bab ii landasan teori -...
TRANSCRIPT
11
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Pendidikan Karakter
2.1.1 Pengertian Pendidikan Karakter
Karakter berasal dari bahasa Yunani yang berarti
“to mark” atau menandai dan memfokuskan bagimana
mengaplikasikan nilai kebaikan dalam bentuk tindakan
atau tingkah laku (Zainal dan Sujak, 2011:2). Secara
etimologis, kata karakter bisa berarti tabiat, sifat-sifat
kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan
seseorang dengan yang lain, atau watak (Marzuki,
2011:73)
Menurut Hill, (2002) dalam Wanda Chrisiana
(2005:84) “Character determines someone’s private
thoughts and someone’s actions done. Good character is
the inward motivation to do what is right, according to
the highest standard of behaviour, in every situation”.
(Karakter menentukan pikiran pribadi seseorang dan
tindakan yang dilakukan seseorang. Karakter yang baik
adalah motivasi ke dalam untuk melakukan apa yang
benar, sesuai dengan standar tertinggi dari perilaku
dalam setiap situasi).
12
Suyanto (dalam Noeng Muhadjir dan Burhan
Nurgiantoro, 2011:27) mengartikan bahwa karakter
sebagai cara berpikir dan berperilaku yang menjadi ciri
khas tiap individu untuk hidup dan bekerjasama baik
dalam lingkungan keluarga, masyarakat, bangsa, dan
Negara. Individu yang berkarakter baik adalah individu
yang bisa membuat keputusan dan siap
bertanggungjawab akibat dari keputusan yang
dibuatnya.
Dari beberapa pendapat di atas maka peneliti
menyimpulkan bahwa karakter adalah ciri khas
seseorang atau individu, perilaku seseorang dalam
lingkungan, baik itu dalam keluarga dan lingkungan,
atau dapat diartikan sebagai penilaian terhadap
baiknya seseorang.
Menurut pendapat Ramli (2003:16), pendidikan
karakter pada dasarnya memiliki esensi atau makna
yang sama dengan apa yang disebut mengenai
pendidikan moral dan pendidikan akhlak. Tujuannya
dari pemberian pendidikan karakter adalah membentuk
pribadi anak, agar menjadi manusia yang baik, warga
masyarakat, serta warga negara yang baik. Mengenai
kriteria manusia yang baik, warga masyarakat yang
baik, serta warga negara yang baik bagi bangsa, secara
umum adalah nilai-nilai sosial tertentu, yang
dipengaruhi oleh budaya masyarakat dan bangsanya.
13
Oleh sebab itu, hakikat dari pendidikan karakter dalam
konteks pendidikan yang diajarkan di Indonesia adalah
pendidikan nilai, yaitu pendidikan nilai-nilai luhur yang
berasal dari budaya bangsa Indonesia sendiri, dalam
rangka membina kepribadian generasi muda yang ada
saat ini.
Pendidikan karakter dimaknai dengan suatu
sistem penanaman nilai-nilai karakter kepada warga
sekolah yang meliputi komponen pengetahuan,
kesadaran, atau kemauan, dan tindakan untuk
melaksanakan nilai-nilai tersebut baik terhadap Tuhan
Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama, lingkungan,
maupun kebangsaan sehingga menjadi manusia insan
kamil (Samani dan Hariyanto, 2011:46). Sedangkan
Wibowo (2012:36) mendefinisikan pendidikan karakter
dengan pendidikan yang menanamkan dan
mengembangkan karakter-karakter luhur kepada anak
didik, sehingga mereka memiliki karakter luhur itu,
menerapkan dan mempraktikkan dalam kehidupannya
baik di keluarga, masyarakat, dan negara.
Sementara itu, Berkowitz dan Bier (2005:7)
berpendapat bahwa pendidikan karakter merupakan
penciptaan lingkungan sekolah yang membantu peserta
didik dalam perkembangan etika, tanggung jawab
melalui model dan pengajaran karakter yang baik
melalui nilai-nilai universal. Karakter sebagai cara
14
berpikir dan berperilaku yang menjadi ciri khas tiap
individu untuk hidup dan bekerjasama baik dalam
lingkungan keluarga, masyarakat, bangsa, dan Negara.
