bab ii pembahasan

38
BAB II PEMBAHASAN 2.1 SKENARIO Seorang pria, 68 tahun, masuk rumah sakit dengan keluhan produksi kencing berkurang. Gejala ini disertai muntah-muntah, merasa sangat lemas dan malaise. Dua minggu sebelumnya penderita merasa sangat lemas dan sakit seluruh tubuh, terutama lengan dan kaki, dan penderita minum obat untuk mengurangi rasa sakit tersebut. 2.2 KATA KUNCI 1. Pria, 68 tahun 2. Produksi kencing berkurang 3. Muntah-muntah dan malaise 4. 2 minggu sebelumnya sakit terutama lengan dan kaki 5. Pernah minum obat 2.3 PERTANYAAN 1. Jelaskan fungsi sel-sel juxtaglomerulus dalam sistem renin angiotensin! 2. Jelaskan mekanisme oliguria serta hubungan gejala dengan keluhan utama! 3. Jelaskan penyakit yang dapat memberikan gejala oliguria pada anak dan dewasa! 2

Upload: tika-dian-paramita

Post on 07-Dec-2014

57 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: Bab II Pembahasan

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 SKENARIO

Seorang pria, 68 tahun, masuk rumah sakit dengan keluhan produksi kencing berkurang.

Gejala ini disertai muntah-muntah, merasa sangat lemas dan malaise. Dua minggu sebelumnya

penderita merasa sangat lemas dan sakit seluruh tubuh, terutama lengan dan kaki, dan penderita

minum obat untuk mengurangi rasa sakit tersebut.

2.2 KATA KUNCI

1. Pria, 68 tahun

2. Produksi kencing berkurang

3. Muntah-muntah dan malaise

4. 2 minggu sebelumnya sakit terutama lengan dan kaki

5. Pernah minum obat

2.3 PERTANYAAN

1. Jelaskan fungsi sel-sel juxtaglomerulus dalam sistem renin angiotensin!

2. Jelaskan mekanisme oliguria serta hubungan gejala dengan keluhan utama!

3. Jelaskan penyakit yang dapat memberikan gejala oliguria pada anak dan dewasa!

4. Jelaskan cara mendiagnosis penyakit yang dapat menyebabkan oliguria!

5. Jelaskan faktor-faktor yg mempengaruhi GFR dan prinsip hukum starling dan proses

reabsorpsi dan sekresi!

6. Jelaskan hubungan antara RPD dan obat yang dikonsumsi pasien dengan RPS!

7. Jelaskan perubahan biokimia urin dan darah dan kompensasi ginjal dalam

keseimbangan asam basa!

8. Jelaskan diagnosis differentialnya!

2.4 Fungsi sel-sel juxtaglomerulus dalam sistem renin angiotensin

2

Page 2: Bab II Pembahasan

Sel-sel makula densa mengetahui adanya perubahan pengiriman volume ke arah tubulus

distal melalui sinyal yang belum dimengerti sepenuhnya. Penurunan konsentrasi NaCl ini

kemudian memicu sinyal yang berasal dari makula densa, dan memberikan dua efek :

1. Menurunkan tahanan terhadap aliran di arteriol aferen, yang meningkatkan tekanan

hidrostatik glomerulus dan membantu mengembalikan GFR menjadi normal.

2. Meningkatkan pelepasan renin dari sel-sel Jukstaglomerulus pada arteriol aferen dan

eferen, yang merupakan tempat penyimpanan utama untuk renin. Renin yang dilepaskan

dari sel-sel ini kemudian berfungsi sebagai enzim untuk meningkatkan pembentukan

angiotensin I, yang akan diubah menjadi Angiotensin II. Akhirnya, angiotensin II

mengakibatkan konstriksi arteriol eferen, dengan demikian meningkatkan tekanan

hidrostatik glomerulus dan mengembalikan GFR menjadi normal.

2.5 Mekanisme oliguria

Penyebab produksi urin berkurang bisa karena:

Kebocoran dari membran plasma

Obstruksi tubulus

Peningkatan permeabilitas kapiler

3

Iskemia atau nefrotoksin

Penurunan aliran darah ginjal

Kerusakan sel

tubulus

Kerusakan

glomerulus

Penurunan aliran darah

glomerulus

Peningkatan

hantaran Nacl ke makula densa

Obstruksi

tubulus

Kebocoran

filtrat

Penurunan

ultrafiltrasi

glomerulus

↓ GFR

Page 3: Bab II Pembahasan

Sel epitel tubulus sangat peka terhadap anoksia serta rentan terhadap toksin. Beberapa

factor memudahkan tubulus mengalami cedera toksik, termasuk permukaan bermuatan listrik

yang luas untuk reabsorbsi tubulus, system transport aktif untuk ion dan asam organic, dan

kemampuan melakukan pemekatan secara efektif. Iskemia menyebabkan banyak perubahan

structural di sel epitel. Hilangnya polarital sel nampaknya merupakan kejadian awal yang

penting secara fungsional (reversible). Hal ini menyebabkan redistribusi protein membrane

(missal Na+, K+, ATPase) dari permukaan basolateral ke permukaan luminal sel

tubulussehingga penyaluran natrium ke tubulus distal meningkat. Yang terakhir melalui system

umpan balik tubuluglomerulus, menyebabkan vasokontriksi. Kerusakan lebih lanjut di tubulus

dan terbentuknya debris tubulus dapat menghambat aliran keluar urin dan akhirnya

meningkatkan tekanan intratubulus sehingga GFR meningkat. Selain itu, cairan dari tubulus yang

rusak dapat bocor kedalam interstisium sehingga tekanan interstisium menigkat dan tubulus

kolaps. Sel tubulus yang iskemik juga mengekspresikan sitokin dan molekul perekat yang

berfungsi merekrut dan mengimobilisasi leukosit yang dapat ikut serta menimbulkan cedera ini.

Cedera ginjal iskemik juga ditandai dengan perubahan hemodinamik yang mencolok

yang menyebabkan GFR menurun. Salah satunya adalah vasokontriksi intrarenal, yang

menyebabkan penurunan aliran plasma glomerulus dan penurunan penyaluran oksigen ke tubulus

di medulla bagian luar (pars asendens yang tebal dan segmen lurus tubulus proksimal).

