bab ii tinjauan teoridigilib.unimus.ac.id/files//disk1/150/jtptunimus-gdl-vinalupfia-7480-2... ·...
TRANSCRIPT
10
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Teori Medis
1. Konsep Dasar Masa Nifas
a. Pengertian
Masa nifas (puerperium) dimulai setelah plasenta keluar sampai
alat-alat kandungan kembali normal seperti sebelum hamil. Selama masa
pemulihan tersebut berlangsung, ibu akan mengalami banyak perubahan,
baik secara fisik maupun psikologis. Perubahan tersebut sebenarnya
sebagian besar bersifas fisiologis, namun jika tidak dilakukan
pendampingan melalui asuhan kebidanan, tidak menutup kemungkinan
akan terjadi keadaan patologis. Tenaga kesehatan sudah seharusnya
melaksanakan pemantauan dengan maksimal agar tidak timbul berbagai
masalah, yang mungkin saja akan berlanjut pada komplikasi masa nifas
(Purwanti, 2012:1).
b. Tujuan Asuhan Masa Nifas
Menurut Purwanti (2012:1-2), asuhan yang diberikan kepada
ibu nifas bertujuan untuk:
1) Meningkatkan kesejahteraan fisik dan psikologi pada ibu dan bayi
2) Pencegahan, diagnosa dini dan pengobatan komplikasi
3) Dapat segera merujuk ibu ke asuhan tenaga ahli bilamana perlu
4) Mendukung dan mendampingi ibu dalam menjalankan peran baru
10
11
5) Mencegah ibu terkena tetanus
6) Memberi bimbingan dan dorongan tentang pemberian makan anak
secara sehat serta peningkatan pengembangan hubungan yang baik
antara ibu anak.
c. Peran dan Tanggung Jawab Bidan dalam Masa Nifas
Menurut Purwanti (2012:3), peran dan tanggung jawab bidan
dalam masa nifas ini, antara lain sebagai berikut :
1) Teman Terdekat
Awal masa nifas kadang merupakan masa sulit bagi ibu. Oleh
karenanya ia sangat membutuhkan teman dekat yang dapat
diandalkan dalam mengatasi kesulitan yang dihadapinya. Pola
hubungan yang terbentuk antara ibu dan bidan akan sangat ditentukan
oleh keterampilan bidan dalam menempatkan diri sebagai teman dan
pendamping bagi ibu. Jika pada tahap ini hubungan yang terbentuk
sudah baik maka tujuan dari asuhan akan lebih mudah tercapai.
2) Pendidik
Masa nifas merupakan masa yang paling efektif bagi bidan
untuk menjalankan perannya sebagai pendidik. Tidak hanya ibu bagi
ibu, tapi seluruh anggota keluarga pun perlu mendapat wawasan
sebagai anggota keluarga. Melibatkan keluarga dalam setiap kegiatan
perawatan ibu dan bayi serta dalam pengambilan keputusan yang
berhubungan dengan kesehatan merupakan salah satu teknik yang
baik untuk memberikan pendidikan kesehatan.
12
3) Pelaksana asuhan
Dalam menjalankan peran dan tanggung jawabnya, bidan
sangat di tuntut untuk mengikuti perkembangan ilmu dan
pengetahuan yang paling up to date agar dapat memberikan
pelayanan yang berkualitas kepada pasien. Penguasaan bidan dalam
pengambilan keputusan yang tepat mengenai kondisi pasien sangatlah
penting, terutama menyangkut penentuan kasus rujukan dan deteksi
dini pasien agar komplikasi dapat dicegah.
d. Tahapan Masa Nifas
Menurut Purwanti (2012:3-4), masa nifas dibagi menjadi 3
tahap, yaitu :
1) Puerperium Dini
Puerperium dini merupakan masa kepulihan.Pada saat ini ibu
sudah diperbolehkan berdiri dan berjalan-jalan.
2) Puerperium Intermedial
Puerperium intermedial merupakan masa kepulihan alat-alat
genitalia secara menyeluruh yang lamanya sekitar 6-8 minggu.
3) Remote Puerperium
Remote puerperium merupakan masa yang diperlukan untuk
pulih dan sehat sempurna, terutama bila selama hamil atau waktu
persalinan mempunyai komplikasi. Waktu untuk sehat sempurna
dapat berlangsung selama berminggu-minggu, bulanan, bahkan
tahunan.
13
2. Perdarahan Post Partum
a. Pengertian
Perdarahan post partum dapat diartikan sebagai berikut :
1) Perdarahan post partum adalah kehilangan darah lebih dari 500 ml
melalui jalan lahir yang terjadi selama atau setelah persalinan kala III
yang disebabkan karena perdarahan pasca persalinan, plasenta previa,
solutio plasenta, kehamilan ektopik, abortus dan rupture uteri yang
merupakan penyebab ¼ kematian ibu (Anggraini, 2010:89).
2) Perdarahan post partum adalah perdarahan 500 ml setelah bayi lahir.