Individu yang berkarakter baik adalah individu yang
bisa membuat keputusan dan siap bertanggung jawab
akibat dari keputusan yang dibuatnya, (Noeng Muhadjir
dan Burhan Nurgiantoro, 2011: 27).
Pendidikan karakter merupakan bagian integral
yang sangat penting dari pendidikan di Indonesia, yang
dapat dimaknai sebagai suatu pendidikan nilai,
pendidikan moral, pendidikan budi pekerti, pendidikan
watak yang mempunyai tujuan untuk mengembangkan
kemampuan siswa untuk memberikan keputusan baik
serta buruk, memelihara apa saja yang baik dan
mewujudkan kebaikan tersebut kedalam kehidupan
sehari-hari mereka dengan sepenuh hati, sehingga
akan terbentuk manusia seutuhnya yang berkarakter
dalam dimensi raga, pikir, hati, rasa serta karsa
Abidinsyah, (2011:3).
Pendidikan karakter adalah investasi mengenai
nilai kultural yang membangun watak, moralitas serta
kepribadian masyarakat yang dilakukan dengan proses
yang memakan waktu yang panjang, berkelanjutan,
intens, konstan dan tentunya konsisten. Oleh sebab itu
pendidikan karakter memberikan kepada peserta didik
mengenai ilmu, pengetahuan, praktik-praktik budaya
15
perilaku yang berorientasi kepada nilai-nilai ideal
dikehidupan, yang bersumber dari budaya lokal
(kearifan lokal) dan juga budaya luar (Indra, 2010:27).
Dari beberapa pengertian mengenai pendidikan
karakter maka peneliti menyimpulkan bahwa
pendidikan karakter adalah upaya terencana
menjadikan peserta didik mengenal, peduli, dan
mengiternalisasikan nilai-nilai menjadi pribadi yang
luhur. Dengan adanya pendidikan karakter diharapkan
dapat meningkatkan mutu penyelenggaraan dan hasil
pendidikan yang mengarah pada pencapaian
pembentukan karakter dan akhlak mulia bagi peserta
didik.
2.1.2 Tujuan Pendidikan Karakter
Pendidikan karakter mempunyai tujuan
penanaman nilai dalam diri siswa dan pembaruan tata
kehidupan bersama yang lebih menghargai kebebasan
individu. Selain itu meningkatkan mutu
penyelenggaraan dan hasil pendidikan di sekolah yang
mengarah pada pencapaian pembentukan karakter dan
akhlak mulia peserta didik secara utuh, terpadu, dan
seimbang sesuai dengan standar kompetensi lulusan
(Asmani, 2011:42). Badan Penelitian dan
Pengembangan, Pusat Kurikulum Kementerian
Pendidikan Nasional (2010:7) Menjelaskan tujuan
pendidikan budaya dan karakter bangsa adalah:
16
1) Mengembangkan potensi kalbu/nurani peserta
didik sebagai manusia dan warga negara yang
memiliki nilai-nilai budaya dan karakter bangsa;
2) Mengembangkan kebiasaan dan perilaku peserta
didik yang terpuji dan sejalan dengan nilai-nilai
universal dan tradisi budaya bangsa yang
religius;
3) Menanamkan jiwa kepemimpinan dan tanggung
jawab peserta didik sebagai generasi penerus
bangsa;
4) Mengembangkan kemampuan peserta didik
menjadi manusia yang mandiri, kreatif,
berwawasan kebangsaan; dan
5) Mengembangkan lingkungan kehidupan sekolah
sebagai lingkungan belajar yang aman, jujur,
penuh kreativitas dan persahabatan, serta
dengan rasa kebangsaan yang tinggi dan penuh
kekuatan.
2.1.3 Nilai-Nilai Pendidikan Karakter
Karakter berasal dari nilai tentang sesuatu.
