bab ii pembahasan (po)

Upload: kokom-komalasari

Post on 17-Jul-2015

48 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Dalam kehidupan sering ditemukan banyak manusia yang melakukan pekerjaan dengan gigih, dan banyak pula yang santai. Manusia berbeda-beda dalam melewati setiap detik dalam kehidupannya. Perbedaan perilaku manusia dalam melewati perjalannya hidup masingmasing. Perbedaan perilaku manusia dalam menyikapi waktu tersebut merupakan gejalagejala kejiwaan yang menarik perhatian. Misalkan seorang petani yang bekerjabegitu gigih disawah,sementara di tempat lain ada banyak pemuda pengangguran yang hanya duduk merenungi nasib. Perbedaan tersebut secara psikologi adalah persoalan yang harus dipecahkan.Mengapa mereka melakukan hal-hal tersebut? Apa yang mempengaruhi jiwa mereka sehingga terlahir prilaku yang berbeda-beda? Dalam kajian psikologi,sesuatu yang terdapat di balik dilakukannya sebuah sikap atau perilaku manusia adalah sesuatu yang di kenal dengan istilah motivasi. B. Rumusan Masalah Adapun rumusan masalah yang akan dibahas dalam makalah ini adalah sebagai berikut : 1. Apa yang dimaksud dengan motivasi kerja? 2. Adakah pengaruh motivasi kerja dengan peningkatan prestasi kerja? 3. Bagaimana cara meningkatkan motivasi kerja? C. Tujuan Penulisan makalah ini bertujuan untuk mengetahui pengertian tentang motivasi kerja serta pengeruhnya terhadap peningkatan prestasi kerja. D. Manfaat Adapun manfaat dari dibuatnya makalah ini adalah sebagai berikut : 1. Mahasiswa dapat mengetahui tentang pengertian motivasi kerja dan pengeruhnya terhadap peningkatan prestasi kerja. 2. Mahasiswa dapat mengetahui teori-teori yang dikemukakan oleh para ahli tentang perkembangan motivasai dalam diri individu.

1

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian dan Proses Motivasi Kerja Motivasi adalah suatu proses dimana kebutuhan-kebutuhan mendorong seseorang untuk melakukan serangkaian kegiatan yang mengarah pada tercapainya tujuan tertentu yang jika berhasil dicapai akan memuaskan atau memenuhi kebutuhan-kebutuhan tersebut. Dengan kebutuhan dimaksudkan suatu keadaan dalam diri (internal state) yang menyebabkan hasil atau keluaran-keluaran tertentu menjadi menarik. Contohnya rasa haus (kebutuhan untuk minum) menyebabkan kita tertarik pada air. Dari paparan definisi di atas, dapat dikatakan bahwa motivasi itu adalah sesuatu yang ada dalam diri seseorang, yang mendorong orang tersebut untuk bersikap dan bertindak guna mencapai tujuan tertentu. Menurut Abdurahman Saleh dalam bukunya, motivasi adalah aspiration, ambission, or purpose. Motive initiable behavior. Motivation is a term which refered set or drive within the organism which impel to action. (Henry E. Garret, General Psychology). Adapun proses motivasi dapat dilihat pada Gambar 1.1 sebagai berikut: Kelompok kebutuhan yang belum dipuaskan Ketegangan Dorongan-dorongan

Reduksi dari ketegangan

Tujuan telah tercapai (kebutuhan yang telah dipuaskan)Gambar 1.1. Proses Motivasi

Melakukan serangkaian kegiatan (perilaku mencari)

B. Motivasi Kerja dan Prestasi Kerja Kerja merupakan sesuatu yang dibutuhkan oleh manusia. Kebutuhan itu bisa bervariasi dan berkembang, bahkan seringkali tidak disadari. Seseorang bekerja karena ada sesuatu yang hendak dicapainya dan berharap bahwa pekerjaan tersebut dapat membawa kepada keadaan yang lebih memuaskan dari keadaan yang sebelumnya. Dalam

