bab ii tinjauan pustaka 2.1 landasan teori 2.1.1...
TRANSCRIPT
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori
2.1.1 Pengertian Kualitas
Dalam membeli suatu produk konsumen selalu berharap agar barang yang
dibelinya dapat memuaskan segala keinginan dan kebutuhannya. Untuk itu
perusahaan harus dapat memahami keinginan konsumen, sehingga perusahaan
dapat menciptakan produk yang sesuai dengan harapan konsumen. Kualitas produk
yang baik merupakan harapan konsumen yang harus dipenuhi oleh perusahaan,
karena kualitas produk yang baik merupakan kunci perkembangan produktivitas
perusahaan.
Adapun yang dimaksud dengan kualitas menurut Sofjan Assauri adalah faktor-
faktor yang terdapat dalam suatu barang atau hasil yang menyebabkan barang atau
hasil tersebut sesuai dengan tujuan untuk apa barang atau hasil itu dimaksudkan
atau dibutuhkan. Dalam bukunya Total Quality Manajemen Fandy Tjiptono dan
Anastasia Diana (2003:4) menyebutkan “ Kualitas adalah suatu kondisi dinamis
yang berhubungan dengan produk, jasa, manusia, proses, dan lingkungan yang
memenuhi atau melebihi harapan “. Sedangkan yang dikemukakan Vincent
Gaspersz (2005:5) “ Kualitas adalah totalitas dari karakteristik suatu produk yang
menunjang kemampuannya untuk memuaskan kebutuhan yang dispesifikasikan
atau diterapkan “.
2.1.2 Pengertian Pengendalian Kualitas
Pada suatu perusahaan pengendalian kalitas sangat penting karena hal ini
menentukan produk yang dihasilkan sesuai dengan standar kualitas perusahaan
atau tidak. Pengertian pengendalian kualitas menurut Jeff Madura adalah ”
Pengendalian kualitas adalah proses untuk menentukan apakah kualitas produk/jasa
memenuhi tingkat kualitas yang diharapkan dan mengidentifikasi perbaikan yang
perlu dilakukan pada proses produksi ”. Sedangkan menurut Sofjan Assauri dalam
bukunya Manajemen Produksi dan Operasi (2004:210) mengemukakan bahwa “
Pengendalian kualitas adalah kegiatan memastikan apakah kebijakan dalam hal
kualitas ( standar ) dapat tercermin dalam hasil akhir, atau dengan kata lain usaha
untuk mempertahankan mutu atau kualitas dari barang-barang yang dihasilkan agar
sesuai dengan spesifikasi produk yang telah ditetapkan berdasarkan kebijakan
pimpinan “. Pendapat dari Suyadi Prawirosentono pengendalian kualitas adalah
kegiatan terpadu mulai dari pengendalian standar kualitas bahan, standar proses
produksi, barang setengah jadi, barang jadi, sampai standar pengiriman produk
akhir ke konsumen, agar barang ( jasa ) yang dihasilkan sesuai dengan spesifikasi
kualitas yang direncanakan “.
Pelaksanaan pengendalian kualitas dilaksanakan oleh operator dan leader pada
masing-masing departemen. Pada pelaksanaan pengendalian kualitas semua produk
dicek menurut standar, dan semua penyimpangan-penyimpangan dalam hal ini
digunakan sebagai umpan balik sehingga dapat dilakukan tindakan perbaikan untuk
produksi di masa yang akan datang.
