bab ii tinjauan pustaka 2.1 kepemimpinan klinis perawat 2

39
12 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kepemimpinan Klinis Perawat 2.1.1 Kepemimpinan Penggunaan pendekatan atau perspektif yang beragam atas kepemimpinan, selain melahirkan definisi kepemimpinan yang beragam juga melahirkan teori kepemimpinan yang beragam pula. Setiap pendekatan yang digunakan melahirkan berbagai macam teori kepemimpinan. Kepemimpinan sebagai sekelompok proses, kepribadian, pemenuhan, perilaku tertentu, persuasi, wewenang, pencapaian tujuan, interaksi, perbedaan peran, inisiasi struktur, dan kombinasi dari dua atau lebih dari hal-hal tersebut (Milkhatun, 2016). a. Definisi Kepemimpinan Seorang pemimpin adalah orang yang orang lain ikuti secara sukarela dan rela. Menurut Bennis (1959 dalam Nasar, 2017) mendefinisikan bahwa kepemimpinan sebagai proses dimana seseorang mempengaruhi seorang pengikut untuk bersikap sesuai cara. Sedangkan menurut Kouzes & Posner (1995 dalam Nasar, 2017) mendefinisikan kepemimpinan sebagai, seni memobilisasi orang lain untuk menginginkannya untuk memperjuangkan aspirasi bersama. Kepemimpinan didefinisikan sebagai pengaruh dan mencakup penggunaan keterampilan interpersonal untuk mendorong orang lain untuk mencapai tujuan tertentu. Selanjutnya, kepemimpinan didefinisikan sebagai seni untuk mempengaruhi orang lain untuk berjuang sukarela dan antusias menuju pencapaian tujuan. Seorang

Upload: others

Post on 16-Oct-2021

5 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kepemimpinan Klinis Perawat 2

12

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kepemimpinan Klinis Perawat

2.1.1 Kepemimpinan

Penggunaan pendekatan atau perspektif yang beragam atas kepemimpinan,

selain melahirkan definisi kepemimpinan yang beragam juga melahirkan teori

kepemimpinan yang beragam pula. Setiap pendekatan yang digunakan melahirkan

berbagai macam teori kepemimpinan. Kepemimpinan sebagai sekelompok proses,

kepribadian, pemenuhan, perilaku tertentu, persuasi, wewenang, pencapaian tujuan,

interaksi, perbedaan peran, inisiasi struktur, dan kombinasi dari dua atau lebih dari

hal-hal tersebut (Milkhatun, 2016).

a. Definisi Kepemimpinan

Seorang pemimpin adalah orang yang orang lain ikuti secara sukarela dan rela.

Menurut Bennis (1959 dalam Nasar, 2017) mendefinisikan bahwa kepemimpinan

sebagai proses dimana seseorang mempengaruhi seorang pengikut untuk bersikap

sesuai cara. Sedangkan menurut Kouzes & Posner (1995 dalam Nasar, 2017)

mendefinisikan kepemimpinan sebagai, seni memobilisasi orang lain untuk

menginginkannya untuk memperjuangkan aspirasi bersama. Kepemimpinan

didefinisikan sebagai pengaruh dan mencakup penggunaan keterampilan

interpersonal untuk mendorong orang lain untuk mencapai tujuan tertentu.

Selanjutnya, kepemimpinan didefinisikan sebagai seni untuk mempengaruhi orang

lain untuk berjuang sukarela dan antusias menuju pencapaian tujuan. Seorang

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kepemimpinan Klinis Perawat 2

13

pemimpin harus menjadi advokat terpercaya yang efektif yang mengilhami tindakan

berani dengan menggunakan komunikasi 2 arah. Kepemimpinan adalah proses

mempengaruhi sikap dan perilaku orang lain. Kepemimpinan terutama tentang

mempengaruhi orang lain untuk mencapai tujuan bersama. Kepemimpinan telah

diselidiki oleh banyak ilmuwan, seperti yang dibuktikan oleh kebanyakan orang

(Nassar, 2017).

Menurut Nassar (2017) bahwa tidak ada satu definisi kepemimpinan yang

akurat. Namun, definisi ini dapat membantu untuk mendapatkan pemahaman

kepemimpinan yang lebih baik fenomena dan menawarkan berbagai sudut pandang

konsep dan faktor yang mungkin berpengaruh kepemimpinan.

b. Teori Kepemimpinan

Semua teori mengenai kepemimpinan menekankan pada tiga gagasan yang

dibangun baik secara bersama-sama maupun terpisah yaitu: (1) rasionalitas, perilaku,

dan kepribadian pemimpin; (2) rasionalitas, perilaku, dan kepribadian pengikut; dan

(3) faktor-faktor yang berhubungan dengan pelaksanaan tugas, iklim organisasi, dan

budaya. Kepemimpinan pada dasarnya melibatkan orang lain, melibatkan distribusi

kekuasaan yang tidak merata antara pemimpin dan anggota kelompok, menggerakkan

kemampuan dengan menggunakan berbagai bentuk kekuasaan untuk mempengaruhi

tingkah laku bawahan, dan menyangkut nilai. Empat sifat umum yang mempunyai

pengaruh terhadap keberhasilan kepemimpinan organisasi, yaitu: (1) kecerdasan, (2)

kedewasaan, (3) motivasi diri dan dorongan berprestasi, dan (4) sikap hubungan

kemanusiaan. Pemimpin mempunyai tanggung jawab baik secara fisik maupun

spiritual terhadap keberhasilan aktivitas kerja dari yang dipimpin, sehingga menjadi

pemimpin itu tidak mudah dan tidak setiap orang mempunyai kesamaan di dalam

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kepemimpinan Klinis Perawat 2

14

menjalankan kepemimpinannya (Milkhatun, 2016). Kepemimpinan yang dijalankan

seseorang dapat mengacu kepada teori kepemimpinan tertentu. Kepemimpinan dapat

diklasifikasikan menjadi tiga pendekatan, yaitu:

1. Teori Sifat (Trait Approach)

Teori sifat memandang bahwa keberhasilan seorang pemimpin ditentukan

oleh sifat/karakter yang dimiliki pemimpin itu. Pendekatan sifat memandang bahwa

pemimpin yang efektif atau tidak efektif memiliki sifat-sifat atau karakteristik-

karakteristik yang berbeda. Teori ini lebih bersifat genetik dalam memandang asal

mula pemimpin. Para penganut teori ini mengemukakan bahwa leaders are burned not

built (Milkhatun, 2016).

2. Pendekatan Perilaku (Behavioral Approach)

Pendekatan perilaku memandang bahwa kepemimpinan dapat dipelajari dari

pola perilaku, bukan dari sifat-sifat (traits) pemimpin. Alasannya sifat seseorang relatif

sukar untuk diidentifikasikan. Para penganut teori ini berpendapat bahwa leaders are

built not borned (Milkhatun, 2016).

3. Pendekatan Situasional (Situational Approach)

Pendekatan situasional memandang bahwa keefektifan kepemimpinan

tergantung pada kecocokkan antara pribadi, tugas, kekuasaan, persepsi dan sikap.

Para penganut teori ini berkeyakinan bahwa pemimpin yang efektif itu dipengaruhi

oleh faktor genetik dan faktor lingkungan (Milkhatun, 2016).

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kepemimpinan Klinis Perawat 2

15

2.1.2 Kepemimpinan Dalam Keperawatan

Kepemimpinan telah diilustrasikan dalam literatur keperawatan sebagai

proses yang sulit dan multifaset. Ini termasuk memberikan arahan dan dukungan,

memotivasi, mengkoordinasikan, berkolaborasi, komunikasi efektif, dan advokasi

pasien untuk mencapai hasil pasien yang optimal. Di keperawatan, kepemimpinan

menunjukkan kepada para pengikut bagaimana hal-hal dilakukan, membimbing jalan

mereka, dan tindakannya. Selain itu, perawat sebagai bagian dari tim intra disiplin

kesehatan harus mampu memimpin era ketajaman pasien yang tinggi, serba cepat,

dan lingkungan yang sangat kompleks (Nassar, 2017).

IOM(Institute of Medicine) menyatakan bahwa perawat harus dapat memimpin

tim inter professional dan sistem kesehatan selanjutnya, penelitian yang dilakukan

pada kepemimpinan keperawatan telah menunjukkan efektivitas kepemimpinan

dalam peran keperawatan pada hasil pasien seperti keselamatan

pasien. Kepemimpinan keperawatan didefinisikan sebagai pengaruh orang lain untuk

memperbaiki kualitas perawatan bersama dengan partisipasi langsung dalam

perawatan klinis. Kepemimpinan dalam keperawatan melibatkan lingkungan yang

memiliki visi yang jelas, dan dimana staf berada termotivasi dan

diberdayakan. Pemimpin keperawatan adalah agen yang memiliki pengikut di tim

kesehatan (Nassar, 2017).

