bab ii kajian pustaka a. model pembelajaran arias 1...
TRANSCRIPT
8
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Model Pembelajaran ARIAS
1. Pengertian Model Pembelajaran ARIAS
Model pembelajaran ARIAS merupakan modifikasi dari model
ARCS. Model ARCS (Attention, Relevance, Confidence, Satisfaction),
dikembangkan oleh Keller dan Kopp (Sopah, 2001:456) sebagai jawaban
pertanyaan bagaimana merancang pembelajaran yang dapat mempengaruhi
motivasi berprestasi dan hasil belajar.
Model pembelajaran ini menarik karena dikembangkan atas dasar
teori-teori belajar dan pengalaman nyata para instruktur (Sopah, 2001:457).
Namun demikian, pada model pembelajaran ini tidak ada evaluasi
(assessment), padahal evaluasi merupakan komponen yang tidak dapat
dipisahkan dalam kegiatan pembelajaran. Evaluasi yang dilaksanakan tidak
hanya pada akhir kegiatan pembelajaran, tetapi perlu dilaksanakan selama
proses kegiatan berlangsung. Evaluasi dilaksanakan untuk mengetahui
sampai sejauh mana kemajuan yang dicapai atau hasil belajar yang
diperoleh siswa (Yanti, 2009:8). Evaluasi yang dilaksanakan selama proses
pembelajaran menurut Saunders et al. seperti yang dikutip Beard dan Senior
(Sopah, 2001:457) dapat mempengaruhi hasil belajar siswa. Mengingat
9
pentingnya evaluasi, maka model pembelajaran ini dimodifikasi dengan
menambahkan komponen evaluasi pada model pembelajaran tersebut.
Dengan modifikasi tersebut, model pembelajaran yang digunakan
mengandung lima komponen yaitu: attention (minat/perhatian); relevance
(relevansi); confidence (percaya/yakin); satisfaction (kepuasan/bangga), dan
assessment (asessmen). Modifikasi juga dilakukan dengan penggantian
nama confidence menjadi assurance, dan attention menjadi interest.
Penggantian nama confidence (percaya diri) menjadi assurance, karena kata
assurance sinonim dengan kata self-confidence (Yanti, 2009:9). Dalam
kegiatan pembelajaran guru tidak hanya percaya bahwa siswa akan mampu
dan berhasil, melainkan juga sangat penting menanamkan rasa percaya diri
siswa bahwa mereka merasa mampu dan dapat berhasil. Demikian juga
penggantian kata attention menjadi interest, karena pada kata interest
(minat) sudah terkandung pengertian attention (perhatian). Dengan kata
interest tidak hanya sekedar menarik minat/perhatian siswa pada awal
kegiatan melainkan tetap memelihara minat/perhatian tersebut selama
kegiatan pembelajaran berlangsung. Untuk memperoleh akronim yang lebih
baik dan lebih bermakna, maka urutannya pun dimodifikasi menjadi
assurance, relevance, interest, assessment, dan satisfaction. Makna dari
modifikasi ini adalah usaha pertama dalam kegiatan pembelajaran untuk
menanamkan rasa yakin/percaya pada siswa. Kegiatan pembelajaran ada
relevansinya dengan kehidupan siswa, berusaha menarik dan memelihara
minat/perhatian siswa. Kemudian diadakan evaluasi dan menumbuhkan rasa
10
bangga pada siswa dengan memberikan penguatan (reinforcement). Dengan
mengambil huruf awal dari masing-masing komponen menghasilkan kata
ARIAS sebagai akronim. Oleh karena itu, model pembelajaran yang sudah
dimodifikasi ini disebut model pembelajaran ARIAS.
2. Komponen Model Pembelajaran ARIAS
Seperti yang telah dikemukakan model pembelajaran ARIAS terdiri
dari lima komponen (assurance, relevance, interest, assessment, dan
satisfaction) yang disusun berdasarkan teori belajar. Kelima komponen
tersebut merupakan satu kesatuan yang diperlukan dalam kegiatan
pembelajaran. Deskripsi singkat masing-masing komponen dan beberapa
contoh yang dapat dilakukan untuk membangkitkan dan meningkatkannya
kegiatan pembelajaran adalah sebagai berikut:
a. Komponen pertama model pembelajaran ARIAS adalah assurance
(percaya diri), yaitu berhubungan dengan sikap percaya, yakin akan
berhasil atau yang berhubungan dengan harapan untuk berhasil (Yanti,
2009:10). Menurut Bandura seperti dikutip oleh Gagne dan Driscoll
(Sopah, 2001:458), seseorang yang memiliki sikap percaya diri tinggi
cenderung akan berhasil bagaimana pun kemampuan yang ia miliki.
