bab ii kajian pustaka · 2017. 11. 15. · 7 bab ii kajian pustaka. 2.1. kajian teori . 2.1.1....
TRANSCRIPT
-
7
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1. Kajian Teori
2.1.1. Hasil Belajar
Menurut Oemar Hamalik (2010: 159) mengemukakan bahwa
Hasil belajar adalah kemampuan – kemampuan yang dimiliki siswa
setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Hasil belajar sebagai
tampak sebagai perubahan tingkah laku pada diri siswa yang dapat
diamati dan dapat diukur dalam bentuk perubahan pengetahuan, sikap,
dan keterampilan. Menurut Nana Sudjana (1989: 111) mengemukakan
bahwa hasil belajar adalah perubahan mencakup bidang kognitif,
afektif, dan psikomotorik yang berorientasi pada proses belajar
mengajar yang dialami siswa. Menurut Nana Sudjana (1990)
mengemukakan bahwa hasil belajar adalah kemampuan yang dimiliki
oleh siswa setelah menerima pengalaman belajar. Menurut Suprijono
(2010) mengemukakan bahwa hasil belajar adalah pola – pola
perbuatan, niali – nilai, pengertian – pengertian, sikap – sikap, apresiasi
dan keterampilan yang akan berdampak pada perubahan yang diperoleh
siswa baik kognitif, afektif, dan psikomotor. Menurut Bloom
mengemukakan bahwa hasil belajar adalah mencakup kemampuan
kognitif, afektif, dan psikomotor.
Dari pendapat para ahli tersebut, dapat disimpulkan bahwa hasil
belajar merupakan hasil yang telah dicapai seseorang baik individu
maupun kelompok meliputi tiga aspek yang dimiliki yaitu, kognitif,
-
8
afektif, dan psikomotor sehingga menghasilkan perubahan perilaku
serta dapat ditunjukkan dengan perolehan angka.
Adapun penjelasan dari ketiga aspek tersebut :
1. Ranah Kognitif
Ranah kognitif berkaitan dengan hasil berupa pengetahuan,
kemampuan, dan kemahiran intelektual yang mencakup kategori :
pengetahuan/ingatan, pemahaman, penerapan/aplikasi, analisis,
sintesis, dan penilaian.
2. Ranah Afektif
Taksonomi tujuan pembelajaran afektif, dikembangkan oleh
Krathwohl dkk, merupakan hasil belajar yang paling sukar diukur.
Tujuan pembelajaran ini berhubungan dengan sikap, minat, dan nilai.
Kategori tujuan pembelajaran ini mencerminkan hierarki yang
bertentangan dari keinginan untuk menerima sampai dengan
pembentukan pola hidup.
3. Ranah Psikomotorik
Tujuan pembelajaran ranah psikomotorik menunjukkan adanya
kemampuan fisik seperti keterampilan motorik dan syaraf,
manipulasi objek, dan koordinasi syaraf. Penjabaran ranah
psikomotorik ini sangat sukar karena seringkali tumpang tindih
dengan ranah kognitif dan afektif.
Dalam proses pembelajaran guru harus melakukan evaluasi
terhadap hasil belajar siswa dengan menggunakan suatu alat evaluasi
melalui pengukuran. Alat evaluasi tersebut biasanya berupa suatu
instrument tes yang disusun oleh guru sendiri. Tes adalah seperangkat
tugas yang harus dikerjakan atau sejumlah pertanyaan yang harus
dijawab oleh peserta didik untuk mengukur tingkat pemahaman dan
-
9
penguasaannya terhadap cakupan materi yang sesuai dengan tujuan
pengajaran tertentu.
Tes meliputi berbagai macam bentuk antara lain sebagai berikut:
1. Tes Perbuatan
Pertanyaan atau persoalan disampaikan dalam bentuk suatu tugas
yang harus dikerjakan oleh murid.
2. Tes Lisan
Pertanyaan maupun jawaban disampaikan secara lisan.
3. Tes Tertulis
Pertanyaan maupun jawaban disajikan secara tertulis dengan
menggunakan kertas dan alat tulis. Tes tertulis dapat berupa tes essay
atau tes objektif. Tes objektif sendiri masih dibagi menjadi beberapa
tipe yaitu tes betul salah, tes menjodohkan, dan tes pilihan ganda.
4. Non Tes
Non tes merupakan alat penilaian yang dilakukan dengan observasi
langsung yaitu pengamatan pada situasi yang sebenarnya. Bentuk –
bentuk teknik nontes berupa kuesioner atau wawancara, skala (skala
penilaian, skala sikap, skala minat), observasi atau pengamatan, studi
kasus dan sosiometri. (Sudjana, 2005: 68).
2.1.2. Faktor – faktor Yang Mempengaruhi Hasil Belajar
Beberapa faktor yang mempengaruhi hasil belajar, menurut Heri
Basuki (2005) factor yang mempengaruhi hasil belajar adalah :
a. Faktor internal
a. Faktor Biologis (Jasmaniah)
Keadaan jasmani yang perlu diperhatikan, pertama kondisi fisik
yang normal atau tidak memiliki cacat sejak dalam kandungan
sampai lahir. Kondisi fisik normal ini terutama harus meliputi
-
10
keadaan otak, panca indera, anggota tubuh. Kedua, kondisi
kesehatan fisik. Kondisi fisik yang sehat dan segar sangat
mempengaruhi keberhasilan belajar.
b. Faktor Psikologis
Faktor psikologis yang mempengaruhi keberhasilan belajar ini
meliputi segala hal yang berkaitan dengan kondisi mental
seseorang. Kondisi mental yang dapat menunjang keberhasilan
belajar adalah kondisi mental yang mantap dan stabil.
b. Faktor eksternal
a. Faktor Keluarga
Faktor lingkungan rumah atau keluarga ini merupakan lingkungan
pertama dan utama pula dalam menentukan keberhasilan belajar
seseorang.
b. Faktor Sekolah
Lingkungan sekolah sangat diperlukan untuk menentukan
keberhasilan belajar siswa. Hal yang paling mempengaruhi
keberhasilan belajar para siswa di sekolah mencakup metode
mengajar, alat peraga, kurikulum, relasi guru dengan siswa, relasi
siswa dengan siswa, pelajaran, waktu sekolah, tata tertib atau
disiplin yang ditegakkan secara konsekuen dan konsisten.
c. Faktor Masyarakat
Masyarakat merupakan faktor ekstern yang juga berpengaruh
terhadap belajar siswa karena keberadaannya dalam masyarakat.
Lingkungan yang dapat menunjang keberhasilan belajar
diantaranya adalah lembaga – lembaga pendidikan non formal,
seperti kursus bahasa asing, bimbingan tes, pengajian remaja.
Selain itu juga pergaulan – pergaulan di masyarakat juga
mempengaruhi siswa.