Walauoun sejumlah jalur vasokontriktor diperkirakan berperan dalm fenomena ini (missal renin-

angiotensin, norepinefrin), yang sebagian dipicu dengan peningkatan penyaluran natrium di

distal, opini yang sekarang berkebang adalah bahwa vasokontriksi diperantai oleh cedera endotel

subletal, yang menyebabkan peningkatan pengeluaran vasokontriktor endotel endotelin dan

penurunan pembentukan vasodilator nitrat oksida. Akhirnya, juga terdapat bukti bahwa terjadi

4

Aliran darah ke ginjal ↓Ekskresi ginjal ↓Oliguria

↓Laju filtrasi

glomerulus

Page 4: Bab II Pembahasan

efek langsung iskemia atau toksin pada glomerulus, yang menyebabkan penuruna koefisien

uktrafiltrasi glomerulus, mungkin karena penurunan permukaan filtrasi efektif.

2.6 Penyakit-penyakit dengan gejala oliguria

Gagal Ginjal Kronik (CRF)

merupakan suatu keadaan klinis kerusakan ginjal yang progresif, irreversibel, dan lambat

(tahunan) dari berbagai penyebab.

Klasifikasi Penyakit Nama Penyakit Prevalensi

Penyakit infeksi

tubulointerstisial

Penyakit peradangan

Penyakit vaskular hipertensif

Pielonephritis / Reflux

nephropathy

Glomerulonephritis

Nefrosclerosis benigna

Nefrosclerosis maligna

Stenosis areteria renalis

90 % kasus ♀

♂ 2 : 1 ♀

-

-

-

Gangguan jaringan ikat

Gangguan kongenital dan

herediter

Penyakit metabolik

SLE

Poliarteritis nodusa

Sclerosis sistemik progresif

Peny.ginjal polikistik

Asidosis tubulus ginjal

D M

Gout

Hiperparatiroidisme

Amiloidosis

90 %♀ (20-40)

♂ lebih sering♀

♀ lebih sering♂

1:6000-1:40000

♀ lebih sering♂

Ras Amerika dan

Afro-Amerika

-

-

-

5

Page 5: Bab II Pembahasan

Nefropathy toksik

Nefropathy obstruktif

Penyalahgunaan analgetik

Nefropathy timbal

Traktus bagian atas:

batu ginjal, neoplasma, fibrosis retroperitoneal

Traktus bagian bawah:

Hipertrophy prostat, striktur urethra, anomali

kongenital leher vesica urinaria dan urethra

Gagal Ginjal Akut (ARF) : Suatu keadaan klinis yang ditandai dengan penurunan fungsi

ginjal secara cepat.

2.7 Penegakkan Diagnosis

A. Anamnesis keluhan utama

a. Menanyakan keluhan utama oliguria/luka pada alat kelamin/bengkak

pada wajah dan perut/nyeri bagian kanan dan menggali riwayat penyakit saat

ini . Tanyakan :

• onset dan durasi keluhan utama : sejak kapan?

6

Klasifikasi

Azotemia Prarenal

(penurunan perfusi ginjal)

Azotemia Pascarenal

(obstruksi saluran kemih)

Gagal Ginjal Akut Intrinsik

- Deplesi volume cairan ekstrasel

- Penurunan volume sirkulasi arteri yang efektif

- Perubahan hemodinamika ginjal primer

- Obstruksi vaskular ginjal bilateral

- Obstruksi urethra

- Obstruksi aliran keluar kandung kemih

- Obstruksi ureter bilateral

- Nekrosis tubular akut: 1. pascaiskemik

2. nefrotoksik

Page 6: Bab II Pembahasan

• bentuk, warna dan jumlah urin, ada batu atau tidak, kencing berpasir,

hematuria, kapan mulai bengkak pada wajah

• gejala lain yang berhubungan : mual, nyeri pinggang, nyeri saat buang air

kecil, rasa tidak enak pada abdomen, nyeri tekan pada perut bagian kanan

b. Melakukan anamnesis yang berkaitan dengan sistem

c. Menggali penyakit dahulu yang berkaitan dengan oliguria, luka pada alat

kelamin, bengkak pada wajah dan perut, nyeri perut bagian kanan.

d. Riwayat kebiasaan : makan jeroan, menggunakan obat nonsteroid, antibiotic,

antiinflamasi atau jamu.

e. Riwayat keluarga : penyakit yang diderita menyebabkan gangguan susah buang

air kecil.

f. Menggali riwayat pengobatan sebelumnya.

B. Pemeriksaan fisik

1. Pemeriksaan regio costo-vertebralis

Pemeriksaan dapat dengan duduk, tapi yang paling baik dan biasa dilakukan

adalah dalam posisi baring terlentang (Supine position), dilihat dari depan dan

belakang.

- Inspeksi : Perhatikan tanda radang hebat, trauma (luka lecet/gores),

benjolan di lateral abdomen yg ikut gerak nafas (tumor).

- Palpasi :

a. Pemeriksaan posisi baring, 1 tangan di costo-vertebralis dan satu tangan

didepan dinding perut. Pemeriksaan dalam keadaan inspirasi dan ekspirasi.

Ginjal kanan lebih rendah, kadang teraba "ballotement" pada inspirasi

maksimal.

b. Periksa adanya nyeri saat palpasi dan konsistensi ginjal.

- Perkusi :

a. Dilakukan di daerah costo-vertebralis (lat dinding perut). Lihat

perluasan dan progresifisitas daerah pekak (dullness) dinding lateral

abdomen (perdarahan pd kasus trauma ginjal).

7

Page 7: Bab II Pembahasan

b. Perdarahan retroperitoneal pekak pada perkusi tidak berubah dgn

perubahan posisi, jika intraperitoneal pekak berpindah sesuai dengan

perubahan posisi.

- Auskultasi : terdengar suara bising (systolic bruit) bila ada stenosis atau

aneurysma arteri renalis.

2. Pemeriksaan Supra Pubik

- Inspeksi :

Normal : kosong atau volume <150 cc à tdk teraba/terlihat)

a. Lihat penonjolan yg bulat antara sympisis os pubis dan umbilikus à

buli-buli penuh.

b. Benjolan tidak teratur disupra pubis à tumor buli-buli besar.

c. Periksa testis di skrotum à bila kosong/hanya 1 à seminoma testis

intra abdominal.