Pengukuran darah yang keluar sukar untuk dilakukan secara tepat
(Prawiroharjo, 2009:523).
3) Perdarahan post partum adalah hilangnya darah lebih dari 500 ml
selama 24 jam pertama. Setelah 24 jam dinamakan perdarahan post
partum lanjut atau late post partum hemorrhage (Oxorn, 2010:412).
4) Perdarahan post partum adalah perdarahn lebih dari 500 cc yang
terjadi setelah bayi lahir pervaginam atau lebih dari 1.000 ml setelah
persalinan abdominal (Nugroho, 2012:247).
b. Klasifikasi Klinis
Menurut Anggraini (2010:90), Perdarahan pasca persalinan dibagi
menjadi dua, yaitu:
1) Perdarahan pasca persalinan primer (early postpartum haemorrhage atau
perdarahan pasca persalinan segera). Perdarahan pasca persalinan primer
terjadi dalam 24 jam pertama dan yang terbanyak terjadi dalam 2 jam
14
pertama. Penyebab utama perdarahan pasca persalinan primer adalah
atonia uteri, retensio plasenta, sisa plasenta dan robekan jalan lahir.
2) Perdarahan pasca persalinan sekunder (late postpartum haemorrhage atau
perdarahan masa nifas atau perdarahan pasca persalinan lambat).
Perdarahan pasca persalinan sekunder terjadi setelah 24 jam pertama.
Penyebab utama perdarahan pasca persalinan sekunder adalah robekan
jalan lahir dan sisa placenta atau membran.
c. Etiologi
Menurut Anggraini (2010:90-94), penyebab perdarahan post
partum adalah sebagai berikut:
1) Atonia uteri
Pada atonia uteri uterus tidak mengadakan kontraksi dengan
baik dan ini merupakan sebab utama dari perdarahan postpartum. Uterus
yang sangat teregang (hidramnion, kehamilan ganda atau kehamilan
dengan janin besar), partus lama, pemberian narkosis dan merupakan
predisposisi untuk terjadinya atonia uteri.
2) Laserasi jalan lahir
Robekan jalan lahir merupakan penyebab kedua tersering dari
perdarahan pasca persalinan. Robekan dapat terjadi bersamaan dengan
atonia uteri. Perdarahan pasca persalinan dengan uterus yang
berkontraksi baik biasanya disebabkan oleh robekan serviks atau vagina.
15
a) Robekan servik
Persalinan selalu mengakibatkan robekan servik, sehingga
servik seorang multipara berbeda dari yang belum pernah
melahirkan pervaginam. Robekan servik yang luas menimbulkan
perdarahan dan dapat menjalar ke segmen bawah uterus. Apabila
placenta sudah lahir lengkap dan uterus sudah berkontraksi baik.
Namun, perdarahan masih belum berhenti dikarenakan adanya
robekan melintang atau miring pada bagian atas vagina.
b) Perlukaan jalan lahir
Perlukaan vagina yang tidak berhubungan dengan luka
perineum tidak sering dijumpai. Mungkin ditemukan setelah
persalinan biasa, tetapi lebih sering terjadi sebagai akibat ekstraksi
dengan cunam, terlebih apabila kepada janin harus diputar. Robekan
terdapat pada dinding lateral dan baru terlihat pada pemeriksaan
speculum.
c) Kolkaporeksis
Kolpaporeksis adalah robekan melintang atau miring pada
bagian atas vagina. Hal ini terjadi apabila pada persalinan yang
disproporsi sefalopelvik terjadi regangan segmen bawah uterus
dengan servik uteri terjepit antara kepala janin dengan tulang
panggul, sehingga tarikan ke atas langsung ditampung oleh vagina,
jika tarikan ini melampaui kekuatan jaringan, terjadi robekan vagina
pada batas antara bagian teratas dengan bagian yang lebih bawah dan
16
yang terfiksasi pada jaringan sekitarnya. Kolkaporeksis juga bisa
timbul apabila pada tindakan pervaginam dengan memasukkan
tangan penolong ke dalam uterus terjadi kesalahan, dimana fundus
uteri tidak ditahan oleh tangan luar untuk mencegah uterus naik ke
atas.
d) Robekan perineum
Robekan perineum terjadi pada hampir semua persalinan
pertama dan tidak jarang juga pada persalinan berikutnya. Robekan
perinium umumnya terjadi di garis tengah dan bisa menjadi luas
apabila kepala janin lahir terlalucepat, sudut arkus pubis lebih kecil
daripada biasa, kepala janin melewati pintu panggul bawah dengan
ukuran yang lebih besar daripada sirkumferensia suboksipito
bregmatika.
3) Retensio Plasenta
Retensio Plasenta adalah belum lahirnya plasenta 30 menit
setelah anak lahir. Tidak semua retensio plasenta menyebabkan
terjadinya perdarahan. Apabila terjadi perdarahan, maka plasenta
dilepaskan secara manual lebih dulu.
