tr insufisiensi ginjal

41
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ginjal adalah salah satu organ sistem kemih yang berfungsi menyaring dan membuang cairan, sampah metabolisme dari dalam tubuh. Salah satu penyakit pada ginjal yakni insufisiensi ginjal atau yang dikenal dengan gagal ginjal. Gagal ginjal adalah kondisi dimana kemampuan fungsi ginjal dalam penyaringan pembuangan elektrolit tubuh, menjaga keseimbangan cairan dan zat kimia tubuh seperti sodium dan kalium didalam darah atau produksi urine berkurang sehingga tidak mampu bekerja sama sekali. Insufisiensi ginjal ditandai dengan penurunan Glomerular Filtration Rate (GFR) dan peningkatan konsentrasi kreatinin serum. Insufisiensi ginjal ada dua tipe yakni gagal ginjal akut dan gagal ginjal kronik. Gagal ginjal akut terjadi secara tiba-tiba, bersifat reversibel, dapat terjadi karena infeksi, obat, luka trauma, pembedahan, racun nefrotoksik dan lain-lain. Ditandai dengan oliguria, gangguan cairan dan elektrolit dalam tubuh. Dialisis dapat dibutuhkan pada kondisi ini hingga ginjal berfungsi kembali. Sedangkan gagal ginjal kronis yakni gangguan fungsi ginjal yang menahun bersifat progresif dan irreversibel yang mana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit, menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah).

Upload: lita-muliawati

Post on 21-Nov-2015

69 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

fk unizar

TRANSCRIPT

BAB IPENDAHULUAN1.1 Latar BelakangGinjal adalah salah satu organ sistem kemih yang berfungsi menyaring dan membuang cairan, sampah metabolisme dari dalam tubuh. Salah satu penyakit pada ginjal yakni insufisiensi ginjal atau yang dikenal dengan gagal ginjal. Gagal ginjal adalah kondisi dimana kemampuan fungsi ginjal dalam penyaringan pembuangan elektrolit tubuh, menjaga keseimbangan cairan dan zat kimia tubuh seperti sodium dan kalium didalam darah atau produksi urine berkurang sehingga tidak mampu bekerja sama sekali. Insufisiensi ginjal ditandai dengan penurunan GlomerularFiltration Rate (GFR) dan peningkatan konsentrasi kreatinin serum. Insufisiensi ginjal ada dua tipe yakni gagal ginjal akut dan gagal ginjal kronik. Gagal ginjal akut terjadi secara tiba-tiba, bersifat reversibel, dapat terjadi karena infeksi, obat, luka trauma, pembedahan, racun nefrotoksik dan lain-lain. Ditandai dengan oliguria, gangguan cairan dan elektrolit dalam tubuh. Dialisis dapat dibutuhkan pada kondisi ini hingga ginjal berfungsi kembali. Sedangkan gagal ginjal kronis yakni gangguan fungsi ginjal yang menahun bersifat progresif dan irreversibel yang mana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit, menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah). Di negara maju, angka penderita gangguan ginjal cukup tinggi. Di Amerika Serikat misalnya angka kejadian penyakit gagal ginjal meningkat tajam dalam 10 tahun. Tahun 1996 terjadi 166.000 kasus. GGT (gagal ginjal tahap akhir) dan pada tahun 2000 menjadi 372.000 kasus. Angka ini diperkirakan masih akan terus naik. Pada tahun 2010 jumlahnya diperkirakan lebih dari 650.000 kasus. Selain itu, sekitar 6 juta hingga 20 juta individu di Amerika diperkirakan mengalami GGK (gagl ginjal kronis) tahap awal. Hal yang sama juga terjadi di Jepang di negeri Sakura itu, pada akhir tahun 1996 di dapatkan sebanyak 167.000 penderita yang menerima, terapi pengganti ginjal. Sedangkan tahun 2000 terjadi peningkatan lebih dari 200.000 penderita. Di Indonesia peningkatan penderita penyakit ini mencapai angka 20%. Pusat data dan informasi Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PDPERSI) menyatakan jumlah penderita gagal ginjal kronik diperkirakan sekitar 50 orang per satu juta penduduk. Berdasarkan data dari Indonesia Renal Registry, suatu kegiatan registrasi dari perhimpunan nefrologi Indonesia, pada tahun 2008 jumlah pasien hemodialisa (cuci darah) mencapai 2260 orang dari 2146 orang pada tahun 2007.

