bab ii tinjauan pustaka 2.1 konsep tumbuh kembang …erepo.unud.ac.id/17391/3/1102106046-3-bab...
TRANSCRIPT
11
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Tumbuh Kembang Anak
2.1.1 Pengertian Tumbuh Kembang
Secara alamiah, setiap individu hidup akan melalui tahap pertumbuhan dan
perkembangan, yaitu sejak embrio sampai akhir hayatnya mengalami perubahan
ke arah peningkatan baik secara ukuran maupun secara perkembangan. Istilah
tumbuh kembang mencakup dua peristiwa yang sifatnya saling berbeda tetapi
saling berkaitan dan sulit dipisahkan, yaitu pertumbuhan dan perkembangan.
Pengertian mengenai pertumbuhan dan perkembangan adalah sebagai berikut :
Pertumbuhan adalah perubahan dalam besar, jumlah, ukuran, atau dimensi tingkat
sel organ, maupun individu yang bisa diukur dengan ukuran berat (gram, pon,
kilogram), ukuran panjang (cm, meter), umur tulang, dan keseimbangan metabolik
(retensi kalsium dan nitrogen tubuh) (Adriana, 2013).
Perkembangan (development) adalah bertambahnya skill (kemampuan) dalam
struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam pola yang teratur dan dapat
diramalkan, sebagai hasil dari proses pematangan. Disini menyangkut adanya
proses diferensiasi dari sel-sel tubuh, jaringan tubuh, organ-organ, dan sistem
organ yang berkembang sedemikian rupa sehingga masing-masing dapat
memenuhi fungsinya. Termasuk juga perkembangan emosi, intelektual, dan
tingkah laku sebagai hasil interaksi dengan lingkungannya (Soetjiningsih, 2012).
12
Pertumbuhan dan perkembangan secara fisik dapat berupa perubahan ukuran
besar kecilnya fungsi organ mulai dari tingkat sel hingga perubahan organ tubuh.
Pertumbuhan dan perkembangan kognitif anak dapat dilihat dari kemampuan
secara simbolik maupun abstrak, seperti berbicara, bermain, berhitung, membaca,
dan lain-lain.
2.1.2 Tahap Pertumbuhan dan Perkembangan Anak
Tahapan pertumbuhan dan perkembangan anak dapat ditentukan oleh masa atau
waktu kehidupan anak. Menurut Hidayat (2008) secara umum terdiri atas masa
prenatal dan masa postnatal.
1. Masa prenatal
Masa prenatal terdiri atas dua fase, yaitu fase embrio dan fase fetus. Pada masa
embrio, pertumbuhan dapat diawali mulai dari konsepsi hingga 8 minggu
pertama yang dapat terjadi perubahan yang cepat dari ovum menjadi suatu
organisme dan terbentuknya manusia. Pada fase fetus terjadi sejak usia 9
minggu hingga kelahiran, sedangkan minggu ke-12 sampai ke-40 terjadi
peningkatan fungsi organ, yaitu bertambah ukuran panjang dan berat badan
terutama pertumbuhan serta penambahan jaringan subkutan dan jaringan otot.
2. Masa postnatal
Terdiri atas masa neonatus, masa bayi, masa usia prasekolah, masa sekolah,
dan masa remaja.
13
a. Masa neonatus
Pertumbuhan dan perkembangan post natal setelah lahir diawali dengan
masa neonatus (0-28 hari). Pada masa ini terjadi kehidupan yang baru di
dalam ekstrauteri, yaitu adanya proses adaptasi semua sistem organ tubuh.
b. Masa bayi
Masa bayi dibagi menjadi dua tahap perkembangan. Tahap pertama (antara
usia 1-12 bulan): pertumbuhan dan perkembangan pada masa ini dapat
berlangsung secara terus menerus, khususnya dalam peningkatan sususan
saraf. Tahap kedua (usia 1-2 tahun): kecepatan pertumbuhan pada masa ini
mulai menurun dan terdapat percepatan pada perkembangan motorik.
c. Masa usia prasekolah
Perkembangan pada masa ini dapat berlangsung stabil dan masih terjadi
peningkatan pertumbuhan dan perkembangan, khususnya pada aktivitas
fisik dan kemampuan kognitif. Menurut teori Erikson (dalam Nursalam,
2005), pada usia prasekolah anak berada pada fase inisiatif vs rasa bersalah
(initiative vs guilty). Pada masa ini, rasa ingin tahu (courius) dan adanya
imajinasi anak berkembang, sehingga anak banyak bertanya mengenai
segala sesuatu di sekelilingnya yang tidak diketahuinya. Apabila orang tua
mematikan inisiatifnya maka hal tersebut membuat anak merasa bersalah.
Sedangkan menurut teori Sigmund Freud, anak berada pada fase phalik,
dimana anak mulai mengenal perbedaan jenis kelamin perempuan dan laki-
laki. Anak juga akan mengidentifikasi figur atau perilaku kedua orang
14
tuanya sehingga kecenderungan untuk meniru tingkah laku orang dewasa
disekitarnya.
Pada masa usia prasekolah anak mengalami proses perubahan dalam pola
makan dimana pada umunya anak mengalami kesulitan untuk makan.
Proses eliminasi pada anak sudah menunjukkan proses kemandirian dan
perkembangan kognitif sudah mulai menunjukkan perkembangan, anak
sudah mempersiapkan diri untuk memasuki sekolah (Hidayat, 2008).
d. Masa sekolah
Perkembangan masa sekolah ini lebih cepat dalam kemampuan fisik dan
kognitif dibandingkan dengan masa usia prasekolah.
e. Masa remaja
Pada tahap perkembangan remaja terjadi perbedaan pada perempuan dan
laki-laki. Pada umumnya wanita 2 tahun lebih cepat untuk masuk ke dalam
tahap remaja/pubertas dibandingkan dengan anak laki-laki dan
perkembangan ini ditunjukkan pada perkembangan pubertas.
2.1.3 Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan dan Perkembangan Anak
Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak menurut
Adriana, 2013 adalah
1. Faktor internal
Berikut ini adalah faktor-faktor internal yang berpengaruh pada tumbuh
kembang anak, yaitu
15
a. Ras/etnik atau bangsa
Anak yang dilahirkan dari ras/bangsa Amerika tidak memiliki faktor
herediter ras/bangsa Indonesia atau sebaliknya.
b. Keluarga
Ada kecenderungan keluarga yang memiliki postur tubuh tinggi, pendek,
gemuk, atau kurus.
c. Umur
Kecepatan pertumbuhan yang pesat adalah pada masa prenatal, tahun
pertama kehidupan, dan pada masa remaja.
d. Jenis kelamin
Fungsi reproduksi pada anak perempuan berkembang lebih cepat daripada
laki-laki. Akan tetapi setelah melewati masa pubertas, pertumbuhan anak
laki-laki akan lebih cepat.
e. Genetik
Genetik (heredokonstitusional) adalah bawaan anak yaitu potensi anak
yang akan menjadi ciri khasnya. Ada beberapa kelainan genetik yang
berpengaruh pada tumbuh kembang anak, contohnya seperti kerdil.
f. Kelainan kromosom
Kelainan kromosom umumnya disertai dengan kegagalan pertumbuhan
seperti pada sindroma Down’s dan sindroma Turner’s.
g. Faktor eksternal
Berikut ini adalah faktor-faktor eksternal yang berpengaruh pada tumbuh
kembang anak.
