bab ii. tinjauan pustaka 2.1 ledok · (1) bumbu dalam dan (2) bumbu luar. bumbu dalam adalah bumbu...

27
8 BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ledok Ledok adalah salah satu jenis pangan tradisional yang berasal dariKecamatan Nusa Penida, Kabupaten Klungkung, Provinsi Bali. Pangan tradisional adalah makanan atau minuman yang sudah turun temurun dihasilkan dan dikonsumsi, menggunakan bahan yang dihasilkan dari lokal atau daerah sekitarnya, diolah secara khas disuatu daerah di wilayah Indonesia (Winarno, 1994). Keberadaan pangan tradisional di Bali mempunyai peranan penting dan strategis dalam upaya pengembangan penganekaragaman pangan, karena bahan baku pangan tersebut tersedia di lokasi sekitar. Bahan baku utama ledok tradisional adalah jagung putih dan umbi ketela pohon serta ditambahkan dengan bahan-bahan lain seperti kacang tanah, kacang tunggak, bayam, daun salam dan kemangi serta bumbu. Bumbu yang digunakan adalah bawang putih, bawang merah, cabai, garam, jeruk limau dan lengkuas. Penambahan bumbu tradisional yang alamiah akan memberi rasa sedap dan enak yang khas pada pangan tradisional (Soerjodibroto, 1995). Salah satu keistimewaan ledok tradisional adalah tidak menggunakan beras sebagai bahan baku utama, sehingga ikut mengurangi kebutuhan pangan akan beras sebagai bahan pangan pokok penduduk Indonesia. Oleh karena itu ledok tradisional dapat meningkatkan peran bahan pangan non-beras seperti jagung dan umbi-umbian sebagai pengganti beras yang merupakan sumber karbohidrat. Pembuatan ledok tradisional memerlukan waktu yang cukup lama yaitu sekitar 48 menit sampai siap saji untuk dikonsumsi. Bahan baku utama seperti jagung putih, kacang tanah dan kacang tunggak adalah merupakan bahan pangan yang sudah

Upload: others

Post on 27-Nov-2020

4 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ledok · (1) bumbu dalam dan (2) bumbu luar. Bumbu dalam adalah bumbu yang dicampurkan ke dalam ledok menjelang ledok matang pada saat proses pembuatan

8

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Ledok

Ledok adalah salah satu jenis pangan tradisional yang berasal

dariKecamatan Nusa Penida, Kabupaten Klungkung, Provinsi Bali. Pangan

tradisional adalah makanan atau minuman yang sudah turun temurun dihasilkan

dan dikonsumsi, menggunakan bahan yang dihasilkan dari lokal atau daerah

sekitarnya, diolah secara khas disuatu daerah di wilayah Indonesia (Winarno,

1994). Keberadaan pangan tradisional di Bali mempunyai peranan penting dan

strategis dalam upaya pengembangan penganekaragaman pangan, karena bahan

baku pangan tersebut tersedia di lokasi sekitar. Bahan baku utama ledok

tradisional adalah jagung putih dan umbi ketela pohon serta ditambahkan dengan

bahan-bahan lain seperti kacang tanah, kacang tunggak, bayam, daun salam dan

kemangi serta bumbu. Bumbu yang digunakan adalah bawang putih, bawang

merah, cabai, garam, jeruk limau dan lengkuas. Penambahan bumbu tradisional

yang alamiah akan memberi rasa sedap dan enak yang khas pada pangan

tradisional (Soerjodibroto, 1995).

Salah satu keistimewaan ledok tradisional adalah tidak menggunakan beras

sebagai bahan baku utama, sehingga ikut mengurangi kebutuhan pangan akan

beras sebagai bahan pangan pokok penduduk Indonesia. Oleh karena itu ledok

tradisional dapat meningkatkan peran bahan pangan non-beras seperti jagung dan

umbi-umbian sebagai pengganti beras yang merupakan sumber karbohidrat.

Pembuatan ledok tradisional memerlukan waktu yang cukup lama yaitu sekitar 48

menit sampai siap saji untuk dikonsumsi. Bahan baku utama seperti jagung putih,

kacang tanah dan kacang tunggak adalah merupakan bahan pangan yang sudah

Page 2: BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ledok · (1) bumbu dalam dan (2) bumbu luar. Bumbu dalam adalah bumbu yang dicampurkan ke dalam ledok menjelang ledok matang pada saat proses pembuatan

9

dikeringkan, sehingga dalam proses pembuatan ledok memerlukan waktu yang

cukup lama untuk memasaknya. Untuk mempermudah penyiapan, peningkatan

umur simpan dan memperluas jangkauan distribusi, ledok tradisional telah

dikembangkan menjadi ledok instan (Suter, et al., 2007; Suter, et al., 2009a dan

Suter, et al., 2009b).

Ledok instan hasil pengembangan dari ledok tradisional berbentuk seperti

tepung dengan ukuran 9 - 16 mesh, sedangkan ledok tradisional berbentuk seperti

bubur dengan campuran sayur dan bumbu. Kelebihan ledok instan dibandingkan

dengan ledok tradisional adalah lama waktu masak untuk siap saji lebih pendek

yaitu 5 (lima) menit, dan cara penyajiannya adalah dengan cara diseduh dengan

air mendidih selanjutnya siap dikonsumsi. Umur simpan ledok tradisional adalah

1 (satu) hari, sedangkan ledok instan lebih lama yaitu sekitar 3 - 4 bulan

tergantung dari jenis kemasannya, karena bahan-bahan ledok instan dalam bentuk

sudah dikeringkan. Pendistribusian ledok instan lebih mudah dan jangkauannya

lebih luas, sifat sensoris relatif sama dengan ledok tradisional (Suter, et al.,

2009b).

Bahan baku utama ledok tradisional adalah jagung putih, umbi ketela

pohon, kacang tanah, kacang tunggak, sayuran seperti bayam, kacang panjang,

kemangi, daun salam dan bumbu-bumbuan. Menurut Suter et al. (2007) bumbu

yang digunakan dalam proses pembuatan ledok tradisionalada 2 (dua) jenis yaitu:

(1) bumbu dalam dan (2) bumbu luar. Bumbu dalam adalah bumbu yang

dicampurkan ke dalam ledok menjelang ledok matang pada saat proses

pembuatan yang terdiri dari: bawang putih , cabai merah , garam dapur dan kulit

buah jeruk limau , sedangkan bumbu luar atau biasa disebut bumbu koples adalah:

Page 3: BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ledok · (1) bumbu dalam dan (2) bumbu luar. Bumbu dalam adalah bumbu yang dicampurkan ke dalam ledok menjelang ledok matang pada saat proses pembuatan

10

bumbu yang ditambahkan pada ledok pada saat penyajian atau saat ledok

dikonsumsi yang jumlahnya bervariasi tergantung dari konsumen. Bumbu koples

ini terdiri dari: bawang putih, cabai merah, terasi, gula pasir, garam dapur, air

perasan jeruk limau, kacang tanah goreng, dan minyak kelapa kelentik

secukupnya.

2.2 Kandungan gizi ledok

Menurut Suter et al., (2007), ledok tradisional mengandung zat gizi: air

(71,92%), abu (0,98%), protein (3,15%), lemak (4,71%), serat kasar (3,18%) dan

karbohidrat (16,05%).Selanjutnya Sugitha, et al., (2007) melaporkan, kandungan

zat gizi ledok instan yang dibuat dengan formulasi yang sama dengan penelitian

Suter et al., (2007), tetapi dengan penambahan ikan tenggiri sebesar 1,96 %

terhadap total bahan baku tampak terjadi peningkatan kadar protein dan lemak.

