bab ii tinjauan pustaka 2.1 biologi kelapa 2.1.1 ...repository.ump.ac.id/4138/3/bab ii.pdfmemiliki...
TRANSCRIPT
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Biologi Kelapa
2.1.1 Deskripsi Kelapa
Kelapa merupakan tanaman anggota famili Arecaceae (Palm) dari genus
Cocos yang tersebar di seluruh daerah tropis maupun subtropis (Chan & Elevitch,
2006). Tanaman ini diyakini berasal dari daerah pesisir (zona littoral) Asia
Tenggara (Indonesia, Malaysia, Filipina) ataupun Melanesia, kemudian menyebar
ke Amerika Latin, Karibia hingga ke Afrika (Chan & Elevitch, 2006; Gomes-
Copeland et al., 2015). Kelapa dapat tumbuh subur di berbagai jenis tanah dengan
pH tanah terbaik berkisar pH 5,5-7 (Ohler & Magat, 2016). Tanaman ini dapat
tumbuh pada daerah dengan ketinggian ≤ 700 mdpl, dengan pencahayaan
matahari 2000 jam per tahun, serta curah hujan 1000-2000 mm (Ohler & Magat,
2016).
Tanaman kelapa memiliki sistem perakaran serabut, bertekstur kaku, keras
seperti tambang dan berukuran sekitar 1 cm (Tjitrosoepomo, 2000; Chan &
Elevitch, 2006). Jumlah akar serabut dalam perakaran tanaman kelapa dapat
mencapai 2000-4000 akar per tanaman (Chan & Elevitch, 2006). Persebaran
perakaran kelapa bervariasi tergantung pada karakteristik fisik tanah dan
ketersediaan air. Biasanya akar mampu tumbuh dan menyebar hingga 6 m, namun
pada kondisi optimal , sebaran akar dapat mencapai sekitar 30 m dari pangkal
batang (Ohler & Magat, 2016).
8
Pengaruh Dehidrasi Terhadap…, Sri Wigati, FKIP, UMP, 2017
9
Gambar 2.1 Morfologi batang dan daun tanaman kelapa. a. Pangkal batang
tanaman kelapa yang menunjukkan adanya pembesaran pada pangkal
batang; b. Susunan roset batang tanaman kelapa yang menunjukkan
tangai daun keenam tepat berada di atas tangkai daun pertama
(Foale, 2003) ; c. kelapa genjah orange yang memiliki tangkai daun
dan buah berwarna orange (Chan & Elevitch, 2006); d. daun kelapa
yang merupakan daun majemuk menyirip
Batang tanaman kelapa berbentuk bulat (teres), arah tumbuh batang tegak
serta tingginya dapat mencapai 20 m hingga 30 m (Tjitrosoepomo, 2000; Ohler &
Magat, 2016). Diameter batang berkisar 20 - 60 cm dimana pada beberapa
kultivar pangkalnya membesar membentuk bole (Gambar 2.1.a Ohler & Magat,
2016; van Steenis, 1987). Batang berwarna abu-abu terang dan terdapat bekas
daun yang rontok pada struktur luarnya (Ohler & Magat, 2016). Pada ujung
batang terdapat daun kelapa yang rapat berjejal membentuk roset batang. Daun
a b
c d
Pengaruh Dehidrasi Terhadap…, Sri Wigati, FKIP, UMP, 2017
10
tersebut tersusun dengan pola spiral pada filotaksis 2/5, yang artinya daun keenam
tepat berada di atas daun pertama (Gambar 2.1.b; Tjitrosoepomo, 2000; Foale,
2003).
Daun kelapa merupakan daun majemuk menyirip yang panjangnya dapat
mencapai sekitar 4,5 - 5,5 m dengan 200 – 250 helaian daun (Gambar 2.1.d).
Anak daun tipis tetapi cukup kaku (perkamenteus) dengan lebar antara 1,5- 5 cm
dan panjang 50-150 cm (Tjitrosoepomo, 2000; Chan & Elevitch, 2006). Tangkai
daun dapat berwarna hijau maupun kuning perunggu atau orange (Gambar 2.1.c),
warna tersebut mengindikasikan warna buah (Chan & Elevitch, 2006).
Bunga kelapa tergolong ke dalam bunga tongkol majemuk yang terletak
aksiler dengan bunga jantan dan betina dalam satu tongkol (Gambar 2.2.a; Chan
& Elevitch, 2006. Satu tongkol majemuk (spadix) sebelum mekar biasanya
diselubungi oleh seludang yang besar, tebal dan kuat (Tjitrosoepomo, 2000).
Tongkol (spadix) tersusun dari poros tengah (rachis) dengan 30 atau lebih cabang
lateral (rachillae). Panjang tongkol bunga sekitar 1-2 m sedangkan cabang lateral
sekitar 30-55 cm. Dalam setiap cabang lateral terdapat sekitar 200-300 bunga
jantan dengan satu atau lebih bunga betina di bagian pangkalnya. Jumlah bunga
betina dalam perbungaan bergantung pada faktor genetik dan lingkungannya
(Thomas & Josephrajkumar, 2013).
