bab ii kajian pustaka a. kajian teori 1....6 bab ii kajian pustaka a. kajian teori 1. hasil belajar...
TRANSCRIPT
-
6
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. KAJIAN TEORI
1. Hasil Belajar
a. Pengertian Hasil Belajar
Hasil belajar merupakan kemampuan yang diperoleh individu setelah
proses belajar berlangsung, yang dapat memberikan perubahan tingkah
laku baik pengetahuan, pengertian, kebiasaan, ketrampilan, apresiasi,
emosional, hubungan sosial, jasmani, budi pekerti serta sikap. Senada
dengan Hamalik (2004) yang menyatakan bahwa hasil belajar adalah
terjadinya perubahan tingkah laku seseorang, misalnya dari tidak tahu
menjadi tahu dan dari tidak mengerti menjadi mengerti. Hal ini juga
didukung oleh Sudjana (2005) yang mendefinisikan hasil belajar sebagai
kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah mengalami
pengalaman belajar. Menurut Gagne & Briggs dalam Suprijono (2009)
yang menyatakan hasil belajar ialah kemampuan internal meliputi
pengetahuan, ketrampilan dan sikap setelah siswa mengikuti
pembelajaran dan siswa mampu menerapkan materi yang telah
diajarkan dalam berbagai bidang. Hasil belajar juga merupakan hasil
dari suatu interaksi tindak belajar dan tindak mengajar. Tindak mengajar
diakhiri dengan proses evaluasi hasil belajar, dan hasil belajar
merupakan berakhirnya pengajaran dan puncak proses belajar. Dampak
pengajaran adalah hasil yang dapat diukur seperti tertuang dalam angka
ulangan, angka rapot (Dimyati dan Mudjiono, 2009). Hal senada yang
disampaikan Hamalik (2004) yaitu hasil belajar ialah nilai yang diperoleh
siswa setelah setelah siswa mempelajari suatu pokok bahasan. Suprijono
(2009) mengemukakan perlu diingat juga bahwa hasil belajar adalah
perubahan perilaku secara keseluruhan bukan hanya salah satu aspek
potensi kemanusiaan saja. Hasil belajar yang dikategorisasi oleh para
pakar pendidikan sebagaimana tersebut diatas tidak dilihat secara
fragmentaris atau terpisah, melainkan komprehensif.
Berdasarkan pendapat-pendapat diatas, penelitian ini sejalan dengan
rumusan hasil belajar menurut Sudjana (2005) yang mendefinisikan hasil
belajar sebagai kemampuan yang dimiliki siswa setelah menerima
pengalaman belajar. Bukti dari usaha yang dilakukan dalam kegiatan
belajar dan proses belajar adalah hasil belajar yang biasa diukur melalui
tes yaitu tes formatif (Dimyati, 2002). Menurut Purwanto (2004) yang
terpenting dalam dalam penilaian tes formatif adalah bahwa setiap soal
-
7
betul-betul mengukur tujuan instruksional yang hendak dicapai yang
telah dirumuskan dalam program satuan pelajaran.
b. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar
Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar dibedakan atas dua
kategori, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Kedua faktor
tersebut saling mempengaruhi dalam proses belajar individu sehingga
menentukan kualitas hasil belajar (Baharuddin dan Wahyuni, 2007)
1. Faktor internal
Faktor internal adalah faktor-faktor yang berasal dari dalam diri
individu dan dapat mempengaruhi hasil belajar individu. Faktor-
faktor internal ini meliputi faktor fisiologis dan psikologis.
a. Faktor fisiologis
Faktor fisiologis adalah faktor-faktor yang berhubungan dengan
kondisi fisik individu. Faktor ini dibedakan menjadi dua macam.
Pertama, keadaan tonus jasmani. Keadaan tonus jasmani pada
umumnya sangat mempengaruhi aktivitas belajar seseorang.
Kedua, keadaan fungsi jasmani atau fisiologis. Selama proses
belajar berlangsung, peran fungsi fisiologi pada tubuh manusia
sangat mempengaruhi hasil belajar terutama panca indera.
b. Faktor psikologis
Faktor psikologis, adalah keadaan psikologis seseorang yang
dapat mempengaruhi proses belajar. Beberapa faktor psikologis
yang utama mempengaruhi proses belajar yaitu kecerdasan siswa,
motivasi, minat, sikap, dan bakat.
2. Faktor eksogen atau eksternal
Faktor eksternal juga dapat mempengaruhi hasil belajar siswa.