-
11
Dari uraian tersebut dapat dikategorikan model pembelajaran
yang diterapkan oleh guru termasuk kedalam faktor eksternal yang
kemudian akan mempengaruhi faktor internal siswa. Faktor eksternal
yang dimaksudkan dalam hal ini adalah faktor yang berasal dari sekolah
yaitu model pembelajaran. Model pembelajaran yang inovatif akan
berpengaruh terhadap kesiapan dan rasa tanggung jawab untuk belajar.
Salah satu model tersebut adalah model pembelajaran kooperatif Tipe
Numbered Heads Together (NHT). Dengan model pembelajaran
melalui Tipe ini diharapkan dapat rasa tanggungjawab untuk belajar
siswa dan pada akhirnya berdampak pada hasil belajar siswa.
2.1.3. Pembelajaran Kooperatif
2.1.3.1. Pengertian Pembelajaran Kooperatif
Menurut Slavin ( Isjoni, 2010: 15 ) mengemukakan bahwa
pembelajaran kooperatif adalah suatau model pembelajaran dimana
sistem belajar dan bekerja dalam kelompok – kelompok kecil yang
berjumlah 4 – 6 siswa secara kolaboratif sehingga dapat merangsang
siswa lebih bergairah dalam belajar. Menurut ( Sugiyanto, 2010: 37 )
mengemukakan bahwa pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran
yang berfokus pada penggunaan kelompok kecil siswa untuk bekerja
sama dalam memaksimalkan kondisi belajar untuk mencapai tujuan
belajar. Menurut Djahiri ( Isjoni, 2010: 19 ) mengemukakan bahwa
pembelajaran kooperatif adalah kegiatan pembelajaran kelompok yang
terarah, terpadu, efektif, efisien kearah mencari atau mengkaji sesuatu
melalui proses kerja sama dan saling membantu (sharing), sehingga
tercapai proses dan hasil belajar yang produktif. Menurut Panitz (
Suprijono, 2011 ) mengemukakan bahwa pembelajaran kooperatif
adalah konsep yang lebih luas meliputi semua jenis kerja kelompok
-
12
termasuk bentuk – bentuk yang lebih dipimpin oleh guru atau diarahkan
oleh guru. Secara umum pembelajaran kooperatif dianggap lebih
diarahkan oleh guru, dimana guru menetapkan tugas dan pertanyaan –
pertanyaan serta menyediakan bahan – bahan dan informasi yang
dirancang untuk membantu peserta didik menyelesaikan masalah yang
dimaksud. Guru biasanya menetapkan bentuk ujian tertentu pada akhir
tugas. Menurut ( Ibrahim dkk, 2007: 7 ) model pembelajaran kooperatif
dikembangkan untuk mencapai setidaknya tiga tujuan penting
pembelajaran yautu hasil belajar akademik, penerimaan terhadap
keragaman, dan pengembangan keterampilan sosial. Menurut teori
Vygotsky mengemukakan bahwa pembelajaran kooperatif adalah
penekanan belajar sebagai proses dialog internatif dan arti penting
belajar kelompok serta pembelajaran berbasis social, pembelajaran
kooperatif tidak sama dengan sekedar belajar dalam kelompok. Ada
unsur – unsur dasar pembelajaran kooperatif yang membedakannya
dengan pembagian kelompok yang dilakukan asal – asalan.
Pelaksanaan prosedur model pembelajaran kooperatif dengan benar
akan memungkinkan guru mengelola kelas lebih efektif.
Model pembelajaran kooperatif akan dapat menumbuhkan
pembelajaran efektif yaitu pembelajaran yang bercirikan 1. “
memudahkan siswa belajar “ sesuatu yang bermanfaat seperti, fakta,
keterampilan, nilai, konsep, dan bagaimana hidup serasi dengan sesama,
2. Pengetahuan, nilai, dan keterampilan diakui oleh mereka yang
berkompeten menilai. Berdasarkan uraian pendapat beberapa ahli dapat
disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang
lebih menekankan pada adanya kerja siswa dalam kelompok –
kelompok kecil.
-
13
2.1.3.2. Tujuan Pembelajaran Kooperatif
Menurut Muslimin Ibrahim, (Isjoni, 2010:27) terdapat
tiga tujuan instruksional penting yang dapat dicapai dengan
pembelajaran kooperatif yaitu hasil belajar akademik,
penerimaan terhadap keragaman, pengembangan keterampilan
sosial.
a. Hasil Belajar Akademik
Dalam belajar kooperatif meskipun mencakup beragam
tujuan sosial, juga memperbaiki prestasi siswa atau tugas-
tugas akademis penting lainnya.Beberapa ahli berpendapat
bahwa model ini unggul dalam membantu siswa memahami
konsep-konsep sulit. Para pengembang model ini telah
menunjukkan bahwa model struktur penghargaan
kooperatif telah dapat meningkatkan nilai siswa pada
belajar akademik dan perubahan norma yang berhubungan
dengan hasil belajar pembelajaran kooperatif dapat
memberi keuntungan baik pada siswa kelompok bawah
maupun kelompok atas yang bekerja bersama
menyelesaikan tugas-tugas Akademik.
b. Penerimaan Terhadap Perbedaan Individu
Tujuan lain model pembelajaran kooperatif adalah
penerimaan secara luas dari orang-orang yang berbeda
berdasarkan ras, budaya, kelas sosial, kemampuan, dan
ketidakmampuannya. Pembelajaran kooperatif memberi
peluang bagi siswa dari bebagai latar belakang dan kondisi
untuk bekerja dengan saling bergantung pada tugas-tugas
akademik dan melalui struktur penghargaan kooperatif akan
belajar saling menghargai satu sama lain.
-
14
c. Pengembangan Keterampilan Sosial
Tujuan penting ketiga pembelajaran kooperatif
adalah mengajarkan kepada siswa keterampilan bekerja
sama dan kolaborasi. Keterampilan ini amat penting untuk
dimiliki oleh siswa, karena kenyataan yang dihadapi
bangsa ini dalam mengatasi masalah-masalah sosial yang
semakin kompleks, serta tantangan bagi peserta didik
supaya mampu dalam menghadapi persaingan global.
2.1.3.3. Langkah – langkah Pembalajaran Kooperatif
Sintaks model pembelajaran kooperatif terdiri dari 6 yaitu :
Langkah – langkah Perilaku Guru
Langkah 1 : Present goal
and set.
Menyampaikan tujuan
dan mempersiapkan
peserta didik.
Menjelaskan tujuan pembelajaran
dan mempersiapkan peserta didik
siap belajar.
Langkah 2 : Present
information.
Menyajikan informasi.
Mempresentasikan informasi
kepada peserta didik secara verbal.
Langkah 3 : Organize
student into learning
teams.
Mengorganisir peserta
didik kedalamtim – tim
belajar.
Memberikan penjelasan kepada
peserta didik tentang tatacara
pembentukan tim belajar dan
membantu kelompok melakukan
transisi yang efisien.
Langkah 4 : Assist team
work and study.
Membantu tim – tim belajar
selama peserta didik mengerjakan
-
15
Membantu kerja tim dan
belajar.
tugasnya.
Langkah 5 : Test on the
materials.