2

sebuah kantor atau perusahaan, bekerja adalah aktivitas rutin dan wajib dilaksanakan. Kerja merupakan aktivitas dasar yang dijadikan esensial bagi kehidupan manusia. Motivasi kerja adalah dorongan tingkah laku yang menuntut atau mendorong seseorang untuk melakukan pekerjaan dengan baik sehingga tujuan yang hendak dicapai dapat diraih dan menghasilkan prestasi kerja. Kaitan motivasi kerja dengan unjuk kerja (performance) dapat diungkapkan sebagai hasil dari interaksi antara motivasi kerja, kemampuan (abilities), dan peluang (opportunities). Adapun rumusnya adalah sebagai berikut: Unjuk Kerja = f Motivasi Kerja x Kemampuan x Peluang Motivasi kerja mempunyai pengaruh kepada prestasi kerja. Apabila motivasi kerja rendah, maka prestasi kerjanya akan rendah meskipun kemampuannya ada dan baik, serta peluangnya pun tersedia. Misalnya seorang sarjana pendidikan bekerja di suatu sekolah internasional (peluang ada dan memiliki kemampuan yang diperlukan). Namun suasana, hubungan antar guru, dan kebijakan sekolah dirasakan kurang sesuai, maka semangat kerjanya menurun dengan hasil prestasi kerjanya yang kurang. Sebaliknya apabila motivasi kerja tinggi, peluang ada, keahliannya dalam bidangnya pun ditingkatkan, maka prestasi kerjanya pun akan meningkat. Motivasi kerja seseorang dapat bercorak proaktif atau reaktif. Pada motivasi kerja yang proaktif, orang akan berusaha untuk meningkatkan kemampuannya sesuai dengan tuntutan pekerjaan atau berusaha mencari peluang dimana ia dapat menggunakan kemampuannya agar dapat berprestasi tinggi. Sebaliknya, pada motivasi kerja reaktif, seseorang cenderung menunggu upaya atau tawaran dari lingkungannya. Dengan kata lain, seseorang dengan motivasi seperti ini baru akan mau bekerja apabila didorong atau dipaksa untuk bekerja.

C. Teori-teori Motivasi Banyak teori moativasi yang telah dikembangkan. Adapun teori-teori motivasi tersebut adalah teori motivasi isi dan teori motivasi proses. 1. Teori Motivasi Isi Teori ini merupakan teori yang berkeyakinan tentang adanya kondisi internal dalam individu yang menekankan pada apa yang memotivasi tenaga kerja. Adapun teori ini dibagi menjadi empat teori yaitu sebagai berikut;3

a) Teori Tata Tingkat Kebutuhan Teori ini dikembangkan oleh Maslow. Teori ini menyebutkan bahwa kondisi manusia berada dalam kondisi mengejar yang bersinambung. Jika satu kebutuhan dipenuhi, langsung kebutuhan tersebut diganti oleh kebutuhan yang lain. Hal tersebut berlangsung nonstop sejak lahir sampai meninggal. Adapun hierarki kebutuhan tersebut dapat dilihat pada Gambar 1.2 berikut:

Kebutuhan Tingkat Tinggi

Kebutuhan Aktualisasi Diri Kebutuhan Harga Diri

Kebutuhan Tingkat Rendah

Kebutuhan Sosial

Kebutuhan Rasa Aman Kebutuhan Fisiologis

Gambar 1.2. Tata Tingkat Kebutuhan Maslow

1. Kebutuhan fisiologikal adalah kebutuhan yang timbul berdasarkan kondisi fisik atau badan kita, misalnya kebutuhan makan minum dan menghirup oksigen. 2. Kebutuhan rasa aman mencakup kebutuhan untuk dilindungi dari bahaya ancaman fisik. 3. Kebutuhan sosial mencakup memberi dan menerima persahabatan, cinta kasih dan rasa saling memiliki. 4. Kebutuhan harga diri (esteem needs) yaitu meliputi kepercayaan diri, kompetensi, dan yang menyangkut dengan reputasi dan status. 5. Kebutuhan aktualisasi diri yaitu kebutuhan untuk melakukan pekerjaan sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya.