Menurut Syah sebagaimana dikutip dalam Baharuddin dan Wahyuni
(2007), faktor-faktor eksternal yang mempengaruhi hasil belajar
dapat digolongkan menjadi dua golongan, yaitu faktor lingkungan
sosial dan faktor lingkungan nonsosial.
a. Lingkungan sosial
Lingkungan sosial terdiri dari lingkungan sosial sekolah,
lingkungan sosial masyarakat dan lingkungan sosial keluarga.
b. Lingkungan nonsosial
Faktor-faktor yang termasuk dalam lingkungan nonsosial
adalah: pertama, lingkungan alamiah, seperti kondisi udara yang
segar, tidak panas dan tidak dingin, sinar yang tidak terlalu silau
atau kuat, suasana yang sejuk dan tenang. Kedua, faktor
-
8
instrumenal, yaitu perangkat belajar yang dapat digolongkan dua
macam. Pertama, hardware, seperti gedung sekolah, alat-alat
belajar, fasilitas belajar, lapangan olahraga dan sebagainya. Kedua,
software, seperti kurikulum sekolah, peraturan-peraturan sekolah
dan buku.
c. Macam-macam Hasil Belajar
Howard Kingsley sebagaimana di kutip dalam sudjana (2010)
membagi tiga macam hasil belajar, yakni (a) ketrampilan dan kebiasaan,
(b) pengetahuan dan pengertian, (c) sikap dan cita-cita. Sedangkan
gagne membagi hasil belajar menjadi lima, yaitu (a) informasi verbal, (b)
ketrampilan intelektual, (c) strategi kognitif, (d) sikap, dan (e)
ketrampilan motoris. Menurut benyamin bloom sebagaimana dikutip
dalam Sudjana (2010), secara garis besar membagi hasil belajar menjadi
tiga ranah, yakni ranah kognitif, ranah afektif, dan ranah psikomotorik.
1) Ranah kognitif berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri
dari enam aspek, yakni pengetahuan atau ingatan, pemahaman,
aplikasi, analisis, sintesis dan evaluasi.
2) Ranah afektif berkenaan dengan sikap dan nilai. Hasil belajar afektif
tampak pada siswa dalam berbagai tingkah laku seperti perhatiannya
terhadap pelajaran, disiplin, motivasi belajar, menghargai guru dan
teman sekelas, kebiasaan belajar, dan hubungan sosial. Ada lima
aspek dalam ranah afektif, yaitu penerimaan, jawaban atau reaksi,
penilaian, organisasi dan internalisasi.
3) Ranah psikomotoris, hasil belajar psikomotoris tampak dalam bentuk
ketrampilan maupun kemampuan bertindak individu. Ada enam
aspek dalam ranah psikomotoris yaitu gerakan refleks, keterampilan
gerakan dasar, kemampuan perceptual, keharmonisan atau
ketepatan, gerakan keterampilan kompleks, dan gerakan ekspresif
dan interpretatif.
Ketiga ranah tersebut menjadi objek penilaian hasil belajar. Diantara
ketiga ranah itu, ranah kognitiflah yang paling banyak dinilai oleh para
guru di sekolah karena berkaitan dengan kemampuan para siswa dalam
menguasai isi bahan pelajaran.
2. Motivasi Belajar
a. Pengertian Motivasi Belajar
Betapa pentingnya motivasi belajar dalam suatu proses
pembelajaran, karena keberadaanya sangat berarti bagi pembuatan
belajar. Pada diri siswa misalnya motivasi belajar menimbulkan kekuatan
-
9
mental yang membuat siswa terdorong. Kekuatan mental tersebut
berupa perhatian, keinginan, kemauan, atau cita-cita. Kekuatan mental
yang dimaksud dapat tergolong rendah atau tinggi. Kekuatan mental
yang mendorong terjadinya belajar tersebut sebagai motivasi belajar.
Hamzah (2006) berpendapat bahwa timbulnya motivasi belajar
dikarenakan adanya hasrat dan keinginan berhasil dan dorongan
kebutuhan belajar harapan akan cita-cita.
Menurut Sadirman (2012), motivasi dikatakan sebagai serangkaian
usaha untuk menyediakan kondisi-kondisi tertentu, sehingga seseorang
mau dan ingin melakukan sesuatu, dan bila ia tidak suka, maka akan
berusaha untuk meniadakan atau mengelakkan perasaan tidak suka itu.
