bab ii pembahasan (sudah)

20
BAB II TINJAUAN TEORI 2.1 Definisi Distosia adalah persalinan yang panjang, sulit atau abnormal yang timbul akibat berbagai kondisi yang berhubungan dengan lima factor persalinan. (Bobak, 2004 : 784) Distosia adalah Kesulitan dalam jalannya persalinan. (Rustam Mukhtar, 1994) Distosia atau persalinan disfungsional didefinisikan sebagai persalinan yang panjang, sulit, atau abnormal yang timbul akibat berbagai kondisi yang berhubungan dengan 5 faktor persalinan. 2.2 Etiologi

Upload: safira-atjil

Post on 14-Aug-2015

41 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

ytu4ws

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II Pembahasan (Sudah)

BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1 Definisi

Distosia adalah persalinan yang panjang, sulit atau abnormal yang timbul akibat berbagai kondisi yang berhubungan dengan lima factor persalinan. (Bobak, 2004 : 784)

Distosia adalah Kesulitan dalam jalannya persalinan. (Rustam Mukhtar, 1994)

Distosia atau persalinan disfungsional didefinisikan sebagai persalinan yang panjang, sulit, atau abnormal yang timbul akibat berbagai kondisi yang berhubungan dengan 5 faktor persalinan.

2.2 Etiologi

Penyebab distosia, secara ringkas dapat dinyatakan sebagai kelainan yang disebabkan oleh 3 faktor yang disebut 3 P, yaitu powers, passenger dan pelvis.

Powers, mewakili kondisi gangguan kontraktilitas uterus, bisa saja kontraksi yang kurang kuat atau kontraksi yang tak terkoordinasi dengan baik sehingga tidak mampu menyebabkan pelebaran bukaan serviks. Dalam kelompok ini, juga termasuk lemahnya dorongan volunter ibu saat kala II.

Page 2: BAB II Pembahasan (Sudah)

Passengger, mewakili kondisi adanya kelainan dalam presentasi, posisi,bentuk  atau perkembangan janin.

Passage, dimana karena Kelainan dalam ukuran atau bentuk jalan lahir bisa menghalangi kemajuan persalinan atau menyebabkan kemacetan misalnya pada panggul ibu atau penyempitan pelvis

Selain karena ketiga faktor diatas, ada juga faktor lain yang di ketahui berperan serta pada kejadian dystonia atau partus lama, yaitu faktor psikis, faktor penolong, jarak kelahiran yang jauh, primi tua, perut gantung, grandemulti, dan ketuban pecah dini.

1. Kelainan His

His yang tidak normal dalam kekuatan atau sifatnya menyebabkan rintangan pada jalan lahir yang lazim terdapat pada setiap persalinan, tidak dapat diatasi, sehingga persalinan mengalami hambatan atau kemacetan. Jenis-jenis kelainan his 

a. Inersia uteri adalah his yang sifatnya lebih lemah, lebih singkat dan lebih jarang dibandingkan dengan his yang normal. Selama ketubannya masih utuh umumnya tidak banyak bahaya, baik bagi ibu maupun janin, kecuali jika persalinan berlangsung terlalu lama. Keadaan ini dinamakan inersia Uteri Primer. Inersia Uteri Sekunder: kelemahan his yang timbul setelah adanya his yang kuat teratur dan dalam waktu yang lama.

b. His terlampau kuat. Sifat his normal, tonus otot diluar his juga biasa, kelainannya terletak pada kekuatan his. His yang terlalu kuat dan terlalu efisien menyebabkan persalinan selesai dalam waktu yang sangat singkat.

c. Incoordinate uterine contraction. Disini sifat his berubah, tonus ototuterus meningkat juga diluar his dan kontraksinya tidak berlangsungseperti biasa karena tidak ada sinkronisasi antara kontraksi bagian-bagiannya. His menjadi tidak efisien dalam mengadakan pembukaan.

Page 3: BAB II Pembahasan (Sudah)

2. Janin (passanger) : letak janin, posisi janin, presentasi janin dan bentuk janin.a. Kelainan letak, posisi atau presentasi janin, yang terdiri dari : 

1. Posisi Oksiput Posterior Persisten

a. Prevalensi kondisi ini adalah 10%. Pada posisi ini ubun-ubun tidak berputar kedepan, tetapi tetap berada di belakang. 

b. Salah satu penyebab terjadinya adalah usaha penyesuaian kepala terhadap bentuk dan ukuran panggul. Penyebab yang lain adalah otot-otot dasar panggul yang lembek pada multipara atau kepala janin yang kecil dan bulat sehingga tidak ada paksaan pada belakang kepala janin untuk memutar ke depan.

