bab ii landasan teoritisrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8399/3/t1... · 2016-09-06 ·...

18
9 BAB II LANDASAN TEORITIS 2.1. Peran Aktor Dalam Konsep Pierre Bourdieu Istilah peran 1 pada awalnya merupakan terjemahan dari kata “function”, “job”, atau “work”. Adapun makna dari kata “peran” dapat dijelaskan lewat beberapa cara. Pertama, suatu penjelasan historis menyebutkan, konsep peran semula dipinjam dari keluarga drama atau teater yang hidup subur pada jaman Yunani Kuno. Dalam arti ini, peran menunjuk pada karakteristik yang disandang untuk dibawakan oleh seseorang aktor dalam sebuah pentas drama. Kedua, suatu penjelasan yang menunjuk pada konotasi ilmu sosial, yang mengartikan peran sebagai suatu fungsi yang dibawakan seseorang ketika menduduki suatu karakteristik (posisi) dalam struktur sosial. Ketiga, suatu penjelasan yang lebih bersifat operasional, menyebutkan bahwa peran seorang aktor adalah suatu batasan yang dirancang oleh aktor lain, yang kebetulan sama-sama berada dalam satu “penampilan/unjuk peran (role performance).Pada dasarnya ada dua paham 2 yang dipergunakan dalam mengkaji teori peran yakni dengan pendekatan paham strukturalis dan paham interaksionis. Paham strukturalis lebih mengaitkan antara peran-peran sebagai unit kultural, serta mengacu ke perangkat hak dan kewajiban, yang secara normatif telah dikelola oleh sistem budaya. Sistem budaya tersebut, menyediakan suatu sistem posisional, yang menunjuk pada suatu unit dari struktur sosial. Pada intinya, konsep struktur menonjolkan suatu konotasi pasif-statis, baik pada aspek permanen maupun aspek saling-kait antara posisi satu dengan lainnya. Paham interaksionis, lebih memperlihatkan konotasi aktif-dinamis dari fenomena peran, terutama setelah peran tersebut merupakan suatu perwujudan 1 Konsep tentang “peran” disarikan dari teks tentang functional theory of stratification dan functinalism, Bryan S. Turner (Editor). 2006. The Cambridge Dictionary Of Sosiology. New York: Cambridge University Press. Hal 217-220 dan Smelser, Neil J.,dkk. (Editor). 2001. International Encyclopedia of the Social & Behavioral Sciences. Hal 5838-5852 2 Ibid

Upload: trandiep

Post on 28-Jun-2019

217 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II LANDASAN TEORITISrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8399/3/T1... · 2016-09-06 · penjelasan yang menunjuk pada konotasi ilmu sosial, yang ... ada. dua paham2 yang

9

BAB II

LANDASAN TEORITIS

2.1. Peran Aktor Dalam Konsep Pierre Bourdieu

Istilah peran1 pada awalnya merupakan terjemahan dari kata “function”,

“job”, atau “work”. Adapun makna dari kata “peran” dapat dijelaskan lewat

beberapa cara. Pertama, suatu penjelasan historis menyebutkan, konsep peran

semula dipinjam dari keluarga drama atau teater yang hidup subur pada jaman

Yunani Kuno. Dalam arti ini, peran menunjuk pada karakteristik yang disandang

untuk dibawakan oleh seseorang aktor dalam sebuah pentas drama. Kedua, suatu

penjelasan yang menunjuk pada konotasi ilmu sosial, yang mengartikan peran

sebagai suatu fungsi yang dibawakan seseorang ketika menduduki suatu

karakteristik (posisi) dalam struktur sosial. Ketiga, suatu penjelasan yang lebih

bersifat operasional, menyebutkan bahwa peran seorang aktor adalah suatu

batasan yang dirancang oleh aktor lain, yang kebetulan sama-sama berada dalam

satu “penampilan/unjuk peran (role performance).”

Pada dasarnya ada dua paham2 yang dipergunakan dalam mengkaji teori

peran yakni dengan pendekatan paham strukturalis dan paham interaksionis.

Paham strukturalis lebih mengaitkan antara peran-peran sebagai unit kultural,

serta mengacu ke perangkat hak dan kewajiban, yang secara normatif telah

dikelola oleh sistem budaya. Sistem budaya tersebut, menyediakan suatu sistem

posisional, yang menunjuk pada suatu unit dari struktur sosial. Pada intinya,

konsep struktur menonjolkan suatu konotasi pasif-statis, baik pada aspek

permanen maupun aspek saling-kait antara posisi satu dengan lainnya.

Paham interaksionis, lebih memperlihatkan konotasi aktif-dinamis dari

fenomena peran, terutama setelah peran tersebut merupakan suatu perwujudan

1 Konsep tentang “peran” disarikan dari teks tentang functional theory of stratification dan

functinalism, Bryan S. Turner (Editor). 2006. The Cambridge Dictionary Of Sosiology. New York:

Cambridge University Press. Hal 217-220 dan Smelser, Neil J.,dkk. (Editor). 2001. International

Encyclopedia of the Social & Behavioral Sciences. Hal 5838-5852 2 Ibid

Page 2: BAB II LANDASAN TEORITISrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8399/3/T1... · 2016-09-06 · penjelasan yang menunjuk pada konotasi ilmu sosial, yang ... ada. dua paham2 yang

10

peran, yang bersifat lebih organis, sebagai unsur dari sistem sosial yang telah

diinternalisasi oleh self dari individu pelaku peran. Dalam hal ini, pelaku peran

menjadi sadar akan struktur sosial yang didudukinya. Oleh karena itu, ia berusaha

untuk selalu kelihatan “mumpuni” dan dipersepsi oleh pelaku lainnya sebagai “tak

menyimpang” dari sistem harapan yang ada dalam masyarakatnya.