16
1) Faktor prenatal
a) Gizi
Nutrisi ibu hamil terutama pada trimester akhir kehamilan akan
memengaruhi pertumbuhan janin.
b) Mekanis
Posisi fetus yang abnormal bisa menyebabkan kelainan kongenital
seperti club foot.
c) Toksin/zat kimia
Beberapa obat-obatan seperti Aminopterin atau Thalidomid dapat
menyebabkan kelainan kongenital seperti palatoskisis.
d) Endokrin
Diabetes mellitus dapat menyebabkan makrosomia, kardiomegali,
dan hyperplasia adrenal.
e) Radiasi
Paparan radiasi dan sinar Rontgen dapat mengakibatkan kelainan
pada janin seperti mikrosefali, spina bifida, retardasi mental, dan
deformitas anggota gerak, kelainan kongenital mata, serta kelainan
jantung.
f) Infeksi
Infeksi pada trimester pertama dan kedua oleh TORCH
(Toksoplasma, Rubella, Citomegali virus, Herpes simpleks) dapat
menyebabkan kelainan pada janin seperti katarak, bisu tuli,
mikrosefali, retardasi mental, dan kelainan jantung kongenital.
17
g) Kelainan imunologi
Eritoblastosis fetalis timbul atas dasar perbedaan golongan darah
antara janin dan ibu sehingga ibu membentuk antibody terhadap sel
darah merah janin, kemudian melalui plasenta masuk ke dalam
peredaran darah janin dan akan menyebabkan hemolysis yang
selanjutnya mengakibatkan hiperbilirubinemia dan kerniktus yang
akan menyebabkan kerusakan jaringan otak.
h) Anoksia embrio
Anoksia embrio yang disebabkan oleh gangguan fungsi plasenta
menyebabkan pertumbuhan terganggu.
i) Psikologi ibu
Kehamilan yang tidak diinginkan serta perlakuan salah atau
kekerasan mental pada ibu hamil dan lain-lain.
2) Faktor persalinan
Komplikasi persalinan pada bayi seperti trauma kepala, asfiksia dapat
menyebabkan kerusakan jaringan otak
3) Faktor pasca persalinan
a) Gizi
Untuk tumbuh kembang bayi, diperlukan zat makanan yang adekuat.
b) Penyakit kronis atau kelainan kongenital
Tuberculosis, anemia, dan kelainan jantung bawaan mengakibatkan
retardasi pertumbuhan jasmani.
18
c) Lingkungan fisik dan kimia
Lingkungan yang sering disebut melieu adalah tempat anak tersebut
hidup berfungsi sebagai penyedia kebutuhan dasar anak (provider).
Sanitasi lingkungan yang kurang baik, kurangnya sinar matahari,
paparan sinar radioaktif dan zat kimia tertentu (Pb, Merkuri, rokok,
dan lain-lain) mempunyai dampak yang negatif terhadap
pertumbuhan anak.
d) Psikologis
Hubungan anak dengan orang sekitarnya. Seorang anak yang tidak
dikehendaki oleh orang tuanya atau anak yang selalu merasa
tertekan, akan mengalami hambatan di dalam pertumbuhan dan
perkembangan.
e) Endokrin
Gangguan hormon, misalnya pada penyakit hipotiroid, akan
menyebabkan anak mengalami hambatan pertumbuhan.
f) Sosioekonomi
Kemiskinan selalu berkaitan dengan kekurangan makanan serta
kesehatan lingkungan yang jelek dan tidaktahuan, hal tesebut
menghambat pertumbuhan anak.
g) Lingkungan pengasuhan
Pada lingkungan pengasuhan, interaksi ibu-anak sangat
memengaruhi tumbuh kembang anak.
19
h) Stimulasi
Perkembangan memerlukan rangsangan atau stimulasi, khususnya
dalam keluarga, misalnya penyediaan mainan, sosialisasi anak, serta
keterlibatan ibu dan anggota keluarga lain terhadap kegiatan anak.
i) Obat-obatan
Pemakaian kortikosteroid jangka panjang akan menghambat
pertumbuhan, demikian halnya dengan pemakaian obat perangsang
terhadap susunan saraf yang menyebabkan terhambatnya produksi
hormon pertumbuhan.
2.1.4 Aspek Pertumbuhan dan Perkembangan Anak
Departemen Kesehatan Republik Indonesia (2009) menyebutkan aspek-aspek
perkembangan yang dapat dipantau meliputi gerak kasar, gerak halus, kemampuan
bicara dan bahasa, serta sosialisasi dan kemandirian.
1. Gerak kasar atau motorik kasar adalah aspek yang berhubungan dengan
kemampuan anak melakukan pergerakan dan sikap tubuh yang melibatkan
otot-otot besar, seperti duduk, berdiri, dan sebagainya.
2. Gerak halus atau motorik halus adalah aspek yang berhubungan dengan
kemampuan anak melakukan gerakan yang melibatkan bagian-bagian tubuh
tertentu dan dilakukan oleh otot-otot kecil, tetapi memerlukan koordinasi yang
cermat seperti mengamati sesuatu, menjimpit, menulis dan sebagainya.
3. Kemampuan bicara dan bahasa adalah aspek yang berhubungan dengan
kemampuan untuk memberikan respons terhadap suara, berbicara,
berkomunikasi, mengikuti perintah dan sebagainya.
20
4. Sosialisasi dan kemandirian adalah aspek yang berhubungan dengan
kemampuan mandiri anak (makan sendiri, membereskan mainan selesai
bermain), berpisah dengan ibu/pengasuh anak, bersosialisasi dan berinteraksi
dengan lingkungannya, dan sebagainya.
2.2 Konsep Anak Usia prasekolah
2.2.1 Pengertian Anak Usia prasekolah
Anak merupakan individu yang berada dalam satu rentang perubahan
perkembangan yang dimulai dari bayi hingga remaja. Masa anak merupakan masa
pertumbuhan dan perkembangan yang dimulai dari bayi (0-1 tahun) usia
bermain/toddler (1-2,5 tahun), usia prasekolah (2,5-5), usia sekolah (5-11 tahun)
hingga remaja (11-18 tahun). Anak dari usia 1 sampai 5 atau 6 tahun menguatkan
rasa identitas jender dan mulai membedakan perilaku sesuai jenis kelamin yang
didefinisikan secara sosial serta mengamati perilaku orang dewasa, mulai untuk
menirukan tindakan orangtua yang berjenis kelamin sama, dan mempertahankan
atau memodifikasi perilaku yang didasarkan pada umpan balik orangtua (Potter &
Perry, 2005)
Anak usia prasekolah adalah anak usia 3-5 tahun saat dimana sebagian besar
sistem tubuh telah matur dan stabil serta dapat menyesuaikan diri dengan stres dan
perubahan yang moderat (Wong, 2008). Anak usia prasekolah merupakan masa
kanak-kanak awal, yaitu berada pada usia tiga sampai enam tahun (Potter & Perry,
2005). Anak usia prasekolah adalah pribadi yang mempunyai berbagai macam
potensi. Potensi- potensi itu dirangsang dan dikembangkan agar pribadi anak
21
tersebut berkembang secara optimal. Di usia ini anak mengalami banyak
perubahan baik fisik dan mental, dengan karakteristik sebagai berikut,
berkembangnya konsep diri, munculnya egosentris, rasa ingin tahu, imajinasi,
belajar menimbang rasa, munculnya kontrol internal (tubuh), belajar dari
lingkungannya, berkembangnya cara berfikir, berkembangnya kemampuan
berbahasa, dan munculnya perilaku (Wong, 2008).
2.2.2 Ciri-Ciri Anak Usia Prasekolah
Snowman (dalam Patmonodewo, 2008) mengemukakan ciri-ciri anak usia
prasekolah (3-6 tahun) yang biasanya berada di Taman Kanak-Kanak. Ciri-ciri
yang dikemukakan meliputi aspek fisik, sosial, emosi dan kognitif anak.