2. Presentasi Puncak KepalaPada presentasi ini, kepala janin dalam keadaan defleksi ringan ketika melewati

jalan lahir. Sehingga ubun-ubun besar menjadi bagian terendah. Pada presentasi puncak kepala, lingkaran kepala yang melalui jalan lahir adalah sirkumfernsiafrontooksipitalis dengan titik perputaran yang berada di bawah simfisis adalah glabela.

3. Presentasi Muka

a. Presentasi muka adalah keadaan dimana kepala dalam kedudukan defleksi maksimal, sehingga aksiput tertekan pada punggung dan muka merupakan bagian terendah yang menghadap ke bawah. Presentasi muka dikatakan primer  jika terjadi sejak masa kehamilan, dan dikatakan sekunder jika baru terjadi pada masa persalinan. 

b. Pada umumnya penyebab terjadinya presentasi muka adalah keadaan-keadaan yang memaksa terjadinya defleksi kepala atau keadaan yang menghalangi terjadinya fleksi kepala. Oleh karena itu presentasi muka dapat ditemukan pada panggul sempit atau pada janin besar. Multiparitas dan perut gantung juga merupakan faktor yang memudahkan terjadinya presentasi muka. Kelainan janin seperti anensefalus dan tumor di leher depan juga dapat menyebabkan presentasi muka. Terkadang presentasi muka dapat terjadi pada kematian janin intrauterine akibat otot janin yang telah kehilangan tonusnya.

Page 4: BAB II Pembahasan (Sudah)

4. Presentasi Dahi

a. Presentasi dahi adalah keadaan dimana kedudukan kepala berada diantara fleksi maksimal dan defleksi maksimal, sehingga dahi merupakan bagian terendah. Pada umumnya, presentasi dahi bersifat sementara, dan sebagian besar akan berubah menjadi presentasi muka atau presentasi belakang kepala. 

b. Sebab terjadinya presentasi dahi pada dasarnya sama dengan sebab terjadinya presentasi muka karena semua presentasi muka biasanya melewati fase presentasi dahi lebih dahulu.

5. Letak Sungsang

a. Letak sungsang merupakan keadaan dimana janin terletak memanjang dengan kepala di fundus uteri dan bokong berada di bagian bawah kavum uteri. Dikenal beberapa jenis letak sungsang, yaitu presentasi bokong, presentasi bokong sempurna, presentasi bokong kaki tidak sempurna, dan presentasi kaki.Diagnosis letak sungsang umunya tidak sulit. Pada pemeriksaan luar, kepala teraba di fundus uteri, sementara pada bagian bawah uterus teraba bokong yangtidak dapat digerakkan semudah kepala. Selain dari pemeriksaan luar, diagnosis juga dapat ditegakkan dari pemeriksaan dalam dan pemeriksaan penunjang seperti USG dan MRI.

b. Faktor yang menyebabkan terjadinya letak sungsang adalah multiparitas, hamil kembar, hidramnion, hidrosefalus, plasenta previa, panggul sempit, dan usia prematur. Pada kehamilan sampai kurang lebih 32 minggu, jumlah air ketuban relatif lebih banyak sehingga memungkinkan janin bergerak lebih leluasa, sehingga janin dapat menempatkan diri pada presentasi kepala, letak sungsang atau letak lintang. Pada kehamilam triwulan akhir janin tumbuh dengan cepat dan jumlah air ketuban relatif berkurang. Karena bokong dan kedua tungkai yang terlipat lebih besar dari pada kepala, maka bokong dipaksa untuk mengisi tempat yang lebih luas di fundus uteri, sedang kepala berada pada ruangan yang lebih kecil di segmen bawah uterus.

