bab ii landasan teori 2.1 distribusieprints.umm.ac.id/44374/3/bab ii.pdf · 2019. 2. 18. ·...
TRANSCRIPT
4
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Distribusi
Distribusi merupakan salah satu aspek penting dalam pemasaran. Istilah
distribusi sama artinya dengan place (penempatan) yaitu aktivitas penyaluran atau
penempatan barang dari produsen ke konsumen. Jenis-jenis distribusi persediaan
terdiri dari distribusi fisik, sistem distribusi push and pull dan Distribution
Requirement Planning. Menurut Swastha (1999), pada prinsipnya fungsi distribusi
dapat dikelompokan menjadi 3 kelompok yaitu : fungsi pertukaran, fungsi
penyediaan fisik, dan fungsi penunjang.
Pengertian lain dari distribusi adalah bagian yang bertanggung jawab dalam
mengintegrasikan perencanaan, pelaksanaan, dan pengendalian aliran material
dari produsen ke konsumen dengan satu keuntungan. Menurut Lambert dan Stock
(2001), distribusi adalah suatu kegiatan yang berkaitan dengan supply chain yang
meliputi raw material, barang setengah jadi, produk akhir dimana rangkaian
kegiatan tersebut akan menjamin kelancaran aliran barang dan jasa dengan biaya
yang paling efisien.
2.2 Sistem Pull dan Push
Menurut Indrajid dan Djokopranoto (2003), seperti halnya dalam proses
produksi ada sistem produksi tarik dan dorong, maka dalam proses distribusi ada
sistem distribusi dorong (push distribution system) dan sistem distribusi tarik (pull
distribution system). Kedua sistem ini bisa didefinisikan sebagai berikut :
1. Pull distribution system
Menurut Indrajid dan Djokopranoto (2003), adalah suatu sistem yang dimana
operasi (produksi, pengadaan, pemindahan material, distribusi, produk, dan
sebagainya) terjadi sebagai respon atas tanda atau isyarat yang diberikan oleh
pemakaian pada eselon yang lebih rendah dari sistem (distribusi). Tujuan dari
5
sistem ini adalah untuk membeli, menerima, memindahkan, membuat dengan
tepat apa yang dibutuhkan, kapan dibutuhkan, dan agar tidak terjadi penyimpanan
atas item yang tidak dibutuhkan.
Menurut Nasution (2006, hal 466-468), Sistem pull ini telah lama dipakai
secara luas oleh distributor. Pada pusat distribusi biasa meramalkan permintaan
pada kawasan geografi yang dilayani untuk menentukan kapan dan berapa banyak
yang dipesan serta berapa banyak yang dikirim dari gudang pusat. Dalam sistem
pull bisa dioperasikan secara manual dan tidak membutuhkan banyak
telekomunikasi karena pertukaran informasi dari gudang pusat ke gudang
distribusi memang tidak banyak. Namun pada sistem ini akan terjadi amplifikasi
permintaan pelanggan pada pusat distribusi sebelum sampai pada gudang pusat.
Lebih dari itu, pusat-pusat distribusi biasanya memesan untuk kebutuhan beberapa
minggu sehingga cukup ekonomis dipandang dari biaya transportasi. Hal ini
mengakibatkan pada saat-saat tertentu tidak ada permintaan dari pusat distribusi
ke gudang pusat dan pada saat-saat yang lain ada permintaan dari beberapa pusat
distribusi akan datang sekaligus sehingga gudang pusat harus menyiapkan
persediaan pengamanan yang cukup besar dan tetap akan menghadapi
kemungkinan kekurangan stok.
2. Push distribution system
Menurut Nasution (2006, hal 466-468), sistem push dimana operasi-operasi
diatas terjadi sebagai respon atas jadwal yang telah dibuat sebelumnya tanpa harus
mempertimbangkan status nyata dari operasi tersebut. Tujuan sistem ini adalah
untuk menjaga konsistensi jadwal yang telah dibuat. Pada sistem ini keputusan-
keputusan pengiriman ditentukan pada eselon yang lebih tinggi. Informasi yang
berkaitan dengan informasi yang berkaitan dengan permintaan dan tingkat
persediaan pada eselon yang lebih rendah harus sering kali dikirim ke eselon yang
lebih tinggi. Lebih dari itu, pada sistem push ini harus dilakukan peramalan pada
eselon yang lebih tinggi sehingga kuantitas dan waktu pengiriman bisa
direncanakan pada suatu perencanaan tertentu.
6
Menurut Nasution (2006, hal 466-468), keunggulan dari sistem push adalah
pengurangan persediaan pada gudang pusat karena MPS dan pengiriman bisa
diselaraskan. Jumlah yang direncanakan dikirim akan segera dikirim begitu proses
produksinya selesai. Sistem push hanya akan memberikan keunggulan apabila
perusahaan bisa membuat produk berdasarkan ramalan permitaan yang akurat.
Perusahaan yang tidak bisa membuat ramalan permintaan yang akurat dan
rasional tidak akan bisa berharap lebih banyak untuk memperoleh kelebihan dari
sistem push dibandingkan dengan sistem pull.
2.3 Distribution Requirement Planning
2.3.1 Pengertian Distribution Requirement Planning
Menurut Tersine (1994), Distribution Requirement Planning merupakan
suatu rencana kebutuhan distribusi produk yang dilakukan dari pihak produsen
kepada konsumen atau juga dari pihak distributor kepada pengecer. Persediaan
produk oleh banyak perusahaan dianggap sangat perlu karena adanya fluktuasi
permintaan sehingga menyebabkan kehilangan penjualan. Salah satu cara untuk
menyelesaikan masalah pengendalian persediaan dengan cara perencanaan
kebutuhan distribusi atau yang dikenal dengan DRP. DRP menyediakan informasi
yang dibutuhkan dalam proses distribusi dan manajemen manufaktur untuk
mengefektifkan alokasi persediaan dan kapasitas produksi sehingga pelayanan
terhadap konsumen dapat ditingkatkan dan biaya penyimpanan dapat dikurangi.