4

b) Teori Eksistensi Relasi Pertumbuhan Teori ini dikenal dengan teori ERG (Existence, Relatedness, dan Growth Needs) yang dikembangkan oleh Alderfer. Teori ini oleh Alderfer dikelompokkan menjadi tiga kelompok kebutuhan yaitu sebagai berikut: 1. Kebutuhan eksistensi (existence needs), merupakan kebutuhan akan subtansi material seperti keinginan memperoleh makanan, air, perumahan, uang dan mobil. Kebutuhan ini mencakup kebutuhan fisiologikal dan kebutuhan rasa aman dari Maslow. 2. Kebutuhan hubungan (relatedness needs), merupakan kebutuhan membagi pikiran dan perasaan dengan orang lain serta kebutuhan berkomunikasi secara terbuka sehingga memiliki hubungan yang bermakna dengan keluarga, teman, dan rekan kerja. Kebutuhan ini mencakup kebutuhan sosial dari Maslow. c) Teori Dua Faktor Teori yang dikembangkan oleh Herzberg ini menemukan bahwa faktor-faktor yang menimbulkan kepuasan kerja berbeda dengan faktor-faktor yang menimbulkan ketidakpuasan kerja. Faktor yang menimbulkan kepuasan kerja disebut faktor motivator yang merupakan faktor intrinsik dari pekerjaan yaitu (1) tanggung jawab, (2) kemajuan, (3) pekerjaan itu sendiri, (4) pencapaian, dan (5) pengakuan. Sedangkan faktor yang menimbulkan ketidakpuasan kerja disebut hygiene yang merupakan faktor ekstrinsik pekerjaan yang meliputi (1) administrasi dan kebijakan perusahaan, (2) penyeliaan, (3) gaji, (4) hubungan natrapribadi, dan (5) kondisi kerja. Faktor-faktor yang termasuk dalam kelompok faktor motivator cenderung merupakan faktor yang menimbulkan motivasi kerja yang bercorak proaktif, sedangkan faktor hygiene cenderung menghasilkan motivasi kerja yang bercorak reaktif. d) Teori Motivasi Berprestasi (Achievement Motivation) Teori yang dikembangkan oleh David McClelland ini meneliti tentang kebutuhan untuk berprestasi (need for achievement), kebutuhan untuk berkuasa (need for power), dan kebutuhan untuk berafiliasi (need for affiliation). Kebutuhan untuk Berprestasi (Need for Achievement) adalah dorongan yang ada pada mereka yang lebih mengejar prestasi pribadi daripada imbalan keberhasilan serta mereka yang bergairah untuk melakukan sesuatu yang lebih baik dan efisien dibandingkan hasil sebelumnya. Seseorang yang memiliki kebutuhan untuk berprestasi yang tinggi lebih menyukai pekerjaan-pekerjaan yang memiliki tanggung5

jawab pribadi, memperoleh balikan (feedback), serta pekerjaannya memiliki resiko tugas dengan derajat kesulitan menengah (moderat). Kebutuhan untuk Berkuasa (Need for Power) adalah adanya keinginan yang kuat untuk mengendalikan orang lain, mempengaruhi orang lain, dan memiliki dampak terhadap orang lain. Seseorang dengan kebutuhan untuk berkuasa yang besar menyukai pekerjaan dimana ia menjadi pimpinan dan berupaya mempengaruhi orang lain. Kebutuhan untuk Berafiliasi (Need for Afilliation). Seseorang dengan kebutuhan untuk berafiliasi yang tinggi ialah orang yang berusaha mendapatkan persahabatan. Mereka lebih menyukai situasi kooperatif dan kompetitif serta menginginkan hubungan yang saling pengertian dalam derajat yang tinggi.