Sikap dimana seseorang merasa yakin, percaya dapat berhasil mencapai
sesuatu akan mempengaruhi mereka bertingkah laku untuk mencapai
keberhasilan tersebut. Sikap ini mempengaruhi kinerja aktual seseorang,
sehingga perbedaan dalam sikap ini menimbulkan perbedaan dalam
kinerja. Sikap percaya, yakin atau harapan akan berhasil mendorong
11
individu bertingkah laku untuk mencapai suatu keberhasilan. Siswa yang
memiliki sikap percaya diri memiliki penilaian positif tentang dirinya
cenderung menampilkan prestasi yang baik secara terus menerus (Yanti,
2009:11). Ketika siswa percaya bahwa sukses itu mungkin terjadi, siswa
akan mencoba percaya dan jika siswa tidak yakin dapat sukses semudah
apapun materi dan sepandai-pandainya siswa, tetap saja siswa akan gagal
(Johnson, 2008:16) Sikap percaya diri, yakin akan berhasil ini perlu
ditanamkan kepada siswa untuk mendorong mereka agar berusaha
dengan maksimal guna mencapai keberhasilan yang optimal. Dengan
sikap yakin, penuh percaya diri dan merasa mampu dapat melakukan
sesuatu dengan berhasil, siswa terdorong untuk melakukan sesuatu
kegiatan dengan sebaik-baiknya sehingga dapat mencapai hasil yang
lebih baik dari sebelumnya atau dapat melebihi orang lain. Beberapa cara
(Sopah, 2001:459) yang dapat digunakan untuk mempengaruhi sikap
percaya diri adalah:
i) Membantu siswa menyadari kekuatan dan kelemahan diri serta
menanamkan pada siswa gambaran diri positif terhadap diri sendiri.
ii) Menggunakan suatu patokan, standar yang memungkinkan siswa
dapat mencapai keberhasilan (misalnya dengan mengatakan bahwa
kamu tentu dapat menjawab pertanyaan di bawah ini tanpa melihat
buku).
iii) Memberi tugas yang sukar tetapi cukup realistis untuk
diselesaikan/sesuai dengan kemampuan siswa (misalnya memberi
12
tugas kepada siswa dimulai dari yang mudah berangsur sampai ke
tugas yang sukar). Menyajikan materi secara bertahap sesuai dengan
urutan dan tingkat kesukarannya menurut Keller dan Dodge seperti
dikutip Reigeluth dan Curtis dalam Gagne merupakan salah satu
usaha menanamkan rasa percaya diri pada siswa.
iv) Memberi kesempatan kepada siswa secara bertahap mandiri dalam
belajar dan melatih suatu keterampilan.
b. Komponen kedua model pembelajaran ARIAS, relevance, yaitu
berhubungan dengan kehidupan siswa baik berupa pengalaman sekarang
atau yang telah dimiliki maupun yang berhubungan dengan kebutuhan
karir sekarang atau yang akan datang (Yanti, 2009:13). Siswa merasa
kegiatan pembelajaran yang mereka ikuti memiliki nilai, bermanfaat dan
berguna bagi kehidupan mereka. Siswa akan terdorong mempelajari
sesuatu kalau apa yang akan dipelajari ada relevansinya dengan
kehidupan mereka, dan memiliki tujuan yang jelas. Sesuatu yang
memiliki arah tujuan, dan sasaran yang jelas serta ada manfaat dan
relevan dengan kehidupan akan mendorong individu untuk mencapai
tujuan tersebut. Dengan tujuan yang jelas mereka akan mengetahui
kemampuan apa yang akan dimiliki dan pengalaman apa yang akan
didapat. Mereka juga akan mengetahui kesenjangan antara kemampuan
yang telah dimiliki dengan kemampuan baru itu sehingga kesenjangan
tadi dapat dikurangi atau bahkan dihilangkan sama sekali. Beberapa cara
13
(Sopah, 2001:460) yang dapat digunakan untuk meningkatkan relevansi
dalam pembelajaran adalah:
i) Mengemukakan tujuan sasaran yang akan dicapai. Tujuan yang jelas
akan memberikan harapan yang jelas (konkrit) pada siswa dan
mendorong mereka untuk mencapai tujuan tersebut. Hal ini akan
mempengaruhi hasil belajar mereka.
ii) Mengemukakan manfaat pelajaran bagi kehidupan siswa baik untuk
masa sekarang dan/atau untuk berbagai aktivitas di masa mendatang.
iii) Menggunakan bahasa yang jelas atau contoh-contoh yang ada
hubungannya dengan pengalaman nyata atau nilai-nilai yang dimiliki
siswa. Bahasa yang jelas yaitu bahasa yang dimengerti oleh siswa.
