

mewarnai gagasan pengarang.

Sesuai dengan jamannya, periode 1941-1960 amat

erat kaitannya dengan gerakan politik kebangsaan.

Ekspansi pendudukan Jepang yang mengusir Belanda

dari Indonesia menjadi bahan garapan para pengarang

Page 106: KAJIAN FILOSOFIS - isi-ska.ac.id

- 106 -

Jawa. kemudian disusul dengan suasana revolusi perang

kemerdekaan yang penuh dengan semangat heroisme,

para pengarang prosa Jawa ikut pula berjuang

mempertahankan kemerdekaan lewat ketajaman pena-

nya. Sapardi Djoko Damono (1979) melukiskan periode

ini dengan sangat tepat. Adapun karya sastra prosa Jawa

yang terbit antara lain: Susanta Tirtapraja mengarang

Nayaka Lelana, Lum Min Nu mengarang Kereme Kapal

Brantas, Macan Setan, Urip Saburine Layar. R.

Harjawiraga mengarang Sri Kuning dan Priyana

Winduwinata mengarang Dongeng Sato Kewan.

A. Saerozi menulis Kumpule Balung Pisah,

Katresnan lan Kuwajiban. Senggana menulis Kembang

Kanthil, Wahyu Saka Kubur, Kemandang. Sri Hadijaya

menulis Jodo Kang Pinasti, Priyayi Saka Transmigrasi,

Wahyuning Wahyu Jatmika dan Napak Tilas. Satim

Kadaryana menulis Swara Ginawe Ayu, Gelang Setan,

Nebus dan Nelly Yasen.

Di samping tema-tema percintaan, perjodohan,

dan kerumahtanggaan, pada periode ini juga dominan

karya sastra dengan topik perjuangan. Ketika partai

politik sangat berpengaruh terhadap kehidupan dan

kenegaraan, para pengarang pun dengan semangat

memasukkan unsur ideologi dalam buah penanya.

Page 107: KAJIAN FILOSOFIS - isi-ska.ac.id

- 107 -

Sampai dengan tahun 60-an, prosa Jawa tetap

tumbuh subur. Namun setelah tahun 1970-an pelan-

pelan sastra Jawa mengalami kemunduran. Tahun 1980

pegiat sastra Jawa sering melakukan protes atas

kebijakan pemerintah yang kurang memihak. Baru pada

tahun 1991 diadakan Konggres Bahasa Jawa secara

besar-besaran. Bahkan setiap 5 tahun diadakan kong-

gres, sehingga secara berturut-turut konggres diadakan

pada tahun 1991, 1996, 2001 dan 2006. Kita masih

bersyukur karena masih ada saja sastra Jawa yang terbit.

Dapat disebut di sini adalah: Priyana Winduwinata

menulis Serat Jakasura Tresnawati. Purwadhie

Atmadiharja mengarang Dara Kapidara, Kedung Putri,

Ngrangsang Gumuk Sandi dan Benang-benang Teles.

Any Asmara menulis Kenya Tirta Gangga, Rante Mas,

Kumandanging Katresnan, Ida Ayu Maruti dan

Gerombolan Gagak Seta.

Widi Widayat menulis Tresna Abeya Pati,

Kapilut Godaning Setan, Kenya Katula-tula, Suduk

Gunting Tatu Loro, Godhane Prawan Ayu, Sedulur

Sinarawedi, Mertobat wis Kliwat dan Wasiyating

Biyung. Satim Kadaryana menulis Timbreng dan

Sampyuh. St. Iesmaniasita menulis Kidung Wengi ing

Gunung Gamping dan Kringet Saka Tangan Prakosa.

Page 108: KAJIAN FILOSOFIS - isi-ska.ac.id

- 108 -

Suparta Brata menulis Trilogi Kelangan Satang (Lara

Lapane Kaum Republik, Kaduk Wani, Kena Pulut),

Kadurakan ing Kidul Dringu, Nopember Abang, Dom

Sumurup ing Banyu, Tanpa Tlacak, Emprit Abuntut

Bedug, Tretes Tintim, Jaring Kalamangga, Garuda

Putih, Lintang Panjer Sore, Dunyane Wong Culika.