6. Letak Lintang

a. Letak lintang adalah suatu keadaan dimana janin melintang dalam uterus dengan kepala pada sisi yang satu dan bokong berada pada sisi yang lain. Sebab tersering

Page 5: BAB II Pembahasan (Sudah)

terjadinya letak lintang adalah multiparitas disertai dinding uterus dan perut yang lembek. 

b. Pada kehamilan prematur, hidramnion, dan kehamilan kembar, janin sering dijumpai dalam letak lintang. Kelainan bentuk rahim seperti uterus arkuatus atau subseptus juga merupakan penyebab terjadinya letak lintang. Adanya letak lintang dapat diduga hanya dengan inspeksi. Uterus tampak melebar dan fundus tampak lebih rendah tidak sesuai dengan usia kehamilannya. Pada palpasi, fundus uteri kosong, kepala janin berada disamping, dan diatas simfisis juga kosong.

7. Presentasi Ganda

a. Presentasi ganda adalah presentasi dimana disamping kepala janin di dalam rongga panggul dijumpai tangan, lengan atau kaki, atau keadaan disamping bokong janin dijumpai tangan. 

b. Presentasi ganda terjadi karena pintu atas panggul tidak tertutup sempurna oleh kepala atau bokong, misalnya pada seorang multipara dengan perut gantung, pada kesempitan panggul dan janin kecil.

b. Kelainan bentuk janin, yang terdiri dari :  1. Pertumbuhan Janin yang Berlebihan

Berat neonatus yang besar adalah apabila berat janin melebihi 4000 gram. Pada janin besar, faktor keturunan memegang peran penting. Selain itu janin besar juga dijumpai pada wanita hamil dengan diabetes mellitus, postmaturitas, dan grande multipara.

2. Hidrosefalus

Adalah keadaan dimana terjadi penimbunan cairan serebrospinalis dalam ventrikel otak, sehingga kepala menjadi besar dan terjadi pelebaran sutura serta ubun-ubun. Cairan yang tertimbun dalam ventrikel biasanya berkisar antara 500-1500 ml, akan tetapi kadang-kadang dapat mencapai 5 liter. Karena kepala janin terlalu besar dan tidak dapat berakomodasi di bagian bawah uterus, maka sering ditemukan dalam keadaan sungsang. Bagaimanapun letaknya, hidrosefalus akan menyebabkan disproporsi sefalopelvik dengan segala akibatnya.

3. Kelainan jalan lahir 

Page 6: BAB II Pembahasan (Sudah)

a. Faktor PanggulPada panggul ukuran kecil akan terjadi disproporsi dengan kepala janin sehingga kepala

janin tidak dapat melewati panggul meskipun ukuran janin berada dalam batas normal. Kurangnya gizi saat masa kanak-kanak merupakan salah satu hal yang dapat menyebabkan ukuran pelvis yang kecil pada wanita. Ukuran panggul dapat sangat berbeda dari ukuran normal pada seorang wanita yang menderitari kista atau osteomalasia di masa mudanya. Selain itu faktor keturunan juga berpengaruh terhadap ukuran dan bentuk panggul.

1. Kesempitan pada Pintu Atas Panggulpintu atas panggul dianggap sempit apabila conjugata vera kurang dari 10 cm atau

diameter transversa kurang dari 12 cm. Pada panggul sempit kepala memiliki kemungkinan lebih besar tertahan oleh pintu atas panggul, sehingga serviks uteri kurang mengalami tekanan kepala.

2. Kesempitan pintu panggul tengahUkuran terpenting pada pintu tengah panggul adalah distansia interspinarum kurang

dari 9.5 cm, sehingga perlu diwaspadai kemungkinan kesukaran pada persalinan jika diameter sagitalis posterior pendek pula.

3. Kesempitan pintu bawah panggulBila diameter transversa dan diameter sagitalis posterior kurang dari 15cm, maka

sudut arkus pubis juga mengecil (<80º) sehingga timbul kemacetan pada kelahiran janin ukuran biasa.

4. Panggul Sempit Relatif Panggul sempit adalah panggul dengan diameter yang kurang sehingga

mempengaruhi mekanisme persalinan normal. Bentuk dan ukuran panggul dipengaruhi oleh: a. Faktor perkembangan: herediter atau kongenital