Pengalaman nyata atau pengalaman yang langsung dialami siswa
dapat menjembataninya ke hal-hal baru. Pengalaman selain memberi
keasyikan bagi siswa, juga diperlukan secara esensial sebagai
jembatan mengarah kepada titik tolak yang sama dalam melibatkan
siswa secara mental, emosional, sosial dan fisik, sekaligus
merupakan usaha melihat lingkup permasalahan yang sedang
dibicarakan.
iv) Menggunakan berbagai alternatif strategi dan media pembelajaran
yang cocok untuk pencapaian tujuan. Dengan demikian
dimungkinkan menggunakan bermacam-macam strategi dan/atau
media pembelajaran pada setiap kegiatan pembelajaran.
14
c. Komponen ketiga model pembelajaran ARIAS, interest, adalah yang
berhubungan dengan minat/perhatian siswa. Menurut Woodruff seperti
dikutip oleh Callahan (Sopah, 2001:460), sesungguhnya belajar tidak
terjadi tanpa ada minat/perhatian. Keller seperti dikutip Reigeluth
(Sopah, 2001:460) menyatakan bahwa dalam kegiatan pembelajaran,
minat/perhatian tidak hanya harus dibangkitkan melainkan juga harus
dipelihara selama kegiatan pembelajaran berlangsung. Oleh karena itu,
guru harus memperhatikan berbagai bentuk dan memfokuskan pada
minat/perhatian dalam kegiatan pembelajaran. Herndon (Sopah,
2001:460) menunjukkan bahwa adanya minat/perhatian siswa terhadap
tugas yang diberikan dapat mendorong siswa melanjutkan tugasnya.
Siswa akan kembali mengerjakan sesuatu yang menarik sesuai dengan
minat/perhatian mereka. Membangkitkan dan memelihara
minat/perhatian merupakan usaha menumbuhkan keingintahuan siswa
yang diperlukan dalam kegiatan pembelajaran. Minat/perhatian
merupakan alat yang sangat berguna dalam usaha mempengaruhi hasil
belajar siswa. Beberapa cara (Sopah, 2001:460) yang dapat digunakan
untuk membangkitkan dan menjaga minat/perhatian siswa antara lain
adalah:
i) Menggunakan cerita, analogi, sesuatu yang baru, menampilkan
sesuatu yang lain/aneh yang berbeda dari biasa dalam pembelajaran.
ii) Memberi kesempatan kepada siswa untuk berpartisipasi secara aktif
dalam pembelajaran, misalnya para siswa diajak diskusi untuk
15
memilih topik yang akan dibicarakan, mengajukan pertanyaan atau
mengemukakan masalah yang perlu dipecahkan.
iii) Mengadakan variasi dalam kegiatan pembelajaran misalnya menurut
Lesser seperti dikutip Gagne dan Driscoll variasi dari serius ke
humor, dari cepat ke lambat, dari suara keras ke suara yang sedang,
dan mengubah gaya mengajar.
iv) Mengadakan komunikasi nonverbal dalam kegiatan pembelajaran,
seperti demonstrasi dan simulasi yang menurut Gagne dan Briggs
dapat dilakukan untuk menarik minat/perhatian siswa.
d. Komponen keempat model pembelajaran ARIAS adalah assessment,
yaitu yang berhubungan dengan evaluasi terhadap siswa. Evaluasi
merupakan suatu bagian pokok dalam pembelajaran yang memberikan
keuntungan bagi guru dan siswa. Bagi guru menurut Deale seperti dikutip
Lefrancois evaluasi merupakan alat untuk mengetahui apakah yang telah
diajarkan sudah dipahami oleh siswa; untuk memonitor kemajuan siswa
sebagai individu maupun sebagai kelompok; untuk merekam apa yang
telah siswa capai, dan untuk membantu siswa dalam belajar. Bagi siswa,
evaluasi merupakan umpan balik tentang kelebihan dan kelemahan yang
dimiliki, dapat mendorong belajar lebih baik dan meningkatkan motivasi
berprestasi (Yanti, 2009:17). Evaluasi terhadap siswa dilakukan untuk
mengetahui sampai sejauh mana kemajuan yang telah mereka capai.