Istilah peran yang dikemukakan di atas, sangat berkaitan dengan istilah

praktik dalam pengertian Pierre Bourdieu. Menurut Pierre Bourdieu (dalam Adib,

2012) praktik (secara sosial) merupakan hubungan relasional yakni struktur

objektif dan representasi subjektif, agen dan pelaku, terjalin secara dialektik.

Fenomena sosial apa pun merupakan produk dari tindakan-tindakan individual.

Oleh karena itu, logika tindakan harus dilihat (dicari) pada sisi rasionalitas

pelakunya (Haryatmoko, 2003).

Bourdieu juga menambahkan praktek merupakan integrasi antara habitus

dikalikan modal dan ditambahkan ranah, yang dapat dirumuskan sebagai berikut:

(Habitus x Modal) + Ranah= Praktik. Secara dialektis, Habitus adalah “produk

dari internalisasi struktur” dunia sosial. Habitus diperoleh sebagai akibat dari

ditempatinya posisi di dunia sosial dalam waktu yang panjang. Menurut Bourdieu,

habibus adalah struktur mental atau kognitif yang dengannya orang berhubungan

dengan dunia sosial. Orang dibekali dengan serangkaian skema terinternalisasi

yang mereka gunakan untuk mempersepsi, memahami, mengapresiasi, dan

mengevaluasi dunia sosial. Melalui skema ini, orang menghasilkan praktik

mereka, mempersepsi dan mengevaluasinya (Ritzer dan Goodman, 2010; 581).

Habitus dapat dipahami sebagai, di satu sisi, habitus adalah pada waktu

tertentu merupakan hasil ciptaan (produksi) sejarah, dari praktik individu-individu

kolektif yang selama periode historis yang panjang. Di sisi lain, habitus justru

menjadi suatu yang dapat memandu individu dalam memproduksi praktek, di

berbagai konteks, yang tidak sepenuh disadari (Bourdieu, 1977; 82). Habitus

merupakan hasil ketrampilan yang menjadi tindakan praktis (tidak harus selalu

disadari) yang kemudian diterjemahkan menjadi suatu kemampuan yang kelihatan

alamiah dan berkembang dalam lingkungan sosial tertentu (Bourdieu, 1994:

dalam Haryatmoko, 2003). Habitus digunakan sebagai kerangka untuk memahami

Page 3: BAB II LANDASAN TEORITISrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8399/3/T1... · 2016-09-06 · penjelasan yang menunjuk pada konotasi ilmu sosial, yang ... ada. dua paham2 yang

11

dan menilai realitas sekaligus penghasil praktik kehidupan yang sesuai dengan

struktur-struktur objektif.

Menurut Bourdieu (1980; dalam Haryatmoko, 2003) habitus merupakan

sistem-sistem disposisi yang tahan waktu dan dapat diwariskan, struktur-struktur

yang membentuk, artinya menjadi prinsip penggerak dan pengatur praktek-

praktek hidup dan representasi-representasi, yang dapat disesuaikan dengan tujuan

tanpa mengandaikan pengarahan tujuan secara sadar dan penguasaaan secara

sengaja upaya-upaya yang perlu untuk mencapainya, secara objektif diatur dan

teratur tanpa harus menjadi buah dari kepatuhan-kepatuhan akan aturan-aturan

dan secara kolektif diselaraskan tanpa harus menjadi hasil dari pengaturan seorang

dirigen. Pada titik ini, disposisi dimaknai sikap, kecenderungan dalam

mempersepsi, merasakan, melakukan, dan berpikir, yang diinternalisasikan oleh

individu berkat kondisi objektif eksistensi seseorang.

Ranah (field) lebih dipandang Bourdieu (Ritzer dan Goodman, 2010:582-

590) secara relasional daripada secara struktural. Ranah adalah jaringan relasi

antarposisi objektif di dalamnya (Bourdieu dalam Ritzer dan Goodman.

2010:582). Keberadaan relasi-relasi ini terpisah dari kesadaran dan kehendak

individu. Ranah merupakan: (1) arena kekuatan sebagai upaya perjuangan untuk

memperebutkan sumber daya atau modal dan juga untuk memperoleh akses

tertentu yang dekat dengan hirarki kekuasaan; (2) semacam hubungan yang

terstruktur dan tanpa disadari mengatur posisi-posisi individu dan kelompok

dalam tatanan masyarakat yang terbentuk secara spontan.

Ranah (field) merupakan arena politik (kekuasaan) yang sangat penting,

dimana terdapat hirarki kekuasaaan yang di dalamnya ada relasi/hubungan

kekuasaan dalam arena politik yang memiliki daya untuk membantu menata,

menstruktur (membangun) arena-arena yang lain (Ritzer dan Goodman, 2010;

583). Bourdieu menyatakan bahwa ada tiga langkah proses untuk menganalisis

ranah, yaitu: pertama, menggambarkan keutamaan ranah (lingkungan) kekuasaan

untuk menemukan hubungan setiap lingkungan khusus dengan lingkungan politik;

kedua, menggambarkan struktur objektif hubungan antar berbagai posisi di dalam

ranah tertentu; dan ketiga untuk mencoba menentukan ciri-ciri kebiasaan agen

Page 4: BAB II LANDASAN TEORITISrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8399/3/T1... · 2016-09-06 · penjelasan yang menunjuk pada konotasi ilmu sosial, yang ... ada. dua paham2 yang

12

yang menempati berbagai tipe posisi di dalam ranah (Ritzer dan Goodman, 2010;

583).