Suatu karakter melekat dengan nilai dari perilaku
seseorang. Karenanya tidak ada perilaku anak yang
tidak bebas dari nilai. Dalam kehidupan manusia,
begitu banyak nilai yang ada di dunia ini, sejak dahulu
sampai sekarang (Kesuma, 2011:11). Nilai-nilai
pendidikan karakter yang dikembangkan Kementerian
17
Pendidikan ada delapan belas karakter. Nilai-nilai
tersebut bersumber dari agama, pancasila, budaya, dan
tujuan pendidikan nasional. Adapun delapan belas nilai
tersebut yaitu: religius, jujur, toleransi, disiplin, kerja
keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu,
semangat kebangsaan, cinta tanah air, menghargai
prestasi, bersahabat/komunikatif, cinta damai, gemar
membaca, peduli lingkungan, peduli sosial, dan
tanggung jawab (Pusat Kurikulum Kementerian
Pendidikan Nasional, 2009: 9-10)
2.1.4 Faktor Yang Mempengaruhi Pendidikan
Karakter
V. Campbell dan R. Obligasi (1982) menyatakan
ada beberapa faktor yang berpengaruh dalam
pembentukan karakter seseorang:
1. Faktor keturunan
2. Pengalaman masa kanak-kanak
3. Pemodelan oleh orang dewasa atau orang yang
lebih tua
4. Pengaruh lingkungan sebaya
5. Lingkungan fisik dan sosial
6. Substansi materi di sekolah atau lembaga
pendidikan lain
7. Media massa
18
Dalam proses pembentukan karakter yang baik
perlu adanya kontrol internal dan kontrol sosial yang
menuntut individu untuk memiliki karakter positif
tertentu. Misalnya saja sebagai pendidik (guru) dalam
suatu komunitas pendidikan, dibutuhkan karakter
seperti jujur, perhatian, sabar, dan karakter positif lain
sebab pendidik dalam komunitas pendidikan berperan
sebagai teladan dan model bagi anak didiknya.
2.1.5 Penilaian Pendidikan Karakter
Penilaian pendidikan karakter pada hakikatnya
adalah evaluasi atau proses pembelajaran secara terus
menerus dari individu untuk menghayati peran dan
kebebasannya bersama dengan orang lain dalam
sebuah lingkungan sekolah demi pertumbuhan
integritas moralnya sebagai manusia. Penilaian
pendidikan karakter berkaitan erat dengan adanya
unsur pemahaman, motivasi, kehendak, dan praksis
dari individu. Pendidikan karakter menjadi semakin
bertumbuh ketika motivasi dalam diri individu menjadi
pendorong semangat bagi perilaku moralnya dalam
kebersamaan dengan orang lain. Dari hakikat inilah
kita dapat mengambil kesimpulan tentang tujuan
penilaian pendidikan karakter (Doni Koesoema, 2010:
281).
Penilaian adalah kegiatan untuk menentukan
pencapaian hasil pembelajaran, hasil pembelajaran
19
dapat dikategorikan menjadi tiga ranah, yaitu ranah
kognitif, psikomotor dan afektif. Setiap peserta didik
memiliki ranah tersebut, hanya kedalamnya tidak
sama. Ada peserta didik yang memiliki keunggulan
pada ranah kognitif, atau pengetahuan, dan ada yang
memiliki keunggulan pada ranah psikomotor atau
keterampilan. Namun, keduanya harus dilandasi oleh
ranah afektif yang baik. Pengetahuan yang dimiliki
seseorang harus dimanfaatkan untuk kebaikan
masyarakat. Demikian juga keterampilan yang dimiliki
peserta didik juga harus dilandasi oleh ranah afektif
yang baik, yaitu dimanfaatkan untuk kebaikan orang
(Noeng Muhadjir dan Burhan Nurgiantoro, 2011: 189-
190).
Lanjutnya karakter yang baik melibatkan
pemahaman, perhatian, dan bertindak sesuai dengan
nilai-nilai etika. Pendekatan yang holistik terhadap
pengembangan karakter oleh karenanya mencari untuk
mengembangkan kognitif, emosi, dan aspek perilaku
dari hidup moral. Peserta didik berkembang untuk
memahami nilai inti dengan mempelajarinya,
mendiskusikannya, mengamati model perilaku, dan
memecahkan masalah yang mencakup nilai-nilai. Jadi,
peserta didik harus paham nilai inti dan komitmen
mempraktekkannya dalam kehidupan sehari-hari
20
(Noeng Muhadjir dan Burhan Nurgiantoro, 2011:191-
192).