1. Ciri fisik
Anak usia prasekolah umumnya sangat aktif. Mereka memiliki penguasaan
(kontrol) terhadap tubuhnya dan sangat suka melakukan kegiatan yang
dilakukan sendiri. Setelah melakukan berbagai kegiatan, anak usia prasekolah
membutuhkan istirahat yang cukup. Otot-otot besar pada anak usia prasekolah
lebih berkembang dari kontrol terhadap jari dan tangan. Oleh karena itu,
mereka biasanya belum terampil dalam melakukan kegiatan yang agak rumit
seperti mengikat tali sepatu. Anak usia prasekolah juga sering mengalami
kesulitan apabila harus memfokuskan perhatiannya pada objek-objek yang
kecil ukurannya. Walaupun tubuh anak ini lentur, tetapi tengkorak kepala
mereka masih lunak. Selain itu, walaupun anak laki-laki lebih besar, akan
tetapi anak perempuan lebih terampil dalam tugas yang praktis.
22
2. Ciri sosial
Umumnya pada tahap ini mereka mempunyai satu atau dua sahabat, tetapi
sahabat ini cepat berganti. Kelompok bermainnya cenderung kecil dan tidak
terlalu terorganisir dengan baik. Anak yang lebih muda sering kali bermain
bersebelahan dengan anak yang lebih tua. Selain itu permainan mereka juga
bervariasi sesuai dengan kelas sosial dan gender. Sering terjadi perselisihan
tetapi kemudian berbaikan kembali. Pada anak usia prasekolah juga sudah
menyadari peran jenis kelamin dan sextyping.
3. Ciri emosional
Anak usia prasekolah cenderung mengekspresikan perasaan secara bebas dan
terbuka. Iri hati juga sering terjadi diantara mereka dan anak usia prasekolah
pada umumnya sering kali merebut perhatian guru.
4. Ciri kognitif
Anak usia prasekolah umumnya sudah terampil dalam berbahasa. Kompetensi
anak juga perlu dikembangkan melalui interaksi, minat, kesempatan,
memahami dan kasih sayang.
2.2.3 Karakteristik Anak Usia Prasekolah
1. Perkembangan Motorik
Pada saat anak mencapai tahapan usia prasekolah (4-6 tahun) ada ciri yang
jelas berbeda antara anak usia bayi dan anak usia prasekolah. Perbedaannya
terletak dalam penampilan, proporsi tubuh, berat, panjang badan dan
keterampilan yang mereka miliki. Bertambahnya usia, perbandingan antar
bagian tubuh akan berubah. Gerakan anak usia prasekolah lebih terkendali dan
23
terorganisasi dalam pola-pola. Perkembangan lain yang terjadi pada anak usia
prasekolah , umumnya ialah jumlah gigi yang tumbuh mencapai 20 buah. Gigi
susu akan tanggal pada akhir masa usia prasekolah. Gigi yang permanen tidak
akan tumbuh sebelum anak berusia 6 tahun. Otot dan sistem tulang akan terus
berkembang sejalan dengan usia mereka. Kepala dan otak mereka telah
mencapai ukuran orang dewasa pada saat anak mencapai usia prasekolah.
Perkembangan motorik terbagi dua yaitu motorik halus dan motorik kasar.
Motorik kasar merupakan gerakan yang terjadi karena adanya koordinasi otot-
otot besar, seperti ; berjalan, melompat, berlari, melempar dan naik. Motorik
halus berkaitan dengan gerakan yang menggunakan otot halus, seperti ;
menggambar, menggunting, melipat kertas, meronce, dan lain sebagainya.
2. Perkembangan Kognitif
Kognitif seringkali diartikan sebagai kecerdasan atau berpikir. Kognitif adalah
pengertian yang luas mengenai berpikir dan mengamati, jadi kognitif
merupakan tingkah laku-tingkah laku yang mengakibatkan orang memperoleh
pengetahuan. Perkembangan kognitif menunjukkan perkembangan dari cara
anak berpikir. Kemampuan anak untuk mengkoordinasikan berbagai cara
berpikir untuk menyelesaikan berbagai masalah dapat dipergunakan sebagai
tolok ukur pertumbuhan kecerdasan. Piaget (Patmonodewo, 2008)
menjelaskan perkembangan kognitif terdiri dari empat tahapan perkembangan
yaitu tahapan sensorimotor, tahapan praoperasional, tahapan kongkret
operasionaldan tahapan formal operasional
24
3. Perkembangan Bahasa
Bahasa sebagai alat komunikasi tidak hanya berupa bicara, dapat diwujudkan
dengan tanda isyarat tangan atau anggota tubuh lainnya yang memiliki aturan
sendiri yang berkembang menjadi komunikasi melalui ujaran yang tepat dan
jelas. Dalam membicarakan perkembangan bahasa terdapat 3 butir yang perlu
dibicarakan (Patmonodewo, 2008), yaitu:
a. Ada perbedaan antara bahasa dan kemampuan berbicara. Bahasa biasanya
dipahami sebagai sistem tata bahasa yang rumit dan bersifat semantik,
sedangkan kemampuan bicara terdiri dari ungkapan dalam bentuk kata-
kata. Walaupun bahasa dan kemampuan berbicara sangat dekat
hubungannya tapi keduanya berbeda.
b. Terdapat dua daerah pertumbuhan bahasa yaitu bahasa yang bersifat
pengertian/reseptif (understanding) dan pernyataan/ekspresif (producing).
Bahasa pengertian (misalnya mendengarkan dan membaca) menunjukkan
kemampuan anak untuk memahami dan berlaku terhadap komunikasi yang
ditujukan kepada anak tersebut. Bahasa ekspresif (bicara dan tulisan)
menunjukkan ciptaan bahasa yang dikomunikasikan kepada orang lain.
c. Komunikasi diri atau bicara dalam hati, juga harus dibahas. Anak akan
berbicara dengan dirinya sendiri apabila berkhayal, pada saat
merencanakan menyelesaikan masalah, dan menyerasikan gerakan mereka.
Anak usia prasekolah biasanya telah mampu mengembangkan keterampilan
bicara melalui percakapan yang dapat memikat orang lain. Mereka dapat
25
menggunakan bahasa dengan berbagai cara, antara lain dengan bertanya,
melakukan dialog dan menyanyi.
4. Perkembangan Psikososial
Merupakan perkembangan yang membahas tentang perkembangan
kepribadian manusia, khususnya yang berkaitan dengan emosi, motivasi dan
perkembangan kepribadian.
2.3 Perkembangan Bahasa Anak Usia Prasekolah
2.3.1 Pengertian Bahasa
Bahasa merupakan sarana komunikasi, maka segala yang berkaitan dengan
komunikasi tidak lepas dari bahasa, seperti berpikir sistematis dalam menggapai
ilmu pengetahuan. Dengan kata lain, tanpa memiliki kemampuan berbahasa,
seseorang tidak dapat melakukan kegiatan berpikir secara sistematis dan teratur
(Setiawan, 2007). Bahasa adalah bentuk aturan atau system lambang yang
digunakan anak dalam berkomunikasi dan beradaptasi dengan lingkungannya
yang dilakukan untuk bertukar gagasan, pikiran dan emosi. Bahasa bisa
diekspresikan melalui bicara mengacu pada symbol verbal. Bahasa juga dapat
mencakup aspek komunikasi nonverbal seperti gestikulasi, gestural atau
pantomime (Judarwanto, 2009). Bahasa mencakup segala bentuk komunikasi,
baik yang digunakan dalam bentuk lisan, tulisan, bahasa isyarat, bahasa gerak
tubuh, ekspresi wajah pantomime atau seni. Bahasa memiliki peranan penting
dalam kehidupan seorang anak karena bahasa memiliki pengaruh yang besar
terhadap komunikasi dan interaksi sosial, dan bahsa merupakan barometer yang
kritis dari perkembangan kognitif maupun emosi (Hockenberry & Wilson, 2007).