Kandungan zat gizi ledok instan (berbentuk bukan tepung) dengan penambahan

ikan tenggiri adalah : air (75,67 %), protein (5,79 %), lemak (9,07 %), karbohidrat

8,24 %) dan abu (1,23 %). Kandungan gizi bahan ledok tradisional seperti jagung,

ketela pohon, kacang tunggak, kacang tanah, bayam, kacang panjang, kemangi,

bawang merah, bawang putih dan cabai disajikan pada Tabel 2.1.

Page 4: BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ledok · (1) bumbu dalam dan (2) bumbu luar. Bumbu dalam adalah bumbu yang dicampurkan ke dalam ledok menjelang ledok matang pada saat proses pembuatan

11

Tabel 2.1

Kandungan zat gizi beberapa bahan ledok tradisional per 100 g b.d.d.(Dep.Kes.

RI., 1992 dan Dep. Kes. RI., 1995) .

Jenis bahan K.H.1)

(g)

Energi

(kkal)

L

(g)

P

(g)

Ca

(mg)

P

(mg)

Fe

(mg)

A

S.I

B1

(mg)

C

(mg)

Jagung

Ketela pohon

Kacang tunggak

Kacang tanah

Bayam

Kemangi

Bawang merah

Bawang putih

Cabai

Kacang panjang

Limau

63,6

37,9

61,6

17,4

6,5

7,5

0,2

23,1

7,3

7,8

12,3

307

157

342

525

36

43

39

95

31

44

37

3,4

0,3

1,4

42,7

0,5

0,3

0,3

0,2

0,3

0,3

0,8

7,9

0,8

22,9

27,9

3,5

5,5

1,5

4,5

1,0

2,7

0,1

9

33

77

316

267

35

36

42

29

49

40

148

40

449

456

67

106

40

134

24

347

22

2,1

0,7

6,5

5,7

3,9

1,0

0,8

1,0

0,5

0,7

0,6

-

385

30

30

6090

1017

-

-

470

335

-

0,33

0,06

0,92

0,44

0,08

0,06

0,03

0,22

0,05

0,13

0,04

-

30

2

-

80

30

2

15

18

21

27

Keterangan:

1). KH = karbohidrat; L= lemak; P= protein; Ca= kalsium; P= posfor; Fe=

besi; A= vit. A; B1= vit. B1; C= vit.C; - = tidak tersedia data.

Jagung sebagai bahan pangan pokok kedua setelah beras, selain sebagai

sumber karbohidrat juga merupakan sumber protein yang penting dalam menu

masyarakat di Indonesia. Komponen bioaktif jagung antara lain: serat pangan

(dietary fiber), asam lemak esensial, isoflavon, mineral Fe, β karoten (provitamin

A) dan asam amino esensial yang merupakan suatu keunggulan dari jagung

dibandingkan dengan serealia lainnya (Krisnamurthi, 2010 dan Suarni, 2009).

Kandungan kalium jagung putih berkisar antara 275-305 mg/100g, hal ini

menunjukkan bahwa kandungan kalium biji jagung relatif tinggi. Mineral (Ca, K,

Na) banyak terdapat dalam bahan makanan dalam bentuk organik, sedangkan S

Page 5: BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ledok · (1) bumbu dalam dan (2) bumbu luar. Bumbu dalam adalah bumbu yang dicampurkan ke dalam ledok menjelang ledok matang pada saat proses pembuatan

12

biasanya terdapat dalam bentuk asam amino yang mengandung S dan P dalam

nukleotida (Linder, 2010). Kacang tanah mengandung asam lemak omega 3 yang

merupakan lemak tak jenuh ganda dan asam lemak omega 9 yang merupakan

lemak tak jenuh tunggal (Dep. Kes. RI, 1995).

2.3 Pangan Fungsional

Pangan fungsional mendapat perhatian di Jepang mulai awal tahun 1980

dan sejak tahun 1991 didefinisikan sebagai FOSHU (Foods for Specified Health

Used). FOSHU adalah makanan yang memiliki efek spesifik terhadap kesehatan

karena adanya kandungan senyawa kimia tertentu pada bahan makanan. Konsep

”pangan fungsional” pertama kali diperkenalkan oleh Ichikawa (1994), yang

melaporkan bahwa pangan memiliki tiga fungsi dasar dalam tubuh manusia.

Ketiga fungsi dasar tersebut adalah: fungsi primer pangan di lihat dari aspek

nutrisional (gizi tinggi), fungsi sekunder pangan yaitu sifat sensoris (penampilan

menarik serta citarasa yang enak), dan fungsi tersier pangan yang mengarah pada

aspek fisiologikal (pengaruh positif bagi kesehatan tubuh). Selanjutnya pangan

fungsional didefinisikan sebagai pangan olahan yang mengandung ingridien yang

mampu membantu fungsi tubuh secara spesifik selain memiliki nilai gizi.

Beberapa fungsi fisiologikal pangan meliputi: fungsi yang mampu meningkatkan

daya tahan tubuh, mencegah timbulnya penyakit seperti hipertensi dan diabetes,

membantu pemulihan kesehatan, mengatur kondisi ritme fisik tubuh, dan

menghambat proses penuaan (Ichikawa, 1994).

Faktor penting yang ditekankan para ilmuwan Jepang yang harus dipenuhi

oleh suatu produk agar dapat dikatagorikan sebagai pangan fungsional, yaitu : (1)

produk tersebut haruslah suatu produk pangan (bukan kapsul, tablet atau serbuk)

Page 6: BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ledok · (1) bumbu dalam dan (2) bumbu luar. Bumbu dalam adalah bumbu yang dicampurkan ke dalam ledok menjelang ledok matang pada saat proses pembuatan

13

yang berasal dari bahan (ingredien) yang terdapat secara alami, (2) produk

tersebut dapat dan selayaknya dikonsumsi sebagai bagian dari pangan sehari-hari,

dan (3) produk tersebut mempunyai fungsi tertentu pada saat dicerna. Selanjutnya

makanan tersebut memberikan peran tertentu dalam proses metabolisme tubuh,

misalnya : memperkuat mekanisme pertahanan tubuh, mencegah timbulnya

penyakit tertentu (seperti penyakit kanker, kardiovaskuler dan jantung koroner,

pencernaan, osteoporosis, dan berbagai gangguan kesehatan akibat kekurangan

atau kelebihan zat gizi tertentu), membantu untuk mengembalikan kondisi tubuh

setelah terserang penyakit tertentu, menjaga kondisi fisik dan mental, dan

memperlambat proses penuaan (Ichikawa, 1994).

Menurut Badan Pengawasan Obat dan Makanan (2001), pangan

fungsional adalah pangan yang secara alami maupun telah melalui proses,

mengandung satu atau lebih senyawa yang berdasarkan kajian-kajian ilmiah

dianggap mempunyai fungsi-fungsi fisiologis tertentu yang bermanfaat bagi

kesehatan. Pangan fungsional dikonsumsi sebagaimana layaknya makanan atau

minuman, mempunyai karakteristik sensoris berupa penampakan, warna, tekstur

dan cita rasa yang dapat diterima oleh konsumen, serta tidak memberikan

kontraindikasi dan efek samping terhadap metabolisme zat gizi lainnya jika

digunakan dalam jumlah yang dianjurkan. Meskipun mengandung senyawa yang

bermanfaat bagi kesehatan, pangan fungsional tidak berbentuk kapsul, tablet, atau

bubuk yang berasal dari senyawa alami.