C. Pemeriksaan Laboratorium

Urinalisis, pemeriksaan ini meliputi :

a) Makroskopik : Warna, bau, berat jenis

b) Kimiawi : pH, protein, glukosa

c) Mikroskopik : Pemeriksaan Sediment

Faal Ginjal

a) Urea Clearance

b) Creatinine Clearance

Nilai Normal:

• Ureum : 20-40 mg%

• Kreatinin :  Laki-laki = 0,6 -1,3 mg%

Perempuan =0,4 ± 1,1 mg%

• Eritrosit : <12.000 eritrosit/cc

• Leukosit : 2-3/LPB

• pH urin : 4,5-8,0

• Warna : pucat-kuning tua

• Protein : tidak lebih dari 150 mg/hari

D. Pemeriksaan radiologi

8

Page 8: Bab II Pembahasan

• Ultrasonografi : untuk memeriksa korteks, medulla, piramid ginjal dan

pelebaran sistem kolekting ureter.

• Pielogravi Intra Vena : untuk melihat ginjal, ureter dan kandung kencing

• BNO ( BUIK NIER OVERZICHT) : untuk melihat batu berkapur

(kalsifikasi), bayangan mass intraperitoneal / retroperitoneal /mass ginekologi.

2.8 Faktor-faktor yang mempengaruhi GFR dan prinsip hukum starling dan proses

reabsorpsi dan sekresi

A. Faktor yang mempengaruhi GFR

• Tekanan darah kapiler glomerulus

Adalah gaya pendorong utama yang berperan untuk filtrasi glomerulus

sehingga bila tekanan darah kapiler glomerulus meningkat akan

menyebabkan peningkatan GFR.

• Tekanan osmotik koloid plasma

Bersifat melawan filtrasi. Jika terjadi penurunan konsentrasi protein plasma,

maka tekanan osmotik akan menurun yang kemudian akan menyebabkan

terjadinya peningkatan GFR. Begitu pula sebaliknya.

• Tekanan hidrostatik kapsula Bowman

Ditentukan oleh 3 variabel yaitu tekanan arteri, tahanan arteriol aferen dan

tahanan arteriol eferen. Kenaikan tekanan arteri akan meningkatkan GFR.

Kenaikan tahanan arteriol aferen akan mengurangi tekanan hidrostatik

glomerulus dan menurunkan GFR. Terjadinya kontriksi arteriol eferen akan

mengakibatkan penurunan GFR.

• Aktivasi saraf simpatis

Rangsangan simpatis ringan atau sedang dapat menyebabkan arteriol aferen

bervasokontriksi sehingga lebih sedikit darah yang mengalir ke gromerulus.

Hal ini menyebabkan tekanan darah kapiler glomerulus menurun dan terjadi

penurunan GFR.

B. Hukum Starling

9

Page 9: Bab II Pembahasan

“ Kecepatan dan arah perpindahan air dan zat terlarut antara kapiler dan jaringan

dipengaruhi oleh perbedaan tekanan hidrostatik dan osmotik masing-masing

kompartemen “.

C. Proses reabsorbsi dan sekresi

Volume urin manusia hanya 1% dari filtrat glomerulus. Oleh karena itu, 99%

filtrat glomerulus akan direabsorbsi secara aktif pada tubulus kontortus proksimal dan

terjadi penambahan zat-zat sisa serta urea pada tubulus kontortus distal. Substansi yang

masih berguna seperti glukosa dan asam amino dikembalikan ke darah. Sisa sampah

kelebihan garam, dan bahan lain pada filtrate dikeluarkan dalam urin. Setelah terjadi

reabsorbsi maka tubulus akan menghasilkan urin sekunder yang komposisinya sangat

berbeda dengan urin primer. Pada urin sekunder, zat-zat yang masih diperlukan tidak

ditemukan lagi. Meresapnya zat pada tubulus ini melalui dua cara. Gula dan asam amino

meresap melalui peristiwa difusi, sedangkan air melalui peristiwa osnmosis. Reabsorbsi

air terjadi pada tubulus proksimal dan tubulus distal.

Sisa penyerapan urine kembali yang terjadi pada tubulus dan diteruskan ke piala

ginjal selanjutnya diteruskan ke ureter masuk ke vesika urinaria.

2.9 Hubungan antara RPD dan obat yang dikonsumsi pasien dengan RPS

Salah fungsi ginjal adalah untuk mengaktifkan vitamin D. Fungsi vitamin D

adalah untuk mengontrol homeostasis kalsium, mempertahankan konsentrasi kalsium

plasma. Metabolisme Vitamin D diatur oleh konsentrasi kalsium dan fosfat plasma.

Kalsitriol bekerja dengan cara menginduksi 24-hidroksilase di ginjal, meransang

penyerapan di tubulus ginjal, memobilisasi mineral tulang, pembentukan interlikuin oleh

limfosit T dan Ig oleh limfosit B. Kalsium adalah Zat kapur yang penting dalam

pembentukan tulang, proses pembekuan darah dan peransangan saraf.

Gagal ginjal yang berkepanjangan dapat menyebabkan osteomalasia, yang

menyebabkan sebagian tulang diabsorsi sehingga tulang menjadi lemah. Penyebab dari

keadaan ini vitamin D harus diubah melalui dua tahap pertama di hati kemudian di ginjal.

Kemudian akan sangat menurunkan Vit.D aktif dalam darah, kemudian mengurangi

absorsi kalsium usus dan ketersedian kalsium dalam tulang. Penyebab dimineralisasi

tulang yang penting lainnya pada gagal ginjal adalah peningkatan konsentrasi fosfat

10

Page 10: Bab II Pembahasan

serum yang terjadi akibat berkurangnya GFR, meningkatnya fosfat serum menyebabkan

meningkatnya fosfat dengan kalsium dalam plasma, sehingga menurunkan konsentrasi

kalsium terionisasi dalam serum plasma, yang kemudian meransang sekresi hormon

paratiroid. Hiperpatiroidisme kemudian meransang pelepasan kalsium dari tulang yang

menyebabkan dimineralisasi tulang lebih lanjut. Pada gagal ginjal mempunyai gejala

klinis hiperkalemia ( kalium dalam darah ), terjadi perubahan elektrolit dan penurunan

PH enselopati uremik neuropati perifer ( nyeri pada ektremitas ) karena pada daerah

ektremitas lebih banyak beraktifitas. Dan juga sisa- sisa metabolisme ( ureum )

menumpuk pada tangan dan kaki karena faktor aktifitas.

