05. bab ii (pembahasan)

35
BAB II PEMBAHASAN A. Konsep dan Makna Belajar 1. Konsep Belajar Belajar adalah suatu aktivitas atau suatu proses untuk memperoleh pengetahuan, meningkatkan keterampilan, memperbaiki perilaku, sikap, dan mengkokohkan kepribadian (Suyono dan Harianto, 2011:9). Belajar merupakan komponen ilmu pendidikan yang berkenaan dengan tujuan dan bahan acuan interaksi, baik yang bersifat eksplisit maupun implicit (tersembunyi). Teori yang dikembangkan dalam komponen ini meliputi antara teori tentang tujuan pendidikan, organisasi kurikulum, isi kurikulum dan modul pengembangan kurikulum. Kegiatan atau tingkah laku belajar terdiri dari kegiatan psikhis dan fisis yang saling bekerjasama secara terpadu dan komprehensif integral. Sejalan dengan ini, belajar dapat dipahami sebagai berusaha atau berlatih supaya mendapat kepandaian. Dalam implementasinya, belajar adalah kegiatan individu memperoleh pengetahuan, perilaku dan keterampilan dengan cara mengolah bahan belajar (Sagala, 2011:12). Para ahli psikologi dan Miftakhur Rizki/ 117855028 5

Upload: mivy

Post on 31-Dec-2015

25 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

pasca 2011

TRANSCRIPT

Page 1: 05. Bab II (Pembahasan)

BAB II

PEMBAHASAN

A. Konsep dan Makna Belajar

1. Konsep Belajar

Belajar adalah suatu aktivitas atau suatu proses untuk memperoleh

pengetahuan, meningkatkan keterampilan, memperbaiki perilaku, sikap,

dan mengkokohkan kepribadian (Suyono dan Harianto, 2011:9).

Belajar merupakan komponen ilmu pendidikan yang berkenaan

dengan tujuan dan bahan acuan interaksi, baik yang bersifat eksplisit

maupun implicit (tersembunyi). Teori yang dikembangkan dalam

komponen ini meliputi antara teori tentang tujuan pendidikan, organisasi

kurikulum, isi kurikulum dan modul pengembangan kurikulum. Kegiatan

atau tingkah laku belajar terdiri dari kegiatan psikhis dan fisis yang saling

bekerjasama secara terpadu dan komprehensif integral. Sejalan dengan ini,

belajar dapat dipahami sebagai berusaha atau berlatih supaya mendapat

kepandaian.

Dalam implementasinya, belajar adalah kegiatan individu

memperoleh pengetahuan, perilaku dan keterampilan dengan cara

mengolah bahan belajar (Sagala, 2011:12). Para ahli psikologi dan guru-

guru pada umumnya memandang belajar sebagai kelakuan yang berubah,

pandangan ini memisahkan pengertian yang tegas antara pengertian proses

belajar dengan kegiatan yang semata-mata bersifat hafalan.

Mempelajari dalam arti memahami fakta sama sekali berlainan

dengan menghafal fakta-fakta. Suatu program pengajaran seharusnya

memungkinkan terciptanya suatu lingkungan yang memberi peluang untuk

berlangsung proses belajar yang efektif.

Untuk menanggapi isi dan pesan belajar, maka belajar

menggunakan ranah-ranah: (1) kognitif yang berkenaan dengan

pengetahuan, penalaran atau pikiran terdiri dari kategori pengetahuan

Miftakhur Rizki/ 117855028 5

Page 2: 05. Bab II (Pembahasan)

(knowledge), pemahaman (comprehension), penerapan (Application),

analisis (Analysis), sintesis (synthesis), dan evaluasi (Evaluation); (2)

efektif yaitu kemampuan yang mengutamakan perasaan, emosi, dan reaksi-

reaksi yang berbeda dengan penalaran yang terdiri dari kategori

penerimaan (receiving), respon (responding) , nilai (valuing),

mengorganisir (organizing), dan karakter untuk nilai yang kompleks

(characterizing by a value complex) ; (3) psikomotor yaitu kemampuan

yang mengutamakan keterampilan jasmani terdiri dari meniru (imitation),

manipulasi (manipulation), keseksamaan (precision), artikulasi atau

pengucapan (articulation) (Kemp, 1991:80).

Belajar merupakan tindakan dan perilaku siswa yang komplek,

sebagai tindakan belajar hanya dialami oleh siswa itu sendiri. siswa adalah

penentu terjadinya atau tidak terjadinya proses belajar. Gagasan yang

menyatakan bahwa belajar menyangkut perubahan dalam suatu organism,

berarti belajar juga membutuhkan waktu dan tempat.

Belajar disimpulkan terjadi bila tanda-tanda bahwa perilaku

manusia berubah sebagai akibat terjadinya proses pembelajaran. Perhatian

utama dalam belajar adalah perilaku verbal dari manusia, yaitu kemampuan

manusia untuk menangkap informasi mengenai ilmu pengtahuan yang

diterimanya dalam belajar. Untuk lebih mengetahui pengertian belajar ini

dikemukakan secara ringks pengertian dan makna belajar menurut

pandangan para ahli pendidikan dan psikologi.

a. Belajar Menurut Pandangan Skinner

Belajar menurut pandangan B. F Skinner (1958) adalah suatu

proses adaptasi atau penyesuain tingkah laku yang berlangsung secara

progresif. Belajar juga dipahami sebagai perilaku, pada saat orang belajar

maka, responya menjadi lebih baik. Sebaliknya jika mereka tidak belajar

maka responnya menjadi menurun.. Jadi belajar adalah suatu perubahan

dan kemungkinan atau pengulangan terjadinya respon.

Miftakhur Rizki/ 117855028 6

Page 3: 05. Bab II (Pembahasan)

Menurut Skinner dalam belajar dikemukakan hal-hal sebagai

berikut: (1) kesempatan terjadinya peristiwa yang menimbulkan respon

belajar; (2) respons si belajar; (3) konsekuensi yang bersifat

menggunakan respon tersebut baik konsekuensinya sebagai hadiah

maupun teguran atau hukuman.