2.1.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kualitas
Kualitas dipengaruhi oleh faktor yang akan menentukan bahwa suatu barang
dapat memenuhi tujuannya. Menurut Sofjan Assauri (2004: 206) mengemukakan
bahwa tingkat kualitas ditentukan oleh beberapa faktor, antara lain:
a. Fungsi Suatu Barang
Kualitas yang hendak dicapai sesuai dengan fungsi untuk apa barang tersebut
digunakan atau dibutuhkan tercermin pada spesifikasi dari barang tersebut
seperti tahan lamanya, kegunaannya, berat, bunyi, mudah atau tidaknya
perawatan dan kepercayaannya.
b. Wujud Luar
Salah satu faktor yang penting dan sering dipergunakan oleh konsumen
dalam melihat suatu barang pertama kalinya, untuk menentukan kualitas
barang tersebut, adalah wujud luar barang itu. Faktor wujud luar yang
terdapat pada suatu barang tidak hanya terlihat dari bentuk, tetapi juga dari
warna, susunan dan hal-hal lainnya.
c. Biaya Barang Tersebut
Umumnya biaya dan harga suatu barang akan menentukan kualitas barang
tersebut. Hal ini terlihat dari barang-barang yang mempunyai biaya atau
harga yang mahal, dapat menunujukan bahwa kualitas barang tersebut relatif
lebih baik.
2.1.4 Ruang Lingkup Pengendalian Kualitas
Menurut Sofjan Assauri (2004:210) secara garis besar pengendalian kualitas
dikelompokan dalam dua tingkatan, yaitu :
a. Pengendalian Selama Pengolahan (Proses)
Pengendalian harus dilakukan secara beraturan dan teratur. Pengendalian
dilakukan hanya terhadap bagian dari proses mungkin tidak ada artinya bila
tidak diikuti dengan pengendalian pada bagian lain. Pengendalian ini
termasuk juga pengendalian atas bahan-bahan yang digunakan untuk proses.
b. Pengendalian Atas Hasil yang Telah Diselesaikan
Meskipun telah diadakannya pengendalian kualitas selama proses tidak
menjamin bahwa tidak ada hasil produksi yang rusak atau kurang baik.
Untuk menjaga agar barang-barang yang dihasilkan cukup baik sampai ke
konsumen maka diperlukan adanya pengendalian atas barang hasil produksi.
2.1.5 Perspektif Terhadap Kualitas
Beraneka ragamnya definisi mengenai kualitas ini dikarenakan perpedaan
perspektif atau pandangan yang digunakan. David Garvin mengidentifikasikan
lima alternatif perspektif kualitas yang biasa digunakan ( Fandy Tjiptono : 2000,
24-26 ) yaitu :
a. Transcedental Approach
Kualitas dalam pendekatan ini dapat dirasakan atau diketahui, tetapi sulit
didefinisikan dan dioperasionalkan. Dengan demikian fungsi perencanaan,
produksi, dan pelayanan suatu perusahaan sulit sekali menggunakan definisi
seperti ini sebagai dasar manajemen kualitas.
b. Produck-based Aproach
Pendekatan ini menganggap kualitas ini sebagai karakteristik atau atribut
yang dimiliki produk. Karena pandangan ini sangat objektif, maka tidak
dapat menjelaskan perbedaan dalam selera, kebutuhan, dan preferensi
individual.
c. User-based Approach
Pendekatan didasarkan pada pemikiran bahwa kualitas tergantung pada orang
yang memandangnya, dan produk yang paling memuaskan preferensi
seseorang ( misalnya perceived quality ) merupakan produk yang berkualitas
paling tinggi. Perspektif yang subjektif dan demand-oriented ini juga
menyatakan bahwa konsumen yang berbeda memiliki kebutuhan dan
keinginan yang berbeda pula, sehingga kualitas bagi seseorang adalah sama
dengan kepuasan maksimum yang dirasakannya.
d. Manufacturing-based Approach
Perspektif ini bersifat supply-based dan terutama memperhatikan praktik-
praktik perekayasaan serta mendefinisikan kualitas sebagai sama dengan
persyaratannya ( conformance to requirements ). Dalam sektor jasa, dapat
dikatakan bahwa kualitasnya bersifat operation-driven. Pendekatan ini
berfokus pada penyesuaian spesifikasi yang dikembangkan secara internal,
yang seringkali didorong oleh tujuan peningkatan produktivitas dan
penekanan biaya. Jadi yang menentukan kualitas adalah standar-standar yang
ditetapkan perusahaan, bukan konsumen yang menggunakannya.
e. Value-based Approach
Pendekatan ini memandang kualitas dari segi nilai dan harga. Dengan
mempertimbangkan trade-off antara kinerja dan harga, kualitas didefinisikan
sebagai ” affordable exellence ”. Kualitas dalam perspektif ini bersifat
relatif, sehingga produk yang memiliki kualitas paling tinggi belum tentu
produk yang paling bernilai. Akan tetapi yang paling bernilai adalah produk
atau jasa yang paling tepat dibeli ( best-buy ).