2.10 Perubahan biokimia urin dan darah dan kompensasi ginjal dalam keseimbangan

asam basa

Ginjal mengontrol pH tubuh dengan mengontrol keseimbangan asam basa melalui

pengeluran urin yang sama ataupun basa. Pengeluaran urin yang asam akan mengurangi

jumlah asam dalam cairan ektraseluler, sedangkan pengeluaran urin yang basa akan

menghilangi basa dari cairan ektraseluler.

Keseluruhan mekanisme ekresi urin asam maupun basa oleh ginjal adalah sebagai

berikut : sejumlah besar ion bikarbonat disaring secara terus menerus ke dalam tubulus,

dan bila ion bikarbonat diekresikan ke dalam urin, keadaan ini menghilangkan basa dari

darah. Sebagian besar jumlah ion hidrogen juga di sekresikan ke dalam lumen tubulus

dari sel-sel epitel tubulus, jadi menghilangkan basa dari darah. Bila lebih banyak ion

hidrogen yang disekresikan daripada ion bikarbonat yang disaring, akan terdapat

kehilangan asam dari cairan ektraseluler. Sebaliknya apabila lebih banyak ion bikarbonat

yang disaring daripada hidrogen yang diekresikan, maka akan terdapat kehilangan basa.

Pengaturan keseimbangan konsentrasi ion hidrogen ini dilakukan ginjal melalui 3

mekanisme dasar:

1. Sekresi ion-ion hidrogen

2. Reabsorbsi ion-ion bikarbonat yang disaring

3. Produksi ion-ion bikarbonat yang baru

1. Sekresi ion hidrogen di tubulus ginjal

11

Page 11: Bab II Pembahasan

Sekresi ion hidrogen berlangsung di sel-sel epitel tubulus proksimal, segemn tebal

asenden ansa henle, dan tubulus distal ke dalam cairan tubulus.

Proses sekresi berlangsung ketika CO2 berdifusi ke dalam sel tubulus atau dibentuk

melalui metabolisme sel di dalam epitel tubulus. CO2 akan berikatan dengan H2O dan

membentuk H2CO3 melalui reaksi yang dikatalisis oleh enzim karbonik anhidrase. H2CO3

akan berdisosiasi menjadi H+ dan ion bikarbonat (HCO3-). H2CO3 mengikuti gradien

konsentrasi melalui membran basolateral akan pergi ke cairan interstitial ginjal dan ke

aliran darah kapiler peritubular. Bersama dengan itu H+ akan disekresikan ke lumen

tubular, tergantung daerah lumen, proses ini berlangsung melalui transport aktif primer

pompa H-ATPase, transport aktif primer pompa H, K-ATPase, ditubulus distal dan

kolligens, serta transport imbangan Na/H ditubulus proksimal.

Sekresi ion hidrogen melalui transport imbangan Na/H terjadi ketika natrium

bergerak dari lumen tubulus ke dalam sel, natrium mula-mula bergabung dengan protei

pembawa di batas luminal membran sel; pada waktu yang bersamaan; ion hidrogen di

bagian dalam sel bergabung dengan protein pembawa.

Natrium bergerak ke dalam sel melalui gradien konsentrasi yang telah dicapai oleh

pompa natrium kalium ATPase di membran basolateral kemudian menyediakan energi

untuk menggerakkan ion hidrogen dalam arah yang berlawanan dari dalam sel ke dalam

lumen tubulus. Jadi untuk setiap ion hidrogen yang disekresikan ke dalam lumen tubulus,

satu ion bikarbonat masuk ke dalam darah.

2. Reabsorbsi ion bikarbonat yang disaring

Ion bikarbonat yang disaring akan direabsorbsi oleh ginjal untuk mencegah

kehilangan bikarbonat dalam urin. Sekitar 80-90% reabsorbsi bikarbonat (dan sekresi

hidrogen) berlangsung didalam tubulus proksimal sehingga hanya sejumlah kecil ion

bikarbonat yang mengalir ke dalam tubulus distal dan dukstus kolligens.

Ion bikarbonat yang di saring pada glomerulus akan bereaksi dengan ion hidrogen yang

disekresikan oleh sel-sel tubulus mebentuk H2CO3 oleh kerja enzim karbonik anhidrase,

yang kemudian berdiosiasi menjadi CO2 dan H2O. CO2 dapat bergerak dengan mudah

melewati membran tubulus, oleh karena itu CO2 segera berdifusi masuk ke dalam sel

tubulus, tempat CO2 bergabung dengan H2O , dibawah pengaruh enzim karbonik

anhidrase, untuk mengahsilkan molekul H2CO3 yang baru. H2CO3 kemudian berdisosiasi

12

Page 12: Bab II Pembahasan

membentuk ion bikarbonat dan ion hidrogen, ion bikarbonat kemudian berdifusi melalui

membran basolateral ke dalam cairan interstitial dan dibawa naik ke darah kapiler

peritubular. Efek bersih dari reaksi ini adalah reabsorbsi ion bikarbonat dari tubulus,

walaupun walaupun ion-ion bikarbonat yang sebenarnya memasuki cairan ektraseluler

tidak sama dengan yang disaring ke dalam tubulus.

3. Produksi ion bikarbonat baru

Bila ion-ion hidrogen di sekresikan ke dalam kelebihan bikarbonat yang difiltarsi

ke dalam cairan tubulus, hanya sebagian kecil dari kelebihan ion hidrogen ini yang dapat

dieksresikan dalam bentuk ion hidrogen dalam urin. Alasan untuk ini adalah bahwa pH

minimal urin adalah sekitar 4,5. Bila terdapat kelebihan ion hidrogen dalam urin, ion

hidrogen akan bergabung dengan penyangga selain bikarbonat dan ini akan menghasilkan

ion bikarbonat baru yang dapat masuk ke dalam darah, dengan demikian membantu

mengganti ion bikarbonat yang hilang dari cairan ektraseluler pada keadaan asidosis.