1.2 Rumusan Masalah1.3 Tujuan1.4 Mamfaat

BAB IIPEMBAHASAN

2.1 Anatomi dan Fisiologi Sisfem PerkemihanSistem perkemihan merupakan suatu sistem dimana terjadinya proses penyaringan darah sehingga darah bebas dari zat-zat yang tidak dipergunakan oleh tubuh dan menyerap zat-zat yang masih dipergunakan oleh tubuh. Zat-zat yang tidak dipergunakan oleh tubuh larut dalam air dan dikeluarkan berupa urin (air kemih). Susunan sistem perkemihan terdiri dari dua ginjal (ren) yang menghasilkan urin, dua ureter yang membawa urin dari ginjal ke vesika urinaria (kandung kemih), satu vesika urinaria tempat urin dikumpulkan, dan satu uretra urin dikeluarkan dari vesika urinaria. Ginjal terletak pada dinding posterior di belakang peritoneum pada kedua sisi vertebra torakalis ke-12 sampai vertebra lumbalis ke-3. Bentuk ginjal seperti biji kacang. Ginjal kanan sedikit lebih rendah dari ginjal kiri, karena adanya lobus hepatis dextra yang besar. Setiap ginjal terbungkus oleh selaput tipis yang disebut kapsula fibrosa, terdapat korteks renalis di bagian luar, yang berwarna cokelat gelap, medulla renalis di bagian dalam yang berwarna cokelat lebih terang dibandingkan korteks. Bagian medulla berbentuk kerucut yang disebut piramides renalis, puncak kerucut tadi menghadap kaliks yang terdiri dari lubang-lubang kecil yang disebut papilla renalis. Hilum adalah pinggir medial ginjal berbentuk konkaf sebagai pintu masuknya pembuluh darah, pembuluh limfe, ureter dan nervus. Pelvis renalis berbentuk corong yang menerima urin yang diproduksi ginjal. Terbagi menjadi dua atau tiga calices renalis majores yang masing-masing akan bercabang menjadi dua atau tiga calices renalis minores. Struktur halus ginjal terdiri dari banyak nefron yang merupakan unit fungsional ginjal. Diperkirakan ada 1 juta nefron dalam setiap ginjal. Nefron terdiri dari glomerulus, tubulus proximal, ansa henle, tubulus distal dan tubulus urinarius.Fungsi ginjal adalah memegang peranan penting dalam pengeluaran zat-zat toksis atau racun, mempertahankan suasana keseimbangan cairan, mempertahankan keseimbangan kadar asam dan basa dari cairan tubuh, dan mengeluarkan sisa-sisa metabolisme akhir dari protein ureum, kreatinin dan amoniak. Adapun tahap pembentukan urin yakni filtrasi, reabsorbsi dan sekresi. Pertama, proses filtrasi di glomerulus. Terjadi penyerapan darah yang tersaring yakni bagian cairan darah kecuali protein. Cairan yang tersaring ditampung oleh simpai bowmen yang terdiri dari glukosa, air, sodium, klorida, sulfat, bikarbonat, diteruskan ke tubulus ginjal. Cairan yang disaring disebut filtrat glomerulus. Kedua proses reabsorbsi, terjadi penyerapan kembali sebagian besar dari glukosa, sodium, klorida fosfat dan beberapa ion bikarbonat. Prosesnya terjadi secara pasif (obligator reabsorbsi) di tubulus proximal. Sedangkan pada tubulus distal terjadi kembali penyerapan sodium dan ion bikarbonat bila diperlukan tubuh. Penyerapan terjadi secara aktif (reabsorbsi fakultatif) dan sisanya dialirkan pada papilla renalis. Ketiga, proses sekresi. Sisa dari penyerapan kembali yang terjadi di tubulus distal dialirkan ke papilla renalis selanjutnya diteruskan ke luar.Ureter terdiri dari 2 saluran pipa masing-masing bersambung dari ginjal ke vesika urinaria. Panjangnya 25-34 cm, dengan penampang 0,5 cm. Ureter sebagian terletak pada rongga abdomen dan sebagian lagi terletak pada rongga pelvis. Lapisan dinding ureter menimbulkan gerakan-gerakan peristaltik yang mendorong urin masuk ke dalam kandung kemih. Lapisan dinding ureter terdiri dari dinding luar jaringan ikat (jaringan fibrosa), lapisan tengah lapisan otot polos dan lapisan sebelah dalam lapisan mukosa. Vesika urinaria bekerja sebagai penampung urin. Organ ini berbentuk seperti buah pir (kendi). Letaknya di belakang simfisis pubis di dalam rongga panggul. Vesika urinaria dapat mengembang dan mengempis seperti balon karet. Sedangkan uretra merupakan saluran sempit yang berpangkal pada vesika urinaria yang berfungsi menyalurkan air kemih ke luar. Pada laki-laki panjangnya kira-kira 13,7-16,2 cm, terdiri dari uretra pars prostatika, uretra pars membranosa, uretra pars spongiosa. Uretra pada wanita panjangnya kira-kira 3,7-6,2 cm. sphincter uretra terletak di sebelah atas vagina (antara clitoris dan vagina) dan uretra disini hanya sebagai saluran ekskresi.