Mengevaluasi.
Menguji pengetahuan peserta
didik mengenai berbagai materi
pembelajaran atau kelompok –
kelompok mempresentasikan hasil
kerjanya.
Langkah 6 : Provide
recognition.
Memberikan pengakuan
atau penghargaan
Mempersiapkan cara untuk
mengakui usaha dan presentasi
individu maupun kelompok.
Langkah Pertama, guru mengklarifikasi maksud pembelajaran
kooperatif, hal ini penting untuk dilakukan karena peserta didik harus
memahami dengan jelas prosedur dan aturan dalam pembelajaran,
Langkah Kedua, guru menyampaikan informasi, sebab informasi ini
merupakan isi akademik. Langkah Ketiga, kekacauan akan terjadi pada
langkah ini, oleh sebab itu transisi pembelajaran dari dan ke kelompok
– kelompok belajar harus di orkestrasi dengan cermat. Sejumlah elemen
perlu dipertimbangkan dalam menstrukturisasikan tugasnya.
Langkah Keempat, guru perlu mendampingi tim – tim belajar,
mengingatkan tentang tugas – tugas yang dikerjakan peserta didik dan
waktu yang dialokasikan. Pada langkah ini bantuan yang diberikan guru
dapat berupa petunjuk, pengarah, atau meminta beberapa peserta didik
untuk mengulangi hal yang sudah ditunjukkannya. Langkah Kelima,
guru melakukan evaluasi dengan menggunakan strategi evaluasi yang
konsisten dengan tujuan pembelajaran. Langkah Keenam, guru
-
16
mempersiapkan struktur reward kooperatif yang akan diberikan kepada
tim meskipun anggota tim – timnya saling bersaing.
2.1.4. Numbered Heads Together (NHT)
2.1.4.1. Pengertian Numbered Heads Together (NHT)
Numbered Heads Together (NHT) disebut pula dengan
penomoran, berpikir bersama, kepala bernomor merupakan salah satu
inovasi dalam pembelajaran kooperatif Tipe Numbered Heads Together
(NHT) pertama kali dikembangkan oleh Spencer Kagan (1992) untuk
melibatkan lebih banyak siswa dalam menelaah materi yang tercakup
dalam suatu pelajaran dan mengecek pemahaman mereka terhadap isi
pelajaran tersebut, pada prinsipnya pembelajaran ini memberikan
kesempatan kepada siswa untuk saling membagikan ide – ide dan
mempertimbangkan jawaban yang paling tepat, selain itu ciri dari tipe
pembelajaran ini menggunakan nomor baik itu kelompok maupun
anggota kelompok.
Tipe Numbered Heads Together (NHT) adalah bagian dari
model pembelajaran kooperatif structural, yang lebih menekankan pada
struktur – struktur khusus yang dirancang untuk mempengaruhi pola
interaksi siswa. Struktur Kagan menghendaki agar para siswa bekerja
saling bergantung pada kelompok – kelompok kecil secara kooperatif.
Struktur tersebut dikembangkan sebagai bahan alternatif dari struktur
kelas tradisional seperti mengacungkan tangan terlebih dahulu untuk
kemudian ditunjuk oleh guru untuk menjawab pertanyaan yang telah
dilontarkan. Menurut Kagan 2007 pembelajaran Numbered Heads
Together (NHT) ini secara tidak langsung melatih siswa untuk saling
berbagi informasi, mendengarkan dengan cermat serta berbicara dengan
-
17
penuh perhitungan, sehingga siswa lebih aktif dalam pembelajaran.
Model ini dapat digunakan untuk semua mata pelajaran dan semua
tingkatan peserta didik.
Menurut Anita,Lie, 2004: 59 mengemukakan bahwa Numbered
Heads Together (NHT) adalah suatu Tipe dari pembelajaran kooperatif
pendekatan structural yang memberikan kesempatan kepada siswa
untuk saling membagikan ide – ide dan mempertimbangkan jawaban
yang paling tepat. Menurut Trianto 2007: 62 mengemukakan bahwa
Tipe Numbered Heads Together (NHT) adalah jenis pembelajaran
kooperatif yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa
dan sebagai alternatif terhadap struktur kelas tradisional. Menurut
Ahmad Zuhdi (2010; 64) mengemukakan bahwa Numbered Heads
Together (NHT) adalah suatu model pembelajaran kooperatif dimana
siswa diberi nomer kemudian dibuat satu kelompok, lalu secara acak
guru memanggil nomor dari siswa.
Menurut Rahayu (2006) mengemukakan bahwa Tipe Numbered
Heads Together adalah suatu model pembelajaran yang lebih
mengedepankan kepada aktifitas siswa dalam mencari, mengolah, dan
melaporkan informasi dari berbagai sumber yang akhirnya
dipresentasikan di depan kelas. Jadi dapat disimpulkan bahwa Tipe
Numbered Heads Together adalah model pembelajaran kooperatif
dimana terdapat penomoran siswa dalam kelompok untuk bekerja sama
dalam menyelesaikan soal.
2.1.4.2. Langkah – langkah Tipe Numbered Heads Together
Menurut Trianto (2007: 62) Langkah – langkah dalam
pembelajaran kooperatif Tipe Numbered Heads Together (NHT)
sebagai berikut :
-
18
A. Penomoran
Penomoran adalah hal yang utama di dalam Tipe Numbered
Heads Together (NHT), dalam tahap ini guru membagi siswa
menjadi beberapa kelompok atau tim yang beranggotakan 3 – 5
siswa dalam tim mempunyai nomor yang berbeda – beda, sesuai
dengan jumlah siswa di dalam kelompok.
B. Pengajuan Pertanyaan
Langkah berikutnya adalah pengajuan pertanyaan, guru
mengajukan pertanyaan kepada siswa. Pertanyaan yang
diberikan dapat diambil dari materi pelajaran tertentu yang
memang sedang dipelajari, dalam membuat pertanyaan
usahakan dapat bervariasi dari yang spesifik hingga yang
bersifat umum dan dengan tingkat kesulitan yang bervariasi
pula.
C. Berpikir Bersama
Setelah mendapatkan pertanyaan – pertanyaan dari guru, siswa
berpikir bersama untuk menemukan jawaban dan menjelaskan
jawaban kepada anggota dalam timnya sehingga semua anggota
mengetahui jawaban dari masing – masing pertanyaan.
D. Pemberian Jawaban
Langkah terakhir yaitu, guru menyebut salah satu nomor dari
setiap siswa dari tiap kelompok yang bernomor sama
mengangkat tangan dan menyiapkan jawaban untuk seluruh
kelas, kemudian guru secara random memilih.
Langkah – langkah penerapan Tipe Numbered Heads Together
(Anita Lie, 2003: 59) :
A. Siswa dibagi dalam kelompok, setiap siswa dalam setiap
kelompok mendapat nomor.