Pangan fungsional adalah makanan (bukan kapsul, pil atau tepung) berasal

dari ingredien alami. Makanan ini dapat dan harus dikonsumsi sebagai bagian dari

diet harian dan memiliki fungsi tertentu bila dicerna, membantu mempercepat

Page 7: BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ledok · (1) bumbu dalam dan (2) bumbu luar. Bumbu dalam adalah bumbu yang dicampurkan ke dalam ledok menjelang ledok matang pada saat proses pembuatan

14

proses tertentu dalam tubuh seperti : meningkatkan mekanisme pertahanan secara

biologis, mencegah penyakit tertentu, penyembuhan dari penyakit spesifik,

mengendalikan kondisi fisik dan mental, serta menghambat proses penuaan. Di

Jepang telah diidentifikasi 12 klas ingredien yang memperbaiki kesehatan yaitu :

serat makanan, oligosakarida, gula alkohol, asam-asam amino, peptida dan

protein, glikosida, alkohol, isoprenoid dan vitamin, kholin, bakteri asam laktat,

mineral, asam lemak tak jenuh jamak serta fitokimia dan antioksidan (Goldberg,

1994).

Konsep pangan fungsional didefinisikan sebagai pangan yang

mengandung komponen bioaktif secara fisiologis dan digunakan untuk

pencegahan atau penyembuhan sesuatu penyakit, atau untuk mencapai kesehatan

tubuh yang optimal. Selanjutnya istilah pangan fungsional digunakan secara luas

untuk mengidentifikasi dan mendefinisikan makanan yang mempunyai

kemampuan untuk mempengaruhi proses fisiologis, sehingga meningkatkan

potensi kesehatan dari makanan atau minuman tersebut. Makanan dikatakan

mempunyai sifat fungsional bila mengandung komponen (zat gizi atau non zat

gizi) yang mempengaruhi satu atau sejumlah terbatas fungsi dalam tubuh tetapi

yang bersifat positif, sehingga dapat memenuhi kriteria fungsional atau

menyehatkan. Pangan fungsional adalah makanan atau minuman yang dikonsumsi

sebagai bagian dari pangan sehari-hari dan mempunyai fungsi tertentu, pada

waktu dicerna atau memberikan peran tertentu selama proses metabolisme di

dalam tubuh karena mengandung komponen bioaktif (Muchtadi, 2001a).

Istilah pangan fungsional merupakan nama yang paling dapat diterima

semua pihak untuk golongan makanan dan atau minuman yang mengandung

Page 8: BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ledok · (1) bumbu dalam dan (2) bumbu luar. Bumbu dalam adalah bumbu yang dicampurkan ke dalam ledok menjelang ledok matang pada saat proses pembuatan

15

bahan-bahan yang diperkirakan dapat meningkatkan status kesehatan dan

mencegah timbulnya penyakit-penyakit tertentu. Istilah health food sebelumnya

lebih menarik dan berarti bagi konsumen, tetapi hal ini tidak dapat digunakan lagi

karena pada prinsipnya semua bahan pangan akan menyehatkan tubuh bila

dikonsumsi secara baik dan benar. Istilah yang pernah diusulkan sebelumnya

untuk pangan yang menyehatkan adalah designer food, pharmafoods, vitafoods

dan nutraceutical, tetapi semua istilah ini kurang tepat karena bentuknya

disamakan dengan food supplement yang merupakan suplemen zat gizi dan non

gizi yang berbentuk seperti obat (kapsul ataupun tablet), sedangkan pangan

fungsional bentuknya merupakan makanan atau minuman tetapi mengandung

komponen aktif yang menyehatkan (Subroto, 2008).

Komponen aktif dalam bahan pangan yang memberikan efek fisiologis

atau menimbulkan adanya sifat fungsional telah mendapat perhatian yang cukup

besar saat ini. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya laporan tentang manfaat suatu

komponen yang dijumpai dalam suatu bahan pangan, baik yang berasal dari

pangan nabati maupun hewani. Komponen aktif yang termasuk dalam golongan

zat gizi mineral antara lain kalsium, asam folat, vitamin E, dan iodium, sedangkan

komponen aktif non zat gizi diantaranya yaitu grup senyawa flavonoid, komponen

sulfur, senyawa polifenol, senyawa terpenoid, senyawa isoflavon, serat makanan,

mikroba dan komponen hasil metabolit lainnya sepertioligosakarida dan

hidrokoloid (Golberg, 1994).

Ledok berpotensi sebagai pangan fungsional karena terbuat dari bahan-bahan

yang mengandung senyawa-senyawa aktif yang bermanfaat untuk kesehatan

manusia. Bahan-bahan tersebut antara lain lengkuas yang berasal dari

Page 9: BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ledok · (1) bumbu dalam dan (2) bumbu luar. Bumbu dalam adalah bumbu yang dicampurkan ke dalam ledok menjelang ledok matang pada saat proses pembuatan

16

bumbumengandung senyawa bioaktif (galangol, galangin, alpinen, kamfer,

methyl-cinnamate) berkhasiat menambah nafsu makan, mengencerkan dahak dan

sebagai anti bakteri. Daun salam mengandung bioaktif seperti sitral, eugenol,

tanin dan flavonoid berkhasiat mengobati asam urat, menurunkan kolesterol dan

tekanan darah tinggi, mengobati diare dan maag. Kemangi (Ocimum basilicum)

merupakan tanaman yang keberadaannya cukup banyak di Indonesia. Namun

pemanfaatan kemangi di masyarakat masih terbatas sebagai lalapan atau bumbu

aromatik dalam masakan. Kemangi mengandung kamfor, d-limonen, mirsen,

etilkavikol, dan eugenol yang berkhasiat mengatasi gangguan pencernaan seperti

radang lambung, muntah-muntah, perut kembung, mengobati demam, pilek, sakit

kepala dan menurunkan asam urat. Bioaktif alisin dalam bawang putih berkhasiat

untuk menurunkan kolesterol, tekanan darah tinggi, mencegah kanker,

menghambat penuaan, meningkatkan insulin dan meringankan tukak lambung

(Wijayakusuma, 2002).

Kandungan protein ledok mempunyai kualitas yang baik, karena ledok

terbuat dari kacang-kacangan dan biji-bijian seperti kacang tanah, kacang

tunggak dan jagung putih, sehingga menjamin kelengkapan asam amino. Lemak

yang terkandung dalam ledok merupakan asam lemak tidak jenuh yang berasal

dari kacang tanah, baik untuk kesehatan jantung. Kandungan karbohidratnya

merupakan karbohidrat kompleks, yaitu karbohidrat yang memiliki resiko

kegemukan kecil. Serat dalam ledok cukup tinggi sehingga baik untuk pencernaan

dan mencegah kanker kolon serta dapat menurunkan kolesterol. Vitamin yang

terdapat dalam ledok adalah vitamin A, B, C dan E, dan mineralnya adalah

kalsium dan fosfor yang cukup tinggi yang berasal dari kacang-kacangan.

Page 10: BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ledok · (1) bumbu dalam dan (2) bumbu luar. Bumbu dalam adalah bumbu yang dicampurkan ke dalam ledok menjelang ledok matang pada saat proses pembuatan

17

Disamping itu ledok juga mengandung mineral penting seperti selenium yang

berasal dari jagung putih dan bawang putih. Serat pangan termasuk zat non-gizi

yang mampu memerangi penyakit kanker serta menjaga kolesterol dan gula darah

agar tetap normal. Substitusi serat banyak digunakan dalam produk serealia yang

menjadi menu favorit di Negara Barat. Komoditi jagung termasuk tanaman

serealia yang banyak mengandung serat pangan menjadi salah satu bahan pangan

yang lagi populer diteliti potensi kandungan unsur pangan fungsionalnya (Suarni,

2009).