Penyangga paling penting untuk mekanisme ini adalah phospat dan amonia.

Ketika pengeluaran melebihi pembentukan atau asupan maka konsentrasi ion

hidrogen plasma arteri akan turun yang mnyebabkan pH naik diatas 7,4 dan ini disebut

alkolisis (pH bersifat basa). Sebaliknya, pembentukan ataupun asupan melebihi

pengeluaran maka konsentrasi ion hidrogen plasma arteri akan naik yang menyebabkan

pH turun menjadi 7,4 dan ini disebut asidosis (pH bersifat asam).

2.11 Diagnosis differential

2.11.1 Gagal Ginjal Akut

A. Definisi :

- Gagal ginjal terjadi ketika ginjal tidak mampu mengangkut sampah metabolik

tubuh atau ginjal gagal melakukan fungsi regulernya.

- Suatu bahan yang biasanya dieliminasi di urin menumpuk dalam cairan tubuh

akibat gangguan eksresi renal dan menyebabkan gangguan fungsi endokrine,

metabolik, cairan, elektrolit dan asam basa.

B. Etiologi :

- Kondisi Pre Renal (hipoperfusi ginjal)

13

Page 13: Bab II Pembahasan

Kondisi pra renal adalah masalah aliran darah akibat hipoperfusi ginjal

dan turunnya laju filtrasi glumerulus. Kondisi klinis yang umum yang

menyebabkan terjadinya hipoperfusi renal adalah : penipisan volume, hemoragi,

kehilangan cairan melalui ginjal (diuretik, osmotik), kehilangan cairan melalui

saluran GI (muntah, diare, selang nasogastrik), gangguan efisiensi jantung, infark

miokard, gagal jantung kongestif, disritmia, syok kardiogenik, vasodilatasi,

sepsis, anafilaksis, medikasi antihipertensif atau medikasi lain yang menyebabkan

vasodilatasi

- Kondisi Intra Renal (kerusakan aktual jaringan ginjal)

Penyebab intra renal gagal ginjal akut adalah kerusakan glumerulus atau

tubulus ginjal yang dapat disebabkan oleh hal-hal berikut ini : cedera akibat

terbakar dan benturan, reaksi transfusi yang parah, agen nefrotoksik, antibiotik

aminoglikosida, agen kontras radiopaque, logam berat (timah, merkuri), obat

NSAID, bahan kimia dan pelarut (arsenik, etilen glikol, karbon tetraklorida),

pielonefritis akut glumerulonefritis

- Kondisi Post Renal (obstruksi aliran urin)

Kondisi pasca renal yang menyebabkan gagal ginjal akut biasanya akibat

dari obstruksi di bagian distal ginjal. Obstruksi ini dapat disebabkan oleh kondisi-

kondisi sebagai berikut : batu traktus urinarius, tumor, BPH, striktur, bekuan

darah

C. Patofisiologi

Periode Awal

Merupakan awal kejadian penyakit dan diakhiri dengan terjadinya oliguria.

Periode Oliguri

Pada periode ini volume urin kurang dari 400 ml/24 jam, disertai dengan

peningkatan konsentrasi serum dari substansi yang biasanya diekskresikan oleh

ginjal (urea, kreatinin, asam urat, kalium dan magnesium). Pada tahap ini untuk

pertama kalinya gejala uremik muncul, dan kondisi yang mengancam jiwa seperti

hiperkalemia terjadi.

Periode Diuresis

14

Page 14: Bab II Pembahasan

Pasien menunjukkan peningkatan jumlah urin secara bertahap, disertai tanda

perbaikan glumerulus. Nilai laboratorium berhenti meningkat dan akhirnya

menurun. Tanda uremik mungkin masih ada, sehingga penatalaksanaan medis dan

keperawatan masih diperlukan. Pasien harus dipantau ketat akan adanya dehidrasi

selama tahap ini. Jika terjadi dehidrasi, tanda uremik biasanya meningkat.

Periode Penyembuhan

Merupakan tanda perbaikan fungsi ginjal dan berlangsung selama 3 - 12 bulan

Nilai laboratorium akan kembali normal

Namun terjadi penurunan GFR permanen 1% - 3%

D. Gejala klinis

- Edema perifer

- Urine sedikit

- Kulit pucat, eklimosis

- Oliguria (tetapi pasien mungkin saja menderita gagal ginjal tanpa disertai

oliguria), anuria

- Delirium, letargia, mioklonus, kejang-kejang

- Nyeri punggung, fasikulasi, ktram otot

- Takipnea, takikardia

- Rasa lemah, anoreksia, malaise umum, mual

- Asidosis metabolik

- Hiperkalemia

E. Diagnosis penunjang

1. Perubahan Urinalisa : Proteinuria, hematurias dan leukosituria.

Osmolalitas urin, <400 mOsm/kg, berat jenis urin <1,020, Na urin >20

mEq/L.

2. Peningkatan BUN dan kadar kreatinin : peningkatan yang tetap dalam

BUN dan laju peningkatannya tergantung pada tingkat katabolisme

(pemecahan protein), perfusi renal dan masukan protein. Serum kreatinin

meningkat pada kerusakan glomerulus.

3. Hiperkalemia: pasien yang mengalami penurunan laju filtrasi

glomerulus tidak mampu mengekskresikan kalium seluler ke dalam cairan

15

Page 15: Bab II Pembahasan

tubuh, menyebabkan hiperkalemia berat (kadar serum K+ tinggi).

Hiperkalemia menyebabkan disritmia dan henti jantung.

4. Asidosis metabolik : pasien oliguria akut tidak dapat mengeliminasi

muatan metabolik seperti substansi jenis asam yang terbentuk oleh proses

metabolik normal. Selain itu, mekanisme buffer ginjal normal turun. Hal

ini ditunjukkan oleh adanya penurunan kandungan karbon dioksida darah

dan pH darah. Sehingga asidosis metabolic progresif menyertai gagal

ginjal akut.

5. Abnormalitas Ca++ dan PO4- : Peningkatan konsentrasi serum fosfat

mungkin terjadi, serum kalsium mungkin menurun sebagai respon

terhadap penurunan absorbsi kalsium di usus dan sebagai mekanisme

kompensasi terhadap peningkatan kadar serum fosfat.