Menurut Cook & Holt (2006 dalam Nassar, 2017) kepemimpinan

keperawatan adalah tentang memiliki sebuah visi dan pemberdayaan staf. Mereka juga

menambahkan bahwa pemimpin perawat harus memiliki keterampilan, seperti

kepercayaan diri, menghargai orang lain, dan mampu membangun tim secara efektif.

Kepemimpinan keperawatan paling sering dikaitkan dengan eksekutif

perawat dan kurang sering dihubungkan dengan praktik keperawatan di samping

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kepemimpinan Klinis Perawat 2

16

tempat tidur. Dalam literatur keperawatan, sampai saat ini, fenomena kepemimpinan

telah mencerminkan umum kepemimpinan. Itulah kepemimpinan didefinisikan

dalam hal proses interaktif dimana pengikut berada termotivasi dan diberdayakan

untuk mencapai tujuan tertentu. Meski demikian, kepemimpinan tidak semata terkait

dengan tingkat manajemen puncak, namun dapat dikembangkan dan diterapkan di

tempat tidur perawat. Dengan demikian, memperoleh keterampilan kepemimpinan

klinis sangat penting bagi perawat yang memberikan pasien langsung peduli. Hal ini

memungkinkan perawat untuk mengarahkan dan mendukung pasien dan tim

kesehatan saat memberikannya perawatan (Nassar, 2017).

2.1.3 Kepemimpinan Klinis dalam Keperawatan

Kepemimpinan klinis adalah suatu kemampuan perawat pelaksana untuk

meningkatkan kualitas dan keselamatan selama perawatan dengan cara inovasi dan

kreativitas baik dalam proses organisasi maupun praktek keperawatan (Simon, 2014).

National Health Service (NHS) Leadership Academy (2012), mengembangkan suatu

kerangka kepemimpinan klinis yang menggambarkan kualitas pribadi seseorang

dalam memimpin di setiap tingkatan. Kerangka kepemimpinan klinis tersebut dikenal

dengan Clinical Leadership Competency Framework (CLCF), CLCF berlaku untuk setiap

klinisi di semua tahap perjalanan profesional sampai sejak mereka memasuki

pelatihan formal, menjadi berkualitas sebagai praktisi dan seluruh pengembangan

profesional yang berkelanjutan sebagai praktisi berpengalaman yaitu lima domain

dibutuhkan oleh semua perawat (Yusnaini, 2016).

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kepemimpinan Klinis Perawat 2

17

a. Menunjukan Kualitas Pribadi (Demonstrating Personal Qualities)

Kepemimpinan efektif mensyaratkan individu-individu untuk bertindak di

atas nilai-nilai, kekuatan dan kemampuan untuk menyampaikan pelayanan dengan

standar tinggi. Untuk dapat melakukan itu, mereka harus menunjukkan efektivitas

dalam:

1. Pengembangan Kesadaran Diri

Kesadaran diri dikembangkan dengan menyadari nilai-nilai, prinsip dan

asumsi pribadi dan mampu untuk belajar dari pengalaman. Perawat yang kompeten

akan mengakui dan mengartikulasikan nilai-nilai dan prinsip-prinsip sendiri,

memahami bagaimana perbedaan dari individu dan kelompok, mengidentifikasi

kekuatan keterbatasan, dampak dari perilaku sendiri pada orang lain dan efek stres

pada tingkah laku, mengidentifikasi emosi dan prasangka sendiri dan memahami

bagaimana mempengaruhi penilaian dan perilaku sendiri, mendapatkan, menganalisis

dan bertindak dari berbagai sumber umpan balik (NHS, 2012). Menurut Jack &

Smith (2007), pengembangan kesadaran diri berpeluang untuk menerima masukan

dari rekan kerja sebagai individu maupun tingkat profesional keperawatan.

2. Mengelola Diri Sendiri

Manajemen diri dimulai dengan mengatur dan melakukan manajemen diri

sendiri sambil memperhitungkan kebutuhan dan prioritas hal lain. Perawat yang

kompeten akan mengelola dampak emosi dari perilaku mereka dengan pertimbangan

dampak pada orang lain, memenuhi tanggung jawab dan komitmen dengan standar

tinggi secara konsisten, memastikan rencana dan tindakan fleksibel dari pola kerja

orang lain, merencanakan beban kerja dan kegiatan untuk memenuhi persyaratan

kerja dan komitmen tanpa mengorbankan kesehatan (NHS, 2012).

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kepemimpinan Klinis Perawat 2

18

3. Pengembangan Pribadi Berkelanjutan

Pengembangan diri berkelanjutan dilakukan dengan belajar melalui partisipasi

dalam pengembangan profesionalisme berkelanjutan dan pengalaman serta umpan

balik. Perawat yang kompeten akan secara aktif mencari peluang dan tantangan untuk

pembelajaran dan pengembangan diri, mengakui kesalahan dan memperlakukan

mereka sebagai kesempatan pembelajaran, berpartisipasi dalam kegiatan

pengembangan profesional, mengubah perilaku dari hasil umpan balik (NHS, 2012).

4. Bertindak Dengan Integritas

Tindakan yang berintegritas diidentifikasi dengan berperilaku dalam sikap

terbuka, jujur dan beretika. Perawat yang kompeten akan menjunjung etika dan nilai-

nilai pribadi dan profesional, memperhitungkan nilai-nilai organisasi dan

menghormati budaya, keyakinan dan kemampuan individu, berkomunikasi secara

efektif dengan individu, menghargai latar belakang sosial, budaya, agama, etnis, usia,

jenis kelamin dan kemampuan, menghormati dan mempromosikan kesetaraan dan

keragaman serta bertindak sesuai etika dan nilai-nilai yang disepakati (NHS, 2012).

Menurut Butts (2007) perawat yang mempunyai integritas moral akan

bertindak secara konsisten dengan nilai-nilai pribadi dan profesional. Perawat akan

menolak bila diminta atau dipaksa untuk melakukan sesuatu yang bertentangan

dengan nilai-nilai pribadi dan profesional, seperti untuk memalsukan catatan, menipu

pasien, atau menerima pelecehan verbal dari orang lain. Perawat dengan integritas

moral akan menunjukkan karakter diri seperti kejujuran, kebenaran dan keberanian.

Memarian et, al (2007) menunjukkan bahwa perawat yang menerapkan etika dalam

praktek keperawatan bertanggung jawab dan berkomitmen terhadap pekerjaannya.

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kepemimpinan Klinis Perawat 2

19

b. Kerjasama Dengan Orang Lain (Working With Others)

Kepemimpinan yang efektif membutuhkan individu-individu yang dapat

bekerja sama dengan orang lain dalam konteks tim dan jejaring untuk memberikan

dan meningkatkan pelayanan. Agar dapat melakukannya, mereka harus menunjukkan

efektivitas dalam:

1. Mengembangkan Jaringan

Mengembangkan jejaring berarti cara bekerja sama dengan pasien, perawat,

pengguna layanan dan perwakilannya serta kolega di dalam dan diseluruh sistem.

Perawat yang kompeten akan mengidentifikasi peluang bekerja sama dengan orang

lain, menciptakan peluang untuk bekerjasama individu dan kelompok bersama-sama

mencapai tujuan, mempromosikan berbagi informasi dan sumber daya dan secara

aktif mencari pendapat/pandangan orang lain (NHS, 2012). Menurut Kieft et, al

(2014), hubungan kerja dalam bentuk kolaborasi termasuk salah satu unsur penting

perawat pelaksana dalam meningkatkan kualitas asuhan keperawatan. Menurut

Netherlands Institute for Health Services Research (NIVEL) (2013), jejaring sosial yang

dibangun oleh perawat pelaksana mempengaruhi proses perawatan di unit demensia

melalui pertukaran informasi, dukungan sosial, reputasi dan identifikasi organnisasi

sehingga meningkatkan kualitas hidup pasien.

2. Membangun dan Mempertahankan Hubungan

Membangun dan mempertahankan hubungan dilakukan dengan saling

mendengarkan, mendukung, mengumpulkan kepercayaan dan menunjukkan

kesepahaman. Perawat yang kompeten akan mendengarkan orang lain dan mengakui

perspektif yang berbeda, memperhitungkan kebutuhan dan perasaan orang lain,

berkomunikasi secara efektif dengan individu dan kelompok dan menjadi role model

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kepemimpinan Klinis Perawat 2

20

yang positif, mendapatkan/menjaga kepercayaan dan dukungan dari rekan (NHS,

2012).