Distribution Requirement Planning merupakan aplikasi dari logika Material
Requirement Planning (MRP) pada persediaan. Bill of Material (BOM) pada
MRP diganti dengan Bill of Distribution (BOD) pada Distribution Requirement
Planning. Distribution Requirement Planning menggunakan logika Time Phased
Order Point (TPOP) untuk menentukan pengadaan kebutuhan pada jaringan
(Tersine, 1994).
Persamaan antara MRP dan DRP
1. Menggunakan cara perhitungan matematis yang sama.
2. Mempunyai matriks komponen perhitungan yang sama.
7
3. Membedakan independent demand dan dependent demand.
4. Metode berlaku untuk dependent demand.
5. Keduanya menggunakan cara pemesanan berdasarkan rentang waktu
Tabel 2.1 Perbedaan MRP & DRP
Perbedaan
MRP DRP
Untuk kegiatan manufakturing Untuk kegiatan distribusi
Menghitung kebutuhan tiap
komponen
Menghitung kebutuhan barang untuk tiap
pusat distribusi
Cocok untuk pabrik jenis rakitan Cocok untuk sistem distribusi bertingkat
Biasanya untuk bahan
baku/penolong
Biasanya untuk barang jadi/komoditas
MRP adalah proses dari atas, yaitu
dari Master Production Schedule
kebutuhan tiap komponen
DRP adalah proses dari bawah, yaitu dari
kebutuhan Retail ke Distribution Center
dan Werehouse Center
Semua kebutuhan komponen
bersifat dependent
Kebutuhan retail berisifat Independent,
sedangkan Distribution Center dan
Werehouse Center dependent.
Sumber : (Indrajid dan Djokopranoto, 2003 hal 249)
Gambar 2.1 perbedaan DRP & MRP
Pada gambar 2.1 digambarkan dari struktur DRP & MRP. Dari gambar
tersebut dijelaskan bahwa gambar sebelah kiri adalah struktur dari BOD,
menunjukkan langkah awal membuat perencanaan permintaan dari masing-
masing pusat distribusi untuk kemudian penawaran melakukan eksekusi
pemenuhan kebutuhan tiap-tiap pusat distribusi. Sedangkan sebelah kanan
menunjukkan struktur produk BOM yang akan dibuat produk, langkah awalnya
melakukan perencanaan (JIP) setelah itu tiap komponen dapat dijadwalkan
kebutuhan dari setiap produknya. Distribution Requirement Planning didasarkan
PD A
PD 1 PD 2 PD 2
BOM
DC 2 DC 1 DC 3
PD
BOD
8
pada peramalan kebutuhan pada level terendah dalam jaringan tersebut yang akan
menentukan kebutuhan persediaan pada level yang lebih tinggi.
2.3.2 Konsep Distribution Requirement Planning (DRP)
Distribution Requirement Planning adalah suatu metode untuk menangani
pengadaan persediaan dalam suatu jaringan distributi multi eselon. Metode ini
mengunakan independent, dimana dilakukan peramalan untuk memenuhi struktur
pengadaannya. Berapapun banyaknya level yang ada dalam jaringan distribusi,
semuanya merupakan variabel yang dependent kecuali level yang langsung
memenuhi costumer.
Distribution Requirement Planning lebih menekankan pada aktivitas
pengendalian dari pada kegiatan pemesanan. DRP mengantisipasi kebutuhan
mendatang dengan perencanaan pada setiap level pada jaringan distribusi. Metode
ini dapat memprediksi masalah-masalah sebelumnya, masalah tersebut benar-
benar terjadi memberikan titik pandang terhadap jaringan distribusi.
Menurut Tersine (1994, hal 465) logika dasar DRP adalah sebagai berikut :
1. Gross Requirement/Forecast Demand diperoleh dari hasil forecasting.
2. Dari hasil peramalan distribusi tersebut, hitung Time Phased Net
Requirement. Net Requirement tersebut dapat mengindentifikasi kpan level
persediaan (Scheduled Receipt Projected On Hand Periode sebelumnya)
dipenuhi oleh Gross Requirement. Untuk sebuah periode :
Net Requirement = (Gross Requirement + safety Stock) – (Schedule Receipt
+ Projected On hand Periode sebelumnya). (2.1)
Sehingga nilai dari Net Requirement yang dicatat adalah nilai yang bernilai
positif.
3. Setelah itu dihasilkan sebuah Planned Order Receipt sejumlah Net
Requitment tersebut (ukuran lot tertentu) pada periode tersebut.
4. Ditentukan hari dimana harus melakukan pemesanan tersebut (Planned Order
Release) dengan mengurangkan hari terjadwalnya Planned Order Receipt
dengan Lead Time.
9
5. Di hitung Project On Hand pada periode tersebut :
Planned On Hand = (Projected On Hand Periode Sebelumnya + Schedule
Receipt + Planned Order Receipt) – (Gross Requirement). (2.2)
6. Besarnya Planned Order Release menjadi Gross Requirement pada periode
yang sama untuk level berikutnya dari jaringan distribusi.