Apakah siswa telah memiliki kemampuan seperti yang dinyatakan dalam
tujuan pembelajaran (Yanti, 2009:17). Evaluasi tidak hanya dilakukan
16
oleh guru tetapi juga oleh siswa untuk mengevaluasi diri mereka sendiri
(self assessment) atau evaluasi diri. Evaluasi diri dilakukan oleh siswa
terhadap diri mereka sendiri, maupun terhadap teman mereka. Hal ini
akan mendorong siswa untuk berusaha lebih baik lagi dari sebelumnya
agar mencapai hasil yang maksimal. Mereka akan merasa malu kalau
kelemahan dan kekurangan yang dimiliki diketahui oleh teman mereka
sendiri. Menurut Soekamto (Yanti, 2009:17) evaluasi terhadap diri
sendiri merupakan evaluasi yang mendukung proses belajar mengajar
serta membantu siswa meningkatkan keberhasilannya. Hal ini sejalan
dengan pendapat yang dikemukakan Martin dan Briggs seperti dikutip
Bohlin (Yanti, 2009:17) bahwa evaluasi diri secara luas sangat
membantu dalam pengembangan belajar atas inisiatif sendiri. Dengan
demikian, evaluasi diri dapat mendorong siswa untuk meningkatkan apa
yang ingin mereka capai. Oleh karena itu, untuk mempengaruhi hasil
belajar siswa evaluasi perlu dilaksanakan dalam kegiatan pembelajaran.
Beberapa cara (Sopah, 2001:462) yang dapat digunakan untuk
melaksanakan evaluasi, antara lain adalah:
i) Mengadakan evaluasi dan memberi umpan balik terhadap kinerja
siswa.
ii) Memberikan evaluasi yang obyektif dan adil serta segera
menginformasikan hasil evaluasi kepada siswa.
iii) Memberi kesempatan kepada siswa mengadakan evaluasi terhadap
diri sendiri.
17
iv) Memberi kesempatan kepada siswa mengadakan evaluasi terhadap
teman.
e. Komponen kelima model pembelajaran ARIAS adalah satisfaction yaitu
yang berhubungan dengan rasa bangga, puas atas hasil yang dicapai.
Dalam teori belajar satisfaction adalah reinforcement (penguatan). Siswa
yang telah berhasil mengerjakan atau mencapai sesuatu, maka siswa
merasa bangga/puas atas keberhasilan tersebut. Keberhasilan dan
kebanggaan itu menjadi penguat bagi siswa tersebut untuk mencapai
keberhasilan berikutnya (Sopah, 2001:462). Menurut Hilgard dan Bower
(Sopah, 2001:462) reinforcement atau penguatan yang dapat memberikan
rasa bangga dan puas pada siswa adalah penting dan perlu dalam
kegiatan pembelajaran. Menurut Keller berdasarkan teori kebanggaan,
rasa puas dapat timbul dari dalam diri individu sendiri yang disebut
kebanggaan intrinsik dimana individu merasa puas dan bangga telah
berhasil mengerjakan, mencapai atau mendapat sesuatu. Kebanggaan dan
rasa puas ini juga dapat timbul karena pengaruh dari luar individu, yaitu
dari orang lain atau lingkungan yang disebut kebanggaan ekstrinsik
(Yanti, 2009:19). Seseorang merasa bangga dan puas atas apa yang sudah
dikerjakan dan dihasilkan mendapat penghargaan baik bersifat verbal
maupun nonverbal dari orang lain atau lingkungan. Memberikan
penghargaan (reward) menurut Thorndike seperti dikutip oleh Gagne dan
Briggs (Yanti, 2009:19) merupakan suatu penguatan (reinforcement)
dalam kegiatan pembelajaran. Guru menghargai kedewasaan siswa dan
18
terkesan akan adanya penghargaan diri yang telah siswa tunjukkan
(Johnson, 2008:27). Dengan demikian, memberikan penghargaan
merupakan salah satu cara yang dapat digunakan untuk mempengaruhi
hasil belajar siswa (Yanti, 2009:19). Untuk itu, rasa bangga dan puas
perlu ditanamkan dan dijaga dalam diri siswa. Beberapa cara (Yanti,
2009:20) yang dapat dilakukan antara lain :
i) Memberi penguatan (reinforcement), penghargaan yang pantas baik
secara verbal maupun non-verbal kepada siswa yang telah
menampilkan keberhasilannya. Ucapan guru : "Bagus, kamu telah
mengerjakannya dengan baik sekali!". Menganggukkan kepala
sambil tersenyum sebagai tanda setuju atas jawaban siswa terhadap
suatu pertanyaan, merupakan suatu bentuk penguatan bagi siswa
yang telah berhasil melakukan suatu kegiatan. Ucapan yang tulus
dan/atau senyuman guru yang simpatik menimbulkan rasa bangga
pada siswa dan ini akan mendorongnya untuk melakukan kegiatan
lebih baik lagi, dan memperoleh hasil yang lebih baik dari
sebelumnya.