26
Perkembangan bahasa selalu meningkat sesuai dengan meningkatnya usia anak
(Yusuf, 2005).
Laju perkembangan bahasa bervariasi dari satu anak ke anak lain dan berkaitan
langsung dengan kompetensi neurologik dan perkembangan kognitif. Kebanyakan
ahli di bidang perkembangan anak menggolongkan pertumbuhan dan perilaku
anak ke dalam berbagai tahap usia atau istilah yang menggambarkan kelompok
usia. Pengelompokkan ini merupakan cara yang baik untuk menjelaskan
karakteristik mayoritas anak-anak saat periode munculnya perubahan
perkembangan dan tugas-tugas perkembangan yang harus dicapai.
2.3.2 Tata Cara Melatih Perkembangan Bahasa Anak Usia Prasekolah
Suyanto (2005) dalam Susanto (2011), melatih anak belajar bahasa dapat
dilakukan dengan cara berkomunikasi melalui berbagai setting berikut ini :
1. Kegiatan bermain bersama, biasanya anak-anak secara otomatis
berkomunikasi dengan temannya sambil bermain bersama.
2. Cerita, baik mendengar cerita maupun menyuruh anak untuk bercerita.
3. Bermain peran, seperti memerankan penjual dan pembeli,guru dan murid, atau
orang tua dan anak.
4. Bermain puppet dan boneka tangan yang dapat dimainkan dengan jari
(fingerplay), anak berbicara mewakili boneka ini.
5. Belajar dan bermain dalam kelompok (cooperative play dan cooperative
learning).
27
2.3.3 Tugas-tugas Perkembangan Bahasa Anak Usia Prasekolah
Dalam berbahasa anak dituntut untuk menuntaskan atau menguasai empat tugas
pokok yang satu sama lainnya saling berkaitan (Yusuf, 2005). Keempat tugas
pokok perkembangan bahasa adalah :
1. Pemahaman
Yaitu kemampuan memahami makna ucapan orang lain.
2. Pengembangan perbendaharaan kata
Perbendaharaan kata anak-anak berkembang dimulai secara lambat pada usia
dua tahun pertama, kemudian mengalami tempo yang cepat pada usia
prasekolah dan terus meningkat setelah anak masuk sekolah.
3. Penyusunan kata-kata menjadi kalimat
Kemampuan menyusun kata-kata menjadi kalimat pada umumnya
berkembang sebelum usia 2 tahun. Bentuk kalimat pertama kalimat tunggal
(kalimat satu kata) dengan disertai gesture (bahasa tubuh) untuk melengkapi
cara berfikirnya.
4. Ucapan
Kemampuan mengucapkan kata-kata merupakan hasil belajar melalui imitasi
(peniruan) terhadap suara-suara yang didengar anak dari orang lain (terutama
orang tua). ejelasan ucapan itu baru tercapai pada usia sekitar 3 tahun. Hasil
studi tentang suara dan kombinasi suara menunjukkan bahwa anak mengalami
kemudahan dan kesulitan dalam huruf-huruf tertentu. Huruf yang mudah
diucapkan yaitu huruf hidup (vokal) a, i, u, e, o dan huruf mati (konsonan) b,
28
m, n, p, dan t sedangkan yang sulit diucapkan adalah huruf mati tunggal: z, w,
s, g, dan huruf rangkap (diftong): st, str, sk, dan dr.
2.3.4 Faktor Yang Mempengaruhi Perkembangan Bahasa
Carl Roger (dalam Setiawan, 2007) dan Yusuf (2005) mengatakan bahwa faktor
yang mempengaruhi perkembangan bahasa yaitu :
1. Faktor intelegensi
Anak yang intelegensinya tinggi akan memperlihatkan superioritas linguistik,
baik dari segi kuantitas maupun dari segi kualitas.
2. Faktor jenis kelamin
Anak perempuan melebihi anak laki-laki dalam aspek bahasa. Namun,
perbedaan jenis kelamin ini akan berkurang selaras dengan bergulirnya fase
perkembangan dan bertambahnya usia, sehingga akhirnya perbedaan ini
hilang.
3. Faktor perkembangan motorik
Kemungkinan tertundanya perkembangan bahasa atau keterlambatan
merupakan hal yang lumrah pada saat anak mengalami perkembangan motorik
dengan cepat.
4. Faktor kondisi fisik
Kondisi fisik berhubungan dengan perkembangan anak serta gangguan
penyakit yang berpengaruh pada kelancaran kerja indera. Misalnya, anak
cacat, atau anak yang kondisi fisiknya lemah.
29
5. Faktor kesehatan
Kesehatan merupakan faktor yang sangat mempengaruhi perkembangan
bahasa anak, terutama pada usia awal kehidupannya. Apabila pada usia dua
tahun pertama, anak mengalami sakit terus-terusan, maka anak tersebut
cenderung akan mengalami kelambatan atau kesulitan dalam perkembangan
bahasanya. Oleh karena itu, untuk memelihara perkembangan bahasa anak
secara normal, orang tua perlu memperhatikan kondisi kesehatan anak. Upaya
yang dapat ditempuh adalah dengan cara memberikan ASI, makanan yang
bergizi, memelihara kebersihan tubuh anak atau secara tetap memeriksakan
anak ke dokter atau puskesmas.
6. Status sosial ekonomi keluarga
Beberapa studi tentang hubungan antara perkembangan bahasa dengan status
sosial ekonomi keluarga menunjukkan bahwa anak yang berasal dari keluarga
miskin mengalami kelambatan dalam perkembangan bahasanya dibandingkan
dengan anak yang berasal dari keluarga yang lebih baik. Kondisi ini terjadi
mungkin disebabkan oleh perbedaan kecerdasan dan kesempatan belajar
(keluarga miskin diduga kurang memperhatikan perkembangan bahasa
anaknya), atau kedua-duanya.
7. Hubungan keluarga
Hubungan ini dimaknai sebagai proses pengalaman berinteraksi dan
berkomunikasi dengan lingkungan keluarga, terutama dengan orang tua yang
mengajar, melatih, dan memberikan contoh berbahasa kepada anak. Hubungan
yang sehat antara orang tua dan anak (penuh perhatian dan kasih sayang dari
30
orang tuanya) memfasilitasi perkembangan bahasa anak, sedangkan hubungan
yang tidak sehat mengakibatkan anak akan mengalami kesulitan atau
kelambatan dalam perkembangan bahasanya.
2.3.5 Penyebab terjadinya Hambatan Perkembangan Bahasa pada Anak
Usia Prasekolah
Penyebab hambatan bicara dan bahasa bermacam-macam, melibatkan faktor yang
saling mempengaruhi seperti lingkungan, kemampuan pendengaran, fungsi saraf,
emosi psikologis, dan lain sebagainya (Soetjiningsih, 2012).