Panggul sempit ginekoid

Panggul sempit android

Panggul sempit anthropoid

Panggul sempit platipeloid

Panggul Naegele: tidak adanya salah satu sacral alae

Panggul Robert: tidak adanya kedua sacral alae

High assimilati on pelvis: sakrum terdiri dari 6 vertebra

Low assimilati on pelvis: sakrum terdiri dari 4 vertebra

Split pelvis: simfisis pubis terpisah

b. Faktor rasialc. Faktor nutrisi: malnutrisi menyebabkan panggul sempitd. Faktor seksual: androgen yang berlebihan menyebabkan bentuk panggul androide. Faktor metabolik: misalnya rakitis dan osteomalasiaf. Trauma, penyakit, atau tumor pada tulang panggul, kaki, atau tulang belakang

b. Prolaps Funikuli

Page 7: BAB II Pembahasan (Sudah)

Prolaps funikuli adalah suatu keadaan dimana tali pusat berada di samping atau melewati bagian terendah janin di dalam jalan lahir setelah ketuban pecah. 

1. Pada presentasi kepala, prolaps funikuli sangat berbahaya bagi janin, karena setiap saat tali pusat dapat terjepit diantara bagian terendah janin dengan jalan lahir dengan akibat gangguan oksigenasi janin. 

2. Keadaan yang menyebabkan gangguan adaptasi bawah janin terhadap panggul, sehingga pintu atas panggultidak tertututp oleh bagian bawah janin tersebut, merupakan predisposisi turunnya tali pusat dan terjadinya prolaps funikuli. 

3. Dengan demikian prolaps funikuli sering didapatkan pada letak sungsang dan letak lintang. Pada presentasi kepala dapat dijumpai pada disproporsi sefalopelvik. Pada kehamilam premature lebih sering dijumpai karena kepala anak yang kecil tidak dapat menutup pintu atas panggul secara sempurna.

4. Faktor Penolong

Dalam proses persalinan, selain faktor ibu dan janin, penolong persalinan juga mempunyai peran yang sangat penting. Penolong persalinan bertindak dalam memimpin proses terjadinya kontraksi uterus dan mengejan hingga bayi dilahirkan. Seorang penolong persalinan harus dapat memberikan dorongan pada ibu yang sedang dalam masa persalinan dan mengetahui kapan haruis memulai persalinan. Selanjutnya melakukan perawatan terhadap ibu dan bayi. Oleh karena itu, penolong persalinan seharusnya seorang tenaga kesehatan yang terlatih dan terampil serta mengetahui dengan pasti tanda-tanda bahaya pada ibu yang melahirkan, sehingga bila ada komplikasi selama persalinan, penolong segera dapat melakukan rujukan. Pimpinan yang salah dapat menyebabkan persalinan tidak berjalan dengan lancar, berlangsung lama, dan muncul berbagai macam komplikasi.

Di Indonesia, persalinan masih banyak ditolong oleh dukun. Dan baru sedikit sekali dari dukun beranak ini yang telah ditatar sekedar mendapat kursus dukun. Karenanya kasus-kasus partus lama masih banyak dijumpai, dan keadaan ini memaksa kita untuk berusaha menurunkan angka kematian ibu maupun anak. Yang sangat ideal tentunya bagaimana mencegah terjadinya partus lama. Bila persalinan berlangsung lama, dapat menimbulkan komplikasi-komplikasi baik terhadap ibu maupun terhadap anak, dan dapat meningkatkan angka kematian ibu dan anak.

Hasil penelitian Irsal dan Hasibuan di Yogyakarta menunjukkan bahwa faktor-faktor yang berpengaruh dan secara statistik bermakna terhadap kejadian kala II lama adalah penolong persalinan bukan dokter, sehingga selanjutnya perlu persalinan tindakan di RS. Demikian pula hasil penelitan Rusydi di RSUP Palembang, menemukan bahwa partus lama yang akhirnya dilakukan tindakan operasi, merupakan kasus rujukan yang sebelumnya ditolong oleh bidan dan dukun di luar rumah sakit.

5. Faktor Psikis Suatu proses persalinan merupakan pengalaman fisik sekaligus emosional yang luar biasa

bagi seorang wanita. Aspek psikologis tidak dapat dipisahkan dari aspek fisik satu sama lain. Bagi wanita kebanyakan proses persalinan membuat mereka takut dan cemas. Ketakutan dan kecemasan inilah yang dapat menghambat suatu proses persalinan. Dengan persiapan antenatal yang baik,diharapkan wanita dapat melahirkan dengan mudah, tanpa rasa nyeri dan dapat menikmati proses kelahiran bayinya.