Bunga jantan biasanya berwarna kuning pucat (berwarna hijau dan orange
pada beberapa varietas), panjangnya sekitar 9 mm dan memiliki 3 kelopak bunga
yang kecil dan 3 mahkota bunga, serta 6 benangsari dan 3 putik yang rudimentair
(Thomas & Josephrajkumar, 2013; Ohler & Magat, 2016). Bunga betina
Pengaruh Dehidrasi Terhadap…, Sri Wigati, FKIP, UMP, 2017
11
berbentuk bulat peluru dengan diameter 2,5- 3 cm. Bunga betina memiliki bakal
buah beruang 3 dengan perhiasan bunga berdaging yang menempel pada bakal
buah, tangkai putik tidak ada sedangkan kepala putik seperti celah yang
tenggelam (van Steenis, 1987). Pada kondisi yang menguntungkan, tanaman
kelapa dapat berbunga untuk pertama kalinya setelah 4-5 tahun tanam (Chan &
Elevitch, 2006).
Gambar 2.2 Bunga, buah, embrio kelapa beserta perkecambahannya. a.
Perbungaan kelapa yang menunjukkan bunga jantan dan betina
berada pada satu tongkol; b. Buah kelapa dengan 3 mata lembaga
dimana salah satu mata merupakan letak dari embrio kelapa; c.
Letak embrio kelapa pada emdosperm dilihat dari samping ; d.
Munculnya tunas dan akar dari salah satu mata lembaga (Chan &
Elevitch, 2006; Newton’saplle, 2016)
b a
c d
bunga betina
bunga jantan
Pengaruh Dehidrasi Terhadap…, Sri Wigati, FKIP, UMP, 2017
12
Setelah terjadi fertilisasi, bunga betina akan berkembang membentuk buah
dan matang dalam waktu 11-12 bulan (Ohler & Magat, 2016). Buah kelapa
memiliki warna, bentuk serta komposisi buah yang berbeda bergantung kultivar
dan kondisi lingkungannya. Umumnya buah kelapa memiliki panjang berkisar
antara 20-30 cm dengan berat sekitar 850- 3700 gram (Chan & Elevitch, 2006).
Buah kelapa tergolong buah batu (drupa) yang mempunyai kulit buah yang terdiri
atas tiga lapisan kulit yaitu: kulit luar (exocarpium) yang tipis (0,1 mm)
menjangat, licin mengkilat; kulit tengah (mesocarpium) yang tebal (4-8 cm)
berserabut; kulit dalam (endocarpium) yang keras dan berkayu (3-6 mm)
(Tjitrosoepomo, 2000; Ohler & Magat, 2016).
Di dalam lapisan kulit dalam (endocarpium) terdapat biji yang terdiri dari:
lapisan tipis (testa); endosperm padat (daging buah) yang banyak mengandung
lipid; endosperm cair (air kelapa), serta embrio (Gambar 2.2.c). Biji kelapa
(Gambar 2.2.b) berbentuk kebulat-bulatan dengan diameter sampai 12 cm. (van
Steenis, 1987; Ohler & Magat, 2016). Embrio pada biji kelapa terletak pada sisi
buah yang terdapat 3 mata lembaga tepatnya pada salah satu mata yang lunak.
Ukuran embrio kelapa bervariasi tergantung pada umur embrio dan kultivar,
namun umumnya memiliki panjang sekitar 0,5-1 cm dengan berat sekitar 0,1
gram (Ohler & Magat, 2016). Embrio kelapa kemudian akan membesar saat
terjadi perkecambahan. Pada saat perkecambahan, bagian kotiledon akan
membentuk haustorium lalu bagian tunas akan muncul dari tempurung kelapa.
Akar primer kemudian akan muncul disertai dengan bulu halus yang akan menjadi
akar adventif (Gambar 2.2.d). Pada umumnya, tunas kelapa muncul dalam waktu
Pengaruh Dehidrasi Terhadap…, Sri Wigati, FKIP, UMP, 2017
13
8 minggu setelah perkecambahan, sedangkan daun akan muncul setelah 13
minggu setelah perkecambahan (Ohler & Magat, 2016).
2.1.2 Manfaat Kelapa
Kelapa dikenal sebagai tree of life karena hampir semua bagian tanaman
tersebut dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan manusia. Akar kelapa
sangat berpotensi sebagai bahan obat-obatan tradisional seperti sebagai anti-
piretik atau penurun suhu tubuh pada penderita demam maupun untuk diuretik
(meningkatkan produksi urin) (Ohler & Magat, 2016). Akar kelapa juga banyak
dimanfaatkan oleh masyarakat untuk bahan kerajinan (Pratiwi, 2013), serta bahan
baku pewarna alami (Kristina & Syahid, 2007).
Batang kelapa yang sering disebut “glugu” banyak dimanfaatkan sebagai
bahan baku bangunan ataupun kayu bakar. Batang kelapa juga banyak digunakan
sebagai furniture seperti meja, kursi ; maupun peralatan rumah tangga (Ohler &
Magat, 2016; Foale, 2003). Selain itu batang kayu kelapa juga dapat digunakan
sebagai bahan baku pembuatan alat musik seperti gitar akustik yang berkualitas
(Firmansyah, 2006).