2.1.6 Dimensi Kualitas
Ada delapan dimensi kualitas menurut Vincent Gaspersz (2005: 37) yang dapat
digunakan sebagai dasar perencanaan strategis dan analisis, terutama untuk produk
manufaktur. Dimensi-dimensi tersebut adalah:
a. Kinerja (performance), yaitu karakteristik operasi pokok dari produk inti.
b. Ciri-ciri atau keistimewaan tambahan (features), yaitu karakteristik
sekunder atau pelengkap.
c. Kehandalan (reliability), yaitu kemungkinan kecil akan mengalami
kerusakan atau gagal pakai.
d. Kesesuaian dengan spesifikasi (conformance to specification), yaitu sejauh
mana karakteristik desain dan operasi memenuhi standar-standar yang telah
ditetapkan sebelumnya.
e. Daya tahan (durability), yaitu berkaitan dengan berapa lama produk
tersebut dapat terus digunakan.
f. Serviceability, meliputi kecepatan, kompetensi, kenyamanan, mudah
direparasi, penanganan keluhan yang memuaskan.
g. Estetika, yaitu daya tarik produk terhadap panca indera.
Kualitas yang dipersepsikan (perceived quality), yaitu citra dan reputasi
produk serta tanggung jawab perusahaan terhadapnya.
2.1.7 Organisasi Pengendalian Kualitas
Menurut Sofjan Assauri dalam bukunya Manajemen Produksi (2004:211)
berpendapat bahwa pengendalian kualitas merupakan salah satu fungsi yang
penting dari suatu perusahaan, sehingga kegiatan ini ditangani oleh bagian
pengendalian kualitas yang ada di perusahaan itu. Tugas dari bagian pengendalian
kualitas itu sendiri adalah menyelenggarakan atau melihat kegiatan atau hasil yang
dikerjakan serta mengumpulkan dan menyalurkan kembali keterangan-keterangan
yang dikumpulkan selama pekerjaan itu sesudah dianalisa. Tugas-tugas ini
meliputi :
a. Pengendalian atas penerimaan dari bahan-bahan yang masuk.
b. Pengendalian atas kegiatan di bermacam-macam tingkat proses dan diantara
tingkat-tingkat proses jika perlu.
c. Pengendalian terakhir atas produk-produk hasil sebelum dikirimkan kepada
langganan.
d. Test-test dari para pemakai.
e. Penyelidikan atas sebab-sebab kesalahan yang timbul selama pembuatan.
2.1.8 Maksud dan Tujuan Pengendalian Kualitas
Menurut Sofjan Assauri dalam bukunya yang berjudul Manajemen produksi
(2004:210) bahwa maksud dari pengendalian kualitas adalah agar spesifikasi
produk yang telah ditetapkan sebagai standar dapat tercermin dalam produk atau
hasil akhir.
Secara terperinci dapat dikatakan bahwa tujuan dari pengendalian kualitas adalah :
a. Agar produk hasil produksi dapat mencapai standar mutu yang ditetapkan.
b. Mengusahakan agar biaya inspeksi dapat menjadi sekecil mungkin.
c. Mengusahakan agar biaya design dari produk dan proses dengan
menggunakan kualitas produksi tertentu dapat menjadi sekecil mungkin.
d. mengusahakan agar biaya produksi dapat menjadi serendah mungkin.
