bab ii kualitaif hiv

13
7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Acquired Immuno Deficiency Syndrome (AIDS) 1. Pengertian AIDS atau Acquired Immuno Deficiency Syndrome merupakan kumpulan gejala penyakit akibat menurunnya sistem kekebalan tubuh yang disebabkan oleh masuknya virus HIV ( Human Immunodeficiency Virus ) yang termasuk family retroviridae ke dalam tubuh seseorang ( Sudoyo, dkk, 2007). Selain itu AIDS juga didefinisikan sebagai kejadian penyakit yang disifatkan oleh : (a) Suatu penyakit yang menunjukan adanya gangguan immunoseluler, misalnya sarcoma Kaposi atau satu atau lebih penyakit opportunistic yang didiagnosa dengan cara yang dapat dipercaya, (b) Tidak adanya sebab-sebab immunodefisiensi seluler lainnya( kecuali infeksi HIV ). Prince & Wilson (2006) juga menyebutkan bahwa AIDS adalah sekumpulan gejala yang menunjukkan kelemahan atau kerusakan daya tahan tubuh yang diakibatkan oleh faktor luar (bukan dibawa sejak lahir). AIDS diartikan sebagai bentuk paling berat dari keadaan sakit terus menerus yang berkaitan dengan infeksi STIKes Faletehan

Upload: ridhogan

Post on 18-Dec-2015

13 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

tinjauan pustaka kualitatif

TRANSCRIPT

14

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Acquired Immuno Deficiency Syndrome (AIDS)1. Pengertian AIDS atau Acquired Immuno Deficiency Syndrome merupakan kumpulan gejala penyakit akibat menurunnya sistem kekebalan tubuh yang disebabkan oleh masuknya virus HIV ( Human Immunodeficiency Virus ) yang termasuk family retroviridae ke dalam tubuh seseorang ( Sudoyo, dkk, 2007).Selain itu AIDS juga didefinisikan sebagai kejadian penyakit yang disifatkan oleh : (a) Suatu penyakit yang menunjukan adanya gangguan immunoseluler, misalnya sarcoma Kaposi atau satu atau lebih penyakit opportunistic yang didiagnosa dengan cara yang dapat dipercaya, (b) Tidak adanya sebab-sebab immunodefisiensi seluler lainnya( kecuali infeksi HIV ).Prince & Wilson (2006) juga menyebutkan bahwa AIDS adalah sekumpulan gejala yang menunjukkan kelemahan atau kerusakan daya tahan tubuh yang diakibatkan oleh faktor luar (bukan dibawa sejak lahir). AIDS diartikan sebagai bentuk paling berat dari keadaan sakit terus menerus yang berkaitan dengan infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV), mulai dari kelainan ringan dalam respon imun tanpa tanda dan gejala yang nyata hingga keadaan immunosupresi dan berkaitan dengan berbagai infeksi yang dapat membawa kematian dan dengan kelainan malignitas yang jarang terjadi ( Bare & Smetzler, 2005).2. EpidemiologiEpidemi HIV/AIDS saat ini telah melanda seluruh negara di dunia. Laporan Epidemi HIV Global UNAIDS 2014 menunjukkan bahwa terdapat 35 juta orang dengan HIV di seluruh dunia. Asia Selatan dan Tenggara ada pada urutan ke dua terbanyak di dunia dengan kurang lebih 4 juta orang dengan HIV dan AIDS. Dan menurut UNAIDS (2014), kini Indonesia menjadi negara dengan pertumbuhan HIV/AIDS tercepat di Asia Tengara di saat negara lain sudah mengalami penurunan. Dari laporan Dirjen P2PL Kemenkes RI Tahun 2014, jumlah kasus AIDS sampai Desember 2014 secara kumulatif sebanyak 55,799 kasus dan HIV sebanyak 150,296 kasus yang tersebar di 381 (76%) dari 498 kabupaten/kota di seluruh provinsi di Indonesia. Presentase faktor risiko tertinggi adalah hubungan seks berisiko pada heteroseksual (61,5%), pengguna jarum suntik tidak steril pada penasun (15,2%), perinatal (2,7%) dan homo seksual (2,4%). Kasus AIDS terbanyak dilaporkan dari Provinsi Papua (10.184), Jawa Timur (8.976), disusul DKI Jakarta (7.477).Prevalensi kasus AIDS Provinsi Banten menurut laporan Dirjen P2PL Kemenkes RI Tahun 2014 adalah 9,80 per 100.000 penduduk, sedangkan jumlah kasus AIDS sampai Desember 2014 secara kumulatif sebanyak 1,042 kasus dan HIV sebanyak 3,642 kasus.