Berelson dan Steiner dalam Sobur (2010), mengemukakan bahwa
motivasi adalah suatu keadaan dari dalam yang memberi kekuatan, yang
menggiatkan atau yang menggerakkan, dan yang mengarahkan atau
menyalurkan perilaku kearah tujuan-tujuan. Menurut Mc. Donald dalam
Yamin (2011) motivasi adalah perubahan energi dalam diri (pribadi)
seseorang yang ditandai dengan munculnya “feeling” dan didahului
dengan tanggapan terhadap adanya tujuan. Pengertian yang
dikemukakan oleh Mc. Donald dalam Martinis (2011) ini mengandung
tiga elemen atau ciri pokok dalam motivasi, yakni motivasi itu
mengawali terjadinya perubahan energi, ditandai dengan adanya feeling
dan dirangsang karena adanya tujuan. Motivasi dapat diartikan sebagai
daya penggerak yang telah menjadi aktif. Motivasi menjadi aktif pada
saat-saat tertentu terutama bila kebutuhan untuk mencapai tujuan
sangat dirasakan atau mendesak (Sardiman, 2001). Motivasi adalah
tenaga yang menggerakan dan mengarahkan aktivitas seseorang.
Motivasi dapat dibandingkan dengan mesin dan kemudi mobil (Gage
dan Berliner dalam Dimyati & Mudjiono). “Motivation is the concept we
use when we describe the force action on or within an organism to
intitate dan direct behavior” yang berarti motivasi dapat merupakan
tujuan dan alat dalam pembelajaran (Petri, Herbert L dalam Dimyati &
Mudjiono).
Motivasi belajar menurut Hamzah (2006) yaitu dorongan internal dan
eksternal pada siswa-siswa yang sedang belajar untuk mengadakan
perubahan tingkah laku, dengan beberapa indikator atau unsur yang
mendukung. Hal berbeda yang diungkapkan Dimyanti & Mudjiono
(2009) bahwa motivasi belajar merupakan segi kejiwaan yang
-
10
mengalami perkembangan, artinya terpengaruh oleh kondisi fisiologis
dan kematangan psikologis siswa.
Berdasarkan pendapat-pendapat diatas, penelitian ini sejalan dengan
pendapat Hamzah (2006) yang mendefinisikan motivasi belajar yaitu
adanya hasrat dan keinginan untuk berhasil dan dorongan kebutuhan
belajar serta harapan akan cita-cita.
b. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Motivasi Belajar
Secara umum faktor-faktor motivasi belajar siswa diklasifikasikan
menjadi dua yaitu faktor intern dan faktor ekstern. Faktor intern adalah
seluruh aspek yang terdapat dalam diri siswa yang belajar, baik aspek
fisik (fisiologis) maupun aspek psikis (psikologis). Faktor intern yang
pertama adalah aspek fisik (fisiologis) yaitu seseorang atau siswa yang
sedang belajar tentunya membutuhkan fisik yang sehat. Keadaan fisik
yang sakit akan mempengaruhi seluruh jaringan tubuh sehingga
motivasi belajar tidak akan terarah. Siswa harus mengusahakan
kesehatannya agar dapat belajar dengan baik. Aspek yang kedua adalah
aspek psikologis dimana sedikitnya terdapat delapan faktor yang
mempengaruhi motivasi belajar siswa. Faktor-faktor tersebut adalah
perhatian, pengamatan, tanggapan, fantasi, ingatan, berpikir, bakat dan
motif. Faktor ekstern adalah seluruh aspek yang terdapat diluar diri
siswa yang sedang belajar. Faktor ekstern dapat dikelompokan menjadi
lima faktor, yaitu faktor keluarga, sekolah, masyarakat, kelompok (peer
group) dan budaya.
Faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi belajar ada dua yaitu
motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik (Baharudin dan Wahyuni,
2007). Motivasi intrinsik adalah semua faktor yang berasal dari dalam
diri individu yang memberikan dorongan untuk melakukan sesuatu.
Motivasi intrinsik yaitu adanya dorongan ingin tahu dan ingin
menyelidiki dunia lebih luas; sifat positif dan kreatif yang ada pada
manusia dan keinginan untuk maju; keinginan umtuk mencapai prestasi
sehingga mendapat dukungan misalnya dari orang tua, saudara, guru,
atau teman-teman, dan lain sebagainya; serta adanya kebutuhan untuk
menguasai ilmu atau pengetahuan yang berguna bagi dirinya.
Pengertian dari motivasi ekstrinsik adalah faktor yang datang dari luar
individu tetapi memberi pengaruh terhadap kemauan untuk belajar.
Faktor ekstrinsik misalnya pujian, peraturan, tata tertib, teladan guru,
orang tua, dan lain sebagainya.
-
11
Faktor-faktor lain yang mempengaruhi motivasi belajar adalah usia,
jenis kelamin, kondisi fisik, kemampuan, dan suasana lingkungan
(Makmun, 2004). Lebih lanjut Makmun (2004) mengemukakan usia yang
berbeda akan menimbulkan motivasi yang berbeda pula, misalnya
motivasi orang dewasa akan berbeda dengan motivasi anak. Adanya
perbedaan jenis kelamin memungkinkan adanya perbedaan motivasi,
hal ini karena perhatian, obsesi dan penafsirannya akan berbeda jika
jenis kelaminnya berbeda. Kondisi fisik seseorang akan berpengaruh
pada motivasinya karena hal ini terkait dengan kecenderungan
perhatian siswa terhadap sesuatu melihat keadaan dirinya. Kemampuan
sangat berpengaruh terhadap motivasi karena siswa akan melakukan
sesuatu kegiatan jika sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya.