Menurut Bourdieu (dalam Adib 2012), dalam ranah sosial akan selalu

terjadi, mereka yang memiliki modal dan habitus yang sama dengan kebanyakan

individu, akan lebih mampu melakukan tindakan mempertahankan atau mengubah

struktur dibandingkan dengan mereka yang tidak memiliki modal. Modal dalam

penjelasan Bourdieu terdiri dari, Modal Ekonomi, Modal Sosial, Modal Budaya

dan Modal Simbolik.

Modal ekonomi mencakup kepemilikan alat-alat produksi (seperti mesin,

tanah, dan buruh), materi (pendapatan dan benda-benda), dan uang. Sedangkan

Modal simbolik ini berupa, akumulasi prestasi, penghargaan, harga diri, jabatan,

status, kehormatan, wibawa, reputasi, termasuk gelar akademis (Bourdieu, 1989;

197). Di sisi lain, modal budaya mencakup keseluruhan kualifikasi intelektual

yang bisa diproduksi melalui pendidikan formal maupun warisan keluarga.

Sedangkan modal sosial mencakup keseluruhan kepemilikan nilai, kepercayaan

sosial dan jejaring sosial (Adib, 2012). Menurut Bourdieu (dalam Haryatmoko,

2003), keseluruhan kepemilikan modal tersebut, dapat membentuk sebuah struktur

tindakan sosial (termasuk praktek keseharian) maupun lingkup sosial individu

dalam masyarakat.

2.2. Pembangunan dan Perencanaan

Dalam sejarah perjalanannya, konsep pembangunan di Indonesia tidak

dapat dipisahkan dari pengaruh-pengaruh pikiran besar dunia, terutama yang

berlaku di negara-negara Dunia Ketiga. Pengaruh-pengaruh tersebut tidak saja

masuk kedalam nuansa pembangunan di Indonesia, tetapi secara sadar telah

diadaptasi oleh para elit penentu kebijakan, terutama melalui pendekatan-

pendekatan yang dibiayai oleh Bank Dunia dan badan-badan keuangan dunia

lainnya (Wrihatnolo, 2009; 9). Pandangan tersebut dipertegas lagi oleh

Sumodiningrat (dalam Wrihatnolo, 2009; 9) yang juga mengatakan bahwa

kecenderungan perkembangan konsep pembangunan di Indonesia sejak tahun

1960-an adalah konsep growth stategy yang diikuti dengan paradigma

Page 5: BAB II LANDASAN TEORITISrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8399/3/T1... · 2016-09-06 · penjelasan yang menunjuk pada konotasi ilmu sosial, yang ... ada. dua paham2 yang

13

pertumbuhan ekonomi, namun sampai dengan tahun 1990-an, konsep

pembangunan berkembang dengan gaya empowerment yang menitik-beratkan

pada paradigma pembangunan manusia.

Pembangunan adalah proses natural mewujudkan cita-cita bernegara, yaitu

terwujudnya masyarakat yang makmur sejahtera secara adil dan merata.

Kesejahteraan ditandai dengan kemakmuran, yaitu meningkatnya konsumsi yang

disebabkan karena meningkatnya pendapatan (Wrihatnolo, 2009; 1). Juga, dalam

dalam pendekatan pertumbuhan ekonomi, pembangunan didefinisikan sebagai

suatu proses yang berkesinambungan dari peningkatan pendapatan riil perkapita

melalui peningkatan jumlah dan produktivitas sumber daya (Kartasasmita, 1997).

Namun demikian, Bauzon (1992) dan Goulet (1977) (dalam Kartasasmita,

1997) mengatakan pula bahwa pembangunan perlu mengedepankan etika, yang

berarti mengetengahkan bahwa proses pembangunan harus menghasilkan (1)

terciptanya "solidaritas baru" yang mendorong pembangunan yang berakar dari

bawah (grassroots oriented), (2) memelihara keberagaman budaya dan

lingkungan, dan (3) menjunjung tinggi martabat serta kebebasan bagi manusia dan

masyarakat. Dengan demikian, pembangunan adalah suatu proses perubahan yang

terjadi dalam masyarakat, yang terukur dari terwujudnya kesejahteraan

masyarakat.

Menurut Wrihatnolo (2009;2), dalam pendekatan pembangunan nasional,

terdapat 3 hal mendasar yang perlu dilakukan. Pertama, pembangunan perlu

diletakkan pada arah perubahan struktur. Kedua, pembangunan perlu diletakkan

pada arah pemberdayaan masyarakat untuk menuntaskan masalah kesenjangan

pembangunan, yakni pengangguran, kemiskinan dan tidak merata ruang serta

kesempatan masyarakat untuk berpartispasi secara aktif dalam pembangunan.

Ketiga, pembangunan perlu diletakkan pada arah koordinasi lintas sektor, yang

mencakup program antar sektor, pembangunan antar daerah, dan pembangunan

khusus. Dengan demikian, dalam rangka pencapaian ketiga hal mendasar di atas,

pembangunan perlu dilakukan secara terpadu, terarah dan sistematis, serta

memberikan ruang dan kesempatan bagi masyarakat untuk berperan aktif dalam

menyelesaikan masalah-masalahnya. Hal ini berarti pembangunan membutuhkan

Page 6: BAB II LANDASAN TEORITISrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8399/3/T1... · 2016-09-06 · penjelasan yang menunjuk pada konotasi ilmu sosial, yang ... ada. dua paham2 yang

14

sebuah proses perencanaan yang terukur, dalam rangka mewujudkan

kesejahteraan masyarakat.