ii) Memberi kesempatan kepada siswa untuk menerapkan
pengetahuan/keterampilan yang baru diperoleh dalam situasi nyata
atau simulasi.
iii) Memperlihatkan perhatian yang besar kepada siswa, sehingga
mereka merasa dikenal dan dihargai oleh para guru.
19
iv) Memberi kesempatan kepada siswa untuk membantu teman mereka
yang mengalami kesulitan/memerlukan bantuan.
3. Penggunaan Model Pembelajaran ARIAS
Penggunaan model pembelajaran ARIAS perlu dilakukan sejak awal,
sebelum guru melakukan kegiatan pembelajaran di kelas. Model
pembelajaran ini digunakan sejak guru merancang kegiatan pembelajaran
dalam bentuk satuan pelajaran, misalnya satuan pelajaran sebagai pegangan
(pedoman) guru kelas dan satuan pelajaran sebagai bahan/materi bagi siswa.
Satuan pelajaran sebagai pegangan bagi guru disusun sedemikian rupa,
sehingga satuan pelajaran tersebut sudah mengandung komponen-
komponen ARIAS, artinya dalam satuan pelajaran itu sudah tergambarkan
usaha/kegiatan yang akan dilakukan untuk menanamkan rasa percaya diri
pada siswa, mengadakan kegiatan yang relevan, membangkitkan
minat/perhatian siswa, melakukan evaluasi dan menumbuhkan rasa
dihargai/bangga pada siswa. Guru sudah merancang urutan semua kegiatan
yang akan dilakukan, strategi atau metode pembelajaran yang akan
digunakan, media pembelajaran apa yang akan dipakai, perlengkapan apa
yang dibutuhkan, dan bagaimana cara penilaian akan dilaksanakan.
Meskipun demikian pelaksanaan kegiatan pembelajaran disesuaikan dengan
situasi, kondisi dan lingkungan siswa. Demikian juga halnya dengan satuan
pelajaran sebagai bahan/materi untuk siswa. Bahan/materi tersebut harus
disusun berdasarkan model pembelajaran ARIAS. Bahasa, kosa kata,
kalimat, gambar atau ilustrasi, pada bahan/materi dapat menumbuhkan rasa
20
percaya diri pada siswa, bahwa mereka mampu, dan apa yang dipelajari ada
relevansi dengan kehidupan mereka. Bentuk, susunan dan isi bahan/materi
dapat membangkitkan minat/perhatian siswa, memberi kesempatan kepada
siswa untuk mengadakan evaluasi diri dan siswa merasa dihargai yang dapat
menimbulkan rasa bangga pada mereka. Guru agar menggunakan bahasa
yang mudah dipahami dan dimengerti, kata-kata yang jelas dan kalimat
yang sederhana tidak berbelit-belit sehingga maksudnya dapat dengan
mudah ditangkap dan dicerna siswa. Bahan/materi agar dilengkapi dengan
gambar yang jelas dan menarik dalam jumlah yang cukup. Gambar dapat
menimbulkan berbagai macam khayalan/fantasi dan dapat membantu siswa
lebih mudah memahami bahan/materi yang sedang dipelajari.
Menurut McClelland (Yanti, 2009:21) siswa dapat
membayangkan/mengkhayalkan apa saja, bahkan dapat membayangkan
dirinya sebagai apa saja. Bahan/materi disusun sesuai urutan dan tahap
kesukarannya perlu dibuat sedemikian rupa sehingga dapat menimbulkan
keingintahuan dan memungkinkan siswa dapat mengadakan evaluasi
sendiri.