4) Tertinggalnya Sisa Plasenta
Suatu waktu bagian dari plasenta (satu atau lebih lobus)
tertinggal, maka uterus tidak berkontraksi dengan baik dan keaadaan ini
dapat menimbulkan perdarahan. Tetapi mungkin saja pada beberapa
keadaan tidak ada perdarahan dengan sisa plasenta.
17
5) Inversio Uterus
Uterus dikatakan megalami inversi jika bagian dalam menjadi
diluar saat melahirkan plasenta. Reposisi sebaiknya segera dilakukan.
Dengan berjalannya waktu, lingkaran kontriksi sekitar uterus yang
terinversi akan mengecil dan uterus akan terisi darah.
d. Faktor Predisposisi
Menurut Marmi(2011:195), faktor predisposisi perdarahan post
partum adalah pada sebagian besar kasus, perdarahan post partum dapat
diramalkan sebelum persalinan, contoh-contoh kasus dengan trauma yang
dapat menyebabkan perdarahan post partum adalah kelahiran bayi yang besar,
persalinan forcep tengah dan pemuratan dengan forcep, persalinan dengan
servik yang belum berdilatasi lengkap, insisi duhrssen pada serviks, setiap
tindakan manipulasi intrauterine dan mungkin persalinan pervaginam dengan
riwayat SC, atau insisi uterus lainnya. Atonia uteri yang dapat menyebabkan
perdarahan post partum dapat diantisipasi dengan preparat anestesi yang akan
melemaskan uterus. Uterus yang over distensi kemungkinan besar akan
menjadi hipertonik setelah persalinan, jadi wanita dengan persalinan janin
besar, janin lebih dari satu, atau dengan hidramnion, cenderung akan
mengalami perdarahan atonia uteri.
Wanita yang persalinannya ditandai dengan aktifitas uterus yang
kuat atau yang tidak efektif juga menghadapi kemungkinan untuk mengalami
perdarahan yang berlebihan akibat atonia uteri setelah persalinan. Demikian
pula, persalinan baik yang diinduksi maupun yang diperkuat oleh preparat
18
oksitosin,lebih besar kemungkinannya untuk diikuti dengan atonia uteri post
partum dan perdarahan post partum. Wanita dengn paritas tinggi menghadapi
resiko perdarahan akibat atonia uteri yang semakin meningkat. Dalam
keadaan yang lazim dijumpai, kesalahan penanganan kala III persalinan
meliputi upaya untuk mempercepat persalinan plasenta dengan melakukan
tindakan pengeluaran plasenta secara manual. Peremasan dan pemijatan yang
dilakukan secara terus menerus pada uterus yang telah berkontraksi
kemungkinan akan merintangi mekanisme fisiologis pelepasan plasenta,
dengan konsekwensi pemisahan plasenta yang tidak lengkap dan peningkatan
hilangnya darah.
e. Gejala Klinis
Menurut Anggraini (2010:94-95), gejala klinis perdarahan post
partum adalah sebagai berikut:
1) Atonia uteri
Tanda dan gejala:
a) Uterus tidak berkontraksi dan lembek
b) Perdarahan segera setelah anak lahir (perdarahan pasca persalinan
primer)
2) Robekan jalan lahir
Tanda dan gejala:
a) Perdarahan segera
b) Darah segar yang mengalir segera setelah bayi lahir
c) Uterus kontraksi baik
19
d) Plasenta baik
3) Retensio plasenta
Tanda dan gejala :
a) Plasenta belum lahir setelah 30 menit
b) Perdarahan segera
c) Uterus berkontraksi baik
4) Tertinggalnya sebagian plasenta (sisa plasenta)
Tanda dan gejala :
a) Plasenta atau sebagian selaput (mengandung pembuluh darah) tidak
lengkap
b) Perdarahan segera
5) Invertio uteri
Tanda dan gejala :
a) Uterus tidak teraba
b) Lumen vagina terisi masa
c) Tampak tali pusat (jika plasenta belum lahir)
d) Perdarahan segera
e) Nyeri sedikit atau berat
f. Diagnosis Perdarahan Pasca Persalinan
Menurut Anggraini (2010:95-96), diagnosis biasanya tidak sulit,
terutama apabila timbul perdarahan banyak dalam waktu pendek. Tetapi bila
perdarahan sedikit dalam jangka waktu lama, tanpa disadari pasien telah
20
kehilangan banyak darah sebelum ia tampak pucat. Nadi serta pernafasan
menjadi lebih cepat dan tekanan darah menurun.
Seseorang wanita hamil yang sehat dapat kehilangan darah
sebanyak 10% dari volume total tanpa mengalami gejala-gejala klinik.
Gejala-gejala baru tampak pada kehilangan darah 20%. Jika perdarahan
berlangsung terus, dapat timbul syok. Diagnosis perdarahan pasca persalinan
dipermudah apabila pada tiap-tiap persalinan setelah anak lahir secara rutin
diukur pengeluaran darah dalam kala III dan satu jam sesudahnya. Apabila
terjadi perdarahan pasca persalinan dan plasenta belum lahir, perlu
diusahakan untuk melahirkan plasenta segera. Jika plasenta sudah lahir, perlu
dibedakan antara perdarahan akibat atonia uteri atau perdarahan karena
perlukaan jalan lahir.