Menurut Rortveit et al (2015), didapatkan kepercayaan dalam hubungan

perawat dengan pasien merupakan suatu fundamental dan eksistensi. Dimana pasien

menyatakan pengalamannya tentang bagaimana kepercayaan dapat dirasakan,

mengungkapkan kualitas dari perawat yang menciptakan kepercayaan dan situasi yang

menimbulkan kepercayaan terjadi.

3. Mendorong Kontribusi

Mendorong kontribusi dilakukan dengan cara menciptakan lingkungan yang

membuat semua orang terdorong untuk berkontribusi. Perawat yang kompeten akan

memberikan dorongan dan kesempatan bagi rekan kerjanya untuk terlibat dalam

pengambilan keputusan, menghormati nilai dan mengakui peran, mengelola konflik

dan memfokuskan kontribusi dalam meningkatkan pelayanan kepada pasien (NHS,

2012).

Perawat yang kompeten memiliki rasa yang jelas tentang peran mereka,

tanggung jawab dan tujuan dalam tim, mengadopsi pendekatan tim, mengakui dan

menghargai upaya, kontribusi dan kompromi, mengakui tujuan umum dari tim dan

menghormati keputusan, bersedia untuk memimpin sebuah tim yang melibatkan

orang-orang yang tepat pada waktu yang tepat (NHS, 2012).

4. Bekerja Dalam Tim

Tim adalah suatu kelompok kerja yang terdiri dari dau orang atau lebih yang

bekerja bersama-sama dalam saling ketergantungan untuk mencapai tujuan (Badeni,

2013). Berkerja dalam tim bertujuan untuk menyampaikan dan meningkatkan

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kepemimpinan Klinis Perawat 2

21

layanan. Perawat yang kompeten memiliki rasa yang jelas tentang peran mereka,

tanggung jawab dan tujuan dalam tim, mengadopsi pendekatan tim, mengakui dan

menghargai upaya, kontribusi dan kompromi, mengakui tujuan umum dari tim dan

menghormati keputusan, bersedia untuk memimpin sebuah tim yang melibatkan

orang-orang yang tepat pada waktu yang tepat (NHS, 2012).

c. Meningkatkan Layanan (Managing Service)

Kepemimpinan yang efektif menuntut individu-individu untuk fokus pada

keberhasilan organisasi tempatnya bekerja. Untuk dapat melakukan itu, mereka harus

efektif di dalam:

1. Perencanaan Dengan Aktif Memberikan Kontribusi

Merencanakan dimulai dengan secara aktif berkontribusi untuk melakukan

perencanaan dalam upaya pencapaian tujuan. Perawat yang kompeten akan

merencanakan memberikan dukungan untuk layanan yang merupakan bagian strategi

untuk sistem kesehatan yang lebih luas, menerima umpan balik dari pasien, pengguna

jasa dan rekan untuk membantu mengembangkan rencana, berkontribusi untuk

proses perencanaan dan menilai manfaat dan risiko dari berbagai alternatif (NHS,

2012). Menurut Rafery (2013) menyatakan bahwa kesuksesan pemenuhan

kekurangan praktisi perawat terampil memerlukan perencanaan dan pertimbangan

jangka pendek dan jangka panjang.

2. Manajemen Sumber Daya

Manajemen sumber daya dimulai dengan mengetahui sumber daya yang

tersedia dan menjamin bahwa sumber daya tersebut digunakan secara efisien, aman

dan sesuai untuk berbagai macam kebutuhan. Perawat yang kompeten akan

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kepemimpinan Klinis Perawat 2

22

mengidentifikasi jenis dan tingkat sumber daya yang sesuai secara akurat yang

diperlukan untuk memberikan layanan yang aman dan efektif, memastikan layanan

sumber daya, meminimalkan kesalahan dan memberikan arahan ketika sumber daya

tidak digunakan secara efektif dan efisien (NHS, 2012). Menurut Rafery (2013)

menyatakan bahwa manajemen sumber daya perawat pelaksana yang terampil

memerlukan perencanaan jangka pendek dan jangka panjang.

3. Manajemen Manusia

Manajemen personalia dengan menyediakan arahan, meninjau kinerja,

memotivasi dan mempromosikan kesetaraan dan keberagaman. Perawat yang

kompeten akan memberikan bimbingan dan arahan bagi orang lain menggunakan

keterampilan anggota tim secara efektif, meninjau kinerja anggota tim untuk

memastikan bahwa hasil layanan yang direncanakan terpenuhi, memberi dukungan

anggota tim untuk mengembangkan peran dan tanggung jawab, memberikan

dukungan lain untuk perawatan dan layanan pasien lebih baik (NHS, 2012).

4. Mengelola Kinerja

Manajemen kinerja dengan memastikan pola kerja yang dapat mengukur

keluaran layanan dengan memegang tanggung jawab terhadap hasil layanan. Perawat

yang kompeten akan menganalisa informasi dari berbagai sumber tentang prestasi,

mengambil tindakan untuk meningkatkan kinerja, bertanggung jawab untuk

mengatasi masalah yang sulit, membangun belajar dari pengalaman dalam rencana

masa depan (NHS, 2012).

Perawat pelaksana memberikan perawatan berkualitas dengan pengelolaan

yang baik.. Dengan demikian, pengaturan kinerja perawat harus sesuai dengan

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kepemimpinan Klinis Perawat 2

23

standar kinerja profesional profesi perawat. Adapun standar kinerja profesional

profesi perawat terdiri dari delapan kriteria, yaitu jaminan mutu, pendidikan, penilaian

kerja, kesejawatan, etika, kolaborasi, riset dan pemanfaatan sumber-sumber.

d. Mengatur Arah (Improving Service)

Kepemimpinan yang efektif mensyaratkan individu-individu untuk membuat

perbedaan terhadap kesehatan seseorang dengan memberikan pelayanan kualitas

tinggi dan melakukan mengembangkan perbaikan layanan. Untuk dapat melakukan

hal ini, mereka harus dapat:

1. Memastikan Keselamatan Pasien

Menjamin keselamatan pasien dengan menilai dan mengelola resiko pada

pasien yang terkait pengembangan layanan, menyeimbangkan pertimbangan ekonomi

dengan kebutuhan keselamatan pasien. Perawat yang kompeten akan mengidentifikasi

dan mengukur risiko untuk pasien yang menggunakan informasi dari berbagai

sumber, mengunakan bukti baik positif maupun negatif untuk mengidentifikasi

pilihan, mengunakan cara yang sistematis untuk menilai dan meminimalkan risiko

serta memantau efek dan hasil perubahan (NHS, 2012).

2. Mengevaluasi Kritis

Evaluasi kritis berarti mampu berfikir secara analitik, konseptual dan mampu

mengidentifikasi pada aspek mana sebuah layanan dapat ditingkatkan serta dapat

bekerja secara individual sebagai bagian dari tim. Perawat yang kompeten akan

mendapatkan umpan balik pengguna dan pengalaman dari hasil pelayanan yang

diberikan atas pasien, menilai dan menganalisis proses menggunakan metode

perbaikan up-to-date, mengidentifikasi perbaikan kesehatan dan menciptakan solusi

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kepemimpinan Klinis Perawat 2

24

melalui kolaboratif, menilai pilihan, merencanakan dan mengambil tindakan untuk

menerapkan dan mengevaluasi perbaikan (NHS, 2012). Menurut hasil penelitian

Haryanto (2015) di Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Islam Surabaya

menunjukkan ada hubungan yang bermakna antara berpikir kritis dan waktu tanggap

perawat dengan kualitas asuhan keperawatan dan perawat yang berpikir kritis

berpeluang 6 kali menunjukkan kualitas asuhan keperawatan yang baik.

3. Mendorong Perbaikan dan Inovasi

Mendorong perbaikan dan inovasi dengan menciptakan iklim perbaikan

layanan secara terus menerus. Perawat yang kompeten akan mempertanyakan status

quo, menjadi role model positif untuk inovasi, mendorong dialog dan debat dengan

semua orang yang terlibat, mengembangkan solusi kreatif untuk mengubah layanan

dan perawatan (NHS, 2012).