-
19
B. Penugasan diberikan kepada setiap siswa berdasarkan nomor
nya. Misailnya siswa nomor 1 bertugas membaca soal dengan
benar dan mengumpulkan data yang mungkin berhubungan
dengan penyelesaian soal. Siswa nomer 2 bertugas mencari
penyelesaian soal. Siswa nomer 3 mencatat dan melaporkan
hasil kerja kelompok.
C. Jika perlu tugas – tugas yang lebih sulit, guru juga bisa
mengerjakan kerja sama antar kelompok. Siswa juga bisa
diminta untuk pindah dari kelompok pertama ke kelompok
lainnya dan bergabung dalam kelompok tersebut. Dalam
kesempatan ini, Siswa – siswa dengan tugas yang sama bisa
saling membantu atau mencocokkan hasil kerja mereka.
2.1.4.3.Kelebihan dan Kekurangan Tipe Numbered Heads
Together (NHT)
Menurut Hamid Hasan dalam Etin Solihatin dan Raharjo (2008),
kooperatif mengandung pengertian kerja sama dalam mencapai tujuan
bersama. Jadi dalam sebuah kelompok terdapat suatu permasalahan
yang diselesaikan dengan cara kerja sama dalam rangka mencapai
jawaban bersama akan permasalahan tersebut. Konsep utama dari
belajar kooperatif semua menurut Slavin dalam Trianto (2007) adalah :
1. Penghargaan kelompok, yang akan diberikan jika kelompok
mencapai kriteria tertentu.
2. Tanggung jawab individual, bermakna bahwa suksesnya
kelompok tergantung pada belajar individual semua anggota
kelompok.
3. Kesempatan yang sama untuk sukses, bermakna bahwa siswa
telah membantu kelompok dengan cara meningkatkan hasil
belajar mereka sendiri.
-
20
Menurut Hamdani (2011; 90) terdapat beberapa kelebihan dan
kekurangan dari Tipe Numbered Heads Together (NHT) yaitu :
Kelebihan :
A. Setiap siswa menjadi siap semua
B. Siswa dapat melakukan diskusi dengan sungguh – sungguh
C. Siswa yang pandai dapat mengajari siswa yang kurang pandai
Kekurangan :
A. Kemungkinan nomer yang dipanggil akan dipanggil kembali
oleh guru.
B. Tidak semua anggota kelompok dipanggil oleh guru.
Selain itu ada beberapa manfaat pada Tipe Numbered Heads
Together (NHT) terhadap siswa yang hasil belajarnya cukup rendah
yang dikemukakan oleh Lundgren dalam Ibrahim, 2000: 18 yaitu :
1. Rasa harga diri menjadi lebih tinggi.
2. Memperbaiki kehadiran.
3. Penerimaan terhadap individu menjadi lebih besar.
4. Konflik antara pribadi berkurang.
5. Pemahaman yang lebih mendalam.
6. Meningkatkan kebaikan budi, kepekaan dan toleransi.
7. Hasil belajar lebih tinggi.
Dari pendapat beberapa ahli tersebut dapat diambil kesimpulan
bahwa Tipe Numbered Heads Together adalah model belajar dengan
cara setiap siswa diberi nomer dan dibuat suatu kelompok, kemudian
secara acak guru memanggil nomer siswa tersebut. Penomeran dalam
kelompok digunakan untuk menunjuk siswa untuk melakukan suatu
kegiatan pembelajaran secara acak. Hal ini dimaksudkan untuk
membuat siswa agar lebih siap dalam kegiatan pembelajaran.
-
21
2.1.5. Pembelajaran IPA SD
Berdasarkan Permendiknas no. 22 Tahun 2006 tentang Standar
Isi, Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berhubungan dengan cara mencari
tahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya
penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-
konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses
penemuan. Pendidikan IPA diharapkan dapat menjadi wahana bagi
peserta didik untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar, serta
prospek pengembangan lebih lanjut dalam menerapkannya di dalam
kehidupan sehari-hari. Proses pembelajarannya menekankan pada
pemberian pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi
agar menjelajahi dan memahami alam sekitar secara ilmiah.
Pendidikan IPA diarahkan untuk inkuiri dan berbuat sehingga dapat
membantu peserta didik untuk memperoleh pemahaman yang lebih
mendalam tentang alam sekitar. IPA diperlukan dalam kehidupan
sehari-hari untuk memenuhi kebutuhan manusia melalui pemecahan
masalah-masalah yang dapat diidentifikasi. Penerapan IPA perlu
dilakukan secara bijaksana agar tidak berdampak buruk terhadap
lingkungan. Di tingkat SD/MI diharapkan ada penekanan
pembelajaran Salingtemas (Sains, lingkungan, teknologi, dan
masyarakat) yang diarahkan pada pengalaman belajar untuk
merancang dan membuat suatu karya melalui penerapan konsep IPA
dan kompetensi bekerja ilmiah secara bijaksana.
Pembelajaran IPA sebaiknya dilaksanakan secara inkuiri ilmiah
(scientific inquiry) untuk menumbuhkan kemampuan berpikir, bekerja
dan bersikap ilmiah serta mengkomunikasikannya sebagai aspek
penting kecakapan hidup. Oleh karena itu pembelajaran IPA di SD/MI
menekankan pada pemberian pengalaman belajar secara langsung
melalui penggunaan dan pengembangan keterampilan proses dan
-
22
sikap ilmiah. Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD)
IPA di SD/MI merupakan standar minimum yang secara nasional
harus dicapai oleh peserta didik dan menjadi acuan dalam
pengembangan kurikulum di setiap satuan pendidikan. Pencapaian SK
dan KD didasarkan pada pemberdayaan peserta didik untuk
membangun kemampuan, bekerja ilmiah, dan pengetahuan sendiri
yang difasilitasi oleh guru.
Dari beberapa pengertian tersebut di atas dapat disimpulkan
bahwa IPA merupakan ilmu yang mempelajari tentang alam semesta
beserta isi secara langsung atau pengalaman yang ada di lingkungan
sekitar melalui pengamatan, percobaan dan memerlukan pembuktian.
Berdasarkan Permendiknas no. 22 tahun 2006 tentang Standar
Isi, ruang lingkup bahan kajian pembelajaran IPA untuk SD/MI
meliputi aspek-aspek berikut.
a. Makhluk hidup dan proses kehidupan, yaitu manusia, hewan, tumbuhan dan interaksinya dengan lingkungan, serta kesehatan.
b. Benda/materi, sifat-sifat dan kegunaannya meliputi: cair, padat dan gas.
c. Energi dan perubahannya meliputi: gaya, bunyi, panas, magnet, listrik, cahaya dan pesawat sederhana.
d. Bumi dan alam semesta meliputi: tanah, bumi, tata surya, dan benda-benda langit lainnya.
Mata pelajaran IPA di tingkat SD/MI bertujuan agar peserta
didik memiliki kemampuan sebagai berikut.
a. Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa
berdasarkan keberadaan, keindahan dan keteraturan alam ciptaan-
Nya.
b. Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep
IPA yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan
sehari-hari.
c. Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positip dan kesadaran
tentang adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA,
lingkungan, teknologi dan masyarakat.
d. Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam
sekitar, memecahkan masalah dan membuat keputusan.