Pada perdarahan karena atonia uteri, uterus membesar dan lembek
pada palpasi, sedangkan pada perdarahan karena perlukaan jalan lahir, uterus
berkontraksi dengan baik. Dalam hal uterus berkontraksi dengan baik, perlu
diperiksa lebih lanjut tentang adanya dan dimana letaknya perlukaan jalan
lahir. Pada persalinan di rumah sakit, dengan fasilitas yang baik untuk
melakukan transfusi darah, seharusnya kematian akibat perdarahan pasca
persalinan dapat dicegah. Tetapi kematian tidak data terlalu dihindarkan,
terutama apabila penderita masuk rumah sakit dalam keadaan syok karena
sudah kehilangan banyak darah. Karena persalinan di Indonesia sebagian
besar terjadi di luar rumah sakit, perdarahan post partum merupakan sebab
utama kematian dalam persalinan.
21
g. Pemeriksaan Perdarahan Pasca Persalinan
Menurut Anggraini (2010:96), pemeriksaan perdarahan pasca
persalinan dapat dilakukan dengan :
1) Palpasi uterus : bagaimana kontraksi uterus dan tinggi fundus uteri
2) Memeriksa plasenta dan selaput ketuban apakah lengkap atau tidak.
3) Lakukan eksplorasi cavum uteri untuk mencari : sisa plasenta atau selaput
ketuban, robekan rahim danplasenta suksenturiata
a) Inspekulo : untuk melihat robekan pada serviks, vagina dan varises
yang pecah
b) Pemeriksaan Laboratorium periksa darah yaitu Hb, COT (Clost
Observasion Test).
Perdarahan pasca persalinan ada kalanya merupakan perdarahan
yang hebat dan menakutkan hingga dalam waktu singkat ibu dapat jatuh
kedalam keadaan syok atau dapat berupa perdarahan yang menetes perlahan-
lahan tetapi terus menerus yang juga bahaya karena kita tidak menyangka
akhirnya perdarahan berjumlah banyak, ibu menjadi lemas dan juga jatuh
dalam presyok dan syok. Karena itu, adalah penting sekali pada setiap ibu
yang bersalin dilakukan pengukuran kadar darah secara rutin, serta
pengawasan tekanan darah, nadi, pernafasan ibu dan periksa juga kontraksi
uterus perdarahan selama 1 jam.
22
h. Prognosis
Ada bahaya lain yang menyertai perdarahan post partum.
Komplikasi serius yang terutama terjadi adalah kegagalan ginjal sebagai
akibat hipotensi yang lama sehingga pervusi renal tidak segera pulih
kembali. Sebaliknya terdapat pula komplikasi yang terjadi sesudah
dilakukan transfusi darah yang tepat. Komplikasi ini mencakup reaksi segera
yang disebabkan oleh ketidak cocokan golongan darah resipien dengan
donor dan kadang-kadang edema pulmoner yang terjadi akibat cedera
kapiler alvioler. Komplikasi yang timbul kemudian adalah hepatitis yang
berkaitan dengan tranfusi darah (Marmi, 2012:197).
i. Tindakan Persiapan
Menurut Varney ( 2004:842), antisipasi perdarahan pasca partum
segera akibat atonia uterus memungkinan bidan mengambil tindakan
persiapan yang paling cepat dan efektif untuk mencegah dan mengontrol
sebanyak mungkin darah yang hilang. Tindakan persiapan tersebut
mencakup di bawah ini :
1) Buat keputusan dengan tenang dan hati-hati mengenai tempat kelahiran.
Jika wanita memiliki kombinasi dua atau lebih faktor presdiposisi,
wanita harus dibawa ke rumah sakit.
2) Ingatkan dokter konsulen untuk mewaspadai kemungkinan perdarahan
pasca partum sehingga mereka siap menerima panggilan jika diperlukan.
3) Ingatkan staf keperawatan terhadap kemungkinan perdarahan pasca
partum dan minta mereka sudah mengambil dan siap memberikan resep
23
kepada Anda untuk obat-obat oksitosin yang digunakan segera setelah
kelahiran plasenta.
4) Pastikan infus intravena dimulai dengan jarum 16 gauge dan rute vena
ini paten pada saat persalinan. Gunakan dektrosa 5% dalam larutan
Ringer Laktat.
5) Periksa golongan darah dan lakukan silang persiapan untuk
mendapatkan darah jika diperlukan.
6) Pastikan kandung kemih wanita kosong pada saat persalinan.
j. Langkah Penatalaksanaan
Menurut Prawirohardjo (2002:173-174), bidan harus mengambil
langkah berikut untuk menangani kedaruratan ini :
1) Ketahui dan tegakkan diagnosis kerja Atonia Uteri.
