05. bab ii (pembahasan)
DESCRIPTION
pasca 2011TRANSCRIPT
BAB II
PEMBAHASAN
A. Konsep dan Makna Belajar
1. Konsep Belajar
Belajar adalah suatu aktivitas atau suatu proses untuk memperoleh
pengetahuan, meningkatkan keterampilan, memperbaiki perilaku, sikap,
dan mengkokohkan kepribadian (Suyono dan Harianto, 2011:9).
Belajar merupakan komponen ilmu pendidikan yang berkenaan
dengan tujuan dan bahan acuan interaksi, baik yang bersifat eksplisit
maupun implicit (tersembunyi). Teori yang dikembangkan dalam
komponen ini meliputi antara teori tentang tujuan pendidikan, organisasi
kurikulum, isi kurikulum dan modul pengembangan kurikulum. Kegiatan
atau tingkah laku belajar terdiri dari kegiatan psikhis dan fisis yang saling
bekerjasama secara terpadu dan komprehensif integral. Sejalan dengan ini,
belajar dapat dipahami sebagai berusaha atau berlatih supaya mendapat
kepandaian.
Dalam implementasinya, belajar adalah kegiatan individu
memperoleh pengetahuan, perilaku dan keterampilan dengan cara
mengolah bahan belajar (Sagala, 2011:12). Para ahli psikologi dan guru-
guru pada umumnya memandang belajar sebagai kelakuan yang berubah,
pandangan ini memisahkan pengertian yang tegas antara pengertian proses
belajar dengan kegiatan yang semata-mata bersifat hafalan.
Mempelajari dalam arti memahami fakta sama sekali berlainan
dengan menghafal fakta-fakta. Suatu program pengajaran seharusnya
memungkinkan terciptanya suatu lingkungan yang memberi peluang untuk
berlangsung proses belajar yang efektif.
Untuk menanggapi isi dan pesan belajar, maka belajar
menggunakan ranah-ranah: (1) kognitif yang berkenaan dengan
pengetahuan, penalaran atau pikiran terdiri dari kategori pengetahuan
Miftakhur Rizki/ 117855028 5
(knowledge), pemahaman (comprehension), penerapan (Application),
analisis (Analysis), sintesis (synthesis), dan evaluasi (Evaluation); (2)
efektif yaitu kemampuan yang mengutamakan perasaan, emosi, dan reaksi-
reaksi yang berbeda dengan penalaran yang terdiri dari kategori
penerimaan (receiving), respon (responding) , nilai (valuing),
mengorganisir (organizing), dan karakter untuk nilai yang kompleks
(characterizing by a value complex) ; (3) psikomotor yaitu kemampuan
yang mengutamakan keterampilan jasmani terdiri dari meniru (imitation),
manipulasi (manipulation), keseksamaan (precision), artikulasi atau
pengucapan (articulation) (Kemp, 1991:80).
Belajar merupakan tindakan dan perilaku siswa yang komplek,
sebagai tindakan belajar hanya dialami oleh siswa itu sendiri. siswa adalah
penentu terjadinya atau tidak terjadinya proses belajar. Gagasan yang
menyatakan bahwa belajar menyangkut perubahan dalam suatu organism,
berarti belajar juga membutuhkan waktu dan tempat.
Belajar disimpulkan terjadi bila tanda-tanda bahwa perilaku
manusia berubah sebagai akibat terjadinya proses pembelajaran. Perhatian
utama dalam belajar adalah perilaku verbal dari manusia, yaitu kemampuan
manusia untuk menangkap informasi mengenai ilmu pengtahuan yang
diterimanya dalam belajar. Untuk lebih mengetahui pengertian belajar ini
dikemukakan secara ringks pengertian dan makna belajar menurut
pandangan para ahli pendidikan dan psikologi.
a. Belajar Menurut Pandangan Skinner
Belajar menurut pandangan B. F Skinner (1958) adalah suatu
proses adaptasi atau penyesuain tingkah laku yang berlangsung secara
progresif. Belajar juga dipahami sebagai perilaku, pada saat orang belajar
maka, responya menjadi lebih baik. Sebaliknya jika mereka tidak belajar
maka responnya menjadi menurun.. Jadi belajar adalah suatu perubahan
dan kemungkinan atau pengulangan terjadinya respon.
Miftakhur Rizki/ 117855028 6
Menurut Skinner dalam belajar dikemukakan hal-hal sebagai
berikut: (1) kesempatan terjadinya peristiwa yang menimbulkan respon
belajar; (2) respons si belajar; (3) konsekuensi yang bersifat
menggunakan respon tersebut baik konsekuensinya sebagai hadiah
maupun teguran atau hukuman.
Dengan demikian belajar dapat diartikan sebagai suatu
perubahan dalam peluang atau terjadinya respons. Peluang atau
kemungkinan itu suka untuk mengukurnya, karena itu Skinner
menyarankan agar belajar diukur melalui menurut angka atau frekuensi
respons. Menurut Skinner mengajar itu pada hakekatnya adalah rangkain
penguatan yang terdiri dari; (1) suatu peristiwa dimana perilaku terjadi;
(2) perilaku itu sendiri; dan (3) akibat perilaku. Penekanan rangkaian
penguatan ini hanya perilaku siswa dari akibat atau penguatan perilaku
merupakan unsur pokok dalam belajar.
b. Belajar Menurut Pandangan Robert M. Gagme
Belajar adalah suatu proses yang kompleks, sejalan dengan itu
menurut Robert M Gagne (1970) belajar merupakan kegiatan, dan hasil
belajar berupa kapabilitas, timbul kapabilitas disebabkan; (1) stimulisasi
yang disebabkan stimulus yang berasal dari lingkungan; (2) prose
kognitif yang dilakukan oleh pelajar.
