bab ii tinjauan pustaka a. konsep dasar diabetes …repository.poltekkes-denpasar.ac.id/1317/8/bab...

30
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Dasar Diabetes Melitus 1. Pengertian diabetes melitus Diabetes adalah suatu kelompok heterogen penyakit yang ditandai dengan gangguan pada metabolisme karbohidrat, protein dan lemak, sehingga menyebabkan peningkatan pada kadar gula darah (Kumar, et al., 2003). Menurut American Diabetes Association (2014), diabetes adalah sekumpulan gangguan metabolik yang ditandai dengan hiperglikemia yang diakibatkan oleh gangguan sekresi insulin, kerja insulin, atau keduanya. Sedangkan World Health Organization (2017) mendefinisikan diabetes melitus sebagai suatu penyakit kronis yang terjadi karena pankreas tidak memproduksi cukup insulin atau ketika tubuh tidak mampu menggunakan insulin yang dihasilkan dengan efektif. Diabetes melitus merupakan suatu penyakit dengan gejala konsentrasi glukosa dalam darah yang meningkat (hiperglikemia) dan lama kelamaan dapat menimbulkan terjadinya komplikasi kronis pada mata, ginjal, saraf, jantung, dan pembuluh darah (Soegondo, 2011). Price and Wilson mendefinisikan diabetes melitus sebagai gangguan metabolisme genetis dan klinis dengan manifestasi hilangnya toleransi karbohidrat. Seseorang dapat dikatakan menderita diabetes melitus apabila kadar glukosa darah puasa antara 110-126 mg/dl, glukosa darah sewaktu bernilai ≥ 200 mg/dl, atau glukosa darah dua jam post prandial bernilai 140-200 mg/dl.

Upload: others

Post on 26-Feb-2021

2 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Dasar Diabetes …repository.poltekkes-denpasar.ac.id/1317/8/BAB II.pdfdisertai klaudikasio intermiten dan gangren pada ekstremitas serta insufisiensi

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Diabetes Melitus

1. Pengertian diabetes melitus

Diabetes adalah suatu kelompok heterogen penyakit yang ditandai dengan

gangguan pada metabolisme karbohidrat, protein dan lemak, sehingga

menyebabkan peningkatan pada kadar gula darah (Kumar, et al., 2003). Menurut

American Diabetes Association (2014), diabetes adalah sekumpulan gangguan

metabolik yang ditandai dengan hiperglikemia yang diakibatkan oleh gangguan

sekresi insulin, kerja insulin, atau keduanya. Sedangkan World Health Organization

(2017) mendefinisikan diabetes melitus sebagai suatu penyakit kronis yang terjadi

karena pankreas tidak memproduksi cukup insulin atau ketika tubuh tidak mampu

menggunakan insulin yang dihasilkan dengan efektif.

Diabetes melitus merupakan suatu penyakit dengan gejala konsentrasi

glukosa dalam darah yang meningkat (hiperglikemia) dan lama kelamaan dapat

menimbulkan terjadinya komplikasi kronis pada mata, ginjal, saraf, jantung, dan

pembuluh darah (Soegondo, 2011). Price and Wilson mendefinisikan diabetes

melitus sebagai gangguan metabolisme genetis dan klinis dengan manifestasi

hilangnya toleransi karbohidrat. Seseorang dapat dikatakan menderita diabetes

melitus apabila kadar glukosa darah puasa antara 110-126 mg/dl, glukosa darah

sewaktu bernilai ≥ 200 mg/dl, atau glukosa darah dua jam post prandial bernilai

140-200 mg/dl.

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Dasar Diabetes …repository.poltekkes-denpasar.ac.id/1317/8/BAB II.pdfdisertai klaudikasio intermiten dan gangren pada ekstremitas serta insufisiensi

14

Jadi dapat disimpulkan bahwa diabetes melitus adalah penyakit metabolik

karbohidrat, lemak, dan protein akibat gangguan produksi insulin, kerja insulin,

atau keduanya yang mengakibatkan konsentrasi glukosa dalam darah meningkat.

2. Klasifikasi diabetes melitus

Diabetes melitus diklasifikasi menjadi beberapa tipe yang berbeda

berdasarkan penyebab, perjalanan klinis, dan terapinya. Menurut Sembulingam and

Sembulingam (2012), klasifikasi diabetes primer menjadi dua tipe, Tipe I dan Tipe

II. Diabetes melitus tipe I disebabkan kurangnya insulin karena rusaknya sel ß pada

islet Langerhans di pankreas. Diabetes tipe ini bisa terjadi pada semua usia, namun

pada umumnya terjadi sebelum berusia 40 tahun dan penderita memerlukan injeksi

insulin. Maka dari itu, diabetes tipe ini disebut insulin-dependent diabetes mellitus

(IDDM).

Diabetes melitus tipe II diakibatkan karena resistensi insulin (kegagalan

reseptor insulin untuk memberikan respon insulin). Maka dari itu, tubuh tidak bisa

menggunakan insulin. Sekitar 90% dari pasien diabetes memiliki DM Tipe II. DM

Tipe II biasanya muncul setelah 40 tahun. Tidak semua penderita DM Tipe II

memerlukan insulin. Pada beberapa kasus, glukosa darah bisa dikontrol dengan

obat hipoglikemi oral sehingga DM Tipe II disebut juga noninsulin-dependent

diabetes mellitus (NIDDM. Struktur dan fungsi sel ß dan level insulin dalam darah

biasanya nornal, namun insulin reseptor bisa berkurang, tidak ada atau tidak normal

yang menyebabkan terjadinya resistensi insulin. Penyebab dari resistensi insulin

antara lain: a) keturunan, b) perubahan gaya hidup seperti kebiasaan makan yang

buruk, kurangnya aktifitas fisik yang menyebabkan obesitas, c) setres.

(Sembulingam et al., 2012).

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Dasar Diabetes …repository.poltekkes-denpasar.ac.id/1317/8/BAB II.pdfdisertai klaudikasio intermiten dan gangren pada ekstremitas serta insufisiensi

15

3. Patologi diabetes melitus

Gangguan pada produksi maupun aksi insulin akan mengakibatkan

gangguan pada metabolisme glukosa, dengan berbagai dampak yang ditimbulkan.

Mekanisme yang mendasarinya ini bermula dari hambatan dalam penggunaan

glukosa yang kemudian diikuti oleh peningkatan kadar glukosa dalam darah. Secara

klinis gejala yang timbul ini disebut gejala diabetes. Pada diabetes melitus tipe I,

gangguan metabolisme glukosa terjadi akibat adanya destruksi sel beta, umumnya

mengarah ke defisiensi insulin absolut, sedangkan pada DM tipe II gangguan

tersebut bervariasi mulai yang predominan resistensi insulin disertai defisiensi

insulin relatif sampai yang predominan gangguan sekresi insulin bersama resistensi

insulin (Sudoyo, 2009)

Kasus diabetes yang terbanyak dijumpai adalah diabetes melitus tipe II,

yang ditandai dengan adanya gangguan sekresi insulin ataupun gangguan kerja

insulin (resistensi insulin) pada organ target terutama hati dan otot. Otot adalah

pengguna glukosa yang paling banyak sehingga resistensi insulin mengakibatkan

kegagalan ambilan glukosa oleh otot. Resistensi insulin pada diabetes melitus tipe

II disertai dengan penurunan reaksi intrasel sehingga insulin menjadi tidak efektif

untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan (Smeltzer and Bare, 2008).

Pada mulanya resistensi insulin masih belum menyebabkan diabetes secara klinis.

Pada saat tersebut sel beta pankreas masih dapat mengkompensasi keadaan ini dan

menimbulkan suatu keadaan hiperinsulinemia dimana glukosa darah masih normal

atau baru sedikit meningkat. Kemudian setelah terjadi ketidaksanggupan sel beta

pankreas, akan terjadi diabetes melitus secara klinis, yang ditandai dengan

terjadinya peningkatan kadar glukosa darah yang memenuhi kriteria diagnosis

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Dasar Diabetes …repository.poltekkes-denpasar.ac.id/1317/8/BAB II.pdfdisertai klaudikasio intermiten dan gangren pada ekstremitas serta insufisiensi

16

diabetes melitus. Pada diabetes melitus tipe II, jumlah insulin normal atau mungkin

jumlahnya banyak, namun kuantitas reseptor insulin pada membran sel berkurang,

sehingga jumlah glukosa yang masuk ke dalam sel sedikit dan glukosa di

intravaskular meningkat (Sudoyo, 2009).