2.3.3 Fungsi Distribution Requirement Planning (DRP)
Dalam penerapan DRP bisa sangat berperan baik dalam sistem distribusi
manufaktur yang menggunakan sistem distribusi murni. Dengan kebutuhan
persediaan yang tersedia pada tiap level dalam jaringan distribusi, DRP memiliki
kemampuan untuk memperkirakan suatu masalah yang benar-benar terjadi. Dalam
sebuah sistem Distribution Requirement Planning bekerja berdasarkan
penjadwalan yang telah dibuat untuk permintaan dimasa yang akan datang
sehingga mampu memenuhi kebutuhan yang akan datang dengan perencanaan
yang lebih awal pada setiap level distribusi. Untuk perusahaan manufaktur, dalam
proses ini memproduksi sendiri untuk memenuhi persediaan serta untuk dijual
melalui jaringan distribusinya sendiri. Untuk performansi dapat ditingkatkan
dengan mengintregrasikan sistem MRP dan DRP sekaligus.
Dari kedua sistem tersebut digabungkan melalui Master Distribution
Schedulle (MDS). Dimana DRP akan menyatukan jumlah permintaan yang harus
dipenuhi berdasarkan ramalan, yang akan dijadikan sebagai input untuk MDS.
Selanjutnya bisa diproyeksikan kebutuhan produk jadi dari Master Production
Schedulle (MPS) menjadi input bagi MRP, yang akan menghitung kebutuhan
komponen dan sub assembly yang harus depenuhi seperti yang ditunjukkan pada
gambar 2.2
10
MPS Perencanaan Produksi
MDC
LDCRDC
LDCLDC
Komponen
SubAssembly
KomponenKomponen
KomponenKomponen
Efisiensi
Produksi
Kebutuhan
Distribusi
DRP MRP
Sumber : (Tersine, 1994, hal 465)
Gambar 2.2 Iterasi Distribusi dan Manufaktur
Keterangan :
MPS : Master Production Schedulle
MDC : Master Distribution Center
RDC : Regional Distribution Center
LDC : Lower Distribution Center
Perencanaan horizon Distribution Requirement Planning seharusnya
sekurang-kurangnya sama dengan lead time kumulatif. Panjadwalan ulang dan
jaringan dilakukan secara periodik, bisanya sekurang-kurangnya sekali seminggu.
Keuntungan yang didapat dari penerapan metode DRP adalah :
1. Dapat dikenal saling ketergantungan persediaan distribusi dan manufaktur.
2. Sebuah jaringan distribusi yang lengkap dapat disusun, yang memberikan
gambaran yang jelas dari atas maupun dari bawah jaringan.
3. DRP menyusun kerangka kerja untuk pengendalian logistik total dari
distibusi ke manufaktur untuk pembelian.
4. DRP menyediakan masukan untuk perencanaan penjadwalan distribusi
dari sumber penawaran ke titik distribusi.
11
2.3.4 Tujuan dari system distribusi
Beberapa tujuan dari system distribusi adalah sebagai berikut :
1. Pelayanan pelanggan, meliputi :
a. Waktu tunggu penyerahan menjadi tepat.
b. Pengaman terhadap ketidakpastian permintaan.
2. Efisiensi, meliputi :
a. Ongkos transportasi minimum.
b. Tingkat produksi dari pengisian pesanan.
c. Ukuran dan lokasi penyimpanan.
d. Akurasi data inventori.
3. Investasi inventori minimum
a. Stock pengaman yang diperlukan.
b. Kuantitas pesanan untuk pengendalian cycle stock menjadi optimum.
2.4 Ukuran Lot
Ukuran lot adalah jumlah minimum pesanan, yang didasarkan atas
ketentuan pemasok. Hal ini hanya sebagian yang benar sebetulnya ukuran lot
ditentukan oleh beberapa faktor (Indrajid dan Djokopranoto, 2003).
1. Ketentuan pemasok
2. Perhitungan ekonomis (EOQ)
3. Frekuensi pengiriman
4. Ukuran kontainer pengiriman
5. Total ukuran berat (tonase) atau volume ( )
Menurut Baroto (2002), macam-macam teknik pengukuran lot adalah
sebagai berikut :
1. Fixed Order Quantity (FOQ)
Dalam ukuran metode FOQ ditentukan secara subyektif. Berapa besarnya
yang dapat ditentukan berdasarkan pengalaman produksi. Tidak ada teknik yang
dapat dikemukakan untuk menentukan berapa ukuran lot ini. Dalam kapasitas
12
produksi selama lead time produksi dalam hal ini bisa digunakan sebagai dasar
untuk menentukan besarnya lot. Sekali ukuran lot diterapkan, maka lot ini akan
digunakan untuk seluruh periode selanjutnya dalam perencanaan. Berapapun
kebutuhan bersihnya, rencana akan tetap sebesar lot yang ditentukan tersebut.
Metode ini dapat ditempuh untuk item-item yang biaya pemesanannya (ordering
cost) sangat mahal. Salah satu ciri dari metode FOQ ini adalah ukuran lot-nya
tetap, tetapi metode pemasannya yang selalu berubah.
2. Economi Order Quantity (EOQ)
Untuk penetapan ukuran lot dengan teknik ini sangat populer sekali dalam
sistem persediaan tradisonal. Sehingga dalam teknik ini besarnya lot adalah tetap.
Penentuan lot berdasarkan biaya pesan dan biaya simpan, dengan formula seperti
berikut :
EOQ = √
(2.3)
Dimana :
D = demand rata-rata per horison
C = biaya pemesanan
H = biaya penyimpanan per unit per periode perencanaan
Metode EOQ ini biasanya dipakai untuk perencanaan selama satu tahun
sebesar 12 bulan. Metode EOQ baik digunakan bila semua data konstan dan
perbandingan biaya pesan dan simpan sangat besar.