Daun kelapa yang sudah tua banyak dimanfaatkan sebagai atap bangunan,
tikar, tas dan topi (Foale, 2003). Daun kelapa yang muda banyak dimanfaatkan
oleh masyarakat sebagai perlengkapan dalam upacara adat dan keagamaan seperti
untuk selongsong ketupat, serta hiasan pada pesta perkawinan. Tulang daun dapat
dimanfaatkan sebagai sapu lidi sedangkan tangkai daun dan daun yang kering
dapat digunakan sebagai kayu bakar (Ohler & Magat, 2016; Foale, 2003).
Pengaruh Dehidrasi Terhadap…, Sri Wigati, FKIP, UMP, 2017
14
Bunga kelapa atau yang dikenal “manggar” yang masih muda biasanya
disadap untuk diambil niranya. Nira kelapa ini mengandung gula sekitar 15 %,
biasanya diminum secara langsung atau diolah menjadi tuak atau minuman
beralkohol melalui proses fermentasi. Selain diolah menjadi minuman, nira juga
dapat diproses menjadi gula kelapa ataupun gula kristal (Ohler & Magat, 2016).
Bagian kelapa lainnya yang memiliki peran penting bagi masyarakat
adalah buah. Salah satu bagian dari buah kelapa yaitu sabut banyak dimanfaatkan
dalam pembuatan karpet, tali, tikar, geo-tekstil, sikat, pengisi jok, maupun kasur
(Foale, 2003). Selain itu, serbuk dari sabut kelapa banyak digunakan untuk
medium tanam (cocopeat), campuran kompos, bahan bangunan ringan dan isolasi
termal (Ohler & Magat, 2016). Bagian tempurung kelapa atau yang dikenal
“batok” banyak dimanfaatkan untuk membuat peralatan rumah tangga, pot hias,
dan sebagai bahan bakar (Ohler & Magat, 2016) ataupun diolah menjadi berbagai
aksesoris seperti aksesoris sepatu (Hariastuti, 2016). Selain itu, tempurung kelapa
juga dapat digunakan untuk menghasilkan produk olahan arang aktif berkualitas
tinggi yang banyak dimanfaatkan dalam dunia industri (Foale, 2003).
Bagian endosperm cair atau air kelapa dapat dikonsumsi secara langsung
sebagai minuman segar serta dapat menjadi sari kelapa atau nata de coco, cuka,
anggur, ethil acetate, jeli dan ragi (Mahmud & Ferry, 2005). Selain endosperm
cair, terdapat juga endosperm padat atau daging buah. Daging buah yang masih
muda dapat dimakan langsung atau sebagai bahan utama dalam pembuatan es
kelapa muda. Daging buah kelapa yang sudah tua (matang) dapat diolah untuk
menjadi santan (coconut milk), kelapa parutan kering (desiccated coconut),
Pengaruh Dehidrasi Terhadap…, Sri Wigati, FKIP, UMP, 2017
15
ataupun dikeringkan hingga kadar air mencapai kurang dari 50 % menjadi kopra
untuk selanjutnya diolah menjadi minyak goreng berkualitas tinggi
Indonesia saat ini dikenal sebagai negara pengekspor kopra terbesar kedua
di dunia sesudah Filipina. Pada tahun 2013, nilai eksport minyak, kopra mencapai
631 ribu ton (FAO, 2016). Disamping dieksport, mayoritas hasil olahan kelapa
seperti minyak digunakan untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Hingga saat
ini harga minyak kelapa dalam negri dapat mencapai sekitar 23.000,- per liter
(kursrupiah.net).
Dewasa ini daging buah juga banyak diproses untuk menghasilkan minyak
goreng berkualitas tinggi yaitu virgin coconut oil (VCO). Hasil samping dari
ampas kelapa (bungkil kelapa) merupakan salah satu bahan baku pakan ternak
(Foale, 2003; Ohler & Magat, 2016).
2.1.3 Kultivar
Dilihat dari morfologinya, kelapa digolongkan menjadi beberapa tipe yaitu
kelapa dalam (tall), kelapa genjah (dwarf) serta kelapa hibrida yang merupakan
hasil persilangan dari kelapa tipe dalam dan genjah. Tipe kelapa dalam umumnya
memiliki batang tinggi dengan pangkal membesar serta memiliki daun panjang
dan lebar. Tipe kelapa lainnya yaitu genjah umunya memiliki batang pendek serta
daun yang ukurannya relatif lebih kecil dan pendek dibandingkan kelapa dalam
(Foale, 2003).
Indonesia merupakan negara yang memiliki potensi keragaman plasma
nutfah kelapa. Hingga saat ini, Indonesia tercatat memiliki 105 kultivar kelapa
yang sudah dipublikasikan secara resmi. Kultivar kelapa tersebut terdiri atas 82
Pengaruh Dehidrasi Terhadap…, Sri Wigati, FKIP, UMP, 2017
16
kelapa dalam dan 23 kelapa genjah (Bourdeix, 2012). Namun demikian,
diperkirakan masih banyak kutivar kelapa unggul lokal yang belum terpublikasi
secara resmi oleh Pemerintah Indonesia.