Dalam Badan Penelitian dan Pengembangan,
Pusat Kurikulum Kementrian Pendidikan Nasional
(2010:10) dijelaskan Untuk mengukur tingkat
keberhasilan pelaksanaan pendidikan karakter di
satuan pendidikan dilakukan melalui berbagai program
penilaian dengan membandingkan kondisi awal dengan
pencapaian dalam waktu tertentu. Penilaian
keberhasilan tersebut dilakukan melalui langkah
langkah berikut: (1) Menetapkan indikator dari nilai-
nilai yang ditetapkan atau disepakati, (2) Menyusun
berbagai instrumen penilaian, (3) Melakukan
pencatatan terhadap pencapaian indikator, (4)
Melakukan analisis dan evaluasi, (5) Melakukan tindak
lanjut.
2.2 Evaluasi Pendidikan
2.2.1 Pengertian Evaluasi Pendidikan
Evaluasi merupakan salah satu sarana penting
dalam meraih tujuan belajar mengajar. Guru sebagai
pengelola kegiatan belajar mengajar dapat mengetahui
kemampuan yang dimiliki siswa, ketepatan metode
mengajar yang digunakan, dan keberhasilan siswa
dalam meraih tujuan pembelajaran yang telah
ditetapkan melalui kegiatan evaluasi. Guru dapat
21
mengambil keputusan secara tepat dengan informasi
ini mengenai langkah apa yang harus dilakukan
selanjutnya. Informasi tersebut juga dapat memberikan
motivasi kepada siswa untuk berprestasi lebih baik.
Menurut Ratumanan (2003:1), evaluasi dapat
dinyatakan sebagai suatu proses sistematik dalam
menentukan tingkat pencapaian tujuan instruksional.
Ralp Tyler (dalam Arikunto, 2011:3) mengatakan bahwa
“Evaluasi merupakan sebuah proses pengumpulan data
untuk menentukan sejauh mana, dalam hal apa, dan
bagaimana tujuan pendidikan sudah tercapai. Menurut
Sudijono (2006:2) bahwa evaluasi pendidikan adalah: 1)
Proses/kegiatan untuk menentukan kemajuan
pendidikan, dibandingkan dengan tujuan yang telah
ditentukan; 2) Usaha untuk memperoleh informasi
berupa umpan balik (feed back) bagi penyempurnaan
pendidikan.
2.2.2 Tujuan Evaluasi
Tugas yang harus dilaksanakan pertama kali
dalam langkah perencanaan evaluasi adalah
merumuskan tujuan evaluasi yang hendak dicapai
dalam suatu proses pendidikan. Secara mendalam dan
mendetail. Djiwandono (2006:399) mengemukakan lima
tujuan utama dari kegiatan evaluasi pendidikan, yaitu:
1) Sebagai perangsang atau dorongan
22
Salah satu kegunaan evaluasi adalah untuk
memotivasi siswa agar berusaha melakukan yang
terbaik dengan memberikan angka tinggi, hadiah,
bintang kelas sebagai hadiah atas usaha dan
kerja kerasnya.
2) Umpan balik bagi siswa
Penilaian dalam evaluasi yang tetap dan teratur
akan memberikan gambaran tentang kekuatan
dan kelemahan siswa. Informasi yang diperoleh
berdasarkan hasil evaluasi ini akan membantu
siswa memperbaiki kelemahan mereka untuk
lebih sukses pada kesempatan yang akan datang.
3) Umpan balik bagi guru
Dengan pengetahuan dari evaluasi terhadap
siswanya ini, seorang guru akan mengetahui
keberhasilan atau kegagalannya dalam
memberikan pelajaran kepada siswa.
Pengetahuan akan kegagalan akan memberikan
tantangan untuk memperbaiki, dapat dengan
mengubah metode mengajarnya atau mengubah
sistematika bahan ajarnya, ataupun mengubah
sikapnya.
4) Umpan balik bagi orang tua
Evaluasi sekolah dalam bentuk buku rapor akan
disimpan orang tua sebagai laporan tentang
kegiatan anaknya selama disekolah. Apabila nilai
23
anaknya jatuh, orang tua akan mengetahui
penyebabnya sehingga dapat membantu siswa
untuk kembali belajar lebih giat lagi.
Reinforcement atau penghargaan dari orang tua
terhadap prestasi membanggakan anaknya
sangatlah dibutuhkan untuk meningkatkan
motivasi belajar anak. Oleh karena itu, antara
orang tua dan guru haruslah terjalin hubungan
kerja sama dalam upaya meningkatkan prestasi
siswa.