Perencanaan merupakan merupakan daftar tindakan yang disusun dalam

urutan, dan dianggap akan dapat mencapai suatu sasaran (Welsh, 1983;47). Ini

berarti pula bahwa perencanaan merupakan upaya-upaya manusia untuk

meminimalkan ketidakpastian guna mencapai sebuah tujuan. Wrihatnolo R. dan

Nugroho (2011;3) mengemukakan bahwa perencanaan merupakan kemampuan

mengukur. Perencanaan adalah suatu proses untuk menentukan tindakan masa

depan yang tepat, melalui urutan pilihan, dengan memperhitungkan sumber daya

yang tersedia (Pasal 1 ayat 1 UU No.25/20041 dan Pasal 1 ayat 1 PP No.8/2008).

Dengan demikian, perencanaan pembangunan dapat diartikan sebagai suatu proses

penyusunan tahapan-tahapan kegiatan guna pemanfaatan dan pengalokasian

sumber daya yang ada dalam jangka waktu tertentu untuk meningkatkan

kesejahteraan masyarakat.

Menurut Widodo (dalam Wrihatnolo R. dan Nugroho (2011;3-4), terdapat

8 (delapan) jenis perencanaan, yaitu (1) perencanaan menurut jangka waktu, (2)

perencanaan menurut sifat dorongannya, (3) perencanaan menurut alokasi sumber

daya, (4) perencanaan menurut tingkat keluwesan, (5) perencanaan menurut

sistem ekonomi, (6) perencanaan menurut arus informasi, (7) perencanaan

menurut dimensi pendekatan, (8) perencanaan menurut lingkaran aktivitas

pembangunan.

Berdasarkan kerangka sistematis yang diamanatkan dalam UU No. 25

tahun 2004 tersebut, maka dokumen perencanaan pembangunan terdiri dari 8

(delapan) yakni, (1) Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP), adalah

dokumen perencanaan untuk periode 20 (dua puluh) tahun yang memuat visi,

misi, dan arah pembangunan; (2) Rencana Pembangunan Jangka Menengah

(RPJM), adalah dokumen perencanaan untuk periode 5 (lima) tahun yang

merupakan penjabaran dari visi, misi, dan program presiden/kepala daerah dan

memuat strategi pembangunan nasional/daerah, kebijakan umum, kerangka

ekonomi makro, program-program, dan kegiatan pembangunan; (3) Rencana

Pembangunan Jangka Menengah Kementerian/Lembaga, yang selanjutnya disebut

Page 7: BAB II LANDASAN TEORITISrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8399/3/T1... · 2016-09-06 · penjelasan yang menunjuk pada konotasi ilmu sosial, yang ... ada. dua paham2 yang

15

Rencana Strategis Kementerian/Lembaga (Renstra-KL), adalah dokumen

perencanaan kementerian/ lembaga untuk periode 5 (lima) tahun; (4) Rencana

Pembangunan Jangka Menengah Satuan Kerja Perangkat Daerah, (Renstra-

SKPD), adalah dokumen perencanaan Satuan Kerja Perangkat Daerah untuk

periode 5 (lima) tahun; (5) Rencana Pembangunan Tahunan Nasional, yang

selanjutnya disebut Rencana Kerja Pemerintah (RKP), adalah dokumen

perencanaan Nasional untuk periode 1 (satu) tahun; (6) Rencana Pembangunan

Tahunan Daerah, yang selanjutnya disebut Rencana Kerja Pemerintah Daerah

(RKPD), adalah dokumen perencanaan Daerah untuk periode 1 (satu) tahun; (7)

Rencana Pembangunan Tahunan Kementerian/Lembaga, yang selanjutnya disebut

Rencana Kerja Kementerian/Lembaga (Renja-KL), adalah dokumen perencanaan

kementrian/lembaga untuk periode 1 (satu) tahun; (8) Rencana Pembangunan

Tahunan Satuan Kerja Perangkat Daerah, yang selanjutnya disebut Rencana Kerja

Satuan Kerja Perangkat Daerah (Renja-SKPD), adalah dokumen perencanaan

Satuan Kerja Perangkat Daerah untuk periode 1 (satu) tahun (Nugroho dan

Wrihatnolo, 2011;55-56).

Berdasarkan prosesnya, perencanaan pembangunan melalui dua proses,

yakni proses politik dan proses teknokratik. Pertama, proses politik. Setiap

pemilihan umum (Pemilu Presiden maupun Pemilu Kepala Daerah/Walikota)

selalu ada yang namanya penyampaian visi dan misi calon. Munculnya visi dan

misi tersebut, kemudian menjadi alat transaksi politik, yang pada akhirnya

menentukan keinginan publik, untuk memutuskan pilihan yang tepat dalam proses

pemilu. Dalam pendekatan perencanaan pembangunan, visi dan misi tersebut

merupakan dokumen rencana yang diakui. Sehingga, apabila terpilih, setiap visi

dan misi tersebut akan direalisasikan ke dalam dokumen perencanaan

pembangunan yang biasa disebut dengan rencana pembangunan jangka

menengah. Pada tahapan inilah, yang disebut dalam perencanaan, sebagai proses

politik. Kedua, proses teknokratik. Para pengamat profesional (biasanya dari

Lembaga Swadaya Masyarakat dan Perguruan Tinggi), dapat menjadi sumber

pengidentifikasian kebutuhan atau masalah di masayarakat. Walau tidak

mengalami sendiri, berbekal pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki, para

Page 8: BAB II LANDASAN TEORITISrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8399/3/T1... · 2016-09-06 · penjelasan yang menunjuk pada konotasi ilmu sosial, yang ... ada. dua paham2 yang

16

profesional dapat dengan baik mengidentifikasi permasalahan yang dihadapi

masyarakat, termasuk permasalahan yang tidak disadari oleh masyarakat itu

sendiri. Dari hasil pengamatan inilah yang menjadi titik tolak dari perencanaan.