Salah satu kultivar tersebut adalah Kelapa Bido yang banyak ditemukan di
Desa Bido, Kecamatan Morotai, Maluku Utara. Kelapa ini memiliki karakter
pertumbuhan batang yang lambat yaitu tinggi rata-rata hanya 1-5m pada umur 4-
50 tahun, cepat berbuah (mulai berbuah pada umur 3 tahun setelah tanam),
memiliki ukuran buah yang besar yaitu 2,5 kg per butir dengan bobot daging buah
per butir 534 gr dan tingkat ketebalan daging 1,2 cm (Gambar 2.3.a). Selain itu,
produksi kelapa ini juga tinggi dengan jumlah tandan per pohon mencapai 12-14
tandan serta jumlah buah per tandan mencapai 8-9 buah
(malut.litbang.pertanian.go.id, 2017).
Gambar 2.3 Contoh kultivar kelapa unggul di Indonesia.. a Kelapa bido yang
terdapat di Desa Bido Kecamatan Morotai, Maluku Utara
(malut.litbang.pertanian.go.id., 2016); b Kelapa Genjah Tebing
Tinggi yang tersebar di Kota Tebing Tinggi, Sumatra Utara
(Mashud & Matana, 2015)
Kultivar kelapa unggul lainnya yaitu Kelapa Genjah Tebing Tinggi
(Gambar 2.3.b) dapat ditemui di kota Tebing Tinggi, Sumatra Utara. Kultivar
a b
Pengaruh Dehidrasi Terhadap…, Sri Wigati, FKIP, UMP, 2017
17
kelapa tersebut merupakan salah satu aksesi kelapa genjah yang banyak
dimanfaatkan sebagai sumber nira untuk bahan baku pembuatan gula (Mashud &
Matana, 2014). Selain Kelapa Genjah Tebing Tinggi, di Jawa Tengah juga
terdapat beberapa kultivar unggul salah satunya Kelapa Genjah Entog yang
tersebar di kecamatan Cilongok dan Ajibarang, Kabupaten Banyumas (SK
Direktur Jenderal Perkebunan, Nomor: 53/KB.820/SK/DJ.BUN /05-1996). Kelapa
ini memiliki ukuran batang yang pendek serta cepat berproduksi
(bupati.banyumaskab.go.id, 2017).
Kelapa-kelapa unggul tersebut sampai saat ini penyebarannya belum
merata di seluruh Indonesia. Sehingga pengembangan kelapa-kelapa unggul
tersebut masih terkendala ketersediaan benih maupun transportasi antar wilayah.
2.1.4 Permasalahan Kelapa di Indonesia
Kelapa (Cocos nucifera L.) merupakan tanaman yang banyak
dibudidayakan di Indonesia. Pada tahun 2014, luas area perkebunan kelapa di
Indonesia tercatat 3,08 juta Ha dengan total produksi kelapa sekitar 19 juta ton
(FAO, 2016). Angka tersebut menempatkan Indonesia sebagai negara produsen
kelapa terbesar di dunia. Meskipun demikian, produktivitas kelapa di Indonesia
masih relatif rendah yaitu sekitar 0,9-1,1 ton kopra per hektar per tahun, jauh
lebih rendah dari seharusnya sekitar 3-5 ton kopra per hektar per tahun (FAO-
APCC, 2013).
Banyak kendala yang dihadapi untuk meningkatkan produktivitas kelapa
di Indonesia, diantaranya adalah tingginya serangan hama seperti Oryctes
rhinoceros dan belalang Sexava nubile (Siahaya, 2014). Selain hama, tingginya
Pengaruh Dehidrasi Terhadap…, Sri Wigati, FKIP, UMP, 2017
18
serangan penyakit yang menyerang tanaman kelapa juga menjadi kendala dalam
meningkatkan produktivitas kelapa. Penyakit tersebut diantaranya penyakit busuk
pucuk (PBP) yang disebabkan oleh cendawan Phytophthora palmivora serta
penyakit layu Kalimantan (PLK) yang disebabkan oleh Phytoplasma (Lolong &
Motulo, 2014).
Salah satu kendala utama dalam upaya meningkatkan produktivtias kelapa
di Indonesia adalah mayoritas tanaman berusia produktif ataupun tua. Pada tahun
2013 proporsi tanaman tua mencapai 0,58 juta Ha (FAO-APCC, 2013). Sebagai
contoh di Kabupaten Kulonprogo terdapat sekitar 2 juta pohon kelapa yang
mayoritas sudah berusia tua (Solopos.com, 2016). Oleh karena itu, upaya
peremajaan tanaman kelapa diperlukan sebagai solusi jangka panjang guna
meningkatkan produktivitas kelapa di Indonesia.