5) Informasi untuk seleksi
Untuk naik ke jenjang pendidikan yang lebih
tinggi, seorang siswa diwajibkan mengikuti
seleksi dengan beberapa persyaratan yang harus
dipenuhi. Melalui hasil evaluasi selama proses
pembelajaran, sekolah dapat membantu
memberikan penilaian yang seobyektif mungkin
dalam menempatkan kemampuan siswa, sesuai
atau tidak dengan persyaratan yang telah
ditetapkan.
2.3 Evaluasi Program
2.3.1 Pengertian Evaluasi Program
Evaluasi program adalah suatu rangkaian
kegiatan yang dilakukan dengan sengaja untuk melihat
tingkat keberhasilan program. Ada beberapa pengertian
24
tentang program sendiri. Dalam kamus (a) program
adalah rencana, (b) program adalah kegiatan yang
dilakukan dengan seksama. Melakukan evaluasi
program adalah kegiatan yang dimaksudkan untuk
mengetahui seberapa tinggi tingkat keberhasilan dari
kegiatan yang direncanakan (Suharsimi Arikunto,
1993:297). Menurut Tyler (1950) yang dikutip oleh
Suharsimi Arikunto dan Cepi Safruddin Abdul Jabar
(2009:5), evaluasi program adalah proses untuk
mengetahui apakah tujuan pendidikan telah
terealisasikan. Selanjutnya menurut Cronbach (1963)
dan Stufflebeam (1971) yang dikutip oleh Suharsimi
Arikunto dan Cepi Safruddin Abdul Jabar (2009:5),
evaluasi program adalah upaya menyediakan informasi
untuk disampaikan kepada pengambil keputusan.
2.3.2 Tujuan Evaluasi Program
Menurut Endang Mulyatiningsih (2011:114-115),
evaluasi program dilakukan dengan tujuan untuk:
1) Menunjukkan sumbangan program terhadap
pencapaian tujuan organisasi. Hasil evaluasi ini
penting untuk mengembangkan program yang
sama ditempat lain.
2) Mengambil keputusan tentang keberlanjutan
sebuah program, apakah program perlu
diteruskan, diperbaiki atau dihentikan.
25
Dilihat dari tujuannya, yaitu ingin mengetahui
kondisi sesuatu, maka evaluasi program dapat
dikatakan merupakan salah satu bentuk penelitian
evaluatif. Oleh karena itu, dalam evaluasi program,
pelaksana berfikir dan menentukan langkah bagaimana
melaksanakan penelitian. Menurut Suharsimi Arikunto
dan Cepi Safruddin Abdul Jabar (2009:7), terdapat
perbedaan yang mencolok antara penelitian dan
evaluasi pro gram adalah sebagai berikut:
1) Dalam kegiatan penelitian, peneliti ingin
mengetahui gambaran tentang sesuatu kemudian
hasilnya dideskripsikan, sedangkan dalam
evaluasi program pelaksanan ingin mengetahui
seberapa tinggi mutu atau kondisi sesuatu
sebagai hasil pelaksanaan program, setelah data
yang terkumpul dibandingkan dengan kriteria
atau standar tertentu
2) Dalam kegiatan penelitian, peneliti dituntut oleh
rumusan masalah karena ingin mengetahui
jawaban dari penelitiannya, sedangkan dalam
evaluasi program pelaksanan ingin mengetahui
tingkat ketercapaian tujuan pgogram, dan apabila
tujuan belum tercapai sebagaimana ditentukan,
pelaksanaan ingin mengetahui letak kekurangan
itu dan apa sebabnya.
26
2.3.3 Model Evaluasi Program
Model-model evaluasi yang satu dengan yang
lainnya memang tampak bervariasi, akan tetapi
maksud dan tujuannya sama yaitu melakukan kegiatan
pengumpulan data atau informasi yang berkenaan
dengan objek yang dievaluasi. Selanjutnya informasi
yang terkumpul dapat diberikan kepada pengambil
keputusan agar dapat dengan tepat menentukan tindak
lanjut tentang program yang sudah dievaluasi. Menurut
Kaufman dan Thomas yang dikutip oleh Suharsimi
Arikunto dan Cepi Safruddin Abdul Jabar (2009:40),
membedakan model evaluasi menjadi delapan, yaitu:
1) Goal Oriented Evaluation Model, dikembangkan
oleh Tyler.