2. Teori Motivasi Proses Teori ini merupakan teori yang memusatkan perhatiannya pada bagaimana proses motivasi berlangsung. Adapun teori ini dibagi menjadi empat kelompok teori yaitu sebagai berikut: a) Teori Pengukuhan (Reinforcement Theory) Teori ini mempunyai dua aturan pokok yaitu aturan pokok yang berhubungan dengan pemerolehan jawaban-jawaban yang benar, dan aturan pokok lainnya berhubungan dengan pemerolehan jawaban-jawaban yang salah. Pemerolehan dari satu perilaku menuntut adanya satu pengukuhan sebelumnya. Pengukuhan dapat terjadi positif (pemberian ganjaran untuk satu jawaban yang diinginkan) atau negatif (menghilangkan satu rangsang aversif jika jawaban yang dinginkan telah diberikan). Pemerolehan timbul cepat jika pengukuhan diberikan secara bersinambungan. Namun, dalam kehidupan sehari-hari pemberian pengukuhan pada umumnya berjalan tersendat-sendat. Pengukuhan yang tersendat seperti ini berakibat pemerolehan yang lebih lambat. Menurut aturan pokok teori ini jawaban-jawaban yang tidak dikukuhkan atau yang dihukum akan hilang. Untuk penghilangan jawaban yang salah tidak disarankan untuk menggunakan hukuman karena adanya akibat sampingan, yaitu memungkinkan timbulnya rasa ketakutan dan rasa permusuhan. Pada dasarnya teori pengukuhan ini didasarkan pada asumsi bahwa corak motivasi kerja adalah reaktif. Melalui proses pengukuhan tertentu, yang merupakan proses pembelajaran, individu diajarkan untuk memiliki motivasi kerja yang lebih proaktif.6

b) Teori Penetapan Tujuan (Goal Setting Theory) Aturan dasar dari teori ini adalah penetapan dari tujuan secara sadar. Menurut Locke, tujuan-tujuan yang cukup sulit akan menghasilkan unjuk kerja yang lebih tinggi daripada tujuan-tujuan yang tidak khusus dan mudah dicapai. Manajemen Berdasarkan Sasaran (Management By Objectives = MBO) menggunakan teori penetapan tujuan ini. Berdasarkan tujuan-tujuan perusahaan, secara berurutan, disusun tujuan-tujuan untuk divisi, bagian sampai satuan kerja yang terkecil untuk diakhiri penetapan sasaran kerja untuk setiap karyawan dalam kurun waktu tertentu. Seorang individu yang bercorak proaktif, ia akan memiliki ikatan besar untuk berusaha mencapai tujuan-tujuan yang telah ia tetapkan. Sebaliknya, individu yang bercorak reaktif, saat diberi tugas untuk menetapkan tujuan-tujuan kerjanya, ia tidak memiliki ikatan besar untuk berusaha dalam mencapai tujuan-tujuan tersebut. c) Teori Harapan (Expectancy) Sejak dikembangkan oleh Vroom, teori ini lebih lanjut dikembangkan oleh Porter dan Lawler. Menurut Lawler, teori ini mengajukan empat asumsi yaitu: 1. Orang mempunyai pilihan-pilihan antara berbagai hasil-keluaran yang secara potensial dapat mereka gunakan. Dengan demikian, setiap hasil-keluaran alternatif mempunyai harkat (valence = V), yang mengacu pada ketertarikannya bagi seseorang. Hasil keluaran alternative juga disebut tujuan-tujuan pribadi (personal goals), dapat disadar atau tidak oleh yang bersangkutan. Jika disadari, maknanya serupa dengan penetapan tujuan-tujuan. Jika tidak disadari, motivasi kerjanya lebih bercorak reaktif. 2. Orang mempunyai harapan-harapan tentang kemungkinan bahwa upaya (effort = E), mereka akan mengarah ke perilaku unjuk kerja (performance = P) yang dituju. Ini diungkapkan sebagai harapan E-P. 3. Orang mempunyai harapan-harapan tentang kemungkinan bahwa hasil-hasil keluaran (outcomes = O) tertentu akan diperoleh setelah unjuk kerja (P) mereka. Ini diungkapkan dalam rumus P-O. 4. Dalam setiap situasi, tindakan-tindakan dan upaya yang berkaitan dengan tindakan-tindakan di atas yang dipilih oleh seseorang untuk dilaksanakan dan ditentukan oleh harapan-harapan serta pilihan-pilihan yang dimiliki orang pada saat itu. Lawler menyatakan rumus besar kecilnya motivasi seseorang sebagai berikut:7