-
23
e. Meningkatkan kesadaran untuk berperanserta dalam memelihara,
menjaga dan melestarikan lingkungan alam.
f. Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala
keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan.
g. Memperoleh bekal pengetahuan, konsep dan keterampilan IPA
sebagai dasar untuk melanjutkan pendidikan ke SMP/MTs
(Permendiknas No. 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi).
2.1.6. Hakikat IPA
IPA tidak hanya kumpulan – kumpulan pengetahuan tentang
benda atau makhluk hidup, tetapi merupakan cara memecahkan
masalah. Para ilmuwan selalu menaruh perhatian terhadap peristiwa –
peristiwa alam. Mereka selalu ingin mengetahui apa, bagaimana, dan
mengapa tentang peristiwa itu (Wintapura, 1993; 123). Menurut
Hendro Darmojo dan Jenny R.E. Kaligis (1991: 3) IPA adalah dari segi
istilah yang digunakan IPA atau Ilmuan Pengetahuan Alam “Ilmu
artinya suatu pengetahuan yang benar. Pengetahuan artinya
pengetahuan yang benar menurut tokoh ukur kebenaran ilmu yaitu yaitu
rasional dan objektif. Rasional masuk akal atau logis diterima oleh akal
sehat sedangkan objektif artinya sesuai dengan objek, sesuai dengan
kenyataannya, atau sesuai dengan pengalaman pengamatan melalui
pancaindera. Menurut pendapat dari Das (2008: 21) bahwa IPA
merupakan pengetahuan teoritis diperoleh dengan cara khusus, melalui
kegiatan observasi eksperimentasi, penyimpulan, penyusunan teori,
eksperimentasi, observasi dan seterusnya serta ada kaitan antara cara
yang satu dengan yang lainnya. Menurut Cains dan Evans, 1993: 4 :
1. IPA sebagai produk
IPA sebagai produk atau isi. Komponen ini mencakup fakta,
konsep, prinsip, hukum dan teori. Pada tingkat dasar IPA merupakan
pengetahuan konseptual berdasarkan materi yang dikembangkan
-
24
sesuai dengan kurikulum yang ada. Contoh produk dalam penelitian
ini adalah sumber daya alam.
2. IPA sebagai proses
IPA sebagai proses, tidak dipandang sebagai kata benda,
kumpulan pengetahuan atau fakta untuk dihafalkan melainkan
sebagai kata kerja, bertindak melakukan, meneliti, mengamati. IPA
dipandang sebagai alat untuk mengamati. Dalam hal ini siswa
membutuhkan pengalaman langsung yang meliputi mengumpulakan
data, menganalisis dan evaluasi berkaitan dengan keterampilan
proses dalam pembelajaran IPA. Contoh dalam proses pembelajaran
adalah membedakan hewan langka dan tidak langka.
3. IPA sebagai sikap
Guru tingkat dasar harus memotivasi anak didiknya untuk
mengembangkan pentingnya mencari jawaban dan penjelasan
rational tentang fenomena alam dan fisik. Sebagian guru hendaknya
memanfaatkan keingintahuan anak dan mengembangkan sikap
tersebut untuk penemuan.
Memfokuskan pada pencarian jati diri anak mengapa dan
bagaimana fenomena terjadi. Anak – anak sebaiknya jangan takut
membuat kesalahan, karena dengan melalui kesalahan – kesalahan
akan dihasilkan pengetahuan ilmiah. IPA dapat bersifat
menyenangkan dan penuh stimulus. Anak – anak sebaiknya terlibat
dalam aktivitas yang dapat mengacaukan pengalamannya yang telah
terstruktur. Contohnya hubungan antara kegiatan manusia dan
kelangkaan hewan.
4. IPA sebagai teknologi
Perkembangan teknologi yang berhubungan dengan kegiatan
sehari-hari menjadi bagian penting dari belajar IPA. Penerapan IPA
dalam penyelesaian masalah dunia nyata tercantum dalam kurikulum
-
25
baru. Pada kurikulum tersebut siswa terlibat dalam mengidentifikasi
masalah dunia nyata dan merumuskan alternative penyelesaiaanya
dengan menggunakan teknologi. Pengalaman ini membentuk suatu
pemahaman penerapan IPA yang berkaitan dengan masalah
kehidupan sehari hari dan juga dalam memahami dampak IPA dan
teknologi pada masyarakat. Contoh IPA sebagai teknologi adalah
pemanfaatan teknologi subak (alat pengairan yang digunakan oleh
masyarakat Bali)
Berdasarkan pendapat ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa
IPA merupakan pembelajaran yang mempelajari tentang berbagai
fenomena alam selain itu IPA dapat diuji kebenarannya. Fenomena
alam tersebut dapat ditangkap oleh pancaindera manusia, sehingga
manusia dapat manusia terkhusus siswa dapat mengamatinya secara
langsung dan memungkinkan siswa belajar dari alam langsung.
2.1.7. Kompetensi Dasar IPA
Kompetensi dasar IPA yaitu : pernyataan yang menyatakan
ketrampilan atau kecakapan siswa yang mencakup kemampuan
penalaran dan komunikasi, pemecahan masalah, pengetahuan, dan
memiliki sikap menghargai kegunaan IPA.
Kompetensi dasar IPA yang hendak dicapai dalam proses
pembelajaran telah tercantum dalam kurikulum yang sekarang
digunakan yaitu kurikulum SD 2006, walaupun guru harus menjabarkan
lebih dahulu menjadi tujuan-tujuan yang lebih khusus yang disebut
indikator.
Adapun kompetensi dasar IPA yang digunakan dalam penelitian
ini sesuai dalam buku kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan SD/MI
oleh Refandi (2006:47) sebagai berikut :
-
26
No Standar Kompetensi Kompetensi Dasar
1. Mengidentifikasikan fungsi
organ tubuh manusia dan hewan
1.1 Mengidentifikasikan fungsi organ
pernapasan manusia
1.2 Mengidentifikasikan fungsi organ
pernapasan hewan, misalnya
ikan dan cacing tanah
1.3 Mengidentifikasikan fungsi organ
pencernaan manusia dan
hubungan nya dengan makanan
dan kesehatan
1.4 Mengidentifikasikan fungsi organ
peredaran darah manusia
1.5 Mengidentifikasi gangguan pada
organ peredaran darah manusia
2. Memahami cara tumbuhan hijau
membuat makanan
2.1 Mengidentifikasi cara tumbuhan
hijau membuat makanan
2.2 Mendeskripsikan ketergantungan
manusia dan hewan pada
tumbuhan hijau sebagai sumber
makanan
3. Mengidentifikasi cara makhluk
hidup menyesuaikan diri
dengan lingkungan
3.1 Mengidentifikasi penyesuaian diri
hewan dengan lingkungan tertentu
untuk mempertahankan hidup
3.2Mengidentifikasi penyesuaian diri
tumbuhan dengan lingkungan
tertentu untuk mempertahankan
hidup
4. Memahami hubungan antara
sifat bahan dengan
4.1 Mendeskripsikan hubungan antara
sifat bahan dengan bahan
-
27
penyusunnya dan perubahan
sifat benda sebagai hasil suatu
proses
penyusunnya, misalnya benang,
kain dan kertas
4.2 Menyimpulkan hasil penyelidikan
tentang perubahan sifat benda,
baik sementara maupun tetap
Sesuai Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar diatas, peneliti
memilih Standar Kompetensi nomor 4 tentang Memahami hubungan
antara sifat bahan dengan penyusunnya dan perubahan sifat benda
sebagai hasil suatu proses dan Kompetensi Dasar nomor 4.1
mendeskripsikan hubungan antara sifat bahan dengan bahan
penyusunnya, misalnya benang, kain, dan kertas, 4.2 tentang
Menyimpulkan hasil penyelidikan tentang perubahan sifat benda, baik
sementara maupun tetap, materi tersebut sebagai acuan materi
penelitian.
