nurulmustawatira.files.wordpress.com viewbahasa, kaidah-kaidahnya, idiom-idiomnya, nuansa atau...
TRANSCRIPT
MODUL 14
CREATIVE COPYWRITING
A. Tujuan
Mahasiswa mampu menjelaskan dan menganalisis tentang copywriting
B. Uraian Materi
1. Pengertian Copywrite
Hasil kerja seorang copywriter disebut dengan copywriting. Copywriting
merupakan rancangan bahasa dalam pembuatan iklan. Copywriting sering
diartikan sebagai hasil kerja gabungan antara sastrawi dan intelektual. Sehingga
syarat utama menjadi copywriter adalah penguasaan bahasa.
Dalam hal ini terdapat unsur mencipta, menyajikan kebenaran yang
faktual menggunakan bahasa -- sangatlah dipentingkan.
Copywriting adalah benda abstrak berstruktur kata-kata yang
membangun emosi dan membentuk imajinasi sehingga mempengaruhi pembaca
maupun pendengarnya untuk berbuat seperti yang diharapkan si pembuat teks.
Daya pengaruh ini begitu kuat, bahkan seperti bisa menghipnotis.
Oleh karena itu, bahasa dalam iklan dituntut mampu menggugah,
menarik, mengidentifikasi, menggalang kebersamaan, dan mengkombinasikan
pesan dengan komparatif kepada khalayak (Stan Rapp & Tom Collins, 1995:
152). Dengan demikian, struktur kata dalam iklan:
a. Menggugah: mencermati kebutuhan konsumen, memberikan solusi, dan
memberikan perhatian.
b. Informatif: kata-katanya harus jelas, bersahabat, komunikatif. Tidak bertele-
tele apalagi sampai mengabaikan durasi penayangan.
c. Persuasif: rangkaian kalimatnya membuat konsumen nyaman, senang,
tentram, menghibur.
d. Bertenaga gerak: komposisi kata-katanya menghargai waktu selama masa
penawaran/masa promosi berlangsung.
Untuk menyampaikan gagasan pikiran dalam suatu bahasa seorang
penulis iklan harus mengetahui aturan-aturan bahasa tersebut, seperti tata
bahasa, kaidah-kaidahnya, idiom-idiomnya, nuansa atau konotasi sebuah kata,
dan sebagainya. Syarat ini adalah syarat yang mutlak.
"Bermain-main" dengan bahasa atau sesekali melanggar peraturan baku,
boleh-boleh saja. Tetapi aturan bakunya, harus kita kuasai dulu. Dan ini justru
dipakai oleh para copywriter demi kreativitasnya untuk memancing perhatian.
Untuk penulis naskah dengan menggunakan bahasa Indonesia, mereka
harus menguasai EYD. Hal ini dipakai untuk menjelaskan hal yang sangat
gamblang, misalnya "di" awalan harus disambung, dan "di" kata depan harus
dipisah.
Bahkan menurut Agustrijanto ( 2004:75) seringkas apa pun sebuah
kalimat pada copywriting, ia harus mempunyai subjek dan predikat. Tanpa itu
gugur sudah kekuatan copywriting. Pengertian subjek predikat ini tidak boleh
diartikan kaku seperti halnya kita mempelajari tata bahasa karena materi teks
periklanan sangat tergantung di media mana iklan diterapkan.
Panduan bagi seorang copywriter untuk menulis iklan adalah Brief
Kreatif. Dengan demikian, gaya berbahasa dan jenis kata dalam iklan yang
dibuatnya untuk surat kabar tentu berbeda dengan iklan yang ditayangkan di
radio atau televisi. Sebab surat kabar mementingkan mata dan dapat diamati
orang dengan lama. Sementara radio mementingkan telinga dan televisi
mementingkan mata dan telinga. Kedua yang terakhir ini bersifat sekelebat.
Selain itu, bahasa yang dipakai dalam copywriting harus mampu
mengarahkan target audience untuk membeli, menggunakan, atau beralih ke
produk jasa yang diiklankan. Tentu saja, perlu juga diperhatikan apakah produk
yang diiklankan baru ataukah sudah lama.
Gaya dan jenis bahasa yang dipakai pun harus sesuai dengan target
audience. Seorang copywriter seharusnya mengetahui dengan siapa dia
berbicara, bagaimana kebiasaan perilaku mereka, dan di mana mereka berada.
Sebagai contoh sederhana dalam kehidupan sehari-hari, kita akan berbicara
secara berbeda dengan teman, kuliah, sahabat, pacar, penjual di kantin. Bahkan
secara lebih spesifik kita akan berbeda melakukan penbicaraan dengan teman
kita yang berasal dari Jawa dan dari Batak, akan berbeda berbicara dengan orang
tua dan orang yang sebaya.
2. Hubungan Copywrite dengan Iklan
Copywriter periklanan menciptakan materi periklanan, seperti brosur,
papan iklan, komersial, pamflet dan lainnya. Informasi diterima oleh pelanggan
(mungkin perusahaan yang mengeluarkan pamlet yang ingin mengenalkan pada
pasar), dan copywriting periklanan melihat ulang semua informasi untuk melihat
ketepatan kata dan bahasa untuk sebuah produk
Periklanan sangatlah penting, terutama pada perusahaan multinasional,
dan biasanya banyak menghabiskan uang untuk itu. Hal inilah membuat
copywriter periklanan menjadi sangat berharga ketika ada kampanye/iklan untuk
perusahaan ini. Disini copywriter periklanan harus memiliki sesuatu yang
menarik yang bisa merebut perhatian untuk dapat menjual produk tersebut.
Mereka harus terlibat secara emosional dengan produk itu dan menempatkan diri
mereka pada posisi konsumen/pembeli untuk dapat memuaskan copywriter
untuk produk tersebut.
Seorang copywriter periklanan menyesuaikan diri pada dengan klien nya
dan tepi pesan apa yang ingin disampaikan oleh kliennya kepada masyarakat
umum. Copywriter periklanan bisa bekerja pada perusahaan periklanan atau
bekerja paruh waktu memilih perusahaan mana yang mereka inginkan. Yang
mereka butuhkan adalah menjadi seorang yang kreatif karena kompetisi yang
mereka hadapai dari berbagai perusahaan di luar sana.