Indeks Motivasi = { (E-P) x (P-O)(V) } Menurut Lawler, faktor-faktor yang menentukan E-P ialah harga diri atau kepercayaan diri, pengalaman dalam situasi serupa dan aktual, serta komunikasi dari orang lain. Sedangkan besar kecilnya harapan (P-O) juga ditentukan oleh faktor pengalaman dalam situasi serupa, ketertarikan dari hasil-keluaran, kepercayaan dalam kendali internal melawan eksternal, harapan-harapan, situasi akutal dna komunikasi dari ornag lain. Komponen ketiga dari model Lawler ialah harkat atau valence (V) yang mencerminkan bagaimana perasaan Anda terhadap berbagai hasil-keluaran. Hasil-keluaran akan positif jika Anda lebih ingin mencapainya daripada tidak ingin mencapainya. Sebaliknya, akan negatif jika tidak memerdulikan hasil-keluarannya.

d) Teori Keadilan (Equity Theory) Teori ini yang dikembangkan oleh Adams ini berasumsi jika orang melakukan pekerjaannya dengan imbalan gaji, mereka memikirkan tentang apa yang mereka berikan pada pekerjaannya (masukan) dan apa yang mereka terima untuk keluaran kerja mereka. Masukan adalah segala sesuatu yang dianggap oleh tenaga kerja sebagai yang patut menerima imbalan seperti pendidikan, jam kerja, dan pengalaman kerja. Sedangkan keluaran adalah segala jenis hal yang dipersepsikan orang sebagai imbalan terhadap upaya yang diberikan seperti gaji, tunjangan-tunjangan, dan penghargaan. Teori ini mempunyai empat asumsi dasar sebagia berikut: 1. Orang berusaha untuk menciptakan dan mempertahankan satu kondisi keadilan. 2. Jika dirasakan adanya kondisi ketidakadilan, kondisi ini menimbulkan ketegangan yang memotivasi orang untuk menguranginya. 3. Makin besar persepsi ketidakadilan, makin besar motivasinya unutk bertindak mengurangi kondisi ketegangan itu. 4. Orang akan mempersepsikan ketidakadilan yang tidak menyenangkan lebih cepat daripada ketidakadilan yang menyenangkan. Menurut Lawler, corak motivasi kerja pada teori ini bersifat proaktif.