Setelah belajar orang memiliki keterampilan, pengetahuan,
sikap, dan nilai. Dengan demikian ditegaskan, belajar adalah seperangkat
proses kognitif yang merubah sikap stimulus lingkungan, melewati
pengolahan informasi, dan menjadi kapabilitas baru.
Gagne (1970) mengemukakan bahwa belajar adalah perubahan
yang terjadi dalam kemampuan manusia yang terjadi setelah belajar
secara terus menerus, bukan hanyadisebabkan oleh proses pertumbuhan
saja. Belajar terjadi apabila suatu situasi stimulus bersama dengan isi
ingatan mempengaruhi siswa sedemikan rupa sehingga perbuatannya
Miftakhur Rizki/ 117855028 7
(performance-nya) berubah dari waktu sebelum ia mengalami situasi
tadi.
Menurut Gagne belajar terdiri dari tiga komponen penting yakni
kondisi eksternal yaitu stimulus dari lingkungan dalam belajar, kondisi
internal yang menggambarkan keadaan internal dan proses kognitif
siswa, dan hasil belajar yang menggambarkan informasi verbal,
ketrampilan intelek, keterampilan motorik, sifat dan siasat kognitif.
Kondisi internal belajar ini berinteraksi dengan kondisi eksternal belajar,
dari interaksi terdapat hasil belajar.
Robert M. Gagne mengemukakan delapan tipe belajar yang
membentuk tipe suatu hierarkhi dari paling sederhana sampai paling
kompleks: (1) belajar tanda-tanda/isyarat (Signal Learning); (2) Belajar
hubungan stimulus-repons (Stimulus Response-Learning); (3) Belajar
rantai/Rantai hal (Chaining Learning); (4) Belajar Hubungan Verbal/
asosiasi verbal (Verbal Association); (5) Belajar Membedakan/
Diskriminasi (Discrimination Learnig); (6) Belajar konsep-konsep
(Concept Learning); (7) Belajar aturan atau hukum-hukum (Rule
Learning); (8) Belajar Memecahkan Masalah (Problem Solving).
c. Belajar Menurut Pandangan Piaget
Piaget mempelajari berpikir anak-anak. Bentuk yang paling
maju dari Piaget adalah operasi formal, proses pikiran logis ini dicirikan
oleh kemampuan untuk merumuskan perangkat hipotesa, selanjutnya
hipotesa yang dirumuskan cocok dengan situasi
Interaksi dengan lingkungan akan semakin mengembangkan
fungsi intelek dilihat dari perkembangan anak usia melalui tahap-tahap
(1) sensori motor (0,0-2,0 tahun) yaitu anak mengenal lingkungan dengan
kemampuan sensorik dengan penglihatan, penciuman, pendengaran,
peraba, dan menggerak-gerakkannya. (2) Praoperasional (2,0-7,0 tahun)
yaitu anak mengandandalkan diri dari persepsi tentang realitas, ia telah
mampu menggunakan symbol, bahasa, konsep sederhana, berpartisipasi,
Miftakhur Rizki/ 117855028 8
membuat gambar, dan menggolong-golongkan. (3) Operasional Konkret
(7,0-11,0) yakni dapat mengembangkan pikiran logis, anak itu dapat
menikuti penalaran logis walau kadang-kadang memecahkan masalah
secara “trail and error”. (4) Operasional formal (11,0 ke atas) yaitu anak
dapat berpikir abstrak seperti orang dewasa.
Kecerdasan juga membentuk struktur kognitif yang diperlukan
dengan penyesuaian dengan lingkungan. Belajar mengandung makna
sebagai perubahan struktur yang saling melengkapi antara asimilasi dan
akomodasi dalam proses menyusun kembali dan mengubah apa yang
telah diketahui melalui belajar.
d. Belajar Menurut Pandangan Benjamin Bloom
Bloom menbagi menjadi tiga kawasan (domain) yaitu (1)
kognitif mencakup kemampuan intelektual mengenal lingkungan yang
terdiri atas enam kemampuan yang tersusun secara hierarkis dari yang
paling sederhana hingga yang paling kompleks yaitu: pengetahuan,
pemahaman, penerapan, analisis, sintesis, dan evaluasi; (2) domain
afektif mencakup kemampuan emosional dan mengalami dan
menghanyati segala hal yang meliputi lima macam kemampuan yaitu:
kesadaran, partisipasi, pengayatan nilai, pengorganisasian nilai, dan
karakteristik diri; (3) domain psikomotor yaitu kemampuan motorik yaitu
menggiatkan dan menggkoordinsikan gerakan sendiri dari gerakan reflex,
gerakan dasar, kemampuan konseptual, kemampuan jasmani, gerakan-
gerakan latihan dan komunikasi.
B. Pendidikan Anak Usia Sekolah Dasar
1. Karakteristik Perkembangan anak usia kelas awal SD
Anak yang berada di kelas SD adalah anak yang berada pada
rentangan usia dini. Masa usia dini ini merupakan masa perkembangan
anak yang pendek tetapi merupakan masa yang sangat penting bagi
Miftakhur Rizki/ 117855028 9
kehidupannya. Oleh karena itu, pada masa ini seluruh potensi yang
dimiliki anak perlu didorong sehingga akan berkembang secara optimal.
Karakteristik perkembangan anak pada kelas SD biasanya
pertumbuhan fisiknya telah mencapai kematangan, mereka telah mampu
mengontrol tubuh dan keseimbangannya. Mereka telah dapat melompat
dengan kaki secara bergantian, dapat mengendarai sepeda roda dua, dapat
menangkap bola dan telah berkembang koordinasi tangan dan mata untuk
dapat memegang pensil maupun memegang gunting. Selain itu,
perkembangan anak dari sisi sosial, terutama anak yang berada pada usia
kelas awal SD antara lain mereka telah dapat menunjukkan keakuannya
tentang jenis kelaminnya, telah mulai berkompetisi dengan teman sebaya,
mempunyai sahabat, telah mampu berbagi, dan mandiri.