2.1.9 Hal-hal yang Mempengaruhi Derajat Pengendalian Kualitas
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi derajat atau tingkat pengendalian
kualitas produk menurut Sofjan Assauri (2004:212) adalah sebagai berikut :
a. Kemampuan proses
Batas-batas yang ingin dicapai harus disesuaikan dengan kemampuan proses
yang ada, tidak akan ada gunanya mencoba mengendalikan suatu proses dalam
batas-batas yang melebihi kemampuan proses yang ada.
b. Spesifikasi yang berlaku
Spesifikasi dari hasil produksi yang ingin dicapai harus dapat berlaku, bila
ditinjau dari segi kemampuan proses dan keinginan atau kebutuhan konsumen
yang ingin dicapai dari hasil produksi tersebut. Dalam hal ini harus dapat
dipastikan apakah spesifikasi yang ditentukan tersebut dapat berlaku, sebelum
pengendalian kualitas pada proses dapat dimulai.
c. Apkiran yang dapat diterima
Tujuan untuk mengendalikan suatu proses adalah untuk dapat mengurangi
bahan-bahan di bawah standar, sehingga menjadi seminimum mungkin. Derajat
atau tingkat pengendalian kualitas yang dilakukan akan tergantung pada
banyaknya bahan/barang yang berada di bawah standar atau apkiran yang dapat
diterima. Banyaknya produk yang dinyatakan rusak ( salah ), yang dapat
diterima harus ditentukan dan disetujui sebelumnya.
d. Ekonomisnya kegiatan produksi
Ekonomis atau efisiennya suatu kegiatan produksi tergantung pada seluruh
proses yang ada di dalamnya. Sesuatu yang sama dapat dihasilkan dengan
macam-macam proses, dengan biaya produksi yang berbeda-beda, dan jumlah
barang-barang yang terbuang atau apkiran yang berbeda. Tidaklah selalu
ekonomis untuk memilih proses dengan jumlah barang-barang apkiran yang
sedikit, karena biaya untuk pengerjaan atau processing lebih lanjut akan
mungkin lebih mahal ( melebihi biaya-biaya yang telah dihemat ).
2.1.10 Teknik Pengendalian Kualitas
Menurut Sofjan Assauri dalam bukunya Manajemen Produksi dan Operasi
(2004:218) ada tiga cara yang dapat dilakukan untuk mengadakan pengendalian
kualitas :
A. Inspeksi ( inspect )
Inspeksi dilakukan untuk melihat dimana barang yang diproduksi
mempunyai kualitas yang dikehendaki. Caranya dengan melakukan
pengukuran dan sampel yang telah diambil.
1. Cara pemeriksaan
a) Attributes
Pemeriksaan karakteristik yang bersifat kualitatif pengelompokan
sesuai standar dengan produk yang cacat.
b) Variabel-variabel
Pemeriksaan secara variabel berarti bahwa karakteristik diukur
secara kualitatif.
2. Jenis sampel
a) Single sampling
Sampel diambil dari sejumlah barang yang diambil secara acak
dari kumpulan produk akhir.
b) Double sampling
Pengambilan sampling dengan 2 tingkatan apabila sampel pertama
rusak melebihi standar yang ditentukan oleh perusahaan maka
dilakukan pengambilan sampel lagi. Sampel kedua merupakan
yang menentukan apakah produk tersebut diterima atau tidak.
B. Pemberian Keterangan
Keterangan-keterangan yang diperoleh selama inspeksi diteruskan ke
bagian lain yang bersangkutan. Keterangan yang diberikan dapat berupa
ringkasan, catatan, demonstrasi atau pemberian komentar, tindakan atau
peringatan.
C. Penyelidikan
Kegiatan penyelidikan membutuhkan penganalisaan catatan ( biasanya
tentang pengendalian ), yang hasilnya dapat digunakan untuk menentukan
kebijakan perusahaan dalam pengendalian kualitas produk.