8

D. Cara Meningkatkan Motivasi Kerja Motivasi kerja dapat ditingkatkan dari peran pemimpin, peran diri sendiri, dan peran organisasi. 1. Peran Pemimpin/Atasan Ada dua cara pokok untuk meningkatkan motivasi kerja berdasarkan peran pemimpin yaitu: a) Bersikap Keras Dengan memaksakan tenaga kerja untuk bekerja keras dengan memberikan ancaman, maka tenaga kerja, apabila tidak dapat menghindari diri dari situasi yang mengancam tersebut akan bekerja keras. Misalnya, seorang atasan menegakkan disiplin kerja sehingga menuntut bawahannya untuk selalu datang tepat waktu serta akan menghukum mereka yang datang tidak tepat waktu. Jika bawahan merasa tidak dapat keluar dari perusahaannya (karena sulitnya mencari pekerjaan) maka ia akan berusaha untuk selalu disiplin datang tepat waktu. Model ini digunakan dalam gaya kepemimpinan yang lebih berorientasi pada tugas untuk memotivasi tenaga kerjanya. Apabila tenaga kerja menjunjung tinggi ketaatan pada atasan, maka ia akan melakukan pekerjaannya sebagai kewajiban dan tidak merasa dipaksa untuk bekerja, dan prestasi kerjanya pun akan bagus. b) Memberi Tujuan yang Bermakna Bersama-sama dengan tenaga kerja yang bersangkutan ditemukan tujuan-tujuan yang bermakna sesuai dengan kemampuannya yang dapat dicapai melalui prestasi kerja. Pada umumnya, sasaran tenaga kerja yang ingin dicapai dengan bekerja pada perusahaan berjumlah lebih dari satu. Atasan perlu mengenali sasaran-sasaran yang bernilai tinggi dari bawahannya agar dapat membantu bawahan untuk mencapainya sehingga dapat memotivasi mereka. Model ini digunakan dalam gaya kepemimpinan situasional Participating serta kepemimpinan transformasional dan transaksional. 2. Peran Diri Sendiri Orang-orang tipe X menurut teori McGregor memiliki motivasi kerja yang bercorak reaktif. Mereka harus dipaksa terlebih dahulu untuk bekerja. Bekerja dipandang sebagia satu kegiatan yang harus dilakukan agar memperoleh gaji untuk membiayai hidup. Sistem nilai seperti ini harus diubah. Nilai bekerja adalah mulia, bekerja adalah ibadah, hasil kerja yang bermutu harus dimiliki oleh setiap tenaga kerja. Tenaga kerja tipe X perlu diubah menjadi tenaga kerja tipe Y yang memiliki motivasi kerja proaktif.9

Selling dan

Kepemimpinan transformasional dan transaksional dapat membantu tenaga kerja untuk memiliki motivasi kerja proaktif. 3. Peran Organisasi Berbagai kebijakan dan peraturan dapat mendorong motivasi kerja tenag kerja. Gugus Kendali Mutu (GKM = Quality Circle) merupakan satu kebijakan yang dituangkan ke dalam berbagai peraturan yang mendasari kegiatan dan yang mengatur pertemuan pemecahan masalah dalam kelompok kecil, khususnya kelompok pekerja (operator). Gerakan GKM yang berasal dari Jepang ini dibawa oleh orang Jepang yang bekerja di perusahaan Jepang-Indonesia. Di Indonesia GKM dilaksanakan di luar jam kerja dengan perbedaan para pekerja yang mengikuti kegiatan ini memperoleh upah lembur (di Jepang tidak karena bersifat sukarela). Gerakan GKM ini mampu memotivasi para pekerja. Kebijakan lain untuk memotivasi pekerja ialah kebijakan di bidang imbalan keuangan selain gaji, diberi juga tambahan penghasilan (insentif) yang besarnya ditetapkan berdasarkan peraturan perusahaan masing-masing.

10

BAB III PENUTUP

A. KESIMPULAN Motivasi itu adalah sesuatu yang ada dalam diri seseorang, yang mendorong orang tersebut untuk bersikap dan bertindak guna mencapai tujuan tertentu. Motivasi kerja adalah dorongan tingkah laku yang menuntut atau mendorong seseorang untuk melakukan pekerjaan dengan baik sehingga tujuan yang hendak dicapai dapat diraih dan menghasilkan prestasi kerja Motivasi kerja seseorang dapat bercorak proaktif atau reaktif. Proaktif orang akan berusaha untuk meningkatkan kemampuannya sesuai dengan tuntutan pekerjaan atau berusaha mencari peluang dimana ia dapat menggunakan kemampuannya agar dapat berprestasi tinggi. Reaktif seseorang cenderung menunggu upaya atau tawaran dari lingkungannya. Teori-teori motivasi, yaitu Teori Motivasi Isi dan Teori Motivasi Proses.

11