Penyusunan rencana yang demikian ini, yang dinamakan sebagai proses

teknokratik. Karena rencana yang dihasilkan dalam proses politik dan teknokratik

ini berbeda, keduanya harus diserasikan dan diterjemahkan dalam bahasa yang

dapat dijalankan oleh para birokrat. Hasil dari penyerasian inilah yang kemudian

menjadi agenda Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) (Nugroho dan

Wrihatnolo, 2011;59-61). Sehingga pada titik inilah proses perencanaan

pembangunan menerapkan dua pendekatan, yaitu proses dari atas ke bawah (top

down) dan sebaliknya proses dari bawah ke atas (bottom up).

Keseluruhan proses perencanaan pembangunan tersebut dilebur menjadi

empat tahapan perencanaan, yaitu; Pertama, Evaluasi kinerja rencana

pembangunan sebelumnya. Tujuannya adalah untuk mendapatkan informasi

tentang kapasitas lembaga pelaksana, kualitas rencana sebelumnya, serta untuk

memperkirakan kapasitas pencapaian kinerja di masa yang akan datang. Kedua,

Penyusunan rencana yang terdiri atas langkah-langkah: (1) penyiapan rancangan

rencana pembangunan oleh lembaga perencana dan bersifat rasional, ilmiah,

menyeluruh dan terukur; (2) penyiapan rancangan rencana kerja oleh lembaga-

lembaga pemerintah sesuai dengan kewenangannya; (3) musyawarah perencanaan

pembangunan; dan (4) penyusunan rancangan akhir rencana pembangunan.

Ketiga, Penetapan rencana untuk menetapkan landasan hukum bagi rencana

pembangunan yang dihasilkan pada langkah penyusunan rencana. Keempat,

Pengendalian pelaksanaan rencana yang merupakan bagian dan tanggung jawab

pimpinan lembaga pemerintahan. (Nugroho dan Wrihatnolo, 2011;62-63)

2.3. Desa

2.3.1. Pengertian Desa

Istilah desa berasal dari bahasa India swadesi yang berarti tempat

asal, tempat tinggal, negeri asal atau tanah leluhur yang merujuk pada satu

kesatuan hidup dengan kesatuan norma serta memiliki batas yang jelas.

Page 9: BAB II LANDASAN TEORITISrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8399/3/T1... · 2016-09-06 · penjelasan yang menunjuk pada konotasi ilmu sosial, yang ... ada. dua paham2 yang

17

Istilah desa dan perdesaan sering dikaitkan dengan pengertian rural dan

village yang dibandingkan dengan kota (city/town) dan perkotaan (urban).

Antonius T. (dalam Sumpeno, 2011;3) mengatakan bahwa konsep

perdesaan dan perkotaan mengacu kepada karakteristik masyarakat

sedangkan desa dan kota merujuk pada suatu satuan wilayah administrasi

atau teritorial, dalam hal ini perdesaan mencakup beberapa desa.

Koentjaraningrat (1977) mendefinisikan desa sebagai komunitas

kecil yang menetap di suatu daerah, sedangkan Bergel (1995)

mendefinisikan desa sebagai setiap pemukiman para petani. Pengertian

desa dalam tiga aspek; (1) analisis statistik, desa didefinisikan sebagai

suatu lingkungan dengan penduduk kurang dari 2500 orang, (2) analisis

sosial psikologis, desa merupakan suatu lingkungan yang penduduknya

memiliki hubungan akrab dan bersifat informal diantara sesama warganya,

dan (3) analisis ekonomi, desa didefinisikan sebagai suatu lingkungan

dengan penduduknya tergantung kepada pertanian, (Sumpeno, 2011;3).

Di Indonesia penggunaan istilah tersebut digunakan dengan cara

yang berbeda untuk masing-masing daerah, seperti dusun bagi masyarakat

Sumatera Selatan, dati bagi Maluku, kuta untuk Batak, nagari untuk

Sumatera Barat, atau wanua di Minahasa. Bagi masyarakat lain istilah

desa memiliki keunikan tersendiri dan berkaitan erat dengan mata

pencaharian, norma dan adat istiadat yang berlaku, (Sumpeno, 2011;3).

Zakaria (2000) menyatakan, desa adalah sekumpulan manusia yang

hidup bersama atau suatu wilayah, yang memiliki suatu organisasi

pemerintahan dengan serangkaian peraturan-peraturan yang ditetapkan

sendiri, serta berada di bawah pimpinan desa yang dipilih dan ditetapkan

sendiri. Definisi ini, menegaskan bahwa desa sebagai satu unit

kelembagaan pemerintahan mempunyai kewenangan pengelolaan wilayah

perdesaan. Wilayah perdesaan sendiri diartikan sebagai wilayah yang

penduduknya mempunyai kegiatan utama pertanian, termasuk pengelolaan

sumberdaya alam, dengan susunan fungsi wilayah sebagai pemukiman

Page 10: BAB II LANDASAN TEORITISrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8399/3/T1... · 2016-09-06 · penjelasan yang menunjuk pada konotasi ilmu sosial, yang ... ada. dua paham2 yang

18

perdesaan, pelayanan jasa pemerintah, pelayanan sosial, dan kegiatan

ekonomi, (Sumpeno, 2011;3).

Desa atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut desa,

adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah

yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat

setempat, berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan

dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik

Indonesia, (PP 72 Tahun 20053 Pasal 1 Ayat 5).

Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa desa

merupakan suatu kesatuan masyarakat yang dibangun berdasarkan sejarah,

nilai-nilai, budaya, hukum dan keistimewaan tertentu yang diakui dalam

sistem kenegaraan kesatuan Republik Indonesia yang memiliki

kewenangan untuk mengatur, mengorganisir dan menetapkan kebutuhan

masyarakatnya secara mandiri.