2.4 Serat Pangan

Serat pangan (dietary fiber) merupakan komponen dari jaringan tanaman

yang tahan terhadap proses hidrolisis oleh enzim dalam lambung dan usus kecil.

Serat tersebut banyak berasal dari dinding sel berbagai sayuran dan buah-buahan.

Secara kimia dinding sel tersebut terdiri dari beberapa jenis karbohidrat seperti

selulosa, hemiselulosa, pektin, dan nonkarbohidrat seperti polimer lignin,

beberapa gum, dan mucilage. Serat kasar (crude fiber) tidak identik dengan serat

pangan. Serat kasar adalah residu dari bahan pangan yang telah diperlakukan

dengan asam dan alkali mendidih. Serat pangan merupakan bagian dari

karbohidrat yang tidak dapat dicerna oleh enzim pencernaan (Winarno, 1997).

Selanjutnya menurut Linder (2010), serat pangan adalah bagian dari makanan

yang tidak dapat dicerna secara enzimatis sehingga tidak digolongkan sebagai

sumber zat makanan.

Menurut Kusharto (2006), serat yang terdapat pada sayuran dan buah

disebut serat kasar. Selain serat kasar, terdapat juga serat pangan yang tidak hanya

terdapat pada sayur dan buah tetapi juga terdapat pada makanan lain misalnya

Page 11: BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ledok · (1) bumbu dalam dan (2) bumbu luar. Bumbu dalam adalah bumbu yang dicampurkan ke dalam ledok menjelang ledok matang pada saat proses pembuatan

18

beras, kentang, kacang-kacangan dan umbi-umbian.Serat pangan mampu

membantu kesehatan pencernaan. Apabila asupan serat pangan ke dalam tubuh

kurang dari jumlah yang dibutuhkan maka kondisi ini akan dapat mempengaruhi

proses pengeluaran limbah pencernaan yang berasal dari usus halus menuju usus

besar. Konsumsi serat yang cukup dapat menghindari timbulnya beberapa

penyakit degeneratif seperti penyakit jantung, diabetes melitus dan penyakit lain

yang berhubungan dengan obesitas. Makanan yang mengandung banyak serat,

apabila dikonsumsi dapat mengontrol berat badan. Menu yang banyak serat akan

dapat membantu mengurangi konsumsi lemak dan gula yang berlebihan sebab

serat pangan dapat menimbulkan perasaan kenyang sehingga konsumsi makanan

dapat dikurangi.

Serat pangan memegang peran penting dalam memelihara kesehatan

individu. Oleh karena itu, serat pangan merupakan salah satu komponen pangan

fungsional yang dewasa ini mendapat perhatian masyarakat luas. Serat pangan

berbentuk karbohidrat kompleks yang banyak terdapat di dalam dinding sel

tumbuhan. Serat pangan tidak dapat dicerna dan diserap oleh saluran pencernaan

manusia, tetapi memiliki fungsi yang sangat penting bagi pemeliharaan kesehatan,

pencegahan berbagai penyakit, dan sebagai komponen penting dalam terapi gizi.

Komponen ini meliputi polisakarida yang tidak dapat dicerna, seperti selulosa,

hemiselulosa, oligosakarida, pektin, gum, dan waxes (Marsono, 2004; Astawan

dan Wresdiyati, 2004).

Serat pangan berdasarkan kelarutannya dalam air dibedakan atas : Serat

pangan total/Total Dietary Fiber (TDF) terdiri atas komponen serat pangan larut

air/Soluble Dietary Fiber(SDF) dan serat pangan tidak larut air/Insoluble Dietary

Page 12: BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ledok · (1) bumbu dalam dan (2) bumbu luar. Bumbu dalam adalah bumbu yang dicampurkan ke dalam ledok menjelang ledok matang pada saat proses pembuatan

19

Fiber(IDF). Serat pangan larut air (SDF)adalah serat yang dapat larut dalam air

hangat atau panas. Serat pangan larut cenderung bercampur dengan air

membentuk jaringan gel (seperti agar-agar)atau jaringan yang pekat, termasuk ke

dalamnya beberapa hemisellulosa, pektin, gum dan β-glukan. Serat pangan tidak

larut (IDF) adalah serat yang tidak dapat larut dalam air panas, yang termasuk

dalam kelompok ini adalah sellulosa, beberapa hemisellulosa dan lignin (Linder,

2010). Sumber utama serat pangan adalah sayur-sayuran, buah-buahan, biji-bijian

dan kacang-kacangan. Serat pangan merupakan bagian dari pangan fungsional

terutama fungsinya yang membantu mempertahankan kesehatan saluran

pencernaan. Konsumsi serat dalam jumlah tinggi akan memberi pertahanan pada

manusia terhadap timbulnya berbagai penyakit, misalnya kanker usus besar

(colon), divertikulasi, kardiovaskuler dan obesitas(Muchtadi, 2001b dan

Jatraningrum, 2012). Kebutuhan serat pangan dalam diet sehari-hari untuk orang

dewasa menurut ADA (American Dietetic Association) adalah 14 g/1000 kkal

atau 25 g/hari untuk wanita dan 38g/hari untuk laki-laki (Timm dan Slavin, 2008).

Kebutuhan serat pangan untuk orang Indonesia menurut Widya Nasional Pangan

dan Gizi (WNPG) VII tahun 2004 adalah sebesar 10-13 g/1000 kkal (Marsono,

2004).

Serat pangan tidak larut/Insoluble Dietary Fiber (IDF) bermanfaat dalam

mengatasi sembelit, mencegah kanker kolon dan mengontrol berat badan. Kanker

usus besar (kolon) disebabkan oleh kontak sel-sel mukosa usus besar dengan zat-

zat karsinogen, terutama jika kontak tersebut terjadi dalam waktu yang lama

dengan konsentrasi senyawa karsinogen yang tinggi. Senyawa karsinogen berasal

dari makanan yang mengandung prekursor. Di dalam sistem pencernaan, senyawa

Page 13: BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ledok · (1) bumbu dalam dan (2) bumbu luar. Bumbu dalam adalah bumbu yang dicampurkan ke dalam ledok menjelang ledok matang pada saat proses pembuatan

20

prekursor dapat dirubah menjadi senyawa-senyawa karsinogen oleh enzim

pencernaan dan aktivitas flora usus. Kontak senyawa karsinogen dengan sel usus,

dapat merubah sel-sel usus menjadi sel-sel kanker. Bila orang mengkonsumsi

makanan yang mengandung sedikit serat, maka feses yang terbentuk dalam usus

besarnya kecil-kecil dan teksturnya keras. Bentuk feses semacam ini,

menyebabkan konsentrasi zat karsinogenik yang mungkin ada di dalamnya pekat

atau konsentrasi tinggi (Winarno, 1997).

Peranan serat pangan dimulai dari pengeluaran saliva dimulut, penelanan,

pengosongan dan pengeluaran asam lambung, pencernaan di usus halus, sampai

usus besar. Konsumsi makanan dengan kandungan serat pangan tinggi akan

membutuhkan pengunyahan lebih lama di dalam mulut. Lamanya pengunyahan

berpengaruh terhadap keluarnya saliva yang dapat menetralkan asam sehingga

menghambat kerusakan gigi. Di dalam lambung, serat memiliki kemampuan

mengikat air dan membentuk gel. Gel yang terbentuk memiliki volume yang besar

namun kandungan energinya rendah sehingga menurunkan konsumsi energi. Di

dalam usus halus, serat mampu melapisi usus halus untuk menyerap glukosa dan

mengikat asam empedu sehingga memperlambat penyerapan lemak dan

kolesterol. Di dalam usus besar, serat dapat membentuk volume dan berat feces

yang akan mengurangi konstipasi dan mempercepat waktu transit makanan (Jahari

dan Sumarno, 2002).