Sebuah atau beberapa kata namun memiliki sifat menjual itulah efetivitas
kata dalam copywriting. Di sini terdapat kekuatan narasi, teks, atau diksi dari
sebuah iklan dapat membuat orang terpengaruh untuk berbuat seperti yang
dikehendaki pesan iklan tersebut. Sehingga memang benar sangat diperlukan
kata-kata yang memadai.
Bahasa dalam iklan selain memperhatikan masalah ide yang diwujudkan
dalam bentuk kata-kata, dalam penghadirannya bahasa iklan menurut Goddard
(2003:13-16) juga memperhatikan hal-hal "paralanguage" yang
merupakan pakaian yang dipilih copywriter dan art director untuk membungkus
idenya. Paralanguage itu berupa layout, jenis huruf, visual dan media, untuk
membentuk iklan secara menyeluruh.
Dengan demikian ,jika unsur paralangue tersebut diolah secara
maksimal, efektivitas iklan akan tercapai. Efekivitas ini, secara substansi
didukung oleh efektivitas kata.
Penggunaan bahasa dalam iklan terkadang dipandang menarik, jika
bersifat main-main, atau menurut Hakim (2006) bersifat "lanturan". Menurutnya
lanturan berbeda dengan kata melantur yang artinya ngawur, tidak nyambung
dengan topik yang sedang dibahas. Sementara lanturan adalah sengaja melantur
atau melantur dengan tujuan. Namun, lanturan yang dibuat tersebut harus selalu
dijaga relevannya. Karena itu, carilah lanturan yang sejauh-jauhnya, namun
bawalah relevansi sedekat-dekatnya (Hakim, 2006: 78-79).
Hal yang paling dekat dengan lanturan adalah plesetan. Orang muda saat
ini tidak terasa gaul jika tidak banyak berplesetan dalam bercanda. Orang
tertawa ketika mendengar plesetan karena relevansinya. Relevansi dalam
konteks ini adalah kata asli yang diplesetinya. Jika orang tidak tertawa berarti
tidak relevan. Tidak ada korelasi kata asli dengan plesetannya.
Untuk berpandai-pandai dalam membuat lanturan, seorang copywriter
harus menguasai gaya bahasa, baik itu personifikasi, analogi, kontradiksi,
metafora, sinisme, sarkasme, hiperbola, paradoks dan masih banyak lagi.
Perhatikanlah iklan rokok A-Mild dalam seri "tanya kenapa". Iklan
tersebut dipasang di sepanjang jalan-jalan tol di Jabodetabek. Iklan tersebut
bertuliskan "terhambat di jalan bebas hambatan" dengan visual yang dilatari oleh
kemacetan mobil. Karena itu dipasang di sepanjang jalan tol Jabodetabek, dapat
kita pastikan bahwa target audience adalah para sopir, penumpang kendaraan
yang melewati jalan tersebut. Hanya masalahnya, apa kaitan kata-kata itu dengan
rokok A-Mild? Di sinilah berlaku sifat lanturan. Namun, apakah itu relevan?
Yang jelas iklan tersebut masuk dalam seri iklan A-Mild "tanya kenapa".
Kita tahu bahwa iklan-iklan dalam seri tersebut selalu berisi kritik sosial. Dalam
konteks ini, iklan rokok A-Mild mengusung brand bahwa dia adalah rokok yang
cerdas dan kritis terhadap kondisi masyarakat. Kemudian, orang akan bertanya
"apa hubungannya semua itu dengan A-Mild sebagai rokok?" Untuk menjawab
hal itu memang diperlukan penjelasan tentang sejarah A-Mild.
Ketika awal peluncuran produk tersebut, A-Mild mengusung brand
rokok yang rendah tar dan rendah nikotin. Dengan kata lain, rokok ini adalah
rokok sehat, sebuah produk yang tentu saja mendukung kampanye anti nikotin.
Dengan demikian, sebenarnya tak masalah orang-orang tetap mentradisikan
merokok dengan tetap memperhatikan kesehatan karena A-Mild telah dapat
memenuhi kebutuhan tersebut. Namun, tata krama beriklan di Indonesia
menerapkan aturan yang tegas untuk rokok. Antara lain iklan tidak boleh
menayangkan atau menvisualkan bentuk rokok dan orang merokok. Dan lebih
ekstrim lagi, iklan rokok selalu harus memuat tulisan "rokok dapat menggangu
kesehatan, serangan jangtung, gangguan kemailan dan janin”.
3. Strategi
Dalam dunia marketing, salesman ibaratnya sebagai monster penghasut
yang kuat. Selalu memberikan euforia untuk kemudian berpikir serupa dengan
yang diujarkan, satu klise yang hampir pasti terjadi. Layaknya salesman,
copywriter pun memiliki tujuan dan skema yang serupa. Meskipun berbeda
metode, keduanya kerap disamakan, namun jika ditelusuri lagi tingkat
kesulitannya jelas berbeda terlebih copywriting yang harus mampu menarik
minat orang hanya dengan bacaan singkat.
Sebenarnya tidaklah sulit, cukup mengombinasikan judul bombastis
dengan isi yang hiperbolis saja dipastikan mampu menarik pengunjung. Oleh
karena itu hampir semua pelaku copywriting mengacu bahwa iklan yang baik
merupakan iklan yang sebenarnya tanpa dibuat-buat atau dilebih-lebihkan. Hal
itu diberlakukan karena tiap-tiap konsumen adalah pembeli manfaat bukan
produk, sehingga deskripsi singkat tentang produk selalu meninggikan manfaat
sekaligus untuk membangun kepercayaan dan mengatasi keberatan konsumen.
Copywriting sendiri merupakan salah satu elemen yang paling penting
dari pemasaran online. Cukup efektif dengan melibatkan strategi dalam
memberikan kata-kata deskriptif yang mampu mempengaruhi pemikiran orang
lain saat membacanya. Seperti dalam penulisan jurnalistik, sistematika penulisan
copywriting tidak perlu panjang lebar, asalkan jelas dan singkat, pastinya
mampu menarik agar terciptanya interaksi.
Meskipun hanya menuliskan deskripsi singkat, copywriting tergolong
pekerjaan yang menyulitkan karena mengharuskan seseorang untuk mempelajari
produk dari satu sudut ke sudut yang berbeda. Juga mencari spot yang dapat
menjadi perhatian pelanggannya, lalu diaduk bersama strateginya hingga
mampu membangun minat konsumen.