2.2 Klasifikasi Insufisiensi GinjalInsufisiensi ginjal ada dua tipe yakni gagal ginjal akut dan gagal ginjal kronik. Gagal ginjal akut terjadi secara tiba-tiba, bersifat reversibel, dapat terjadi karena infeksi, obat, luka trauma, pembedahan, racun nefrotoksik dan lain-lain. Ditandai dengan oliguria, gangguan cairan dan elektrolit dalam tubuh. Dialisis dapat dibutuhkan pada kondisi ini hingga ginjal berfungsi kembali. Sedangkan gagal ginjal kronis yakni gangguan fungsi ginjal yang menahun bersifat progresif dan irreversibel yang mana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit, menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah).

2.3 Gagal Ginjal Akut

DefinisiGagal ginjal akut adalah suatu sindrom klinik akibat adanya gangguan faal ginjal yang terjadi secara mendadak (dalam 48 jam) . yaitu berupa kenaikan kadar kreatinin serum 0,3 mg/dl ( 26,4 mol/l), presentasi kenaikan kreatinin serum 50% (1,5 kali kenaikan dari nilai dasar), atau pengurangan produksi urin (oliguria yang tercatat 0,5 ml/kg/jam dalam waktu lebih dari 6 jam).

EpidemiologiMenurut penelitian Ravindra L. Mehta dkk (2002), dari empat rumah sakit yang ada di California Selatan, penderita GGA yang laki-laki ada sebesar 71,6% sedangkan perempuan sebesar 28,4%. Sedangkan menurut penelitian Sushrut S.Waikar dkk (2006), di Amerika Serikat, dari 439.192 orang penderita GGA, 80,45% adalah penderita berkulit putih, dimana,70% dari jumlah tersebut adalah laki-laki. Penderita yang berkulit hitam sebesar 19,5% dimana 50,3% dari jumlah penderita yang berkulit hitam tersebut adalah laki-laki.

EtiologiEtiologi GGA dibagi menjadi 3 kelompok utama berdasarkan pathogenesis GGA, yakni: penyakit yang menyebabkan hipoperfusi ginjal tanpa menyebabkan gangguan pada parenkim ginjal (GGA prarenal, 55%) penyakit yang secara langsung menyebabkan gangguan pada parenkim ginjal (GGA renal/intrinsik, 40%) penyakit yang terkait dengan obstruksi saluran kemih (GGA pascarenal, 5%). Angka kejadian penyebab GGA sangat tergantung dari tempat terjadinya GGA.