31
Tabel 1. Penyebab Gangguan Bicara dan Bahasa Pada Anak
No Penyebab Efek pada Perkembangan Bicara
1 Lingkungan
a. Sosial ekonomi keluarga
b. Tekanan keluarga
c. Keluarga bisu
d. Di rumah menggunakan bahasa
bilingual
a. Terlambat
b. Gagap
c. Terlambat pemerolehan bahasa
d. Terlambat pemerolehan struktur bahasa
2 Emosi (Psychosocial deprivation)
a. Ibu yang tertekan
b. Gangguan serius pada orang tua
c. Gangguan serius pada anak
a. Terlambat pemerolehan bahasa
b. Terlambat atau gangguan perkembangan
bahasa
c. Terlambat atau gangguan perkembangan
bahasa
3 Masalah pendengaran
a. Kongenital
b. Didapat
a. Terlambat/gangguan bicara yang
permanen
b. Terlambat/gangguan bicara yang
permanen
4 Perkembangan terlambat (maturation
delay)
a. Perkembangan lambat
b. Perkembangan lambat, tetapi
masih dalam batas rata-rata
c. Retardasi mental
a. Terlambat bicara
b. Terlambat bicara
c. Pasti terlambat bicara
5 Cacat bawaan
a. Palatoschizis
b. Sindrom down
a. Terlambat dan gangguan kemampuan
bicara
b. Kemampuan bicaranya rendah
6 Kerusakan otak
a. Kelainan neuromuscular
b. Kelainan sensorimotor
c. Palsi serebral
d. Kelainan persepsi
a. Memengaruhi kemampuan mengisap,
menelan, menguyah dan akhirnya timbul
gangguan biacar dan artikulasi
b. Memengaruhi kemampuan mengisap,
menelan, menguyah dan akhirnya timbul
gangguan biacar dan artikulasi seperti
dispraksia
c. Berpengaruh pada pernafasan, makan dan
timbul juga masalah artikulasi yang dapat
mengakibatkan disartia dan dispraksia
d. Kesulitan membedakan suara, mengerti
bahasa, simbolisasi, mengenai konsep,
akhirnya menimbulkan kesulitan belajar di
sekolah
Sumber : Graham M.J Communicate disorders. Dalam: Levine et al, penyunting. Developmental
Behavioral Pediatric.Edisi ke-1. Philadelphia: Saunders. 1983. h 847-864
32
2.3.6 Perkembangan Bahasa Anak Usia Prasekolah
Adriana (2013) memaparkan bahwa perkembangan bahasa anak usia prasekolah
umur lima tahun yaitu :
- Mempunyai perbendaharaan sampai 2100 kata
- Menggunakan kalimat dengan 6-8 kata
- Menyebutkan 4 atau lebih warna
- Menggambar atau melukis dengan banyak komentar dan menyebutkan satu
persatu
- Mengetahui nama-nama hari dalam seminggu, bulan, dan kata yang
berhubungan dengan waktu lainnya
- Dapat mengikuti tiga perintah sekaligus.
Ciri khas perkembangan bahasa anak usia prasekolah menurut Dewi (2005)
adalah:
1) Terjadi perkembangan yang cepat dalam kemampuan bahasa anak. Anak
dapat menggunakan kalimat dengan baik dan benar.
2) Telah menguasai 90% dari fonem (satuan bunyi terkecil yang membedakan
kata seperti kemampuan untuk merangkaikan bunyi yang didengarnya menjadi
satu kata yang mengandung arti contohnya i, b, u menjadi ibu) dan sintaksis
(tata bahasa, misal saya memberi makan ikan” bukan ”ikan saya makan beri”)
bahasa yang digunakan.
3) Dapat berpartisipasi dalam suatu percakapan. Anak sudah dapat
mendengarkan orang lain berbicara dan menanggapi pembicaraan tersebut.
4) Sudah dapat mengucapkan lebih dari 2.500 kosakata.
33
5) Lingkup kosakata yang dapat diucapkan anak meliputi warna, ukuran, bentuk,
rasa, aroma, keindahan, kecepatan, suhu, perbedaan, perbandingan, jarak,
permukaan (kasar dan halus)
6) Mampu menjadi pendengar yang baik.
7) Percakapan yang dilakukan telah menyangkut berbagai komentar terhadap apa
yang dilakukan oleh dirinya sendiri dan orang lain, serta apa yang dilihatnya.
8) Sudah dapat melakukan ekspresi diri, menulis, membaca bahkan berpuisi.
2.3.7 Cara Mengukur Perkembangan Bahasa pada Anak Usia Prasekolah
Cara mengukur perkembangan bahasa pada anak usia prasekolah dalam penelitian
ini adalah dengan menggunakan lembar observasi. Lembar observasi adalah
lembar kerja yang berfungsi untuk mengobservasi dan mengukur tingkat
keberhasilan atau ketercapaian tujuan pembelajaran pada kegiatan belajar
mengajar dikelas. Isi dari lembar observasi mengacu dari DDST II yang
mencakup anak usia prasekolah 4 - 5 tahun. DDST adalah sebuah metode
pengkajian yang digunakan untuk menilai perkembangan anak umur 0-6 tahun.
DDST memenuhi semua persyaratan yang dapat diandalkan dan menunjukkan
validitas yang tinggi. DDST II merupakan revisi dan standarisasi dari DDST dan
Revised DDST Development Screening Test (DDST-R) oleh Frakenburg, revisi ini
terutama tugas perkembangan pada sektor bahasa (Soetjiningsih, 2012).
1. Deskripsi DDST II
DDST adalah sebuah metode pengkajian yang digunakan untuk menilai
perkembangan anak umur 0-6 tahun. Formulir DDST II terdiri atas satu
34
lembar kertas dimana halaman depan berisi tentang tes dan halaman belakang
berisi tentang petunjuk pelaksanaannya.
a. Pada halaman depan terdapat skalam umur dalam bulan dan tahun pada garis
horizontal atas dan bawah.
1) Umur dimulai dari 0-6 tahun.
2) Pada umur 0-2 bulan, jarak antara 2 tanda (garis tegak kecil) adalah 1
bulan.
3) Setelah umur 24 bulan, jarak antara 2 tanda adalah 3 bulan.
b. Pada halaman depan kiri atas terdapat neraca umur yang menunjukkan 25%,
50%, 75%, dan 90%.
c. Pada kanan bawah terdapat kotak kecil berisi tes perilaku. Tes perilaku ini
dapat digunakan untuk membandingkan perilaku anak selama tes dengan
perilaku sebenarnya.
d. Pada bagian tengah berisi 125 item yang digambarkan dalam neraca umur
25%, 50%, 75%, dan 90% dari seluruh sampel standar anak normal yang
dapat melaksanakan tugas tersebut.
2. Manfaat DDST
Manfaat DDST bergantung pada umur anak. DDST II dapat digunakan untuk
berbagai tujuan sebagai berikut :
a. Menilai tingkat perkembangan anak sesuai dengan umurnya.
b. Menilai tingkat perkembangan anak yang tampak sehat.
c. Menilai tingkat perkembangan anak yang tidak menunjukkan gejala
kemungkinan adanya kelainan perkembangan (Adriana, 2013).
35
3. Prosedur DDST II
Prosedur DDST II dilakukan melalui dua tahap, yaitu sebagai berikut :
a. Tahap I : secara periodic dilakukan pada anak yang berumur 3-6 bulan, 9-
12 bulan, 18-24 bulan, 3 tahun, 4 tahun, dan 5 tahun.
b. Tahap II : dilakukan pada anak yang dicurigai mengalami hambatan
perkembangan pada tahap I, kemudian dilakukan evaluasi diagnostic yang
lengkap.
4. Penentuan umur
Menentukan umur menggunakan patokan sebagai berikut.
a. 1 bulan = 30-31 hari.
b. 1 tahun = 12 bulan
c. Umur kurang dari 15 hari dibulatkan ke bawah.
d. Umur lebih dari atau sama dengan 15 hari dibulatkan ke atas.
e. Apabila anak lahir prematur maka dilakukan pengurangan umur, misalnya
prematur 6 minggu maka dikurangi 1 bulan 2 minggu.
f. Apabila anak lahir maju atau mundur 2 minggu, tidak dilakukan
penyesuaian umur.