Dengan demikian belajar dapat diartikan sebagai suatu

perubahan dalam peluang atau terjadinya respons. Peluang atau

kemungkinan itu suka untuk mengukurnya, karena itu Skinner

menyarankan agar belajar diukur melalui menurut angka atau frekuensi

respons. Menurut Skinner mengajar itu pada hakekatnya adalah rangkain

penguatan yang terdiri dari; (1) suatu peristiwa dimana perilaku terjadi;

(2) perilaku itu sendiri; dan (3) akibat perilaku. Penekanan rangkaian

penguatan ini hanya perilaku siswa dari akibat atau penguatan perilaku

merupakan unsur pokok dalam belajar.

b. Belajar Menurut Pandangan Robert M. Gagme

Belajar adalah suatu proses yang kompleks, sejalan dengan itu

menurut Robert M Gagne (1970) belajar merupakan kegiatan, dan hasil

belajar berupa kapabilitas, timbul kapabilitas disebabkan; (1) stimulisasi

yang disebabkan stimulus yang berasal dari lingkungan; (2) prose

kognitif yang dilakukan oleh pelajar.

Setelah belajar orang memiliki keterampilan, pengetahuan,

sikap, dan nilai. Dengan demikian ditegaskan, belajar adalah seperangkat

proses kognitif yang merubah sikap stimulus lingkungan, melewati

pengolahan informasi, dan menjadi kapabilitas baru.

Gagne (1970) mengemukakan bahwa belajar adalah perubahan

yang terjadi dalam kemampuan manusia yang terjadi setelah belajar

secara terus menerus, bukan hanyadisebabkan oleh proses pertumbuhan

saja. Belajar terjadi apabila suatu situasi stimulus bersama dengan isi

ingatan mempengaruhi siswa sedemikan rupa sehingga perbuatannya

Miftakhur Rizki/ 117855028 7

Page 4: 05. Bab II (Pembahasan)

(performance-nya) berubah dari waktu sebelum ia mengalami situasi

tadi.

Menurut Gagne belajar terdiri dari tiga komponen penting yakni

kondisi eksternal yaitu stimulus dari lingkungan dalam belajar, kondisi

internal yang menggambarkan keadaan internal dan proses kognitif

siswa, dan hasil belajar yang menggambarkan informasi verbal,

ketrampilan intelek, keterampilan motorik, sifat dan siasat kognitif.

Kondisi internal belajar ini berinteraksi dengan kondisi eksternal belajar,

dari interaksi terdapat hasil belajar.

Robert M. Gagne mengemukakan delapan tipe belajar yang

membentuk tipe suatu hierarkhi dari paling sederhana sampai paling

kompleks: (1) belajar tanda-tanda/isyarat (Signal Learning); (2) Belajar

hubungan stimulus-repons (Stimulus Response-Learning); (3) Belajar

rantai/Rantai hal (Chaining Learning); (4) Belajar Hubungan Verbal/

asosiasi verbal (Verbal Association); (5) Belajar Membedakan/

Diskriminasi (Discrimination Learnig); (6) Belajar konsep-konsep

(Concept Learning); (7) Belajar aturan atau hukum-hukum (Rule

Learning); (8) Belajar Memecahkan Masalah (Problem Solving).

c. Belajar Menurut Pandangan Piaget

Piaget mempelajari berpikir anak-anak. Bentuk yang paling

maju dari Piaget adalah operasi formal, proses pikiran logis ini dicirikan

oleh kemampuan untuk merumuskan perangkat hipotesa, selanjutnya

hipotesa yang dirumuskan cocok dengan situasi

Interaksi dengan lingkungan akan semakin mengembangkan

fungsi intelek dilihat dari perkembangan anak usia melalui tahap-tahap

(1) sensori motor (0,0-2,0 tahun) yaitu anak mengenal lingkungan dengan

kemampuan sensorik dengan penglihatan, penciuman, pendengaran,

peraba, dan menggerak-gerakkannya. (2) Praoperasional (2,0-7,0 tahun)

yaitu anak mengandandalkan diri dari persepsi tentang realitas, ia telah

mampu menggunakan symbol, bahasa, konsep sederhana, berpartisipasi,

Miftakhur Rizki/ 117855028 8

Page 5: 05. Bab II (Pembahasan)

membuat gambar, dan menggolong-golongkan. (3) Operasional Konkret

(7,0-11,0) yakni dapat mengembangkan pikiran logis, anak itu dapat

menikuti penalaran logis walau kadang-kadang memecahkan masalah

secara “trail and error”. (4) Operasional formal (11,0 ke atas) yaitu anak

dapat berpikir abstrak seperti orang dewasa.

Kecerdasan juga membentuk struktur kognitif yang diperlukan

dengan penyesuaian dengan lingkungan. Belajar mengandung makna

sebagai perubahan struktur yang saling melengkapi antara asimilasi dan

akomodasi dalam proses menyusun kembali dan mengubah apa yang

telah diketahui melalui belajar.

d. Belajar Menurut Pandangan Benjamin Bloom

Bloom menbagi menjadi tiga kawasan (domain) yaitu (1)

kognitif mencakup kemampuan intelektual mengenal lingkungan yang

terdiri atas enam kemampuan yang tersusun secara hierarkis dari yang

paling sederhana hingga yang paling kompleks yaitu: pengetahuan,

pemahaman, penerapan, analisis, sintesis, dan evaluasi; (2) domain

afektif mencakup kemampuan emosional dan mengalami dan

menghanyati segala hal yang meliputi lima macam kemampuan yaitu:

kesadaran, partisipasi, pengayatan nilai, pengorganisasian nilai, dan

karakteristik diri; (3) domain psikomotor yaitu kemampuan motorik yaitu

menggiatkan dan menggkoordinsikan gerakan sendiri dari gerakan reflex,

gerakan dasar, kemampuan konseptual, kemampuan jasmani, gerakan-

gerakan latihan dan komunikasi.

B. Pendidikan Anak Usia Sekolah Dasar

1. Karakteristik Perkembangan anak usia kelas awal SD

Anak yang berada di kelas SD adalah anak yang berada pada

rentangan usia dini. Masa usia dini ini merupakan masa perkembangan

anak yang pendek tetapi merupakan masa yang sangat penting bagi

Miftakhur Rizki/ 117855028 9

Page 6: 05. Bab II (Pembahasan)

kehidupannya. Oleh karena itu, pada masa ini  seluruh potensi yang

dimiliki anak perlu didorong sehingga akan berkembang secara optimal.