Page 8: BAB II Pembahasan (Sudah)

2.3 KlasifikasiKelainan dalam pola persalinan secara umum dibagi menjadi tiga kelompok :

1. kelainan pada kala I fase laten yang disebut fase laten memanjang2. kelainan pada kala I fase aktif

Handa dan Laros (1993) : Active-phase arrest adalah bila dalam waktu ≥ 2 jam tidak terdapat kemajuan pada dilatasi servik, Angka kejadian : 5% pada nulipara dengan kehamilan aterm (menurut Friedman pada tahun 1978, angka kejadian ini tidak berubah sejak tahun 1950 ). His tidak adekwat adalah bila kekuatannya < 180 Montevideo Unit dan keadaan ini terdapat pada 80% kasus terhentinya fase aktif [“active-phase arrest”].

a. protraction disorderDefinisi keadaan ini lebih sulit ditentukan. WHO : dalam partograf dinyatakan bahwa yang dimaksud dengan “protraction” adalah kecepatan dilatasi servik < 1 cm per jam untuk waktu minimum 4 jam.

b. arrest disorder

Sebelum menegakkan diagnosa “arrest” selama persalinan kala  maka kedua kriteria berikut harus dipenuhi:

Dilatasi servik sudah lebih dari 4 cm. His dengan kekuatan 200 Montevideo Unit selama 10 menit sudah

berlangsung selama 2 jam tanpa diikuti dengan perubahan pada servik. 3. kelainan pada kala II yang disebut kala II memanjang

Desensus kepala terutama terjadi setelah dilatasi servik lengkap. Sebagian besar dari “seven cardinal movement of labor” berlangsung pada kala II. Akibat dari adanya kelainan CPD umumnya terlihat pada kala II. Batas waktu kala II pada nulipara adalah 2 jam (3 jam pada kasus dengan anestesi regional) dan pada multipara adalah 1 jam (2 jam pada kasus dengan anestesi regional).

DERAJAT PENURUNAN (station) PADA AWAL PERSALINAN

Engagemen = desensus diameter biparietal janin sampai setinggi spina ischiadica maternal (station 0). Terdapat kaitan erat antara bagian terendah janin yang masih tinggi saat memasuki persalinan dengan kejadian distosia yang akan terjadi. Gangguan “protracted” dan atau “arrest” sering terjadi pada pasien yang memasuki persalinan dengan station lebih dari +1 .

Selain klasifikasi berdasarkan fase persalinan yang mengalami pemanjangan, beberapa literatur juga mengelompokkan persalinan yang lebih lama menjadi dua kelompok utama, yaitu

1. disproporsi sefalopelfik (cephalopelvic disproportion/CPD)Kelompok pertama memaksudkan lamanya persalinan yang memanjang disebabkan oleh faktor pelvis ataupun faktor janin. 

2. kelompok lainnya adalah failure to progress. Sementara pada kelompok kedua disebabkan secara murni oleh gangguan kekuatan persalinan.

2.4 Tanda dan Gejala

Page 9: BAB II Pembahasan (Sudah)

1. Pada proses persalinan normal kepala lahir melalui gerakan ekstensi. Pada distosia bahu kepala akan tertarik kedalam dan tidak dapat mengalami putar paksi luar yang normal.

2. Ukuran kepala dan bentuk pipi menunjukkan bahwa bayi gemuk dan besar. Begitu pula dengan postur tubuh parturien yang biasanya juga obese.

3. Usaha untuk melakukan putar paksi luar, fleksi lateral dan traksi tidak berhasil melahirkan bahu

2.5 Manifestasi Klinik1. Ibu : Gelisah, Letih, Suhu tubuh meningkat, Nadi dan pernafasan cepat, Edem pada vulva dan

servik, Bisa jadi ketuban berbau2. Janin : DJJ cepat dan tidak teratur

2.6 Patofisiologi

Setelah kelahiran kepala, akan terjadi putaran paksi luar yang menyebabkan kepala berada pada sumbu normal dengan tulang belakang bahu pada umumnya akan berada pada sumbu miring (oblique) di bawah ramus pubis. Dorongan pada saat ibu meneran akan menyebabkan bahu depan (anterior) berada di bawah pubis, bila bahu gagal untuk mengadakan putaran menyesuaikan dengan sumbu miring dan tetap berada pada posisi anteroposterior, pada bayi yang besar akan terjadi benturan bahu depan terhadap simfisis sehingga bahu tidak bisa lahir mengikuti kepala.