Perkembangan anak usia 6-8 tahun dari sisi emosi antara lain
anak telah dapat mengekspresikan reaksi terhadap orang lain, telah dapat
mengontrol emosi, sudah mampu berpisah dengan orang tua dan telah
mulai belajar tentang konsep nilai misalnya benar dan salah. Untuk
perkembangan kecerdasannya anak usia SD ditunjukkan dengan
kemampuannya dalam melakukan seriasi, mengelompokkan objek,
berminat terhadap angka dan tulisan, meningkatnya perbendaharaan kata,
senang berbicara, memahami sebab akibat dan berkembangnya
pemahaman terhadap ruang dan waktu.
2. Perkembangan Kognitif Anak Usia Sekolah
Seiring dengan masuknya anak ke sekolah dasar, kemampuan
kognitifnya urut mengalami perkembangan yang pesat. Karena dengan
masuk sekolah, berarti dunia dan minat anak bertambah luas. Dengan
meluasnya minat maka bertambah pula pengertian tentang manusia dan
objek-objek yang sebelumnya kurang berarti bagi anak.
Dalam keadaan normal, pikiran anak usia sekolah berkembang
secara berangsur-angsur. Kalau pada masa sebelumnya daya fikir anak
masih bersifat imajinatif dan egosentris maka pada masa ini daya piker
Miftakhur Rizki/ 117855028 10
anak berkembang ke arah berpikir kongkrit, rasional dan objektif. Daya
ingatnya menjadi sangat kuat sehingga anak benar-benar berada dalam
suatu stadium belajar.
Menurut teori Piaget, pemikiran anak masa sekolah dasar disebut
juga pemikiran operasional kongkrit (concrete operational thought),
artinya aktivitas mental yang difokuskan pada objek-objek peristiwa
nyata atau kongkrit dalam upaya memahami alam sekitarnya mereka
tidak lagi terlalu mengandalkan informasi yang bersumber dari panca
indera, karena anak mulai mempunyai kemampuan untuk membedakan
apa yang tampak oleh mata dengan kenyataan sesungguhnya. Dalam
masa ini, anak telah mengembangkan 3 macam proses yang disebut
dengan operasi-operasi, yaitu:
a. Negasi (negation)
Yaitu pada masa kongkrit operasional, anak memahami hubungan-
hubungan antara benda atau keadaan yang satu dengan benda atau
keadaan yang lain.
b. Hubungan timbal balik (Resiprok)
Yaitu anak telah mengetahui hubungan sebab-akibat dalam suatu
keadaan.
c. Identitas
Yaitu anak sudah mampu mengenal satu persatu deretan benda yang
ada. Operasi yang terjadi dalam diri anak memungkinkan pula untuk
mengetahui suatu perbuatan tanpa melihat bahwa perbuatan tersebut
ditunjukkan. Jadi pada tahap ini anak telah memiliki struktur kognitif
yang memungkinkannya dapat berfikir untuk melakukan suatu
tindakan tanpa ia sendiri bertindak secara nyata.
Miftakhur Rizki/ 117855028 11
Sedangkan aspek perkembangan kognitif meliputi:
a. Perkembangan memori
Selama periode ini, memori jangka pendek anak telah
berkembang dengan baik. Akan tetapi, memori jangka panjang
tidak terjadi banyak peningkatan dengan disertai adanya
keterbatasan-keterbatasan. Untuk mengurangi keterbatasan-
keterbatasan tersebut, anak berusaha menggunakan strategi memori
yaitu merupakan prilaku disengaja yang digunakan untuk
meningkatkan memori. Matlin (1994) menyebutkan empat macam
strategi memori yang penting, yaitu:
1) Rehalsal (pengulangan)
Suatu strategi meningkatkan memori dengan cara mengulang
berkali-kali informasi yang telah disampaikan.
2) Organization (organisasi)
Pengelompokan dan pengkategorian sesuatu yang digunakan
untuk meningkatkan memori. Seperti anak SD sering mengingat
nama-nama teman sekelasnya menurut susunan dimana mereka
duduk dalam satu kelas.
3) Imagery (perbandingan)
Membandingkan sesuatu dengan tipe dari karakteristik
pembayangan dari seseorang.
4) Retrieval (pemunculan kembali)
Proses mengeluarkan atau mengangkat informasi dari tempat
penyimpanan. Ketika suatu isyarat yang mungkin dapat
membantu memunculkan kembali sebuah memori, mereka akan
menggunakan secara spontan.
Selain strategi-strategi memori diatas, terdapat hal-hal lain yang
memengaruhi memori anak, seperti tingkat usia, sifat anak
(termasuk sikap, kesehatan, dan motivasi), serta pengetahuan
yang diperoleh anak sebelumnya.
Miftakhur Rizki/ 117855028 12
5) Perkembangan pemikiran kritis
Perkembangan pemikran kritis yaitu pemahaman atau refleksi
terhadap permasalahan secara mendalam, mempertahankan
pikian agar tetap terbuka, tidak mempercayai begitu saja
informasi-informasi yang datang dari berbagai sumber, serta
mampu berpikir secara reflektif dan evaluatif.
6) Perkembangan kreativitas
Dalam tahap ini anak-anak mempunyai kemampuan untuk
menciptakan sesuatu yang baru. Perkembangan ini sangat
dipengaruhi oleh lingkungan, terutama lingkungan sekolah.
7) Perkembangan bahasa
Selama masa anak-anak awal, perkembangan bahasa terus
berlanjut. Perbendaharaan kosa kata dan cara menggunakan
kalimat bertambah kompleks. Perkembangan ini terlihat dalam
cara berpikirtentang kata-kata, struktur kalimat dan secara
bertahap anak akan mulai menggunakan kalimat yang lebih
singkat dan padat, serta dapat menerapkan berbagai aturan tata
bahasa secara tepat.