3. Etiologi dan PatogenesisUntuk sampai pada fase AIDS seseorang yang telah terinfeksi HIV akan melewati beberapa fase, antara lain :a. Fase pertama adalah fase infeksi akut. Setelah HIV menginfeksi sel target, terjadi proses replikasi yang menghasilkan virus-virus baru (virion). Viremia dari begitu banyak virion tersebut memicu munculnya sindrom infeksi akut dengan gejala yang mirip sindrom semacam flu. Diperkirakan bahwa sekitar 50 sampai 70% orang yang terinfeksi HIV mengalami sindrom infeksi akut selama 3 sampai 6 minggu setelah terinfeksi virus dengan gejala umum yaitu demam, faringitis, limfadenopati, artralgia, mialgia, letargi, malaise, nyeri kepala, mual, muntah, diare, anoreksia, dan penurunan berat badan. Selain itu HIV juga dapat mengakibatkan gejala pada sistem saraf yaitu meningitis, ensefalitis, neuropati perifer, dan mielopati.

b. Fase kedua adalah fase infeksi laten. Pembentukan respon imun spesifik HIV dan terperangkapnya virus dalam Sel Dendritik Folikuler (SDF) di pusat germinativum kelenjar limfa sehingga virion dapat dikendalikan, gejala hilang, dan mulai memasuki fase laten. Pada fase ini jarang ditemukan virion di plasma sehingga jumlah virion di plasma menurun karena sebagian besar virus terakumulasi di kelenjar limfa dan terjadi replikasi di kelenjar limfa.Pada fase ini, jumlah limfosit T-CD4 menurun hingga sekitar 500 sampai 200 sel/mm3.

c. Fase ketiga adalah fase infeksi kronis.Selama berlangsungnya fase ini, di dalam kelenjar limfa terus terjadi replikasi virus yang diikuti kerusakan dan kematian SDF karena banyaknya virus.Fungsi kelenjar limfa sebagai perangkap virus menurun atau bahkan hilang dan virus masuk ke dalam darah.Respon imun tidak mampu meredam jumlah virion yang berlebihan tersebut.Limfosit semakin tertekan karena intervensi HIV yang semakin banyak.Terjadi penurunan jumlah limfosit T-CD4 hingga di bawah 200 sel/mm3.Penurunan limfosit T ini mengakibatkan sistem imun menurun dan pasien semakin rentan terhadap berbagai macam penyakit infeksi sekunder. Perjalanan penyakit semakin progresif yang mendorong ke arah AIDS.

Selain tiga fase tersebut ada periode jendela yaitu periode dimana pemeriksaan tes antibodi HIV masih menunjukkan hasil negatif walaupun virus sudah ada dalam darah pasien dengan jumlah yang banyak. Antibodi yang terbentuk belum cukup terdeteksi melalui pemeriksaan laboratorium karena kadarnya masih belum memadai. Periode jendela sangat penting diperhatikan karena pada periode jendela ini pasien sudah mampu dan potensial menularkan HIV kepada orang lain (Nasronudin, 2007).