2) Sementara dilakukan pemasangan infus dan pemberian uterotonika,
lakukan kompresi bimanual.
3) Pastikan Plasenta lahir lengkap (bila ada indikasi sebagian plasenta
masih tertinggal lakukan evakuasi sisa plasenta) dan tak ada laserasi
jalan lahir.
4) Berikan transfusi darah bila sangat diperlukan.
5) Lakukan uji beku darah untuk konfirmasi sistem pembekuan darah.
6) Bila semua tindakan diatas telah dilakukan tetapi masih terjadi
perdarahan lakukan tindakan spesifik sebagai berikut :
a) Pada fasilitas pelayanan kesehatan dasar :
24
(1) Kompresi bimanual eksterna
Menekan uterus melalui dinding abdomen dengan jalan
saling mendekatkan kedua belah telapak tangan yang melingkupi
uterus. Pantau aliran darah yang keluar. Bila perdarahan berkurang,
kompresi diteruskan, pertahankan hingga uterus dapat kembali
berkontraksi atau dibawa ke fasilitas kesehatan rujukan. Bila belum
berhasil, coba dengan kompresi bimanual internal.
(2) Kompresi Bimanual internal
Uterus ditekan di antara telapak tangan pada dinding
abdomen dan tinju tangan dalam vagina untuk menjepit pembuluh
darah di dalam miometrium (sebagai pengganti mekanisme
kontraksi). Perhatikan perdarahan yang terjadi. Pertahankan
kondisi ini bila perdarahan berkurang atau berhenti, tunggu hingga
uterus berkontraksi kembali. Apabila perdarahan tetap terjadi,
cobakan kompresi aorta abdominalis.
(3) Kompresi aorta abdominalis
Raba arteri femoralis dengan ujung jari tangan kiri,
pertahankan posisi tersebut. Genggam tangan kanan kemudian
tekankan pada daerah umbilikus, tegak lurus dengan sumbu badan,
hingga mencapai kolumna vertebalis. Penekanan yang tepat, akan
menghentikan atau sangat mengurangi denyut arteri femoralis.
Lihat hasil kompresi dengan memperhatikan perdarahan yang
terjadi.
25
b) Pada rumah sakit rujukan :
(1) Ligasi arteri uterina dan ovarika
(2) Histerektomi
26
k. Pathway Perdarahan Post Partum Primer
Bukti mengenai
Bagan 2.1
Sumber : Widyastuti (2002:67)
Perdarahan post partum primer
Perdarahan atonik
Plasenta
dilahirkan
Plasenta
tertahan
Plasenta yang
dilahirkan terlihat
lengkap
Plasenta yang
dilahirkan
tidak lengkap
Ada
perdara
han
terlihat
Ada
perdarah
an tidak
terlihat
Kelainan
pembekuan
darah
Infeksi (sepsis
puerpuralis)
Perdarahan traumatik
Titik perdarahan
terlihat secara
inspekulo
Titik perdarahan
tidak terlihat secara
inspekulo
- perineum
- vulva
- vagina bagian
bawah
- vagina bagian atas
- serviks
- uterus
27
l. Penatalaksanaan
PERDARAHAN PRIMER
KARENA ATONIA UTERI
Multiparitas
Partus LamaJenis
Regangan uterus
Bagan 2.2 Sumber : Prawirohardjo (2002:177)
Multiparitas
Partus lama
Regangan uterus
Solusio Plasenta
Kadar Hb
Jenis dan uji silang darah
Nilai fungsi pembekuan
Masase uterus dan kompresi bimanual
Oksitosin 10 IU IM dan infus 20 IU dalam 500 ml
NS/RL 40 tetes-guyur
Infus untuk restorasi cairan dan jalur obat esensial
Perdarahan terus
berlangsung
Identifikasi sumber perdarahan
lainnya :
Laserasi jalan lahir
Hematoma parametrial
Rupture uteri
Inversio uteri
Sisa fragmen plasenta Koagulapati
Uterus tidak
berkontraksi
Kompresi bimanual
Kompresi aorta abdominalis
Tekan segmen bawah atau aorta abdominalis
Pemberian misoprostol 400 mg rektal
Berhasil
Tidak berhasil
Tampon uterus
Rujuk
Ligasi arteri uterina dan ovarika
Terkontrol
Transfusi
Perdarahan masih
berlangsung
Transfusi
RAWAT LANJUT dan
OBSERVASI KETAT HISTEREKTOMI
28
B. Teori Manajemen Kebidanan
1. Teori Manajemen Kebidanan Menurut Hellen Varney
Menurut Mufdlilah (2012:110-120), manajemen kebidanan dan
prosesnya perlu dijelaskan untuk memberikan kesamaan pandangan.
Varney mengatakan seorang bidan dalam menerapkan manajemen perlu
lebih kritis dalam melakukan analisis untuk mengantisipasi diagnosa dan
masalah potensial. Kadang kala bidan juga harus segera bertindak untuk
menyelesaikan masalah tertentu dan mungkin juga melakukan kolaborasi,
konsultasi bahkan segera merujuk klien.