Pada awalnya, kondisi resistensi insulin ini dikompensasi oleh peningkatan

sekresi insulin oleh sel beta pankreas. Seiring dengan progresifitas penyakit maka

produksi insulin ini berangsur menurun menimbulkan klinis hiperglikemia yang

nyata. Hiperglikemia awalnya terjadi pada fase setelah makan saat otot gagal

melakukan ambilan glukosa dengan optimal. Pada fase berikutnya dimana produksi

insulin semakin menurun, maka terjadi produksi glukosa hati yang berlebihan dan

mengakibatkan meningkatnya glukosa darah pada saat puasa. Hiperglikemia yang

terjadi memperberat gangguan sekresi insulin yang sudah ada (Sudoyo, 2010).

4. Komplikasi diabetes melitus

Terdapat dua jenis komplikasi DM yaitu komplikasi akut dan komplikasi

kronis. Ada tiga komplikasi akut pada diabetes yang paling umum dan berhubungan

dengan gangguan keseimbangan kadar glukosa darah jangka pendek. Ketiga

komplikasi tersebut adalah: hipoglikemia, ketoasidosis diabetik, dan sindrom

HHNK (juga disebut koma hiperglikemik hiprosmolar nonketotik atau HONK

[hiperosmoler nonketotik]) (Smeltzer and Bare, 2008).

Menurut Price and Wilson (2006) komplikasi kronik jangka panjang pada

DM melibatkan pembuluh-pembuluh kecil (mikroangiopati) dan pembuluh-

pembuluh sedang dan besar (makroangiopati). Makroangiopari diabetik memiliki

gambaran histopatologis berupa aterosklerosis. Gabungan dari gangguan biokimia

yang disebabkan oleh insufisiensi insulin dapat menjadi penyebab jenis penyakit

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Dasar Diabetes …repository.poltekkes-denpasar.ac.id/1317/8/BAB II.pdfdisertai klaudikasio intermiten dan gangren pada ekstremitas serta insufisiensi

17

vaskular ini. Gangguan yang muncul berupa: (1) penimbunan sorbitol dalam intima

vaskular, (2) hiperlipoproteinimia, dan (3) kelainan pembekuan darah. Pada

akhirnya, makroangiopati diabetik ini akan mengakibatkan penyumbatan vaskular.

Jika mengenai arteri perifer dapat menyebabkan insufisiensi vaskular perifer yang

disertai klaudikasio intermiten dan gangren pada ekstremitas serta insufisiensi

serebral dan stroke. Jika yang penyumbatan terjadi di atreri koronaria dan aorta,

maka dapat mengakibatkan angina dan infark miokardium Selanjutnya

mikroangiopati diabetik adalah lesi spesifik diabetes yang menyerang kapiler dan

arteriola retina (retinopati diabetik), glomerolus ginjal (nefropati diabetik), dan

saraf-saraf perifer (neuropati diabetik), otot-otot, serta kulit yang ditandai dengan

peningkatan penimbunan glikoprotein

Salah satu komplikasi yang paling banyak ditemui pada penderita DM

adalah neuropati. Neuropati adalah sekelompok penyakit yang menyerang semua

tipe saraf, termasuk saraf perifer (sensorimotor), otonom, dan spinal. Patogenesis

neuropati pada DM dikaitkan dengan mekanisme vaskuler atau metabolik atau

kedua-duanya. Terdapat penebalan membran basalis kapiler dan penutupan kapiler.

Di samping itu, terdapat demielinisasi saraf yang diperkirakan berhubungan dengan

hiperglikemia (Boissaud-Cooke, Pidgeon and Tunstall, 2015). Hantaran impuls

pada saraf akan terganggu apabila terdapat kelainan pada selubung myelin. Dua tipe

neuropati diabetik yang paling sering dijumpai adalah polineuropati sensorik dan

neuropati otonom (Sylvia A. Price, 2006).

Neuropati otonom diabetes mempengaruhi berbagai organ tubuh yang

mengakibatkan gangguan kardiovaskular, gastrointestinal, disfungsi kandung

kemih, gangguan fungsi erektil, dan disfungsi saraf sudomotorik (Deli, et al., 2014).

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Dasar Diabetes …repository.poltekkes-denpasar.ac.id/1317/8/BAB II.pdfdisertai klaudikasio intermiten dan gangren pada ekstremitas serta insufisiensi

18

Diabetes mellitus tipe 2 yang tidak terkendali dengan baik (T2DM)

menyebabkan gangguan fungsi saraf sudomotor yang terkait dengan hilangnya

fungsi kelenjar keringat. 94% penderita diabetes dengan gejala neuropati

mengalami keringat abnormal. Neuropati sudomotorik menyebabkan penurunan

fungsi keringat dan kelenjar minyak. Akibatnya, kulit telapak kaki yang lebih

banyak memiliki kelenjar ekrin kehilangan kemampuan alami untuk melembabkan

kulit di atasnya dan menjadi kering dan semakin rentan terhadap terjadi luka dan

perkembangan infeksi (Clayton and Elasy, 2009).

B. Kelembaban Kulit pada Pasien Diabetes Melitus

1. Pengertian kelembaban kulit

Kulit adalah lapisan jaringan yang terdapat pada bagian luar yang menutupi

dan melindungi permukaan tubuh. Pada permukaan kulit bermuara kelenjar

keringat dan kelenjar mukosa. Kulit tumbuh dari dua macam jaringan yaitu jaringan

epitel yang menumbuhkan lapisan epidermis dan jaringan pengikat (penunjang)

yang menumbuhkan jaringan dermis (kulit dalam). Kulit mempunyai susunan

serabut saraf yang berfungsi merasakan sentuhan atau sebagai alat peraba

(Syaifuddin, 2011). Selain berfungsi sebagai organ sensori, kulit juga melakukan

berbagai peran fisiologis seperti melindungi dari paparan lingkungan, menjaga

homeostasis internal, termoregulasi, fungsi kekebalan tubuh, dan metabolisme

vitamin D. Perlindungan kelembaban kulit merupakan komponen penting dari

fungsi kulit. Fungsi ini berkontribusi untuk menjaga homeostasis internal dengan

memperlambat pergerakan air dari interior tubuh, sekaligus melindungi tubuh dari

penyerapan air dan zat terlarut yang berlebihan dari lingkungan (Gray et al., 2011).

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Dasar Diabetes …repository.poltekkes-denpasar.ac.id/1317/8/BAB II.pdfdisertai klaudikasio intermiten dan gangren pada ekstremitas serta insufisiensi

19

Kelembaban kulit adalah keadaan penurunan kadar kelembaban kulit

disebabkan karena peningkatan Transepidermal Water Lost (TEWL) akibat adanya

gangguan pada kulit yang menyebabkan penguapan air ke atmosfer. Pada lansia,

penurunan kelembaban kulit disebabkan oleh perubahan struktur lapisan kulit

berupa perubahan komposisi lipid SC dan perubahan diferensiasi epidermal (Flynn,

Petros, Clark, and Viehman, 2001).

Mekanisme perlindungan kelembaban kulit dilakukan dengan cara

memperlambat kehilangan air dari ruang subkutan, sementara secara bersamaan

menghambat penoyerapan air atau cairan lainnya yang kontak dengan permukaan

kulit (Gray et al., 2011). Jadi dapat disimpulkan bahwa kelembaban kulit adalah

keadaan kadar kelembaban pada lapisan stratum corneum yang diperoleh dari

mekanisme perlindungan kulit yang memperlambat kehilangan air dari ruang

subkutan.

2. Faktor-faktor yang mempengaruhi kelembaban kulit

Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi kelembaban kulit.