3. Lot-For-Lot (L-F-L)
Dalam teknik penetapan ukuran lot dilakukan atas dasar pesanan diskrit.
Disamping itu, teknik ini merupakan cara paling sederhana dari semua teknik
ukuran lot yang ada. Teknik ini selalu melakukan perhitungan kembali (bersifat
dinamis) terutama apabila terjadi perubahan pada kebutuhan bersih. Penggunaan
13
teknik ini bertujuan untuk meminimumkan ongkos simpan menjadi nol. Oleh
karena itu, sering sekali digunakan untuk item-item yang mempunyai biaya
simpan per unit sangat mahal.
Apabila dilihat dari pola kebutuhan yang mempunyai sifat diskontinu atau
tidak teratur, maka teknik L-F-L ini memiliki kemampuan baik dalam mengatasi
masalah yang berada di perusahaan. Sehingga teknik sering digunakan pada
sistem produksi manufaktur yang mempunyai sifat set-up permanen pada proses
produksi.
4. Fixed Period Requirement (FPR)
Dalam metode FPR penentuan ukuran lot didasarkan pada periode tertentu
saja. Besarnya jumlah kebutuhan tidak berdasarkan ramalan, tetapi dengan cara
menjumlahkan kebutuhan bersih dalam periode yang akan datang. Bila dalam
metode FOQ besarnya jumlah ukuran lot adalah tetap sementara selang waktu
antar pemesan tidak tetap. Dalam metode FPR ini selang waktu antar pemesan
dibuat tetap dengan ukuran lot sesuai pada kebutuhan bersih.
Dalam ukuran lot tidak didasarkan pada minimasi biaya pemesanan dan biaya
penyimpanan, bila biaya penyimpanan tidak didefinisikan baik secara marginal
maupun incremental (Baroto, 2002).
2.5 Safety stock
Menurut Gasperz (1998), Safety stock digunakan untuk mengantisipasi
ketidakpastian permintaan relatif terhadap ramalan-ramalan yang dibuat.
Ketidakpastian ini paling mungkin terjadi apabila permintaan benar-benar
inependent pada pusat-pusat distribusi yang secara langsung melayani pelanggan.
Tujuan dari safety stock adalah untuk meminimalkan terjadinya stockout dan
mengurangi biaya yang berasal dari reorder point, karena itu adanya sefety stock.
Keuntungan dari safety stock adalah pada saat jumlah permintaan mengalami
lonjokan maka safety stock dapat digunakan untuk menutup permintaan tersebut.
14
Menurut Zulfikarijah (2005), metode penentuan safety stock adalah sebagai
berikut :
1. Intuisi
Dalam metode ini lead time dianggap lebih lama dari yang diharapkan
atau permintaan lebih tinggi dari yang diharapkan atau kedua-keduanya.
Metode ini tidak mempertimbangkan probabilitas terjadinya stockout, biaya
persediaan, atau biaya stockout.
2. Service level tertentu.
Metode ini mengukur seberapa efektif perusahaan menyuplai permintaan
barang dari stocknya.
Untuk menghitung jumlah safety stock, maka menggunakan rumus
dibawah ini :
SS = - d (2.4)
SS = - DL (2.5)
SS = ( - D)L (2.6)
Keterangan :
D = Rata-rata tingkat permintaan per unit waktu
= Maksimum tingkat permintaan per unit waktu yang memungkinkan
D = Rata-rata permintaan selama lead time = DL
= Makasimum permintaan selama lead time yang mungkin untuk
service level tertentu = L
SS = Safety stock
15
3. Permintaan dengan distribusi empiris
Metode ini didasarkan pada pengalaman empiris dimana dalam penentuan
stok didasarkan pada kondisi riil yang dihadapi oleh perusahaan.
SS = - d (2.7)
Keterangan :
SS = Safety stock
= maksimum permintaan selama lead time
D = rata-rata tingkat permintaan per unit waktu
4. Permintaan berdistribusi normal
Permintaan yang dilakukan oleh beberapa pelanggan memiliki jumlah
yang berbeda-beda, walaupun demikian dengan menggunakan asumsi
permintaan bersifat total akan dapat dilakukan perhitungan dengan
menggunakan distribusi normal.
SS = Zα x Sdl (2.8)
Zα merupakan bilangan standar deviasi yang akan melebihi rata-rata
tingkat resiko α, sehingga service level sama dengan 1 – α.
Keterangan :
Zα = Nilai pada tabel normal
Sdl = Standard deviasi permintaan selama lead time
= x √
5. Lead time tidak pasti
Adanya sejumlah permintaan yang tidak pasti pada periode tertentu akan
berakibat lead time untuk setiap siklus pemesanan bervariasi. Untuk itu
16
perusahaan akan berusaha menyediakan safety stock atau buffer stock selama
lead time.
6. Biaya stockout
Dalam peningkatan biaya penyimpanan akan meningkatkan service level
sehingga semua usaha yang digunakan untuk menutup semua level yang
memungkinkan pada saat terjadinya lead time permintaan merupakan tujuan
yang sangat sulit dicapai. Permasalahannya adalah bagaimana menentukan
tingkat safety stock yang dapat menyeimbangkan biaya penyimpanan dengan
biaya safety stock. Dalam biaya safety stock lebih sulit dihitung, untuk
menghitungnya dengan cara mengalikan terjadinya stockout dengan jumlah
stockout selama setahun.