Suasana lingkungan juga berpengaruh terhadap motivasi belajar siswa
karena suasana yang mendukung akan menarik perhatian siswa pada
kegiatan belajar. Hamzah (2006) mengemukakan pada umumnya
terdapat beberapa indikator atau unsur yang mendukung motivasi
belajar antara lain adanya hasrat dan keinginan berhasil, adanya
dorongan dan kebutuhan dalam belajar, adanya harapan dan cita-cita
masa depan, adanya penghargaan dalam belajar, adanya kegiatan yang
menarik dalam belajar, dan adanya lingkungan belajar yang kodusif.
3. Problem Based Learning (PBL)
a. Pengertian Problem Based Learning (PBL)
PBL dikembangkan sekitar tahun 1970-an di McMaster University di
Canada. Barrows dan Kelson dalam Amir (2010) mengungkapkan bahwa
PBL adalah kurikulum dan proses pembelajaran. Dalam kurikulumnya,
dirancang masalah-masalah yang menuntut siswa mendapatkan
pengetahuan yang penting, membuat siswa mahir dalam memecahkan
masalah, dan memiliki strategi belajar sendiri serta memiliki kecakapan
berpartisipasi dalam tim. Proses pembelajarannya menggunakan
pendekatan yang sistemik untuk memecahkan masalah atau
menghadapi tantangan yang nanti diperlukan dalam karier dan
kehidupan sehari-hari.
PBL adalah metode instruksional yang menantang siswa agar belajar
untuk belajar, bekerja sama dalam kelompok untuk mencari solusi bagi
masalah yang nyata. Masalah ini digunakan untuk mengaitkan rasa
keingintahuan serta kemampuan analisis siswa dan inisiatif atas materi
pelajaran. PBL mempersiapkan siswa untuk berpikir kritis dan analitis,
-
12
dan untuk mencari serta menggunakan sumber pembelajaran yang
sesuai (Dutch dalam Amir, 2010).
Ibrahim dan Nur (Rusman, 2010) mengemukakan bahwa PBL
merupakan salah satu metode pembelajaran yang digunakan untuk
merangsang berpikir tingkat tinggi siswa dalam situasi yang berorientasi
pada masalah dunia nyata, termasuk di dalamnya belajar bagaimana
belajar. Sependapat dengan Ibrahim dan Nur, Moffit (Depdiknas dalam
Rusman, 2010) juga mengemukakan bahwa PBL merupakan suatu
metode pembelajaran yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai
suatu konteks bagi siswa untuk belajar tentang berpikir kritis dan
kemampuan pemecahan masalah serta untuk memperoleh
pengetahuan dan konsep yang esensi dari materi pelajaran.
Tim Pengembang dan Aplikasi FIP UPI (2007) berpendapat bahwa PBL
merupakan suatu metode pembelajaran yang dimulai dengan
menghadapkan siswa pada masalah nyata atau masalah yang
disimulasikan. Pada saat siswa menghadapi masalah tersebut, mereka
mulai menyadari bahwa hal demikian dapat dipandang dari berbagai
perspektif serta untuk menyelesaikannya diperlukan pengintegrasian
informasi dari berbagai disiplin ilmu. Berbeda dengan Arend (Trianto,
2009) yang mengungkapkan bahwa PBL adalah metode pembelajaran
dimana siswa mengerjakan permasalahan yang otentik dengan maksud
untuk menyusun pengetahuan mereka sendiri, mengembangkan inquiri,
keterampilan dan percaya diri.
Menurut Dewey (Trianto, 2009) PBL adalah pembelajaran yang
mengandung interaksi antara stimulus dan respon, yang merupakan
hubungan antara dua arah belajar dan lingkungan. Lingkungan
memberikan masukan kepada siswa berupa bantuan dan masalah,
sedangkan sistem saraf otak berfungsi menafsirkan bantuan itu secara
efektif sehingga masalah yang dihadapi dapat diselidiki, dinilai,
dianalisis, serta dicari pemecahannya dengan baik.