Faktor internal:

a. Usia

Proses penuaan menyebabkan terjadinya penurunan fungsi tubuh seperti

gangguan metabolik yang diawali dengan adanya obesitas sentral dan resistensi

insulin sehingga kemampuan tubuh seseorang untuk mengolah glukosa menjadi

berkurang. Selajutnya, ekskresi insulin dari sel beta pankreas menurun dan

terhambat akibat dari kompensasi yang tidak memadai dari fungsional sel beta

dalam menghadapi peningkatan resistensi insulin. (Ikram, 2004). Berkenaan

dengan faktor antropometri, penuaan dikaitkan dengan penurunan jaringan otot dan

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Dasar Diabetes …repository.poltekkes-denpasar.ac.id/1317/8/BAB II.pdfdisertai klaudikasio intermiten dan gangren pada ekstremitas serta insufisiensi

20

peningkatan massa lemak yang menyertainya. Karena otot adalah tempat utama

ambilan glukosa, penurunan massa otot menyebabkan penurunan ambilan glukosa

secara bersamaan. Hal ini yang menyebabkan glukosa dalam darah cenderung

meningkat (Paolisso, 2001)

Insiden dan keparahan kulit kering meningkat dengan bertambahnya usia.

Pada kulit usia lanjut, terjadi pnipisan epidermis, penurunan suplai darah, cairan,

dan nutrisi ke kulit, melambatnya penyembuhan luka dan repons imun,

terganggunya termoregulasi, dan berkurangnya jumlah kelenjar minyak dan

keringat. Di tingkat seluler, terjadi penurunan produksi lipid dan natural

moisturizing factor di stratum korneum.(Bianti, 2016).

b. Obesitas

Obesitas dan diabetes adalah kedua kondisi yang terkait tidak hanya dengan

penyakit visceral tetapi juga dengan perubahan fisiologi kulit. Hidrasi stratum

korneum secara signifikan menurun dan TEWL meningkat pada pasien obesitas

diabetes Hal ini menunjukkan bahwa penderita diabetes obesitas memiliki fungsi

penghalang kulit yang terganggu yang menyebabkan kulit kering. Penelitian yang

dilakukan oleh Ibuki et al. (2018) menunjukkan bahwa tingkat hidrasi stratum

korneum secara signifikan lebih rendah pada kelompok diabetes dengan obesitas.

Trans Epidermal Water Loss (TEWL) dan tingkat advanced glycation end-products

secara signifikan lebih tinggi pada kelompok ini serta kepadatan kolagen Dermal

menurun pada kelompok obesitas-diabetes. Hal ini menunjukkan bahwa pasien

diabetes dengan obesitas telah mengalami penurunan hidrasi stratum korneum,

Trans Epidermal Water Loss yang meningkat, advanced glycation end-products

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Dasar Diabetes …repository.poltekkes-denpasar.ac.id/1317/8/BAB II.pdfdisertai klaudikasio intermiten dan gangren pada ekstremitas serta insufisiensi

21

yang lebih tinggi pada kulit dan mengurangi kepadatan serat kolagen dermal

dibandingkan dengan berat badan normal.

c. Hiperglikemia

DM mempengaruhi kulit melalui beberapa mekanisme. Kondisi

hiperglikemia sangat mempengaruhi homeostasis kulit dengan menghambat

proliferasi dan fungsi normal keratinosit, biosintesis protein, menginduksi

apoptosis sel endotel, dan mengurangi sintesis oksida nitrat. Selain hiperglikemia

menyebabkan kerusakan langsung, kadar glukosa tinggi juga menyebabkan

pembentukan AGE. Interaksi biokimia AGE adalah salah satu mekanisme yang

terlibat dalam komplikasi DM, termasuk kelainan kulit. AGE mengubah sifat

kolagen, mengurangi kelenturan dan kelarutan dan meningkatkan kekakuannya.

Sebagai contoh, Foss, et al., (2005) melakukan penelitian dengan 403 pasien DM

di Brasil dan mengevaluasi kelainan kulit dan kontrol glikemik mereka. Dengan

demikian, penelitian tersebut menunjukkan bahwa 94% pasien dengan kontrol

glikemik tidak adekuat memiliki beberapa kelainan kulit; sementara, hanya 60%

pasien DM yang memiliki kontrol glikemia yang memadai memiliki beberapa

kelainan kulit.

d. Ankle Brachial Index (ABI)

Ankle Brachial Index (ABI) merupakan pemeriksaan non-invasive

pembuluh darah yang berfungsi untuk mendeteksi tanda dan gejala klinis iskhemia,

penurunan perfusi perifer yang dapat mengakibatkan angiopati dan neuropati

diabetik (Mulyati, 2009). Nilai ABI yang rendah berhubungan dengan risiko yang

lebih tinggi mengalami gangguan pada sirkulasi perifer, uji ABI ini umumnya

digunakan untuk menjelaskan ada tidaknya penyakit pembuluh darah arteri perifer,

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Dasar Diabetes …repository.poltekkes-denpasar.ac.id/1317/8/BAB II.pdfdisertai klaudikasio intermiten dan gangren pada ekstremitas serta insufisiensi

22

dan digunakan untuk menilai tingkat keparahan penyakit pembuluh darah arteri

perifer (Simatupang, dkk., 2013)

Bila gangguan sirkulasi terjadi pada pembuluh darah kecil, maka akan

terjadi proses neurodegenerasi. Kerusakan kapiler dan cedera sel Schwann akibat

hiperglikemia menyebabkan degenerasi aksonal dan demielinisasi segmental

sehingga hantaran impuls pada saraf perifer terganggu (Kumar, et al., 2007). Hal

ini berlaku juga pada saraf sudomotorik yang mempengaruhi kinerja kelenjar ekrin

e. HbA1C

HbA1c mencerminkan glukosa plasma rata-rata selama delapan sampai 12

minggu sebelumnya. HbA1c dapat digunakan untuk mendiagnosa diabetes dan

diagnosisnya dapat dilakukan jika kadar HbA1c adalah ≥6,5%. Kadar HbA1C yang

melebihi normal menggambarkan bahwa diabetes melitus tidak terkontrol.

Penelitian yang dilakukan oleh Sheshah et al. (2016) terkait antara indeks kontrol

glikemik dan nilai ESC pada kaki yang menunjukkan korelasi positif yang

signifikan antara kadar glukosa darah puasa, ambang HbA1c dan fungsi saraf

sudomotor pada pasien dengan disfungsi saraf sudomotorik berat (kaki-ESC <50

μS). Hasil sesuai dengan temuan oleh Yajnik dkk. (2012, dalam Sheshah et al.,

2016) dan menyiratkan bahwa DM yang tidak terkontrol meningkatkan risiko

pengembangan disfungsi saraf sudomotor.

f. Lama menderita DM

Kondisi hiperglikemia berkepanjangan, akan merusak dinding pembuluh

darah yang berhubungan langsung ke saraf. Akibatnya, saraf tidak dapat

menghantarkan impuls secara efektif. Keluhan yang timbul bervariasi, yaitu nyeri pada

kaki dan tangan. Manifestasi klinisnya yang muncul berupa gangguan sensoris,

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Dasar Diabetes …repository.poltekkes-denpasar.ac.id/1317/8/BAB II.pdfdisertai klaudikasio intermiten dan gangren pada ekstremitas serta insufisiensi

23

motorik, dan otonom. Proses terjadinya komplikasi neuropati biasanya progresif, di

mana terjadi degenerasi serabut – serabut saraf dengan gejala nyeri, mati rasa,

kesemutan, dan kulit kaki kering. Peningkatan kadar glukosa darah kronis

mengakibatkan penumpukan glikoprotein dinding sel sehingga muncul komplikasi

mikrovaskuler antara lain adalah neuropati diabetikum (Black and Hawks, 2005)

g. Aktivitas

Pembentukan panas yang terkait dengan kontraksi otot saat aktivitas

terutama olahraga dengan cepat menaikkan suhu internal, diikuti dengan

peningkatan jumlah keringat.