2.7 Pemeriksaan

1. Palpasi dan Balotemen: Leopold I : teraba kepala (balotemen) di fundus uteri2. Vaginal Toucher : teraba bokong yang lunak dan iregular3. X-ray : Dapat membedakan dengan presentasi kepala dan pemeriksaan ini penting untuk

menentukan jenis presentasi sungsang dan jumlah kehamilan serta adanya kelainan kongenital lain.

4. Ultrasonografi: Pemeriksaan USG yang dilakukan oleh operatorberpengalaman dapat menentukan :

Presentasi janin Ukuran Jumlah kehamilan Lokasi plasenta Jumlah cairan amnion Malformasi jaringan lunak atau tulang janin

2.8 Pencegahan

Bayi cukup bulan pada umumnya memiliki ukuran bahu yang lebih lebar dari kepalanya, sehingga mempunyai resiko terjadinya distosia bahu. Risiko akan meningkat dengan bertambanhya perbedaan antara ukuran badan dan bahu dengan ukuran kepalanya. Pada bayi makrosomia, perbedaan ukuran tersebut lebih besar dibanding bayi tanpa makrosomia, sehingga bayi makrosomia lebih beresiko. Keadaan intrapartum yang banyak dilaporkan berhubungan dengan kejadian distosia bahu adalah kala I lama, partus macet, kala II lama, stimulasi oksitosin, dan persalinan vaginal dengan tindakan. Meskipun demikian, perlu disadari bahwa sebagian besar kasus distosia bahu tidak dapat diprediksi dengan tepat sebelumnya. Upaya pencegahan distosia bahu dan cedera yang dapat ditimbulkannya dapat dilakukan dengan cara :

Page 10: BAB II Pembahasan (Sudah)

Ø  Lakukan bedah sesar pada persalinan vaginal beresiko tinggi; janin luar biasa besar (> 5kg), janin sangat besar (> 4,5 kg) dengan ibu diabetes, janin besar  (> 4 kg) dengan riwayat distosia bahu pada persalinan sebelumnya, kala II yang memanjang dengan janin besar.

Ø  Identifikasi dan obati diabetes pada ibu

Ø  Selalu bersiap bila sewaktu-waktu terjadi

Ø  Kenali adanya distosia seawal mungkin. Upaya mengejan, menekan suprapubis atau fundus, dan traksi berpotensi meningkatkan risiko cedera pada janin.

Ø  Perhatikan waktu dan segera minta pertolongan begitu distosia diketahui.

Banyak sumber dari ilmu kebidanan dan obstetri berfokus pada bagaimana mengelola komplikasi tertentu atau masalah. Namun saya lebih suka untuk menghindari situasi ini daripada mengelola komplikasinya. Meskipun di beberapa kasus distosia bahu tidak dapat dihindari, nakun ada sejumlah cara untuk mengurangi kesempatan itu terjadi kasus tersebut:

Proses Persalinan Alami yang Terganggu Ketika seorang perempuan dapat melahirkan secara naluriah (tanpa arah) dan alami atau tanpa

intervensi mereka mereka akan lebih lancar saat bersalin. Saya telah melihat beberapa posisi persalinan yang aneh dan gerakan yang masuk akal setelah bayi muncul/keluar. Dan dalam kasus terjebak nya bahu di pinggiran tulang panggul (distosia bahu), gerakan panggul naluriah dapat melepaskan dan membebaskan bahu bayi tanpa intervensi. Dan itu alami ada di naluriah seorang ibu. Dan dulu saya tidak pernah menyadarinya.

Kesabaran Sebenarnya seorang bayi memerlukan waktu untuk masuk ke dalam posisi terbaik. Posisi

dimana dia bisa bergerak melewatkan tubuhnya agar bisa masuk ke panggul ibu nya. Namun ketika kita mencoba untuk terburu-buru melahirkan bayi, maka bayi tersebut mungkin tidak dapat membuat penyesuaian atau tidak punya waktu untuk melakukan penyesuaian secara alami.