PathogenesisGGA akut dapat dibagi menjadi 3 bagian besar yaitu: GGA Pre RenalPenyebabnya adalah hipoperfusi ginjal. Hipoperfusi dapat disebabkan oleh hipovalemia atau menurunnya volume sirkulasi yang efektif. Pada GGA pre renal integritas jaringan ginjal masih terpelihara sehingga prognosis dapat lebih baik apabila factor penyebab dapat dikoreksi. Apabila upaya perbaikan hipoperfusi ginjal tidak berhasil maka akan timbul GGA renal berupa Nekrosis Tubular Akut (NTA) karena iskemia, keadaan ini akan timbul sebagai akibat bermacam macam penyakit. Pada kondisi ini fungsi otoregulasi ginjal akan berupaya mempertahankan tekanan perfusi, melalui mekanisme vasodilatasi internal. Dalam keadaan normal aliran darah ginjal dan LFG relatif konstan, diatur oleh suatu mekanisme yang disebut otoregulasi. GGA pre renal disebabkan oleh hipovolemia, penurunan volume efektif intravaskuler seperti pada sepsis dan gagal jantung serta disebabkan oleh gangguan hemodinamika intra renal seperti pada pemakaian anti inflanmasi non steroid, obat yang menghambat angiotensi dan pada syndrome hepatorenal. Pada keadaan hipovolemia akan terjadi penurunan tekanan darah, yang akan mengaktivasi baroreseptor kardiovaskuler yang selanjutnya mengaktivasi siatem saraf simpatis, system renin angiotensin serta merangsang pelepasan vasopressin dan endotelin-1 (ET-1) yang merupakan mekanisme tubuh untuk mempertahankan aliran darah ginjal dan laju filtrasi glomerulus (LFG) dengan vasodilatasi arteriol afferen yang dipengaruhi oleh reflex miogenik serta prostaglandin dan nitrix oxide (NO) serta vasokontriksi arteriol afferent yang terutama dipengaruhi oleh angiotensin-II (A-II) dan ET-I. Mekanisme ini untuk mempertahankan homeostasis intrarenal. Pada hipoperfusi ginjal yang berat (takanan arteri rata rata, 3 mg/dL) berprognosis buruk dan kemungkinan memperlihatkan keparahan dari cedera ginjal atau dari penyakit primer. Jumlah mortalitas lebih tinggi pada pasien lanjut usia dan pada pasien dengan kegagalan multiorgan. Kebanyakan pasien yang melewati episode GGA dapat sembuh dengan fungsi ginjal semula dan dapat melanjutkan hidup seperti biasanya. Namun, 50% kasus memiliki gangguan fungsi ginjal subklinis atau dapat ditemukan bekas luka residual pada biopsy ginjal. Sekitar 5% pasien tidak pernah kembali fungsi ginjalnya dan membutuhkan penggantian fungsi ginjal jangka panjang dengan dialysis atau transplantasi. Sebagai tambahan 5% kasus mengalami penurunan GFR progressif, setelah melalui fase awal penyembuhan, kemungkinan akibat stress hemodynamic dan sclerosis glomeruli yang tersisa.