Faktor eksternal:

a. Lingkungan

Keadaan lingkungan yang terlalu panas atau terlalu dingin merupakan

kondisi yang bisa menyebabkan tumit pecah-pecah. Lingkungan yang kering dapat

mengurangi kadar air pada stratum korneum.

b. Bahan kimia

Penggunaan bahan kimia seperti detergen, cairan pembersih rumah, dan

sabun mandi tertentu bisa menyebabkan elastisitas kulit berkurang.

c. Paparan sinar matahari

Paparan sinar matahari dapat mengganggu rasio katalase dan superoksida

dismutase dalam stratum korneum. Hal ini dapat menyebabkan terjadinya

peningkatan kerentanan kerusakan oksidatif pada komponen pelindung stratum

korneum.

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Dasar Diabetes …repository.poltekkes-denpasar.ac.id/1317/8/BAB II.pdfdisertai klaudikasio intermiten dan gangren pada ekstremitas serta insufisiensi

24

3. Patofisiologi penurunan kelembaban kulit

Kelainan kulit pada pasien DM sangat berkorelasi dengan kontrol glikemik.

Sebagai contoh, Foss, et al., (2005) melakukan penelitian dengan 403 pasien DM

di Brasil dan mengevaluasi kelainan kulit dan kontrol glikemia mereka. Dengan

demikian, penelitian tersebut menunjukkan bahwa 94% pasien dengan kontrol

glikemia tidak adekuat memiliki beberapa kelainan kulit; sementara, hanya 60%

pasien DM yang memiliki kontrol glikemia yang memadai memiliki beberapa

kelainan kulit.

DM mempengaruhi kulit melalui beberapa mekanisme, kondisi

hiperglikemia itu sendiri dan AGEs. Kondisi hiperglikemia sangat mempengaruhi

homeostasis kulit dengan menghambat proliferasi dan migrasi keratinosit,

biosintesis protein, menginduksi apoptosis sel endotel, dan mengurangi sintesis

nitric oxide (NO). Selain hiperglikemia menyebabkan kerusakan langsung, kadar

glukosa tinggi juga menyebabkan pembentukan AGE. Interaksi biokimia AGE

adalah salah satu mekanisme yang terlibat dalam komplikasi DM, termasuk

kelainan kulit. AGE terbentuk dari glikasi protein, lipid dan asam nukleat yang

bekerja di beberapa jalur, menginduksi pembentukan reactive oxygen species

(ROS), merusak ROS clearance, serta protein intra dan ekstraselular. AGE

mengubah sifat kolagen, mengurangi kelenturan dan kelarutan dan meningkatkan

kekakuannya. (Soro-Paavonen et al., 2010).

Kelebihan glukosa pada darah menyebabkan perlekatan glukosa melaui

reaksi glikosilasi nonenzimatik, terutama terjadi pada semua protein tubuh berusia

panjang yang mengandung senyawa lisin diantaranya kolagen. Glikosilasi kolagen

pada jaringan interstitial dan pembuluh darah mengalami serangkaian tata ulang

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Dasar Diabetes …repository.poltekkes-denpasar.ac.id/1317/8/BAB II.pdfdisertai klaudikasio intermiten dan gangren pada ekstremitas serta insufisiensi

25

yang pada akhirnya terbentuk irreversible advanced glycosylated end product

(AGE). Terbentuknya AGE pada kolagen mengakibatkan ikatan silang antara

berbagai polipeptida. Ikatan silang ini mengakibatkan teperangkapnya protein

interstitium dan plasma yang tidak terglikosilasi. Terperangkapnya lipoprotein

densitas rendah (LDL) mengakibatkan LDL menumpuk dalam dinding pembuluh

darah. Penumpukan LDL pada dinding pembuluh darah mengakibatkan

pengendapan kolesterol pada tunika intima pembuluh darah sehingga terjadilah

aterosklerosis (Kumar, Cotran and Robbins, 2007). Pada pembuluh kapiler, AGE

mengakibatkan penebalan membran basalis sehingga struktur dan fungsi kapiler

rusak. Selain itu, AGE mampu merusak dan menonaktifkan nitric oxide, senyawa

pada dinding endotel yang menjaga kelenturan didinding endotel. NO memainkan

peranan penting dalam mengontrol aktivitas Na/K ATPase. Stimulasi NO pada

aktivitas Na/K ATPase berkurang akibat Radikal superoksida yang dihasilkan oleh

kondisi hiperglikemia. AGE juga merangsang produksi lokal reactive oxygen

species (ROS). Produksi ROS yang berlebihan dan pertahanan antioksida yang

tidak adekuat menyebabkan stres oksidatif yang merupakan peristiwa penting

dalam pengembangan komplikasi diabetes (Soro-Paavonen et al., 2010).

Selain itu, kondisi hiperglikemia juga mempengaruhi fungsi sel saraf.

Jaringan saraf dan pembuluh darah dapat dimasuki glukosa tanpa bantuan insulin.

Hiperglikemia mengakibatkan peningkatan glukosa intra sel. Glukosa di dalam sel

saraf diubah menjadi sorbitol dan polyol lain oleh enzim aldose reductase. Polyol

tidak dapat berdifusi secara pasif ke luar sel, sehingga akan terakumulasi di dalam

sel neuron, yang menganggu kesetimbangan gradien osmotik sehingga

memungkinkan natrium dan air masuk ke dalam sel dalam jumlah banyak. Selain

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Dasar Diabetes …repository.poltekkes-denpasar.ac.id/1317/8/BAB II.pdfdisertai klaudikasio intermiten dan gangren pada ekstremitas serta insufisiensi

26

itu, sorbitol juga dikonversi menjadi fruktosa, dimana kadar fruktosa yang tinggi

meningkatkan prekursor AGE. Akumulasi sorbitol dan fruktosa dalam sel saraf

menurunkan aktivitas Na/K ATP ase (Head, 2006) dan meningkatkan tekanan

osmotik intra sel sehingga memicu influks air yang mengakibatkan cedera sel.

Cedera sel Schwann menyebabkan neuropati perifer (Clare-Salzler, 2007)

Saraf perifer/tepi tersusun dari akson bermielin dan tidak bermyelin serta sel

Schwann. Serat saraf tepi yang diselubungi jaringan ikat yang disebut epineurium.

Dalam epineurium terdapat fibroblast kolagen, dan retikulin halus yang disebut

endoneurium. Epineurium mengandung pembuluh darah yang bertanggungjawab

dalam suplai nutrisi serta oksigen pada sel saraf, disebut vasa nervorum. Cabang-

cabang arteri memasuki epineurium kemudian membentuk kapiler dalam

endoneurium. Sel Schwan menimbulkan mielinisasi segmental yang dipisahkan

oleh nodus ranvier (Kumar, Cotran and Robbins, 2007)

Gangguan aliran pada pembuluh darah kecil menginduksi hipoksia lokal di

dalam neuron, yang memulai proses neurodegenerasi. Kerusakan kapiler dan cedera

sel Schwann akibat hiperglikemia menyebabkan degenerasi aksonal dan

demielinisasi segmental sehingga hantaran impuls pada saraf perifer terganggu.

Gangguan hantaran impuls sebagai dampak dari hiperglikemia disebut neuropati

perifer (Boulton, 2005)

Berdasarkan anatomi serabut saraf perifer, neuropati perifer diklasifikasi

menjadi 3 jenis: neuropati sensorik, neuropati motorik, dan neuropati otonom.

Masing-masing neuropati akan menimbulkan tanda dan gejala yang berbeda.

Salah satu neuorpati otonom yang banyak dialami pasien diabetes melitus

adalah neuropati sudomotorik. Serat saraf sudomotor memiliki bentuk yang tipis,

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Dasar Diabetes …repository.poltekkes-denpasar.ac.id/1317/8/BAB II.pdfdisertai klaudikasio intermiten dan gangren pada ekstremitas serta insufisiensi

27

kurang bermyelin, atau tidak bermyelin, dan karenanya rentan terhadap kerusakan

awal proses patologis. Saraf sudomotor berfungsi untuk mempersarafi kelenjar

keringat. Disfungsi saraf sudomotorik menyebabkan gangguan pada produksi

keringat akibat degenerasi postganglionic sudomotor axon (Morgeson et al., 2013).