5. Pelaksanaan tes
Hal-hal yang perlu diperhatikan adalah sebagai berikut :
a. Semua item harus diujikan dengan prosedur yang sudah terstandarisasi.
b. Perlu kerja sama aktif dari anak sebab anak harus merasa tenang, aman,
senang, dan sehat.
c. Harus terbina kerja sama yang baik antara kedua belah pihak.
36
d. Tersedianya ruangan yang cukup luas, ventilasi baik, dan berikan kesan
santai dan menyenangkan.
e. Orang tua harus tahu tes ini bukan tes IQ melainkan tes untuk melihat
perkembangan anak secara keseluruhan.
6. Skoring penelitian item test
Pemberian skor untuk setiap item peneliti memiliki ketentuan sebagai berikut :
a. L = Lulus/Lewat (P = Pass).
Anak dapat melakukan item dengan baik atau orang tua/pengasuh
melaporkan secara terpercaya bahwa anak dapat menyelesaikan item
tersebut.
b. G = Gagal (F = Fail).
Anak tidak dapat melakukan item dengan baik atau orangtua/pengasuh
melaporkan secara terpercaya bahwa anak tidak dapat melakukan dengan
baik.
c. M = Menolak (R = Refusal).
Anak menolak untuk melakukan tes oleh karena faktor sesaat, misalnya
lelah, menangis, mengantuk.
2.3.8 Intepretasi Nilai
a. Penilaian per item
1. Advanced
Apabila anak lulus pada uji coba item yang terletak disebelah kanan garis
umur
37
2. Normal
Gagal/menolak tugas pada item yang ada dikanan garis umur dan lulus atau
gagal atau menolak pada item dimana garis umur terletak di antara 25-75%.
3. Peringatan
Gagal atau menolak pada item dalam garis umur yang berada di antara 75-
90%.
4. Keterlambatan
Bila gagal/menolak pada item yang berada di sebelah kiri garis umur.
5. Tidak ada Kesempatan
Pada item tes yang orang tuanya melaporkan bahwa anaknya tidak ada
kesempatan untuk melakukan atau mencoba di skor sebagai TaK.
b. Intepretasi tes DDST II
1. Normal
a. Tidak ada delayed (keterlambatan).
b. Paling banyak 1 caution (peringatan).
c. Lakukan ulangan pemeriksaan pada kontrol berikutnya.
2. Suspect
a. Terdapat 2 atau lebih caution (peringatan).
b. Dan/atau terdapat 1 atau lebih delayed (keterlambatan).
c. Dalam hal ini delayed (terlambat) atau caution (peringatan) harus
disebabkan oleh kegagalan/fail, bukan oleh penolakan/ refusal.
d. Lakukan uji ulang 1-2 minggu kemudian untuk menghilangkan faktor
sesaat seperti rasa takut, sakit atau kelelahan.
38
3. Untestable (tidak dapat diuji)
a. Terdapat 1 atau lebih skor delayed (terlambat).
b. Dan/atau 2 atau lebih caution (peringatan).
c. Dalam hal ini delayed atau caution harus disebabkan oleh penolakan
(refusal), bukan oleh kegagalan.
d. Lakukan uji ulang 1-2 minggu kemudian (Adriana, 2013).
2.4 Konsep Terapi Bercerita
2.4.1 Pengertian Bercerita
Bercerita adalah salah satu terapi bermain yang merupakan aktivitas yang sangat
sesuai dengan perkembangan emosi anak-anak Prasasti (2005). Bercerita adalah
upaya untuk mengembangkan potensi kemampuan berbahasa anak melalui
pendengaran dan kemudian menuturkannya kembali dengan tujuan melatih
ketrampilan anak dalam bercakap-cakap untuk menyampaikan ide dalam bentuk
lisan (Mustakim, 2005). Bacrtiar (2005) menjelaskan bahwa bercerita adalah
menuturkan sesuatu yang mengisahkan tentang perbuatan atau sesuatu kejadian
dan disampaikan secara lisan dengan tujuan membagikan pengalaman dan
pengetahuan kepada orang lain Dengan kata lain bercerita adalah menuturkan
sesuatu yang mengisahkan tentang perbuatan atau suatu kejadian secara lisan
dalam upaya untuk mengembangkan potensi kemampuan berbahasa. Bercerita
merupakan aktivitas yang menarik dan boleh digunakan dalam mata pelajaran
bagi menghidupkan sesuatu pengajaran. Bercerita dapat meningkatkan
kemampuan berpikir usia prasekolah terhadap pelajaran dan boleh merangsang
39
kanak-kanak melahirkan idea atau pendapat serta menjadikan pembelajaran
sebagai suatu pengalaman yang berguna. Bercerita juga dapat dijadikan sebagai
terapi. Terapi bercerita merupakan salah satu pemberian pengalaman belajar bagi
anak Taman Kanak-kanak melalui cerita yang disampaikan secara lisan dengan
menuturkan sesuatu yang mengisahkan tentang perbuatan atau sesuatu kejadian
dan disampaikan secara lisan dengan tujuan membagikan pengalaman dan
pengetahuan kepada orang lain (Moeslichatun, 2004; Bachtiar, 2005).
2.4.2 Manfaat Bercerita
Ditinjau dari beberapa aspek, manfaat bercerita menurut Musfiroh (2005) adalah
untuk membantu pembentukan pribadi dan moral anak, menyalurkan kebutuhan
imajinasi dan fantasi, memacu kemampuan verbal anak, merangsang minat
menulis anak, merangsang minat baca anak, membuka cakrawala pengetahuan
anak sedangkan menurut Bachtiar (2005), manfaat bercerita adalah dapat
memperluas wawasan dan cara berfikir anak, sebab dalam bercerita anak
mendapat tambahan pengalaman yang bisa jadi merupakan hal baru baginya.
Manfaat bercerita dengan kata lain adalah menyalurkan kebutuhan imajinasi dan
fantasi sehingga dapat memperluas wawasan dan cara berfikir anak. Cerita juga
dapat mengembangkan kemampuan berbahasa, yaitu melalui perbendaharaan kosa
kata yang sering didengarnya. Semakin banyak kosa kata yang dikenalnya,
semakin banyak juga konsep tentang sesuatu yang dikenalnya. Selain melalui kosa
kata, kemampuan berbahasa ini juga dapat diasah melalui ketepatan berbahasa
sesuai dengan suasana emosi, yaitu bagaimana berbahasa ketika suasana sedih,
40
mengharukan, membahagiakan, dan sebagainya. Cerita juga memiliki manfaat
untuk melatih konsentrasi anak. Cerita dapat menjadi terapi bagi lemahnya
konsentrasi anak. Melalui aktivitas bercerita, anak terbiasa untuk mendengar,
menyimak mimik dan gerak si pencerita, atau memberi komentar di sela-sela
bercerita. Sebagai sarana melatih konsentrasi, hal ini juga harus diimbangi oleh
kemampuan si pencerita dalam menghidupkan cerita. Selain dengan cerita yang
menarik dan penampilan yang ekspresif, si pencerita juga dapat melibatkan anak
dalam aktivitas berceritanya, misalnya dengan memberi pertanyaan, berteriak,
menirukan suara binatang, atau menirukan gerak. Jika hal ini sering dilakukan
maka lambat laun konsentrasi anak pun menjadi terbentuk lebih stabil.
2.4.3 Jenis Cerita
Berdasarkan ciri-cirinya cerita dibagi menjadi 2, yaitu:
1. Cerita lama
Cerita lama pada umumnya mengisahkan kehidupan klasik yang mencerminkan
srtruktur kehidupan manusia di zaman lama. Jenis-jenis cerita lama menurut Desy
(dalam Taningsih, 2006) adalah sebagai berikut:
a. Dongeng
Dongeng adalah cerita tentang sesuatu yang tidak masuk akal, tidak benar
terjadi dan bersifat fantastis atau khayal. Macam-macam dongeng adalah
sebagai berikut:
41
1) Mite
Adalah cerita atau dongeng yang berhubungan dengan kepercayaan
masyarakat setempat tentang adanya makhluk halus.