Karakteristik perkembangan anak pada kelas SD biasanya

pertumbuhan fisiknya telah mencapai kematangan, mereka telah mampu

mengontrol tubuh dan keseimbangannya. Mereka telah dapat melompat

dengan kaki secara bergantian, dapat mengendarai sepeda roda dua, dapat

menangkap bola dan telah berkembang koordinasi tangan dan mata untuk

dapat memegang pensil maupun memegang gunting. Selain itu,

perkembangan anak dari sisi sosial, terutama anak yang berada pada usia

kelas awal SD antara lain mereka telah dapat menunjukkan keakuannya

tentang jenis kelaminnya, telah mulai berkompetisi dengan teman sebaya,

mempunyai sahabat, telah mampu berbagi, dan mandiri.

Perkembangan anak usia 6-8 tahun dari sisi emosi antara lain

anak telah dapat mengekspresikan reaksi terhadap orang lain, telah dapat

mengontrol emosi, sudah mampu berpisah dengan orang tua dan telah

mulai belajar tentang konsep nilai misalnya benar dan salah. Untuk

perkembangan kecerdasannya anak usia SD ditunjukkan dengan

kemampuannya dalam melakukan seriasi, mengelompokkan objek,

berminat terhadap angka dan tulisan, meningkatnya perbendaharaan kata,

senang berbicara, memahami sebab akibat dan berkembangnya

pemahaman terhadap ruang dan waktu.

2. Perkembangan Kognitif Anak Usia Sekolah

Seiring dengan masuknya anak ke sekolah dasar, kemampuan

kognitifnya urut mengalami perkembangan yang pesat. Karena dengan

masuk sekolah, berarti dunia dan minat anak bertambah luas. Dengan

meluasnya minat maka bertambah pula pengertian tentang manusia dan

objek-objek yang sebelumnya kurang berarti bagi anak.

Dalam keadaan normal, pikiran anak usia sekolah berkembang

secara berangsur-angsur. Kalau pada masa sebelumnya daya fikir anak

masih bersifat imajinatif dan egosentris maka pada masa ini daya piker

Miftakhur Rizki/ 117855028 10

Page 7: 05. Bab II (Pembahasan)

anak berkembang ke arah berpikir kongkrit, rasional dan objektif. Daya

ingatnya menjadi sangat kuat sehingga anak benar-benar berada dalam

suatu stadium belajar.

Menurut teori Piaget, pemikiran anak masa sekolah dasar disebut

juga pemikiran operasional kongkrit (concrete operational thought),

artinya aktivitas mental yang difokuskan pada objek-objek peristiwa

nyata atau kongkrit dalam upaya memahami alam sekitarnya mereka

tidak lagi terlalu mengandalkan informasi yang bersumber dari panca

indera, karena anak mulai mempunyai kemampuan untuk membedakan

apa yang tampak oleh mata dengan kenyataan sesungguhnya. Dalam

masa ini, anak telah mengembangkan 3 macam proses yang disebut

dengan operasi-operasi, yaitu:

a. Negasi (negation)

Yaitu pada masa kongkrit operasional, anak memahami hubungan-

hubungan antara benda atau keadaan yang satu dengan benda atau

keadaan yang lain.

b. Hubungan timbal balik (Resiprok)

Yaitu anak telah mengetahui hubungan sebab-akibat dalam suatu

keadaan.

c. Identitas

Yaitu anak sudah mampu mengenal satu persatu deretan benda yang

ada. Operasi yang terjadi dalam diri anak memungkinkan pula untuk

mengetahui suatu perbuatan tanpa melihat bahwa perbuatan tersebut

ditunjukkan. Jadi pada tahap ini anak telah memiliki struktur kognitif

yang memungkinkannya dapat berfikir untuk melakukan suatu

tindakan tanpa ia sendiri bertindak secara nyata.

Miftakhur Rizki/ 117855028 11

Page 8: 05. Bab II (Pembahasan)

Sedangkan aspek perkembangan kognitif meliputi:

a. Perkembangan memori

Selama periode ini, memori jangka pendek anak telah

berkembang dengan baik. Akan tetapi, memori jangka panjang

tidak terjadi banyak peningkatan dengan disertai adanya

keterbatasan-keterbatasan. Untuk mengurangi keterbatasan-

keterbatasan tersebut, anak berusaha menggunakan strategi memori

yaitu merupakan prilaku disengaja yang digunakan untuk

meningkatkan memori. Matlin (1994) menyebutkan empat macam

strategi memori yang penting, yaitu:

1) Rehalsal (pengulangan)

Suatu strategi meningkatkan memori dengan cara mengulang

berkali-kali informasi yang telah disampaikan.

2) Organization (organisasi)

Pengelompokan dan pengkategorian sesuatu yang digunakan

untuk meningkatkan memori. Seperti anak SD sering mengingat

nama-nama teman sekelasnya menurut susunan dimana mereka

duduk dalam satu kelas.

3) Imagery (perbandingan)

Membandingkan sesuatu dengan tipe dari karakteristik

pembayangan dari seseorang.

4) Retrieval (pemunculan kembali)

Proses mengeluarkan atau mengangkat informasi dari tempat

penyimpanan. Ketika suatu isyarat yang mungkin dapat

membantu memunculkan kembali sebuah memori, mereka akan

menggunakan secara spontan.

Selain strategi-strategi memori diatas, terdapat hal-hal lain yang

memengaruhi memori anak, seperti tingkat usia, sifat anak

(termasuk sikap, kesehatan, dan motivasi), serta pengetahuan

yang diperoleh anak sebelumnya.

Miftakhur Rizki/ 117855028 12

Page 9: 05. Bab II (Pembahasan)

5) Perkembangan pemikiran kritis

Perkembangan pemikran kritis yaitu pemahaman atau refleksi

terhadap permasalahan secara mendalam, mempertahankan

pikian agar tetap terbuka, tidak mempercayai begitu saja

informasi-informasi yang datang dari berbagai sumber, serta

mampu berpikir secara reflektif dan evaluatif.