Respon keringat langsung dapat diperoleh dengan stimulasi reseptor

muskarinik M3 pada kelenjar keringat melalui iontophoresis agonis kolinergik,

seperti asetilkolin, pilokarpina atau metakolin. Namun, stimulasi ini juga

memprovokasi refleks akson sudomotor melalui pengikatan zat kolinergik ke

reseptor nikotinik pada terminal saraf sudomotor. Impuls yang ditimbulkan

bergerak secara antidromis di sepanjang neuron sudomotor simpatis

postganglionik. Pada titik cabang, impuls ini bergerak secara ortodromis sampai

mencapai populasi kelenjar keringat ekrin lain yang menyebabkan respons keringat

dimediasi akson tidak langsung. Degenerasi saraf sudomotor mengurangi inervasi

kelenjar keringat dan merusak fungsinya sehingga kelenjar ekrin tidak mampu

memproduksi keringat (Shibasaki and Crandall, 2010).

4. Komplikasi penurunan kelembaban kaki

Neuropati otonom menyebabkan penurunan fungsi saraf otonom yang

menginervasi kelenjar keringat kulit, menyebabkan kekeringan pada kulit dan

penurunan elastisitas. Kulit yang kering dan kulit kaku yang mudah retak

menyebabkan kulit pecah-pecah atau fisura. Fisura pada lapisan pelindung

epidermis (stratum corneum), dapat menjadi terinfeksi, mengakibatkan selulitis

lokal atau bahkan ulserasi longitudinal kecil yang berpotensi untuk masuknya

kuman dan sering menyebabkan perluasan infeksi dan kehilangan sebagian besar

anggota tubuh bagian bawah, baik parsial maupun penuh. Sirkulasi yang buruk

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Dasar Diabetes …repository.poltekkes-denpasar.ac.id/1317/8/BAB II.pdfdisertai klaudikasio intermiten dan gangren pada ekstremitas serta insufisiensi

28

terjadi pada pembuluh darah, akibatnya mempengaruhi mikrosirkulasi, yang

nantinya mempengaruhi membran basal, penebalan dan penurunan kapasitas

reparatif vaskular. Fisura atau retaknya kulit dan terbentuknya kalus di sekitar kaki

yang cedera, lebih sering terjadi di bagian tumit, plantar medial dan

metatarsophalangeal yang pertama – khususnya selama musim kering (Rebolledo,

Soto, and Peña, 2011). Menurut Makoto et al. (2012), fisura superfisial dan fisura

dalam terjadi paling banyak di bagian tumit yang terjadi akibat adanya neuropati

otonom sehinggga terjadi penurunan perspirasi yang mengakibatkan kaki menjadi

kering dan terbentuk fisura.

Pernyataan diatas didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Tentolouris

et al. (2010) dalam laporan penelitiannya yang berjudul “Moisture Status of the Skin

of the Feet Assessed by the Visual Test Neuropad Correlates with Foot Ulceration

in Diabetes” yang menunjukkan hasil dari 121 responden dengan ulkus kaki

diabetikum, sebanyak 115 (95,0 %) reponden memiliki kulit telapak kaki yang

kering dengan OR : 7,36 - 40,8 yang berarti pasien yang mengalami kulit kering

pada telapak kaki mempunyai kemungkinan 7,36 sampai 40,8 kali terjadi ulkus

dibandingkan pasien yang tidak mengalami kulit kering.

Prevalensi penduduk dengan DM dengan ulkus kaki di Amerika Serikat

sebesar 15-20%, risiko amputasi 15-46 kali lebih tinggi dibandingkan dengan

penderita non diabetes melitus. Sedangkan prevalensi penderita ulkus diabetikum

di Indonesia sekitar 15%, angka amputasi 30%, angka mortalitas 32% dan ulkus

diabetika merupakan sebab perawatan rumah sakit yang terbanyak sebesar 80%

untuk diabetes melitus. Biaya perawatan yang dihabiskan seorang penderita ulkus

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Dasar Diabetes …repository.poltekkes-denpasar.ac.id/1317/8/BAB II.pdfdisertai klaudikasio intermiten dan gangren pada ekstremitas serta insufisiensi

29

diabetes mencapai 1,3 juta sampai Rp. 1,6 juta perbulan dan Rp. 43,5 juta per

tahunnya (Rini, 2008).

5. Penatalaksanaan penurunan kelembaban kulit

Penurunan kelembaban kulit dapat diatasi dengan memperbaiki

vaskularisasi kaki. Waspadji (2010) menyatakan vaskularisasi kaki pada penderita

diabetes melitus dapat diperbaiki dengan melakukan latihan pada kaki. Sukarja,

Sukawana, dan Wedri (2016) menguraikan bahwa aktifitas fisik yang terfokus pada

kaki terbukti secara signifikan dapat meningkatkan kelembaban kulit kaki diabetesi.

Sehubungan dengan hal tersebut diabetesi disarankan untuk melaksanakan aktivitas

fisik yang berfokus pada kaki secara rutin.

Vaskularisasi pada daerah kaki dapat pula ditingkatkan dengan

mengaplikasikan teknik refleksi pada kaki. Menurut Embong, Soh, Ming, & Wong

(2015) teknik refleksi akan menstimulasi sensor yang berhubungan dengan

berbagai bagian tubuh yang ada di tangan dan kaki sehingga dapat meningkatkan

sirkulasi darah dan energi, memberikan perasaan rileks, dan menjaga homeostasis.

6. Area pengukuran kelembaban kulit

Ada empat area (10 titik) yang akan dilakukan pengukuran. 10 titik pada

masing-masing kaki dibagi menjadi empat area pengukuran yaitu dorsum kaki (1

titik), ujung-ujung jari kaki (3 titik), metatarsal plantar pedis (5 titik), dan tumit (1

titik). Nilai keempat area pengukuran tersebut akan dijumlahkan dan kemudian

dicari rata-rata dari nilai kelembaban kulit kaki tersebut. Empat area pada masing-

masing kaki yang dilakukan pengukuran tersebut merupakan area yang rentan

terjadi ulkus diabetikum. Penelitian di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Jakarta

pada tahun 2006, dari 3830 penderita diabetes melitus didapatkan 23,6%

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Dasar Diabetes …repository.poltekkes-denpasar.ac.id/1317/8/BAB II.pdfdisertai klaudikasio intermiten dan gangren pada ekstremitas serta insufisiensi

30

mengalami DF dan lokasi DF cenderung terjadi pada 10 titik pemeriksaan di

masing-masing kaki. Lokasi DF 50% berada pada ujung jari kaki, 30-40% pada

metatarsal plantar pedis, 10-15% pada dorsum kaki, 5-10% pada tumit, dan 10%

adalah ulkus multipel (Suwandewi, 2012).

Gambar 1. Sepuluh Titik Pengukuran pada Telapak Kaki Pasien Diabetes

Melitus yang Diukur Menggunakan Moisture Checker

7. Instrumen pengukur kelembaban kulit

a. Sudoscan

Sudoscan (Impeto Medical, Paris, France) adalah alat non-invasif untuk

menilai fungsi saraf sudomotor melalui evaluasi fungsi sekresi kelenjar keringat

sebagai cerminan awal kerusakan saraf simpatis. Kelenjar keringat yang diinervasi

oleh serat C simpatik tipis tidak bermyelin sangat mudah terpengaruh pada tahap

awal diabetes, begitu pula pradiabetes. Arus listrik yang diterapkan pada pasien

secara otomatis oleh perangkat (biasanya <4 V) dapat menarik sodium klorida dari

keringat di telapak tangan dan telapak kaki pasien DM. Hasil penilaian fungsi saraf

sudomotor pada telapak tangan dan kaki akan ditunjukkan dengan nilai

electrochemical skin conductance (ESC). Nilai ESC yang rendah menandakan

adanya gejala neuropati perifer (Mao et al., 2017). Namun harganya yang mahal

dan tidak mudah untuk dimobilisasi menjadikan alat ini tidak sesuai digunakan

untuk penelitian ini.