2) Legenda
Adalah dongeng tentang kejadian alam yang aneh dan ajaib.
3) Fabel
Adalah dongeng tentang kehidupan binatang yang diceritakan seperti
kehidupan manusia.
4) Sage
Adalah dongeng yang berisi kegagah beranian seorang pahlawan yang
terdapat dalam sejarah, tetapi cerita bersifat khayal.
Jenis cerita yang diberikan dalam penelitian proposal ini adalah jenis cerita
dongeng karena usia 4-6 tahun anak-anak masih menyukai cerita berjenis
dongeng. Cerita yang akan diberikan dalam proposal ini akan bervariasi di setiap
pertemuan, disesuaikan dengan materi ajar yang dijadwalkan oleh Taman Kanak-
Kanak Widya Kumara Sari Denpasar dan disesuaikan dengan penilaian lembar
observasi DDST.
Kusmiadi dkk, (2008) menyebutkan “pembelajaran dengan menggunakan metode
dongeng di PAUD harus menyenangkan dan menarik, tidak kaku, tidak
membosankan dan memberikan kesempatan kepada anak untuk aktif dan kreatif”.
Larkin (Marina & Sarwono, 2007) mengungkapkan bahwa mendongeng adalah
pertunjukkan seni yang interaktif, yaitu kegiatan dua arah antara pendongeng dan
42
audiens, didasarkan pada interaksi dan kerjasama untuk membangun sebuah cerita
yang utuh.
Untuk itu dalam penelitian ini metode yang dipilih ialah dongeng interaktif.
Metode dongeng interaktif adalah menyampaikan karya seni berupa cerita yang
tidak benar-benar terjadi atau cerita prosa rakyat dengan melibatkan keterampilan
olah cerita yang baik dan melibatkan komunikasi yang interaktif, dimana
didasarkan pada interaksi timbal balik dan kerjasama untuk membangun sebuah
cerita yang utuh antara anak dan pendongeng.
Pemilihan dongeng harus memperhatikan beberapa aspek penting agar kegiatan
mendongeng menarik bagi anak. Kusmiadi, dkk (2008) menyebutkan kriteria
dalam pemilihan dongeng yaitu :
Harus menarik dan memikat perhatian pendongeng sendiri, apabila dongeng
menarik dan memikat perhatian maka pendongeng akan bersungguh-sungguh
dan mengemas dongeng dengan mengasikkan.
Dongeng harus sesuai dengan kepribadian anak, gaya anak, dan bakat anak
supaya memiliki daya tarik terhadap perhatian anak dan keterlibatan aktif
dalam kegiatan mendongeng.
Dongeng sesuai dengan tingkat usia dan kemampuan mencerna isi dongeng
anak usia dini.
Dongeng cukup pendek dalam rentang jangkau waktu perhatian anak. Anak
tidak dituntut untuk mendengarkan cerita dongeng diluar batas ketahanan
untuk mendengarkan.
43
Pada penelitian jenis dongeng yang dipilih adalah dongeng binatang/fabel.
Dananjaja (dalam Nugraha 2012) menjelaskan dongeng binatang adalah dongeng
yang tokoh-tokohnya adalah binatang peliharaan dan binatang liar yang dapat
berbicara dan dapat berperilaku seperti manusia. Dongeng binatang sering di sebut
juga dongeng fabel. Secara spesifik, fabel adalah dongeng binatang yang
mengandung pelajaran moral yakni ajaran baik atau buruknya suatu perbuatan.
Menurut Widyasari (2012) dalam mendongeng cerita disampaikan dengan
berbagai aspek seperti ekpersi, suara, penokohan, gerak tubuh. Dongeng yang
dibawakan dengan teknik komunikasi tersebut akan lebih menarik perhatian anak.
b. Hikaya
Adalah cerita yang melukiskan raja atau dewa yang bersifat khayal.
c. Cerita Berbingkai
Adalah cerita yang didalamnya terdapat beberapa cerita sebagai sisipan.
d. Cerita Panji
Adalah bentuk cerita seperti hikayat tapi berasal seperti kesusastraan jawa.
e. Tambo
Adalah cerita mengenai asal-usul keturunan, terutama keturunan raja-raja yang
dicampur dengan unsur khayal.
2. Cerita baru
Cerita baru adalah bentuk karangan bebas yang tidak berkaitan dengan sistem
sosial dan struktur kehidupan lama. Cerita baru dapat dikembangkan dengan
menceritakan kehidupan saat ini dengan keanekaragaman bentuk dan jenisnya.
44
2.4.4 Langkah-langkah Bercerita
Dalam kegiatan bercerita, perlu adanya suatu rencana untuk menentukan pokok-
pokok cerita yang akan dikomunikasikan. Menurut Tarigan (2008) dalam
merencanakan suatu pembicaraan atau bercerita harus mengikuti langkah-langkah
sebagai berikut:
1. Menentukan topik cerita yang menarik
Topik merupakan pokok pikiran atau pokok pembicaraan. Pokok pikiran
dalam cerita harus menarik agar pendengar tertarik dan senang dalam
mendengarkan cerita. Contoh topik cerita: pendidikan, sumber daya alam,
kejujuran, persahabatan dan sebagainya.
2. Menyusun kerangka cerita dengan mengumpulkan bahan-bahan
Kerangka cerita merupakan rencana penulisan yang memuat garis-garis besar
dari suatu cerita. Dalam menyusun kerangka cerita, harus mengumpulkan
bahan-bahan seperti dari buku, majalah, koran, makalah dan sebagainya, untuk
memudahkan dalam merangkai suatu cerita. Contoh kerangka cerita dengan
topik persahabatan:
a. Ada 2 orang bersahabat
b. 2 orang sahabat berselisih paham
c. Penyelesaian masalah & kembali bersahabat
3. Mengembangkan kerangka cerita
Kerangka cerita yang sudah dibuat kemudian dikembangkan sesuai dengan
pokok-pokok cerita. Contoh pengembangan kerangka cerita poin 1) Ada 2
orang bersahabat: Ada 2 orang bersahabat sejak lama. Namanya Dina dan Ely.
45
Mereka saling membantu satu sama lain. Saat Dina sedang mengalami
kesulitan, Ely selalu membantu & menghibur Dina. Begitupun sebaliknya.
4. Menyusun teks cerita
Penyusunan teks cerita dilakukan dengan menggabungkan poin-poin dari
kerangka cerita yang telah dikembangkan dengan memperhatikan keterkaitan
antar poin. Contohnya yaitu menggabungkan pengembangan kerangka cerita
poin a– c yang telah dijelaskan diatas sehingga menjadi sebuah teks cerita
yang baik.
2.4.5 Jenis Cerita, Kapan dan Waktu Dilakukan Terapi Bercerita untuk
Anak Usia prasekolah
Kecerdasan linguistik (bahasa) merupakan kegiatan yang sangat penting.
Pernyataan ini didukung oleh pendapat sejumlah ahli, bahwa diantara komponen
kecerdasan yang lain, kecerdasan linguistiklah (bahasa) yang mungkin merupakan
kecerdasan yang paling universal. Cerita mendorong anak bukan saja senang
menyimak cerita, tetapi juga senang bercerita atau berbicara. Anak belajar tentang
tata cara berdialog dan bernarasi dan terangsang untuk menirukannya.