Penelitian ini menggunakan pendapat yang dikemukakan oleh Arend
(Trianto, 2009) bahwa PBL adalah metode pembelajaran dimana siswa
mengerjakan permasalahan yang otentik dengan maksud untuk
menyusun pengetahuan mereka sendiri, mengembangkan inquiri,
keterampilan dan percaya diri.
b. Karakterisitik Problem Based Learning (PBL)
Menurut Arends (Trianto, 2009), PBL memiliki karakteristik sebagai
berikut: (a) Pengajuan pertanyaan atau masalah harus autentik, jelas,
-
13
mudah dipahami, luas dan sesuai tujuan pembelajaran serta
bermanfaat, (b) Berfokus pada keterkaitan antar disiplin ilmu, (c)
Penyelidikan autentik (nyata), (d) Menghasilkan produk dan
memamerkannya, (e) Kolaboratif.
Berbeda dengan Arends, menurut Tan (dalam Amir, 2010)
karakteristik PBL yakni: (a) Masalah digunakan sebagai awal
pembelajaran, (b) Biasanya masalah yang digunakan merupakan
masalah dunia nyata yang disajikan secara mengambang, (c) Masalah
biasanya menuntut perspektif majemuk. Solusinya menuntut siswa
menggunakan dan mendapatkan konsep dari beberapa ilmu yang
sebelumnya telah diajarkan atau lintas ilmu ke bidang lainnya, (d)
Masalah membuat siswa tertantang untuk mendapatkan pembelajaran
di ranah pembelajaran baru, (e) Sangat mengutamakan belajar mandiri
(self directed learning), (f) Memanfaatkan sumber pengetahuan yang
bervariasi, tidak dari satu sumber saja, (g) Pembelajarannya kolaboratif,
komunikatif, dan kooperatif. Siswa bekerja dalam kelompok,
berinteraksi, saling mengajarkan (peer teaching), dan melakukan
presentasi.
Penelitian ini menggunakan pendapat yang dikemukakan oleh Arend
(Trianto, 2009) bahwa PBL memiliki karakteristik sebagai berikut: (a)
Pengajuan pertanyaan atau masalah harus autentik, jelas, mudah
dipahami, luas dan sesuai tujuan pembelajaran serta bermanfaat, (b)
Berfokus pada keterkaitan antar disiplin ilmu, (c) Penyelidikan autentik
(nyata), (d) Menghasilkan produk dan memamerkannya, (e) Kolaboratif.
c. Kelebihan dan Kekurangan Problem Based Learning (PBL)
Setiap penggunaan metode dalam pembelajaran memiliki kelebihan
dan kekurangan, begitu pula dengan penggunaan metode PBL. Menurut
pendapat Arend (Trianto, 2009), kelebihan dari PBL sebagai berikut: (a)
Realistik dengan kehidupan siswa, (b) Konsep sesuai dengan kebutuhan
siswa, (c) Memupuk sifat inquiry siswa, (d) Retensi konsep menjadi kuat,
(e) Memupuk kemampuan pemecahan masalah.
Kekurangan dari PBL sebagai berikut: (a) Perlu persiapan
pembelajaran (alat, problem, konsep) yang kompleks, (b) Sulitnya
mencari problem yang relevan, (c) Sering terjadi miss-konsepsi, (d)
Memerlukan waktu yang cukup panjang (Arend dalam Trianto, 2009).
Menurut pendapat Sanjaya (2009) kelebihan dari PBL yaitu: (a) PBL
merupakan metode pembelajaran yang cukup bagus untuk lebih
memahami materi pelajaran, (b) Menantang kemampuan siswa serta
-
14
lebih memberikan kepuasan karena dapat menemukan pengetahuan
baru bagi siswa, (c) Dapat meningkatkan aktivitas pembelajaran siswa,
(d) Membantu siswa dalam mentransfer pengetahuan yang mereka
miliki kedalam kehidupan sehari-hari, (e) Membantu siswa dalam
pengembangan pengetahuan barunya dan bertanggung jawab dalam
pembelajaran yang mereka lakukan, (f) Mengembangkan kemampuan
siswa untuk berpikir kritis dan mengembangkan kemampuan mereka
untuk menyesuaikan dengan pengetahuan baru, (g) Memberikan
kesempatan kepada siswa untuk mengaplikasikan pengetahuan yang
mereka miliki dalam dunia nyata, (h) Mengembangkan minat siswa
untuk secara terus menerus belajar meskipun belajar pada pendidikan
formal telah berakhir.
Sanjaya (2009) juga mengemukakan pendapatnya, bahwa
kekurangan dari metode PBL, yaitu: (a) Ketika siswa tidak memiliki minat
atau tidak memiliki kepercayaan, atau mereka merasa bahwa masalah
yang dipelajari sulit untuk dipecahkan maka mereka akan enggan
mencoba, (b) Keberhasilan pembelajaran berbasis masalah
membutuhkan cukup waktu untuk persiapan, (c) Siswa tidak akan
belajar apa yang mereka pelajari tanpa pemahaman awal mengapa
mereka berusaha untuk memecahkan masalah yang sedang dipelajari.