Esmiet menulis Oyot Mimang, Rokok Kretek Bale

Kambang, Inspektur Kikis Mungsuh Swara Kubur,

Godhane Randha Halimah dan Tunggak-tunggak Jati.

Kesuburaan sastra Jawa pelan-pelan mulai redup

sejak tahun 1975. Penyebabnya adalah kebijakan

kurikulum yang sangat tidak menguntungkan bahasa

dan sastra Jawa. Pendidikan budaya Jawa tidak di-

perkenankan dimasukkan dalam jenjang SLTA. Mudah

diduga, pemuda Jawa mulai enggan belajar bahasa Jawa.

Otomatis prestise dan gengsi budaya Jawa menjadi

merosot. Pelajaran bahasa Jawa di SD dan SLTP cuma

formalitas dan sekedar pantas-pantasan. Sri Widati dkk

(2001) mengkritik kebijakan yang kurang menguntung-

kan ini. Untung saja kebijakan keliru tersebut segera

disadari di wilayah Propinsi Jawa Tengah dan

Yogyakarta, sejak tahun 2006 mewajibkan siswa SLTA

sederajat untuk belajar bahasa Jawa.

Page 109: KAJIAN FILOSOFIS - isi-ska.ac.id

- 109 -

Selama 21 tahun pengalaman pahit ini menjadi

pelajaran yang sangat berharga. Para pencipta budaya

perlu mengucapkan terima kasih kepada majalah yang

selama ini gigih mempublikasikan butir-butir kearifan

lokal. Majalah itu diantaranya Jayabaya, Panyebar

Semangat, Jaka Lodhang, Mekarsari, dan Damarjati.

Semuanya punya andil besar dalam menjaga pilar-pilar

budaya Jawa.

Karya sastra Jawa prosa yang meliputi novel,

cerita cekak dan essai kebudayaan kerap dimuat dalam

majalah tersebut. Kreativitas dan produktivitas penga-

rang prosa tetap mempunyai wadah. Majalah berbahasa

Jawa itu tetap terbit sampai sekarang, karena dikelola

secara mandiri, dinamis dan profesional. Akhir-akhir ini

karya prosa yang terbit, tiba-tiba mengalami penyeder-

hanaan tema. Dibanding dengan problematika moderni-

tas yang sungguh kompleks, rupa-rupanya pegiat sastra

Jawa tidak terlibat dalam pergulatan dan perubahan.

Boleh dikatakan menjadi serba tanggung.

Nostalgia lukisan masa lalu tidak menjadi

perhatian lagi, sementara topik globalisasi juga belum

terlukiskan secara memadai. Dibanding dengan sastra

Indonesia, jelas sekali perkembangan sastra Jawa agak

tertinggal, baik dari segi kualitas, kuantitas, isi dan

Page 110: KAJIAN FILOSOFIS - isi-ska.ac.id

- 110 -

bentuk. Untuk mengejar ketertinggalan ini para sastra-

wan Jawa perlu belajar dengan bidang lain, sehingga

muncul beragam tema dan lintas pemahaman.

Page 111: KAJIAN FILOSOFIS - isi-ska.ac.id

- 111 -

Daftar Pustaka

Abdullah (ed.), Taufik, 1974. Islam di Indonesia

Sepintas Lalu tentang Beberapa Segi. Jakarta:

Tintamas

Anindityo Wicaksono, 1994, Perkembangan Surat Kabar di Indonesia, Jakarta: Media Pustaka.

Baroroh Baried, 1985. Memahami Hikayat dalam Sastra

Indonesia. Jakarta : Depdikbud.