Pendidikan dipandang bukan semata-mata sebagai sarana untuk
menyiapkan individu bagi kehidupannya di masa depan tetapi juga untuk
kehidupan anak sekarang yang sedang mengalami perkembangan menuju
ke tingkat kedewasaan.
Pembelajaran di SD menghendaki siswa tidak hanya tahu dan
hafal sejumlah informasi tertentu melainkan memilki kemampuan belajar
yang berorientasi pada pemahaman dan pemecahan masalah dengan
menggunakan prinsip-prinsip ilmiah.
Dengan mengacu kepada aspek, karakteristik serta prinsip
perkembangan siswa SD yang dideskripsikan di atas, maka dapat
dikemukakan prinsip-prinsip pendidikan, terutama prinsip-prinsip
pembelajaran di SD, yaitu bahwa proses pembelajaran di SD harus
bersifat terpadu dengan perkembangan siswa, baik perkembangan fisik,
Miftakhur Rizki/ 117855028 13
kognitif, sosial, moral maupun emosional. Artinya, pengembangan bahan
ajar dan proses pembelajaran di SD harus bertitik tolak dari prinsip
ketercernaan bagi peserta didik.
Aspek keterpaduan diatas meliputi tiga bub-aspek dan setiap
aspeknya memilki prinsip tersendiri. Ketiga aspek itu adalah: (1) aspek
perkembangan fisik, (2) aspek perkembangan kognitif, dan (3) aspek
perkembangan sosio-emosional dan moral.
Prinsip yang relevan dan penting bagi pembelajaran ialah bahwa
anak usia sekolah dasar harus dihadapkan kepada kegiatan aktif daripada
kegiatan pasif.
Dari aspek perkembangan kognitif, prinsip praktis bagi anak usia
sekolah dasar ialah bahwa
a. Kurikulum atau proses pembelajaran harus menyajikan bahan ajaran
yang sepadan dengan perkembangan anak yang memungkinkan
mereka melakukan eksplorasi, berpikir dan memperoleh kesempatan
untuk berinteraksi dan berkomunikasi dengan anak lain dan orang
dewasa. Ini berarti bahwa kurikulum dan proses pembelajaran harus
relevan, ajeg, dan bermakna bagi anak itu sendiri.
b. Prinsip praktis yang relevan dengan pembelajaran ialah bahwa anak
usia sekolah dasar harus diberi kesempatan untuk bekerja dalam
kelompok kecil, dan guru menciptakan kemudahan diskusi di antara
anak dengan jalan memberikan komentar dan dukungan atas pendapat
dan gagasana anak.
c. Dari apek perkembangan sosio-emosional dan moral, prinsip praktis
yang relevan ialah bahwa: Guru perlu mengetahui pentingnya
pengembangan hubungan kelompok yang positif serta
mengembangkan kesempatan dan dukungan bagi kerja sama
kelompok yang tidak sekedar mengembangkan ranah kognitif tetapi
juga meningkatkan interaksi sebaya.
Miftakhur Rizki/ 117855028 14
C. Belajar Bermakna
Belajar pada hakikatnya merupakan proses perubahan di dalam
kepribadian yang berupa kecakapan, sikap, kebiasaan, dan kepandaian.
Perubahan ini bersifat menetap dalam tingkah laku yang terjadi sebagai suatu
hasil dari latihan atau pengalaman. Kegiatan pembelajaran akan menjadi
bermakna bagi anak jika dilakukan dalam lingkungan yang nyaman dan
memberikan rasa aman bagi anak. Kebermaknaan belajar sebagai hasil dari
peristiwa mengajar ditandai oleh terjadinya hubungan antara aspek-aspek,
konsep-konsep, informasi atau situasi baru dengan komponen-komponen yang
relevan di dalam struktur kognitif siswa. Proses belajar tidak sekadar
menghafal konsep-konsep atau fakta-fakta belaka, tetapi merupakan kegiatan
menghubungkan konsep-konsep untuk menghasilkan pemahaman yang utuh,
sehingga konsep yang dipelajari akan dipahami secara baik dan tidak mudah
dilupakan.
Pembelajaran bermakna erat kaitannya dengan teori konstruktivisme
pemikiran Vygotsky (Social and Emancipator Constructivism). Paham ini
berpendapat bahwa siswa mengkonstruksikan pengetahuan atau menciptakan
makna sebagai hasil dari pemikiran dan berinteraksi dalam suatu konteks
sosial. Teori belajar ini merupakan teori tentang penciptaan makna.
Selanjutnya, teori ini dikembangkan oleh Piaget (Piagetian Psychological
Constructivism) yang menyatakan bahwa setiap individu menciptakan makna
dan pengertian baru berdasarkan interaksi antara apa yang telah dimiliki,
diketahui dan dipercayai dengan fenomena, ide atau informasi baru yang
dipelajari. Piaget menjelaskan bahwa setiap siswa membawa pengertian dan
pengetahuan awal yang sudah dimilikinya ke dalam setiap proses belajar yang
harus ditambahkan, dimodifikasi, diperbaharui, direvisi, dan diubah oleh
informasi yang dijumpai dalam proses belajar.
Jika peserta didik hanya mencoba-coba menghafalkan informasi atau
materi pelajaran baru tanpa menghubungkannya dengan konsep-konsep atau
hal lainnya yang ada dalam struktur kognitifnya, maka terjadilah yang disebut
dengan belajar hafalan. Sebaliknya, jika peserta didik menghubungkan
Miftakhur Rizki/ 117855028 15
informasi atau materi pelajaran baru dengan konsep-konsep atau hal lainnya
yang telah ada dalam struktur kognitifnya, maka terjadilah yang disebut
dengan belajar bermakna. Ausubel membedakan belajar menjadi belajar
menerima dan belajar menemukan. Pada belajar menerima, bentuk akhir dari
sesuatu yang diajarkan itu diberikan, sedangkan belajar menemukan bentuk
akhir itu harus dicari peserta didik. Selain itu Ausubel juga membedakan
antara belajar bermakna dan belajar menghafal. Belajar bermakna adalah
suatu proses di mana informasi baru dihubungkan dengan struktur pengertian
yang sudah dipunyai seseorang yang sedang belajar. Sedangkan belajar
menghafal diperlukan untuk memperoleh informasi baru seperti definisi.