Dalam praktiknya, copywriting membuat keadaan seolah-olah
memojokan konsumen agar merasa bahwa produk itu memang dibuat untuknya,
jadi terasa sanksi jika tak membelinya. Tidak perlu menggunakan kata-kata
mewah yang penuh diksi, cukup memakai bahasa yang interaktif dan informatif,
tulisan mengalir dengan tenang, percaya diri, dan tentunya menghasut secara
halus. Setiap kata diucapkan dengan benar dan pandai memangkas percakapan,
itu adalah mantra-pengikat yang kemudian akan mencapai deal antara keduanya.
4. Keuntungan Copywrite
“Copywriting merupakan seni penulisan pesan penjualan yang paling
persuasif dan kuat. Sebab dalam dunia periklanan, copywriting memiliki arti
tersendiri. Yakni sebagai penghubung antara produk atau jasa kepada audiens.
Dalam hal ini, copywriting menjembatani antara produk dengan audiens, supaya
apa yang ingin disampaikan suatu produk tersebut dapat ditangkap dan difahami
oleh konsumen atau audiens yang menjadi sasaran produk tersebut. Hal tersebut
selaras dengan tujuan dari copywriting untuk mengungkapkan atau
menyampaikan segala hal yang tersirat sekaligus tersurat.
Adapun unsur-unsur yang ada dalam Copywriting :
a. Menarik perhatian, dalam hal ini seorang copywriter harus mampu
menciptakan sebuah copywriting yang mampu menarik perhatian
audiensnya.
b. Ketertarikan, yakni adanya unsur ketertarikan yang ada pada sebuah
copywriting yang dibuat. Sehingga mampu menciptakan adanya ketertarikan
dalam diri konsumen atas suatu produk yang ditawarkan.
c. Keinginan, merupakan unsur dari copywriting yang nantinya akan digunakan
untuk membuat para konsumen atau audiens sasaran produk memiliki
keinginan membeli produk.
d. Keyakinan, disini copywriter juga dituntut untuk menciptakan copywriting
yang bagus dan baik. Sehingga para konsumen merasa yakin akan produk
yang akan ia beli atau miliki.
e. Tindakan, pada hal ini adalah hal akhir yang merupakan tujuan copywriting
itu dibuat. Yakni dengan adanya copywriting yang meyakinkan, menarik
perhatian, nantinya akan menimbulkan hasrat dalam diri konsumen untuk
melakukan tindakan transaksi atas produk
MODUL 15
FUTURE ADVERTISING
A. Tujuan
Mahasiswa mampu menjelaskan, menganalisis dan memprediksi periklanan masa
depan.
B. Uraian Materi
1. Timeline Kehidupan Advertising
Sejak awal dikenalnya, periklanan telah mempunyai kaitan yang
kompleks dengan berbagai perkembangan di bidang-bidang lain. Utamanya,
antara bidang-bidang industri dan komunikasi, atau antara perdagangan dan
informasi. Hal ini perlu diketahui, untuk memahami perubahan-perubahan
tujuan, pengelolaan dan metode periklanan pada masing-masing zamannya.
Contoh paling baik tentang perubahan dan perkembangan metode
periklanan dimulai saat terjadinya revolusi industri di Inggris, yang segera pula
membawa perubahan di bidang komunikasi. Munculnya produk-produk
manufaktur berskala besar, telah menjadikan periklanan suatu kebutuhan mutlak
bagi perkembangan ekonomi negara. Setelah revolusi industri, Inggris banyak
memuat halaman-halaman surat kabarnya dengan iklan. Surat kabar yang paling
menonjol di antaranya adalah The Times dan News of the World. Perkembangan
kedua surat kabar ini tentu saja didorong pula oleh kemajuan teknologi
percetakan saat itu.
Perkembangan periklanan saat itu pun umumnya terkait langsung dengan
pertumbuhan perdagangan. Namun unsur perpajakan dalam periklanan ternyata
berperan pula dalam mendorong ataupun menghambat perkembangannya.
Bahkan terbukti memberi implikasi negatif pula pada surat kabar. Ketika tahun
1712 Inggris mengenakan pajak satu shilling untuk setiap penyiaran iklan,
tindakan ini ternyata telah menghambat pertumbuhan surat kabar. Ketika tahun
1853 pajak iklan (stamp duty) dihapuskan, tiras dan distribusi surat kabar pun
segera meluas. Dampak timbal-balik pun terjadi. Karena periklanan Inggris saat
itu ternyata maju lebih pesat lagi. Hingga tahun 1850-an di Eropa, iklan belum
sepenuhnya dimuat di surat kabar, tetapi masih banyak dalam bentuk publikasi-
publikasi khusus, seperti liflet (leaflet), pamflet dan brosur. Setahun sebelumnya,
memang surat kabar lokal Inggris dengan tegas menyatakan, bahwa
"perkembangan ini kurang baik". Argumentasinya saat itu adalah, bahwa iklan
adalah sarana untuk tujuan memperkenalkan barang-barang murah kepada pasar.
Ekspansi periklanan baru tampak jelas pada periode antara 1850-an hingga akhir
abad ke-19. Tetapi itu pun masih mengikuti garis perkembangan industri pers.
Meskipun periklanan telah terbukti memberi andil besar pada
perkembangan industri pers, sikap pers Inggris terhadap iklan sepanjang paruh
kedua abad ke-19 itu, tetap sangat hati-hati. Para redaktur secara tegas
memisahkan penempatan kolom-kolom iklan pada halaman-halaman surat kabar
mereka. Begitu pula dengan jenis dan besarnya masing-masing iklan. Meskipun
hal ini mengakibatkan bertambahnya penggunaan halaman khusus iklan. Para
pengiklan, yang utamanya produsen-produsen obat, sabun atau rokok, dengan
berbagai upaya mencoba membujuk para redaktur, tetapi kurang berhasil. Pada
masa itu, belum ada perusahaan periklanan (biro iklan), sehingga pihak produsen
mengurus sendiri segala kebutuhan periklanannya. Termasuk untuk menulis
pesan iklan dan mengatur kampanye medianya.