B. Pendekatan Kontekstual
Pendekatan merupakan strategi dalam perencanaan suatu pembelajaran.
Pendekatan dapat dirancang dengan langkah-langkah, yakni: a) identifikasi
kebutuhan pendidikan, 2) analisis kebutuhan untuk disesuaikan dengan tujuan
pembelajaran, 3) rancang metode dan materi sesuai materi pembelajaran, 4)
21
rumuskan pelaksanaan pembelajaran, 5) evaluasi untuk memperbaiki hal-hal yang
dipandang perlu (Manru, 2005:8).
Dirjen Dikdasmen (Manru, 2005:9) menyatakan bahwa pembelajaran
dengan pendekatan kontekstual (Contextual Teaching Learning) adalah konsep
belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan
situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara
pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka.
Menurut Blanchard (Mahyudin, 2007:13) ciri-ciri kontekstual adalah: (1)
Menekankan pemecahan masalah, (2) Menyadari bahwa pengajaran dan
pembelajaran berlangsung dalam berbagai konteks seperti rumah, masyarakat,
ataupun di lingkungan kerja, (3) mengajari siswa memonitor dan mengarahkan
pembelajarannya sendiri sehingga para siswa tersebut berkembang menjadi
pembelajaran mandiri, (4) mengaitkan pengajaran pada konteks kehidupan siswa
yang berbeda-beda, (5) mendorong siswa untuk belajar dari sesama teman
termasuk belajar bersama, (6) menerapkan penilaian autentik.
Menurut Depdiknas (Yasa, 2008) untuk penerapannya, pendekatan
kontektual (CTL) memiliki tujuh komponen utama, yaitu konstruktivisme
(constructivism), menemukan (Inquiry), bertanya (Questioning), masyarakat-
belajar (Learning Community), pemodelan (modeling), refleksi (reflection), dan
penilaian yang sebenarnya (Authentic). Adapun tujuh komponen (Yasa, 2008)
tersebut sebagai berikut:
22
a. Konstruktivisme (constructivism)
Kontruktivisme merupakan landasan berpikir CTL, yang menekankan
bahwa belajar tidak hanya sekedar menghafal, mengingat pengetahuan tetapi
merupakan suatu proses belajar mengajar dimana siswa sendiri aktif secara mental
membangun pengetahuannya, yang dilandasi oleh struktur pengetahuan yang
dimilikinya.
b. Menemukan (Inquiry)
Menemukan merupakan bagian inti dari kegiatan pembelajaran berbasis
kontekstual, karena pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh siswa
diharapkan bukan hasil mengingat seperangkat fakta-fakta tetapi hasil dari
menemukan sendiri. Kegiatan menemukan (inquiry) merupakan sebuah siklus
yang terdiri dari observasi (observation), bertanya (questioning), mengajukan
dugaan (hiphotesis), pengumpulan data (data gathering), penyimpulan
(conclusion).
c. Bertanya (Questioning)
Pengetahuan yang dimiliki seseorang selalu dimulai dari bertanya. Bertanya
merupakan strategi utama pembelajaan berbasis kontekstual. Kegiatan bertanya
berguna untuk : 1) menggali informasi, 2) menggali pemahaman siswa, 3)
membangkitkan respons kepada siswa, 4) mengetahui sejauh mana keingintahuan
siswa, 5) mengetahui hal-hal yang sudah diketahui siswa, 6) memfokuskan
23
perhatian pada sesuatu yang dikehendaki guru, 7) membangkitkan lebih banyak
lagi pertanyaan dari siswa untuk menyegarkan kembali pengetahuan siswa.
d. Masyarakat Belajar (Learning Community)
Konsep masyarakat belajar menyarankan hasil pembelajaran diperoleh dari
hasil kerjasama dari orang lain. Hasil belajar diperolah dari „sharing‟ antar teman,
antar kelompok, dan antar yang mengetahui ke yang belum mengetahui.