6. Anemia : Anemia yang menyertai gagal ginjal akut merupakan kondisi

yang tidak dapat dielakkan sebagai akibat dari penurunan produksi

eripoetin, lesi gastrointestinal uremik, penurunan usia sel darah merah dan

kehilangan darah, biasanya dari saluran GI.

7. Rontgen Thorax : dapat ditemukan udem pulmo.

F. Diagnosis banding

Perlu segera dibedakan jenis Gagal Ginjal Akut prarenal, renal atau

pascarenal oleh karena masing-masing mempunyai aspek pengobatan yang

berbeda. Gagal Ginjal pascarenal (obstruksi) paling mudah dipastikan dengan

pemeriksaan ultrasonografi. Untuk membedakan Gagal Ginjal prarenal atau

intrarenal, dapat dilakukan 2 macam cara pemeriksaan :

1. Pemeriksaan laboratorium:

16

URINE PRARENAL RENAL

volume Sedikit Sedikit

protein Negatif Sering positif

sedimen Normal Torak granular, eritrosit

Berat jenis >1020 1010-1015

Na urine (mmol/l) <20 >25

Urea urine (mmol/l) >250 <160

Osmolalitas (mmol/l) >500 200-350

Ratio osmolalitas U/P >1,3 <1,1

FENa <1 >1

Page 16: Bab II Pembahasan

2. Perbedaan secara pemberian terapi :

Cara ini hendaknya dilakukan secara hati-hati untuk mencegah terjadinya

overloading atau dehidrasi.

a. Terapi cairan : dengan memberikan infus garam isotonik atau Ringer’s

Lactate sebanyak 20 ml/kg berat badan selama 1 jam, dilanjutkan

pemberian diuretik. Bila terjadi diuresis  > 2 ml/kg BB/jam berarti Gagal

Ginjal Prarenal.

b. Diuretik : boleh dilakukan bila faktor prarenal telah dikoreksi :

1. Furosemide 1-2 mg/kg BB/kali, diberikan 2 kali (selang 4 jam).

Efek samping : eksaserbasi gagal ginjal dan ototoksisitas terutama

bila diberikan dalam dosis tinggi dan keadaan asidosis metabolik.

2. Mannitol 0,5-1 gram/kg bb diinfus dalam 10-20 menit .

Efek samping : meningkatkan volume darah dan sembab paru.

Bila terjadi diuresis > 2 ml/kg/jam pasca terapi berarti suatu Gagal

Ginjal Prarenal. Bila diuresis < 2 ml/kg/jam berarti suatu Gagal

Ginjal Intrarenal.

G. Penatalaksanaan

1.  Dialisis

Dialisis dapat dilakukan untuk mencegah komplikasi gagal ginjal akut

yang serius, seperti hiperkalemia, perikarditis dan kejang.

2.   Penanganan hiperkalemia

Keseimbangan cairan dan elektrolit merupakan masalah utama pada gagal

ginjal akut ; hiperkalemia merupakan kondisi yang paling mengancam

jiwa pada gangguan ini. Peningkatan kadar kalium dapat dikurangi dengan

pemberian ion pengganti resin (Natrium polistriren sulfonat [kayexalatel]),

secara oral atau melalui retensi enema.

3.  Mempertahankan keseimbangan cairan

Masukkan dan haluaran oral dan parentral dari urine, drainase lambung,

feses, drainase luka dan perspirasi dihitung dan digunakan sebagai dasar

untuk terapi pengganti cairan.

Obat dalam tatalaksana gagal ginjal

17

Page 17: Bab II Pembahasan

Bila ada tanda awal gagal ginjal akut karena hipovolemia, berikan segera

infus garam faal. Bila oliquria bertahan,berikan dopamine dosis rendah

untuk timbulkan vasodilatasi a renalis.

Bila oliquria karena hipoperfusi (CVP rendah), berikan segera dopamine

1-5 mcg/kg/menit dan 80 mg furosemide IV sbg dosis awal. Naikkan dosis

bila belum ada respon sampai tercapai dosis masimal 1 gr. Bila penderita

perlu aminoglikosida, ganti furosemide dengan bumetanide.

2.11.2 Gagal Ginjal Kronik

A. Definisi

Gangguan fungsi ginjal yang menahun bersifat progresif dan irreversibel.

Dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan

keseimbangan cairan dan elektrolit, menyebabkan uremia (retensi urea dan

sampah nitrogen lain dalam darah).

B. Epidemiologi

Jumlah penderita CRF atau gagal ginjal kronik terus meningkat dan

diperkirakan pertumbuhannya sekitar 10 % setiap tahun. Saat ini belum ada

penelitian epidemiologi tentang prevalensi penyakit ginjal kronik di Indonesia.

Dari data di beberapa pusat nefrologi di Indonesia diperkirakan insidens dan

prevalensi penyakit ginjal kronik masing-masing berkisar 100 - 150/ 1 juta

penduduk dan 200 - 250/ 1 juta penduduk.

C. Etiologi

Dari data yang sampai saat ini dapat dikumpulkan oleh Indonesian Renal

Registry (IRR) pada tahun 2007-2008 didapatkan urutan etiologi terbanyak

sebagai berikut glomerulonefritis (25%), diabetes melitus (23%), hipertensi (20%)

dan ginjal polikistik (10%).

D. Patofisiologi

Patofisiologi penyakit ginjal kronik pada awalnya tergantung pada

penyakit yang mendasarinya, tapi dalam perkembangan selanjutnya proses yang

terjadi kurang lebih sama. Pengurangan massa ginjal menyebabkan hipertrofi sisa

nefron secara struktural dan fungsional sebagai upaya kompensasi. Hipertrofi

“kompensatori” ini akibat hiperfiltrasi adaptif yang diperantarai oleh penambahan

18

Page 18: Bab II Pembahasan

tekanan kapiler dan aliran glomerulus. Proses adaptasi ini berlangsung singkat

akhirnya diikuti oleh proses maladaptasi berupa sklerosis nefron yang masih

tersisa. Proses ini akhirnya diikuti dengan penurunan fungsi nefron yang progresif

walaupun penyakit dasarnya sudah tidak aktif lagi. Adanya peningkatan

aktivitas aksis renin-angiotensin-aldosteron intrarenal ikut memberikan

konstribusi terhadap terjadinya hiperfiltrasi, sklerosis dan progesifitas tersebut.