2.4 Gagal Ginjal KronikDefinisiPenyakit ginjal kronik adalah suatu proses patofisiologis dengan etiologi yang beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif dan pada umumnya berakhir dengan gagal ginjal. Gagal ginjal adalah suatu keadaan klinis yang ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang irreversibel dan memerlukan terapi pengganti ginjal yang tetap, berupa dialisis atau transplantasi ginjal.Gagal ginjal kronik (GGK) adalah suatu sindrom klinis yang disebabkan penurunan fungsi ginjal yang bersifat menahun, berlangsung progresif, dan cukup lanjut. Hal ini terjadi apabila laju filtrasi glomerular (LFG) kurang dari 50 mL/menit. Gagal ginjal kronis adalah kegagalan fungsi ginjal untuk mempertahankan metabolisme serta keseimbangan cairan dan elektrolitakibat destruksi struktur ginjal yang progresif dengan manifestasi penumpukan sisa metabolit (toksit uremik) di dalam darah.EtiologiDari data yang sampai saat ini dapat dikumpulkan oleh Indonesian Renal Registry (IRR) pada tahun 2007-2008 didapatkan urutan etiologi terbanyak sebagai berikut glomerulonefritis (25%), diabetes melitus (23%), hipertensi (20%) dan ginjal polikistik (10%) (Roesli, 2008). Glomerulonefritis Istilah glomerulonefritis digunakan untuk berbagai penyakit ginjal yang etiologinya tidak jelas, akan tetapi secara umum memberikan gambaran histopatologi tertentu pada glomerulus (Markum, 1998). Berdasarkan sumber terjadinya kelainan, glomerulonefritis dibedakan primer dan sekunder. Glomerulonefritis primer apabila penyakit dasarnya berasal dari ginjal sendiri sedangkan glomerulonefritis sekunder apabila kelainan ginjal terjadi akibat penyakit sistemik lain seperti diabetes melitus, lupus eritematosus sistemik (LES), mieloma multipel, atau amiloidosis (Prodjosudjadi, 2006). Gambaran klinik glomerulonefritis mungkin tanpa keluhan dan ditemukan secara kebetulan dari pemeriksaan urin rutin atau keluhan ringan atau keadaan darurat medik yang harus memerlukan terapi pengganti ginjal seperti dialisis (Sukandar, 2006). Diabetes MelitusDiabetes melituMenurut American Diabetes Association (2003) dalam Soegondo (2005) diabetes melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya. Diabetes melitus sering disebut sebagai the great imitator, karena penyakit ini dapat mengenai semua organ tubuh dan menimbulkan berbagai macam keluhan. Gejalanya sangat bervariasi. Diabetes melitus dapat timbul secara perlahan-lahan sehingga pasien tidak menyadari akan adanya perubahan seperti minum yang menjadi lebih banyak, buang air kecil lebih sering ataupun berat badan yang menurun. Gejala tersebut dapat berlangsung lama tanpa diperhatikan, sampai kemudian orang tersebut pergi ke dokter dan diperiksa kadar glukosa darahnya. HipertensiHipertensi adalah tekanan darah sistolik 140 mmHg dan tekanan darah diastolik 90 mmHg, atau bila pasien memakai obat antihipertensi (Mansjoer, 2001). Berdasarkan penyebabnya, hipertensi dibagi menjadi dua golongan yaitu hipertensi esensial atau hipertensi primer yang tidak diketahui penyebabnya atau idiopatik, dan hipertensi sekunder atau disebut juga hipertensi renal. Ginjal polikistik Kista adalah suatu rongga yang berdinding epitel dan berisi cairan atau material yang semisolid. Polikistik berarti banyak kista. Pada keadaan ini dapat ditemukan kista-kista yang tersebar di kedua ginjal, baik di korteks maupun di medula. Selain oleh karena kelainan genetik, kista dapat disebabkan oleh berbagai keadaan atau penyakit. Jadi ginjal polikistik merupakan kelainan genetik yang paling sering didapatkan. Nama lain yang lebih dahulu dipakai adalah penyakit ginjal polikistik dewasa (adult polycystic kidney disease), oleh karena sebagian besar baru bermanifestasi pada usia di atas 30 tahun. Ternyata kelainan ini dapat ditemukan pada fetus, bayi dan anak kecil, sehingga istilah dominan autosomal. lebih tepat dipakai daripada istilah penyakit ginjal polikistik dewasa.