Menurut teori belajar bermakna, belajar menerima dan belajar menemukan
keduanya dapat menjadi belajar bermakna apabila konsep baru atau informasi
baru dikaitkan dengan konsep-konsep yang telah ada dalam struktur kognitif
peserta didik. Langkah-langkah kegiatan yang mengarah pada timbulnya
pembelajaran bermakna adalah sebagai berikut:
Orientasi mengajar tidak hanya pada segi pencapaian prestasi akademik,
melainkan juga diarahkan untuk mengembangkan sikap dan minat belajar
serta potensi dasar siswa.
Topik-topik yang dipilih dan dipelajari didasarkan pada pengalaman anak
yang relevan. Pelajaran tidak dipersepsi anak sebagai tugas atau sesuatu
yang dipaksakan oleh guru, melainkan sebagai bagian dari atau sebagai
alat yang dibutuhkan dalam kehidupan anak.
Metode mengajar yang digunakan harus membuat anak terlibat dalam
suatu aktivitas langsung dan bersifat bermain yang menyenangkan.
Dalam proses belajar perlu diprioritaskan kesempatan anak untuk bermain
dan bekerjasama dengan orang lain.
Bahan pelajaran yang digunakan hendaknya bahan yang konkret
Dalam menilai hasil belajar siswa, para guru tidak hanya menekankan
aspek kognitif dengan menggunakan tes tulis, tetapi harus mencakup
semua domain perilaku anak yang relevan dengan melibatkan sejumlah
alat penilaian.
Miftakhur Rizki/ 117855028 16
D. Pembelajaran Berkaitan dengan Kehidupan Nyaata Siswa (Kontekstual)
Kontekstual merupakan konsep belajar yang membantu guru
mengkaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi nyata siswa dan
mendorong antara pengetahuan yang dimiliki dengan penerapannya dalam
kehidupan nyata siswa dan mendorong antara pengetahuan yang dimilikinya
dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan
masyarakat (Riyanto,2005:109). Dengan konsep itu hasil pembelajaran
diharapkan lebih bermakna bagi siswa. Proses pembelajaran berlangsung
alamiah dalam bentuk kegiatan siswa bekerja dan mengalami. Bukan transfer
pengetahuan dari guru ke siswa, ini merupakan cara yang lebih dipentingkan
dari pada hasil.
Mengajar dan belajar kontekstual yang terdiri dari tiga kata, dua kata
yang pertama banyak sudah mengakrabinya. Karena itu hanya kata yang
ketiga, kata kontekstual (contextual) berasal dari kata contex yang berarti
“hubungan, konteks, suasana dan keadaan (konteks)”, kontekstual yaitu
keadaan atau kejadian yang membentuk lingkungan dari sebuah hal.
kontekstual adalah mengajar dan belajar yang menghubungkan isi pelajaran
dengan lingkungan.
KUBI 2002 (dalam Kesuma Dharma, dkk 2010:57) menyatakan
kontekstual dapat diartikan sebagai suatu pembelajaran yang menghubungkan
dengan suatu keadaan tertentu. Sedangkan menurut Depdiknas (dalam Kesuma
Dharma, dkk 2010:58) kontekstual adalah konsep belajar yang membantu guru
mengkaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata dan
mendorong siswa membantu hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya
denga perencanaan dalam kehidupan mereka sehari-hari. Atas dasar beberapa
pengertian diatas, maka peneliti berpendapat kontekstual merupakan suatu
pendekatan yang bermakna bagi siswa yang mengkaitkannya dengan
kehidupan dunia nyata siswa dan mendorong siswa untuk mengambangkan
pengetahuan yang dimilikinya. Pendekatan kontekstual diharapkan lebih
bermakna bagi siswa. Proses pembelajaran berlangsung alamiah dalam bentuk
kegiatan siswa bekerja dan mengalaminya. Siswa perlu menyadari bahwa yang
Miftakhur Rizki/ 117855028 17
mereka pelajari berguna bagi kehidupannya nanti. Guru berusaha membantu
siswa mencapai tujuan, maksudnya guru lebih banyak berurusan dengan
strategi dari pada sekedar informasi. Tugas guru adalah mengelola kelas
sebagai sebuah tim yang bekerja bersama untuk menemukan pengetahuan dan
ketrampilan yang baru bagi siswa.
Pembelajaran dan pengajaran kontekstual merupakan suatu
menggabungkan subjek-subjek akademik dengan konteks keadaan mereka
sendiri. kontekstual juga melibatkan para siswa dalam mencari makna
“konteks” itu sendiri. Pengajaran kontekstual adalah pengajaran yang
membuat semua siswa mampu memperkuat, mengembangkan, dan
menerapkan pengetahuan, dan ketrampilan akademik siswa diberbagai
kondisi baik di lingkungan sekolahan maupun di lingkungan masyarakat
untuk menyelesaiakan masalah-masalah nyata maupun simulasi.
Pembelajaran kontekstual terjadi ketika para siswa menerapkan dan
mengalami hal-hal yang dipelajari dengan merujuk pada permasalahan-
permasalahan nyata yang berhubungan dengan peran dan tanggung jawab
siswa.
Madison 2000 (dalam Johnson,2002:310) mengatakan bahwa
pengajaran dan pembelajaran kontekstual adalah berdasarkan masalah,
pembelajaran dimana siswa mengatur diri sendiri, pembelajaran dalam
konteks yang majemuk, pembelajaran yang mengkaitkan materi yang
dipelajari dengan konteks-konteks kehidupan siswa yang beragam, yang
menggunakan penilaian autentik, dan pembelajaran yang terdiri dari
kelompok-kelompok pembelajaran yang saling bergantung.