Kemampuan pragmatik terstimulasi karena dalam cerita ada negosiasi, pola
tindak-tutur yang baik seperti menyuruh, melarang, berjanji, mematuhi larangan
dan memuji.
Sebelum bercerita, sebaiknya terlebih dahulu memahami cerita yang hendak
disampaikan, sesuaikan dengan karakter anak usia dini. Agar dapat bercerita
dengan tepat, Pencerita harus mempertimbangkan materi ceritanya.
46
1. Pedoman pemilihan cerita
a. Pemilihan tema dan judul yang tepat
Menurut pakar pendidikan Prof Dr. Arief Rahman, MPd anak hidup dalam
alam khayal. Anak-anak menyukai hal-hal yang fantastis, aneh, yang membuat
imajinasinya “menari-nari”. berikut cara memilih cerita :
1) Sampai usia 4 tahun, anak menyukai dongeng fabel dan horor, seperti: Si
wortel, Tomat yang hebat, Anak ayam yang manja, Kambing gunung dan
kambing gibas, Anak nakal tersesat di hutan rimba, raksasa yang
menyeramkan dan sebagainya.
2) Usia 4-8 tahun, anak-anak menyukai dongeng jenaka, tokoh pahlawan/hero
dan kisah tentang kecerdikan, seperti; Perjalanan ke planet biru, Robot
pintar, Anak yang rakus, dan sebagainya
3) Usia 8-12 tahun, anak-anak menyukai dongeng petualangan fantastis
rasional (sage), seperti: Persahabatan si pintar dan si pikun, Karni juara
menyanyi dan sebagainya.
b. Waktu penyajian
Dengan mempertimbangkan daya pikir, kemampuan bahasa, rentang
konsentrasi dan daya tangkap anak, maka para ahli dongeng menyimpulkan
sebagai berikut :
1) Sampai usia 4 tahun, waktu cerita hingga 7 menit
2) Usia 4-8 tahun, waktu cerita hingga 10 -15 menit
3) Usia 8-12 tahun, waktu cerita hingga 25 menit
47
Namun tidak menutup kemungkinan waktu bercerita menjadi lebih panjang,
apabila tingkat konsentrasi dan daya tangkap anak dirangsang oleh
penampilan pencerita yang sangat baik, atraktif, komunikatif dan humoris.
c. Suasana
Suasana dilakukan terapi bercerita disesuaikan dengan peristiwa yang sedang
atau akan berlangsung, seperti acara kegiatan keagamaan, hari besar nasional,
ulang tahun, pisah sambut anak didik, peluncuran produk, pengenalan profesi,
program sosial dan lain-lain, akan berbeda jenis dan materi ceritanya.
Pendidik dan orang tua dituntut untuk memperkaya diri dengan materi cerita
yang disesuaikan dengan suasana. Jadi selaras materi cerita dengan acara yang
diselenggarakan, bukan satu atau beberapa cerita untuk segala suasana
(Hendra, 2012).
2.5 Pengaruh Terapi Bercerita terhadap Perkembangan Bahasa Anak Usia
Prasekolah
Usia prasekolah merupakan masa keemasan (golden age), oleh karena itu
pendidikan pada masa ini merupakan pendidikan yang sangat fundamental dan
sangat menentukan perkembangan anak selanjutnya. Pada periode ini hampir
seluruh potensi anak mengalami masa peka untuk tumbuh dan berkembang secara
cepat. Pada masa ini anak sangat membutuhkan stimulasi dan rangsangan dari
lingkungannya. Apabila anak mendapatkan stimulus yang baik, maka seluruh
aspek perkembangan anak akan berkembang secara optimal. Salah satu stimulus
yang dapat meningkatkan perkembangan anak, khususnya perkembangan bahasa
adalah dengan terapi bercerita atau storytelling. Pemberian cerita dapat
48
merangsang batang otak yang mengaktivasi korteks serebri di pusat bahasa yaitu
hemisfer kiri dan hemisfer kanan dalam mengembangkan kemampuan bahasa.
Proses berbahasa melibatkan kedua belahan otak, hemisfer kiri mengontrol
kegiatan berbahasa, hemisfer kanan berperan dalam pemprosesan bahasa
(Kushartanti dkk, 2014). Adapun alur dalam proses memperoleh bahasa pada
terapi bercerita yaitu pertama stimulus auditori dan visual dilakukan analisa
linguistic pada area Wernicke di lobus temporal kiri. Girus angularis dan
supramarginal membantu proses integrasi informasi visual, auditori dan raba serta
perwakilan linguistic (Guyton & Hall, 2007); kedua pesan yang dibentuk di area
Wernicke kemudian diteruskan melalui fasikulus arkuatum ke area Broca untuk
penguraian dan koordinasi verbalisasi pesan tersebut; ketiga area Broca mengolah
informasi yang datang dari Wernicke menjadi pola yang terinci dan terkoordinasi
untuk vokalisasi lalu memproyeksikan pola tersebut pada suatu area artikulasi di
insula ke korteks motorik yang mengaktifkan otot-otot respirasi, fonasi, resonansi
dan artikulasi dan mencetuskan gerakan-gerakan bibir, lidah, dan laring yang tepat
untuk menghasilkan suara (Ganong, 2008). Apabila stimulasi ini diberikan secara
berulang maka akan terjadi suatu memori di otak anak sehingga anak dapat
mengingat dan memahami lebih dalam sehingga dengan terapi bercerita dapat
meningkatkan perkembangan bahasa anak usia prasekolah.
Dari berbagai penelitian, storytelling digunakan sebagai metode yang mampu
untuk menstimulasi dan meningkatkan kemampuan bahasa verbal anak. Melatih
dan merangsang kemampuan berbahasa anak merupakan salah satu tugas penting
bagi orangtua. Salah satu metode yang tepat menurut kriteria di atas adalah
49
dengan storytelling atau metode bercerita. Dalam cerita pada dasarnya memiliki
struktur kata dan bahasa yang lengkap serta menyeluruh yang mana di dalamnya
sudah terdapat sistem aturan bahasa yang mencakup fonologi, morfologi,
sintaksis, semantik (Santrock, 2007).
Hal ini dijelaskan oleh Colon (1997 dalam Isbell, Sobol, 2004) yang menyatakan
bahwa dalam storytelling mampu mengajari anak untuk mendengar, membantu
membangun keterampilan komunikasi oral dan tulisan, dan mengembangkan
pemahaman dari cerita skema. Storytelling juga membantu mengembangkan
kelancaran, menambah perbendaharaan kata, dan membantu mengingat kata.
Selain itu, melalui storytelling anak menjadi tertarik untuk bertanya ketika mereka
tidak memahami isi cerita, dari proses inilah kemudian perbendaharaan kata
bertambah. Muallifah (2013) dalam jurnalnya yang berjudul “Storytelling sebagai
Metode Parenting untuk Pengembangan Kecerdasan Anak Usia Dini “juga
menjelaskan bahwa Storytelling (metode bercerita) mampu menstimulasi berbagai
kecerdasan anak sejak usia dini. Diantaranya, storytelling mampu meningkatkan
kecerdasan bahasa anak, kreatifitas dan menanamkan moral pada anak usia dini.
Namun yang perlu diperhatikan adalah tahap kognitif anak usia dini masih pada
tahap operasional kongkrit, maka bentuk cerita yang dijadikan sebagai metode
bercerita harus menyesuaikan dengan kemampuan anak. Dalam penelitian
Rodiyah (2013) yang berjudul “Penggunaan Metode Bercerita untuk
Meningkatkan Kosakata Anak usia 3-4 Tahun pada Play Group Tunas Bangsa
Sooko Mojokerto juga diketahui bahwa pembelajaran dengan penerapan metode
bercerita dalam proses pembelajaran dapat meningkatkan kosakata anak.