Gambaran klinik Gambaran klinik gagal ginjal kronik berat disertai sindrom azotemia sangat kompleks, meliputi kelainan-kelainan berbagai organ seperti: kelainan hemopoeisis, saluran cerna, mata, kulit, selaput serosa, kelainan neuropsikiatri dan kelainan kardiovaskular. Kelainan hemopoeisis Anemia normokrom normositer dan normositer (MCV 78-94 CU), sering ditemukan pada pasien gagal ginjal kronik. Anemia yang terjadi sangat bervariasi bila ureum darah lebih dari 100 mg% atau bersihan kreatinin kurang dari 25 ml per menit. Kelainan saluran cerna Mual dan muntah sering merupakan keluhan utama dari sebagian pasien gagal ginjal kronik terutama pada stadium terminal. Patogenesis mual dam muntah masih belum jelas, diduga mempunyai hubungan dengan dekompresi oleh flora usus sehingga terbentuk amonia. Amonia inilah yang menyebabkan iritasi atau rangsangan mukosa lambung dan usus halus. Keluhan-keluhan saluran cerna ini akan segera mereda atau hilang setelah pembatasan diet protein dan antibiotika. Kelainan Mata Visus hilang (azotemia amaurosis) hanya dijumpai pada sebagian kecil pasien gagal ginjal kronik. Gangguan visus cepat hilang setelah beberapa hari mendapat pengobatan gagal ginjal kronik yang adekuat, misalnya hemodialisis. Kelainan saraf mata menimbulkan gejala nistagmus, miosis dan pupil asimetris. Kelainan retina (retinopati) mungkin disebabkan hipertensi maupun anemia yang sering dijumpai pada pasien gagal ginjal kronik. Penimbunan atau deposit garam kalsium pada conjunctiva menyebabkan gejala red eye syndrome akibat iritasi dan hipervaskularisasi. Keratopati mungkin juga dijumpai pada beberapa pasien gagal ginjal kronik akibat penyulit hiperparatiroidisme sekunder atau tersier. Kelainan Kulit Gatal sering mengganggu pasien, patogenesisnya masih belum jelas dan diduga berhubungan dengan hiperparatiroidisme sekunder. Keluhan gatal ini akan segera hilang setelah tindakan paratiroidektomi. Kulit biasanya kering dan bersisik, tidak jarang dijumpai timbunan kristal urea pada kulit muka dan dinamakan urea frost Kelainan Selaput Serosa Kelainan selaput serosa seperti pleuritis dan perikarditis sering dijumpai pada gagal ginjal kronik terutama pada stadium terminal. Kelainan selaput serosa merupakan salah satu indikasi mutlak untuk segera dilakukan dialisis. Kelainan Neuropsikiatri Beberapa kelainan mental ringan seperti emosi labil, dilusi, insomnia, dan depresi sering dijumpai pada pasien gagal ginjal kronik. Kelainan mental bera tseperti konfusi, dilusi, dan tidak jarang dengan gejala psikosis juga sering dijumpai pada pasien GGK. Kelainan mental ringan atau berat ini sering dijumpai pada pasien dengan atau tanpa hemodialisis, dan tergantung dari dasar kepribadiannya (personalitas). Kelainan Kardiovaskular Patogenesis gagal jantung kongestif (GJK) pada gagal ginjal kronik sangat kompleks. Beberapa faktor seperti anemia, hipertensi, aterosklerosis, kalsifikasi sistem vaskular, sering dijumpai pada pasien gagal ginjal kronik terutama pada stadium terminal dan dapat menyebabkan kegagalan faal jantung. Gambaran laboratoriumGambaran laboratorium penyakit ginjal kronik meliputi a) sesuai dengan penyakit yang mendasarinya b) penurunan fungsi ginjal berupa peningkatan kadar ureum dan kreatinin serum, dan penurunan LFG yang dihitung mempergunakan rumus kockcroff-Gault. Kadar kreatinin serum saja tidak bisa dipergunakan untuk memperkirakan fungsi ginjal. c) kelainan biokimiawi darah meliputi penurunan kadar hemoglobin peningkatan kadar asam urat, hiper atau hipokalemia, hiponatremia, hiper atau hipokloremia, hiperfosfatemia, hipokalsemia, asidosis metabolik. d) kelainan urinalisis meliputi proteinuria, hematuria, leukosuria, cast, isostenuria. Gambaran radiologisPemeriksaan radiologis penyakit ginjal kronik meliputi a) foto polos abdomen, bisa tampak batu radio-opak. b) pielografi intravena jarang dikerjakan, karena kontras sering tidak bisa melewati filter glomerulus, disamping kekhawatiran terjadinya pengaruh toksik oleh kontras terhadap ginjal yang sudah mengalami kerusakan. c) pielografi antegrad atau retrograd dilakukan sesuai dengan indikasi. d) ultrasonografi ginjal bisa memperlihatkan ukuran ginjal yang mengecil, korteks yang menipis, adanya hidronefrosis atau batu ginjal, kista, massa, kalsifikasi. e) pemeriksaan pemindaian gunjal atau renografi dikerjakan bila ada indikasi.