Masyarakat belajar tejadi apabila ada komunikasi dua arah, dua kelompok atau
lebih yang terlibat dalam komunikasi pembelajaran yang saling belajar.
e. Pemodelan (Modelling)
Pemodelan pada dasarnya membahasakan yang dipikirkan, mendemonstrasi
bagaimana guru menginginkan siswanya untuk belajar dan melakukan apa yang
guru inginkan agar siswanya melakukan. Dalam pembelajaran kontekstual, guru
bukan satu-satunya model. Model dapat dirancang dengan melibatkan siswa dan
juga mendatangkan dari luar.
f. Refleksi (Reflection)
Refleksi merupakan cara berpikir atau respons tentang apa yang baru
dipelajari atau berpikir kebelakang tentang apa yang sudah dilakukan pada masa
lalu. Realisasinya dalam pembelajaran, guru menyisakan waktu sejenak agar
siswa melakukan refleksi berupa pernyataan langsung tentang apa yang diperoleh
hari itu.
24
g. Penilaian yang sebenarnya ( Authentic Assessment)
Penilaian adalah proses pengumpulan berbagai data yang bisa memberi
gambaran mengenai perkembangan belajar siswa. Dalam pembelajaran berbasis
CTL, gambaran perkembangan belajar siswa perlu diketahui guru agar bisa
memastikan bahwa siswa mengalami pembelajaran yang benar. Fokus penilaian
adalah pada penyelesaian tugas yang relevan dan kontekstual serta penilaian
dilakukan terhadap proses maupun hasil.
C. Kemampuan Koneksi Matematis
Koneksi matematis berasal dari bahasa Inggris yakni mathematical
connection. Istilah ini dipopulerkan oleh NCTM 1989 (Fattah, 2010:20) dan
dijadikan sebagai salah satu standar dalam proses pembelajaran matematika.
Connection secara gramatikal berarti hubungan, sambungan, pertalian, sangkut
paut. Maka mathematical connection dapat diartikan sebagai hubungan
matematis. Sedangkan yang dimaksud dengan kemampuan koneksi matematis
adalah kemampuan siswa dalam mengaitkan konsep-konsep matematis, baik antar
konsep matematis itu sendiri maupun mengaitkan konsep matematis dengan
bidang lainnya.
Menurut Ruseffendi (Nurasyiah, 2010:23), salah satu pentingnya siswa
diberikan latihan yang berkenaan dengan soal-soal koneksi adalah bahwa dalam
matematika semua konsep berkaitan satu sama lain, seperti dalil dengan dalil,
teori dengan teori dan antar cabang matematika. Begitu juga menurut Reys
25
(Suherman, 2004:120) menyatakan bahwa matematika merupakan telaahan pola
dan hubungan, kemudian Nasir (Nurasyiah, 2010:23) menyatakan bahwa menurut
Bruner tidak ada konsep atau operasi yang tidak terkoneksikan dengan konsep
atau operasi lain dalam suatu sistem.
Menurut NCTM (Fattah, 2010:20) tujuan koneksi matematis di sekolah
adalah “…to help student broaden their prespective, to view mathematics as an
integrated whole rather than as an isolated set of topics, and to a knowledge it
relevance and usefulness both in and out of school”. Dari pernyataan ini, ada tiga
tujuan diadakannya koneksi matematis dalam pembelajaran matematika di
sekolah, yaitu untuk memperluas wawasan pengetahuan siswa, memandang
matematika sebagai suatu keseluruhan yang terpadu bukan sebagai materi yang
berdiri sendiri serta mengenal relevansi dan manfaat matematika baik di sekolah
maupun di luar sekolah. Hal ini sesuai dengan salah satu tujuan umum
diberikannya matematika pada jenjang pendidikan dasar dan menengah yang
diungkapkan dalam GBPP matematika, yaitu mempersiapkan siswa agar dapat
menggunakan matematika dan pola pikir matematis dalam kehidupan sehari-hari
dan dalam mempelajari disiplin ilmu yang lainnya.
Tiga tujuan (Fattah, 2010:21) yang tercantum di atas dapat diuraikan
menjadi:
1. Memperluas wawasan pengetahuan siswa
Melalui koneksi matematis, siswa akan didorong untuk mengembangkan
pengetahuannya sehingga tidak terfokus dalam satu topik saja. Pada saat satu
topik dikaitkan dengan topik lain, maka akan muncul berbagai cabang di
26
dalamnya. Selain itu, topik dalam matematika juga dapat dikaitkan dengan
disiplin ilmu yang lain dan dapat dikaitkan pula dengan kehidupan nyata. Oleh
karena itu, hal ini akan memperluas wawasan pengetahuan siswa.
2. Memandang matematika sebagai suatu keseluruhan yang terpadu bukan
sebagai materi yang berdiri sendiri.