Salah satu sarat agar terselenggaranya program peremajaan kelapa di
Indonesia adalah tersedianya benih kelapa yang unggul dalam jumlah yang
memadai. Untuk peremajaan 500.000 ha (total tanaman tua) selama 5 tahun
(100.000 ha per tahun) dibutuhkan benih sebanyak 22 juta benih kelapa per tahun
(1 ha memerlukan 220 benih, Novarianto, 2008)
2.2 Pembenihan Kelapa dan Permasalahannya
2.2.1 Pembenihan secara Generatif dan Kultur Embrio
Pada umumnya, pembenihan kelapa dilakukan secara generatif dengan
menggunakan biji. Teknik pembenihan ini dilakukan dengan menyemaikan buah
kelapa berumur 11-12 bulan di tanah yang memiliki kadar air cukup
(Setyamidjaya, 1984) (Gambar 2.4.a). Setelah biji berkecambah selanjutnya
Pengaruh Dehidrasi Terhadap…, Sri Wigati, FKIP, UMP, 2017
19
dilakukan seleksi benih dan dilakukan pemindahan ke dalam polybag sehingga
diperoleh benih kelapa (Gambar 2.4.b)
Gambar 2.4 Pembenihan kelapa secara generatif. a. Kelapa tua berumur 11-12
bulan disemai digundukan tanah. b. Benih kelapa siap tanam yang
diletakkan dalam polybag (Manaroinsong et al., 2003 )
Teknik pembenihan kelapa secara generatif memiliki kelebihan seperti
memerlukan waktu yang relatif singkat yaitu hanya ± 6 bulan dengan teknik yang
cukup sederhana sehingga mudah dilakukan oleh masyarakat. Namun demikian,
teknik ini memiliki kelemahan di antaranya memerlukan lahan yang relatif luas
untuk proses pembenihan. Selain itu, penggunaan buah dalam pembenihan kelapa
juga memungkinkan bibit penyakit yang tetap terbawa pada keturunannya.
Kendala lain yang dihadapi dalam pembenihan kelapa adalah buah yang memiliki
sifat rekalsitran, yaitu tidak dapat disimpan dalam jangka waktu yang lama
dikarenakan biji kelapa akan kehilangan daya perkecambahan jika dikeringkan
sampai kadar air dibawah 30 % (Oliver et al., 2010). Akibatnya buah kelapa tidak
dapat disimpan dalam jangka waktu tertentu sampai buah tersebut dibutuhkan
untuk dikecambahkan.
Salah satu kelemahan utama yang lain dalam pembenihan kelapa secara
generatif adalah karakter buah kelapa yang besar dan berat (850-3700 gr; Chan &
a b
Pengaruh Dehidrasi Terhadap…, Sri Wigati, FKIP, UMP, 2017
20
Elevitch, 2006). Akibatnya pengiriman benih ataupun buah kelapa dari satu
wilayah produsen ke konsumen membutuhkan biaya yang cukup besar. Biaya
pengiriman kelapa menjadi lebih besar lagi karena daerah penghasil benih kelapa
unggul di Indonesia tidak tersebar secara merata. Sebagai contoh daerah utama
penghasil Kelapa Dalam Bali adalah Denpasar Bali; kelapa Bido banyak
dihasilkan di Morotai, Maluku; sedangkan kelapa Genjah Entok ada di Banyumas.
Alternatif yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah pengiriman buah
kelapa adalah dengan pengiriman embrio kelapa. Pengiriman benih kelapa dengan
menggunakan embrio memiliki beberapa kelebihan dibandingkan dengan
pengiriman buah kelapa. Embrio memiliki ukuran relatif kecil, yaitu sekitar 0,1 g
per embrio atau 8500-37000 kali lebih kecil dibandingkan dengan buah kelapa,
sehingga biaya pengirimannya jauh lebih murah. Selain itu, pengiriman embrio
kelapa juga dapat mengurangi penyebaran penyakit dari satu wilayah ke wilayah
yang lain dibandingkan dengan pengiriman menggunakan buah (Batugal, 1998).
Melalui perkembangan teknologi kultur embrio kelapa yang semakin
maju, maka pengiriman embrio kelapa merupakan alternatif terbaik untuk
memecahkan masalah transportasi benih kelapa.. Kultur embio merupakan suatu
teknik menumbuhkan embrio yang diisolasi dari endosperma pada medium
tertentu dengan menggunakan teknik kerja aseptik (Raghavan, 2003). Teknik
kultur embrio pada tanaman kelapa telah banyak diaplikasikan untuk berbagai
tujuan diantaranya adalah untuk produksi benih kelapa dan penyelamatan aksesi
kelapa dari kepunahan (Mashud et al., 2003), penyimpanan plasma nutfah kelapa
(Masrur et al., 2016).
Pengaruh Dehidrasi Terhadap…, Sri Wigati, FKIP, UMP, 2017
21
2.2.2 Kemajuan Penelitian tentang Pengiriman Embrio Kelapa
Pada awalnya, pengiriman embrio kelapa dilakukan dengan cara mengirim
embrio berikut potongan silinder endosperm (plug; Rillo & Palloma, 1991).
Endosperm berisi embrio kelapa diisolasi dengan menggunakan cork borer
(Gambar 2.5.a), kemudian dimasukkan ke dalam kantong plastik steril yang
berisi kapas basah (Gambar 2.5.b) kemudian dikirim ke tempat tujuan dengan
tingkat kelulushidupan mencapai sekitar 70 – 80 % dari total embrio yang dikirim.
Teknik tersebut mudah dilakukan serta tidak membutuhkan tenaga kerja yang
banyak. Namun demikian, pengiriman harus dilakukan dalam suhu dingin (Rillo
& Palloma, 1991), sehingga tidak mungkin dilakukan pada daerah-daerah tertentu.
Penggunaan plug yang memiliki bobot relatif berat, yaitu sekitar 6 gram per plug
merupakan kendala lain dalam penggunaan teknik tersebut.
Gambar 2.5 Teknik pengiriman embrio kelapa oleh Rillo & Paloma, (1991).
a. Embrio kelapa diambil menggunakan cork borer ; b. Plug
embrio kelapa di tempatkan dalam kantong plastik steril yang
berisi kapas basah.