Aktivitas jangka panjang aksis renin-angiotensin-aldosteron, sebagian

diperantarai oleh growth factor seperti transforming growth factor ß. Beberapa

hal yang juga dianggap berperan terhadap terjadinya progresifitas penyakit ginjal

kronik adalah albuminuria, hipertensi, hiperglikemia, dislipidemia.

Terdapat variabilitas interindividual untuk terjadinya sklerosis dan

fibrosis glomerulus maupun tubulointerstitial. Pada stadium yang paling dini

penyakit ginjal kronik terjadi kehilangan daya cadang ginjal (renal reserve), pada

keadaan mana basal LFG masih normal atau malah meningkat. Kemudian secara

perlahan tapi pasti akan terjadi penurunan fungsi nefron yang progresif, yang

ditandai dengan peningkatan kadar urea dan kreatinin serum. Sampai pada LFG

sebesar 60%, pasien masih belum merasakan keluhan (asimtomatik), tapi

sudah terjadi peningkatan kadar urea dan kreatinin serum. Sampai pada LFG

sebesar 30%, mulai terjadi keluhan pada pasien seperti nokturia, badan lemah,

mual, nafsu makan kurang dan penurunan berat badan. Sampai pada LFG di

bawah 30%, pasien memperlihatkan gejala dan tanda uremia yang nyata

seperti anemia, peningkatan tekanan darah, gangguan metabolisme fosfor dan

kalsium, pruritus, mual, muntah dan lain sebagainya. Pasien juga mudah terkena

infeksi seperti infeksi saluran kemih, infeksi saluran napas, maupun infeksi

saluran cerna. Juga akan terjadi gangguan keseimbangan air seperti hipo atau

hipervolemia, gangguan keseimbangan elektrolit antara lain natrium dan kalium.

Pada LFG dibawah 15% akan terjadi gejala dan komplikasi yang lebih serius, dan

pasien sudah memerlukan terapi pengganti ginjal (renal replacement therapy)

antara lain dialisis atau transplantasi ginjal. Pada keadaan ini pasien dikatakan

sampai pada stadium gagal ginjal.

E. Manifestasi Klinik

19

Page 19: Bab II Pembahasan

Gambaran klinik gagal ginjal kronik berat disertai sindrom azotemia

sangat kompleks, meliputi kelainan-kelainan berbagai organ seperti:

a. Kelainan hemopoeisis

Anemia normokrom normositer dan normositer (MCV 78-94 CU), sering

ditemukan pada pasien gagal ginjal kronik.

b. Kelainan saluran cerna

Mual dan muntah sering merupakan keluhan utama dari sebagian pasien gagal

ginjal kronik terutama pada stadium terminal.

c. Kelainan mata

Visus hilang (azotemia amaurosis) hanya dijumpai pada sebagian kecil pasien

gagal ginjal kronik. Kelainan saraf mata menimbulkan gejala nistagmus,

miosis dan pupil asimetris. Kelainan retina (retinopati) mungkin disebabkan

hipertensi maupun anemia yang sering dijumpai pada pasien gagal ginjal

kronik. Penimbunan atau deposit garam kalsium pada conjunctiva

menyebabkan gejala red eye syndrome akibat iritasi dan hipervaskularisasi.

Keratopati mungkin juga dijumpai pada beberapa pasien gagal ginjal kronik

akibat penyulit hiperparatiroidisme sekunder atau tersier.

d. Kelainan kulit

Gatal sering mengganggu pasien. Kulit biasanya kering dan bersisik, tidak

jarang dijumpai timbunan kristal urea pada kulit muka dan dinamakan urea

frost.

e. Kelainan selaput serosa

Kelainan selaput serosa seperti pleuritis dan perikarditis sering dijumpai pada

gagal ginjal kronik terutama pada stadium terminal.

f. Kelainan neuropsikiatri

Beberapa kelainan mental ringan seperti emosi labil, dilusi, insomnia, dan

depresi sering dijumpai pada pasien gagal ginjal kronik. Kelainan mental berat

seperti konfusi, dilusi, dan tidak jarang dengan gejala psikosis juga sering

dijumpai pada pasien GGK.

g. Kelainan kardiovaskular

20

Page 20: Bab II Pembahasan

Beberapa faktor seperti anemia, hipertensi, aterosklerosis, kalsifikasi sistem

vaskular, sering dijumpai pada pasien gagal ginjal kronik terutama pada

stadium terminal dan dapat menyebabkan kegagalan faal jantung.

F. Penegakkan diagnosis

1. Anamnesis dan pemeriksaan fisik

Anamnesis harus terarah dengan mengumpulkan semua keluhan

yang berhubungan dengan retensi atau akumulasi toksin azotemia, etiologi

GGK, perjalanan penyakit termasuk semua faktor yang dapat

memperburuk faal ginjal (LFG). Gambaran klinik (keluhan subjektif dan

objektif termasuk kelainan laboratorium) mempunyai spektrum klinik luas

dan melibatkan banyak organ dan tergantung dari derajat penurunan faal

ginjal.

2. Pemeriksaan laboratorium

1) Pemeriksaan faal ginjal (LFG)

Pemeriksaan ureum, kreatinin serum dan asam urat serum

sudah cukup memadai sebagai uji saring untuk faal ginjal (LFG).

2) Etiologi gagal ginjal kronik (GGK)

Analisis urin rutin, mikrobiologi urin, kimia darah,

elektrolit dan imunodiagnosis.

3) Pemeriksaan laboratorium untuk perjalanan penyakit

Progresivitas penurunan faal ginjal, hemopoiesis, elektrolit,

endoktrin, dan pemeriksaan lain berdasarkan indikasi terutama

faktor pemburuk faal ginjal (LFG).

G. Penatalaksanaan

a. Terapi konservatif

1) Terapi diet rendah protein (DRP)

2) Kebutuhan jumlah kalori

3) Kebutuhan cairan

4) Kebutuhan elektrolit dan mineral

b. Terapi simtomatik

1) Asidosis metabolic

21

Page 21: Bab II Pembahasan

Terapi alkali (sodium bicarbonat) harus segera diberikan intravena

bila pH = 7,35 atau serum bikarbonat = 20 mEq/L.