Menurut Muchtadi (2001b), asupan serat yang berlebihan dapat

mengganggu penyerapan vitamin larut lemak (vitamin A, D, E dan K). Serat

pangan mempengaruhi bioavailabilitas (ketersediaan) vitamin-vitamin larut lemak

yaitu mempengaruhi pengikatan asam/garam empedu, yang berperan dalam

Page 14: BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ledok · (1) bumbu dalam dan (2) bumbu luar. Bumbu dalam adalah bumbu yang dicampurkan ke dalam ledok menjelang ledok matang pada saat proses pembuatan

21

pencernaan dan penyerapan lemak. Kalau lemak terhambat penyerapannya maka

vitamin yang larut lemak juga akan terhambat penyerapannya.

Peranan serat pangan di lihat dari fungsinya dibedakan atas viskositas dan

daya fermentasinya. Viskositas dari polisakarida dan kemampuannya membentuk

gel pada lambung menyebabkan penghambatan terhadap pengosongan lambung.

Dengan demikian makanan lebih lama dicerna dalam lambung dan lebih mudah

diterima di usus halus. Polisakarida yang membentuk gel (soluble viscous) akan

menghalangi penyerapan karbohidrat, protein, dan lemak sehingga memberikan

efek positif dalam tubuh yaitu meningkatkan glukosa tolerans (menjaga glukosa

darah rendah) dan menurunkan kadar kolesterol darah. Semakin viscous fiber

semakin tinggi pengaruhnya terhadap glukosa darah (sama efeknya dengan makan

sedikit beberapa kali dibanding makan yang banyak sekaligus). Serat juga

memiliki efek penurunan lipid pada penderita penyakit jantung koroner.

Beberapa viscous fiber dapat menurunkan kolesterol darah seperti gum, pektin

danproduk yang berasal dari kacang-kacangan (Rusilanti dan Kusharto, 2007).

Daya fermentasi serat pangan oleh bakteri kolon di dalam usus besar

tergantung dari jenis dan mikrofloranya. Serat difermentasi menjadi asam lemak

rantai pendek (seperti asetat, propionat, dan butirat) dan gas hidrogen (H2), CO2,

dan metan (CH4). Asam lemak rantai pendek ini berperan dalam mempengaruhi

pergerakan air dan elektrolit di dalam usus besar serta menyediakan energi dan

menstimulasi proliferasi sel. Asam ini dapat menghambat mobilisasi lemak dan

mengurangi glukoneogenesis sehingga berpengaruh pada pemakaian glukosa dan

sekresi insulin (Rusilanti dan Kusharto, 2007).

Page 15: BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ledok · (1) bumbu dalam dan (2) bumbu luar. Bumbu dalam adalah bumbu yang dicampurkan ke dalam ledok menjelang ledok matang pada saat proses pembuatan

22

Salah satu efek syaraf yang ditimbulkan oleh makanan adalah kepuasan

yaitu perasaan kenyang yang disebabkan oleh pembesaran lambung. Jumlah serat

yang banyak dapat mengganggu penyerapan mineral seperti kalsium, magnesium,

kalium, dan natrium. Bila serat mengalami fermentasi dengan sendirinya pH

menurun, bakteri yang sensitif terhadap pH seperti bakteri yang membentuk asam

empedu sekunder menjadi tidak aktif pada pH di bawah 6.5. Waktu transit

makanan di lambung 2-5 jam sedangkan di usus halus 3-6 jam. Adanya serat di

lambung akan memperlambat pengeluaran makanan ke usus halus sehingga

mengurangi penyerapan zat gizi melalui sel epitel. Waktu transit yang pendek,

menyebabkan kontak antara zat iritatif dengan mukosa kolorektal menjadi singkat

sehingga dapat mencegah terjadinya penyakit di kolon dan rektum (Kusharto,

2006).

Serat larut air cepat difermentasi oleh bakteri, sebaliknya serat tak larut air

tidak dapat difermentasi oleh bakteri sehingga membentuk massa feces (bulk)

yang akan menahan air sebanyak mungkin dan masa yang besar ini akan

menurunkan waktu transit. Serat tak larut bersifat higroskopis yaitu mampu

menahan air 20 kali dari beratnya seperti sellulosa, beberapa hemisellulosa dan

lignin. Serat yang berasal dari serealia (biji-bijian) umumnya bersifat tak larut air,

sedangkan serat yang bersumber dari sayur, buah dan kacang-kacangan cendrung

bersifat larut (Astawan et al., 2004).

2.5 Antioksidan

Antioksidan adalah senyawa yang mampu menghambat atau mencegah

oksidasi dengan cara membersihkan (scavenger) atau memperbaiki kerusakan

yang disebabkan oleh radikal bebas (Eberhardt, 2001). Senyawa ini mampu

Page 16: BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ledok · (1) bumbu dalam dan (2) bumbu luar. Bumbu dalam adalah bumbu yang dicampurkan ke dalam ledok menjelang ledok matang pada saat proses pembuatan

23

memperlambat atau menghambat oksidasi zat yang mudah teroksidasi meskipun

dalam konsentrasi rendah. Antioksidan adalah subtansi yang dapat menunda,

mencegah, menghilangkan kerusakan oksidatif pada molekul target, seperti

lemak, protein, dan DNA (Halliwell dan Gutteridge, 2000). Antioksidan berfungsi

sebagai senyawa yang melindungi sel dari efek berbahaya radikal bebas oksigen

reaktif jika berkaitan dengan penyakit, radikal bebas ini dapat berasal dari

metabolisme tubuh maupun faktor eksternal lainnya.

Radikal bebas adalah zat yang tidak stabil karena memiliki elektron yang

tidak berpasangan dan mencari pasangan elektron dalam makromolekul biologi.

Protein lipida dan DNA dari sel manusia yang sehat merupakan sumber pasangan

elektron yang baik. Kondisi oksidasi dapat menyebabkan kerusakan protein dan

DNA, kanker, penuaan, dan penyakit lainnya. Komponen kimia yang berperan

sebagai antioksidan adalah senyawa golongan fenolik dan polifenolik. Senyawa-

senyawa golongan tersebut banyak terdapat di alam, terutama terdapat pada

tumbuh-tumbuhan dan memiliki kemampuan untuk menangkap radikal bebas

(Schuler, 1990).

Antioksidan mempunyai fungsi penting pada sistem kekebalan, karena

sistem kekebalan menghasilkan radikal bebas. Jika tingkat radikal bebas dalam

sistem kekebalan melewati tingkat normal maka akan memberikan pengaruh

negatif pada sistem kekebalan. Senyawa antioksidan memegang peranan penting

dalam pertahanan tubuh terhadap pengaruh buruk yang disebabkan oleh radikal

bebas. Sebaliknya antioksidan mempunyai peran menangkap radikal bebas dalam

sel dan meningkatkan kekebalan (Salvayre et al., 2006 dan Siagian, 2012).