4. Memfasilitasi Transformasi

Memfasilitasi transformasi berarti berkontribusi secara aktif untuk mengubah

proses-proses yang memicu perbaikan layanan. Perawat yang kompeten akan

merubah model yang diharapkan, mengartikulasikan perlunya perubahan dan

dampak terhadap masyarakat dan layanan, mempromosikan perubahan yang

mengarah ke sistem redesign, memotivasi dan memfokuskan kelompok untuk

mencapai perubahan (NHS, 2012).

e. Mengelola Layanan (Setting Direction)

Kepemimpinan yang efektif mensyaratkan masing-masing individu untuk

berkontribusi terhadap strategi dan aspirasi organisasi dan bertindak dengan perilaku

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kepemimpinan Klinis Perawat 2

25

yang konsisten dengan nilai-nilai tersebut. Untuk dapat melakukan ini, masing-masing

individu harus menunjukkan efektivitas dalam:

1. Mengidentifikasi Konteks Untuk Perubahan

Mengidentifikasi perubahan dengan menyadari faktor-faktor yang perlu

diperhitungkan. Perawat yang kompeten akan menunjukkan kesadaran (politik, sosial,

teknis, lingkungan ekonomi, organisasi dan profesional), memahami dan menafsirkan

kerangka undang-undang dan akuntabilitas yang relevan, mengantisipasi dan

mempersiapkan diri untuk masa depan dengan scanning ide-ide, praktek terbaik dan

tren yang akan berdampak pada hasil kesehatan dan mengembangkan dan

mengkomunikasikan aspirasi (NHS, 2012).

Perawat manager dianggap sebagai agen pembaharu dalam mengembangkan

profesionalisme para perawat dalam meningkatkan pelayanan asuhan keperawatan.

2. Menerapkan Pengetahuan dan Bukti

Mengaplikasikan pengetahuan dan bukti ilmiah dengan mengumpulkan

informasi untuk menciptakan perubahan berbasis bukti pada sistem dan pada proses

dalam upaya mengidentifikasi kesempatan untuk perbaikan layanan. Perawat yang

kompeten akan mengunakan metode yang tepat untuk mengumpulkan data dan

informasi, melakukan analisis terhadap berbasis bukti kriteria yang ditetapkan,

mengunakan informasi untuk menantang praktek dan proses yang ada,

mempengaruh orang lain untuk menggunakan pengetahuan dan bukti untuk

mencapai praktek yang terbaik (NHS, 2012). Menurut Retsas (2000), bukti ilmiah

hasil penelitian dapat diaplikasi dalam praktek keperawatan dengan adanya dukungan

organisasi untuk menggunakan penelitian dan melakukan penelitian.

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kepemimpinan Klinis Perawat 2

26

3. Membuat Keputusan

Membuat keputusan dengan menggunakan nilai-nilai yang mereka pegang

dan berbagai bukti ilmiah. Perawat yang kompeten akan berpartisipasi dan

berkontribusi dalam proses pengambilan keputusan organisasi, konsisten bertindak

dengan nilai-nilai dan prioritas organisasi dan profesi, mendidik dan

menginformasikan oranf yang mempengaruhi dan membuat keputusan,

berkontribusi untuk tim, departemen, sistem dan keputusan organisasi (NHS, 2012).

Adapun menurut Toren (2010), pengambilan keputusan menggunakan model etika

mengidentifikasi alternatif tindakan, memilih tindakan dan diskusi tentang isu-isu

yang belum terselesaikan serta menggeneralisasi solusi.

4. Mengevaluasi Dampak

Mengevaluasi dampak dilakukan dengan melakukan pengukuran dan evaluasi

keluaran, membuat tindakan korektif ketika dibutuhkan dan bertanggung jawab

untuk memperhitungkan keputusan mereka. Perawat yang kompeten akan mencoba

dan mengevaluasi pilihan layanan baru, membakukan dan mempromosikan

pendekatan baru, mengatasi hambatan untuk pelaksanaan dan secara formal dan

informal menyebarkan praktik yang baik (NHS, 2012).

f. Menciptakan Visi (Creating The Vision)

Kepemimpinan yang efektif melibatkan diri menciptakan visi untuk masa

depan dan berkomunikasi baik dalam maupun di luar organisasi. Untuk dapat

melakukan ini, masing-masing individu harus menunjukkan efektivitas dalam,: 1)

mengembangkan visi organisasi, dengan melihat ke masa depan untuk menentukan

arah bagi organisasi; 2) mensosialisasikan visi dalam sistem kesehatan yang lebih luas

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kepemimpinan Klinis Perawat 2

27

dengan bekerja sama dengan mitra di seluruh organisasi; 3) mengkomunikasikan visi

dan memotivasi orang lain untuk bekerja untuk mencapainya; 4) mewujudkan visi

dalam berperilaku secara konsisten sesuai dengan visi dan nilai-nilai organisasi (NHS,

2012).

g. Merancang Strategi (Delevering Strategy)

Kepemimpinan yang efektif merancang strategi dengan mengembangkan dan

menyetujui rencana strategis yang menempatkan perawatan berpusat pada pasien dan

memastikan rencana operasional dicapai. Untuk dapat melakukan ini, masingmasing

individu harus menunjukkan efektivitas dalam; 1) membentuk strategi dengan

mengidentifikasi strategi alternatif bagi organisasi dan menggambar pada berbagai

informasi, pengetahuan dan pengalaman; 2) mengembangkan strategi dengan terlibat

bersama rekan-rekan dan para pemangku kepentingan utama; 3) pengorganisasian

strategi dengan mengelola dan asumsi risiko organisasi; 4) menanamkan strategi

dengan memastikan bahwa rencana strategis tercapai dan berkelanjutan (NHS, 2012).

2.1.4 Intrumen Penilaian Kepemimpinan Klinis Perawat

Untuk mengukur kemampuan kepemimpinan klinis perawat dengan

menggunakan instrumen CLCF Clinical Leadership Competency Framework Self-assasment

tolls yang dikembagkan oleh NHS Institude for Inovation and Improvement 2012. Ada 5

domain 1) Menunjukan Kualitas Pribadi, 2) Bekerja Dengan Orang Lain, 3)

Mengelola Layanan, 4) Meningkatkan Layanan, dan 5) Mengatur Langkah. Ada 20

sub domain dengan 40 pernyataan. Pilihan jawaban dengan 3 kolom Merah = Tidak

Setuju : 1, Kuning = Setuju : 2, Hijau = Setuju : 3.(NHS, 2012)

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kepemimpinan Klinis Perawat 2

28

2.1.5 Dampak Kepemimpinan Klinis Keperawatan

Keperawatan kepemimpinan klinis sangat penting karena berbagai

alasan. Pertama, pemimpin perawat klinis memainkan peran penting dalam

mempertahankan efisiensi, produksi, dan efektivitas biaya layanan

keperawatan. Keterampilan kepemimpinan klinis yang efektif memberdayakan

perawat sambil memberikan perawatan dengan kemampuan untuk mengarahkan dan

mendukung pasien dan tim perawatan kesehatan. Ini juga memperbaiki perawatan

yang diberikan untuk pasien, yang pada gilirannya meningkatkan hasil pasien. Selain

itu, kepemimpinan keperawatan klinis memberikan dampak keselamatan dan kualitas

asuhan yang diberikan. Memang penting untuk menonjolkan pengaruhnya

kepemimpinan klinis keperawatan memiliki pada hasil pasien. Pemimpin perawat

menganggap keamanan pasien sebagai prioritas saat melakukan asuhan keperawatan

seperti manajemen pengobatan, perawatan luka, pengendalian infeksi, dan

pendidikan pasien untuk mencapai hasil pasien yang optimal(Nassar, 2017).

Dalam tinjauan sistematis, Wong et al (2013) menemukan hubungan antara

kepemimpinan keperawatan praktik dan hasil pasien. Temuan menunjukkan bahwa

kepemimpinan yang efektif telah dilakukan terkait dengan penurunan lama tinggal,

menurunkan tingkat kesalahan pengobatan, pasien jatuh, infeksi saluran kencing, dan

pneumonia. Selain itu, literatur keperawatan mengusulkan bahwa kepemimpinan

klinis meningkatkan kualitas asuhan yang diberikan, hasil pasien, dan kematian pasien

yang rendah. Perawat yang memiliki keterampilan kepemimpinan klinis

mempengaruhi seting klinis dan meningkatkan keamanan pasien. Dengan demikian,

dapat dikatakan bahwa kepemimpinan klinis berfungsi untuk mencapainya perawatan

yang aman dan hasil pasien yang optimal, penting penekananya.

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kepemimpinan Klinis Perawat 2

29

2.1.6 Karakteristik Kepemimpinan Klinis Perawat

Pemimpin klinis perawat yang sukses adalah orang yang merupakan pemikir

kritis, pelajar seumur hidup, dan terbuka terhadap ide baru. Pemimpin klinis perawat

harus memiliki pengetahuan, mempertahankan pertumbuhan profesional, dan tetap

mengikuti profesi ini. Padahal harus kompeten secara klinis dan berpengetahuan

klinis. Pemimpin harus memiliki visi, seni untuk mengetahui caranya memilih yang

terbaik dari orang lain, para pemimpin yang berkembang membuat orang lain

melakukan yang terbaik untuk mereka capai hasil yang diinginkan pemimpin yang

efektif menunjukkan kepercayaan diri, karena kepemimpinan kunci ketrampilan

(Nassar, 2017).