Proses ketelibatan siswa secara penuh untuk menemukan materi yang
dipelajari dan menghubungkannya dengan kehidupan nyata sehingga
mendorong siswa untuk menerapkannya dalam kehidupan mereka. Ada tiga
konsep yang harus difahami, yaitu adalah sebagai berikut: (1) kontekstual
menekankan pada keterlibatan siswa untuk menemukan materi, artinya proses
belajar diorentasikan pada proses pengalaman secara langsung; (2)
Kontekstual mendorong agar siswa dapat menemukan hubungan antara
Miftakhur Rizki/ 117855028 18
materi yang dipelajari dengan kehidupan nyata. Artiya siswa dituntut untuk
dapat menangkap hubungan antara pengalaman belajar di sekolah dengan
kehidupan nyata; (3) Kontekstual mendorong siswa untuk dapat menerapkan
dalam kehidupan. Artinya kontekstual bukan hanya mengharapkan siswa
dapat memahami masalah yang dipelajari akan tetapi bagaimana materi
pelajaran dapat mewarnai perilakunya dalam kehidupan sehari-hari.
Pembelajaran kontekstual merupakan konsep belajar yang membantu
guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata
siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang
dimilikinya dengan penerapannya di dalam kehidupan. Pendekatan ini dipilih
karena menekankan pada pemberdayaan siswa, filosofi kontekstual
memungkinkan siswa belajar melalui mengalami sendiri pada kondisi alami.
Pengetahuan yang disajikan guru tidak “ready to use”, tapi siswa harus
mengkonstruksi sendiri secara aktif dengan jalan merangkai pengalaman-
pengalamannya. Dalam konteks belajar mengajar, guru harus merancang
pengalaman apa yang harus dihayati oleh siswanya. Jadi bagi kita di sekolah
pada hakikatnya gurulah kurikulum itu.
E. Pembelajaran Terpadu
1. Pengertian Pembelajaran Terpadu
Pembelajaran terpadu berasal dari kata “integrated teaching and
learning” atau “integrated curriculum approach” konsep ini telah lama
dikemukakan oleh John Dewey sebagai usaha untuk mengintegrasikan
perkembangan dan pertumbuhan peserta didik dan kemampuan
pengetahuannya.
Pembelajaran terpadu mencakup tujuh hal sebagai berikut: (1) tema
atau topik yang akan dibahas, (2) tema disesuaikan dengan kebutuhan,
minat, dan keterampilan yang ingin dikembangkan, (3) peleburan berbagai
bidang studi, (4) pemecahan masalah, (4) pengumpulan data, (5) dalam
situasi atau kehidupan nyata, dan (7) tanpa keputusan final (open ended).
Tema atau topik yang akan dibahas disesuaikan dengan kebutuhan atau
Miftakhur Rizki/ 117855028 19
minat anak-anak dengan maksud agar topik ini menarik untuk dibahas. Guru
mengaitkan psikologis anak dengan berbagai tema yang mungkin diangkat
untuk dibahas. Atau guru dapat juga mengambil suatu topic yang bertalian
dengan kejadian di masyarakat yang sudah tentu menarik perhatian anak-
anak, seperti gunung meletus, peringatan hari kemerdekaan, atau perayaan
tahun baru misalnya. Di samping itu guru bisa juga mengambil topik yang
diperkirakan dapat membantu keterampilan tertentu seperti yang diinginkan
guru atau masyarakat, yang sudah tentu harus pula cocok dengan kebutuhan
anak-anak di kelas itu. Membuat kotak susu dari kardus misalnya, adalah
karena guru atau masyarakat ingin agar anak-anak terampil membuat kotak
minuman seperti itu.
Dalam mempelajari topik kotak susu tersebut di atas, beberapa
bidang studi bisa terkait di dalamnya. Atau berbagai bidang studi melebur
menjadi satu. Bidang-bidang studi yang dimaksud ialah matematika ketika
mengukur panjang kotak, lebar, dan tingginya. Juga bila ditentukan kotak
harus mampu memuat seian liter mialnya, matematika berfungsi di sini.
Bahasa akan terkait dalam menemukan atau membeli karton dan
perlengkapan lainnya, dalam berdiskusi kelompok merencanakan
pembuatan kotak, merekatnya sehingga menjadi kotak yang betul. Kesenian
dapat dilibatkan bila kotak itu dibuat dari karton berwarna dan dihiasi
dengan gambar-gambar. Sementara itu IPA bisa dikaitkan bila sumber susu
beserta prosesnya dan cara-cara memasukkan susu ke dalam kotak juga ikut
dibahas. Sedangkan IPS dapat dikaitkan dengan manfaat susu itu bagi
kehidupan manusia, perdagangan susu, proporsi susu yang harus diminum
setiap hari, arti minuman itu bagi kesehatan, dan sebagainya. Demikianlah
contoh peleburan bidang-bidang studi menjadi kesatuan dalam pembelajaran
terpadu.
Pembelajaran terpadu mengacu pada hakekat perkembangan dan
karakteristik peserta didik. Bahwa perkembangan fisik pada peserta didik
usia Sekolah Dasar tidak bisa dipisahkan dari perkembangan mental, sosial,
dan emosional ataupun sebaliknya. Setiap jenis perkembangan saling
Miftakhur Rizki/ 117855028 20
berkaitan satu terhadap yang lainnya. Perkembangan peserta didik pada usia
ini berkembang bersifat holistik, terpadu dengan pengalaman, kehidupan ,
dan lingkungannya. Karakteristik peserta didik usia ini adalah memiliki rasa
ingin tahu yang besar, tertarik pada sesuatu yang baru, tertarik pada gambar-
gambar yang berwarna, senang melakukan eksplorasi dan ingin selalu
mencoba yang baru. Pembelajaran yang dilakukan dengan mata pelajaran
terpisah akan menyebabkan kurang mengembangkan peserta didik untuk
berpikir holistik dan membuat kesulitan bagi peserta didik mengaitkan
konsep dengan kehidupan nyata mereka sehari-hari.