2) Goal Free Evaluation Model, dikembangkan oleh
Scriven.
3) Formatif Summatif Evaluation Model,
dikembangkan oleh Michael Scriven
4) Countenance Evaluation Model, dikembangkan
oleh Stake.
5) Responsive Evaluation Model, dikembangkan oleh
Stake.
6) CSE-UCLA Evaluation Model, menekankan pada
“kapan” evaluasi dilakukan.
7) CIPP Evaluation Model, dikembangkan oleh
Stufflebeam.
27
8) Discrepancy Model, dikembangkan oleh Provus.
2.4 Evaluasi Program CIPP
Model yang digunakan dalam penelitian ini
adalah model pengambilan keputusan yang
dikembangkan oleh Stufflebeam yang dikenal dengan
CIPP Evaluation Model. CIPP merupakan singkatan dari
Context, Input, Process and Product. Dalam buku Riset
Terapan oleh Endang Mulyatiningsih (2011:126),
mengemukakan bahwa evaluasi CIPP dikenal dengan
nama evaluasi formatif dengan tujuan untuk
mengambil keputusan dan perbaikan program.
Keunikan model ini adalah pada setiap tipe
evaluasi terkait pada perangkat pengambil keputusan
(decision) yang menyangkut perencanaan dan
operasional sebuah program. Keunggulan model CIPP
memberikan suatu format evaluasi yang komprehensif
pada setiap tahapan evaluasi yaitu tahap konteks,
masukan, proses, dan produk. Model evaluasi CIPP
yang dikemukakan oleh Stufflebeam & Shinkfield
(1985) adalah sebuah pendekatan evaluasi yang
berorientasi pada pengambil keputusan (a decision
oriented evaluation approach structured) untuk
memberikan bantuan kepada administrator atau leader
pengambil keputusan. Stufflebeam mengemukakan
bahwa hasil evaluasi akan memberikan alternatif
pemecahan masalah bagi para pengambil keputusan.
28
Model evaluasi CIPP yang dikemukakan oleh
Stufflebeam & Shinkfield (1985) adalah sebuah
pendekatan evaluasi yang berorientasi pada pengambil
keputusan (a decision oriented evaluation approach
structured) untuk memberikan bantuan kepada
administrator atau leader pengambil keputusan.
Stufflebeam mengemukakan bahwa hasil evaluasi
akan memberikan alternatif pemecahan masalah bagi
para pengambil keputusan. Model evaluasi CIPP ini
terdiri dari 4 hal yang diuraikan sebagai berikut:
a. Contect evaluation to serve planning decision.
Seorang evaluator harus cermat dan tajam
memahami konteks evaluasi yang berkaitan
dengan merencanakan keputusan,
mengidentifikasi kebutuhan, dan merumuskan
tujuan program.
b. Inpu Evaluation structuring decision. Segala
sesuatu yang berpengaruh terhadap proses
pelaksanaan evaluasi harus disiapkan dengan
benar. Input evaluasi ini akan memberikan
bantuan agar dapat menata keputusan,
menentukan sumber-sumber yang dibutuhkan,
mencari berbagai alternatif yang akan dilakukan,
menentukan rencana yang matang, membuat
strategi yang akan dilakukan dan memperhatikan
prosedur kerja dalam mencapainya.
29
c. Process evaluation to serve implementing decision.
Pada evaluasi proses ini berkaitan dengan
implementasi suatu program. Ada sejumlah
pertanyaan yang harus dijawab dalam proses
pelaksanaan evaluasi ini. Misalnya, apakah
rencana yang telah dibuat sesuai dengan
pelaksanaan di lapangan? Dalam proses
pelaksanaan program adakah yang harus
diperbaiki? Dengan demikian proses pelaksanaan
program dapat dimonitor, diawasi, atau bahkan
diperbaiki.
d. Product evaluation to serve recycling decision.
Evaluasi hasil digunakan untuk menentukan
keputusan apa yang akan dikerjakan berikutnya.
Apa manfaat yang dirasakan oleh masyarakat
berkaitan dengan program yang digulirkan?