Manajemen kebidanan adalah pendekatan yang digunakan oleh
bidan dalam menerapkan metode pemecahan masalah secara sistematis,
mulai dari pengkajian, analisis data, diagnosa kebidanan, perencanaan,
pelaksanaan dan evaluasi, selanjutnya langkah – langkah proses manajemen
kebidanan akan di jabarkan sebagai berikut :
a. Langkah I (Pertama) : Pengumpulan data dasar
Langkah awal yang akan menentukkan langkah berikutnya.
Mengumpulkan data adalah menghimpun informasi tentang klien/orang
yang meminta asuhan. Memilih informasi data yang tepat diperlukan
analisa suatu situasi yang menyangkut manusia yang rumit karena sifat
manusia yang komplek. Pengumpulan data mengenai seseorang tidak
akan selesai jika setiap informasi yang dapat diperoleh hendak di
kumpulkan. Maka dari itu seharusnya harus dipertanyakan : data apa
yang cocok dalam situasi kesehatan seseorang pada saat bersangkutan.
29
Data yang tepat adalah data yang relevan dengan situasi yang sedang
ditinjau. Data yang mempunyai pengaruh atas/berhubungan dengan
situasi yang sedang ditinjau.
Kegiatan pengumpulan data dimulai saat klien masuk dan
dilanjutkan secara terus-menerus selama proses asuhan kebidanan
berlangsung. Data dapat dikumpulkan dari berbagai sumber. Sumber
yang dapat memberikan informasi paling akurat yang dapat diperoleh
secepat mungkin dan upaya sekecil mungkin. Pasien adalah sumber
informasi yang akurat dan ekonomis, disebut sumber data primer.
Sumber data alternative atau sumber data sekunder adalah data yang
sudah ada, praktikan kesehatan lain, anggota keluarga.
Tehnik pengumpulan data ada tiga, yaitu : 1) Observasi, 2)
Wawancara, 3) Pemeriksaan. Observasi adalah pengumpulan data
melalui indera : penglihatan (perilaku, tanda fisik, kecacatan, ekspresi
wajah), pendengaran (bunyi batuk, bunyi nafas), penciuman (bau nafas,
bau luka), perabaan (suhu badan, nadi).
Wawancara adalah pembicaraan terarah yang umumnya
dilakukan pada pertemuan tatap muka. Dalam wawancara yang penting
diperhatikan adalah data yang ditanyakan diarahkan ke data yang
relevan.
Pemeriksaan dilakukan dengan memakai instrument/alat
pengukur. Tujuan untuk memastikan batas dimensi angka , irama,
30
kuantitas. Misalnya tinggi badan dengan meteran, berat badan dengan
timbangan, tekanan darah dengan tensimeter.
Data secara garis besar, data obyektif diklasifikasikan menjadi
data subyektif dan data obyektif. Pada waktu mengumpulkan data
subyektif bidan harus: mengembangkan hubungan antar personal yang
efektif data pasien/klien /yang diwawancarai, lebih memperhatikan hal-
hal yang menjadi keluhan utama pasien dan yang mencemaskan,
berupaya mendapatkan data/fakta yang sangat bermakna dalam kaitan
dengan masalah pasien.
Pada waktu mengumpulkan data obyektif bidan harus:
mengamati ekspresi dan perilaku pasien, mengamati perubahan/kelainan
fisik, memperhatikan aspek sosial budaya pasien, menggunakan teknik
pemeriksaan yang tepat dan benar, melakukan pemeriksaan yang terarah
dan berkaitan dengan keluhan pasien.
b. Langkah II : Interpretasi data dasar
Pada langkah ini dilakukan identifikasi yang benar terhadap
diagnosa atau masalah dan kebutuhan klien berdasarkan interpretasi yang
benar atas data-data yang dikumpulkan diinterpretasikan sehingga
ditemukan masalah atau diagnosa yang spesifik.
Langkah awal dari perumusan masalah/diagnosa kebidanan
adalah pengolahan/analisa data yaitu menggabungkan dan
menghubungkan data satu dengan yang lainnya sehingga tergambar
fakta.
31
Masalah adalah kesenjangan yang diharapkan dengan
fakta/kenyataan. Analisa adalah proses pertimbangan tentang nilai
sesuatu dibandingkan dengan standar. Standar adalah aturan/ukuran yang
telah diterima secara umum dan digunakan sebagai dasar perbandingan
dalam kategori yang sama. Hambatan yang berpotensi tinggi
menumbulkan masalah kesehatan (factor resiko). Dalam bidang
kebidanan pertimbangan butir-butir tentang profil keadaan dalam
hubungan dengan status sehat sakit dan kondisi fisiologis yang akhirnya
menjadi faktor agent yang mempengaruhi status kesehatan orang
bersangkutan.