2.3.2. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa

Perencanaan adalah suatu proses untuk menentukan tindakan masa

depan yang tepat, melalui urutan pilihan, dengan memperhitungkan

sumber daya yang tersedia (Pasal 1 ayat 1 UU No.25/20044 dan Pasal 1

ayat 1 PP No.8/20085). Perencanaan pembangunan adalah suatu proses

penyusunan tahapan-tahapan kegiatan guna pemanfaatan dan

pengalokasian sumber daya yang ada dalam jangka waktu tertentu untuk

meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Perencanaan pembangunan desa dilakukan secara partisipatif oleh

pemerintah desa sesuai dengan kewenangannya (Pasal 63 ayat 2 PP

72/2005). Dokumen perencanaan pembangunan jangka menengah di Desa

disebut dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa

(RPJMDes). RPJMDes adalah dokumen perencanaan untuk periode 5

3 Tentang Desa 4 Tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN) 5 Tentang Tahapan, Tata Cara Penyusunan, Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana

Pembangunan Daerah

Page 11: BAB II LANDASAN TEORITISrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8399/3/T1... · 2016-09-06 · penjelasan yang menunjuk pada konotasi ilmu sosial, yang ... ada. dua paham2 yang

19

(lima) tahun yang memuat strategi dan arah kebijakan pembangunan Desa,

arah kebijakan keuangan Desa dan program prioritas kewilayahan, yang

disertai dengan rencana kerja. RPJMDes disusun untuk menjadi panduan

atau pedoman bagi komunitas desa dan supradesa, dalam rangka

mengelola potensi maupun persoalan di desa. Oleh karena itu, RPJMDes

merupakan dokumen perencanaan yang terintegrasi dengan perencanaan

pembangunan kabupaten/kota, (Pasal 63 ayat 1 PP No 72/2005).

RPJMDes dapat dimaknai sebagai dokumen ”cetak biru” (blue print)

desa selama rentang waktu lima (5) tahun. Dokumen ”cetak biru” ini

memuat arah dan orientasi pembangunan desa selama lima tahun. Secara

konsepsional capaian pembangunan desa selama lima tahun dituangkan ke

dalam visi dan misi desa. RPJMDes juga merumuskan permasalahan desa,

strategi dan kebijakan yang hendak ditempuh, serta program dan kegiatan

yang disiapkan untuk menyelesaikan permasalahan yang ada.

RPJMDes kemudian dijabarkan dalam Rencana Kerja Pembangunan

Desa (RKP Desa) sekaligus dengan penganggarannya yang disebut

Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APB Desa). Kedua dokumen ini,

RKP Desa dan APB Desa merupakan hasil (output) dari musrenbang

tahunan.

Perencanaan pembangunan desa dilaksanakan dengan prinsip

sekaligus syarat sebagai berikut (Forum Pengembangan Dan Pembaharuan

Desa, 2008;5) :

a) Pemberdayaan. Yaitu upaya untuk mewujudkan kemampuan dan

kemandirian masyarakat dalam kehidupan bernegara dan

berbangsa.

b) Partisipatif. Yaitu keikutsertaan dan keterlibatan masyarakat

secara aktif dalam proses pembangunan.

c) Berpihak pada Masyarakat. Yaitu seluruh proses pembangunan di

pedesaan secara serius memberikan kesempatan yang seluas-

luasnya bagi masyarakat khususnya masyarakat miskin.

Page 12: BAB II LANDASAN TEORITISrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8399/3/T1... · 2016-09-06 · penjelasan yang menunjuk pada konotasi ilmu sosial, yang ... ada. dua paham2 yang

20

d) Terbuka. Yaitu setiap proses dan tahapan perencanaan

pembangunan dapat dilihat dan diketahui secara langsung oleh

seluruh masyarakat desa.

e) Akuntabel. Yaitu setiap proses dan tahapan kegiatan

pembangunan dapat dipertanggung-jawabkan dengan benar, baik

pada pemerintah desa maupun pada masyarakat.

f) Selektif. Yaitu semua masalah terseleksi dengan baik untuk

mencapai hasil yang optimal.

g) Efisien dan Efektif. Yaitu pelaksanaan perencanaan kegiatan

sesuai dengan potensi sumberdaya alam dan sumberdaya

manusia yang tersedia.

h) Keberlanjutan. Yaitu setiap proses dan tahapan kegiatan

perencanaan harus simultan dan berlangsung terus-menerus.

i) Cermat. Yaitu data yang diperoleh cukup obyektif, teliti, dapat

dipercaya, dan menampung aspirasi masyarakat.

j) Proses Berulang. Yaitu pengkajian terhadap suatu masalah/hal

dilakukan secara berulang sehingga mendapatkan hasil yang

terbaik.

Proses penyusunan RPJMDes meliputi 3 (tiga) tahap (Forum

Pengembangan Dan Pembaharuan Desa, 2008;16). Pertama, Tahap

Persiapan Musrenbang (Musyawarah Rencana Pembangunan) RPJMDes,

merupakan semua proses yang perlu dilakukan mulai dari sosialisasi,

pengkajian desa bersama masyarakat, dan penyusunan draft rancangan

awal RPJMDes. Proses persiapan ini mempunyai peran yang sangat

penting agar perencanaan desa benar-benar dapat disusun dengan baik dan

partisipatif. Terakhir, adalah persiapan teknis penyelenggaraan

musrenbangnya sendiri, mulai dari penyebaran undangan, pemberitahuan

secara terbuka, penyiapan tempat, materi, alat dan bahan.