Teknik pengiriman plasma nutfah kelapa yang lebih ringan dilakukan
dengan cara pengiriman embrio tanpa mengikutkan endospermnya seperti yang
dilkukan oleh Karun & Sajini (1994). Embrio yang telah diisolasi kemudian
disterilkan dan direndam dalam larutan aquades steril untuk dikirim ke tempat
a b
Pengaruh Dehidrasi Terhadap…, Sri Wigati, FKIP, UMP, 2017
22
tujuan. Teknik tersebut dapat digunakan untuk mengirim embrio dengan jangka
waktu yang lebih panjang, yaitu sekitar 2 bulan dengan tingkat keberhasilan
perkecambahan mencapai sekitar 70 % (Karun & Sajini ,1994).
Teknik pengiriman embrio tanpa mengikutsertakan endosperm juga telah
dilaporkan oleh Samosir et al. (1999) dengan cara embrio steril direndam dalam
larutan vit C kemudian dikirim ke tempat tujuan.. Namun teknik tersebut hanya
dapat digunakan untuk pengiriman dengan durasi waktu yang singkat yaitu
maksimal 4 hari. Teknik tersebut mampu menghasilkan embrio yang
berkecambah dengan tingkat keberhasilan mencapai sekitar 95%.
Teknik pengiriman embrio yang lain dapat digunakan untuk durasi waktu
lebih lama (sekitar 12 hari) yaitu dengan menempatkan embrio steril pada tabung
kultur berisi medium tanam padat kemudian dikirimkan ke tempat tujuan.
Keberhasilan teknik tersebut relatif tinggi yaitu sekitar 80 % embrio yang dikirim
mampu berkecambah secara normal (Sisunandar et al., 2010). Namun demikian,
teknik tersebut mengikutkan medium tanam sehingga pengiriman menjadi lebih
mahal serta resiko kontaminasi selama proses pengiriman menjadi lebih tinggi.
Metode pengiriman embrio dengan mengikutkan medium tanam ataupun
bahan yang lain sering kali tidak diterima oleh jasa pengiriman karena alasan
faktor keamanan. Oleh karena itu, teknik pengiriman embrio kelapa yang lebih
sederhana dan lebih ringan tanpa disertai medium tanam atau larutan perlu
dikembangkan guna meningkatkan efisiensi pengiriman plasma nutfah kelapa
antar wilayah di Indonesia.
Pengaruh Dehidrasi Terhadap…, Sri Wigati, FKIP, UMP, 2017
23
2.3 Dehidrasi Embrio dan Permasalahannya
2.3.1 Pengertian
Air merupakan senyawa penyusun paling utama pada sel yang aktif. Air
berperan sangat penting dalam metabolisme sel dan seluruh makluk hidup
membutuhkan air agar tetap bertahan hidup (Salisbury & Ross, 1995). Semua
tumbuhan membutuhkan kadar air tertentu agar tetap bertahan hidup. Misalnya
hampir seluruh tumbuhan masih dapat bertahan hidup jika kelembapan udara
berada di sekitar 80 % (Alpert & Oliver, 2002). Namun demikian untuk alasan
tertentu seperti dormansi pada biji, tumbuhan memiliki mekanisme tersendiri
untuk mengurangi metabolisme sel agar biji bisa bertahan lama. Mekanisme
umum yang dilakukan oleh tumbuhan adalah dengan cara menurunkan kadar air
pada biji yang sedang mengalami dormansi (Alpert & Oliver, 2002).
Kadar air yang rendah dengan temperatur penyimpanan yang benar dapat
memperlama waktu hidup sampel yang disimpan. Misalnya biji Lactuca sativa L.
yang dikeringkan sampai kadar air 5 % dapat disimpan selama 13 tahun pada suhu
5 0C tanpa kehilangkan kemampuan berkecambahnya, sedangkan apabila
disimpan pada suhu -18 0C dapat disimpan sampai 150 tahun (Walters et al.,
2004). Oleh karena itu penurunan kadar air pada suatu sampel tumbuhan banyak
digunakan untuk tujuan penyimpanan sampel tersebut.
Pengurangan kadar air dalam suatu sampel sangat penting dilakukan
karena berkurangnya kadar air di dalam sel akan menurunkan reaksi kimia yang
terjadi di dalam sel. Bahkan sel dengan kadar air kurang dari 0,1 g/g berat kering
terbukti tidak akan terjadi reaksi-reaksi kimia di dalam sel yang dikontrol oleh
Pengaruh Dehidrasi Terhadap…, Sri Wigati, FKIP, UMP, 2017
24
enzim karena protein-protein penyusun enzim akan mengalami dehidrasi sehingga
menjadi tidak aktif (Alpert & Oliver, 2002). Namun demikian pengurangan kadar
air juga dapat memiliki dampak negatif terhadap sel. Pammenter & Berjak (1999)
menggolongkan kerusakan yang terjadi di dalam sel akibat adanya dehidrasi
menjadi tiga macam, yaitu (1) perubahan ukuran sel yang memacu terjadinya
kerusakan secara mekanik seperti rusaknya sitoskeleton di dalam sel karena
protein yang terdenaturasi (Beckett et al., 2005), (2) terjadinya kerusakan
metabolime sel seperti rusaknya enzim-enzim sebagai akibat terjadinya denaturasi
protein maupun terjadinya perubahan pH di dalam sel, (3) terjadinya kerusakan-
kerusakan makromolekul yang terjadi di permukaan sel maupun matriks
ekstraselluler.