2. Era Baru Advertising
Dunia pemasaran telah memasuki era baru yang revolusioner. Pada saat
efektifitas komunikasi pemasaran tradisional mengalami penurunan, sebuah
metode baru di dunia pemasaran mengalami perkembangan signifikan. Cara baru
tersebut dikenal sebagai “pemasaran digital” yang menggabungkan faktor-faktor
psikologis, humanis, antropologis, dan teknologis melalui multimedia dengan
kapasitas besar dan interaktif. Hasilnya adalah babak baru interaksi antara
produsen, intermediari pasar, dan konsumen, dengan perantaraan medium
teknologi begerak (mobile) sebagai unsur dominan.
Penggunaan telepon seluler sebagai saluran utama komunikasi yang terus
bermetamorfosis seiring dengan perkembangan teknologi komunikasi mampu
mengubah pola-pola akses informasi dari waktu ke waktu. Bahkan menurut
Okazaki dan Taylor (2008: 9), saat ini ponsel bukan lagi sekadar alat komunikasi
melainkan sebuah entertainment device, bahkan media.
Tren komunikasi pemasaran melalui media baru salah satunya berbentuk
Mobile Advertising yang menggunakan telepon seluler sebagai medium utama.
Dalam konteks komunikasi pemasaran termediasi, telepon menjadi medium
yang dapat digunakan untuk melakukan one on one communication dengan
pelanggan. Hampir semua pesan yang diterima oleh pengguna telepon seluler,
dibuka secara personal oleh penggunanya. Berbeda dengan perlaku bermedia
pada umumnya, semua pengguna telepon seluler membawa ponselnya
kemanapun ia pergi. Ini adalah potensi kelebihan signifikan telepon seluler yang
tidak dimiliki oleh media massa lainnya sehingga pesan yang dikirimkan benar-
benar tertuju kepada pengguna ponsel tersebut sesuai segmen pasar yang
diinginkan oleh pemasang iklan.
Di Indonesia, meskipun penetrasi penggunaan telepon seluler tahun 2007
masih rendah dibandingkan dengan negara lain di Asia Tenggara, pertumbuhan
industri seluler di Indonesia signifikan pertumbuhannya dalam 10 tahun terakhir,
bahkan tumbuh dua kali lipat dalam 20 bulan terakhir (Indosat, 2008).
Pengenalan kartu prabayar di tahun 1998 menjadi pemicu (trigger) makin
cepatnya penambahan pelanggan dari tahun ke tahun. Pada tahun 2002 mislanya,
jumlah pemilik telepon seluler sudah melampaui pemilik fixed phone (telepon
tetap di rumah) (Indosat, 2008).
Sementara itu, populasi pengguna simcard di Indonesia sampai
November 2008 sebesar 120 juta pelanggan (GSM & CDMA) yang tersebar di
12 operator telekomunikasi. Proyeksi tahun depan akan mencapai total 160 juta
pelanggan (Indosat, 2008). Menurut (Seta, 2006: 1), melonjaknya jumlah
pengguna ponsel di negara ini tidak terlepas dari semakin murahnya biaya
kepemilikan dan tarif penggunaan, menjadikan ponsel lebih dapat diakses oleh
golongan ekonomi yang lebih luas—terlebih golongan menengah ke bawah. Hal
ini nampak dari cenderung turunnya pendapatan pengelola jaringan (network
operator) yang biasanya diukur melalui ARPU (Average Revenue Per User) dari
tahun ke tahun.
Pertumbuhan telepon seluler juga diimbangi dengan maraknya teknologi
broadband yang mendukung koneksi ke internet. Munculnya teknologi
broadband bahkan memudahkan orang mengakses internet di mana saja dengan
teknologi mobile. Bila teknologi AMPS (generasi pertama/1G) yang muncul
pada awal 1990-an sekadar melampaui keterbatasan fungsi telepon yang statis
menjadi dinamis, serta hanya menampilkan suara, maka pada teknologi GSM
(generasi kedua/2G) yang bergerak pada pertengahan dekade 1990-an, teknologi
seluler tidak hanya mampu menjadi wahana tukar informasi dalam bentuk suara
tetapi juga data, berupa teks dan gambar (SMS dan MMS). Karena murah, akses
teknologi mobile generasi kedua ini berkembang pesat di Indonesia, sehingga
memasuki 2000-an, handphone menjadi perangkat hidup (gadget) sehari-hari
(Supriyanto dan Yusuf, 2007: 104-105).
Sejak tahun 2006, masyarakat di Indonesia sudah bisa menikmati
layanan audio-visual yang lebih canggih dengan teknologi generasi ketiga (3G).
Ada juga pilihan koneksi internet ke aplikasi seluler dengan sistem UMTS,
WiFi, dan WiMax. Berkaitan dengan kecepatan akses, beberapa jaringan
operator seluler sudah memiliki jaringan paling cepat yang dikenal dengan high-
speed downlik packet access (HSDPA) atau yang sering disebut dengan 3,5G,
yaitu generasi yang merupakan penyempurnaan dari 3G. Terakhir, vendor
maupun operator seluler sudah mulai menggunakan teknologi next generation
network (NGN) atau 4G (Subarkah, Kompas, 29 Juni 2007).
Pada awalnya, media untuk mengakses informasi mengharuskan
seseorang berada di satu tempat agar dapat menerimanya. Saat menonton TV
misalnya, seseorang harus berada di ruang TV. Generasi pertama ini disebut
sebagai “First Screen” karena informasi yang terjadi satu arah. Perkembangan
berikutnya bergeser ke media PC (personal computer) yang digunakan untuk
mengakses internet. Generasi kedua ini prinsipnya hampir sama dengan TV yang
mengharuskan berada di depan perangkat komputer. Bedanya, informasi sudah
dua arah karena memungkinkan respon balik, disebut sebagai “Second Screen”
yang dianggap sebagai pemicu timbulnya arus informasi yang mengarah pada
personalisasi. Trend media terakhir, atau generasi ketiga menunjukkan bahwa
perangkat telepon seluler (mobile) menjadi alat komunikasi personal yang
memungkinkan pemiliknya menerima informasi dimana saja dengan
interaktifitas dan mobilitas tinggi. Inilah disebut “Third Screen” (Euromonitor,
2008).