Penelitian ini mengacu pada pendapat Arend (Trianto, 2009) bahwa
kelebihan dari PBL sebagai berikut: (a) Realistik dengan kehidupan siswa,
(b) Konsep sesuai dengan kebutuhan siswa, (c) Memupuk sifat inquiry
siswa, (d) Retensi konsep menjadi kuat, (e) Memupuk kemampuan
pemecahan masalah, sedangkan kekurangan dari PBL sebagai berikut:
(a) Perlu persiapan pembelajaran (alat, problem, konsep) yang
kompleks, (b) Sulitnya mencari problem yang relevan, (c) Sering terjadi
miss-konsepsi, (d) Memerlukan waktu yang cukup panjang.
d. Sintaks Problem Based Learning (PBL)
Menurut Fogarty (Rusman, 2010) PBL dimulai dengan masalah yang
tidak terstruktur-sesuatu yang kacau. Kekacauan ini mengakibatkan
siswa menggunakan berbagai kecerdasannya melalui diskusi dan
penelitian untuk menentukkan masalah nyata yang ada. Langkah-
langkah yang akan dilalui oleh siswa dalam sebuah proses PBL adalah:
(a) menemukan masalah, (b) mendefinisikan masalah, (c)
mengumpulkan fakta dengan menggunakan KND, (d) Pembuatan
hipotesis, (e) penelitian, (f) rephrasing masalah, (g) menyuguhkan
alternatif, dan (g) mengusulkan solusi.
-
15
Ibrahim, Nur dan Ismail (Rusman, 2010) mengemukakan bahwa
langkah-langkah dalam PBL adalah sebagai berikut:
Tabel 1 Langkah-langkah Pembelajaran Problem Based Learning Fase Indikator Tingkah Laku Guru
1 Orientasi siswa pada masalah Menjelaskan tujuan pembelajaran, menjelaskan logistik yang diperlukan, dan memotivasi siswa terlibat pada aktivitas pemecahan masalah
2 Mengorganisasi siswa untuk belajar
Membantu siswa mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut
3 Membimbing pengalaman individual/ kelompok
Mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah
4 Mengembangkan dan menyajikan hasil karya
Membantu siswa dalam merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan, dan membantu mereka untuk berbagi tugas dengan temannya
5 Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah
Membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan mereka dan proses yang mereka gunakan
Suprijono (2009) juga mengemukakan pendapatnya tentang langkah-
langkah PBL. Langkah-langkah PBL, terdiri atas lima langkah sebagai
berikut: (a) Fase pertama, sejak dimulai belajar hal-hal yang perlu
dielaborasi antara lain: tujuan utama bukan untuk mempelajari
sejumlah besar informasi baru tetapi untuk menginvestigasi berbagai
permasalahan penting dan menjadi pembelajar mandiri, permasalahan
atau pertanyaan yang diinvestigasikan tidak memiliki jawaban mutlak
“benar” dan sebagian besar permasalahan kompleks memiliki banyak
solusi yang kadang-kadang bertentangan, selama fase investigasi
pelajaran, siswa didorong untuk melontarkan pertanyaan dan mencari
informasi, guru memberikan bantuan tetapi siswa mestinya berusaha
secara mandiri atau dengan teman-temannya, selama fase analisis dan
penjelasan pelajaran siswa didorong untuk mengekspresikan ide-idenya
-
16
secara bebas dan terbuka, (b) Fase kedua, guru diharuskan untuk
mengembangkan keterampilan kolaborasi diantara siswa dan
membantu mereka untuk menginvestigasi masalah secara bersama-
sama. Tahap ini guru diharuskan membantu siswa merencanakan tugas
investigasi dan pelaporannya, (c) Fase ketiga, guru membantu siswa
menentukkan metode investigasi. Penentuan tersebut didasarkan pada
sifat masalah yang akan dicari jawaban atau solusinya, (d) Fase keempat,
penyelidikan diikuti dengan pembuatan artefak dan exhibits. Artefak
dapat berupa laporan tertulis, termasuk rekaman proses yang
memperlihatkan situasi yang bermasalah dan solusi yang diusulkan.
Artefak dapat berupa model-model yang mencakup representasi fisik
dari situasi masalah atau solusinya. Exhibit adalah demonstrasion atas
produk hasil investigasi atau artefak tersebut, (e) Fase kelima, tugas
guru adalah membantu siswa menganalisis dan mengevaluasi proses
berpikir mereka sendiri dan keterampilan penyelidikan yang mereka
gunakan. Terpenting dalam fase ini siswa mempunyai keterampilan
berpikir sistematik berdasarkan metode penelitian yang mereka
gunakan.