Dengan berdasar hakikat pembelajaran terpadu tersebut, maka dapat
ditemukan beberapa karakteristik terpadu yaitu sebagai berikut:
a. Holistik, hal ini berarti bahwa suatu gejala atau peristiwa yang menjadi
pusat perhatian dalam pembelajaran terpadu diamati dan dikaji dari
beberapa bidang studi sekaligus, tidak dari sudut pandang terkotak-kotak.
Pembelajaran terpadu memungkinkan peserta didik untuk memahami
suatu fenomena dari segala sisi. Dengan hal ini akan membuat peserta
didik menjadi lebih arif dan bijak di dalam menyikapi atau menghadapi
kejadian yang ada di hadapan mereka.
b. Bermakna, berdasarkan fenomena yang tergambar dari berbagai aspek
memungkinkan terbentuknya semacam jalinan antar skemata yang
dimiliki peserta didik, hal ini akan berdampak kepada kebermaknaan
materi yang dipelajari, dengan demikian akan mengakibatkan kegiatan
belajar lebih fungsional, peserta didik mampu menerapkan perolehan
belajarnya untuk memecahkan masalah-masalah yang nyata dalam
kehidupan sehari-hari.
c. Otentik, bahwa pembelajaran terpadu juga mmeungkinkan peserta didik
memahami secara langsung konsep dan prinsip yang ingin dipelajari.
Karena mereka di dalam belajarnya melakukan kegiatan secara langsung,
mereka memahami dari hasil belajarnya itu sendiri. Hasil dari
interaksinya fakta dan peristiwa bukan sekedar hasil pemberitahuan guru.
Informasi dan pengetahuan yang diperoleh sifatnya menjadi lebih otentik,
Miftakhur Rizki/ 117855028 21
guru lebih banyak bersifat fasilitator dan katalisator, sedangkan peserta
didik bertindak sebagai actor pencari informasi dan pengetahuan.
d. Aktif, bahwa pembelajaran terpadu pada dasarnya dikembangkan
berdasarkan kepada pendekatan discovery inquiry. Peserta didik perlu
terlibat aktif dalam proses pembelajaran mulai dari perencanaan,
pelaksanaan hingga pada tahap evaluasinya. Pembelajaran terpadu pada
dasarnya dilaksanakan dengan mempertimbangkan hasrat, minat, dan
kemampuan peserta didik. Hal ini memungkinkan peserta didik
termotivasi untuk secara terus menerus belajar.
Pada tahun 1930-an muncul pergerakan pendidikan progresif,
dimana pandangan pendidikan berubah mengarah kepada siswa sebagai
pusat pembelajaran. Maka konsep pendidikan yang menggunakan
pendekatan terpadu mulai menguat dengan menggunakan nama kurikulum
inti. Dengan dukungan dari berbagai bidang studi perbandingan yang
dilakukan untuk melihat sejauh mana efektivitas pendekatan terpadu ini,
maka dari tahun ke tahun konsep kurikulum terpadu makin kuat dan dapat
diterima oleh banyak kalangan pendidikan. Dengan pendekatan terpadu,
kurikulum yang dirancang dapat mengakomodasi kebutuhan siswa,
mengatasi masalah social di antara para siswa di kelas, dan juga
memantapkan penguasaan materi pelajaran (Vars, 1991) dalam Suprayekti
(2003:6.4).
Banyak praktisi pendidikan yang sangat mendorong penggunaan
pembelajaran terpadu di kelas dengan mengemukakan berbagai alasan,
meskipun ada pula di kalangan pendidik yang menganut paham tradisional
melihat bahwa pembelajaran terpadu tidak banyak memberikan manfaat
pembelajaran. Seperti yang diuraikan Nasution (1982), perdebatan antara
pendudkung dan yang pesimis terhadap pembelajaran terpadu dapat
dikontraskan seperti berikut. Suprayekti (2003:6.5)
Miftakhur Rizki/ 117855028 22
Yang keberatan Yang mendukung1. Kebanyakan guru yang ada tidak
terlatih/dididik untuk melaksanakan pembelajaran terpadu
2. Proses pembelajaran tidak bias diorganisasikan secara sistematis
3. Memberatkan tugas guru4. Siswa yang muda belum bisa diajak
untuk menentukan arah pembelajaran
5. Fasilitas pada umumnya tidak menunjang
6. Tidak sesuai dengan system ujian umum
1. Suatu pembaharuan memerlukan perjuangan dan harus tetap dimuali oleh guru
2. Pembelajaran terpadu tidak bersifat memaksa dan kaku, bias dengan berbagai sumber
3. Guru bisa menjadi lebih dinamis
4. Sistem ujian tidak seharusnya menghambat suatu pembaharuan
5. Guru memang tetap sebagai pengambil keputusan dalam menentukan tujuan dan bahan pembelajaran
6. Gunakan alat/bahan pembelajaran yang sederhana
Alasan-alasan yang mendasari penggunaan pembelajaran terpadu
karena berdasarkan berbagai bidang studi, menunjukkan bahwa pembelajaran
terpadu:
1. Sesuai dengan cara pandang siswa dalam memperhatikan atau
mempelajari aspek kehidupan
2. Pembelajaran terpadu memungkinkan untuk melihat keterkaitan dan
hubungan dari setiap mata pelajaran yang bias jadi memang berdekatan
3. Dapat memfasilitasi irama proses belajar siswa, sehingga gaya dan
tingkatan proses belajar siswa tidak selalu dihambat dengan adanya mata
pelajaran yang secara komstan selalu berganti
4. Siswa mendapat kesempatan untuk mengikuti lingkaran proses belajar
mereka sendiri
2. Prinsip Pembelajaran Terpadu
Menurut Ujang Sukandi, dkk 2001:109 (dalam Karjito, 2006:12),
pembelajaran terpadu memiliki satu tema actual, dekat dengan dunia siswa,
dan dikaitkan dengan kehidupan sehari-hari. Tema ini menjadi alat
pemersatu materi yang beragam dari beberapa materi pelajaran.