Page 19: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Dasar Diabetes …repository.poltekkes-denpasar.ac.id/1317/8/BAB II.pdfdisertai klaudikasio intermiten dan gangren pada ekstremitas serta insufisiensi

31

b. DermaLab® USB TEWL Module

DermaLab® USB TEWL Module digunakan untuk mengevaluasi TEWL.

Gradien tekanan uap dapat ditentukan dari pembacaan suhu dan kelembaban relatif

yang diperoleh dari kedua tingkat sensor ini. Tingkat penguapan mengikuti Hukum

Difusi Fick, menunjukkan kuantitas yang ditransportasikan per area dan periode

waktu yang ditentukan. Hasilnya dinyatakan dalam gram per meter persegi per jam

(g / m2 / jam) (Mohamad, Msabbri and Matjafri, 2012).

c. SK-IV Digital Moisture Monitor for Skin

SK-IV Digital Moisture Monitor for Skin dirancang menggunakan metode

Bioimpedance Analysis (BIA). Menurut jurnal yang ditulis oleh Truong (2009),

gagasan dasar di balik metode BIA adalah bahwa impedansi listrik atau hambatan

terhadap arus arus listrik terjadi melalui jaringan tubuh. Arus 50 KHz biasanya

dikirm ke kulit. Impedansi ini bisa digunakan untuk menghitung kadar air

(moisture) stratum korneum. Lapisan atas kulit terdiri dari sel kulit mati, protein

keratin, minyak tubuh alami, dan air. Terdapat hubungan antara jumlah minyak dan

jumlah air di kulit dan dengan demikian impedansi yang lemak dan minyak berikan

pada arus listrik dapat digunakan untuk menghitung kadar air.

Truong menjelaskan, pada ujung perangkat terdapat transduser. Transduser

terdiri dari dua batang elektroda logam yang menonjol. Saat diletakkan di kulit,

pengguna bisa menghidupkan perangkat untuk memasok arus listrik sebesar 50

KHz. Arus berjalan di antara elektroda melalui kulit dan impedansinya diukur.

Dengan menggunakan hubungan antara berbagai komponen kulit, ukuran

kuantitatif dapat ditentukan untuk kelembaban kulit sebagai jumlah kandungan air.

Kulit dianggap kering jika kadar air pada stratum korneum kurang dari 10% dari

Page 20: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Dasar Diabetes …repository.poltekkes-denpasar.ac.id/1317/8/BAB II.pdfdisertai klaudikasio intermiten dan gangren pada ekstremitas serta insufisiensi

32

kadar air total dalam kulit. Maka dari itu, untuk mempertahankan kelembaban kulit,

kadar air dalam stratum korneum tidak boleh kurang dari 10% dari kadar air total

dalam kulit. Dalam kelembaban relatif udara sebesar 95%, kadar air stratum

korneum dapat mencapai 65%. Sehingga pada suhu dan kelembaban relatif udara

yang rendah kulit menjadi kering, tidak fleksibel, pecah-pecah, dan kehilangan

kelembaban (Hidayat, 1995, dalam Jayanthi, 2015). Menurut Clayton and Elasy

(2009), nilai normal kelembaban kulit yakni 45% – 65%, kering 29% – 44,9% dan

sangat kering <29%

Keuntungan menggunakan BIA mencakup konsistensinya dalam

memberikan hasil, mudah dibawa dan digunkan, dan produksi sensor kelembaban

kulit BIA yang murah dan sederhana (Truong, 2009). Maka dari itu, SK-IV Digital

Moisture Monitor for Skin merupakan alat yang tepat digunakan dalam penelitian

ini.

Gambar 2. Instrumen pengukuran kelembaban kulit kaki pasien diabetes

melitus menggunakan SK-IV Digital Moisture Monitor for Skin

Page 21: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Dasar Diabetes …repository.poltekkes-denpasar.ac.id/1317/8/BAB II.pdfdisertai klaudikasio intermiten dan gangren pada ekstremitas serta insufisiensi

33

C. Active Lower Range of Motion (ROM) Berbantu Kayu Refleksi

1. Pengertian

a. Active Lower Range of Motion

Latihan Range of Motion merupakan latihan gerakan sendi yang

memungkinkan terjadinya kontraksi dan pergerakan otot, dimana klien

menggerakkan masing-masing persendiannya sesuai gerakan normal baik secara

aktif, aktif dengan bantuan, maupun pasif (Potter and Perry, 2005).

Active ROM merupakan latihan yang dilakukan oleh pasien secara mandiri

tanpa bantuan dari perawat, namun tetap diawasi oleh perawat. Melalui latihan ini

dapat meningkatkan kemandirian dan kepercayaan diri pada pasien (Ellis and

Bentz, 2007). Active Lower Range of Motion merupakan latihan rentang gerak sendi

ekstremitas bawah. Latihan ini merupakan prosedur dari latihan ROM biasa namun

hanya memanfaatkan sendi ekstremitas bawah (lower extremity) (Suari, 2015)

b. Kayu Refleksi

Refleksologi adalah salah satu pengobatan holistik berdasarkan prinsip

bahwa terdapat titik atau area pada kaki, tangan, dan telinga yang terhubung ke

bagian tubuh atau organ lain melalui sistem saraf. Tekanan atau pijatan di titik atau

area tersebut akan merangsang pergerakan energi di sepanjang saluran saraf yang

akan membantu mengembalikan homeostasis (keseimbangan) energi tubuh

(Direktorat Pembinaan Kursus dan Pelatihan Direktorat Jenderal Pendidikan Anak

Usia Dini dan Pendidikan Masyarakat Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan,

2015). Terapi refleksi telah muncul sebagai bentuk terapi pelengkap non-invasif

dan non-farmakologis untuk beberapa kondisi medis (Dalal et al., 2014). Adanya

stimuli, seperti, sentuhan atau tekanan, memicu "potensi aksi" di sel, kemudian

Page 22: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Dasar Diabetes …repository.poltekkes-denpasar.ac.id/1317/8/BAB II.pdfdisertai klaudikasio intermiten dan gangren pada ekstremitas serta insufisiensi

34

mengeluarkan arus listrik yang ditransmisikan melalui saraf sensorik ke otak untuk

proses interpretasi yang diikuti saraf motorik ke otot lokal untuk mendapat respons.

Ketepatan kekuatan stimulus yang diberikan saat refleksi menghasilkan impuls

listrik dan efek terapeutik pada kulit atau otot (Tiran and Chummun, 2005).

Terdapat dua metode refleksologi yang telah diterima secara internasional

yakni metode Ingham dan metode Rwo Shur. Metode pertama tidak menggunakan

alat apapun dalam praktiknya dan metode kedua menggunakan penggunaan alat

bantu. Pada umumnya, alat yang digunakan berupa tongkat kayu yang pada

permukaannya terdapat tonjolan sehingga menimbulkan sensasi tekanan pada area

refleksi (Embong et al., 2015). Umumnya refleksi dilakukan dengan menggunakan

jari-jari tangan yang diaplikasikan pada telapak kaki dengan berbagai teknik. Pada

penelitan yang dilakukan oleh Sliz, Smith, Wiebking, Northoff, & Hayley pada

tahun 2012 menunjukkan bahwa teknik relaksasi juga bisa dilakukan dengan

menggunakan tongkat massage kayu yang digelindingkan di lantai menggunakan

telapak kaki. Kayu refleksi yang banyak beredar di pasaran salah satunya adalah rol

kaki atau “Wooder Roller Foot Massager”. Alat refleksi kaki ini sangat bermanfaat

untuk membantu meringankan rasa sakit di kaki dengan cara merelaksasi kaki

setelah mengalami kontraksi dan tekanan selama beraktivitas. Sliz et al. (2012)

dalam penelitiannya yang berjudul “Neural Correlates of a Single-Session

Massage Treatment” menjelaskan bahwa terapi refleksologi dapat dilakukan

dengan menggunakan tongkat massage kayu yang digelindingkan di lantai

menggunakan telapak kaki.