Page 17: BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ledok · (1) bumbu dalam dan (2) bumbu luar. Bumbu dalam adalah bumbu yang dicampurkan ke dalam ledok menjelang ledok matang pada saat proses pembuatan

24

Berdasarkan cara memperolehnya, antioksidan dibagi menjadi dua

kelompok, yaitu antioksidan alami dan antioksidan sintetik. Antioksidan alami

merupakan antioksidan yang diperoleh dari hasil ekstrak bahan alami.

Antioksidan alami dalam makanan dapat berasal dari (a) senyawa antioksidan

yang sudah ada dari satu atau dua komponen makanan, (b) senyawa antioksidan

yang terbentuk dari reaksi-reaksi selama proses pengolahan, (c) senyawa

antioksidan yang diisolasi dari sumber alami dan ditambahkan ke makanan

sebagai bahan tambahan pangan (Pratt dan Hudson,1990).

Senyawa antioksidan alami tumbuhan umumnya adalah senyawa fenolik

atau polifenolik. Senyawa antioksidan alami polifenolik adalah multi fungsional

dan dapat bereaksi sebagai: (a) pereduksi, (b) penangkap radikal bebas, (c)

pengkelat logam dan (d) peredam terbentuknya singlet oksigen. Senyawa fenol

cenderung larut dalam air, karena paling sering terdapat dalam bentuk senyawa

glukosida dan biasanya terdapat dalam rongga sel. Adanya ion logam, terutama

besi dan tembaga, dapat mendorong terjadinya oksidasi lemak. Ion-ion logam ini

seringkali diinaktivasi dengan penambahan senyawa pengkelat dapat juga disebut

bersifat sinergistik dengan antioksidan karena menaikkan efektivitas antioksidan

utamanya (Pratt dan Hudson, 1990).

Antioksidan sintetik merupakan antioksidan yang diperoleh dari hasil

sintesis reaksi kimia. Diantara beberapa contoh antioksidan sintetik yang diijinkan

untuk makanan, ada empat antioksidan yang penggunaannya meluas dan

menyebar di seluruh dunia, yaitu Butil Hidroksi Anisol (BHA), Butil Hidroksi

Toluen (BHT), propil galat, Tert-Butil Hidoksi Quinon (TBHQ) dan tokoferol.

Page 18: BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ledok · (1) bumbu dalam dan (2) bumbu luar. Bumbu dalam adalah bumbu yang dicampurkan ke dalam ledok menjelang ledok matang pada saat proses pembuatan

25

Senyawa-senyawa yang umumnya terkandung dalam antioksidan alami adalah

fenol, polifenol dan yang paling umum adalah flavonoid (flavonol, isoflavon,

katekin dan flavonon), turunan asam sinamat dan tokoferol (Winarsi, 2007 dan

Apriadi, 2011).

Berdasarkan sumbernya, antioksidan dibagi menjadi: antioksidan endogen

berasal dari dalam tubuh dan antioksidan eksogen berasal dari luar tubuh.

Antioksidan endogen merupakan antioksidan yang dapat disintesis oleh tubuh.

Contoh antioksidan endogen adalah superoksida dismutase (SOD), katalase dan

peroksidase. SOD merupakan salah satu jenis antioksidan endogen yang mampu

mengkatalis radikal bebas superoksida menjadi hydrogen peroksida, sehingga

SOD disebut sebagai scavenger atau pembersih superoksida. Katalase dapat

mengkatalisis berbagai peroksida dan radikal bebas menghasilkan oksigen dan air.

Antioksidan eksogen merupakan antioksidan yang diperoleh dari luar tubuh.

Antioksidan eksogen dapat diperoleh dari makanan sehari-hari yaitu sayur-

sayuran dan buah-buahan yang mengandung vitamin (vitamin A, C dan E) dan

mineral (Zn dan Se).Tubuh manusia menghasilkan senyawa antioksidan, tetapi

jumlahnya seringkali tidak mencukupi untuk menetralkan radikal bebas yang

masuk ke dalam tubuh. Kekurangan antioksidan dalam tubuh membutuhkan

asupan dari luar yang bisa diperoleh dari makanan yang dikonsumsi.

Keseimbangan antara antioksidan dan radikal bebas menjadi kunci utama

pencegahan stress oksidatif dan penyakit-penyakit kronis (Muchtadi, 2012).

Antioksidan berdasarkan mekanisme kerjanya, dibedakan menjadi

antioksidan primer yang dapat bereaksi dengan radikal bebas atau mengubahnya

menjadi produk yang stabil. Antioksidan sekunder atau antioksidan preventif

Page 19: BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ledok · (1) bumbu dalam dan (2) bumbu luar. Bumbu dalam adalah bumbu yang dicampurkan ke dalam ledok menjelang ledok matang pada saat proses pembuatan

26

dapat mengurangi laju awal reaksi antara lain, antioksidan yang berinteraksi

langsung dengan oksidan, radikal bebas, atau oksigen tunggal; mencegah

pembentukan jenis oksigen reaktif; mengubah jenis oksigen reaktif menjadi

kurang toksik; mencegah kemampuan oksigen reaktif; dan memperbaiki

kerusakan yang timbul.

Antioksidan primer berperan untuk mencegah pembentukan radikal bebas

baru dengan memutus reaksi berantai dan mengubahnya menjadi produk yang

lebih stabil. Contoh antioksidan primer, ialah enzim superoksida dimustase

(SOD), katalase, dan glutation dimustase. Antioksidan primer ini bekerja untuk

mencegah pembentukan senyawa radikal bebas baru, mengubah radikal bebas

yang ada menjadi molekul yang berkurang dampak negatifnya, sebelum radikal

bebas ini sempat bereaksi seperti enzim SOD yang berfungsi sebagai pelindung

hancurnya sel-sel dalam tubuh serta mencegah proses peradangan karena radikal

bebas. Enzim SOD sebenarnya sudah ada dalam tubuh kita namun bekerjanya

membutuhkan bantuan mineral seperti mangan, seng, selenium dan tembaga. Jika

ingin menghambat gejala dan penyakit degeneratif, mineral-mineral tersebut

hendaknya tersedia cukup dalam makanan yang dikonsumsi setiap hari (Winarsi,

2007).

Superoksida Dismutase (SOD) merupakan antioksidan alami berupa

enzim, yang berasal dari tubuh sendiri, mempunyai efek sangat kuat dan

merupakan pertahanan tubuh pertama dalam menghadapi serangan radikal bebas.

SOD bekerja memperkuat sistem internal untuk mengaktifkan dan

mengoptimalkan pertahanan tubuh alami. Semakin tinggi kadar SOD di dalam

tubuh semakin optimal pertahanan tubuh terhadap radikal bebas di seluruh sel

Page 20: BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ledok · (1) bumbu dalam dan (2) bumbu luar. Bumbu dalam adalah bumbu yang dicampurkan ke dalam ledok menjelang ledok matang pada saat proses pembuatan

27

dan organ tubuh. Antioksidan sekunder bekerja dengan cara meredam atau

menetralisir antioksidan yang sudah terbentuk, menangkap senyawa radikal serta

mencegah terjadinya reaksi berantai. Contoh antioksidan sekunder diantaranya

yaitu vitamin E, Vitamin C, dan ß-karoten. Radikal bebas akan segera bereaksi

dengan antioksidan membentuk molekul yang stabil dan tidak berbahaya dan

reaksipun berhenti sampai disini. Antioksidan cenderung bereaksi dengan radikal

bebas terlebih dahulu dibandingkan dengan molekul yang lain karena

antioksidan bersifat sangat mudah teroksidasi atau bersifat reduktor kuat

dibanding dengan molekul yang lain. Jadi keefektifan antioksidan tergantung

dari seberapa kuat daya oksidasinya dibanding dengan molekul yang lain.