Pengertian masalah/diagnosa adalah “suatu pernyatan dari
masalah klien/pasien yang nyata atau potensial dan membutuhkan
tindakan”. Dalam pengertian yang lain masalah/diagnosa adalah
“pernyataan yang menggambarkan masalah spesifik yang berkaitan
dengan keadaan kesehatan seseorang didasarkan pada penilai asuhan
kebidanan yang bercorak negatif”.
Dalam asuhan kebidanan kata masalah dan diagnosa keduanya
dipakai karena beberapa masalah tidak dapat didefinisikan sebagai
diagnosa tetapi tetap perlu dipertimbangkan untuk membuat rencana
yang menyeluruh. Masalah sering berhubungan dengan bagaimana
wanita itu mengalami kenyataan terhadap diagnosanya.
.
32
c. Langkah III (Ketiga) : Mengidentifikasi diagnosa atau masalah
potensial
Pada langkah ini kita mengidentifikasikan masalah atau
diagnosa potesial lain berdasarkan rangkaian masalah dan diagnosa yang
sudah diidentifikasi. Langkah ini membutuhkan antisipasi, bila
memungkinkan dilakukan pencegahan, sambil mengamati klien bidan
diharapkan dapat bersiap-siap bila diagnosa/masalah potensial ini benar-
benar terjadi.
d. Langkah IV (Keempat) : Mengidentifikasi dan menetapkan
kebutuhan yang memerlukan penanganan segera.
Beberapa data menunjukkan situasi emergensi dimana bidan
perlu bertindak segera demi keselamatan ibu dan bayi, beberapa data
menunjukkan situasi yang memerlukan tindakan segera sementara
menunggu intruksi dokter. Mungkin juga memerlukan konsultasi dengan
tim kesehatan lain. Bidan mengevaluasi situasi setiap pasien untuk
menentukan asuhan pasien yang lebih tepat. Langkah ini mencerminkan
kesinambungan dari proses manajemen kebidanan.
e. Langkah V (kelima) : Merencanakan asuhan yang komprehensif /
menyeluruh
Pada langkah ini direncanakan asuhan yang menyeluruh
ditentukan oleh langkah sebelumnya. Langkah ini merupakan kelanjutan
manajemen terhadap diagnosa atau masalah yang telah diidentifikasi
atau antisipasi, pada langkah ini informasi/data dasar yang tidak lengkap
33
dilengkapi. Suatu rencana asuhan harus sama-sama disetujui oleh bidan
maupun wanita itu agar efektif, karena pada akhirnya wanita itulah yang
akan melaksanakan rencana itu atau tidak. Oleh karena itu tugas dalam
langkah ini termasuk membuat dan mendiskusikan rencana dengan
wanita itu begitu juga termasuk penegasan akan persetujuannya.
Semua keputusan yang dibuat dalam merencanakan suatu
asuhan yang komprehensif harus merefleksikan alasan yang benar,
berlandaskan pengetahuan, teori yang berkaitan pada up to date serta
divalidasikan dengan asumsi mengenai apa yang dia tidak inginkan.
Rational yang berdasarkan asumsi dari perilaku pasien yang tidak
divalidasikan, pengetahuan teoritis yang salah atau tidak memadai, atau
data dasar yang tidak lengkap adalah tidak sah akan menghasilkan
asuhan pasien yang tidak lengkap dan mungkin juga tidak aman.
Perencanaan supaya terarah, dibuat pola pikir dengan langkah
sebagai beikut: tentukan tujuan tindakan yang akan dilakukan berisi
tentang sasaran/target dan hasil yang akan dicapai, selanjutnya ditentukan
rencana tindakan sesuai dengan masalah/diagnosa dan tujuan yang akan
dicapai.
f. Langkah VI (keenam) : Melaksanakan perencanaan dan
penatalaksanaan
Pada langkah keenam ini rencana asuhan menyeluruh seperti
yang telah diuraikan pada langkah ke 5 dilaksanakan secara efisien dan
aman. Perencanaan ini bias dilakukan seluruhnya oleh bidan atau anggota
34
tim kesehatan lainnya. Jika bidan tidak melakukannya sendiri, ia tetap
memikul tanggung jawab untuk mengarahkan pelaksanaannya
(memastikan langkah tersebut benar-benar terlaksana). Dalam situasi
dimana bidan berkolaborasi dengan dokter dan keterlibatannya dalam
manajemen asuhan bagi pasien yang mengalami komplikasi, bidan juga
bertanggung jawab terhadap terlaksananya rencana asuhan bersama yang
menyeluruh tersebut. Manajemen yang efisien akan menyingkat waktu,
biaya dan meningkatkan mutu asuhan.
g. Langkah VII (ketujuh) : Evaluasi
Pada langkah ini dilakukan evaluasi keefektifan dari asuhan
yang sudah diberikan meliputi pemenuhan kebutuhan akan bantuan
apakah benar-benar telah terpenuhi sesuai dengan kebutuhan
sebagaimana telah diidentifikasi didalam masalah dan diagnosa. Rencana
tersebut dapat dianggap efektif jika memang benar efektif dalam
pelaksanaanya. Ada kemungkinan bahwa sebagian rencana tersebut telah
efektif sedang sebagian belum efektif.