Apakah memiliki pengaruh dan dampak dengan
adanya program tersebut? Evaluasi hasil
berkaitan dengan manfaat dan dampak suatu
program setelah dilakukan evaluasi secara
seksama. Manfaat model ini untuk pengambilan
keputusan (decision making) dan bukti
pertanggung jawaban (accountability) suatu
program kepada masyarakat. Tahapan evaluasi
dalam model ini yakni penggambaran
(delineating), perolehan atau temuan (obtaining),
30
dan penyediakan (providing) bagi para pembuat
keputusan.
Model CIPP ini menekankan pada peran sumatif.
Oleh karena itu, dalam evaluasi hasil model CIPP
memberikan posisi penting bagi peran sumatif.
Informasi yang dihasilkan evaluasi hasil CIPP
digunakan untuk menentukan apakah suatu program
harus diganti, revisi atau dihentikan Penggunaan model
CIPP (Contexs, Input, Process, Product) yaitu:
Tahap I
Evaluasi pada aspek 1 dan 2 (contexs dan input)
dilakukan dengan melihat pada perencanaan program
serta data yang ada disekolah berkaitan dengan
pendidikan karakter. Dari pengembangan kurikulum
yang dilaksanakan terintegrasi pendidikan karakter
dalam setiap matapelajaran serta pembiasaan yang
dilakukan.
Tahap II
Evaluasi proses dilakukan dengan mengobservasi
proses sesuai kriteria-kriteria tertentu, termasuk
didalamnya evaluasi terhadap metode dan strategi
pembelajaran.
31
Tahap III
Evaluasi hasil (product evaluation) adalah tahap
akhir dan paling penting karena hasil belajar adalah
tujuan yang telah ditetapkan maka instrumennya
ditetapkan berdasarkan domain yang menjadi tujuan
proses tertentu.
32
2.5 Penelitian Relevan
Penelitian yang dilakukan oleh Stovika Eva
Darmayanti tahun 2013 yang berjudul Evaluasi
Program Pendidikan Karakter di Sekolah Dasar
Kabupaten Kulon Progo. Kesimpulan dari penelitian ini
adalah: (1)kesiapan sekolah dasar di Kabupaten Kulon
Progo untuk mengimplementasikan pendidikan
karakter baik, dinilai dari kurikulum yang telah
terintegrasi pendidikan karakter, namun masih kurang
dalam hal pengelolaan sarana prasarana pendukung
dan banyak guru memerlukan lebih banyak
pengetahuan dan keterampilan tentang pendidikan
karakter; (2)implementasi pendidikan karakter belum
tampak pada kegiatan pembelajaran; (3)dukungan dari
pemerintah (Dinas Pendidikan) dirasa masih kurang
oleh sekolah, khususnya dukungan dalam bentuk
pelatihan pendidikan karakter bagi guru; (4)monitoring
dan evaluasi pendidikan karakter masih terbatas pada
kurikulum dan dilakukan melalui pembinaan pengawas
di setiap sekolah; dan (5)kendala yang umum dihadapi
sekolah adalah penilaian sikap siswa yang belum
terdokumentasi, kurangnya pemahaman guru untuk
mengimplementasikan pendidikan karakter, dan tidak
adanya sinergi antara pendidikan di sekolah dengan
pendidikan di rumah
33
Penelitian oleh Taufik Firdauz (2011) yang
berjudul tentang Implementasi Kebijakan Pendidikan
Karakter Bangsa 2010-2025 di Kota Bandung: Studi
Pada SMA Negeri 8 Bandung Tahun Ajaran 2011-2012,
menunjukkan bahwa implementasi kebijakan
pendidikan karakter bangsa di SMA Negeri 8 Bandung
ini umumnya telah dilaksanakan, yang didasarkan
pada analisis karakteristik masalah kebijakan,
karakteristik kebijakan, serta variable di luar kebijakan
yang mempengaruhi proses implementasi. Akan tetapi
berbagai kendala muncul terutama dalam aspek
standarisasi teknis penerapannya di dalam
pembelajaran yang sejauh ini masih sebatas pada
tuntutan persyaratan yang bersifat administratif
(menyusun silabus dan RPP). Kesimpulan dari
penelitian ini adalah kebijakan telah dilaksanakan
sesuai dengan prinsip-prinsip implementasi, akan
tetapi masih perlunya kajian pengembangan lebih
lanjut, standarisasi metode, pembinaan, dan
pengawasan yang efektif dan konsisten.