Kayu refleksi yang digunakan pada penelitian ini memiliki bentuk kepala

yang pendek untuk melakukan penekanan lebih dalam, sementara bagian yang

Page 23: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Dasar Diabetes …repository.poltekkes-denpasar.ac.id/1317/8/BAB II.pdfdisertai klaudikasio intermiten dan gangren pada ekstremitas serta insufisiensi

35

panjang digunakan untuk memijat di sepanjang otot yang lebih besar. Refleksi

menggunakan alat bantu yang berbahan kayu merupakan adaptasi dari teknik

refleksi Swedia yang menggunakan pijatan dengan tangan secara lembut untuk

menekan dan merelaksasi jaringan lunak pada pelantar kaki.

Gambar 3. Kayu refleksi kaki

Jadi dapat disimpulkan bahwa Active Lower Range of Motion berbantu kayu

refleksi adalah latihan yang dilakukan oleh pasien secara mandiri yang hanya

memanfaatkan sendi ekstremitas bawah dengan bantuan tongkat kayu refleksi.

2. Manfaat Latihan

Latihan fisik merupakan salah satu dari empat pilar dalam pengelolaan DM

untuk mencegah terjadinya komplikasi khususnya diabetic foot. Menurut Suari

(2015), latihan berupa Active Lower Range of Motions sama manfaatnya seperti

pemberian Active Range of Motion, namun latihan yang dilakukan hanya

difokuskan pada ekstremitas bawah yakni pinggul, lutut, mata kaki, dan jari-jari

kaki yang ditujukan untuk memperlancar sirkulasi perifer ekstremitas bawah. Hasil

penelitian yang dilakukan oleh Widyawati et al. (2006) menyatakan bahwa dengan

melakukan latihan Active Lower Range of Motion dapat meningkatkan sirkulasi

perifer pasien DM tipe 2. Latihan ini dapat meningkatkan kontraksi otot secara aktif

Page 24: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Dasar Diabetes …repository.poltekkes-denpasar.ac.id/1317/8/BAB II.pdfdisertai klaudikasio intermiten dan gangren pada ekstremitas serta insufisiensi

36

sehingga terjadi peningkatan sirkulasi perifer serta kekuatan otot pasien DM tipe 2.

Melakukan perawatan kaki secara teratur dapat mengurangi komplikasi kaki

diabetik sebesar 50% hingga 60%. Goldsmith, et al. (2002) dalam penelitiannya

yang berjudul “The Effects of Range-of-Motion Therapy on the Plantar Pressures

of Patients with Diabetes Mellitus” mengungkapkan bahwa latihan range of motion

pada kaki pasien diabetes melitus dengan aktif dan pasif dorsifleksi pada ankle dan

sendi metatarsophalangeal, fleksi plantar, aktif pronasi dan supinasi sendi subtalar,

peregangan otot gastrocnemius dan soleus mampu mengurangi kekakuan sendi dan

tekanan plantar. Hal ini menunjukan bahwa sebuah latihan sederhana yang

diterapkan di rumah bagi pasien diabetes melitus bisa mengurangi resiko ulserasi

akibat tekanan plantar.

Saat ini, praktik komplementer dan integratif muncul sebagai strategi untuk

promosi, pencegahan, pengobatan dan pemulihan kesehatan. Di antara terapi ini,

refleksologi kaki yang dilakukan dengan memberikan tekanan pada titik-titik

tertentu di kaki bermanfaat untuk merangsang keseimbangan tubuh (Silva et al.,

2015). Refleksologi dapat mengurangi neuropati perifer pada pasien yang

menderita diabetes melitus tipe 2. Hasil studi yang dilakukan Jeong (2006) pada 76

pasien berusia antara 40-79 tahun yang terdaftar dari puskesmas di kota Busan,

Korea. Respon taktil terhadap monofilamen dan intensitas gejala neuropati perifer

digunakan sebagai hasil variabel dalam penelitian ini. Sensasi kesemutan dan rasa

sakit berkurang dan taktil lebih sensitif terhadap 10 g kekuatan monofilamen (Jeong

I.S., 2006 dalam Embong et al., 2015). Refleksologi dapat digunakan sebagai salah

satu intervensi untuk mendorong perawatan kaki pada pasien yang menderita

Page 25: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Dasar Diabetes …repository.poltekkes-denpasar.ac.id/1317/8/BAB II.pdfdisertai klaudikasio intermiten dan gangren pada ekstremitas serta insufisiensi

37

diabetes mellitus. Hal ini ditunjukkan oleh kontrol glikemik dan konduktivitas saraf

yang mengalami peningkatan dengan menggunakan refleksi.

Terapi refleksi menjadi pilihan banyak orang karena terapi refleksi memiliki

banyak keuntungan, diantaranya:

a. Pengobatannya bebas dari obat-obatan dan bahan kimia dan ini merupakan

solusi yang mampu menangani banyak masalah kesehatan

b. Mampu mengurangi rasa nyeri

c. Membantu tubuh menjaga ketangkasan dan kemampuan gerak

d. Menimbulkan rasa relaksasi secara umum terutama tangan atau kaki yang terlalu

banyak digunakan atau lelah, dan seluruh bagian tubuh

e. Ini merangsang pelepasan bahan kimia penghilang rasa sakit tubuh

f. Pencegahan terhadap berbagai penyakit (Embong et al., 2015)

3. Kontra indikasi

Ellis dan Bentz (2007) menyatakan bahwa latihan membutuhkan energi dan

meningkatnya sirkulasi. Latihan yang dilakukan harus dikonsultasikan terlebih

dahulu kepada dokter karena adanya gangguan ataupun penyakit yang dapat

membahayakan seperti penyakit kardiovaskular dan penyakit pernafasan. Selain

itu, Ellis dan Bentz juga menyatakan ROM akan menimbulkan stress pada jaringan

lunak pada persendian dan struktur tulang. Latihan tidak diperkenankan pada

persendian yang bengkak, inflamasi atau daerah sekitar persendian yang mengalami

cedera. Beberapa kontra indikasi yang terpapar diatas berlaku juga untuk semua

jenis ROM termasuk Active Lower ROM.

Terdapat beberapa kondisi pasien yang harus dihindari untuk diberikan pijat

refleksi karena dapat memberikan efek yang tidak diinginkan, seperti trimester

Page 26: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Dasar Diabetes …repository.poltekkes-denpasar.ac.id/1317/8/BAB II.pdfdisertai klaudikasio intermiten dan gangren pada ekstremitas serta insufisiensi

38

pertama kehamilan, diare dan muntah-muntah, peradangan lokal atau

pembengkakan kaki, tangan, dan telinga, demam dan penyakit menular baik

sistemik atau lokal (Embong et al., 2015)

4. Prosedur latihan

Timby (2009) memaparkan beberapa hal yang harus diperhatikan oleh

perawat pada saat melakukan latihan ROM sebagi berikut:

a. Latihan dilakukan pada sendi secara professional untuk menghindari ketegangan

dan cedera otot serta kelelahan.

b. Posisi yang diberikan memungkinkan gerakan sendi secara leluasa.

c. Latihan dilakukan secara berulang dan sistematis.

d. Jelaskan pada peserta latihan bahwa gerakan sendi yang adekuat adalah gerakan

hingga pasien merasakan tahanan bukan nyeri.

e. Hindari melakukan latihan pada sendi yang mengalami nyeri

f. Amati respon non-verbal serta latihan.

g. Bila terjadi spasme otot yang dimanifestasikan dengan kontraksi otot yang tiba-

tiba dan terus menerus, segera hentikan latihan dan berikan kesempatan untuk

beristirahat

Dosis dan intensitas latihan ROM yang dianjurkan menunjukkan hasil

cukup bervariasi. Tidak disebutkan secara spesifik pada teori terkait dosis dan

intensitas latihan ROM tersebut, namun dari berbagai hasil penelitian tentang

manfaat latihan ROM dapat dijadikan sebagai rujukan dalam menerapkan latihan

ROM sebagai salah satu intervensi untuk meningkatkan sirkulasi perifer pasien

DM. Department of Rehabilitation Services The Ohio Medical Center (2009)

Page 27: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Dasar Diabetes …repository.poltekkes-denpasar.ac.id/1317/8/BAB II.pdfdisertai klaudikasio intermiten dan gangren pada ekstremitas serta insufisiensi

39

menyebutkan bahwa latihan ROM untuk bagian ankle sebagaimana dilakukan

minimal 3 kali sehari dengan intensitas masing-masing gerakan 10 kali.