PatofisiologiPatofisiologi penyakit ginjal kronik pada awalnya tergantung pada penyakit yang mendasarinya, tapi dalam perkembangan selanjutnya proses yang terjadi kurang lebih sama. Pengurangan massa ginjal mengakibatkan hipertrofi struktural dan fungsional nefron yang masih tersisa (surviving nephrons) sebagai upaya kompensasi yang diperantarai oleh molekul vasoaktif seperti sitokin dan growth factor. Hal ini mengakibatkan terjadinya hiperfiltrasi, yang diikuti oleh peningkatan tekanan kapiler dan aliran darah glomelurus. Proses adaptasi ini berlangsung singkat, akhirnya diikuti oleh proses maladaptasi berupa sklerosis nefron yang masih tersisa. Proses ini akhirnya diikuti dengan penurunan fungsi nefron yang progresif, walaupun penyakit dasarnya sudah tidak aktif lagi. Adanya peningkatan aktivitas aksis renin angiotensin aldosterone intrarenal, ikut memberikan kontribusi terhadap terjadinya hiperfiltrasi, sklerosis dan progresifitas tersebut. Aktivasi jangka panjang aksis renin angiotensin aldosteron, sebagian diperantarai growth factor.Pada stadium paling dini penyakit ginjal kronik, terjadi kehilangan daya cadang ginjal, pada keadaan mana basal LFG masih normal atau malah meningkat. Kemudian secara perlahan tapi pasti, akan terjadi penurunan fungsi nefron yang progresif, yang ditandai dengan peningkatan kadar urea dan kreatinin serum. Sampai pada LFG sebesar 30%, mulai terjadi keluhan pada pasien seperti nokturia, badan lemah, mual, nafsu makan kurang dan penurunan berat badan. Sampai pada LFG di bawah 30%, pasien memperlihatkan gejala dan tanda uremia yang nyata seperti anemia, peningkatan tekanan darah, gangguan metabolisme fosfor dan kalsium, pruritus, mual muntah dan lain sebagainya. Pasien juga mudah terkena infeksi seperti infeksi saluran kemih, infeksi saluran napas, maupun infeksi saluran cerna. Juga akan terjadi gangguan keseimbangan air seperti hipo atau hipervolemia, gangguan keseimbangan elektrolit antara lain natrium dan kalium. Pada LFG di bawah 15% akan terjadi gejala dan komplikasi yang lebih serius, dan pasien sudah memerlukan terapi pengganti ginjal antara lain dialisis atau transplantasi ginjal. Pada keadaan ini pasien dikatakan sampai pada stadium gagal ginjal.

Diagnosis Pendekatan diagnosis mencapai sasaran yang diharapkan bila dilakukan pemeriksaan yang terarah dan kronologis, mulai dari anamnesis, pemeriksaan fisik diagnosis dan pemeriksaan penunjang diagnosis rutin dan khusus. Anamnesis Dan Pemeriksaan Fisik Anamnesis harus terarah dengan mengumpulkan semua keluhan yang berhubungan dengan retensi atau akumulasi toksin azotemia, etiologi GGK, perjalanan penyakit termasuk semua faktor yang dapat memperburuk faal ginjal (LFG). Gambaran klinik (keluhan subjektif dan objektif termasuk kelainan laboratorium) mempunyai spektrum klinik luas dan melibatkan banyak organ dan tergantung dari derajat penurunan faal ginjal. Pemeriksaan Laboratorium Pemeriksaan ureum, kreatinin serum dan asam urat serum sudah cukup memadai sebagai uji saring untuk faal ginjal (LFG).

Penatalaksanaan Terapi konservatifTujuan dari terapi konservatif adalah mencegah memburuknya faal ginjal secara progresif, meringankan keluhan-keluhan akibat akumulasi toksin azotemia, memperbaiki metabolisme secara optimal dan memelihara keseimbangan cairan dan elektrolit.1) Peranan diet Terapi diet rendah protein (DRP) menguntungkan untuk mencegah atau mengurangi toksin azotemia, tetapi untuk jangka lama dapat merugikan terutama gangguan keseimbangan negatif nitrogen.