6) Perkembangan kreativitas

Dalam tahap ini anak-anak mempunyai kemampuan untuk

menciptakan sesuatu yang baru. Perkembangan ini sangat

dipengaruhi oleh lingkungan, terutama lingkungan sekolah.

7) Perkembangan bahasa

Selama masa anak-anak awal, perkembangan bahasa terus

berlanjut. Perbendaharaan kosa kata dan cara menggunakan

kalimat bertambah kompleks. Perkembangan ini terlihat dalam

cara berpikirtentang kata-kata, struktur kalimat dan secara

bertahap anak akan mulai menggunakan kalimat yang lebih

singkat dan padat, serta dapat menerapkan berbagai aturan tata

bahasa secara tepat.

Pendidikan dipandang bukan semata-mata sebagai sarana untuk

menyiapkan individu bagi kehidupannya di masa depan tetapi juga untuk

kehidupan anak sekarang yang sedang mengalami perkembangan menuju

ke tingkat kedewasaan.

Pembelajaran di SD menghendaki siswa tidak hanya tahu dan

hafal sejumlah informasi tertentu melainkan memilki kemampuan belajar

yang berorientasi pada pemahaman dan pemecahan masalah dengan

menggunakan prinsip-prinsip ilmiah.

Dengan mengacu kepada aspek, karakteristik serta prinsip

perkembangan siswa SD yang dideskripsikan di atas, maka dapat

dikemukakan prinsip-prinsip pendidikan, terutama prinsip-prinsip

pembelajaran di SD, yaitu bahwa proses pembelajaran di SD harus

bersifat terpadu dengan perkembangan siswa, baik perkembangan fisik,

Miftakhur Rizki/ 117855028 13

Page 10: 05. Bab II (Pembahasan)

kognitif, sosial, moral maupun emosional. Artinya, pengembangan bahan

ajar dan proses pembelajaran di SD harus bertitik tolak dari prinsip

ketercernaan bagi peserta didik.

Aspek keterpaduan diatas meliputi tiga bub-aspek dan setiap

aspeknya memilki prinsip tersendiri. Ketiga aspek itu adalah: (1) aspek

perkembangan fisik, (2) aspek perkembangan kognitif, dan (3) aspek

perkembangan sosio-emosional dan moral.

Prinsip yang relevan dan penting bagi pembelajaran ialah bahwa

anak usia sekolah dasar harus dihadapkan kepada kegiatan aktif daripada

kegiatan pasif.

Dari aspek perkembangan kognitif, prinsip praktis bagi anak usia

sekolah dasar ialah bahwa

a. Kurikulum atau proses pembelajaran harus menyajikan bahan ajaran

yang sepadan dengan perkembangan anak yang memungkinkan

mereka melakukan eksplorasi, berpikir dan memperoleh kesempatan

untuk berinteraksi dan berkomunikasi dengan anak lain dan orang

dewasa. Ini berarti bahwa kurikulum dan proses pembelajaran harus

relevan, ajeg, dan bermakna bagi anak itu sendiri.

b. Prinsip praktis yang relevan dengan pembelajaran ialah bahwa anak

usia sekolah dasar harus diberi kesempatan untuk bekerja dalam

kelompok kecil, dan guru menciptakan kemudahan diskusi di antara

anak dengan jalan memberikan komentar dan dukungan atas pendapat

dan gagasana anak.

c. Dari apek perkembangan sosio-emosional dan moral, prinsip praktis

yang relevan ialah bahwa: Guru perlu mengetahui pentingnya

pengembangan hubungan kelompok yang positif serta

mengembangkan kesempatan dan dukungan bagi kerja sama

kelompok yang tidak sekedar mengembangkan ranah kognitif tetapi

juga meningkatkan interaksi sebaya.

Miftakhur Rizki/ 117855028 14

Page 11: 05. Bab II (Pembahasan)

C. Belajar Bermakna

Belajar pada hakikatnya merupakan proses perubahan di dalam

kepribadian yang berupa kecakapan, sikap, kebiasaan, dan kepandaian.

Perubahan ini bersifat menetap dalam tingkah laku yang terjadi sebagai suatu

hasil dari latihan atau pengalaman. Kegiatan pembelajaran akan menjadi

bermakna bagi anak jika dilakukan dalam lingkungan yang nyaman dan

memberikan rasa aman bagi anak. Kebermaknaan belajar sebagai hasil dari

peristiwa mengajar ditandai oleh terjadinya hubungan antara aspek-aspek,

konsep-konsep, informasi atau situasi baru dengan komponen-komponen yang

relevan di dalam struktur kognitif siswa. Proses belajar tidak sekadar

menghafal konsep-konsep atau fakta-fakta belaka, tetapi merupakan kegiatan

menghubungkan konsep-konsep untuk menghasilkan pemahaman yang utuh,

sehingga konsep yang dipelajari akan dipahami secara baik dan tidak mudah

dilupakan. 

Pembelajaran bermakna erat kaitannya dengan teori konstruktivisme

pemikiran Vygotsky (Social and Emancipator Constructivism). Paham ini

berpendapat bahwa siswa mengkonstruksikan pengetahuan atau menciptakan

makna sebagai hasil dari pemikiran dan berinteraksi dalam suatu konteks

sosial. Teori belajar ini merupakan teori tentang penciptaan makna.

Selanjutnya, teori ini dikembangkan oleh Piaget (Piagetian Psychological

Constructivism) yang menyatakan bahwa setiap individu menciptakan makna

dan pengertian baru berdasarkan interaksi antara apa yang telah dimiliki,

diketahui dan dipercayai dengan fenomena, ide atau informasi baru yang

dipelajari. Piaget menjelaskan bahwa setiap siswa membawa pengertian dan

pengetahuan awal yang sudah dimilikinya ke dalam setiap proses belajar yang

harus ditambahkan, dimodifikasi, diperbaharui, direvisi, dan diubah oleh

informasi yang dijumpai dalam proses belajar.