Prosedur tindakan yang terdapat pada latihan rentang gerak Active Lower

ROM berbantu kayu refleksi yaitu:

a. Gerakan pinggul

1) Fleksi: menggerakkan tungkai kedepan dan keatas sebesar 90-120º otot yang

dipengaruhi yaitu psoas mayor iliacus, iliopsoas dan Sartorius

2) Ekstensi: menggerakkan kembali kesamping tungkai yang lain sebesar 90-120º.

Otot yang dipengaruhi yaitu gluteus maksimus, semitendinosus dan

semimembranosus

b. Gerakan lutut

1) Fleksi: menggerakkan tumit kearah belakan paha sebesar 120-130º, otot yang

dipengaruhi yaitu bisep femoralis semi tendonosus, semi membranosus, dan

Sartorius

2) Ekstensi: mengembalikan tungkai keposisi semula 120-130º, otot yang

dipengaruhi yaitu rektus femuralis, vastus lateralis, vastus medialis, dan vastus

intermedius

c. Gerakan Mata Kaki

1) Dorso fleksi:menggerakkan kaki sehingga jari-jari kaki menekuk keatas sebesar

20-30º, otot yang dipengaruhi tibialis anterior

2) Plantar fleksi: menggerakkan kaki sehingga jari-jari kaki menekuk kebawah

sebesar 45-50º, otot yang dipengaruhi yaitu gastronemus soleus

Page 28: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Dasar Diabetes …repository.poltekkes-denpasar.ac.id/1317/8/BAB II.pdfdisertai klaudikasio intermiten dan gangren pada ekstremitas serta insufisiensi

40

d. Gerakan Jari-jari Kaki

1) Fleksi: melengkungkan jari-jari kaki kebawah sebesar 30-60º, otot yang

dipengaruhi yaitu fleksor digitorus, lumbrikalis pedis dan hallusis brevis

2) Ekstensi: meluruskan kembali jari-jari kaki sebesar 30-60º, otot yang

dipengaruhi yaitu ekstensor digitorum longus, ekstensor digtorum brevis dan

ekstensor digitorum hallusis longus

Penggunaan alat bantu kayu refleksi untuk melakukan Active Lower Range of

Motion dapat dilakukan dalam posisi duduk tegak di kursi sehingga kaki akan

membentuk sudut sebesar 90º dengan lantai. Dengan posisi ini, tekanan pada plantar

yang diakibatkan berat badan dapat diminimalisir.

5. Pengaruh Active Lower Range of Motion berbantu kayu refleksi terhadap

kelembaban

Latihan fisik merupakan salah satu dari empat pilar dalam pengelolaan

diabetes melitus untuk mencegah terjadinya komplikasi khususnya diabetic foot.

Latihan fisik yang dianjurkan yakni latihan fisik yang dapat dilakukan oleh pasien

diabetes secara mandiri di rumahnya. Untuk itu diperlukan suatu bentuk latihan

jasmani yang mudah dilakukan, tidak menghabiskan banyak biaya, dan efektif

untuk mencegah terjadinya komplikasi diabetes, khususnya diabetic foot. Berbagai

bentuk latihan fisik yang pernah diteliti diantaranya latihan Active Lower Range of

Motion (ROM) dan refleksi kaki yang ditujukan untuk memperbaiki sirkulasi dan

fungsi sistem saraf sensoris dan otonom yang hasil akhirnya diharapkan mampu

mengurangi gejala neuropati diabetik.

Latihan ROM bagi pasien DM mampu meningkatkan kekuatan otot dan

meningkatkan fleksibilitas sendi (Colberg et al., 2010). Ketika otot mengalami

Page 29: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Dasar Diabetes …repository.poltekkes-denpasar.ac.id/1317/8/BAB II.pdfdisertai klaudikasio intermiten dan gangren pada ekstremitas serta insufisiensi

41

kontraksi secara terus menerus, terjadi kompresi pada pembuluh darah yang mampu

mengaktifkan pompa vena sehingga aliran darah mengalami peningkatan diantara

vase kontraksi dan relaksasi. Saat otot berkontraksi darah akan mengalir menuju

vena dan akan terisi kembali dari arteri saat vase relaksasi. Darah yang berada

dalam vena tidak akan kembali ke pembuluh darah semula karena terdapat katup-

katup vena (Ganong, 2008). Pembuluh darah balik akan lebih aktif memompa darah

ke jantung sehingga sirkulasi darah arteri yang membawa nutrisi dan oksigen ke

pembuluh darah perifer menjadi lebih lancar (Ganong, 2008). Hal ini akan

mempermudah saraf menerima suplai oksigen dan nutrisi melalui vasa nervorum

sehingga dapat meningkatkan fungsi saraf (Boissaud-Cooke, et al., 2015)

Saat latihan fisik dimulai hormon epinefrin akan meningkat sehingga aliran

darah juga ikut meningkat yang menghasilkan dilatasi pembuluh pada otot. Pada

otot yang aktif, suhu akan meningkat sebagai hasil dari metabolisme sehingga akan

terjadi dilatasi pembuluh darah (Ganong, 2008). Aliran darah yang meningkat dapat

mendorong produksi nitrit oksida (NO) yang dapat menjaga endotel (lapisan

dinding). NO dapat merangsang pembentukan endothelial derive relaxing factor

(EDRF) yang memegang peranan penting dalam vasodilatasi atau pelebaran arteri.

NO juga berperan penting dalam menjaga tekanan darah tetap normal. Konsentrasi

NO dapat membantu mempertahankan suplai darah yang cukup sehingga

melindungi pembuluh darah dari agregasi trombosit dan aterosklerosis (Ganong,

2008). Aliran darah yang lancar akan memudahkan nutrien masuk ke dalam sel

sehingga dapat memperbaiki fungsi saraf dan mencegah timbulnya neuropati,

dengan begitu latihan fisik merupakan faktor dominan dalam pencegahan neuropati

(Mohlar, dalam Sunaryo, 2014).

Page 30: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Dasar Diabetes …repository.poltekkes-denpasar.ac.id/1317/8/BAB II.pdfdisertai klaudikasio intermiten dan gangren pada ekstremitas serta insufisiensi

42

Bersamaan dengan latihan Active Lower ROM, terapi komplementer berupa

terapi refleksi yang distimulasi menggunakan sebuah tongkat kayu yang memiliki

permukaan yang menonjol juga akan dilakukan. Permukaan yang menonjol pada

tongkat kayu ini akan memberikan tekanan pada telapak kaki yang serupa dengan

pijat refleksi kaki. Area kulit kaki merupakan representasi dari organ yang tersebar

dalam tubuh dan stimulasi eksternal pada area refleksi menghasilkan impuls yang

akan dibawa sampai pada bagian organ sasaran melalui jalur saraf. Impuls ini akan

memperbaiki fungsi organ yang tidak normal (Dalal et al., 2014)

Pengaruh teknik refleksi yang dilakukan pada telapak tangan dan kaki pada

penderita diabetes melitus akan memberikan rangsangan pada titik-titik saraf yang

berhubungan dengan organ yang bermasalah yakni pankreas sehingga dengan

melakukan pemijatan pada titik saraf tersebut merangsang pankreas untuk

menghasilkan insulin (Lisanawati, dkk., 2015). Kadar insulin yang meningkat

dalam darah akan mengontrol kadar glukosa dalam darah bila teknik refleksi rutin

dilakukan. Kadar glukosa darah yang terkontrol menyebabkan AGE menurun dan

NO mampu menjaga kelenturan dinding endotel, termasuk endotel pembuluh darah

di saraf pada lapisan epineurium dan kapiler pada endoneurium sehingga pembuluh

darah mampu memberikan suplai nutrisi serta oksigen pada sel saraf termasuk saraf

sudomotor yang berfungsi untuk mempersarafi kelenjar keringat (Yodsirajinda, et

al., 2016)