Pentingnya kepemimpinan klinis dalam sistem perawatan kesehatan saat ini

tidak bisa dilebih-lebihkan atau diremehkan. Efektif kepemimpinan klinis secara

konsisten telah diidentifikasi sebagai komponen penting untuk memastikan kualitas

perawatan dan tempat kerja yang sehat. Pada kepemimpinan yang efektif oleh

organisasi profesi dan pemerintah mempunyai kesulitan dalam masalah

kepemimpinan klinis yang tidak efektif. Di era praktik berbasis bukti efektif

kepemimpinan klinis harus dikemukakan sebagai obat mujarab untuk penyakit dalam

sistem kesehatan. Perlu ditempatkan estetika atribut kepemimpinan, baik dalam

keperawatan dan program kepemimpinan yang ditawarkan untuk perawat.

Diperlukan untuk memperluas dan menginformasikan pemahaman dari konsep

kepemimpinan klinis(Mannix, J et al, 2013).

Karakteristik sangat penting bagi pemimpin klinis perawat, karena ini akan

membantu untuk menjadi sukses dan memberikan perawatan berkualitas

tinggi. Perawat harus menerapkan karakteristik ini pada profesi agar mendapatkan

kepercayaan dan rasa hormat dari anggota perawatan kesehatan dan pasien, yang

Page 19: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kepemimpinan Klinis Perawat 2

30

pada waktunya akan mengarahkan pengembangan praktik klinis keperawatan (Nassar,

2017).

Kemampuan kepemimpinan klinis sangat dibutuhkan oleh perawat pelaksana

untuk meningkatkan pelayanan keperawatan yang berkualitas. Kemampuan

kepemimpinan klinis sebagai respon perawat pelaksana untuk meningkatkan

kemandirian dan kepercayaan diri dalam memberikan asuhan keperawatan sesuai

dengan keilmuannya serta pengelolaan layanan keperawatan yang aman dan efisien.

Dukungan manajemen memegang peranan sangat penting dalam mendukung

kepemimpinan klinis (Yusnaini, 2016).

2.1.7 Faktor Yang Berkontribusi Terhadap Kepemimpinan Klinis Perawat

Faktor yang menunjukkan bahwa ada berbagai faktor, yang berkontribusi

terhadap keperawatan klinis keterampilan kepemimpinan, seperti karakteristik

perawat, pendidikan, dan pengalaman. Usia mempengaruhi keterampilan

kepemimpinan antara usia dan keterampilan kepemimpinan klinis. Dalam literatur

keperawatan mengenai hubungan antar usia dan keterampilan kepemimpinan klinis,

menunjukkan bahwa peningkatan keterampilan kepemimpinan klinis dikaitkan

dengan perawat yang lebih tua. Dari direksi menyatakan bahwa ada perbedaan praktik

antara baccalaureate-prepared perawat dibandingkan perawat dengan gelar diploma,

karena yang pertama memiliki ketrampilan kepemimpinan klinis lebih tinggi. Diyakini

bahwa perawat yang berpengalaman dengan baccalaureate dapat memiliki ketrampilam

kepemimpinan klinis yang lebih baik dibandingkan dengan perawat yang dipersiapkan

diploma, seperti yang dibutuhkan (Nassar, 2017).

Teori Self-Efficacy Bandura, di mana pengalaman kepemimpinan yang sukses

dapat diterjemahkan ke pengaturan yang berbeda. Faktor-faktornya yang

Page 20: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kepemimpinan Klinis Perawat 2

31

mempengaruhi keterampilan kepemimpinan dan bagaimana mereka berinteraksi

untuk memfasilitasi pengembangan pemimpin sampai keterampilan dan keahlian

kapal di kalangan perawat. Faktor kehidupan pribadi seperti status pernikahan

berpengaruh terhadap perkembangan keterampilan kepemimpinan perawat. Sebuah

studi review ditemukan bahwa data demografi (status perkawinan, ras, dan jenis

derajat keperawatan) secara signifikan mempengaruhi kepemimpinan perawat.

Dintinjau literatur integratif ini menemukan bahwa disana adalah celah yang

berkaitan dengan faktor-faktor yang mempengaruhi kemampuan kepemimpinan

perawat (Nassar, 2017).

2.2 Tim Dinamis Resusitasi

2.2.1 Tim Dinamis

Kerja sebagai bagian dari tim adalah bagian dari lingkungan kerja yang

normal, hanya sedikit orang yang bekerja sendiri secara eksklusif. Menjadi bagian dari

sebuah tim bisa menjadi bagian indah dari kehidupan kerja dapat membuat

persahabatan seumur hidup dan memiliki rekan-rekan inspirasional yang memberikan

dukungan, pengetahuan dan keterampilan yang dapat dibagi. Namun, bekerja dalam

tim atau grup selalu lebih rumit. Tak pelak lagi, cita-cita sulit untuk dicapai karena ada

begitu banyak dinamika yang mempengaruhi kerja tim dan dapat mengganggu

manfaatnya. Dalam memahami pentingnya bagaimana tim bereaksi dan berperilaku

satu sama lain, bisa di bawah berdiri, bagaimana mendorong staf untuk memainkan

kekuatan mereka, membentuk hubungan yang sehat, terbuka, sesuai, dan untuk

merasakan anggota tim yang berharga (Yardley, 2014).

Page 21: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kepemimpinan Klinis Perawat 2

32

a. Definisi

Dinamika tim adalah kekuatan psikologis dan ketidaksadaran yang

mempengaruhi arah perilaku dan kinerja tim. Dinamika tim diciptakan oleh sifat

kerja tim, kepribadian di dalam tim, hubungan kerja mereka dengan orang lain, dan

lingkungan (Myers, 2013).

Lewin (1947 dalam Yardley, 2014), seorang ahli psikologi sosial dan ahli

manajemen perubahan, dikreditkan untuk menciptakan istilah 'dinamika

kelompok'. Dia mencatat bahwa orang sering mengambil peran dan perilaku yang

berbeda saat mereka bekerja dalam kelompok. Dinamika kelompok menggambarkan

efek dari peran dan perilaku ini pada anggota kelompok lainnya, dan pada kelompok

secara keseluruhan.

b. Model Tim Dinamis

Ada banyak model yang digunakan untuk menggambarkan dinamika

tim. Banyak dari mereka menggambarkan aspek psikologis dinamika kelompok,

seperti:

1. Dinamika kelompok mempertimbangkan bagaimana orang berinteraksi dan persepsi

umum yang muncul dalam kelompok (Lewin, 1947).

2. Psikoanalisis berkaitan dengan perilaku defensif (anggota) anggota tim (Freud, 1885;

Bion, 1980)

3. Fundamental Interpersonal Realation Orientation (FIRO) atau elemen manusia

menganggap kompatibilitas antara orang-orang yang menggunakan perilaku inklusi,

kontrol dan keterbukaan, dan bagaimana perilaku tersebut berkaitan dengan perasaan

penting, kompetensi dan kesukaan (Schutz, 1958)

Page 22: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kepemimpinan Klinis Perawat 2

33

4. Model Tuckman mempertimbangkan empat tahap pengembangan untuk membentuk

tim, menyerbu, menormalkan dan melakukan (Tuckman, 1965)

5. Team Roles seperti indikator peran tim manajemen (MTR-i) atau Belbin, memeriksa

bagaimana kinerja tim terkait dengan sembilan peran psikologis yang diambil oleh

anggota tim yang berbeda (Belbin, 1981)

6. Teori tipe kepribadian, seperti indikator tipe Myers-Briggs, profil DISC dan dominasi

otak Herrmann, pertimbangkan bagaimana perbedaan preferensi anggota tim

mempengaruhi interaksi dan kinerja tim mereka (Myers dan Briggs, 1962)

7. Team Island an In/Out Groups menunjukkan bagaimana sub-tim dapat terbentuk

sebagai hasil dari anggota yang memiliki karakteristik berbeda atau dipisahkan oleh

batas geografis.

Memiliki pemahaman tentang beberapa model ini dan bagaimana hal itu

dimainkan di tempat kerja menggambarkan kekuatan argumen yang mendukung

kebutuhan untuk melihat secara dekat bagaimana membangun tim yang efektif

secara positif (Yardley, 2014).

c. Dampak Tim Dinamis Yang Buruk

Tim dinamis dapat membuat perbedaan yang signifikan terhadap kinerja tim

melalui konflik, ketidakpercayaan, dan penurunan motivasi yang tidak produktif.