Meskipun hampir 99 % tumbuhan berbunga akan mati jika dikeringkan
sampai kadar air sekitar 50 %, namun setiap tumbuhan memiliki mekanisme
tersendiri untuk tetap bertahan hidup. Saat ini terdapat sekitar 300 spesies (0,1 %)
tumbuhan berbunga yang mampu bertahan hidup dalam kondisi kering selama 5
tahun dan masih tetap dapat hidup kembali setelah terkena air (Alpert & Oliver,
2002). Oleh karena itu, berdasarkan kemampuan bertahan hidupnya, tumbuhan
digolongkan menjadi dua kelompok, yaitu orthodox (desiccation tolerance), yaitu
tumbuhan atau bagian tumbuhan yang mampu dikeringkan sampai kadar air
kurang dari 10 %, serta tumbuhan recalcitrant (desisscation sensitive), yaitu
tumbuhan atau bagian tumbuhan yang tidak dapat bertahan hidup meskipun
dikeringkan hanya sampai kadar air 30 % (Oliver et al., 2010).
Pengaruh Dehidrasi Terhadap…, Sri Wigati, FKIP, UMP, 2017
25
Salah satu mekanisme penurunan kadar air pada suatu sampel adalah
dehidrasi. Dehidrasi adalah sebuah proses menurunkan kadar air dari suatu
jaringan atau sampel. Proses penurunan kadar air dapat dilakukan secara fisika
ataupun secara kimia. Pada umumnya, dehidrasi secara fisika dilakukan dengan
cara menempatkan sampel pada lingkungan udara kering yang memiliki
kelembapan udara lebih rendah sehingga air di dalam sampel keluar ke udara
dalam bentuk uap air, sedangkan dehidrasi secara kimia umumnya dilakukan
dengan cara merendam sampel pada larutan hipertonik sehingga air dari dalam
sampel dapat mengalir keluar dari sampel (Panis & Lambardi, 2005). Dalam
dehidrasi kimia, air akan mengalir keluar dari sampel sedangkan zat-zat terlarut
dalam larutan hipertonik akan masuk ke dalam sampel (Ramallo & Mascheroni,
2005).
2.3.2 Dehidrasi Kimia
Ddehidrasi kimia pada umumnya dilakukan dengan menggunakan
senyawa kimia konsentrasi tinggi sehingga memicu air di dalam sel keluar (Panis
& Lambardi, 2005). Senyawa kimia seperti sukrosa, glukosa maupun fruktosa
banyak digunakan untuk mendehidrasi jaringan atau bagian lain dari tumbuhan
karena tidak bersifat toksik pada sel (Gomes-Copeland et al., 2015). Untuk tujuan
penyimpanan pada suhu rendah, beberapa penelitian menggunakan senyawa
krioprotektan seperti gliserol, polietilena glikol (PEG) ataupun dimetilsulfoksida
(DMSO) untuk mendehidrasi bahan tanaman. Senyawa tersebut digunakan karena
Pengaruh Dehidrasi Terhadap…, Sri Wigati, FKIP, UMP, 2017
26
mampu melindungi sel selama suhu rendah dengan cara menjaga stabilitas
keutuhan membran plasma (Kaviani, 2011).
Dehidrasi kimia pada jaringan ataupun bahan tumbuhan banyak digunakan
untuk berbagai tujuan seperti penyimpanan bahan makanan baik buah maupun
sayuran (Yadav & Singh, 2014), penyimpanan biji dan material hidup lainnya
(Alpert & Oliver, 2002), bahkan banyak digunakan sebagai perlakuan untuk
material-material yang akan disimpan pada suhu ultra rendah, seperti pucuk
tanaman, meristem ataupun embrio tanaman (Gonzales-Arnao & Engelmann,
2006).
Penelitian tentang dehidrasi embrio tumbuhan secara kimiawi telah banyak
dilaporkan sebelum embrio tersebut disimpan pada suhu rendah maupun ultra
rendah untuk tujuan konservasi. Embrio zigotik Castanea sativa berhasil
diturunkan kadar airnya dari 93 % menjadi 17 % (berat basah) tanpa kehilangan
kemampuan untuk berkecambah dengan cara direndam dalam larutan 0.7 M
sukrosa dan dikeringkan di dalam laminar air flow selama 6 jam (Correodoira, et
al., 2004). Embrio zigotik tanaman hantap (Sterculia cordata) berhasil didehidrasi
dengan menggunakan larutan 0,75 M sukrosa selama 3 hari dengan tingkat
keberhasilan mencapai 80 % (Nadarajan et al., 2007). Embrio zigotik tanaman
palma Bactris gasipaes Kunth. juga berhasil didehidrasi dengan menggunakan 1
M sukrosa selama 24 jam dan diikuti dengan pengeringan dengan menggunakan
laminar air flow selama 4 jam guna menurunkan kadar air di dalam embrio dari
87% menjadi 18 % tanpa kehilangan kemampuan germinasi (Steinmacher et al.,
2007).