2.1.8.Tinjauan Pokok Bahasan Hubungan Antara Sifat Bahan dengan
Penyusunnya dan Perubahan Sifat Benda sebagai hasil proses
Jas hujan dikenakan ketika turun hujan, jas hujan berfungsi untuk
melindungi diri agar tidak basah oleh air hujan. Namun jika
mengenakan jaket kain di saat hujan, kamu akan tetap basah. Jas hujan
lebih tahan air dari pada jaket kain. Tahukah kamu, apa penyebabnya?
Bahan apakah yang digunakan untuk membuat jas hujan? Adapaun peta
konsep pada materi ini sebagai berikut!
-
28
Benda – benda yang kita gunakan terbuat dari bahan dengan
sifat tertentu, pemilihan bahan ini disesuaikan dengan kegunaannya.
Kesesuaian antara sifat bahan dengan kegunaannya akan mempermudah
pekerjaan kita.
A. Hubungan Antara Sifat Bahan dengan Bahan Penyusunnya
Sifat suatu bahan tergantung dari penyusunnya. Sifat – sifat bahan
meliputi kekuatan, kelenturan, ketahanan terhadap air atau api, hangat,
halus atau kasar, dan juga kekakuan. Suatu benda dibuat berdasarkan
sifat – sifat bahan tersebut.
1. Benang
Benang adalah tali halus yang dipintal dari kapas atau bahan
sintetis (buatan). Benang jahit biasanya dibuat dari bahan kapas.
Benang nilon dibuat dari bahan sintetis. Sifat benang tergantung
Sifat Bahan
Hubungan Antara Sifat Bahan
Dengan Bahan Penyusunnya
Kain
Serat
tumbuhan
Serat
hewan
Kertas
Kertas
Bahan sintetis
(Benang
nilon)
Kapas
(Benang
jahit)
Benang
-
29
dari bahan penyusunnya. Benang yang dibuat dari kapas umumnya
lebih kuat dari pada benang nilon. Oleh karena itu, benang dari
kapas digunakan sebagai benang jahit. Fungsi benang jahit untuk
memyambung potongan – potongan kain menjadi pakaian. Jahitan
pakaian akan kuat dan tahan lama jika menggunakan benang jahit
yang kuat pula. Ada bermacam – macam jenis benang, benang
tersebut dibuat untuk tujuan tertentu. Benang untuk menjahit tidak
sama dengan benang untuk membuat sulaman. Demikian juga
benang untuk menyulam tidak sama dengan benang untuk
menerbangkan layang – layang.
2. Kain
Kain terbuat dari serat. Serat – serat ini dipintal membentuk
benang. Benang kemudian ditenun untuk dijadikan kain.
Serat ada dua macam, yaitu serat alami dan serat sintetis.
Serat alami berasal dari tumbuhan maupun hewan. Serat tumbuhan
diperoleh dari kapas, kapuk dan kulit batang rami. Serat kapas
memiliki sifat yang lentur, lembut, serta mudah menyerap air. Oleh
karena itu, serat dari bahan kapas banyak digunakan untuk
membuat pakaian. Pakaian dari bahan kapas relative nyaman
dikarenakan mudah menyerap keringat. Kain dari bahan kapas
disebut kain katun.
Serat kapuk memiliki sifat yang kuat, lentur, dan mudah
menyerap air. Serat kapuk cenderung lebih kuat jika dibanding
serat kapas. Akan tetapi, serat kapuk kurang halus sehingga jarang
digunakan untuk membuat pakaian. Serat kapuk dimanfaatkan
untuk membuat perabotan rumah tangga misalnya kaos kaki, kasur,
dan sumbu kompor.
Serat dari kulit batang rami merupakan serat yang sangat kuat.
Serat rami sangat kasar dan kaku. Oleh karena itu, serat rami sangat
-
30
jarang digunakan sebagai bahan pakaian. Sifat serat yang kuat ini
digunakan untuk membuat karung, misalnya karung beras dan
karung gula.
Serat alami hewan diperoleh dari bulu binatang misalnya
kambing, biri – biri maupun unta. Bulu – bulu ini harus diolah
terlebih dahulu sebelum dipintal dan ditenun. Serat yang dihasilkan
dari pengolahan bulu – bulu hewan disebut serat wol. Sifat serat
wol yang dihasilkan tergantung jenis hewan yang diambil bulunya.
Serat wol kasar digunakan sebagai bahan pembuat selimut
maupun karpet. Sementara itu, serat wol halus digunakan sebagai
bahan pakaian. Pakaian dari wol merupakan pakaian yang bernilai
tinggi.
Wol memiliki sifat yang mudah menyerap air, halus, dan
terasa hangat saat dipakai. Oleh karena itu, pakaian dari serat wol
cocok digunakan di daerah yang bersuhu dingin.
Serat juga dapat diperoleh dari kepompong ulat sutra, yang
disebut serat sutra. Kain sutra mempunyai sifat yang kuat dan
sangat halus. Selain itu, kain sutra juga memiliki kilauan alami
yang sangat indah. Kain sutra pertama kali dibuat di cina sekitar
tahun 2600 SM.
Serat sintetis diperoleh dengan mengolah bahan plastik.
Bahan pakaian yang terbuat dari bahan serat sintetis diantaranya
nilon dan poliester. Pakaian yang terbuat dari serat sintetis
memiliki sifat, antara lain tidak mudah kusut, kuat, tetapi tidak
nyaman dipakai dan tidak menyerap keringat. Selain itu, terdapat
pula beberapa kain yang dilapisi dammar sehingga kedap air. Kain
– kain seperti ini digunakan sebagai bahan untuk membuat jas
hujan, parasut, karpet, serta tenda.
-
31
3. Kertas
Kayu merupakan bahan dasar pembuatan kertas. Kayu
dapat dibuat kertas karena memiliki serat selulosa yang kuat.
Berbagai jenis kertas memiliki sifat dan kekuatan yang berbeda.
Pada umumnya, kertas memiliki sifat mudah menyerap air dan
cenderung mudah sobek.