Memastikan hal ini tidak menjadi masalah dalam lingkungan kerja yang seringkali

penuh tekanan sangat penting. Benturan kepribadian, masalah ketidakamanan baik

dalam peran maupun pribadi, kontrol dan intimidasi semua atribut efektivitas tim

yang buruk. bisa menghancurkan budaya dan staf pada dampak jangka panjang

(Yardley, 2014).

Page 23: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kepemimpinan Klinis Perawat 2

34

d. Budaya dan Nilai

Budaya di lingkungan kerja berhubungan dengan jalannya berfikir melakukan

hal-hal di sekitar. Budaya dibentuk oleh warisan, reputasi dan nilai. Itu adalah orang-

orang yang membuat naiknya tim, yang dipimpin dan dipengaruhi oleh struktur

manajemen yang bertanggung jawab atas pelestarian dari budaya itu. Semua

organisasi berusaha untuk memastikannya lingkungan kerja dan nilai-nilai pada

intinya agar tercermin melalui orang-orang sekitar. Bila ini salah, tim bisa dipandang

oleh orang lain sebagai 'sulit', 'susah didapat dengan', atau bahwa mereka 'tidak gel'.

Mengatasi masalah seperti itu bisa jadi sulit dan membutuhkan banyak waktu dan

ketekunan dipimpin di tingkat manajemen (Yardley, 2014).

e. Sebuah Kelompok Positif

Kelompok dengan dinamika positif mudah dikenali. Anggota tim saling

percaya satu sama lain, mereka bekerja menuju keputusan kolektif, dan mereka saling

bertanggung jawab untuk membuat sesuatu terjadi. Selain itu, para periset telah

menemukan bahwa ketika sebuah tim memiliki dinamika yang positif, anggotanya

hampir dua kali lebih kreatif seperti kelompok rata-rata (Manktelow & Thompson,

2013). Tim yang bekerja sama dengan cara ini adalah motivasi diri, suportif dan

cerdas secara emosional. Mendapatkan kinerja tim melalui dinamika sama pentingnya

dengan layanan yang diberikannya (Yardley, 2014).

f. Analisis Transaksional: Dinamika Interaksi

Setiap kali seorang individu berbicara kepada anggota tim yang lain, ada

interaksi dinamis yang terjadi. Analisis transaksional adalah cara yang populer untuk

melihat mampu menciptakan hubungan yang sehat, terbuka dan penuh rasa hormat

Page 24: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kepemimpinan Klinis Perawat 2

35

di antara anggota tim ide ini dikembangkan oleh Dr Eric Berne (1964), penulis Games

People Play, buku tanah-melanggar di mana ia memperkenalkan game dan analisis

transaksional. Menurut Berne, permainan adalah transaksi ritual atau pola perilaku

antar individu yang bisa menunjukkan perasaan atau emosi tersembunyi.

Ada tiga keadaan ego yang dimainkan: orang tua, orang dewasa dan

anak. Bergantung pada 'peran' seseorang yang dimainkan yang mempengaruhi

respon dari lawan bicara. Untuk pujian “Ya”, seseorang dalam tim yang memerankan

keadaan ego orang tua negatif dapat menimbulkan respons negatif seperti anak kecil

terhadap orang yang mereka ajak bicara. Hal ini dapat menyebabkan dinamika yang

tidak sehat. Bertujuan untuk mencapai hubungan orang dewasa-ke-orang dewasa

adalah keadaan yang diinginkan untuk sebuah tim yang akan masuk, dengan beberapa

pengecualian (Yardley, 2014).

g. Kecerdasan Emosional dan Performa Tim

Goleman (1998) mengacu pada kecerdasan emosi sebagai: 'Kemampuan

untuk mengenali perasaan kita sendiri dan perasaan orang lain, untuk memotivasi diri

kita sendiri, dan untuk manajemen memiliki emosi baik dalam diri kita dan dalam

hubungan kita'. Menjelajahi beberapa inti kecerdasan emosional inti Untuk

pengembangan ketahanan meliputi; 1 )Kesadaran diri, 2 )Mengelola emosi, 3 )

Kesadaran sosial dan, 4 ) Kemampuan berkomunikasi.

Tim yang secara aktif melihat untuk mengembangkan kecerdasan emosi

dalam tim mereka menjadi lebih sadar akan kebutuhan lingkungan kelompok yang

mendukung dan memelihara. Mereka jauh lebih sadar akan dampak perilaku, sikap

dan kepribadian mereka terhadap budaya tim dan berusaha memaksimalkan fungsi

tim, yang pada akhirnya memungkinkan pemberian layanan yang lebih baik. Sebuah

Page 25: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kepemimpinan Klinis Perawat 2

36

program perubahan budaya untuk mengenalkan tipe perilaku dan perilaku baru

terhadap norma-norma organisasi proses baru, alat atau teknologi, misal untuk

memudahkan komunikasi yang lebih baik (Yardley, 2014).

2.2.2 Resusitasi

a. Definisi Resusitasi Jantung Paru

Kematian otak dan kematian permanen dapat terjadi dalam jangka waktu 8

sampai 10 menit dari seseorang tersebut mengalami henti jantung. Kondisi tersebut

dapat dicegah dengan pemberian resusitasi jantung paru dan defribilasi dengan segera

(sebelum melebihi batas maksimal waktu terjadinya kerusakan otak), untuk secepat

mungkin mengembalikan fungsi jantung normal. Resusitasi jantung paru dan

defribilasi yang diberikan antara 5 sampai 7 menit dari pasien mengalami henti

jantung, hal tersebut akan memberikan kesempatan pasien untuk hidup rata-rata

sebesar 30% sampai 40% (American Heart Assosiation, 2010).

b. Prosedur Resusitasi Jantung Paru

Pada penanganan pasien dengan henti jantung dikenal dengan istilah rantai

untuk bertahan hidup (chain of survival), cara untuk menggambarkan penanganan

secara ideal yang harus diberikan ketika terjadi henti jantung. Rantai kehidupan (chain

of survival) terdiri dari beberapa tahap (American Heart Assosiation, 2015)

Page 26: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kepemimpinan Klinis Perawat 2

37

Gambar 2.1 In Hospital Cardiac Arrest (American Heart Assosiation, 2016).

Gambar 2.2 Out Hospital Cardiac Arrest (American Heart Assosiation, 2016).

Menurut American Heart Assosiation (2015), untuk pendekatan secara

menyeluruh pada pasien dengan henti jantung ada beberapa hal, yaitu the basic life

support (BLS) assessment, the primary assessment, dan secondary assesment.

1. The Basic Life Support (BLS) Assessment

a. Cek respon

b. Meminta bantuan

c. Cek nadi dan pernafasan

d. Defribilasi atau resusitasi jantung paru.

Page 27: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kepemimpinan Klinis Perawat 2

38

2. The Primary Assessment

a. Airway (Jalan Nafas)

Prioritas intervensi tertinggi adalah mempertahankan kepatenan jalan nafas.

Dalam hitungan menit tanpa adekuatnya suplai oksigen dapat menyebabkan trauma

serebral yang akan berkembang menjadi kematian otak (anoxic brain death). Jalan nafas

harus bersih dari secret atau debris dengan menggunakan kateter suction atau secara

manual jika diperlukan. Spinal servikal harus diproteksi pada klien trauma dengan

kemungkinan trauma spinal secara manual alignment leher pada posisi netral, posisi in-

line dan menggunakan maneuver jaw thrust ketika mempertahakan jalan nafas (Krisanty

et al, 2016).

Secara umum, masker non-rebreather adalah yang paling baik untuk pasien

dengan nafas spontan. Ventilasi bag-valve-mask (BVM) merupakan alat bantu

pernafasan yang tepat dengan oksigen 100% diindikasikan untuk pasien yang

memerlukan bantuan ventilasi selama dilakukan resusitasi. Pasien dengan gangguan

kesadaran, diindikasikan dengan GCS(Glagow Coma Scale) kurang dari sama dengan 8,

membutuhkan airway definitive seperti endotracheal tube (ETT) (Krisanty et al, 2016).

b. Breathing (Pernafasan)

Setelah jalan nafas tertangani, prioritas berikutnya adalah breathing.Untuk

mengetahui apakah usaha ventilasi efektif atau tidak pada saat pasien bernafas.