2.1.11 Pengertian Produk, Produk cacat, Produk Rusak
Produk merupakan sesuatu yang dapat dirasakan manfaatnya oleh konsumen
untuk memenuhi kebutuhannya. Perusahaan dituntut untuk menciptakan suatu
produk yang sesuai dengan permintaan konsumen. Pengertian produk menurut
Agus Ahyari (2001:7) “Produk adalah hasil dari kegiatan produksi yang
mempunyai wujud tertentu, mempunyai sifat-sifat fisik dan kimia tertentu”.
Menurut Philip Kotler dalam bukunya manajemen pemasaran (2002:448) “Produk
adalah segala sesuatu yang dapat ditawarkan ke suatu pasar untuk memenuhi
kebutuhan atau keinginan”.
Philip Kotler dalam bukunya Manajemen Pemasaran (2002:451-453)
mengklasifikasikan produk menjadi 3 macam berdasarkan karakteristik produk
tersebut, yaitu :
a. Daya tahan dan keberwujudan
Produk dapat diklasifikasikan ke dalam 3 kelompok menurut daya tahan dan
wujudnya, yaitu :
1) Barang yang tidak tahan lama (non durable goods), yaitu barang
berwujud yang biasanya dikonsumsi dalam satu atau beberapa kali
penggunaan, misalnya makanan, sabun, bir, minyak tanah, kertas tisu, dan
sebagainya.
2) Barang tahan lama (durable goods), yaitu barang berwujud yang biasanya
dapat digunakan berkali-kali, contohnya seperti meja, kursi, mobil, mesin,
pakaian, dan sebagainya.
3) Jasa (service), jasa bersifat tidak berwujud, tidak dapat dipisahkan, dan
mudah habis, contohnya mencakup potongan rambut, reparasi.
b. Klasifikasi Barang Konsumen
Produk dapat diklasifikasikan menjadi 4 macam :
1) Barang Convinience, adalah barang-barang yang biasanya sering dibeli
konsumen, segera dan dengan usaha minimum, contohnya meliputi
produk tembakau surat kabar, sabun.
2) Barang Shopping, merupakan barang-barang yang karakteristiknya
dibandingkan, berdasarkan kesesuaian, kualitas, harga dan gaya dalam
proses pemilihan, dan pembelian, contohnya meliputi meja, kursi,
pakaian, peralatan rumah tangga.
3) Barang Khusus (Special goods), adalah barang-barang dengan
karakteristik unik atau identifikasi merek dimana untuk memperoleh
barang-barang itu sekelompok pembeli yang cukup besar bersedia
melakukan usaha khusus untuk membelinya, contohnya meliputi merek
dan jenis barang mewah, mobil, komponen stereo.
4) Barang unsought, adalah barang-barang yang tidak diketahui konsumen
atau diketahui namun secara normal konsumen tidak berfikir untuk
membelinya, contohnya detektor asap, pengolah makanan, batu nisan,
tanah kuburan, ensiklopedia.
c. Klasifikasi Barang Industri
Barang industri dapat diklasifikasikan berdasarkan cara barang itu memasuki
proses produksi dan harga relatifnya, yaitu :
1) Barang baku dan suku cadang (material and part), adalah barang-barang
yang sepenuhnya memasuki produk yang dihasilkan. Barang-barang itu
terbagi menjadi dua kelas, yaitu :
a) Bahan mentah, yaitu produk pertanian (misalnya gandum, kapas,
ternak, buah, dan sayuran) dan produk alam (misalnya ikan, kayu,
minyak mentah, biji besi).
b) Bahan baku dan suku cadang hasil manufaktur, yaitu bahan baku
komponen (misalnya besi, benang semen, semen, kabel) dan suku
cadang komponen (misalnya motor kecil, ban, cetakan).
2) Barang Modal (capital items) adalah barang-barang tahan lama yang
memudahkan pengembangan atau pengolahan produk akhir, meliputi
instalasi dan peralatan.