Jika peserta didik hanya mencoba-coba menghafalkan informasi atau

materi pelajaran baru tanpa menghubungkannya dengan konsep-konsep atau

hal lainnya yang ada dalam struktur kognitifnya, maka terjadilah yang disebut

dengan belajar hafalan. Sebaliknya, jika peserta didik menghubungkan

Miftakhur Rizki/ 117855028 15

Page 12: 05. Bab II (Pembahasan)

informasi atau materi pelajaran baru dengan konsep-konsep atau hal lainnya

yang telah ada dalam struktur kognitifnya, maka terjadilah yang disebut

dengan belajar bermakna.  Ausubel membedakan belajar menjadi belajar

menerima dan belajar menemukan. Pada belajar menerima, bentuk akhir dari

sesuatu yang diajarkan itu diberikan, sedangkan belajar menemukan bentuk

akhir itu harus dicari peserta didik. Selain itu Ausubel juga membedakan

antara belajar bermakna dan belajar menghafal. Belajar bermakna adalah

suatu proses di mana informasi baru dihubungkan dengan struktur pengertian

yang sudah dipunyai seseorang yang sedang belajar. Sedangkan belajar

menghafal diperlukan untuk memperoleh informasi baru seperti definisi.

Menurut teori belajar bermakna, belajar menerima dan belajar menemukan

keduanya dapat menjadi belajar bermakna apabila konsep baru atau informasi

baru dikaitkan dengan konsep-konsep yang telah ada dalam struktur kognitif

peserta didik. Langkah-langkah kegiatan yang mengarah pada timbulnya

pembelajaran bermakna adalah sebagai berikut:

Orientasi mengajar tidak hanya pada segi pencapaian prestasi akademik,

melainkan juga diarahkan untuk mengembangkan sikap dan minat belajar

serta potensi dasar siswa.

Topik-topik yang dipilih dan dipelajari didasarkan pada pengalaman anak

yang relevan. Pelajaran tidak dipersepsi anak sebagai tugas atau sesuatu

yang dipaksakan oleh guru, melainkan sebagai bagian dari atau sebagai

alat yang dibutuhkan dalam kehidupan anak.

Metode mengajar yang digunakan harus membuat anak terlibat dalam

suatu aktivitas langsung dan bersifat bermain yang menyenangkan.

Dalam proses belajar perlu diprioritaskan kesempatan anak untuk bermain

dan bekerjasama dengan orang lain.

Bahan pelajaran yang digunakan hendaknya bahan yang konkret

Dalam menilai hasil belajar siswa, para guru tidak hanya menekankan

aspek kognitif dengan menggunakan tes tulis, tetapi harus mencakup

semua domain perilaku anak yang relevan dengan melibatkan sejumlah

alat penilaian.

Miftakhur Rizki/ 117855028 16

Page 13: 05. Bab II (Pembahasan)

D. Pembelajaran Berkaitan dengan Kehidupan Nyaata Siswa (Kontekstual)

Kontekstual merupakan konsep belajar yang membantu guru

mengkaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi nyata siswa dan

mendorong antara pengetahuan yang dimiliki dengan penerapannya dalam

kehidupan nyata siswa dan mendorong antara pengetahuan yang dimilikinya

dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan

masyarakat (Riyanto,2005:109). Dengan konsep itu hasil pembelajaran

diharapkan lebih bermakna bagi siswa. Proses pembelajaran berlangsung

alamiah dalam bentuk kegiatan siswa bekerja dan mengalami. Bukan transfer

pengetahuan dari guru ke siswa, ini merupakan cara yang lebih dipentingkan

dari pada hasil.

Mengajar dan belajar kontekstual yang terdiri dari tiga kata, dua kata

yang pertama banyak sudah mengakrabinya. Karena itu hanya kata yang

ketiga, kata kontekstual (contextual) berasal dari kata contex yang berarti

“hubungan, konteks, suasana dan keadaan (konteks)”, kontekstual yaitu

keadaan atau kejadian yang membentuk lingkungan dari sebuah hal.

kontekstual adalah mengajar dan belajar yang menghubungkan isi pelajaran

dengan lingkungan.

KUBI 2002 (dalam Kesuma Dharma, dkk 2010:57) menyatakan

kontekstual dapat diartikan sebagai suatu pembelajaran yang menghubungkan

dengan suatu keadaan tertentu. Sedangkan menurut Depdiknas (dalam Kesuma

Dharma, dkk 2010:58) kontekstual adalah konsep belajar yang membantu guru

mengkaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata dan

mendorong siswa membantu hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya

denga perencanaan dalam kehidupan mereka sehari-hari. Atas dasar beberapa

pengertian diatas, maka peneliti berpendapat kontekstual merupakan suatu

pendekatan yang bermakna bagi siswa yang mengkaitkannya dengan

kehidupan dunia nyata siswa dan mendorong siswa untuk mengambangkan

pengetahuan yang dimilikinya. Pendekatan kontekstual diharapkan lebih

bermakna bagi siswa. Proses pembelajaran berlangsung alamiah dalam bentuk

kegiatan siswa bekerja dan mengalaminya. Siswa perlu menyadari bahwa yang

Miftakhur Rizki/ 117855028 17

Page 14: 05. Bab II (Pembahasan)

mereka pelajari berguna bagi kehidupannya nanti. Guru berusaha membantu

siswa mencapai tujuan, maksudnya guru lebih banyak berurusan dengan

strategi dari pada sekedar informasi. Tugas guru adalah mengelola kelas

sebagai sebuah tim yang bekerja bersama untuk menemukan pengetahuan dan

ketrampilan yang baru bagi siswa.

Pembelajaran dan pengajaran kontekstual merupakan suatu

menggabungkan subjek-subjek akademik dengan konteks keadaan mereka

sendiri. kontekstual juga melibatkan para siswa dalam mencari makna

“konteks” itu sendiri. Pengajaran kontekstual adalah pengajaran yang

membuat semua siswa mampu memperkuat, mengembangkan, dan

menerapkan pengetahuan, dan ketrampilan akademik siswa diberbagai

kondisi baik di lingkungan sekolahan maupun di lingkungan masyarakat

untuk menyelesaiakan masalah-masalah nyata maupun simulasi.