Penanganan ini fokus pada auskultasi suara nafas dan evaluasi ekspansi dada, usaha

respirasi, dan adanya bukti trauma pada dinding dada atau abnormalitas fisik. Saat

dilakukan resusitasi jantung paru maka ventilasi mekanik harus dihentikan dan

diganti dengan ventilasi secara manual menggunakan bag-valve-mask (Krisanty et al,

2016). Setelah ventilasi efektif, pemberian oksigen 100% pada pasien dengan henti

Page 28: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kepemimpinan Klinis Perawat 2

39

jantung hingga saturasi oksigen mencapai 94% atau lebih menggunakan pulse oximetry

(American Heart Assosiation, 2015).

c. Circulation

Menurut Kristanty et al (2016) penanganan selanjutnya yaitu circulation,

diharapkan menghasilkan sirkulasi yang efektif melalui resusitasi jantung paru. Dalam

kondisi resusitasi tekanan darah sistolik pada nadi radialis dapat diperkirakan

sedikitnya 80 mmHg melalui tensimeter. Monitor atau defribillator digunakan untuk

mengetahui adanya ritme aritmia atau henti jantung. Akses tambahan dapat dicapai

melalui intravena atau intraosseus, cairan resusitasi yang diberikan adalah ringer’s lactate

dan normal saline 0,9%. Setelah pemberian cairan teratasi berikan terapi farmakologi

sesuai permintaan dokter, lakukan pemeriksaan kadar glukosa dalam darah, dan

pengukuran suhu tubuh untuk memeriksa adanya hipotermia atau tidak (American

Heart Assosiation, 2015).

d. Disability

Menurut American Heart Assosiation (2015) pemeriksaan disability meliputi

pemeriksaan fungsi neurologis dan pemeriksaan tingkat kesadaran. Untuk

pemeriksaan tingkat kesadaran dapat diukur menggunakan pengukuran Gaslow Coma

Scale (GCS) dan menggunakan AVPU. Pengukuran tingkat kesadaran Gaslow Coma

Scale merupakan penilaian yang mengukur melalui respon buka mata, respon verbal,

dan respon motorik. Namun, untuk evaluasi pengukuran AVPU dinilai melalui alert

(waspada), responsive to voice (berespon pada suara), responsive to pain (berespon terhadap

nyeri), dan unresponsive (tidak ada respon) (Krisanty et al, 2016).

Page 29: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kepemimpinan Klinis Perawat 2

40

e. Exposure

Komponen terakhir yaitu exposure. Seluruh pakaian pasien harus dibuka untuk

memudahkan pemeriksaan secara fisik dan melihat adanya tanda trauma, perdarahan,

luka bakar, tanda yang patologis American Heart Assosiation (2015). Saat akan dilakukan

resusitasi pakaian harus dibuka untuk mencapai bagian tubuh dengan cepat dan tepat.

Pada saat pakaian dibuka risiko hipotermia dapat terjadi. Secara umum, hipotermia

merupakan komplikasi pada klien trauma dikarenakan terjadinya vasokonstriksi

pembuluh darah, kesulitan akses intravena dan arteri, gangguan oksigenasi dan

ventilasi, koagulopati, peningkatan perdarahan, dan metabolisme terapi yang

melambat di hepar Sedlak (1995, dalam Krisanty et al, 2016).

3. The Secondary Assessment

Penilaian sekunder melibatkan diagnosa, termasuk fokus terhadap riwayat

medis dan mencari serta mengobati yang menjadi penyebab henti jantung (H’s dan

T’s). Untuk menemukan diagnosa yang akan ditegakkan, maka diperlukan

pertimbangan untuk menggunakan SAMPLE (Signs and Symptoms, Allergies, Medications

(termasuk dosis obat yang terakhir diberikan), Past medical history, Last meal consumed,

Events) penilaian sekunder melibatkan diagnosa, termasuk fokus terhadap riwayat

medis dan mencari serta mengobati yang menjadi penyebab henti jantung (H’s dan

T’s). Untuk menemukan diagnosa yang akan ditegakkan, maka diperlukan

pertimbangan untuk menggunakan SAMPLE (Signs and Symptoms, Allergies,

Medications) termasuk dosis obat yang terakhir diberikan), Past medical history, Last meal

consumed, Events) (American Heart Assosiation, 2015).

Terdapat beberapa potensi yang menyebabkan terjadinya henti jantung serta

kondisi darurat cardiopulmonary yang disebut dengan H’s (Hypovolemia, Hypoxia,

Hydrogen ion (acidosis), Hypo-/Hyperkalemia, Hypothermia) dan T’s (Tension pneumothorax,

Page 30: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kepemimpinan Klinis Perawat 2

41

Tamponade (cardiac), Toxins, Thrombosis (pulmonary), Thrombosis (coronary)) (American Heart

Assosiation, 2015).

Gambar 2.3 Adult Cardiac Arrest Algorithm (American Heart Assosiation, 2015)

Page 31: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kepemimpinan Klinis Perawat 2

42

4. Terapi Resusitasi Jantung Paru

Menurut American Heart Assosiation (2015), terdapat beberapa terapi

farmakologi yang diberikan pada pasien henti jantung dengan Rhythm Shockable

ataupun tanpa Rhythm Shockable pada saat dilakukan resusitasi jantung paru. Terapi

farmakologi pasien henti jantung dengan Rhythm Shockable:

a. Pemberian epinephrine setiap 3 sampai 5 menit melalui intravena atau bolus dengan

dosis 1mg.

b. Pemberian amiodarone melalui intravena atau bolus, pemberian pertama dengan dosis

300 mg melalui bolus dan pemberian kedua dengan dosis 150 mg.

c. Terapi farmakologi pasien henti jantung tanpa Rhythm Shockable, diberikan epinephrine

setiap 3 sampai 5 menit melalui intravena atau bolus dengan dosis 1 mg.

5. Penatalaksanaan Post Cardiac Arrest

Pasien yang telah mendapatkan kembali sirkulasi secara spontan (ROSC)

setelah terjadinya henti jantung dalam semua kondisi memiliki kombinasi

patofisiologi yang kompleks yang disebut post-cardiac arrest syndrom, yang mana

termasuk postarrest brain injury, postarrest myocardial dysfunction, iskemia sistemik atau

respon perfusi dan patologi akut dan kronis permanen yang mungkin menjadi faktor

awal penyebab henti jantung (American Heart Assosiation, 2016).

Page 32: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kepemimpinan Klinis Perawat 2

43

Gambar 2.4 Adult Immediate Post Cardiac Arrest Care Algorithm(American Heart Assosiation, 2015).

2.2.3 Efektifitas Tim Dinamis Resusitasi

Upaya tim dinamis resusitasi yang sukses sering kali membutuhkan penyedia

layanan kesehatan untuk secara bersama melakukan berbagai intervensi. Meskipun

seorang yang terlatih dengan CPR bekerja sendiri dapat menyadarkan pasien saat-saat

pertama jatuh, sebagian besar upaya memerlukan usaha terpadu dari beberapa

Page 33: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kepemimpinan Klinis Perawat 2

44

penyedia layanan kesehatan. Kerjasama tim yang efektif membagi tugas sambil

memberikan peluang hasil yang sukses (American Heart Association, 2016).

Kesuksesan tim berkinerja tinggi tidak hanya memiliki keahlian medis dan

penguasaan keterampilan resusitasi, namun juga menunjukan komunikasi dan tim

dinamis yang efektif. Pentingnya peran tim dan anggota tim yang efektif dalam tim

dinamis berkinerja tinggi. Peran tim leader memimpin tim adalah multi-faceted.

Pemimpin tim mengatur kelompok, memonitor kinerja individu anggota tim,

melindungi atas anggota tim, model perilaku tim yang sangat baik, kereta api dan

pelatih, memfasilitasi pemahaman dan berfokus pada perawatan pasien yang

komprehensif (American Heart Association, 2016).

Tim dinamis (fleksibel, mudah beradaptasi, terkoordinasi, kooperatif,dll), jauh

lebih mungkin untuk melakukan tugas resusitasi lebih cepat, pada saat yang tepatdan

dengan sedikit kesalahan. Tim ini adalah lebih berpengalaman, tapi mereka juga

dipimpin oleh tim pemimpin yang telah membangun struktur untuk tim yang efektif.

Kepemimpinan dan kinerja tim adalah ditandai dengan sistem one way verbal dan

komunikasi non verbal, pemimpin ke tim, biasanya dengan perintah langsung. Tentu

saja ada saat tim diberi umpan kembali kepemimpin, tapi ini lebih cenderung non-

verbal (Cooper. S & Wakelam, A, 1999).

Koordinasi tim - perencanaan, kepemimpinan dan komunikasi - dipelajari

dengan baik dan faktor yang sangat relevan yang memprediksi CPR kualitas kinerja

juga menjadi dasar untuk pengembangan model integratif berdasarkan elemen

perencanaan prosedur darurat-alokasi peran dan distribusi tugas melalui

kepemimpinan efektif yang diterapkan melalui komunikasi verbal yang jelas dan

dipahami sangat penting persyaratan koordinasi dalam perawatan CPR (Castelao, E. F

et al, 2013)

Page 34: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kepemimpinan Klinis Perawat 2

45

a. Elemen Efektif Tim Dinamis Resusitasi

Roles (Peran)

1. Peran dan Tanggung Jawab Yang Jelas

Setiap tim harus mengetahui peran dan tanggung jawabnya. Bila kurang dari 6

orang yang hadir, tugas harus di prioritaskan dan di tugaskan ke penyedia layanan

kesehatan saat itu (American Heart Association, 2016).