Clifford Geertz, 1983. Abangan, Santri, Priyayi dalam Masyarakat Jawa. Terjemahan Aswab Mahasin. Jakarta: Pustaka Jaya

Darsiti Soeratman, 1990. Istana Sebagai Pusat

Kebudayaan Lampau dan Kini. Yogyakarta:

Pidato Pengukuhan Guru Besar UGM.

Graaf, de H.J., dan Pigeaud, Th. G.Th., 1989. Kerajaan-

kerajaan Islam di Jawa. Terjemahan Javanologi,

Jakarta: Grafiti Pers

Ibrahim Alfian, 1973. Kronika Pasai: Sebuah Tinjauan Sejarah. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

__________, 2000. Aceh dalam Lintasan Sejarah. Yogyakarta: Aksara Indonesia.

Imran Abdullah, 1991. Hikayat Meukuta Alam. Jakarta: Intermasa.

Jaelani Harun, 2004. Bustanus Salatin. Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka.

Page 112: KAJIAN FILOSOFIS - isi-ska.ac.id

- 112 -

Kuntowijoyo, 2003, Raja, Priyayi, dan Kawula, Yogyakarta: Ombak.

Muhidin M Dahlan, 2008, Seabad Pers Kebangsaan: Bahasa Bangsa, Tanah Air Bahasa, Jakarta: Hasta Mitra.

Poerbatjaraka, R. Ng., 1952. Kapustakan Jawi. Jakarta:

Djambatan

Rene Wellek & Austin Warren, 1976. Teori

Kesusasteraan. Terjemahan Melani Budhianta,

Jakarta: Gramedia

Simuh, 1988. Mistik Islam Kejawen Raden Ngabehi Rangga Warsita: Suatu Studi terhadap Serat Wirid Bidayat Jati, Jakarta: UI Press

_____, 1995. Sufisme Jawa: Transformasi Tasawuf Islam ke Mistik Jawa. Yogyakarta: Bentang

Sapardi Joko Damono, 1979. Sosiologi Sastra Sebuah Pengantar Ringkas. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Depdikbud

Sastrakartika, 1979. Serat Kridha Wayangga Pakem

Beksa. Jakarta : Depdikbud

Soekarjo, 1993. Pengantar Kajian Sastra. Surakarta: Universitas Sebelas Maret

Soekatno, 1992. Wayang Kulit Purwa. Semarang: Aneka Ilmu

Sri Mulyono, 1983. Simbolisme dan Mistikisme dalam Wayang. Jakarta: Haji Masagung

Suwito Santosa, 1990. Urip-urip. Surakarta: Museum

Radya Pustaka.

Page 113: KAJIAN FILOSOFIS - isi-ska.ac.id

- 113 -

Teeuw, 1984. Sastra dan Ilmu Sastra. Jakarta: Pustaka Jaya

Wiwien Widyawati, 2010, Serat Kalatidha, Yogyakarta: Pura Pustaka.

Zoetmulder, 1985. Kalangwan Sastra Jawa Kuna Selayang Pandang. Terjemahan Dick Hartoko. Jakarta: Djambatan

Website: www.jawapalace.org

Page 114: KAJIAN FILOSOFIS - isi-ska.ac.id

- 114 -

Biodata Penulis

DR. PURWADI, M.HUM lahir di Grogol,

Mojorembun, Rejoso, Nganjuk, Jawa Timur pada tanggal

16 September 1971. Pendidikan SD sampai SMA

diselesaikan di tanah kelahirannya. Gelar sarjana

diperoleh di Fakultas Sastra UGM yang ditempuh tahun

1990-1995. Kemudian melanjutkan studi pada Program

Pascasarjana UGM tahun 1996-1998. Gelar Doktor di

UGM diperoleh pada tahun 2001.

Kini bertugas sebagai Dosen di Jurusan Pendidikan

Bahasa Daerah Fakultas Bahasa dan Seni Universitas

Negeri Yogyakarta. Tinggal di Jl. Kakap Raya 36

Minomartani Yogyakarta 55581. Telp 0274-881020.