Pembelajaran kontekstual terjadi ketika para siswa menerapkan dan

mengalami hal-hal yang dipelajari dengan merujuk pada permasalahan-

permasalahan nyata yang berhubungan dengan peran dan tanggung jawab

siswa.

Madison 2000 (dalam Johnson,2002:310) mengatakan bahwa

pengajaran dan pembelajaran kontekstual adalah berdasarkan masalah,

pembelajaran dimana siswa mengatur diri sendiri, pembelajaran dalam

konteks yang majemuk, pembelajaran yang mengkaitkan materi yang

dipelajari dengan konteks-konteks kehidupan siswa yang beragam, yang

menggunakan penilaian autentik, dan pembelajaran yang terdiri dari

kelompok-kelompok pembelajaran yang saling bergantung.

Proses ketelibatan siswa secara penuh untuk menemukan materi yang

dipelajari dan menghubungkannya dengan kehidupan nyata sehingga

mendorong siswa untuk menerapkannya dalam kehidupan mereka. Ada tiga

konsep yang harus difahami, yaitu adalah sebagai berikut: (1) kontekstual

menekankan pada keterlibatan siswa untuk menemukan materi, artinya proses

belajar diorentasikan pada proses pengalaman secara langsung; (2)

Kontekstual mendorong agar siswa dapat menemukan hubungan antara

Miftakhur Rizki/ 117855028 18

Page 15: 05. Bab II (Pembahasan)

materi yang dipelajari dengan kehidupan nyata. Artiya siswa dituntut untuk

dapat menangkap hubungan antara pengalaman belajar di sekolah dengan

kehidupan nyata; (3) Kontekstual mendorong siswa untuk dapat menerapkan

dalam kehidupan. Artinya kontekstual bukan hanya mengharapkan siswa

dapat memahami masalah yang dipelajari akan tetapi bagaimana materi

pelajaran dapat mewarnai perilakunya dalam kehidupan sehari-hari.

Pembelajaran kontekstual merupakan konsep belajar yang membantu

guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata

siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang

dimilikinya dengan penerapannya di dalam kehidupan. Pendekatan ini dipilih

karena menekankan pada pemberdayaan siswa, filosofi kontekstual

memungkinkan siswa belajar melalui mengalami sendiri pada kondisi alami.

Pengetahuan yang disajikan guru tidak “ready to use”, tapi siswa harus

mengkonstruksi sendiri secara aktif dengan jalan merangkai pengalaman-

pengalamannya. Dalam konteks belajar mengajar, guru harus merancang

pengalaman apa yang harus dihayati oleh siswanya. Jadi bagi kita di sekolah

pada hakikatnya gurulah kurikulum itu.

E. Pembelajaran Terpadu

1. Pengertian Pembelajaran Terpadu

Pembelajaran terpadu berasal dari kata “integrated teaching and

learning” atau “integrated curriculum approach” konsep ini telah lama

dikemukakan oleh John Dewey sebagai usaha untuk mengintegrasikan

perkembangan dan pertumbuhan peserta didik dan kemampuan

pengetahuannya.

Pembelajaran terpadu mencakup tujuh hal sebagai berikut: (1) tema

atau topik yang akan dibahas, (2) tema disesuaikan dengan kebutuhan,

minat, dan keterampilan yang ingin dikembangkan, (3) peleburan berbagai

bidang studi, (4) pemecahan masalah, (4) pengumpulan data, (5) dalam

situasi atau kehidupan nyata, dan (7) tanpa keputusan final (open ended).

Tema atau topik yang akan dibahas disesuaikan dengan kebutuhan atau

Miftakhur Rizki/ 117855028 19

Page 16: 05. Bab II (Pembahasan)

minat anak-anak dengan maksud agar topik ini menarik untuk dibahas. Guru

mengaitkan psikologis anak dengan berbagai tema yang mungkin diangkat

untuk dibahas. Atau guru dapat juga mengambil suatu topic yang bertalian

dengan kejadian di masyarakat yang sudah tentu menarik perhatian anak-

anak, seperti gunung meletus, peringatan hari kemerdekaan, atau perayaan

tahun baru misalnya. Di samping itu guru bisa juga mengambil topik yang

diperkirakan dapat membantu keterampilan tertentu seperti yang diinginkan

guru atau masyarakat, yang sudah tentu harus pula cocok dengan kebutuhan

anak-anak di kelas itu. Membuat kotak susu dari kardus misalnya, adalah

karena guru atau masyarakat ingin agar anak-anak terampil membuat kotak

minuman seperti itu.

Dalam mempelajari topik kotak susu tersebut di atas, beberapa

bidang studi bisa terkait di dalamnya. Atau berbagai bidang studi melebur

menjadi satu. Bidang-bidang studi yang dimaksud ialah matematika ketika

mengukur panjang kotak, lebar, dan tingginya. Juga bila ditentukan kotak

harus mampu memuat seian liter mialnya, matematika berfungsi di sini.

Bahasa akan terkait dalam menemukan atau membeli karton dan

perlengkapan lainnya, dalam berdiskusi kelompok merencanakan

pembuatan kotak, merekatnya sehingga menjadi kotak yang betul. Kesenian

dapat dilibatkan bila kotak itu dibuat dari karton berwarna dan dihiasi

dengan gambar-gambar. Sementara itu IPA bisa dikaitkan bila sumber susu

beserta prosesnya dan cara-cara memasukkan susu ke dalam kotak juga ikut

dibahas. Sedangkan IPS dapat dikaitkan dengan manfaat susu itu bagi

kehidupan manusia, perdagangan susu, proporsi susu yang harus diminum

setiap hari, arti minuman itu bagi kesehatan, dan sebagainya. Demikianlah

contoh peleburan bidang-bidang studi menjadi kesatuan dalam pembelajaran

terpadu.