Kedua, Tahap Pelaksanaan Musrenbang dan Penyusunan RPJMDes,

meliputi proses musyawarah bersama warga dan berbagai pemangku

kepentingan untuk membahas draft rancangan awal RPJMDes dan

Page 13: BAB II LANDASAN TEORITISrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8399/3/T1... · 2016-09-06 · penjelasan yang menunjuk pada konotasi ilmu sosial, yang ... ada. dua paham2 yang

21

menyepakati berbagai hal penting di dalamnya. Ini merupakan proses yang

terpenting agar dapat diperoleh kualitas dan legitimasi dokumen

perencanaan.

Ketiga, Tahap Pelembagaan Dokumen RPJMDes, merupakan proses

legislasi penetapan dokumen RPJMDes ke dalam Peraturan Desa.

Kemudian dilanjutkan dengan sosialisasi Peraturan Desa tentang

RPJMDes tersebut kepada masyarakat dan berbagai pemangku

kepentingan (desa, kecamatan, Unit Pelaksana Teknis Daerah [UPTD]

atau kepanjangan SKPD di kecamatan). Dokumen publik wajib

disebarluaskan kepada masyarakat.

2.4. Kerangka Pikir Penelitian

Dalam konteks wilayah, desa merupakan basis masyarakat terkecil. Dalam

perencanaan pembangunan ditingkat daerah, meskipun desa tidak diberikan

otonomi khusus, namun perencanaan pembangunan desa menjadi pendukung

kestabilan dan kemampuan otonomi daerah (kabupaten/kota). Perencanaan

pembangunan desa yang dimaksud ialah penyusunan Rencana Pembangunan

Jangka Menengah Desa (RPJMDes) yang merupakan pedoman dan panduan

pembangunan desa dalam jangka waktu 5 (lima) tahun.

Hambatan dan tantangan dialami oleh desa dalam penyusunan RPJMDes

seperti, lemahnya kapasitas sumber daya manusia untuk perencanaan, intervensi

daerah (kabupaten) yang melemahkan kemandirian perencanaan pembangunan,

lemahnya partisipasi masyarakat dari bawah dalam perencanaan pembangunan

serta benturan proseduralisme birokrasi pemerintahan, menjadi perosalan

mendasar yang dihadapi dalam proses perencanaan pembangunan desa. Dalam

menanggapi kelemahan serta tantangan tersebut, muncullah beberapa aktor yang

cukup berpengaruh. Tindakan-tindakan aktor ini, berusaha untuk memecahkan

masalah dan perjuangannya untuk memecah kebuntuan kekuasaan dalam proses

perencanaan pembangunan desa.

Dalam kaitan dengan itu serta bersumber pada konsep Bourdieu tentang

tindakan/praktik, maka eksistensi aktor dalam perannya (tindakan), menjadikan

Page 14: BAB II LANDASAN TEORITISrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8399/3/T1... · 2016-09-06 · penjelasan yang menunjuk pada konotasi ilmu sosial, yang ... ada. dua paham2 yang

22

arena (field) pertentangan dan perjuangan kuasa dikonstruksi dalam posisi relasi

antar posisi yang objektif bukan relasi struktural yang terpaut dengan dominasi

kuasa. Pada titik inilah peran aktor dalam penyusunan RPJMDes (field) menjadi

sangat signifikan, guna memecahkan kebuntuan perencanaan pembangunan desa.

Peran aktor dalam penyusunan RPJMDes ini juga ditempatkan dalam relasi timbal

balik dengan arena (field) perjuangannya. Pada prinsipnya aktor, menempatkan

strateginya dengan berbagai sumber daya yang dimilikinya maupun potensi

pembangunan desa itu sendiri, dalam kerangka memecahkan kebuntuan proses

penyusunan RPJMDes. Ini dilakukan bukan karena keberpihakan, tetapi demi

keuntungan dirinya, ataupun institusinya.

Demikianlah kerangka pikir penelitian, yang menjadi acuan peneliti untuk

menelaah peran aktor dalam penyusunan Rencana Pembangunan Jangka

Menengah Desa Polobogo 2010-2015.

Bagan 2.1.

Kerangka Pikir Penelitian

Peran/Praktek/Tindakan

Aktor

Arena Perjuangan (Ranah)

Penyusunan

RPJMDes

Habitus

Modal

AKTOR

Page 15: BAB II LANDASAN TEORITISrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8399/3/T1... · 2016-09-06 · penjelasan yang menunjuk pada konotasi ilmu sosial, yang ... ada. dua paham2 yang

23

2.5. Penelitian Terdahulu

Penelitian tentang Peran Aktor Dalam Penyusunan RPJMDes Polobogo

2010-2015 ini terinspirasi dari beberapa penelitian terdahulu. Akan tetapi, dari

berbagai penelitian tersebut, tidak ada yang khusus memfokuskan pada peran

aktor dengan pendekatan sosiologis, seperti yang penulis fokuskan dalam

penelitian ini. Berikut beberapa penelitian terdahulu yang berkaitan dengan peran

aktor dan penyusunan RPJMDes.

Tabel 2.1.

Penelitian Terdahulu

No. Penelitian Hasil Penelitian

1 Dwiyanto. 2009. Peran Pemerintah

Dalam Pembangunan Pedesaan Di

Desa Kandangan, Kecamatan

Kandangan, Kabupaten

Temanggung (Skripsi). Universitas

Diponegoro

Hasil dari penelitian ini adalah :

1. Pemerintah kabupaten memiliki peran

yang tinggi dalam menjalankan

perannya baik sebagai regulator dan

pelaksana program pembangunan di

desa. Namun peran pemerintah ini

dirasakan oleh masyarakat belum begitu

memberi dampak yang signifikan, hal

ini dikarenakan kebijakan yang

dikeluarkan oleh pemerintah kabupaten

masih bersifat pengampu.