CS=(Jumlah stockout)(probabilitas SO)(biaya SO)(frekuensi SO/thn) (2.9)
Dimana :
SO = stockout
2.6 Peramalan
Peramalan adalah proses untuk memperkirakan berapa kebutuhan dimasa
datang yang meliputi kebutuhan ukuran kuantitas, kualitas, waktu dan lokasi yang
dibutuhkan dalam memenuhi permintaan barang ataupun jasa. Peramalan tidak
terlalu dibutuhkan dalam kondisi permintaan pasar yang stabil, karena perubahan
permintaan relatif kecil. Menurut Nasution (2006), dalam kondisi pasar bebas,
permintaan pasar lebih bersifat kompleks dan dinamis karena permintaan tersebut
tergantung dari keadaan sosial, ekonomi, politik, aspek teknologi, produk pesaing
dan produk subtitusi. Karena itu peramalan yang akurat merupakan informasi
yang sangat dibutuhkan dalam pengambilan keputusan manajemen.
Menurut Baroto (2002), tahap pertama adalah menentukan suatu peramalan
akurat dari permintaan untuk item yang diproduksi. Peramalan ini digunakan
sebagai dasar untuk menentukan kebijakan pengendalian dari sistem persediaan,
17
membuat perancangan produksi, pembebanan mesin, peralatan dan bahan, serta
untuk menentukan tingkat tenaga kerja selama proses produksi.
Peramalan permintaan memiliki karateristik tertentu yang berlaku secara
umum. Kararteristik harus diperhatikan untuk menilai hasil suatu proses
peramalan dan metode peramalan yang digunakan. Karateristik peramalan antara
lain :
1. Faktor penyebab yang berlaku dimasa lalu diasumsikan akan berfungsi
untuk masa yang akan datang.
2. Peramalan tidak pernah sempurna, permintaan aktual selalu berbeda
dengan permintaan yang diramalkan.
3. Tingkat ketepatan ramalan akan berulang dalam rentang waktu yang
semakin panjang. Dalam penerapannya, permalan untuk rentang waktu
yang lebih pendek akan lebih akurat ketimbang peramalan untuk rentang
waktu yang lebih panjang.
2.6.1 Model-model Peramalan
Terdapat dua jenis model peramalan yang utama, yaitu model deret
berkala (time series) dan model regresi (kausal). Pada jenis pertama, dilakukan
berdasarkan nilai masa lalu dari suatu variabel atau kesalahan masa lalu. Tujuan
metode peramalan deret berkala seperti itu adalah dengan menemukan pola dalam
deret historis dan memproyeksikan kecenderungan masa lalu dengan pola tersebut
ke masa depan.
Di dalam model kausal di pihak lain mengasumsikan bahwa faktor yang
diramalkan menunjukkan suatu hubungan sebab-akibat dengan satu atau lebih
variabel bebas. Menurut Makridakis, dkk. (1993), langkah penting dalam memilih
suatu metode deret berkala (time series) yang tepat adalah dengan
mempertimbangkan jenis pola data, sehingga metode yang paling tepat dengan
pola tersebut dapat diuji. Pola data dapat dibedakan menjadi empat jenis.
18
1. Pola horizontal (H)
Pola ini terjadi bilamana nilai data berfluktuasi di sekitar nilai rata-rata yang
konstan. Deret seperti ini adalah “stasioner” terhadap nilai rata-ratanya. Suatu
produk yang penjualannya tidak meningkat atau menurun selama waktu tertentu
termasuk kedalam jenis ini.
Sumber : (Makridakis, dkk, 1993, hal. 10)
Gambar 2.5 Pola Data Horizontal
2. Pola musiman (S)
Terjadi bilamana suatu deret dipengaruhi oleh faktor musiman (misalnya
kuartal tahun tertentu, bulanan, atau hari-hari pada minggu tertentu).
Sumber : (Makridakis, dkk, 1993, hal. 10)
Gambar 2.6 Pola Data Musiman
3. Pola siklis (C)
Terjadi bilamana datanya dipengaruhi oleh fluktuasi ekonomi jangka panjang
seperti yang berhubungan dengan siklus bisnis. Penjualan produk seperti mobil,
baja, dan peralatan utama lainnya menunjukkan jenis pola ini.
19
Sumber : (Makridakis, dkk 1993, hal. 10)
Gambar 2.7 Pola Data Siklis
4. Pola tren (T)
Terjadi bilamana terdapat kenaikan atau penurunan sekuler jangka panjang
dalam data. Penjualan banyak perusahaan, produk bruto nasional (GNP) dan
berbagai indikator bisnis atu ekonomi lainnya mengikuti suatu pola trend selama
perubahannya sepanjang waktu.
Sumber : (Makridakis, dkk, 1993, hal. 10)
Gambar 2.7 Pola Data Tren
2.6.2 Peramalan Permintaan
Sasaran akhir dari keseluruhan aktivitas peramalan adalah perkiraan
mengenai kebutuhan modal. Menurut Baroto (2002), dengan mengetahui
20
kebutuhan modal pada semua aktivitas produksi, maka kebijakan harga dan
keuntungan akan lebih mudah untuk dibuat.
2.6.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Permintaan
Permintaan akan suatu produk pada suatu perusahaan merupakan resultan
dari berbagai faktor yang paling berinteraksi dalam pasar. Faktor-faktor ini
hampir selalu merupakan kekuatan yang berada diluar kendali perusahaan.
Berbagai faktor tersebut antara lain :
1. Siklus bisnis
Penjualan produk akan dipengaruhi oleh permintaan akan produk tersebut, dan
permintaan suatu produk akan dipengaruhi oleh kondisi ekonomi yang
membentuk siklus bisnis dengan fase-fase inflasi, resesi, depresi, dan masa
pemulihan.
2. Siklus hidup produk
Siklus hidup produk biasanya mengikuti suatu pola yang biasa disebut kurva s.