Melihat dari potensi dan perkembangan teknologi komunikasi bergerak
serta penggunaanya dalam bidang bisnis, bentuk advertensi dengan media
komunikasi bergerak (Mobile Advertising) saat ini masih sangat kurang. Karena
itu diperlukan terobosan baru utnuk menjawab tantangan konvergensi layanan
dalam komunikasi bergerak. Bagi operator penyedia jasa layanan
telekomunikasi, untuk selalu menjadi yang terdepan dalam mutu dan ragam
pelayanan, merupakan usaha berkesinambungan yang harus dilakukan dengan
penuh perhitungan, inovasi dan kreativitas. Dengan adanya penyediaan saluran
(channel) baru untuk advertensi yang dapat diakses via telepon seluler
dibandingkan saluran advertensi konvensional (print ad, tv ad, radio ad),
diharapkan akan memberikan pilihan kepada advertiser untuk memasarkan dan
mensosialisasikan produk mereka.
Bagi jaringan operator telekomunikasi, Mobile Advertising memberi
banyak manfaat antara lain: Pertama, produk baru dalam manajemen jaringan
telekomunikasi seluler maupun aplikasi fasilitas menjadi nilai tambah dalam
berinovasi. Kedua, memberikan pendapatan tambahan bagi operator seluler di
luar pendapatan dari trafik pembicaraan, yaitu pendapatan dari advertensi
dengan memanfaatkan teknologi layanan berbasis lokasi. Ketiga, meningkatkan
peluang mendapatkan kepuasan pelanggan dan pengguna jasa operator
telekomunikasi seluler sebagai bentuk implementasi dari prinsip costumer
intimacy. Keempat, Memberikan peluang timbulnya alternatif usaha-usaha baru
di sektor telekomunikasi, seperti dalam hal penyedia muatan (content) layanan.
Salah satu teknologi komunikasi mobile pertama kali yang diaplikasikan
dalam pemasaran adalah periklanan SMS. Periklanan SMS adalah sumber
penting dari pemasukan bagi banyak operator, khususnya karena ini melibatkan
“budaya pesan singkat” diantara remaja dan profesional muda (Sadeh, 2002).
Salah satu keuntungan dari SMS adalah bahwa ini bisa mempergunakan
kesempatan tren “always on”, yang memungkinkan orang-orang punya akses ke
internet secara virtual sepanjang hari. SMS juga bisa lebih interaktif dengan
konsumen dibanding media tradisional. Banyak perusahaan mengirim alert-
pesan pendek yang, dikirim ke pengguna alat mobile’ agar mereka tetap update
tentang berita, cuaca, kondisi lalulintas dll melalui sms. Ke depannya, teknologi
GPS (Global Positioning System) bisa juga masuk dalam periklanan. melalui
SMS untuk mereka yang mencari informasi tempat yang tepat saat itu juga
(Okazaki dan Taylor, 2008).
Okazaki dan Taylor (2008) menyebutkan, studi empiris dari akademisi
dan praktisi menyediakan pandangan dalam beberapa aspek dalam periklanan
melalui SMS. Dalam studi pionir, Barwise dan Strong (2002; dalam Okazaki dan
Taylor, 2008) melakukan percobaan periklanan melalui SMS di Inggris. Dalam
rekriutmen, responden dibayar sejumlah uang sebagai insentif dan lebih dari 100
pesan iklan dalam enam minggu. Hampir semua responden merasa sangat puas,
63% responden melakukan aksi, dan 17% melanjutkan setidaknya satu pesan.
Yang mengejutkan, sebanyak 84% dari responden sepertinya merekomendasikan
periklanan melalui SMS ke temannya, sementara 24% setuju untuk
menerimanya secara reguler. Hanya 7% yang mengacuhkan jasa tersebut.
Hal yang sama juga terjadi pada laporan survei industri yang sporadis
memperlihatkan optimistik. Contohnya, pada sebuah survei percobaan yang
dilakukan oleh Ericsson mengindikasikan bahwa 60% konsumen suka menerima
periklanan melalui perangkat mobile. Sementara Quios menemukan bahwa level
pengenalan dari periklanan melalui perangkat mobile sangat tinggi: 79% dari
partisipan menelpon ulang 60% dari periklanan (Barnes, 2002; dalam Okazaki
dan Taylor, 2008). Kebalikannya, sebuah studi oleh Tsang, Ho, dan Liang
(2004; dalam Okazaki dan Taylor, 2008) menunjukkan dengan jelas sikap yang
berhati-hati pada periklanan melalui perangkat mobile diantara orang-orang
Taiwan.
Ketentuan yang berhubungan dengan periklanan berbasis teknologi
mobile adalah strategi “push-type” dan “pull-type”. Periklanan SMS melalui
perangkat mobile termasuk dalam aplikasi push strategy (Barwise and Strong,
2002; dalam Okazaki dan Taylor, 2008). Artinya, arus informasi dan aktivitas
pemasaran berlangsung dari produsen ke konsumen (Spiller and Beier, 2005).
Dalam push strategy, pengiklan mengambil inisiatif dan mengirimkan pesan
secara langsung ke konsumen tanpa mempedulikan apakah konsumen mau
menerima pesan atau tidak. Sementara, pull srategy melibatkan pengiriman
informasi yang diminta oleh konsumen (Barwise and Strong, 2002; dalam
Okazaki dan Taylor, 2008).
Awalnya, push strategy dihubungkan dengan usaha untuk meningkatkan
penjualan dalam waktu singkat. Faktanya, promosi Man melalui perangkat
mobile pertama kali memfokuskan diri pada pembelian yang mendesak. Kini,
perusahaan yang menggunakan iklan di perangkat mobile jugs mencoba menarik
perhatian konsumen dan melahirkan respon konsumen ke tingkat yang lebih
tinggi dibanding saluran pemasaran langsung lainnya, karena mereka bisa
berhubungan langsung, yaitu dialog satu lawan satu dengan konsumen
(Kavassalis et. Al, 2003; dalam Okazaki dan Taylor, 2008).
Di Indonesia, salah satu penyedia jasa telekomunikasi yang menerapkan
Mobile Advertising adalah Indosat. Dari 160 juta pelanggan telepon seluler di
Indonesia, Indosat menduduki posisi kedua dengan basis pelanggan sebesar 39
juta sampai akhir November 2008 dengan jumlah register Mobile advertising
sebanyak 250.000 pelanggan (Indosat, 2008). Mobile advertising yang
diterapkan Indosat tersebut dinamakan I-KLAN (Indosat Iklan).