Saat ini pengolahan kertas melibatkan bahan – bahan lain
sehingga mempunyai sifat yang berbeda. Misalnya untuk
memperoleh kertas tahan air, lapisan lilin atau plastik ditambahkan
pada permukaannya. Kertas juga dibuat lebih tebal dan padat agar
tidak mudah sobek.
Beberapa contoh kertas yang sering kita gunakan
diantaranya kertas HVS, Manila, karton, dan kertas minyak. Kertas
– kertas tersebut memiliki sifat – sifat yang berbeda. Kertas
tersebut juga digunakan untuk tujuan yang berbeda.
Kertas HVS merupakan kertas tipis berwarna putih. Kertas
ini digunakan untuk keperluan tulis menulis. Kertas manila
cenderung lebih tebal dibanding kertas HVS. Kertas ini digunakan
untuk membuat stopmap maupun berbagai kerajinan tangan. Kertas
karton merupakan lembaran kertas yang sangat tebal dan kaku.
Kertas karton digunakan untuk membuat kardus tempat
menyimpan dan mengepak barang – barang. Sementara itu, kertas
minyak digunakan untuk membungkus makanan karena sifatnya
yang tahan air.
B. Perubahan Sifat Benda
Pernahkah kamu melihat cara pembuatan batu bata? Batu
bata dibuat dari tanah liat. Tanah liat terlebih dahulu dicampur air
untuk membentuk adonan. Adonan ini kemudian dicetak
menggunakan cetakan batu bata, setelah dicetak batu bata mentah
-
32
dijemur di bawah sinar matahari hingga kering. Batu bata mentah
yang telah kering dibakar hingga terbentuk batu bata merah.
Adakah perbedaan antara tanah dan batu bata? Dapatkah batu bata
kembali menjadi tanah? Perhatikan peta konsep berikut:
Batu bata dibuat dari adonan tanah liat yang dicetak, kemudian
dibakar. Sifat tanah liat berbeda dengan sifat batu bata. Tanah liat
bersifat lembut dan berwarna hitam kecokelatan. Batu bata bersifat
lebih lembut dan berwarna jingga. Dari proses pembuatan batu bata
ini tampak adanya perubahan sifat. Perubahan ini disebabkan oleh
proses pencampuran dengan air dan proses pembakaran.
Perubahan Sifat Benda
a. Sifat Benda
Setiap benda mempunyai sifat tertentu yang membedakannya dengan
benda lain, sifat benda meliputi :
Perubahan Sifat Benda
Jenis Perubahan Sifat Benda Penyebab Perubahan Sifat Benda
Tetap Sementara Pembusuka
n
Pencamp
uran
dengan
air
Pembaka
ran
Pemanas
an
-
33
1. Bentuk
Bentuk benda bermacam – macam. Benda yang berupa bangunan
datar mempunyai bentuk persegi, persegi panjang, segitiga, dan
lingkaran. Benda yang berupa bangun ruang mempunyai bentuk
bola, kubus, balok, kerucut, dan tabung.
2. Warna
Warna benda bermacam – macam, seperti warna pelangi. misalnya
batu berwarna hitam
3. Kelenturan
Kelenturan adalah sifat benda yang yang mudah dilengkungkan,
benda yang bersifat lentur dapat dibengkokkan dan tidak mudah
patah.
4. Kekerasan
Kekerasan adalah kemampuan suatu benda untuk menahan goresan.
Suatu benda ber sifat lebih keras daripada benda lain jika dapat
menggores benda tersebut.
5. Bau
Benda yang berbau dan ada yang tidak berbau. Bau benda meliputi
harum, busuk dan amis.
b. Perubahan sifat benda dan faktor – faktor yang mempengaruhinya
benda – benda dapat berubah wujud. Benda padat dapat berubah
wujud menjadi benda cair ataupun gas. Demikian juga sebaliknya.
Perubahan wujud ini menyebabkan perubahan – perubahan sifat
benda.:
1. Berbagai penyebab perubahan sifat benda
Benda dapat berubah sifat apabila ada perlakuan atau peristiwa yang
mengenainya. Benda dapat mengalami perubahan wujud jika
mendapat perlakuan berikut ini.
-
34
a. Pemanasan
Pemanasan lilin berbeda dengan pembakaran lilin. Pemanasan
lilin tidak terjadi secara langsung, lilin ditempatkan pada sebuah
wadah. Selanjutnya wadah dipanaskan. Batang lilin yang semula
berbentuk padat akan mencair karena meleleh. Selanjutnya, cairan
dari batang lilin akan berubah bentuk menjadi padat lagi setelah
dingin. Sumbu lilin tidak akan mengalami perubahan.
b. Pembakaran
Pembakaran api unggun dibuat dengan mengumpulkan kayu –
kayu, kemudian dibakar. Akibat peristiwa pembakaran ini, kayu
yang semula bersifat padat dan keras berubah bentuk menjadi
arang dan abu. Arang mempunyai sifat rapuh, sementara abu
berbentuk serbuk. Pembakaran dapat mengubah sifat benda.
c. Pencampuran dengan air
Para pekerja bangunan menggunakan berbagai macam bahan
bngunan yang dicampur dengan air. Misalnya semen, pasir dan
kapur. Semen berbentuk serbuk, setelah dicampur dengan air,
semen berubah menjadi agak lengket. Jika sudah kering,
campuran ini akan berubah menjadi keras dan kuat.
d. Pembusukan
Buah pisang yang telah matang akan membusuk bila dibiarkan
selama beberapa hari. Proses pembusukan ini akan merubah sifat
– sifat buah tersebut. Perubahan yang terjadi meliputi kekerasan,
bau, dan warnanya. Buah pisang yang busuk baunya tidak sedap.
Kulit buah yang semula berwarna kuning akan berubah menjadi
cokelat kehitaman. Apabila dipegang, daging buahnya terasa
lunak.
-
35
2. Macam – macam perubahan sifat benda
Pada dasarnya perubahan sifat benda dapat dibedakan menjadi dua
yaitu ;
a. Perubahan sifat benda yang bersifat sementara
Perubahan bersifat sementara adalah perubahn benda yang dapat
kembali kewujud semula dan tidak menghasilkan zat baru.
Perubahan bersifat sementara disebut juga perubahan
fisika. Contoh perubahan yang bersifat sementara yaitu perubahan
wujud air menjadi es. Air berwujud cair, dapat berubah menjadi
es yang berwujud padat. Perubahan wujud benda dari cair
menjadi padat disebut membeku. Es dapat berubah wujud
menjadi air kembali jika dipanaskan. Perubahan wujud ini
disebut mencair. Perubahan sifat pada benda tersebut bersifat
sementara, kareena benda dapat kembali kewujud semula.
b. Perubahan sifat benda yang bersifat tetap
Perubahan bersifat tetap adalah perubahan benda yang tidak
kembali kewujud semula. Perubahan ini menghasilkan zat baru.