Pembelajaran terpadu mengacu pada hakekat perkembangan dan

karakteristik peserta didik. Bahwa perkembangan fisik pada peserta didik

usia Sekolah Dasar tidak bisa dipisahkan dari perkembangan mental, sosial,

dan emosional ataupun sebaliknya. Setiap jenis perkembangan saling

Miftakhur Rizki/ 117855028 20

Page 17: 05. Bab II (Pembahasan)

berkaitan satu terhadap yang lainnya. Perkembangan peserta didik pada usia

ini berkembang bersifat holistik, terpadu dengan pengalaman, kehidupan ,

dan lingkungannya. Karakteristik peserta didik usia ini adalah memiliki rasa

ingin tahu yang besar, tertarik pada sesuatu yang baru, tertarik pada gambar-

gambar yang berwarna, senang melakukan eksplorasi dan ingin selalu

mencoba yang baru. Pembelajaran yang dilakukan dengan mata pelajaran

terpisah akan menyebabkan kurang mengembangkan peserta didik untuk

berpikir holistik dan membuat kesulitan bagi peserta didik mengaitkan

konsep dengan kehidupan nyata mereka sehari-hari.

Dengan berdasar hakikat pembelajaran terpadu tersebut, maka dapat

ditemukan beberapa karakteristik terpadu yaitu sebagai berikut:

a. Holistik, hal ini berarti bahwa suatu gejala atau peristiwa yang menjadi

pusat perhatian dalam pembelajaran terpadu diamati dan dikaji dari

beberapa bidang studi sekaligus, tidak dari sudut pandang terkotak-kotak.

Pembelajaran terpadu memungkinkan peserta didik untuk memahami

suatu fenomena dari segala sisi. Dengan hal ini akan membuat peserta

didik menjadi lebih arif dan bijak di dalam menyikapi atau menghadapi

kejadian yang ada di hadapan mereka.

b. Bermakna, berdasarkan fenomena yang tergambar dari berbagai aspek

memungkinkan terbentuknya semacam jalinan antar skemata yang

dimiliki peserta didik, hal ini akan berdampak kepada kebermaknaan

materi yang dipelajari, dengan demikian akan mengakibatkan kegiatan

belajar lebih fungsional, peserta didik mampu menerapkan perolehan

belajarnya untuk memecahkan masalah-masalah yang nyata dalam

kehidupan sehari-hari.

c. Otentik, bahwa pembelajaran terpadu juga mmeungkinkan peserta didik

memahami secara langsung konsep dan prinsip yang ingin dipelajari.

Karena mereka di dalam belajarnya melakukan kegiatan secara langsung,

mereka memahami dari hasil belajarnya itu sendiri. Hasil dari

interaksinya fakta dan peristiwa bukan sekedar hasil pemberitahuan guru.

Informasi dan pengetahuan yang diperoleh sifatnya menjadi lebih otentik,

Miftakhur Rizki/ 117855028 21

Page 18: 05. Bab II (Pembahasan)

guru lebih banyak bersifat fasilitator dan katalisator, sedangkan peserta

didik bertindak sebagai actor pencari informasi dan pengetahuan.

d. Aktif, bahwa pembelajaran terpadu pada dasarnya dikembangkan

berdasarkan kepada pendekatan discovery inquiry. Peserta didik perlu

terlibat aktif dalam proses pembelajaran mulai dari perencanaan,

pelaksanaan hingga pada tahap evaluasinya. Pembelajaran terpadu pada

dasarnya dilaksanakan dengan mempertimbangkan hasrat, minat, dan

kemampuan peserta didik. Hal ini memungkinkan peserta didik

termotivasi untuk secara terus menerus belajar.

Pada tahun 1930-an muncul pergerakan pendidikan progresif,

dimana pandangan pendidikan berubah mengarah kepada siswa sebagai

pusat pembelajaran. Maka konsep pendidikan yang menggunakan

pendekatan terpadu mulai menguat dengan menggunakan nama kurikulum

inti. Dengan dukungan dari berbagai bidang studi perbandingan yang

dilakukan untuk melihat sejauh mana efektivitas pendekatan terpadu ini,

maka dari tahun ke tahun konsep kurikulum terpadu makin kuat dan dapat

diterima oleh banyak kalangan pendidikan. Dengan pendekatan terpadu,

kurikulum yang dirancang dapat mengakomodasi kebutuhan siswa,

mengatasi masalah social di antara para siswa di kelas, dan juga

memantapkan penguasaan materi pelajaran (Vars, 1991) dalam Suprayekti

(2003:6.4).

Banyak praktisi pendidikan yang sangat mendorong penggunaan

pembelajaran terpadu di kelas dengan mengemukakan berbagai alasan,

meskipun ada pula di kalangan pendidik yang menganut paham tradisional

melihat bahwa pembelajaran terpadu tidak banyak memberikan manfaat

pembelajaran. Seperti yang diuraikan Nasution (1982), perdebatan antara

pendudkung dan yang pesimis terhadap pembelajaran terpadu dapat

dikontraskan seperti berikut. Suprayekti (2003:6.5)

Miftakhur Rizki/ 117855028 22

Page 19: 05. Bab II (Pembahasan)

Yang keberatan Yang mendukung1. Kebanyakan guru yang ada tidak

terlatih/dididik untuk melaksanakan pembelajaran terpadu

2. Proses pembelajaran tidak bias diorganisasikan secara sistematis

3. Memberatkan tugas guru4. Siswa yang muda belum bisa diajak

untuk menentukan arah pembelajaran

5. Fasilitas pada umumnya tidak menunjang

6. Tidak sesuai dengan system ujian umum

1. Suatu pembaharuan memerlukan perjuangan dan harus tetap dimuali oleh guru

2. Pembelajaran terpadu tidak bersifat memaksa dan kaku, bias dengan berbagai sumber

3. Guru bisa menjadi lebih dinamis

4. Sistem ujian tidak seharusnya menghambat suatu pembaharuan

5. Guru memang tetap sebagai pengambil keputusan dalam menentukan tujuan dan bahan pembelajaran

6. Gunakan alat/bahan pembelajaran yang sederhana

Alasan-alasan yang mendasari penggunaan pembelajaran terpadu

karena berdasarkan berbagai bidang studi, menunjukkan bahwa pembelajaran

terpadu:

1. Sesuai dengan cara pandang siswa dalam memperhatikan atau

mempelajari aspek kehidupan

2. Pembelajaran terpadu memungkinkan untuk melihat keterkaitan dan

hubungan dari setiap mata pelajaran yang bias jadi memang berdekatan

3. Dapat memfasilitasi irama proses belajar siswa, sehingga gaya dan

tingkatan proses belajar siswa tidak selalu dihambat dengan adanya mata

pelajaran yang secara komstan selalu berganti

4. Siswa mendapat kesempatan untuk mengikuti lingkaran proses belajar

mereka sendiri

2. Prinsip Pembelajaran Terpadu

Menurut Ujang Sukandi, dkk 2001:109 (dalam Karjito, 2006:12),

pembelajaran terpadu memiliki satu tema actual, dekat dengan dunia siswa,

dan dikaitkan dengan kehidupan sehari-hari. Tema ini menjadi alat

pemersatu materi yang beragam dari beberapa materi pelajaran.