Gambar 2.5 Position for 6-Person High Performance Team (American Heart Assosiation,2016)

Ketika peran tidak jelas menggangu kinerja tim, tanda-tanda peran yang tidak

jelas adalah melakukan tugas yang sama lebih dari satu kali, kehilangan tugas, anggota

tim yang memiliki banyak peran banhkan banyak anggota.

Untuk menghindari inefisiesnsi, pemimpin tim harus secara jelas

mendelegasikan tanggung jawab. Anggota tim harus berkomunikasi kapan dan jika

Page 35: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kepemimpinan Klinis Perawat 2

46

mereka dapat menangani tambahan hanya mengikuti pemimpin harus mendorong

anggota tim untuk berpartisipasi dalam kepemimpinan dan petunjuk secara

bersamaan (American Heart Association, 2016).

2. Mengetahui Keterbatasan Anda

Tidak hanya semua orang di tim tahu keterbatasan dan kemampuannya

sendiri, namum pemimpin juga harus tahu. Hal ini memukinkan pemimpin tim untuk

mengevaluasi sumber daya tim dan meminta cadangan bila diperlukan. Anggota

kinerja tim yang tinggi harus mengantisipasi situasi dimana mereka mungkin

memerlukan bantuan dan informasikan pada pemimpin. Selama kondisi stres dari

usaha resusitasi, jangan beralih atau jelajahi kemampuan baru. Jika memerlukan

bantuan ekstra, mintalah lebih awal. Ini bukan pertanda kelemahan atau

ketidakmampuan meminta bantuan, lebih baik mendapat lebih banyak bantuan dari

pada yang dibutuhkan daripada tidak cukup membantu, yang akan berdampak

negatif pada hasil pasien (American Heart Association, 2016).

3. Intervensi Konstruktif

Selama usaha resusitasi, pemimpin atau anggota tim berkinerja tinggi perlu

melakukan intervensi jika tindakan yang akan terjadi tidak tepat waktu. Diperlukan

adanya intervensi konstruktif, tindakan itu harus bijaksana. Pemimpin tim harus

menghindari konfrontasi dengan anggota tim. Sebagai gantinya, lakukan pembekalan

sesudahnya jika kritik kritis diperlukan (American Heart Association, 2016).

Page 36: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kepemimpinan Klinis Perawat 2

47

What to Comunicate (Bagaimana Berkomunikasi)

1. Berbagi Pengetahuan

Berbagi informasi merupakan komponen penting pada kinerja tim yang

tinggi. Tim pengarah dapat terperaangkap dalam pendekatan diagnostik khusus,

kesalahan umum manusia disebut kesalahan fiksasi. Bila usaha resusitasi tidak efektif,

kembali ke dasar dan berkomunikasi dengan tim dengan percakapan. Anggota tim

berkinerja tinggi harus memberi tahu pemimpin tentang setiap perubahan kondisi

pasien untuk memastikan bahwa keputusan di buat dengan informasi yang ada

(American Heart Association, 2016).

2. Meringkas dan Mengevaluasi Ulang

Peran pemimpin tim adalah memantau dan menilai ulang (status pasien,

Intervensi yang telah dilakukan, temuan penilaian secara periodik. Praktik yang baik

adalah pemimpin dan tim meringkas informasi ini dengan ladang pembaharuan

rencana tim. Tinjaulah status upaya realisasi dan umumkan flesksibel untuk beberapa

langkah berikutnya. Ingatlah kondisi pasien bisa berubah. Tetap mengubah rencana

pengobatan dan meninjau ulang diagnosis awal yang berbeda. Mintalah informasi dari

timer/perekam juga (American Heart Association, 2016).

How To Communicate (Bagaimana Cara Komunikasi)

1. Komunikasi Tertutup

Ketika berkomunikasi dengan anggota tim resusitasi, pemimpin tim harus

menggunakan komunikasi loop tertutup dengan mengambil langkah-langkah ini:

a. Pemimpin tim memberikan pesan, pesanan, atau tugas untuk anggota tim.

Page 37: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kepemimpinan Klinis Perawat 2

48

b. Pemimpin tim menegaskan bahwa pesan itu didengar dan dipahami oleh penerima

respon yang jelas dan kontak mata yang baik dari anggota tim.

c. Pemimpin tim mendengarkan konfirmasi dari anggota tim yang tugas itu dilakukan

sebelum menugaskan tugas lain (American Heart Association, 2016).

2. Pesan Yang Jelas

Pesan yang jelas terdiri dari komunikasi yang di ucapkan dengan ucapan yang

khas dengan nada dan suara yang terkontrol. Semua petugas kesehatan harus

menyampaikan pesan dan perintah secara tenang dan langsung tanpa teriak atau

berteriak. Komunikasi yang tidak jelas dapat menyebabkan penundaan perawatan

yang tidak perlu atau kesalahan pengobatan karena teriakan dapat menggangu

interaksi tim yang efektif dengan kinerja tinggi. Hanya satu per orang yang berbicara

kapanpun (American Heart Association, 2016).

3. Saling Menghormati

Tim terbaik terdiri dari anggota yang berbagi saling menghormati satu sama

lain dan bekerja sama dengan cara yang mendukung kolegial. Untuk memiliki

berkinerja tinggi resusitasi tim setiap orang harus meninggalkan egonya di pintu dan

menghormati satu sama lain selama upaya resusitasi, terlepas dari pelatihan tambahan

atau pengalaman bahwa pemimpin tim atau anggota tim tertentu mungkin memiliki

(American Heart Association, 2016).

2.2.4 Indikator Penilaian Tim Dinamis Resusitasi

Untuk mengukur kemampuan tim dinamis resusitasi dengan menggunakan

instrumen TEAM (Team Emergency Assassment Measure) yang terdiri dari 4 domain

Page 38: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kepemimpinan Klinis Perawat 2

49

yaitu, 1)Kepemimpinan, 2)Kerja Tim, 3) Task Management, dan 4) Penilaian

keseluruhan kerja tim saat resusitasi. Kuesioner yang digunakan berbentuk skala likert

dengan 12 item pernyataan dan semua item pernyataan favorabel. Adapun penilaian

pernyataan tersebut terdiri dari 1 = tidak sama sekali terkait, untuk 5 = paling relevan

(Copper, 2010).

2.3 Pengaruh Kepemimpinan Klinis Perawat Gawat Darurat Terhadap Tim

Dinamis Resusitasi

Pentingnya kepemimpinan klinis dalam sistem perawatan kesehatan saat ini

tidak bisa dilebih-lebihkan atau diremehkan. Efektif kepemimpinan klinis secara

konsisten telah diidentifikasi sebagai komponen penting untuk memastikan kualitas

perawatan dan tempat kerja yang sehat. Pada kepemimpinan yang efektif oleh

organisasi profesi dan pemerintah mempunyai kesulitan dan masalah kepemimpinan

klinis yang tidak efektif. Di era praktik berbasis bukti efektif kepemimpinan klinis

harus dikemukakan sebagai terapi efektif untuk penyakit sistem kesehatan. Perlu

ditempatkan estetika atribut kepemimpinan, baik dalam keperawatan dan program

kepemimpinan yang ditawarkan untuk perawat. Diperlukan untuk memperluas dan

menginformasikan pemahaman dari konsep kepemimpinan klinis (Mannix, J et al,

2013).

Upaya tim dinamis resusitasi yang sukses sering kali membutuhkan penyedia

layanan kesehatan untuk secara bersama melakukan berbagai intervensi. Meskipun

seorang yang terlatih dengan CPR bekerja sendri dapat menyadarkan pasien saat-saat

pertama jatuh, sebagian besar upaya memerlukan usaha terpadu dari beberapa

penyedia layanan kesehatan. Kerjasama tim yang efektif membagi tugas sambil

memberikan peluang hasil yang sukses (American Heart Association, 2016).

Page 39: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kepemimpinan Klinis Perawat 2

50

Perawat respon cepat adalah anggota tim yang menanggapi memburuknya

pasien di lingkungan Emergency Departemen atau Intensif Care Unit telah terbukti efektif

dalam kepemimpinan, memperbaiki diri dalam tim dinamis, identifikasi kemunduran

pasien, membaiknya hasil dan komunikasi pasien (Gilligan et al., 2005; Jolleyet al.,

2007)