Sebagai sebuah entitas aplikasi teknologi, mobile advertising memiliki
kelebihan dan kekurangan. Mobile Advertising memiliki kelebihan berupa pesan
bersifat personalized, sesuai dengan target market yang ingin dicapai. Kelebihan
lain dari Mobile Advertising adalah sifatnya yang interaktif. Sedangkan
kelemahan Mobile Advertising berangkat dari karakteristiknya yang sangat
”targeted” sehingga jangkauannya terbatas. Dari sisi konsumen, pesan-pesan
iklan yang dikirimkan oleh pihak operator kadang-kadang berpotensi
mengganggu penerima meskipun saat melakukan persetujuan menerima kiriman
iklan konsumen sudah membuat kesepakatan dengan keuntungan tertentu
sebagai kompensasi menerima iklan (misalnya gratis sms, pernambahan pulsa,
dan sebagainya).
Pemasaran berbasis lokasi yang bisa dijangkau mobile advertising antara
lain kemampuan untuk menyediakan layanan prakiraan cuaca, panduan restoran,
peta hotel terdekat, panduan menuju sebuah alamat, dan perkembangan terbaru
lalu lintas. Fasilitas-fasilitas yang menggunakan teknologi terkini seperti FeliCa,
Bluetooth, dan teknologi GPS (Global Positioning System) ini dinilai sebagai
fitur media baru yang disukai konsumen. Dengan kecanggihan teknologi,
produsen bisa memberikan penawaran yang disampaikan real time, atau pada
saat konsumen sedang sangat membutuhkannya. Dengan cara ini perusahaan
melakukan pull strategy, dan mengambil keuntungan dari kebutuhan konsumen.
Dengan cara ini, pesan iklan dapat ditempatkan secara efektif.
Meski demikian, isu privasi dan keamananakan mewarnai penetrasi
peralatan mobile banyak berkembang di negara-negara maju. Meski demikian itu
tidak menjamin, konsumen akan dengan siap menyambut periklanan mobile
dengan perangkat mobile. Sebagaimana telah diketahui, isu SPAM telah menjadi
pengganggu privasi yang sangat serius. Selain itu bulk e-mail yang seringkali
berisi iklan, seringkali langsung dihapus oleh user, sebelum mereka sempat
membacanya. Dengan demikian, privasi konsumen harus menjadi poin yang
diperhatikan secara serius. Mengetahui level penerimaan konsumen terhadap
sebuah pesan, akan menjadi pertimbangan utama untuk menentukan apakah
perusahaan akan menerapkan startegi periklanan dengan perangkat mobile atau
tidak.
Oleh karenanya, diperlukan pendekatan baru di dalam melihat fenomena
mobile advertising. Disebabkan karena sifat interaktifitas media komunikasi
baru, maka pokok-pokok pendekatan linear (SMCRE = source – message –
channel -receiver – effect/feedback) komunikasi massa terasa kurang relevan
lagi untuk media konvergen.
Dalam catatan McMillan (2004), teknologi komunikasi baru
memungkinkan sebuah media memfasilitasi komunikasi interpersonal yang
termediasi. Dahulu ketika internet muncul di penghujung abad ke-21, pengguna
internet dan masyarakat luas masih mengidentikkannya sebagai ”alat” semata.
Berbeda halnya sekarang, internet menjadi ”media” tersendiri yang bahkan
mempunyai kemampuan interaktif. Sifat interactivity dari penggunaan media
konvergen telah melampaui kemampuan potensi umpan balik (feedback), karena
seorang khalayak pengakses media konvergen secara langsung memberikan
umpan balik atas pesan-pesan yang disampaikan. Karakteristik komunikasi
massa tradisional di mana umpan baliknya tertunda menjadi lenyap karena
kemampuan interaktif media konvergen, termasuk iklan dengan basis mobile.
Kemampuan untuk menggunakan penyampaian pesan spesifik sesuai lokasi akan
membuat perusahaan beralih ke periklanan dengan perangkat mobile.
3. Prediksi Advertising
Pertumbuhan dunia iklan online ke arah mobile advertising yang pesat
memang sudah diperkirakan sebelumnya. Menurut prediksi Gartner, mobile
advertising di seluruh dunia akan menghasilkan $3,3 milyar di tahun 2011.
Jumlah ini meningkat dua kali lipat dari jumlah pendapatan yang dapat
dihasilkan di tahun sebelumnya yang “hanya” $1,6 Milyar. Jumlah ini pun
diprediksi akan terus berlipat ganda, hingga mencapai angka $20 Milyar di tahun
2015.
Yang menarik dari fakta ini adalah posisi Indonesia yang sebenarnya
sangat tinggi dalam proyeksi masa depan mobile advertising di dunia tersebut.
Indonesia ditempatkan sebagai salah satu pasar terbesar yang diperhitungkan
oleh semua penyedia layanan mobile advertising terkemuka di dunia. Ironisnya
tak satupun dari semua penyedia layanan mobile advertising terbesar tersebut
yang berasal dari negeri ini.
Padahal berdasarkan data ATSI (Asosiasi Telekomunikasi Selular
Indonesia), awal tahun 2011 ini saja Indonesia memiliki jumlah pengguna
ponsel hingga 180 juta orang dengan 30 juta diantaranya merupakan pengguna
layanan mobile broadband.
Mobile advertising muncul dalam bentuk iklan SMS atau layanan mobile
Internet. Ini berarti dalam hitungan kasar, ada setidaknya ada potensi sebesar
180 juta x (misal Rp.250,- ) atau setara dengan Rp. 45 Milyar dalam setiap iklan
SMS yang muncul ke pengguna. Atau untuk setiap klik iklan di layanan mobile
web dengan asumsi per klik dihargai antara $0.01 – $0.04, akan menghasilkan
$300 ribu hingga $1,2 juta yang apabila menggunakan kurs 1 US $ setara
dengan Rp. 8.650,- akan menghasilkan nilai Rp. 2,595 Milyar hingga Rp. 10,38
Milyar. Namun itu hanyalah estimasi nilai potensi yang bisa dihasilkan oleh
besarnya pasar mobile advertising di Indonesia.