Menurut Arend dalam Trianto (2009) mengatakan bahwa
pelaksanaan metode PBL, dapat dilakukan sebagai berikut: (a)
Perencanaan, yang mecakup beberapa hal seperti mempersiapkan siswa
untuk dapat berperan self-directed problem solvers yang dapat
berkolaborasi dengan pihak lain, menghadapkan siswa pada suatu
situasi yang dapat mendorong mereka untuk mampu menemukan
masalahnya, dan meneliti hakikat permasalahan yang dipersiapkan
sambil mengajukan dugaan-dugaan serta rencana penyelesaian
masalah, (b) Penyelidikan, meliputi kegiatan mengeksplorasi berbagai
cara menjelaskan kejadian serta implikasinya dan mengumpulkan serta
mendistribusikan informasi, (c) Penyajian hasil yaitu menyajikan
temuan-temuan, (d) Tanya jawab/diskusi yang meliputi kegiatan
menguji kelemahan dan keunggulan solusi yang dihasilkan, dan
melakukan refleksi atas efektivitas seluruh pendekatan yang telah
digunakan dalam penyelesaian masalah.
Berbeda dengan Arend dan Suprijono, Amir (2010) mengemukakan
bahwa proses PBL terdiri dari 7 langkah, yakni: (a) Langkah pertama,
mengklarifikasikan istilah dan konsep yang belum jelas, (b) Langkah
kedua, merumuskan masalah, (c) Langkah ketiga, menganalisis masalah,
(d) Langkah keempat, menata gagasan dan secara sistematis
-
17
menganalisisnya dengan dalam, (e) Langkah kelima, memformulasikan
tujuan pembelajaran, (f) Langkah keenam, mencari informasi tambahan
dari sumber yang lain, (diluar diskusi kelompok), (g) Langkah 7,
mensintesa (menggabungkan) dan menguji informasi baru, dan
membuat laporan untuk guru/kelas.
Penelitian ini menggunakan pendapat tentang langkah-langkah PBL
yang dikemukakan oleh Arend (Trianto, 2009) bahwa pelaksanaan
metode PBL, dapat dilakukan sebagai berikut: (a) Perencanaan, yang
mecakup beberapa hal seperti mempersiapkan siswa untuk dapat
berperan self-directed problem solvers yang dapat berkolaborasi dengan
pihak lain, menghadapkan siswa pada suatu situasi yang dapat
mendorong mereka untuk mampu menemukan masalahnya, dan
meneliti hakikat permasalahan yang dipersiapkan sambil mengajukan
dugaan-dugaan serta rencana penyelesaian masalah, (b) Penyelidikan,
meliputi kegiatan mengeksplorasi berbagai cara menjelaskan kejadian
serta implikasinya dan mengumpulkan serta mendistribusikan informasi,
(c) Penyajian hasil yaitu menyajikan temuan-temuan, (d) Tanya
jawab/diskusi yang meliputi kegiatan menguji kelemahan dan
keunggulan solusi yang dihasilkan, dan melakukan refleksi atas
efektivitas seluruh pendekatan yang telah digunakan dalam
penyelesaian masalah.
B. Penelitian yang Relevan
Penelitian yang relevan dengan penelitian ini adalah penelitian yang
dilakukan oleh Saryantono (2013) di SMA Adiguna Bandar Lampung yang
menyatakan bahwa adanya pengaruh signifikan motivasi belajar dan hasil
belajar siswa dalam pembelajaran menggunakan metode Problem Based
Learning (PBL) dibuktikan dengan hasil belajar siswa yang mengalami
peningkatan di kelas X yang terdiri dari 5 kelas semester genap SMA Adiguna
Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2008/2009.
Anonim (2008) di MTs NW Loyok diperoleh hasil bahwa pembelajaran
matematika menggunakan metode Problem Based Learning (metode
pembelajaran berbasis masalah) berpengaruh secara signifikan terhadap hasil
belajar siswa kelas VIII di sekolah tersebut.
Rahmayanti pada tahun 2011 juga melakukan penelitian tentang
“Penerapan Model Problem Based Learning untuk Meningkatkan Hasil Belajar
Pokok Bahasan Pecahan Matematika pada Siswa Kelas IV SD Muhammadiyah I
Blora (2011/2012). Dalam penelitiannya Rahmayanti mengungkapkan bahwa
-
18
Problem-Based Learning dapat meningkatkan hasil belajar siswa Kelas IV SD
Muhammadiyah I Blora Tahun Pelajaran 2011/2012 dalam menyelesaikan soal
pecahan dengan peningkatan kemampuan penyelesaian masalah pra siklus
yaitu 49,32. Pada siklus 1 kemampuan menyelesaikan soal cerita meningkat
mencapai 72,03 dan pada siklus 2 meningkat mencapai 82,02. Sedangkan
ketuntasan klasikal pada pra siklus sebesar 33,33%. Pada siklus 1 ketuntasan
klasikalnya sebesar 72,73%, dan pada siklus kedua ketuntasan klasikalnya
sebesar 87,87%.