2. Peran pemerintah kecamatan hanya

sebagai fasilitator kebijakan maupun

pelaksana pembangunan. Hal ini

dikarenakan terdapatnya pergeseran

fungsi dan kedudukan pemerintah

kecamatan. Sedangkan untuk peran

pemerintah desa didalam pembangunan

pedesaan pada dasarnya memiliki peran

sebagai pembuat kebijakan dan sebagai

Page 16: BAB II LANDASAN TEORITISrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8399/3/T1... · 2016-09-06 · penjelasan yang menunjuk pada konotasi ilmu sosial, yang ... ada. dua paham2 yang

24

pelaksana program pembangunan,

namun dilapangan pemerintah desa

cenderung menjalankan fungsi sebagai

pelaksana program pembangunan.

2 Indrastanti, S. Retno. dkk. 2010.

Pendampingan Penyusunan

Dokumen Rencana Pembangunan

Jangka Menengah Desa (Jurnal).

Universitas Muhammadiyah

Surakarta

Hasil dari penelitian ini adalah :

1. Pelaksanaan pendampingan penyusunan

dokumen tersebut dimulai dengan

tahapan pelatihan penyusunan

RPJMDes Makamhaji. Pelatihan ini

melibatkan seluruh kepala urusan,

anggota BPD, perwakilan masyarakat

dan beberapa kepala dusun di Desa

Makamhaji, Kecamatan Kartasura,

Kabupaten Sukoharjo. Adapun materi

yang disampaikan dalam pelatihan

tersebut adalah sebagai berikut: (1)

Aspek regulasi dalam perencanaan desa

(2) Fungsi RPJMDes sebagai pedoman

dalam proses pembangunan desa. (3)

Partisipasi masyarakat dalam

penyusunan dokumen RPJMDes, dann

beberapa teknik mendorong partisipasi

masyarakat dalam penyusunan

RPJMDes

2. Dalam pelaksanaan penyusunan

dokumen RPJMDesa Makamhaji secara

umum berjalan dengan cukup lancar,

hal ini terlihat dari antusiasnya peserta

dalam mengikuti proses pelatihan dan

pendampingan masyarakat, akan tetapi

Page 17: BAB II LANDASAN TEORITISrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8399/3/T1... · 2016-09-06 · penjelasan yang menunjuk pada konotasi ilmu sosial, yang ... ada. dua paham2 yang

25

dalam pelaksanaan terdapat beberapa

hambatan yang menjadi kelemahan

dalam proses ini yaitu : (1) Kurangnya

pemahaman para pemangku

kepentingan tentang pentingnya

penyusunan Dokumen RPJMDes ini.

(2) Adanya dominasi dari pihak tertentu

yang ingin memasukkan program dan

kegiatannya ke dalam RPJMDesa,

sehingga membuat dokumen tersebut

menjadi kurang aspiratif.

3 Mahayana Wayan. 2013. Peran

Kepala Desa Dalam Meningkatkan

Pembangunan Desa Di Desa Bumi

Rapak Kecamatan Kaubun

Kabupaten Kutai Timur (E-Jurnal).

Universitas Mulawarman

Hasil dari penelitian ini adalah :

1. Peran Kepala Desa dalam

meningkatkan Pembangunan desa di

Desa Bumi Rapak sudah berjalan

dengan baik, Kepala Desa selaku

pemerintah desa telah menjalankan

perannya sesuai dengan tugas,

wewenang dan fungsinya dalam

meningkatkan kegiatan-kegiatan atau

program pembangunan desa yang sudah

berjalan hingga saat ini. Peran Kepala

Desa tersebut adalah memotivasi warga,

memfasilitasi warga dalam kegiatan-

kegiatan pembangunan desa, serta

menggerakkan masyarakat untuk ikut

berpartisipasi dalam kegiatan gotong

royong dan kegiatan lainnya.

2. Faktor-faktor yang mempengaruhi

peran Kepala Desa dalam meningkatkan

Page 18: BAB II LANDASAN TEORITISrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8399/3/T1... · 2016-09-06 · penjelasan yang menunjuk pada konotasi ilmu sosial, yang ... ada. dua paham2 yang

26

pembangunan desa yaitu sebagai

berikut : (1) Kualitas sumber daya

aparatur desa; (2) Partisipasi

masyarakat dalam pembangunan di

desa. (3) Memiliki sumber dana yang

jelas dari Alokasi Dana Desa (ADD)

dan dari Program Nasional

Pemberdayaan Masyarakat (PNPM).

4 Rostyaningsih, Dewi., Suwandi.

2013. Perencanaan Pembangunan

Partisipatif Di Desa Surakarta

Kecamatan Suranenggala

Kabupaten Cirebon (E-Jurnal).

Universitas Diponegoro

Hasil dari penelitian ini adalah :

1. Proses perencanaan pembangunan

belum dilaksanakan dengan baik di

Desa Surakarta Kecamatan

Suranenggala Kabupaten Cirebon,

dimana beberapa tahapan proses

perencanaan pembangunan belum

dilaksanakan, diantaranya tahapan

persiapan yakni Musyawarah pra

musrenbang dan tahapan pembahasan

kegiatan/penetapan prioritas kegiatan

yang akan disampaikan ke tingkat

musrenbang.

2. Faktor yang mempengaruhi

perencanaan partisipatif di Desa

Surakarta Kecamatan Suranenggala

Kabupaten Cirebon tidak berjalan

dengan baik sebagian besar didominasi

oleh pemahaman yang minim dari

masyarakat dan pemerintah desa

tentang perencanaan pembangunan.