Miftakhur Rizki/ 117855028 23
Pengajaran terpadu perlu memiliki materi beberapa mata pelajaran
yang mungkin saling terkait. Dengan demikian, materi yang dipilih dapat
mengungkapkan tema secara bermakna. Mungkin terjadi, ada materi
pengayaan dalam bentuk contoh aplikasi yang tidak termuat dalam
kurikulum. Tetapi ingat, penyajian materi pengayaan seperti itu perlu
dibatasi dengan mengacu pada tujuan pembelajaran.
Pengajaran terpadu tidak boleh bertentangan dengan tujuan
kurikulum yang berlaku, tetapi sebaliknya pembelajaran terpadu harus
mendukung pencapaian tujuan pembelajaran yang termuat dalam
kurikulum. Materi pembelajaran yang dapat dipadukan dalam satu
pertemuan perlu mempertimbangkan karakteristik siswa, seperti minat,
kemampuan, kebutuhan, dan pengetahuan awal. Materi pelajaran yang
dipadukan tidak perlu dipaksakan. Artinya materi yang tidak mungkin
dipadukan tidak usah dipadukan.
F. Pembelajaran Terpadu Membantu Siswa Menemukan Belajar Bermakna
Melalui Kehidupan Nyata Siswa
Secara psikologis dan sosiologis, pertumbuhan dan perkembangan
intelektual, sosio-emosional, dan fisik peserta didik terjadi secara integral
(terpadu). Ini berarti bahwa proses pendidikan dan pembelajaran harus
dilakukan secara terpadu, sehingga membantu peserta didik tumbuh dan
berkembang sebagai individu yang utuh.
Cara pengemasan pengalaman belajar yang dirancang guru sangat
berpengaruh terhadap kebermaknaan pengalaman lapangan bagi peserta didik.
Pengalaman belajar yang lebih menunjukkan kaitan unsur-unsur konseptual
menjadikan proses pembelajaran lebih efektif. Kaitan konseptual yang
dipelajari dengan sisi bidang studi yang relevan akan membentuk skema,
sehingga peserta didik akan memperoleh keutuhan dan kebulatan pengetahuan.
Perolehan keutuhan belajar, pengetahuan, serta kebulatan pandangan tentang
kehidupan dan dunia nyata hanya dapat direfleksikan melalui pembelajaran
terpadu. Pembelajaran terpadu sangat diperlukan terutama untuk Sekolah
Miftakhur Rizki/ 117855028 24
Dasar, karena pada jejang ini peserta didik menghayati pengalamannya masih
secara totalitas serta masih sulit menghadapi penilaian yang artifisial.
Pembelajaran terpadu lebih menekankan pada keterlibatan siswa dalam
proses belajar secara aktif, sehingga siswa dapat memperoleh pengalaman
langsung dan terlatih untuk dapat menemukan sendiri berbagai pengetahuan
dan keterampilan yang dipelajarinya. Melalui pengalaman langsung, siswa
akan memahami konsep-konsep yang mereka pelajari dan
menghubungkannaya dengan konsep lain yang telah dipahami sebelumnya.
Teori pembelajaran ini dimotori para tokoh psikologi Gestalt termasuk Piaget
yang menekankan bahwa pembelajaran haruslah bermakna dan berorientasi
pada kebutuhan dan perkembangan anak.
Sesuai dengan tahapan perkembangan anak, karakteristik cara anak
belajar, konsep belajar, dan pembelajaran bermakna, maka kegiatan
pembelajaran siswa sekolah dasar sebaiknya dilakukan dengan pembelajaran
terpadu.
Bagi siswa SD, belajar akan lebih bermakna jika apa yang dipelajari
berkaitan dengan pengalaman hidupnya sehingga mereka dapat memandang
suatu objek yang ada di lingkungannya dengan segera. Dengan pemahaman
seperti ini maka pendekatan yang digunakan dalam proses belajar adalah
pendekatan kurikulum terpadu dimana berbagai materi akan dipadukan
menjadi sajian materi yang kemudian akan diberikan kepada siswa.
Pembelajaran terpadu merupakan paket pengajaran yang menghubungkan
berbagai konsep dari beberapa disiplin ilmu. Metode pembelajaran terpadu
berorientasi pada keaktifan siswa, pengetahuan awal siswa sangat membantu
dalam memahami konsep dan keberhasilan belajar.
Teori konstruktivisme menyatakan bahwa setiap individu menciptakan
makna dan pengertian baru berdasarkan interaksi antara apa yang telah
dimiliki, diketahui dan dipercayai dengan fenomena, ide atau informasi baru
yang dipelajari. Piaget menjelaskan bahwa setiap siswa membawa pengertian
dan pengetahuan awal yang sudah dimilikinya ke dalam setiap proses belajar
yang harus ditambahkan, dimodifikasi, diperbaharui, direvisi, dan diubah oleh
Miftakhur Rizki/ 117855028 25
informasi yang dijumpai dalam proses belajar. Pembelajaran terpadu
memungkinkan terbentuknya semacam jalinan antar skemata yang dimiliki
peserta didik, hal ini akan berdampak kepada kebermaknaan materi yang
dipelajari, dengan demikian akan mengakibatkan kegiatan belajar lebih
fungsional, peserta didik mampu menerapkan perolehan belajarnya untuk
memecahkan masalah-masalah yang nyata dalam kehidupan sehari-hari.
Miftakhur Rizki/ 117855028 26