Antioksidan berdasarkan fungsinya dibagi menjadi empat yaitu

antioksidan primer, sekunder, tersier dan oxygen scavenger. Antioksidan primer

adalah antioksidan yang berfungsi untuk mencegah terbentuknya radikal bebas

baru. Contoh antioksidan primer adalah enzim superoksida dismutase (SOD).

Antioksidan sekunder adalah senyawa penangkap radikal bebas yang mampu

mencegah terjadinya reaksi berantai sehingga tidak terjadi kerusakan yang lebih

hebat. Contoh antioksidan sekunder adalah vitamin C, vitamin, E dan β-karoten.

Antioksidan tersier merupakan senyawa yang dapat memperbaiki kerusakan sel

atau jaringan yang disebabkan oleh radikal bebas. Contoh dari antioksidan tersier

adalah metionin sulfoksidan reduktase yang dapat memperbaiki DNA dalam sel.

Oxygen scavenger adalah antioksidan yang dapat mengikat oksigen sehingga

tidak mendukung kelangsungan reaksi oksidasi oleh radikal bebas, contohnya

adalah vitamin C (Winarsi, 2007).

Page 21: BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ledok · (1) bumbu dalam dan (2) bumbu luar. Bumbu dalam adalah bumbu yang dicampurkan ke dalam ledok menjelang ledok matang pada saat proses pembuatan

28

Kapasitas antioksidan umumnya ditentukan dengan cara membandingkan

sampel dengan satandar antioksidan murni seperti asam galat, vitamin C, analog

vitamin E yang larut air (trolox) atau dengan vitamin A, tergantung jenis sampel

dan antioksidan dominan yang terkandung didalam sampel. Satuan yang

digunakan untuk menyatakan besarnya kapasitas antioksidan adalah gallic acid

equivalent antioxidant capacity (GAEAC), ascobic acids equivalent antioxidant

capacity (AAEAC) atau trolox eqivalent antioxidant capacity (TEAC)(Yoga,

2018). Kapasitas antioksidan dan aktivitas antioksidan dua istilah yang sama-sama

menunjukkan respon mereduksi radikal bebas. Kapasitas antioksidan dihitung

umumnya pada sampel ekstrak kasar dengan komponen kimia yang komplek, dan

menggunakan standar sebagai pembanding, sedangkan aktivitas antioksidan

digunakan pada sampel dengan senyawa tunggal untuk mengetahui efektivitasnya

dalam menangkal radikal bebas yang umumnya dihitung persen daya hambat

/inhibitory concentration (IC 50%). Menurut Molyneux (2004), yang mereaksikan

radikal bebas DPPH 0,1 mM dengan sampel dengan rasio 1:3, mengklasifikasikan

suatu senyawa memiliki aktivitas antioksidan sangat kuat, kuat, lemah dan sangat

lemah berdasarkan nilai IC 50% seperti terlihat pada Tabel 2.2.

Tabel 2.2 Nilai IC 50% dan katagori antioksidan (Molyneux, 2004)

Nilai IC 50% (ppm) Katagori Antioksidan

IC 50% > 200 Sangat lemah

150 < IC 50% < 200 Lemah

100 < IC 50% < 150 Sedang

50 < IC 50% < 100 Kuat

IC 50% < 50 Sangat kuat

Page 22: BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ledok · (1) bumbu dalam dan (2) bumbu luar. Bumbu dalam adalah bumbu yang dicampurkan ke dalam ledok menjelang ledok matang pada saat proses pembuatan

29

2.6 Indeks Glikemik

Indeks glikemik (IG) merupakan indeks pangan menurut efeknya dalam

meningkatkan kadar gula darah. Pangan yang mempunyai IG tinggi bila

dikonsumsi akan meningkatkan kadar gula darah dengan cepat dan puncak kadar

gula darah tinggi. Sebaliknya, konsumsi pangan yang mempunyai IG rendah

akan menyebabkan peningkatan kadar gula darah berlangsung lambat dengan

puncak kadar gulanya rendah. Kadar gula darah dalam keadaan normal adalah

70-110 mg/100 ml darah. Kadar ini meningkat setelah makan, kemudian

menurun secara perlahan mencapai kadar pada waktu puasa yang ditandai

dengan munculnya rasa lapar. Di dalam tubuh pankreas memproduksi hormon

insulin dan glukagon untuk menjaga kadar gula darah tetap dalam keadaan

normal. Keadaan hiperglikemia (kadar glukosa darah tinggi) terjadi bila kadar

gula darah melebihi 160 mg/100 ml darah, sedangkan hipoglikemia (kadar gula

darah rendah) terjadi bila kadar gula darah kurang dari 60 mg/100 ml darah

(Widowati, 2007; Rimbawan dan Siagian, 2004).

Indeks glikemik (IG) pangan menggunakan glukosa murni sebagai

pembanding (IG glukosa murni adalah 100). IG dapat didefinisikan sebagai ratio

antara luas kurva respon glukosa makanan yang mengandung karbohidrat total

setara 50 gram gula terhadap luas kurva respon glukosa setelah makan 50 gram

glukosa murni, pada hari yang berbeda dan orang yang sama. Ke dua tes tersebut

dilakukan pada pagi hari setelah puasa 10 jam dan penentuan kadar gula

ditentukan selama 2 jam. Glukosa sebagai standar (nilai 100) dan nilai makanan

yang diuji merupakan persen terhadap standar tersebut (Saputra, 2008).

Page 23: BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ledok · (1) bumbu dalam dan (2) bumbu luar. Bumbu dalam adalah bumbu yang dicampurkan ke dalam ledok menjelang ledok matang pada saat proses pembuatan

30

Menurut Foster-Powell et al (2002), bahan pangan dapat diklasifikasikan

berdasarkan nilai IG yaitu: bahan pangan nilai IG rendah (< 55), bahan pangan

dengan nilai IG sedang (55-69) dan bahan pangan dengan nilai IG tinggi (>70).

Pangan yang memiliki IG rendah akan dicerna dan diubah menjadi glukosa

secara bertahap dan perlahan-lahan, sehingga puncak kadar gula darah rendah.

Sebaliknya, pangan dengan IG tinggi bila dikonsumsi akan segera dikonversi

menjadi energi (Widowati, 2007).

Pangan yang menaikan kadar gula darah dengan cepat memiliki IG

tinggi. Sebaliknya, pangan yang menaikkan kadar gula darah dengan lambat

memiliki IG rendah. Karbohidrat yang lambat diserap menghasilkan kadar

glukosa darah yang rendah dan berpotensi mengendalikan kadar glukosa darah.

Serat pangan dapat bertindak sebagai penghambat fisik pada proses pencernaan,

sehingga IG bahan pangan yang mengandung serat cenderung lebih rendah.

Serat pangan memperlambat laju makanan pada saluran pencernaan dan

menghambat pergerakan enzim, proses pencernaan menjadi lambat sehingga

respon glukosa darah juga rendah (Rimbawan dan Siagian 2004).

Pengenalan karbohidrat berdasarkan efeknya terhadap kadar gula darah

dan respon insulin (berdasarkan IG-nya) berguna sebagai acuan dalam

menentukan jumlah dan jenis pangan sumber karbohidrat yang tepat untuk

meningkatkan dan menjaga kesehatan. Makanan yang memiliki IG rendah

membantu orang untuk mengendalikan rasa lapar, selera makan dan kadar gula

darah. Pangan IG rendah akan dicerna dan diubah menjadi glukosa secara

bertahap dan perlahan-lahan, sehingga puncak kadar gula darah juga akan rendah

(Widowati, 2007).