Wijayanto (2009) mengungkapkan dalam penelitian berjudul Pengaruh
Penerapan Metode Problem Based Learning Terhadap Motivasi Belajar Siswa
(Studi Eksperimen pada Siswa Kelas X Sekolah Menengah Atas Negeri
Kabupaten Wonogiri Tahun Pelajaran 2008/2009) bahwa pada pembelajaran
Problem Based Learning (PBL) siswa yang memiliki motivasi belajar yang tinggi
akan memiliki hasil belajar yang lebih baik daripada siswa yang motivasi
belajarnya rendah. Menurut Prastya mengutip hasil penelitian Fyan dan
Maehr dalam (Suprijono, 2009) bahwa ada tiga faktor yang mempengaruhi
hasil belajar yaitu latar belakang keluarga, kondisi atau konteks sekolah dan
motivasi belajar, maka faktor yang terakhir yakni motivasi belajar merupakan
faktor yang paling baik.
Walberg dalam Suprijono (2009) menyebutkan dalam penelitiannya bahwa
motivasi belajar memiliki kontribusi 11 sampai 20% terhadap hasil belajar
dengan menggunakan Metode Problem Based Learning (PBL).
Berbeda dengan yang dikemukakan oleh Aritonang (2008) dalam jurnal
penelitiannya di kelas VIII semester 1 SMPK 1 BPK PENABUR Jakarta tahun
pelajaran 2007/2008, tidak adanya motivasi belajar siswa pada pelajaran
matematika berdasarkan hasil rapot dengan hasil survey dengan
menggunakan metode Problem Based Learning (PBL). Perbedaan dari
penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah motivasi belajar tidak
berpengaruh terhadap hasil belajar siswa di sekolah tersebut. Metode
Problem Based Learning (PBL) terhadap hasil belajar dapat dilihat dari
berpengaruh atau tidaknya pengaruh metode Problem Based Learning (PBL)
terhadap hasil belajar, sebaliknya model Problem Based Learning (PBL)
terhadap motivasi dapat dilihat pula dari berpengaruh atau tidaknya model
Problem Based Learning (PBL) terhadap motivasi.
Berdasarkan penelitian-penelitian sebelumya maka penelitian ini dibuat
dengan tujuan untuk mengetahui pengaruh metode pembelajaran PBL
terhadap motivasi belajar dan hasil belajar.
-
19
C. Kerangka Berpikir
Karakteristik matematika yang abstrak dan sistematis menjadi salah satu
alasan sulitnya siswa mempelajari matematika serta kurangnya motivasi
dalam mempelajarinya. Hal ini yang terjadi pada siswa kelas VIII SMP Negeri 1
Pamona Utara dimana pembelajaran matematika yang semula berpusat pada
guru akan mengakibatkan motivasi belajar dan hasil belajar menjadi rendah,
sehingga siswa merasa tidak perlu mengerjakan tugas, mengantuk bahkan
tidak menyukai matematika. Oleh sebab itu diperlukan suatu perubahan
dalam kegiatan pembelajaran matematika supaya motivasi belajar dan hasil
belajar siswa meningkat. Pembelajaran yang dapat digunakan untuk
mengaktifkan siswa dan melibatkan siswa dalam proses pembelajaran adalah
PBL.
Metode PBL adalah metode pembelajaran yang didasarkan pada banyaknya
masalah yang membutuhkan pemecahan masalah dari masalah-masalah nyata
dalam kehidupan sehari-hari. Dengan demikian, siswa terlatih untuk dapat
menemukan sendiri berbagai konsep yang dipelajari serta aktif dalam proses
pembelajaran. Metode PBL juga diharapkan dapat mempengaruhi motivasi
belajar dan hasil belajar matematika siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Pamona
utara. Berdasarkan penjelasan di atas, kerangka berpikir dapat digambarkan
sebagai berikut:
Gambar 1
Paradigma Penelitian
D. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan uraian di atas, maka rumusan hipotesis penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1. Terdapat pengaruh metode problem based learning (PBL) terhadap
motivasi belajar siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Pamona Utara Sulawesi
Tengah.
2. Terdapat pengaruh metode problem based learning (PBL) terhadap hasil
belajar siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Pamona Utara Sulawesi Tengah.
Metode Problem
Based Learning
(PBL)
Motivasi Belajar
Hasil Belajar
Masalah