3) Perlengkapan dan jasa bisnis, adalah barang dan jasa tidak tahan lama
yang membantu pengembangan atau pengolahan produk akhir. Barang-
barang itu dibagi dalam dua jenis :
a) Perlengkapan operasi (misalnya pelumas, batu bara, kertas tulis,
pensil) atau barang untuk pemeliharaan dan perbaikan (misalnya cat,
paku, sapu)
b) Jasa bisnis, meliputi jasa pemeliharaan dan perbaikan (misalnya
pembersihan jendela, reparasi mesin) dan jasa konsultasi bisnis
(misalnya konsultasi manajemen, hukum, periklanan).
Salah satu tujuan perusahaan dalam kegiatan pengendalian kualitas adalah
menekan jumlah produk cacat dan produk rusak sehingga biaya produk yang
dikeluarkan tidak terlalu besar dan tidak mengecewakan konsumen. Pengertian
produk cacat menurut Abdul Halim (2000:143) adalah : “Produk cacat adalah produk
yang dihasilkan dari proses produksi yang tidak memenuhi standar namun secara
ekonomis bila diperbaiki lebih menguntungkan dibanding langsung dijual. Dengan
kata lain biaya perbaikan terhadap produk cacat masih lebih rendah dari hasil
penjualan produk cacat tersebut setelah diperbaiki”.
Produk cacat dapat disebabkan karena hal-hal sebagai berikut :
a. Produk cacat yang disebabkan oleh sulitnya pengerjaan.
b. Produk cacat yang sifatnya normal dalam perusahaan.
c. Produk cacat yang disebabkan kurangnya pengendalian dalam perusahaan.
Sedangkan pengertian produk rusak menurut Abdul Halim (2000:139) adalah :
“Produk rusak adalah produk yang dihasilkan dari proses produksi yang tidak
memenuhi standar yang ditentukan. Produk rusak mungkin dapat diperbaiki namun
biaya perbaikan yang dikeluarkan akan lebih besar dari hasil jualnya setelah
diperbaiki. Dengan kata lain secara ekonomis tidak menguntungkan, jadi produk
rusak tidak akan diproses lebih lanjut”.
Dari segi dapat atau tidaknya produk rusak dijual, produk rusak dapat
digolongkan menjadi dua yaitu :
a. Produk rusak yang laku dijual
Produk rusak yang laku dijual pada umumnya harga jualnya relatif rendah
dibanding apabila produk tersebut tidak mengalami kerusakan.
b. Produk rusak yang tidak laku dijual
Produk rusak yang tidak laku dijual dimungkinkan karena tingkat kerusakan
produk terlalu tinggi, sehingga produk tersebut sudah kehilangan nilai kegunaan.
Adapun penyebab timbulnya produk rusak adalah :
a. Produk rusak yang disebabkan oleh sulitnya pengerjaan.
b. Produk rusak yang terjadinya bersifat normal dalam perusahaan.
c. Produk rusak karena kesalahan atau kurangnya pengendalian proses produksi.
2.2 Kerangka Pemikiran
Kinerja perusahaan merupakan kata yang umum untuk menggambarkan
keberhasilan atau kesuksesan suatu perusahaan. Bahwa dalam pelaksanaan pengendalian
kualitas, yang terdiri dari pengendalian kualitas bahan baku, pengendalian kualitas proses
produksi, pengendalian kualitas produk jadi juga pasti akan mengalami kendala-kendala
dalam pelaksanaannya. Perusahaan akan melakukan tindakan-tindakan pencegahan
terhadap kendala tersebut, sehingga perusahaan akan mendapatkan hasil yang diharapkan.
Dalam penelitian ini untuk memudahkan dalam melakukan pembahasan, penulis akan
menggambarkan kerangka pemikiran sebagai berikut :
Gambar 1
Kerangka Pemikiran
Hasil
pengenda
lian kualitas
produk
CV.
Maharani Kreasi
Abadi Cara mengatasi kendala-kendala
penegendalian
kualitas produk
Kendala pengendalian
kualitas produk
Pengendalian
kualitas bahan baku
Pengendalian
kualitas proses
produksi
Pengendalian
kualitas produk jadi
Pelaksanaan
pengendalian kualitas
CV. Maharani Kreasi
Abadi