Matematika yang dikenal saat ini, bukanlah sebuah ilmu yang berdiri
sendiri. Matematika merupakan suatu cabang ilmu yang di dalamnya terdapat
berbagai konsep yang diajarkan. Bahkan jika melihat dari sejarah, matematika ini
muncul justru berawal dari permasalahan-permasalahan yang terjadi dalam
kehidupan sehari-hari. Permasalahan tersebut membentuk konsep yang berbeda-
beda, prosedur penyelesaiannya pun berbeda. Karena pengetahuan semakin ke sini
itu semakin berkembang, maka dari permasalahan itulah muncul sebuah disiplin
ilmu yang dinamakan dengan matematika.
3. Mengenal relevansi dan manfaat matematika baik di sekolah maupun di luar
sekolah.
Matematika yang identik dengan angka dan simbol-simbol, namun dibalik
semua itu matematika mempunyai manfaat yang sangat banyak. Kaitannya
dengan disiplin ilmu yang lain, matematika manjadi ilmu yang menjembataninya
atau dapat dikatakan sebagai pembantu. Namun jangan sampai menjadikan
konotasi negatif, walaupun sebagai pembantu ilmu yang lain. Hal ini tidak
membuat posisi matematika itu rendah, akan tetapi justru disinilah peran
matematika dalam ilmu pengetahuan itu sebagai “mother of science” atau induk
dari ilmu pengetahuan. Selain itu matematika juga merupakan disiplin ilmu yang
27
aplikatif, artinya ada beberapa konsep yang diajarkan dalam matematika dapat
diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
Menurut Fattah (2010:23) berdasarkan tujuan koneksi matematis dan
penjelasan sebelumnya, maka koneksi matematis itu dapat dibagi menjadi dua
bagian, yaitu:
1. Koneksi matematis internal
Ruseffendi menyatakan bahwa tidak ada konsep yang tidak terkoneksi
dengan konsep lain dalam satu sistem. Sehingga dalam matematika antara konsep
yang satu dengan konsep yang lain terdapat hubungan yang erat.
2.Koneksi matematis eksternal
Johanes mengemukakan bahwa matematika berperan sebagai ilmu
pengetahuan pembantu yang ampuh bagi ilmu pengetahuan yang lain, terutama
ilmu pengetahuan eksak. Namun bisa juga untuk ilmu yang lainnya, seperti dalam
bidang musik, olah raga, kedokteran, teknik, pengetahuan sosial, politik, sejarah,
industri, dan pertanian. Ini harus dipahami betul bahwa konteks pembantu di sini
bukan berarti bahwa posisi matematika itu rendah, namun justru matematika itu
sebagai pondasi atau pengetahuan dasar yang harus dimiliki oleh setiap orang.
Menurut Sumarmo (Nasir, 2008:25), koneksi matematis meliputi
indikator sebagai berikut:
a) Mencari hubungan berbagai representasi konsep dan prosedur, memahami
hubungan antar topik matematis.
28
b) Menggunakan matematika dalam bidang studi lain atau kehidupan sehari-
hari.
c) Memahami representasi ekuivalen konsep yang sama.
d) Mencari koneksi satu prosedur ke prosedur lain dalam representasi yang
ekuivalen.
e) Menggunakan koneksi antar topik matematis atau koneksi antar topik
matematis dengan topik lain.
Dalam menentukan keberhasilan seorang siswa, siswa telah mempunyai
koneksi matematis yang baik dan dapat dilakukan dengan cara membuat
pemecahan masalah. Melalui pembelajaran ARIAS, siswa sangat dituntut untuk
bisa menghubungkan satu konsep dengan konsep lain. Siswa akan membuat peta
pikirannya yang berkaitan dengan konsep yang disampaikannya. Sedangkan
melalui pemecahan masalah, siswa dikatakan mempunyai kemampuan koneksi
matematis yang bagus jika dapat menyelesaikan permasalahan yang diberikan,
yaitu berupa soal-soal yang berkaitan dengan koneksi matematis.
D. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan kajian pustaka dan rumusan masalah yang telah diuraikan,
maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini sebagai berikut: “Peningkatan
kemampuan koneksi matematis siswa yang pembelajarannya menggunakan model
pembelajaran ARIAS melalui pendekatan kontekstual lebih baik daripada siswa
yang menggunakan pembelajaran secara konvensional.