4. Cara penularanVirus AIDS atau HIV terdapat dalam darah dan cairan tubuh seseorang yang telah tertular, walaupun orang tersebut belum menunjukan keluhan atau gejala penyakit. HIV hanya dapat ditularkan bila terjadi kontak langsung dengan cairan tubuh atau darah. Dosis virus memegang peranan penting. Makin besar jumlah virusnya, makin besar kemungkinan terinfeksi. Jumlah virus yang banyak terdapat pada darah, sperma, cairan vagina, dan serviks, serta cairan otak. Dalam saliva, air mata, urin, keringet dan air susu hanya ditemukan dalam jumlah sedikit sekali (Nasronudin, 2007).Terdapat 3 cara penularan HIV, yaitu :a. Hubungan Seksual, baik melalui vagina, oral, maupun anal dengan seorang pengidap. Ini adlah vcara yang paling umum terjadi, meliputi 80-90% dari total kasus sedunia. Penularan lebih mudah terjadi apabila terdapat lesi penyakit kelamin dengan ulkus atau peradangan jaringan seperti herpes genetalis, sifilis, gonorea, klamidia, kankroid, dan trikomoniasis. Resiko pada seks anal lebih besar disbanding seks vagina, dan resikonya lebih besar pada reseptif daripada insertif.b. Kontak langsung dengan darah atau produk darah/jarum suntik1) Tranfusi darah/ produk darah yang tercemar HIV, resikonya sangat tinggi sampai 90%. Ditemukan sekitar 3-5 % dari total kasus sedunia.2) Pemakaian jarum tidak steril/pemakaian bersama jarum suntik dan sempritnya pada para pecandu narkotika suntik. Resikonya sekitar 0,5-1% dan terdapat 5-10% dari total kasus sedunia.3) Penularan lewat kecelakaan, tertusuk jarum pada petugas kesehatan, resikonya kurang dari 0,5% dan telah terdapat kurang dari 0,1% dari total kasus di dunia.c. Secara vertikel, dari ibu hamil mengidap HIV kepada bayinya, baik selama hamil, saat melahirkan, atau setelah melahirkan. Resikonya sekitar 25-40% dan terdapat 0,1% dari total kasus sedunia.5. Perjalanan PenyakitDalam tubuh penderita HIV/AIDS, partikel virus bergabung dengan DNA sel penderita, sehingga satu kali penderita terinfeksi HIV, seumur hidup ia akan tetap terinfeksi. Dari semua orang yang terinfeksi HIV, mula-mula sedikit saja yang menjadi penderita AIDS pada 3 tahun pertama, 50% berkembang menjadi penderita AIDS sesudah 10 tahun, dan sesudah 13 tahun hamper semua orang terinfeksi HIV menunjukan gejala AIDS san kemudian meninggal (Sudoyo, dkk, 2007).Sel tubuh manusia yang terutama diserang oleh HIV adalah CD4 yaitu limfosit dakam tubuh manusia yang berfungsi sebagai pertahanan tubuha terhadap kuman penyakit. Bila jumlah dan fungsi CD4 berkurang, maka system kekebalan orang yang bersangkutan akan rusak, sehingga mudah dimsuki dan diserang oleh berbagai kuman penyakit. Segera sesudah terinfeksi HIV, jumlah limfosit CD4 akan berkurang sedikit demi sedikit (Holmes, 2007). Dengan menurunnya jumlah CD4, maka system imun seluler makin lemah secara progresif. Diikuti berkurangnya fungsi sel B dan makrogfag dan menurunnya fungsi sel T penolong. Seseorang yang terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) dapat tetap tidak memperlihatkan gejala (asimptomatik) selama bertahun-tahun. Selama waktu ini, jumlah CD4 dapat berkurang dari sekitar 1000 sel per ml darah sebelum infeksi sampai mencapai sekitar 200-300 per ml darah. Sewaktusel T4 mencapai kadar ini. Gejala-gejala infeksi (herpes zoster dan jamur opportunistic) muncul, jumlah T4 kemudian menurun akibat timbulnya penyakit baru akan menyebabkan virus berproliferasi (Doenges, 2007).Hitungan CD4 dalam waktu beberapa tahun akan semakin menurun dengan laju penurunan yang lebih cepat pada 1,5 2,5 tahun sebelum pasien jatuh dalam keadaan AIDS. Dengan berlanjutnya infeksi pada fase akhir penyakit akan ditemukan hitung sel CD4