2) Kebutuhan jumlah kalori Kebutuhan jumlah kalori (sumber energi) untuk GGK harus adekuat dengan tujuan utama, yaitu mempertahankan keseimbangan positif nitrogen, memelihara status nutrisi dan memelihara status gizi. 3) Kebutuhan cairan Bila ureum serum > 150 mg% kebutuhan cairan harus adekuat supaya jumlah diuresis mencapai 2 L per hari. 4) Kebutuhan elektrolit dan mineral Kebutuhan jumlah mineral dan elektrolit bersifat individual tergantung dari LFG dan penyakit ginjal dasar (underlying renal disease). Terapi Simtomatik 1) Asidosis metabolik Asidosis metabolik harus dikoreksi karena meningkatkan serum kalium (hiperkalemia). Untuk mencegah dan mengobati asidosis metabolik dapat diberikan suplemen alkali. Terapi alkali (sodium bicarbonat) harus segera diberikan intravena bila pH 7,35 atau serum bikarbonat 20 mEq/L. 2) Anemia Transfusi darah misalnya Paked Red Cell (PRC) merupakan salah satu pilihan terapi alternatif, murah, dan efektif. Terapi pemberian transfusi darah harus hati-hati karena dapat menyebabkan kematian mendadak. 3) Keluhan gastrointestinal Anoreksi, cegukan, mual dan muntah, merupakan keluhan yang sering dijumpai pada GGK. Keluhan gastrointestinal ini merupakan keluhan utama (chief complaint) dari GGK. Keluhan gastrointestinal yang lain adalah ulserasi mukosa mulai dari mulut sampai anus. Tindakan yang harus dilakukan yaitu program terapi dialisis adekuat dan obat-obatan simtomatik. 4) Kelainan kulit Tindakan yang diberikan harus tergantung dengan jenis keluhan kulit. 5) Kelainan neuromuskular Beberapa terapi pilihan yang dapat dilakukan yaitu terapi hemodialisis reguler yang adekuat, medikamentosa atau operasi subtotal paratiroidektomi. 6) Hipertensi Pemberian obat-obatan anti hipertensi. 7) Kelainan sistem kardiovaskular Tindakan yang diberikan tergantung dari kelainan kardiovaskular yang diderita. Terapi pengganti ginjal Terapi pengganti ginjal dilakukan pada penyakit ginjal kronik stadium 5, yaitu pada LFG kurang dari 15 ml/menit. Terapi tersebut dapat berupa hemodialisis, dialisis peritoneal, dan transplantasi ginjal.1) Hemodialisis Tindakan terapi dialisis tidak boleh terlambat untuk mencegah gejala toksik azotemia, dan malnutrisi. Tetapi terapi dialisis tidak boleh terlalu cepat pada pasien GGK yang belum tahap akhir akan memperburuk faal ginjal (LFG). Indikasi tindakan terapi dialisis, yaitu indikasi absolut dan indikasi elektif. Beberapa yang termasuk dalam indikasi absolut, yaitu perikarditis, ensefalopati/neuropati azotemik, bendungan paru dan kelebihan cairan yang tidak responsif dengan diuretik, hipertensi refrakter, muntah persisten, dan Blood Uremic Nitrogen (BUN) > 120 mg% dan kreatinin > 10 mg%. Indikasi elektif, yaitu LFG antara 5 dan 8 mL/menit/1,73m, mual, anoreksia, muntah, dan astenia berat (Sukandar, 2006). Hemodialisis di Indonesia dimulai pada tahun 1970 dan sampai sekarang telah dilaksanakan di banyak rumah sakit rujukan. Umumnya dipergunakan ginjal buatan yang kompartemen darahnya adalah kapiler-kapiler selaput semipermiabel (hollow fibre kidney). Kualitas hidup yang diperoleh cukup baik dan panjang umur yang tertinggi sampai sekarang 14 tahun. Kendala yang ada adalah biaya yang mahal (Rahardjo, 2006). 2) Dialisis peritoneal (DP) Akhir-akhir ini sudah populer Continuous Ambulatory Peritoneal Dialysis (CAPD) di pusat ginjal di luar negeri dan di Indonesia. Indikasi medik CAPD, yaitu pasien anak-anak dan orang tua (umur lebih dari 65 tahun), pasien-pasien yang telah menderita penyakit sistem kardiovaskular, pasien-pasien yang cenderung akan mengalami perdarahan bila dilakukan hemodialisis, kesulitan pembuatan AV shunting, pasien dengan stroke, pasien GGT (gagal ginjal terminal) dengan residual urin masih cukup, dan pasien nefropati diabetik disertai co-morbidity dan co-mortality. Indikasi non-medik, yaitu keinginan pasien sendiri, tingkat intelektual tinggi untuk melakukan sendiri (mandiri), dan di daerah yang jauh dari pusat ginjal (Sukandar, 2006). 3) Transplantasi ginjal. Transplantasi ginjal merupakan terapi pengganti ginjal (anatomi dan faal). Pertimbangan program transplantasi ginjal, yaitu: Cangkok ginjal (kidney transplant) dapat mengambil alih seluruh (100%) faal ginjal, sedangkan hemodialisis hanya mengambil alih 70-80% faal ginjal alamiah , Kualitas hidup normal kembali, Masa hidup (survival rate) lebih lama Komplikasi (biasanya dapat diantisipasi) terutama berhubungan dengan obat imunosupresif untuk mencegah reaksi penolakan, Biaya lebih murah dan dapat dibatasi