Page 24: BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ledok · (1) bumbu dalam dan (2) bumbu luar. Bumbu dalam adalah bumbu yang dicampurkan ke dalam ledok menjelang ledok matang pada saat proses pembuatan

31

2.7 Rumput Laut

Rumput laut merupakan tanaman tingkat rendah yang tidak memiliki

perbedaan susunan kerangka seperti akar, batang dan daun tetapi sesungguhnya

merupakan bentuk thallus. Rumput laut termasuk kelompok alga (ganggang).

Alga yang ada di perairan Indonesia, khususnya pantai pulau Bali ada empat

kelompok besar yaitu : alga merah (Rhodophyceae), alga coklat (Phaeophyceae),

alga hijau (Chlorophyceae) dan alga biru-hijau (Cyanophyceae), akan tetapi tidak

semua dari spesies tersebut dibudidayakan. Spesies yang telah banyak

dikembangkan yaitu dari jenis Eucheuma cottoni, Eucheuma spinosum dan

Gracilaria, sp (Glickskmans, 1983 dan Aslan, 1998).

Menurut Herpandi et al. (2006) perbedaan spesies, tempat hidup dan

umur panen dari rumput laut akan mempengaruhi komposisi gizi rumput laut.

Perbedaan komposisi ini kemungkinan akan mempengaruhi efek biologisnya di

dalam tubuh. Rumput laut dapat dijadikan sebagai sumber gizi karena umumnya

mengandung karbohidrat, protein, sedikit lemak dan abu yang sebagian besar

dalam bentuk garam natrium dan kalium (Winarno, 1996 dan Aslan, 1998).

Rumput laut merupakan salah satu jenis bahan pangan yang mengandung

serat tinggi. Kandungan serat dan nutrisinya bermanfaat sebagai antioksidan, anti

tumor dan berperan pada metabolisme lemak. Serat pada rumput laut bersifat

mengenyangkan dan memperlancar proses metabolisme tubuh, sehingga sangat

baik dikonsumsi penderita obesitas. Di samping mengandung berbagai macam

nutrisi penting, rumput laut juga mengandung senyawa bioaktif yang sangat

bermanfaat bagi kesehatan (MacArtain et al., 2007). Kandungan seratnya yang

tinggi yaitu berkisar antara 25 – 75 % sangat berguna terutama bagi penderita

Page 25: BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ledok · (1) bumbu dalam dan (2) bumbu luar. Bumbu dalam adalah bumbu yang dicampurkan ke dalam ledok menjelang ledok matang pada saat proses pembuatan

32

hiperlipidemia, meningkatkan HDL kolesterol dan meningkatkan aktivitas enzim

antioksidan (Lahaye, 1991; Murata et al., 1999 dan Dawezynski et al, 2007).

Komposisi utama pada rumput laut adalah karbohidrat yang sebagian

besar berupa gum yaitu polimer polisakarida yang berbentuk serat sehingga hanya

sebagian kecil saja yang dapat diserap dalam sistem pencernaan. Rumput laut

warna coklat Undaria pinnatifida (wakame) mengandung sejumlah vitamin,

mineral dan serat yang mampu meningkatkan aktivitas enzim-enzim pada jalur β-

oksidasi sehingga sangat baik digunakan untuk mencegah hiperlipidemia.

Mengkonsumsi wakame yang dikombinasikan dengan minyak ikan dapat

menurunkan konsentrasi trigliserida di dalam serum darah dan liver sehingga

sangat baik bagi penderita hypertriacylglycerolemia (Murata et al., (1999) dan

Murata et al.,(2002).

Rumput laut mengandung polisakarida seperti alginat dari rumput laut

warna coklat, karagenan dan agar dari rumput laut warna merah (Anggadiredja et

al., 2002). Kandungan polisakarida yang terdapat pada rumput laut berperan

menurunkan kadar lemak dalam darah dan kolesterol serta memperlancar

pencernaan makanan. Komponen polisakarida ini dapat mengatur asupan gula di

dalam tubuh sehingga mampu mengendalikan tubuh dari penyakit diabetes.

Beberapa aktivitas biologis penting lainnya di bidang kesehatan seperti

antikoagulan, antikanker, antiperadangan dan antiproliferatif (Burtin, 2003).

Polisakarida yang dihasilkan melalui ekstraksi rumput laut mampu membentuk

gel sehingga banyak dimanfaatkan sebagai bahan pengental (emulsifier), penstabil

makanan yang dihasilkan dari rumput laut jenis alga merah (Raven et al, 1986).

Page 26: BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ledok · (1) bumbu dalam dan (2) bumbu luar. Bumbu dalam adalah bumbu yang dicampurkan ke dalam ledok menjelang ledok matang pada saat proses pembuatan

33

Spesies rumput laut yang potensial untuk dikembangkan karena

mempunyai nilai ekonomis tinggi dan telah banyak dibudidayakan oleh petani

lokal yaitu Eucheuma cottoni, Eucheuma spinosum dan Gracilaria, sp.

(Herpandi et al., 2006). Rumput laut warna merah dan coklat menghasilkan

hidrokoloid seperti agar, karagenan dan alginat yang dapat digunakan sebagai

pengental dan pembuat gel dalam industri pangan. Selanjutnya menurut

MacArtain et al. (2007), spesies E. cottoni, Gelidium sp. dan Sargasum sp.

memiliki kandungan serat berturut-turut 64,43 %, 53,05 % dan 56 %. Perbedaan

kandungan dan komposisi serat ini juga menyebabkan spesies E. cottoni bersifat

lebih hipokolesterolemik dibandingkan spesies lainnya. Komposisi kimia rumput

laut E.cottonii, E. spinosum dan Gracilaria sp. disajikan pada Tabel 2.3.

Tabel 2.3

Komposisi kimia rumput laut E.cottonii, E. spinosum dan Gracilaria sp.

Komposisi kimia

E.cottonii

(%)1)

E. spinosum

(%) 2)

Gracilaria p.

(%)3)

Air 76,15±0,23 19,55±0,49 88,65

Abu 5,62±0,12 18,70±0,55 17,09 (%bk)

Protein 2,32±0,05 4,85±0,62 16,83(%bk)

Lemak 0,11±0,02 0,1±0,02 3,17(%bk)

Karbohidrat 15,8±0,70 56,80 62,91(%bk)

Serat kasar 1,10(%bk)

Serat pangan total 11,20

Iodium 54,27(ppm, bk)

Keterangan :

1). Maharany, et al. (2017); 2). Diharmi, et al. (2011); 3). Princestasari dan

Amalia (2015)

Page 27: BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ledok · (1) bumbu dalam dan (2) bumbu luar. Bumbu dalam adalah bumbu yang dicampurkan ke dalam ledok menjelang ledok matang pada saat proses pembuatan

34

Menurut Astawan et al.(2004), kadar protein dan abu rumput laut

bervariasi antara satu daerah dengan daerah lainnya karena dipengaruhi oleh

habitat dan variasi individu dari rumput laut. Kualitas rumput laut dipengaruhi

oleh faktor lingkungan seperti cahaya, umur panen, suhu, musim, kadar garam,

gerakan air dan unsur hara. Habitat rumput laut ini dapat mempengaruhi proses

fotositesis yang secara langsung akan mempengaruhi kadar karbohidrat, protein,

lemak dan serat kasar (Ito dan Hori, 1989). Penelitian Chaidir (2007),

menunjukkan bahwa rumput laut Gracilaria,sp mengandung iodium 29,94 ppm

(%bk) dan serat pangan 9,76%.