2) Anemia

Transfusi darah misalnya Paked Red Cell (PRC).

3) Keluhan gastrointestinal

Terapi dialisis adekuat dan obat-obatan simtomatik.

4) Hipertensi

Pemberian obat-obatan anti hipertensi.

5)kardiovaskular : beta-bloker.

c. Terapi pengganti ginjal

1) Hemodialisis

2) Dialisis peritoneal (DP)

3) Transplantasi ginjal

H. Pencegahan

Upaya pencegahan terhadap penyakit ginjal kronik sebaiknya sudah mulai

dilakukan pada stadium dini penyakit ginjal kronik. Berbagai upaya pencegahan

yang telah terbukti bermanfaat dalam mencegah penyakit ginjal dan

kardiovaskular adalah:

a. pengobatan hipertensi yaitu makin rendah tekanan darah makin kecil

risiko penurunan fungsi ginjal

b. pengendalian gula darah, lemak darah, dan anemia

c. penghentian merokok

d. peningkatan aktivitas fisik

e. pengendalian berat badan

f. obat penghambat sistem renin angiotensin seperti penghambat ACE

(angiotensin converting enzyme) dan penyekat reseptor angiotensin telah

terbukti dapat mencegah dan menghambat proteinuria dan penurunan

fungsi ginjal.

I. Komplikasi

• Hiperkalemia, Akibat penurunan ekskresi asidosis metabolic, katabolisme

dan masukan diit berlebih.

22

Page 22: Bab II Pembahasan

• Perikarditis, efusi perincalkdial dan temponade jantung.

• Hipertensi, akibat retensi cairan dan natrium serta mal fungsi sistem

rennin angioaldosteron.

• Anemia, akibat penurunan eritroprotein, rentang usia sel darah merah,

pendarahan gastrointestina akibat iritasi.

• Penyakit tulang, akibat retensi fosfat kadar kalium serum yang rendah

metabolisme vitamin D, abnormal dan peningkatan kadar aluminium.

J. Prognosis

Prognosis gagal ginjal kronik pada usia lanjut kurang begitu baik jika

dibandingkan dengan prognosis gagal ginjal kronik pada usia muda. Prognosis

gagal ginjal kronis kurang baik, akibat terjadi komplikasi penyakit.

2.11.3 Dehidrasi

A. Definisi

Gangguan dalam keseimbangan cairan atau air pada tubuh. Hal ini terjadi

karena pengeluaran air lebih banyak daripada pemasukan (misalnya minum).

Gangguan kehilangan cairan tubuh ini disertai dengan gangguan keseimbangan

zat elektrolit tubuh.

B. Etiologi

kekurangan zat natrium

kekurangan air

kekurangan natrium dan air

C. Klasifikasi

Dehidrasi ringan (jika penurunan cairan tubuh 5 persen dari berat badan)

Dehidrasi sedang (jika penurunan cairan tubuh antara 5-10 persen dari

berat badan)

Dehidrasi berat (jika penurunan cairan tubuh lebih dari 10 persen dari

berat badan).

Dehidrasi hipertonik hilangnya air lebih banyak dari natrium→ rendahnya

kadar natrium serum (kurang dari 135 mmol/liter) dan osmolalitas efektif

serum (kurang dari 270 mosmol/liter).

23

Page 23: Bab II Pembahasan

Dehidrasi isotonik hilangnya air dan natrium dalam jumlah yang sama→

tingginya kadar natrium serum (lebih dari 145 mmol/liter) dan

peningkatan osmolalitas efektif serum (lebih dari 285 mosmol/liter).

D. Patofisiologi

Na & Cl keluar bersama cairan tubuh. 36 – 48 jam kemudian terjadi

reabsorpsi berlebihan oleh ginjal yang mengakibatkan Na & Cl ekstrasel

meningkat (hipertonik) sehingga air keluar dari sel (dehidrasi sel). Hal tersebut

merangsang hipofise untuk sekresi ADH, maka terjadilah oliguria.

E. Gejala klinis

1. Dehidrasi ringan

- Meningkatnya rasa haus

- Kegelisahan atau rewel

- Menurunnya elastisitas kulit

- Mulut dan lidah yang kering

- Mata yang kering karena tidak adanya air mata

- Mata yang cekung

2. Dehidrasi Sedang

- Penurunan tekanan darah

- Dalam kondisi tertentu gampang sekali pingsan

- kontraksi kuat pada otot lengan, kaki, perut, dan punggung

- Kejang

- Perut kembung

- Denyut nadi cepat dan lemah.

3. Dehidrasi berat

- Tangan dan kaki yang dingin dan lembab

- Anak yang terlihat lemah, tidak sadar, atau lemas

- Ketidakmampuan untuk minum

- Hilagnnya elastisitas kulit secara sepenuhnya

- Tidak ada air mata

- Lapisan lendir yang sangat kering pada mulut

- Pengurangan volume air seni yang parah atau tidak adanya air seni

24

Page 24: Bab II Pembahasan

F. Pemeriksaan penunjang

1. Kadar natrium plasma darah

2. Osmolaritas serum

3. Ureum dan kreatinin darah

4. BJ urin

5. Tekanan vena sentral (sentral venous pressure)

G. Penatalaksanaan

Dehidrasi ringan, terapi cairan dapat diberikan secara oral sebanyak 1500-

2500 ml/24jam (30 ml/kg berat badan/24 jam)

Dehidrasi hipertonik : cairan yang dianjurkan adalah air atau minuman

dengan kandungan sodium rendah, jus buah seperti apel, jeruk, dan

anggur.

Dehidrasi isotonik : cairan yang dianjurkan selain air dan suplemen yang

mengandung sodium seperti jus tomat juga dapat diberikan isotonik yang

ada di pasaran

Pada dehidrasi sedang dan berat. Pada dehidrasi isotonik dapat diberikan

cairan NaCl 0,9% atau dekstrosa 5% dengan kecepatan 25-30% dari

defisit cairan total perhari. Pada dehidrasi hipertonik digunakan cairan

NaCl, 45%. Dehidrasi hipotonik ditatalaksanakan dengan mengatasi

penyebab yang mendasari, penambahan diet natrium, dan bila perlu

pemberian cairan hipertonik.

25