Kurva s menggambarkan besarnya permintaan terhadap waktu, dimana siklus
hidup suatu produk akan dibagi menjadi fase pengenalan, fase pertumbuhan, fase
kematangan dan akhirnya fase penurunan. Untuk menjaga kelangsungan usaha,
maka perlu dilakukan inovasi produk pada saat yang tepat.
3. Faktor-faktor lain
Beberapa faktor lain yang mempengaruhi permintaan adalah reaksi balik dari
pesaing, perilaku konsumen yang berubah, dan usaha-usaha yang dilakukan
sendiri oleh perusahaan seperti meningkatkan kualitas, pelayanan, anggaran
periklanan, dan keijaksanaan pembayaran secara kredit.
21
Sumber : (Nasution A. H., 2004 hal 31-32)
Gambar 2.8 beberapa faktor yang mempengaruhi permintaan
2.7 Metode Peramalan
Metode peramalan merupakan suatu metode atau teori pendekatan
kemungkinan akan terjadinya suatu kejadian di masa yang akan datang dengan
menganalisa keadaan di waktu-waktu yang lalu. Penyusunan peramalan yang
berdasarkan pada data historis yang ada seringkali menggunakan trend untuk
melaksanakan perhitungan peramalan penjualaan.
2.7.1 Model Peramalan Kualitatif
Peramalan kualitatif umumnya bersifat subyektif, dipengaruhi oleh intuisi,
emosi, pendidikan dan pengalaman seseorang. Oleh karena itu, hasil peramalan
dari satu orang dengan orang yang lain dapat berbeda. Meskipun demikian,
peramalan dengan model kualitatif tidk berarti hanya menggunakan intuisi, tetapi
seringkali mengikutsertakan model-model statistik sebagai bahan masukan dalam
judgement (pendapat, keputusan) dan dapat dilakukan secara perseorangan
kelompok.
Dalam peramalan secara kualitatif ada 4 metode yang umum dipakai :
1. Juri opini eksekutif
2. Metode delphi
3. Gabungan tenaga penjualan
4. Survey pasar
22
2.7.2 Model Peramalan Kuantitatif
Peramalan kuantitatif dapat diterapkan bila terdapat tiga kondisi berikut :
(Makridakis, dkk., 1993).
a. Tersedia informasi tentang masa lalu
b. Informasi tersebut dapat dikuantitatifkan dalam bentuk data numerik.
c. Dapat diasumsikan bahwa beberapa aspek pola masa lalu akan terus
berlanjut di masa mendatang.
Model kuantitatif dapat dipergunakan dalam perkiraan, pada dasarnya dapat
dikelompokkan dalam dua jenis, yaitu metode deret berkala (time series) dan
metode regresi atau kausal (Makridakis, dkk., 1993).
2.7.2.1 Metode time series
Merupakan metode dimana dugaan masa depan dilakukan berdasarkan
nilai masa lalu dari suatu variabel atau kesalahan masa lalu. Tujuan metode
peramalan deret berkala seperti itu adalah dengan menemukan pola dalam deret
historis dan mengekstrapolasikan pola tersebut ke masa depan. Langkah penting
dalam memilih suatu metode time series yang tepat adalah dengan
mempertimbangkan jenis pola data, sehingga metode yang paling tepat dengan
pola tersebut dapat diuji.
a. Rata-rata bergerak tunggal (singel moving average)
Prosedur ini digunakan istilah rata-rata bergerak (moving average) karena
setiap muncul nilai observasi baru, nilai rata-rata baru dapat dihitung dengan
membuang nilai observasi yang paling tua dan memasukkan nilai observasi
yang terbaru. Rata-rata bergerak ini kemudian menjadi ramalan untuk periode
mendatang. Jumlah titik data dalam setiap rata-rata tetap konstan dan
observasi yang dimasukkan adalah yang paling akhir.
23
Tabel 2.2 Persamaan pada Singel Moving Average
Waktu Rata-rata Bergerak Ramalan
T
∑
T + 1
∑
T + 2
∑
Sumber : (Makridakis, dkk., 1993)
b. Rata-rata bergerak ganda (double Moving Average)
Untuk mengurangi kesalahan sistematis yang terjadi bila rata-rata dipakai pada
berkecenderungan, maka dikembangkan metode rata-rata bergerak linier (linier
moving averages). Dasar metode ini adalah menghitung rata-rata bergerak yang
kedua. Rata-rata bergerak ganda ini merupakan rata-rata bergerak dari rata-rata
bergerak, dan menurut simbol dituliskan sebagai MA (MxN) dimana artinya
adalah MA M-periode dari MA N-periode.
Jadi prosedur peramalan rata-rata bergerak linier meliputi tiga aspek, yaitu :
Penggunaan rata-rata bergerak tunggal pada waktu t (ditulis S’t)
Penyusuaian yang merupakan perdeaan antara rata-rata bergerak tunggal
dan ganda pada waktu t (ditulis S’t – S’’t)
Penyesuaian untuk kecenderungan dari periode t ke periode t+1 (atau ke
periode t+m jika kita ingin meramalkan m periode ke muka)
Penyesuaian ke 2 paling efektif bila trend bersifat linier dan komponen
kesalahan randomnya tidak begitu kuat. Penyesuaian ini efektif karena adanya
kenyataan bahwa MA tunggal tertinggal (lads) di belakang deret data yang
menunjukkan trend.