Manajemen kebidanan ini merupakan suatu kontinum, maka
perlu mengulang kembali dari awal setiap asuhan yang tidak efaktif
melalui proses manajemen untuk mengidentifikasi mengapa proses
manajemen tidak efektif serta melakukan penyesuaian pada rencana
asuhan berikutnya.
35
2. Pendokumentasian Manajemen Kebidanan dengan Metode SOAP
Menurut Mufdillah (2012:121), model dokumentasi yang
digunakan dalam asuhan kebidanan adalah dalam bentuk catatan
perkembangan, karena bentuk asuhan yang diberikan berkesinambungan
dan menggunakan proses yang terus menerus (progess notes)
S : (data subyektif)
Data informasi yang subyektif ( mencatat hasil anamnesa )
O : (data obyektif)
Data informasi obyektif ( hasil pemeriksaan, observasi )
A : (assessment)
Mencatat hasil analisa (diagnosa dan masalah kebidanan), yang
dimaksud meliputi diagnosa atau masalah, diagnosa/masalah potensial
dan antisipasinya serta perlunya tindakan segera.
P : (planning)
Mencatat seluruh penatalaksanaan (tindakan antisipasi, tindakan segera,
tindakan rutin, penyuluhan, support, kalaborasi, rujukan dan evaluasi/
follow up).
C. Teori hukum kewenangan bidan
Dalam menjalankan Asuhan Kebidanan Ibu Nifas dengan
Perdarahan Primer, bidan mempunyai landasan hukum dan kewenangan
dalam memberikan asuhan kebidananibu nifas dengan perdarahan primer,
meliputi :
36
1. Keputusan Menteri Kesehatan Indonesia Nomor 900/ Menkes/ Sk/ VII/
2002 tentang registrasi dan praktik kebidanan pada Bab V :
a. Pada pasal 14, yang berbunyi :
Bidan dalam menjalankan praktiknya berwenang untuk
memberikan pelayanan yang meliputi :
1) Pelayanan kebidanan
b. Pada pasal 15, yang berbunyi :
1) Pelayanan kebidanan sebagaimana dimaksud dalam pasal 14
huruf a ditujukan kepada ibu dan anak.
2) Pelayanan kepada ibu diberikan pada masa pranikah, prahamil,
masa kehamilan, masa persalinan, masa nifas, menyusui dan
masa antara (periode interval).
c. Pada pasal 16, yang berbunyi :
1) Pelayanan kebidanan kepada ibu meliputi :
Butir f) Pertolongan persalinan abnormal, yang mencakup letak
sungsang, partus macet kepala di dasar panggul,
ketuban pecah dini (KPD) tanpa infeksi, perdarahan
post partum, laserasi jalan lahir, distosia karena
insersi uteri primer, post term dan pre term.
Butir h) Pelayanan ibu nifas abnormal yang mencakup retensio
plasenta , renjatan dan infeksi ringan.
37
d. Pada pasal 18, yang berbunyi :
Bidan dalam memberikan pelayanan sebagaimana
dimaksud dalam pasal 16 berwenang untuk :
Butir 2) Memberikan suntikan pada penyulit kehamilan, persalinan
dan nifas
Butir 3) Mengeluarkan plasenta secara manual
Butir 7) Penjahitan luka episiotomi dan luka jalan lahir sampai
derajat II
Butir 11) Kompresi bimanual
2. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1464/
MENKES/ PER/ X/ 2010 tentang izin dan penyelenggaraan praktik
bidan pada Bab III yaitu:
a. Pada pasal 9, yang berbunyi :
Bidan dalam menjalankan praktik, berwenang untuk memberikan
pelayanan yang meliputi :
1) Pelayanan kesehatan ibu
b. Pada pasal 10, yang berbunyi :
1) Pelayanan kesehatan ibu sebagaimana dimaksud dalam pasal 9
huruf a diberikan pada masa pra hamil, kehamilan, masa
persalinan, masa nifas, masa menyusui dan antara dua
kehamilan.
38
2) Pelayanan kesehatan ibu sebagaimana dimaksud pada ayat 1)
meliputi :
Butir c) pelayanan nifas normal
Butir d) pelayanan ibu menyusui
3) Bidan dalam memberikan pelayanan sebagaimana dimaksud
pada ayat 2) berwenang untuk :
Butir a) episiotomi
Butir b) penjahitan luka jalan lahir tingkat I dan II
Butir c) penanganan kegawat daruratan, dilanjutkan perujukan
Butir e) pemberian vitamin A dosis tinggi pada ibu nifas
Butir f) fasilitasi/bimbingan inisiasi menyusui dini dan promosi
air susu ibu eksklusif
Butir g) pemberian uterotonika pada manajemen aktif kala tiga
dan post partum
Butir h) penyuluhan dan konseling