Pengaruh Dehidrasi Terhadap…, Sri Wigati, FKIP, UMP, 2017
27
Pada kelapa (Cocos nucifera L), beberapa penelitian telah dilakukan untuk
mendehidrasi embrio secara kimiawi. Senyawa yang umum digunakan adalah
sukrosa atau glukosa dan beberapa penelitian lain menambahkan beberapa
senyawa krioprotektan seperti gliserol, DMSO, atau sorbitol seperti tampak pada
Tabel 2.1. Penelitian dehidrasi embrio kelapa pertama kali dilaporkan oleh Assy-
Bah & Engelmann (1992) dengan menggunakan medium in vitro dengan
penambahan 600 g/l glukosa dan 15% gliserol dalam LAF (laminar air flow)
selama 24 jam. Embrio yang digunakan tersebut terdiri dari 4 kultivar kelapa yaitu
hybrid PB 121, Genjah Merah Kamerun, Dalam India, serta Dalam Rene11 yang
berumur 10-12 bulan setelah penyerbukan. Prosentase embrio yang berhasil
tumbuh setelah dilakukan dehidrasi dapat mencapai 93%.
Tabel 2.1 Perkembangan penelitian dehidrasi embrio kelapa secara kimiawi
Senyawa yang digunakan Dehidrasi dan
waktu (jam)
Kelulushi
dupan (%)
Berkecamb
ah (%)
Berkecm
bah
normal
(%)
Sumber
Glukosa + Gliserol 15% LAF (4) 33-93 Na Na Assy-bah & Engelmann, 1992
Sukrosa 2 M Silica gel (7) Na 68,8 Na Sajini et al., 2006
Sukrosa 3 M Silika gel (7) Na 47,9 Na
Glukosa Silica gel 160
g (48)
Na 93,5 Na
N’nan et al., 2012
Glukosa LAF (34) Na 85 Na
Glukosa 3.33 M + Gliserol 15 % LAF (4) 85 68 63 Sisunandar et al.,
2012
Glukosa 3.33 M + Gliserol 15 % LAF (12) 93 63 53
Glukosa 3.33 M + Gliserol 15 % LAF (24) 30 10 5
Glukosa 3.33 M + Gliserol 15 % LAF (6) 90 80 78
Masrur et al ., 2016 Glukosa 3.33 M + Gliserol 15 % LAF (12) 60 28 27
Glukosa 3.33 M + Gliserol 15 % LAF (18) 70 10 8
Glukosa 3.33 M + Gliserol 15 % LAF (24) 58 18 18
Pengaruh Dehidrasi Terhadap…, Sri Wigati, FKIP, UMP, 2017
28
Sajini et al. (2006) juga telah melaporkan teknik dehidrasi embrio kelapa
West Coast Tall dengan menggunakan 2 M sukrosa selama 24 jam dilanjutkan
dengan menggunakan silica gel sehingga kadar air menurun dari 81,98% menjadi
berkisar 30%. Teknik tersebut menghasilkan persentase embrio yang mampu
berkecambah sebesar 68,8%.
Penelitian lain dilaporkan oleh N’Nan et al. (2012) dengan menggunakan
medium yang berisi 3,2 M glukosa dan ditempatkan dalam LAF selama 34 jam
ataupun menggunakan silica gel selama 48 jam yang diujikan pada 10 kultivar
kelapa yang berbeda dan mampu menurunkan kadar air bervariasi antara 0.25
hingga 0.65 g g-1Teknik tersebut mampu menghasilkan embrio yang berhasil
berkecambah mencapai 94 %. Teknik dehidrasi embrio kelapa dengan
menggunakan larutan glukosa 3,3 M dan gliserol 15 % dan ditempatkan dalam
LAF (laminar air flow) selama 16 jam juga telah dilaporkan untuk menurunkan
kadar air di dalam embrio kelapa dari 77% menjadi 29%. Teknik tersebut mampu
memberikan prosentase kelulushidupan mencapai 93%, serta prosentase embrio
yang mampu berkecambah sekitar 63 % setelah dilakukan dehidrasi (Sisunandar
et al., 2012). Teknik serupa juga dilaporkan untuk mengeringkan embrio Kelapa
Banyumas selama 6 jam sehingga kadar air di dalam embrio kelapa turun dari
71% menjadi 36%. Perlakuan tersebut mampu menghasilkan embrio yang tetap
berkecambahan secara normal mencapai sekitar 78 % (Masrur et al., 2016).
Embrio kelapa yang telah didehidrasi selanjutnya dapat disimpan dalam
suhu rendah (Sisunandar et al., 2012) ataupun disimpan dalam suhu ultra rendah
(Sisunandar et al., 2010). Namun demikian, embrio kelapa yang telah didehidrasi
Pengaruh Dehidrasi Terhadap…, Sri Wigati, FKIP, UMP, 2017
29
belum pernah dicoba untuk dikirimkan ke tempat lain yang membutuhkan. Oleh
karena itu pada penelitian ini dilaporkan upaya mencari teknik dehidrasi embrio
kelapa Banyumas yang terbaik untuk digunakan dalam perlakuan embrio sebelum
embrio tersebut dikirim ke daerah lain yang membutuhkan.
Pengaruh Dehidrasi Terhadap…, Sri Wigati, FKIP, UMP, 2017