Berdasarkan data dari salah satu situs penyedia iklan mobile terbesar di
dunia Buzzcity, Indonesia menduduki peringkat kedua terbanyak menampilkan
iklan dari jaringan ini di bawah India yang menjadi pasar terbesar mobile
advertising dalam beberapa bulan terakhir. Selama bulan Juni 2011 saja,
1.116.065.310 iklan di jaringan Buzzcity tampil di seluruh web dan aplikasi
yang diakses dari handset-handset yang ada di Indonesia. Dengan asumsi nilai
per klik yang disarankan oleh Buzzcity berada dalam kisaran $ 0.01 - $0.04 dan
prosentase klik dari setiap iklan yang tampil atau dikenal dengan istilah CTR
(Clickthrough Rate) sebut saja misalnya 10%, maka di bulan Juni 2011 tersebut,
Indonesia setidaknya telah menyumbang pendapatan Buzzcity antara
$1,116,065,31 - $4,464,261,24 .
Meski jumlah ini masih kurang dari separuh dari jumlah iklan yang
tampil di India yang mencapai 2.469.706.984, namun Indonesia mengungguli
Amerika Serikat yang hanya membukukan 489.011.004 tampilan di bulan Juni
2011 tersebut. Posisi memang dapat berubah, namun berdasarkan pantauan
hingga bulan Juli 2011 lalu, posisi Indonesia belumlah bergeser. India masih
menempati urutan teratas dengan 2.932.071.761 iklan, sementara Indonesia di
posisi kedua dengan 988.675.770 iklan, dan Amerika serikat dengan
755.263.675.
Di jaringan mobile advertising lain Admob yang kini diakusisi oleh
Google Inc., posisi Indonesia selalu berada di lima besar bahkan sejak Admob
didirikan pertama kali. Ini artinya betapa uang yang beredar dan dapat dihasilkan
oleh jari-jari di negeri ini begitu besarnya setiap bulannya. Buzzcity dan Admob
sendiri hanyalah dua penyedia layanan mobile advertising terbesar yang datanya
bisa digunakan untuk menggambarkan potensi mobile advertising di Indonesia.
Ada setidaknya 10 hingga 20 penyedia layanan sejenis seperti Amoda, Adfonic,
Zestads, hingga Google sendiri yang menempatkan Indonesia di deretan
terhormat pasar mobile advertising tersebut.
Berbeda dengan beriklan di media online yang dapat tampil lebih lebar,
lebih menarik, dan lebih interaktif dengan pengunjung, beriklan di layanan
mobile yang kecil punya kesulitan sekaligus tantangan tersendiri. Pertama
karena fitur dan teknologi yang dapat digunakan yang terbatas, juga karena
ukuran yang kecil membuat informasi yang dapat ditampilkan juga tidak bisa
terlalu banyak.
Namun justru di balik kekurangan inilah, mobile advertising tampil lebih
menarik bagi advertiser dengan apa yang disebut dengan “efektifitas dalam
beriklan”. Bayangkan dalam sebuah iklan di web konvensional dengan lebih
banyak informasi dan lebih banyak link, sudah jelas akan memberi lebih banyak
pilihan bagi pembaca untuk berbuat sesuatu didalamnya.
Sementara itu, di sebuah ponsel berukuran kecil, umumnya jumlah link
yang muncul dan dapat diakses lebih sedikit daripada di web. Jumlah link yang
tampil di layanan mobile biasanya berkurang antara 30% hingga maksimal 50%
dari jumlah link di sebuah halaman web konvensional dengan materi yang sama.
Itu berarti, peluang sebuah link iklan untuk di klik akan naik sejumlah
prosentase yang sama. Meskipun dengan catatan, jumlah iklan yang tampil di
mobile advertising sangat jauh berkurang dibandingkan dengan iklan yang
tampil di web. Bagi advertiser yang lebih mementingkan jumlah klik ketimbang
impresi, beriklan di layar mobile adalah pilihan yang lebih baik.
Dengan situasi ini, tak heran jika mobile advertising menjadi pilihan
serius bagi para advertiser di seluruh dunia. Prediksi pertumbuhan pendapatan
dari mobile advertising hingga beberapa tahun mendatang juga bukan mustahil
akan terlampaui apalagi dengan kebangkitan system operasi iOS dan Android
yang kini mulai mendominasi handset para pengguna layanan mobile advertising
seperti yang dilansir oleh Admob.
Namun, dibalik semua fakta menarik tentang potensi pasar Indonesia di
dunia mobile advertising ini, terselip sebuah kekhawatiran sekaligus kepedihan
tentang peran para pengguna seluler di Indonesia yang hingga kini belum
beranjak dari posisinya sebagai penikmat dari sebuah produk asing.
4. Technology dalam Beriklan
Adanya perkembangan teknologi membawa perubahan yang signifikan
pada beberapa bidang, yang salah satunya ialah bidang periklanan. Iklan adalah
faktor kunci dalam pemasaran sekaligus sebuah sarana efektif yang dapat
memenuhi kebutuhan layanan sosial dan kegiatan perekonomian. Dengan hanya
menempatkan produk di pasar tidak menjamin pelanggan membelinya. Produsen
atau perusahaan tentu harus membuat iklan agar produk dikenali dan akrab bagi
pembeli dan agar produk mendapatkan kepercayaan dari masyarakat. Dengan
kehadiran perangkat teknologi yang saat ini semakin maju, maka dunia industri
periklanan pun semakin berkembang . Zaman dulu, strategi pemasaran produk
dilakukan secara konvensional seperti pemasangan spanduk, bilboard, poster,
brosur, pamflet atau reklame yang tersedia dan terpajang di tempat umum agar
dapat dilihat oleh banyak orang. Namun seiring dengan perkembangan
teknologi, bidang periklanan telah mengalami pergeseran ke arah digital, dimana
sebagian besar agency iklan yang berkembang saat ini ialah agency iklan
berbentuk digital. Periklanan digital mulai menjadi tren di era Internet ini,
dimana iklan interaktif lebih banyak dimanfaatkan dalam industri periklanan.
Para produsen mulai melirik untuk menjadikan media digital sebagai media
promosi dan pemasaran yang baru. Pendigitalisasian iklan dianggap lebih efektif
dan menarik, karena sebagian besar iklan berbentuk audio visual yang
menggabungkan unsur video,gambar, dan suara menjadi satu. Dengan
dikembangkannya iklan audio visual, publik diharapkan akan lebih merasa
“terhasut” oleh iklan tersebut sehingga cara seperti ini memiliki potensi yang
besar bagi kesuksesan produk yang diiklankan. Di era digital, iklan interaktif
dimaksud berwujud televisi dan internet.