Namun sering kali kita sebagai petugas kesehatan tidak sabaran. Selalu kaku dan terpaku pada JAM. Padahal kita tahu setiap persalinan punya waktunya sendiri. Induksi persalinan dan intervensi melahirkan meningkatkan kemungkinan terjadinya distosia bahu (Gherman, 2002).  Atau kadang walaupun sudah dilarang namun sampai sekarang masih sering dilakukan oleh bidan-bidan saat menolong persalinan yaitu dengan mendor0ng secara paksa dengan menekan fundus ibu dan membantu mendorong ketika si ibu mengejan. Atau dengan memberi aba-aba kepada si ibu untuk mengejan padahal sebenarnya Seorang wanita yang sedang melahirkan tau dan ahli mengenai kapan dan bagaimana dia mendorong / mengejan. Kita sebagai bidan atau dokter cukup membimbingnya saja. Ketika kita memaksa siibu mengejan ini justru dapat memaksa bayi masuk ke dalam panggul tanpa membiarkan dan memberikan waktu padanya untuk melakukan penyesuaian dahulu.

Saya juga yakin (tapi harus ada penelitian kembali untuk saya, artinya saya harus melakukan riset kecil-kecilan dahulu untuk semakin memastikan ini) dengan menarik keluar bayi bisa meningkatkan kejadian distosia bahu. Ketika kepala bayi keluar sebaiknya menunggu kontraksi dulu (bisa 5 menit) agar bahu bisa keluar dengan nyaman. Namun ini sangat menggoda bagi kita untuk segera memberitahu siibu agar segera mengejan tanpa menunggu kontraksi ada.  Padahal mungkin bayi menggunakan waktu ini untuk melakukan penyesuaian yang diperlukan agar bahu mudah untuk dilahirkan. Karena biasanya begitu kepala keluar dia akan melakukan putaran paksi untuk

Page 11: BAB II Pembahasan (Sudah)

menyesuaikan kepala dengan bahunya. Tunggu dan amati saja dulu. Jika proses ini lama dan kita melihat ada tanda asfiksia baru kita lakukan maneuver atau intervensi.

Bersalin dalam posisi semi-recumbant Ternyata bersalin dengan posisi ini meningkatkan kemungkinan terjadinya distosia bahu karena

panggul tidak dapat terbuka.

2.9 Manajemen Terapeutik

Penanganan Umum

1. Nilai dengan segera keadaan umum ibu dan janin2. Lakukan penilaian kondisi janin : DJJ

Kolaborasi dalam pemberian : Infus RL dan larutan NaCL isotanik (IV) Berikan analgesiaberupa tramandol/ peptidin 25 mg (IM) atau morvin 10 mg (IM)

3. Perbaiki keadaan umum Dukungan emosional dan perubahan posisi Berikan cairan

Penanganan Khusus

1. Kelainan Hisa. TD diukur tiap 4 jam b. DJJ tiap 1/2 jam pada kala I dan tingkatkan pada kala II c. Pemeriksaan dalam :

Infus RL 5% dan larutan NaCL isotonic (IV) Berikan analgetik seperti petidin, morfin Pemberian oksitosin untuk memperbaiki his

2. Kelainan janin a. Pemeriksaan dalam b. Pemeriksaan luarc. MRId. Jika sampai kala II tidak ada kemajuan dapat dilakukan seksiosesaria baik primer pada awal

persalinan maupun sekunder pada akhir persalinan3. Kelainan jalan lahir

Kalau konjungata vera <8 (pada VT terba promontorium) persalinan dengan SC

Page 12: BAB II Pembahasan (Sudah)

Jangan melakukan tarikan atau dorongan sebelum memastikan bahwa bahu posterior sudah masuk ke panggul.bahu posterior yang belum melewati pintu atas panggul akan semakin sulit dilahirkan bila dilakukan tarikan pada kepala. Untuk mengendorkan ketegangan yang menyulitkan bahu posterior masuk panggul tersebut, dapat dilakukan episiotomy yang luas, posisi McRobert, atau paosisi dada-lutut. Dorongan pada fundus juga tidak diperkenankan karena semakin  menyulitkan bahu untuk dilahirkan dan berisiko menimbulkan rupture uteri.