24
Menurut (Makridakis, dll., 1993, hal. 8), Secara umum pembahasan tersebut
dapat diformulasikan sebagai berikut :
(2.10)
(2.11)
(
)
(2.12)
(
) (2.13)
(2.14)
Dimana :
- Persamaan (1) mempunyai asumsi bahwa saat ini kita berada pada periode
waktu t dan mempunyai nilai masa lalu sebanyak N.MA (N) tunggal
dituliskan dengan S’t.
- Persamaan (2) menganggap bahwa semua rata-rata bergerak N-periode
dari nilai-nilai S’ tersebut. Rata-rata bergerak ganda dituliskan sebagai
(S’’).
- Persamaan (3) mengacu pada penyesuaian Moving Average tunggal (S’,),
dengan perbedaan (S’,-S’’).
- Perbedaan (4) menentukan taksiran kecenderungan dari periode waktu
yang satu ke periode waktu berikutnya.
- Persamaan (5) menunjukkan bagaimana memperoleh ramalan untuk m
periode ke depan dari t.
2.7.2.2 Metode Pemulusan (smoothing) Eksponensial
1. Pemulusan (smoothing) eksponensial tunggal
( ) (2.15)
Persamaan ini merupakan bentuk umum yang digunakan dalam
menghitung ramalan dengan metode pemulusan eksponensial. Metode ini banyak
25
mengurangi masalah penyimpanan data, karena tidak perlu lagi menyimpan
semua data historis (seperti dalam rata-rata bergerak).
( ) (2.16)
( ) (2.17)
Dimana adalah kesalahan ramalan (nilai sebenarnya dikurangi ramalan) untuk
periode t. Dari dua bentuk ini dapat dilihat bahwa ramalan yang dihasilkan
dari SES secara sederhana merupakan ramalan yang lalu ditambah suatu
penyesuaian untuk kesalahan yang terjadi pada ramalan terakhir. Dalam bentuk ini
terbukti bahwa jika mempunyai nilai mendekati 1, maka ramalan yang baru
akan mencakup penyesuaian kesalahan yang besar pada ramalan sebelumnya.
2. Pemulusan (smoothing) eksponensial ganda : metode linier satu parameter
dari Brown
Dasar pemikiran dari pemulusan eksponensial linier dari brown adalah
serupa dengan rata-rata bergerak linier : karena kedua nilai pemulusan tunggal dan
ganda ketinggalan dari data yang sebenarnya bilamana terdapat unsur trend.
Perbadaan antara nilai pemulusan tunggal dan ganda dapat ditambahkan kepada
nilai pemulusan tunggal dan disesuaikan untuk trend. Persamaan yang dipakai
adalah sebagai berikut :
( ) (2.18)
( ) (2.19)
(
) (2.20)
(
) (2.21)
(2.22)
26
Dimana adalah nilai pemulusan eksponensial tunggal dan adalah
nilai pemulusan eksponensial ganda serta m adalah jumlah periode yang
diramalkan.
3. Pemulusan (smoothing) eksponensial ganda : metode dua parameter dari
Holt
Metode pemulusan eksponensial linear dari Holt dalam prinsipnya serupa
dengan Brown kecuali bahwa Holt tidak menggunakan rumus pemulusan
berganda secara langsung. Sebagai gantinya, Holt memuluskan nilai trend dengan
parameter yang berbeda dari parameter yang digunakan pada deret yang asli.
Ramalan dari pemulusan eksponensial linear Holt didapat dengan menggunakan
dua konstanta pemulusan (dengan nilai antara 0 dan 1) dan tiga persamaan :
( )( ) (2.23)
( ) ( ) (2.24)
(2.25)
2.7.2.3 Metode kausal
Dengan mengasumsikan bahwa faktor yang diperkirakan/diramalkan
menunjukkan adanya hubungan sebab-akibat dengan satu atau lebih variabel
bebas. Maksud dari model kausal adalah menentukan bentuk hubungan tersebut
dan menggunakannya untuk meramalkan nilai mendatang dari variabel tidak
bebas.
1. Regresi Linier
Menurut Baroto (2002, hal. 41-42), Regresi linier adalah suatu metode
populer untuk berbagai macam permasalahan.
( ) (2.26)
27
Dimana :
( ) = nilai dari fungsi (permintaan) pada periode t (variabel terikat )
= intercept dan slope
= periode (variabel bebas)
= kesalahan atau penyimpangan pada periode t
Bila di gunakan untuk pendugaan (peramalan) maka formula regresi linier adalah :
( ) (2.27)
∑ ∑ ( ) ∑ ∑ ( )
∑ (∑ )
(2.28)
∑ ( ) ∑ ∑ ( )
∑ (∑ )
(2.29)
2.8 Kriteria Pemilihan Metode Peramalan Terbaik
Dalam menentukan metode permalan yang terbaik ada beberapa kriteria yang
bisa digunakan yaitu :
1. Mean Absolute Deviation (MAD)
MAD merupakan rata-rata keselahan mutlak selama periode tertentu tanpa
memperhatikan apakah hasil peramalan lebih besar atau lebih kecil dibandingkan
kenyaannya. Secara sistematis maka MAD adalah persamaan sebagai berikut :
MAD = ∑ |
|
(2.30)
2. Mean Square of Error (MSE)
MSE dihitung dengan menjumlahkan kuadrat semua kesalahan peramalan
pada setiap periode dan membagi dengan jumlah periode peramalan. Secara
sistematis dapat dinyatakan dengan persamaan sebagai berikut :
28
MSE = ∑ ( )
(2.31)
3. Mean Absolute Procentage of Error (MAPE)
MAPE merupakan ukuran kesalahan relative. MAPE biasanya lebih berarti
dibandingkan MAD karena MAPE menyatakan presentase kesalahan dari hasil
peramalan terhadap permintaan aktual selama periode tertentu yang akan
memberikan informasi presentase kesalahan terlalu tinggi atau rendah. Metode
peramalan dianggap terbaik apabila memiliki prosentase terkecil. Secara
matematis MAPE dinyatakan dengan persamaan sebagai berikut :
MAPE = ∑ (| | )
(2.32)
Dimana :
Ft = data permintaan ke-t
F1 = data hasil peramalan ke-t
m = jangka waktu peramalan
2.9 Pengujian Peramalan
Pengunjian ini dilakukan dengan menggunakan metode MRC (Moving Range
Chart). Tujuannya adalah untuk memeriksa peramalan-peramalan yang telah
dilakukan, apakah data hasil peramalan sudah dalam kondisi yang terkecil atau
belum. Langkah-langkah dalam pembuatan MRC adalah sebagai berikut : (Biegel,
1992).