Miftakhur Rizki/ 117855028 23

Page 20: 05. Bab II (Pembahasan)

Pengajaran terpadu perlu memiliki materi beberapa mata pelajaran

yang mungkin saling terkait. Dengan demikian, materi yang dipilih dapat

mengungkapkan tema secara bermakna. Mungkin terjadi, ada materi

pengayaan dalam bentuk contoh aplikasi yang tidak termuat dalam

kurikulum. Tetapi ingat, penyajian materi pengayaan seperti itu perlu

dibatasi dengan mengacu pada tujuan pembelajaran.

Pengajaran terpadu tidak boleh bertentangan dengan tujuan

kurikulum yang berlaku, tetapi sebaliknya pembelajaran terpadu harus

mendukung pencapaian tujuan pembelajaran yang termuat dalam

kurikulum. Materi pembelajaran yang dapat dipadukan dalam satu

pertemuan perlu mempertimbangkan karakteristik siswa, seperti minat,

kemampuan, kebutuhan, dan pengetahuan awal. Materi pelajaran yang

dipadukan tidak perlu dipaksakan. Artinya materi yang tidak mungkin

dipadukan tidak usah dipadukan.

F. Pembelajaran Terpadu Membantu Siswa Menemukan Belajar Bermakna

Melalui Kehidupan Nyata Siswa

Secara psikologis dan sosiologis, pertumbuhan dan perkembangan

intelektual, sosio-emosional, dan fisik peserta didik terjadi secara integral

(terpadu). Ini berarti bahwa proses pendidikan dan pembelajaran harus

dilakukan secara terpadu, sehingga membantu peserta didik tumbuh dan

berkembang sebagai individu yang utuh.

Cara pengemasan pengalaman belajar yang dirancang guru sangat

berpengaruh terhadap kebermaknaan pengalaman lapangan bagi peserta didik.

Pengalaman belajar yang lebih menunjukkan kaitan unsur-unsur konseptual

menjadikan proses pembelajaran lebih efektif. Kaitan konseptual yang

dipelajari dengan sisi bidang studi yang relevan akan membentuk skema,

sehingga peserta didik akan memperoleh keutuhan dan kebulatan pengetahuan.

Perolehan keutuhan belajar, pengetahuan, serta kebulatan pandangan tentang

kehidupan dan dunia nyata hanya dapat direfleksikan melalui pembelajaran

terpadu. Pembelajaran terpadu sangat diperlukan terutama untuk Sekolah

Miftakhur Rizki/ 117855028 24

Page 21: 05. Bab II (Pembahasan)

Dasar, karena pada jejang ini peserta didik menghayati pengalamannya masih

secara totalitas serta masih sulit menghadapi penilaian yang artifisial.

Pembelajaran terpadu lebih menekankan pada keterlibatan siswa dalam

proses belajar secara aktif, sehingga siswa dapat memperoleh pengalaman

langsung dan terlatih untuk dapat menemukan sendiri berbagai pengetahuan

dan keterampilan yang dipelajarinya. Melalui pengalaman langsung, siswa

akan memahami konsep-konsep yang mereka pelajari dan

menghubungkannaya dengan konsep lain yang telah dipahami sebelumnya.

Teori pembelajaran ini dimotori para tokoh psikologi Gestalt termasuk Piaget

yang menekankan bahwa pembelajaran haruslah bermakna dan berorientasi

pada kebutuhan dan perkembangan anak.

Sesuai dengan tahapan perkembangan anak, karakteristik cara anak

belajar, konsep belajar, dan pembelajaran bermakna, maka kegiatan

pembelajaran siswa sekolah dasar sebaiknya dilakukan dengan pembelajaran

terpadu.

Bagi siswa SD, belajar akan lebih bermakna jika apa yang dipelajari

berkaitan dengan pengalaman hidupnya sehingga mereka dapat memandang

suatu objek yang ada di lingkungannya dengan segera. Dengan pemahaman

seperti ini maka pendekatan yang digunakan dalam proses belajar adalah

pendekatan kurikulum terpadu dimana berbagai materi akan dipadukan

menjadi sajian materi yang kemudian akan diberikan kepada siswa.

Pembelajaran terpadu merupakan paket pengajaran yang menghubungkan

berbagai konsep dari beberapa disiplin ilmu. Metode pembelajaran terpadu

berorientasi pada keaktifan siswa, pengetahuan awal siswa sangat membantu

dalam memahami konsep dan keberhasilan belajar.

Teori konstruktivisme menyatakan bahwa setiap individu menciptakan

makna dan pengertian baru berdasarkan interaksi antara apa yang telah

dimiliki, diketahui dan dipercayai dengan fenomena, ide atau informasi baru

yang dipelajari. Piaget menjelaskan bahwa setiap siswa membawa pengertian

dan pengetahuan awal yang sudah dimilikinya ke dalam setiap proses belajar

yang harus ditambahkan, dimodifikasi, diperbaharui, direvisi, dan diubah oleh

Miftakhur Rizki/ 117855028 25

Page 22: 05. Bab II (Pembahasan)

informasi yang dijumpai dalam proses belajar. Pembelajaran terpadu

memungkinkan terbentuknya semacam jalinan antar skemata yang dimiliki

peserta didik, hal ini akan berdampak kepada kebermaknaan materi yang

dipelajari, dengan demikian akan mengakibatkan kegiatan belajar lebih

fungsional, peserta didik mampu menerapkan perolehan belajarnya untuk

memecahkan masalah-masalah yang nyata dalam kehidupan sehari-hari.

Miftakhur Rizki/ 117855028 26