Langkah pertama: Manuver McRobert

Page 13: BAB II Pembahasan (Sudah)

Manuver McRobert dimulai dengan memosisikan ibu dalam posisi McRobert, yaitu terlentang, memfleksikan kedua paha sehingga lutut menjadi sedekat mungkin ke dada, dan rotasikan kedua kaki ke arah luar (abduksi). Lakukan episiotomy yang cukup lebar. Gabungan episiotomy dan posisi McRobert akan mempermudah bahu posterior melewati promontorium dan masuk ke dalam panggul. Mintalah asisten menekan suprasimfisis ke arah posterior menggunakan pangkal tangannya untuk menekan bahu anterior agar mau masuk di bawah simfisis. Sementara itu lakukan tarikan pada kepala janin kea rah posterokaudal dengan mantap.

Langkah tersebut akan melahirkan bahu anterior. Hindari tarikan yang berlebihan karena akan mencederai pleksus brakialis. Setelah bahu anterior dilahirkan, langkah selanjutnya sama dengan pertolongan persalinan presentasi kepala. Manuver ini cukup sederhana, aman, dan dapat mengatasi sebagian besar distosia bahu derajat ringan sampai sedang.

Langkah kedua: Manuber Rubin

Oleh karena diameter anteroposterior pintu atas panggul lebih sempit daripada diameter oblik  atau tranversanya, maka apabila bahu dalam anteroposterior perlu diubah menjadi posisi oblik atau transversa untuk memudahkan melahirkannya. Tidak boleh melakukan putarn pada kepala atau leher bayi untuk mengubah posisi bahu. Yang dapat dilakukan adalah memutar bahu secara langsung atau melakukan tekanan suprapubik ke arah dorsal. Pada umumnya sulit menjangkau bahu anterior, sehingga pemutaran bahu lebih mudah dilakukan pada bahu posteriornya. Masih dalam posisi McRobert, masukkan tangan pada bagian posterior vagina, tekanlah daerah ketiak bayi sehingga bahu berputar menjadi posisi oblik atau tranversa. Lebih menguntungkan bila pemutaran itu ke arah yang membuat punggung bayi menghadap ke arah anterior (Maneuver Rubin Anterior) oleh karena kekuatan tarikan yang diperlukan untuk melahirkannya lebih rendah dibandingkan dengan posisi bahu anteroposterior atau punggung bayi menghadap ke areh posterior. Ketika dilakukan penekanan suprapubikpada posisi punggung janin anterior akan membuat bahu lebih abduksi, sehingga diameternya mengencil. Dengan bantuan tekan suprasimfisis ke arah posterior, lakukan tarikan kepala ke arah posterokaudal dengan mantap untuk melahirkan bahu anterior.

Langkah ketiga: melahirkan bahu posterior, posisi merangkak, atau maneuver wood

Melahirkan bahu posterior dilakun pertama kali dengan mengidentifikasi dulu posisi punggung bayi. Masukkan tangan penolong yang berseberangan dengan punggung bayi (punggung kanan berarti tangan kanan, punggung kiri berarti tangan kiri) ke vagina. Temukan bahu posterior, telusuri lengan atas dan buatlah sendi siku menjadi fleksi (bisa dilakukandengan menekan fossa kubiti). Peganglah lengan bawah dan buatlah gerakan mengusap ke arah dada bayi. Langkah ini akan membuat bahu posterior lahir dan memberikan ruang cukup bagi anterior masuk ke bawah simfisis. Dengan bantuan tekanan suprasimfisis ke arah posterior, lakukan tarikan kepala ke arah posterokaudal dengan mantap untuk melahirkan bahu anterior.

Manuver Wood dilakukan dengan menggunakan dua jari dari tangan yang berseberangan dengan punggung bayi (pumggung kanan berarti tangan kanan, punggung kiri berarti tangan kiri) yang diletakkan di bagian depan bahu posterior. Bahu posterior dirotasi 180 derajat. Dengan demikian, bahu posterior menjadi bahu anterior dan posisinya berada di bawah arkus pubis, sedangkan bahu anterior memasuki pintu atas panggul dan berubah menjadi bahu posterior. Dalam posisi seperti itu, bahu anterior akan dengan mudah dapat dilahirkan

Page 14: BAB II Pembahasan (Sudah)

2.9 Komplikasi1. Efek Maternal :

a. infeksi intrapartumb. rupture uteric. lingkaran retraksi patologis (BANDL)d. fistula jalan lahire. cedera dasar panggulf. cedera saraf eksterior inferior pasca persalinan

2. Efek janin :a. capur succadeneumb. molase kepala berlebihanc. fraktura tulang kepala spontand. perdarahn intrakranial