Apabila sekarang sedang marak menggunakan perangkat digital, iklan
tidak mau ketinggalan untuk menggunakan layanan digital. Industri periklanan
pun mengembangkan teknologi untuk mendukung layanan digital yang
digunakan industri periklanan tersebut. Teknologi internet atau media baru
menjadi medium utama perwujudan iklan digital seperti ini. Salah 1 kelebihan
utama pemasangan iklan dalam internet ialah tarif pemasangan iklan yang tidak
semahal pemasangan iklan dalam televisi, hingga ada yang gratis sekalipun.
Banyak sarana pada internet yang menjadi target pemasangan iklan, seperti
social media. Pemanfaatan social media sebagai bagian dari kampanye
marketing sudah layaknya dilirik mengingat tren pengguna social media di
Indonesia yang pesat.
Aktivitas publik tidak pernah terlepas dari social media, sehingga apapun
konten yang terdapat di dalam social media akan menjadi fokus perhatian publik.
Seperti pada facebook, tak hanya iklan baris yang selalu terdapat pada sisi kanan
halaman, namun sudah banyak sekali brand yang mempunyai “fan page” maupun
account facebook dari brandnya sendiri, sebagai sarana pengiklanan yang gratis
dan dinilai dapat menjangkau publik dengan sangat mudah. Hal yang sama juga
berlaku di twitter, instagram, hingga youtube. Metode iklan seperti ini dianggap
merakyat dimana publik akan merasa sangat dekat dengan brand tersebut, karena
berlangsungnya komunikasi 2 arah, sehingga publik dapat dengan mudah
memberikan berbagai komentar, kritikan, keluhan, maupun pujian terhadap
suatu brand. Lalu fitur gambar & video menjadi nilai plus yang dinilai membawa
pengaruh besar terhadap publik. Social media menyediakan fasilitas untuk
menampung foto dan video dalam jumlah yang banyak, dimana semakin
menarik gambar maupun video yang ditampilkan akan mempengaruhi hasil
penjualan produk. Hal ini dimanfaatkan para agency untuk “menyisipkan” iklan
pada youtube, dimana sebelum video dimulai, akan ada tampilan video iklan
yang berlangsung selama beberapa detik.
Selain social media, sarana pada internet lain yang juga dijadikan sasaran
iklan digital adalah blog pribadi dan website. Blog yang memiliki pageviews
atau pengunjung dalam jumlah banyak, akan menarik pengiklan untuk
memasang iklannya pada blog pribadi tersebut. Hal seperti ini biasa disebut
dengan sponsorship. Hal seperti ini dimanfaatkan oleh beberaoa search engine
marketing seperti Google. Google menciptakan GoogleAds dan Google
Adwords, yaitu sebuah teknik pengiklanan brand dengan memberlakukan sistem
pay per click. Pay per click adalah sebuah sistem yang akan memberikan
imbalan uang kepada pemilik blog yang bersedia memasang iklan iklan yang
disediakan GoogleAds. Hal seperti ini juga dilakukan oleh search engine Yahoo,
yaitu Yahoo Advertising. Lalu website banyak yang dimanfaatkan sebagai
sarana jualan.
Misalnya, dalam internet, tersedia link yang menghubungkan dengan
website sebuah butik. Kemudian setelah terhubung dengan website butik
tersebut, segala produk butik, jenis produk butik, keterangan seperti ukuran,
warna, dan harga masing-masing produk akan tampak dalam website butik
tersebut. Hal ini membuat para konsumen lebih tertarik dan dapat menemukan
barang-barang yang ingin dibelinya dengan keterangan dan harga yang jelas.
Selain itu, barang-barang yang diinginkan tidak perlu dilihat dengan
mengunjungi bituk, cukup dengan menjelajah website butiknya saja.
Kemudahan ini sangat membantu produsen dan konsumen dalam proses
kegiatan perekonomian walaupun dengan contoh yang sederhana.
Lalu teknologi televisi juga dimanfaatkan untuk memuat iklan, walaupun
sudah mulai terbelakang jika dibandingkan dengan pengiklanan lewat media
baru. Iklan televisi memiliki kelebihan yang dimunculkan melalui efek audio
visualnya, yang berdampak pada proses penangkapan pesan dan pengambilan
keputusan konsumen yang menyaksikan televisi. Hal ini menjadi kelebihan
utamanya dibandingkan dengan iklan dalam surat kabar dan bentuk
konveksional lainnya dalam memfasilitasi layanan iklan. Walaupun begitu,
pengiklanan lewat televisi lambat laun mulai terkalahkan oleh iklan internet,
mengingat biaya yang dibutuhkannya besar dan dengan proses produksi yang
panjang.
Dengan adanya perkembangan tersebut, secara tidak langsung menuntut
industri periklanan dan agency untuk menjadi lebih kreatif. Baik kreatif secara
strategi hingga kreatif pada pengrealisasian visual iklan. Mengingat kemudahan
beriklan zaman kini, maka persainganpun akan semakin banyak dan ketat,
sehingga dibutuhkan ide ide kreatif untuk mewujudkan iklan yang dapat
bersaing. Bantuan teknologi pengolah gambar, foto, hingga video pun sangatlah
dibutuhkan. Seperti Adobe Photoshop, CorelDraw, Adobe Illustrator, Adobe
After Effects, iMovie, dan lainnya. Iklan tidak lagi diciptakan menggunakan
gambar tangan seperti dulu, melainkan secara digital menggunakan program
program tadi. Sehingga tidak mengherankan lagi jika sumber daya manusia yang
memiliki skill untuk menggunakan program tersebut akan dibayar mahal.
Pada dasarnya, dunia periklanan zaman kini sudah melangkah jauh.
Berbagai cara terbuka sebagai sarana pemasangan iklan, sehingga yang
dibutuhkan adalah kreativitas. Di sinilah para pelaku industri periklanan dituntut
harus lebih jeli dan keratif memanfaatkan celah pasar yang ada. Dan para pelaku
periklanan ini juga harus mampu mengubah atau mencari sudut pandang lain
dalam mencetuskan sebuah ide. Seperti dikatakan Michael Michako sang pakar
kreativitas terkemuka dalam bukunya, Thinker Toys, kita harus mengubah sudut