1. Menghitung rentang bergerak (Moving Range)
|(
) (
)| (2.33)
29
Dimana :
= data aktual tahun tertentu
Y = data hasil peramalan tahun tertentu
2. Menghitung rata-rata rentang bergerak
∑
(2.34)
3. Menghitung batas-batas kontrol
Batas atas (BA) = +2,66. (2.35)
Batas bawah (BB) = -2,66. (2.36)
4. Mengitung titik-titik simpangan ( ) ke dalam peta kendali (gambar
2.9) (Biegel, 1992).
Fungsi peramalan yang terpilih dapat dipergunakan, apabila semua titik
berada dalam batas kontrol. Tetapi bila mendapatkan suatu titik tak terkendali
(out of control) sewaktu memeriksa peramalan, maka kita akan mencari
peramalan yang baru. Hal ini membuktikan bahwa metode peramalan tersebut
tidak cocok untuk digunakan.
Sumber : (John E. Biegel 1992)
Gambar 2.9 Bagan Peta Kendali
30
Kondisi out of control, yaitu :
1. Jika ada titik (Y,- ) yang berada diluar batas control ( )
2. Aturan tiga titik
Dari tiga buah titik yang berurutan, apakah dua titik atau lebih terdapat
dalam salah satu daerah A.
3. Aturan lima titik
Dari lima buah titik yang berurutan, apakah empat titik atau lebih terdapat
dalam satu daerah B.
4. Aturan delapan titik
Dari delapan buah titik yang berurutan berada pada salah satu sisi dari
garis tengah titik (daerah C).
2.10 Reorder Point System (ROP)
Dalam sistem ROP setiap pusat distribusi pada tingkat lebih rendah
meramalkan permintaan untuk produk guna melayani pelanggannya, kemudian
memesan dari pusat distribusi pada tingkat lebih tinggi (main werehouse) apabila
kuantitas dalam stock pada pusat distribusi pada tingkat lebih rendah (branch
werehouse) mencapai ROP. ROP dan stock pengaman ditentukan secara
konvesional.
Sistem tarik dengan ROP menimbulkan cascanding effect, yaitu : input ke
setiap tingkat adalah output dari tingkat atau tahap sebelumnya, sehingga
menyebabkan saling ketergantungan di antara tingkat-tingkat dalam sistem
distribusi.
Pada dasarnya metode ROP merupakan suatu teknik pengsian kembali
inventori apabila total stock on-hand plus on-order jatuh atau berada dibawah titik
31
pemesanan kembali (reorder point= ROP). ROP merupakan metode inventori
yang menempatkan suatu pesanan untuk lot tertentu apabila kuantitas on-hand
berkurang sampai tingkat yang ditentukan terlebih dahulu yang dikenal sebagai
titik pemesanan kembali (ROP). Dihitung berdasarkan formula :
ROP = DLT + SS (2.37)
Dimana :
ROP = titik pemesanan kembali (reorder point)
DLT = permintaan selama waktu tunggu (demand during lead time)
SS = stock pengaman (safety stock)
Terdapat 4 faktor yang menetukan ROP, yaitu :
1. Tingkat permintaan
2. Waktu tunggu
3. Ketidakpastian dalam tingkat permintaan dan waktu tunggu pengisian
kembali
4. Kebijakasanaan manajemen berkaitan dengan tingkat pelayanan pelanggan
yang dapat diterima (Vincent, 2004 hal 291-292).
Tabel 2.3 penelitian terdahulu perencanaan distribusi menggunakan Distribution
Requirement Planning
No Penulis / Tahun Hasil Penelitian
1. Abdilah, Adib
F., 2009
Dari hasil penelitian, distribusi perusahaan mengalami
penurunan biaya hingga 6.4% dengan menerapkan
metode DRP
2. Garside, Annisa
K., 2001
Dari hasil penelitian dapat ditarik kesimpulan, dengan
menerapkan metode DRP dapat mengoptimalkan
32
ketersediaan produk di warehouse maupun outlet. Hal ini
dibuktikan dengan jumlah persediaan yang selama ini
selalu menumpuk jumlah besar di masing-masing outlet
dan werehouse sebagai akibat kebijaksanaan pengiriman
produk sebesar 4 kali dari jumlah permintaan untuk tiap
minggu dapat dikurangi hanya sebesar safety stock yang
berfungsi sebagai persediaan pengaman jika terjadi
permintaan fluktuatif.
3. Paramitasari D,.
dan M. Yusuf.,
2015
Berdasarkan perhitungan yang telah dilakukan, diketahui
ukuran lot yang dipilih berdasarkan total biaya terkecil
untuk setiap lokasi distribusi. Adapun teknik yang dipilih
dalam pendistribusian adalah lot for lot (LFL), economic
order quantity (EOQ) dan periodic order Quantity
(POQ).