Penelitian yang dilaksanakan oleh, Hasanah
(2013) yang berjudul tentang Implementasi Nilai-Nilai
Karakter Inti Di Pergurungan Tinggi. Menunjukkan
bahwa karakter yang diterapkan di perguruan tinggi
adalah memilih nilai-nilai inti yang dikembangkan
dalam implementasi pendidikan karakter, khususnya
34
pada masing-masing jurusan/program studi. Nilai-nilai
inti yang dipilih itu adalah jujur, peduli, cerdas dan
tangguh. Implementasi nilai-nilai karakter inti tersebut
dilakukan secara terpadu melalui tiga jalur, yaitu
terintegrasi dalam pembelajaran, manajemen
pengelolaan jurusan dan program studi, serta pada
kegiatan kemahasiswaan.
Penelitian yang dilaksanakan oleh Purwasih Agus
(2012) yang berjudul tentang Implementasi Pendidikan
Karakter Pada Mata Pelajaran Ekonomi di Sekolah
Menengah Atas, menunjukkan bahwa bahwa
implementasi pendidikan karakter pada mata pelajaran
ekonomi dapat dilihat dari silabus, RPP serta proses
pembelajaran di dalam kelas. Silabus ditambahkan
mengenai nilai-nilai karakter yang yang disesuikan
dengan materi pelajaran. Faktor yang mendukung
pelaksanaan pendidikan karakter adalah pihak sekolah
dan instansi pendidikan, bentuk dukungannya dengan
penyediaan fasilitas dan sarana dalam implementasi
pendidikan karakter. diadakannya workshop,
pemberian buku pedoman pelaksanaan pendidikan
karakter. Faktor penghambat pendidikan karakter
berhubungan dengan masalah waktu dalam
penyusunan materi. Implementasi pendidikan karakter
pada mata pelajaran ekonomi di Sekolah Menengah
Atas sudah baik. Guru menyampaikan nilai karakter
35
secara lebih luas kepada siswa, tidak hanya terkait
dengan nilai yang dimasukkan dalam silabus saja.
Ratnawati, Ninik. 2011. Manajemen Pendidikan
Karakter di Sekolah Dasar (Studi Multikasus di SD Cita
Hati West Campus, SD Gloria Pacar Surabaya, SD Petra
Kediri). Temuan penelitian yang dilakukan pada tiga
Sekolah Dasar menunjukkan bahwa (1) kegiatan
perencanaan pendidikan karakter di sekolah dilandasi
oleh visi yayasan, dan melibatkan pengurus yayasan
dan guru sehingga menjadi program pendidikan
karakter; (2) sosialisasi dilakukan oleh kepala sekolah
kepada orang tua siswa dan selanjutnya guru
mensosialisasikan kepada siswa melalui berbagai
kegiatan intra dan ekstra sekolah; (3) penanaman nilai-
nilai karakter, diawali dengan penetapan prioritas nilai-
nilai inti (core values) bagi sekolah, dan metode yang
digunakan untuk penyemaian nilai-nilai pendidikan
karakter adalah dengan menggunakan pendekatan
komprehensif yaitu: (a) melalui kegiatan pengintegra-
sian semua mata pelajaran (integrated subject), (b)
sebagai program yang berdiri sendiri (separated
subject), (c) program ekstra-kurikuler dan (4) penga-
wasan dan evaluasi pelaksanaan pendidikan karakter
dilaksanakan dalam dua cara yaitu : (a) sistem
manajemen partisipasi (melibatkan semua komponen
sekolah), (b) melalui penilaian akademik (raport).
36
Dewi Azizatul Umaroh. 2013. Manajemen
pendidikan karakter peserta didik di SD Hj. Isriati
Baiturrahman 1 Semarang. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa: (1) Perencanaan pendidikan
karakter peserta didik dilakukan dengan penyusunan
kurikulum dan pengelolaannya baik pengelolaan dalam
kelas maupun pengelolaan diluar kelas atau
lingkungan sekolah. (2) Pelaksanaan pendidikan
karakter peserta didik dengan keteladanan dan
pembiasaan. (3) Evaluasi pendidikan karakter peserta
didik dilaksanakan dengan skala sikap, pengamatan,
kerjasama dengan orang tua peserta didik dan
kunjungan ke rumah (Home Visit).