Perubahan bersifat tetap disebut juga perubahan kimia. Contoh
perubahan yang bersifat tetap, yaitu perubahan wujud kertas yang
dibakar menjadi abu. Apakah abu dapat kembali menjadi kertas?
Tidak, bukan?
-
36
2.2. Hasil Penelitian yang Relevan
Penelitian yang dilakukan Yuni Winarti membahas mengenai
“Penggunaan Metode NHT (Numbered Heads Together) Untuk
Meningkatkan Keaktifan dan Hasil Belajar IPA Siswa Kelas V SDN 01
Sumurbanger Kabupaten Batang Semester 2 Tahun Pelajaran 2011/
2012” simpulan dari penelitian tersebut adalah: metode pembelajaran
NHT (Numbered Heads Together) dengan kerja kelompok dan diskusi,
mampu membuat siswa dapat berpendapat untuk memecahkan
permasalahan dengan pengamatan melalui pemanfaatan alat peraga yang
sudah tersedia. Hasil yang didapat dari penelitian tersebut, pada siklus I
dan siklus II peneliti memberikan patokan KKM = 65 siswa yang
mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM= 65) dari 32 siswa
sebanyak 17 siswa atau 53,13% tuntas dan sebanyak 15 siswa atau
46,87% belum tuntas. Nilai rata-ratanya adalah 66,25 sedangkan nilai
tertinggi adalah 88 dan nilai terendahnya adalah 52. Siklus II siswa
yang mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM=65) sebanyak 32
siswa atau100% dan tidak ada siswa yang mendapatkan nilai di bawah
Kriteria Ketuntasan Minimal. Nilai rata-ratanya adalah 79,75sedangkan
nilai tertinggi adalah 100 dan nilai terendahnya adalah 68.Sehingga
penerapan metode pembelajaran NHT (Numbered Heads Together) di
SDN 01 Sumurbanger Kabupaten Batang berhasil meningkatkan
keaktifan dan hasil belajar IPA.
Selain itu penelitan juga dilakukan oleh Lila tentang “Efektivitas
Penerapan Model Pembelajaran Cooperative Learning dengan
Pendekatan Konstruktivisme Tipe NHT Terhadap Hasil Belajar Mata
Pelajaran IPA Siswa Kelas 5 SDN 2 Suntenjaya Kecamatan Lembang
Kabupaten Bandung Barat Semester II Tahun Pelajaran 2012/2013”
kesimpulanya bahwa berdasarkan hasil uji hipotesis, ditemukan bahwa t
hitung > t tabel (2.756 > 2.020 dan signifikans < 0.05 (0.009 < 0.05),
-
37
maka Ho ditolak, atau hipotesis yang menyatakatan Tidak Terdapat
pengaruh penerapan model pembelajaran kooperatif dengan Pendekatan
Konstruktivisme tipe NHT dalam meningkatkan hasil belajar IPA siswa
kelas 5 SDN 2 Suntenjaya Kecamatan Lembang Kabupaten Bandung
Barat Semester II Tahun Pelajaran 2012/2013, ditolak. Sehingga hasil
dari penelitian tersebut terdapat pengaruh penerapan model pembelajaran
kooperatif dengan Pendekatan Konstruktivisme tipe NHT dalam
meningkatkan hasil belajar IPA siswa kelas 5 SDN 2 Suntenjaya
Kecamatan Lembang Kabupaten Bandung Barat Semester II Tahun
Pelajaran 2012/2013.
Selanjutnya penelitian yang dilakukan Natanael Dwi Kristiyanto
tentang “Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT
(Numbered Heads Together) Terhadap Hasil Belajar Siswa Pada Mata
Pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam Siswa Kelas 4 SD Negeri Sugihan 01
Kecamatan Tengaran Kabupaten Semarang Semester II Tahun
2012/2013” disimpulkan bahwa Hasil uji analisis hipotesis yang telah
dilakukan, diperoleh nilai pada uji t-test adalah sebesar 0,000 < 0,05
maka H0 ditolak dan H1 diterima. Dari penjelasan data tersebut dapat
disimpulkan bahwa pembelajaran IPA dengan menggunakan model
pembelajaran kooperatif tipe NHT(Numbered Heads Together)
berpengaruh signifikan pada hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPA
siswa Kelas 4 SD Negeri Sugihan 01 semester II tahun pelajaran
2012/2013.
Kemudian penelitian yang dilakukan Tri Sarono tentang
“Peningkatan Hasil Belajar IPS melalui Model Numbered Heads
Together pada Siswa Kelas 5 SDN Gombong Kecamatan Pacalungan
Kabupaten Batang Semester I/2013-2014”. Disimpulkan bahwa pada
kondisi awal rata-rata hasil belajar siswa 58,5 meningkat menjadi 65,9
pada siklus I dan 74,4 pada siklus II. Selain itu presentasi ketuntasan
-
38
kelas tersebut adalah pada siklus I meningkat sebesar 75 % dan
meningkat lagi pada siklus II sebesar 87,5 %. Sehingga dengan
menggunakan model dan media tersebut dapat meningkatkan hasil
belajar.
Penelitian yang relevan pernah dilakukan oleh Noor Azizah (2007)
dengan judul Keefektifan Penggunaan Model Pembelajaran Kooperatif
Tipe Numbered Heads Together (NHT) dengan pemanfaatan LKS Pokok
Bahasan Bangun Ruang Datar (Kubus dan Balok) siswa kelas VIII
Semester 2 SMP N 6 Semarang Tahun Pelajaran 2006/2007 dan hasilnya
adalah nilai rata – rata hasil belajar pada pembelajaran kooperatif tipe
Numbered Heads Together (NHT) dengan pemanfaatan LKS lebih baik
daripada nilai rata – rata hasil belajar pada pembelajaran dengan model
konvensional.
Penelitian serupa dilakukan oleh Intan Putri Utami (2011) dengan
judul Keefektifan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Heads
Together (NHT) Terhadap Hasil Belajar Matematika Bagi Siswa Kelas V
SD dan hasilnya didapat signifikan 0,006 ˂ 0,05 dan t hitung sebesar
2,840 ˃ t table 2,000 sehingga kesimpulannya ada perbedaan hasil belajar
antara siswa yang diajar menggunakan model pembelajaran tipe
Numbered Heads Together (NHT) dengan siswa yang diajar
menggunakan pembelajaran konvensional, hasil belajar Matematika
siswa kelas V SD yang diajar menggunakan model pembelajaran
kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT) lebih baik
dibandingkan siswa yang diajar menggunakan pembelajaran
konvensional, dan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads
Together (NHT) efektif terhadap hasil belajar matematika siswa kelas V
SD.
Penelitian lainnya oleh efi andriyani dengan juduk Pengaruh Model
Pembelajaran Numbered Heads Together (NHT) terhadap Hasil Belajar
-
39
IPS Siswa kelas V SD Blotongan 2 Salatiga Semester II Tahun Pelajaran
2010/2012 yang hasilnya menunjukkan rata – rata hasil belajar kelompok
eksperimen 79,09 sedangkan kelompok kontrol 66,66 dengan hasil uji t
signifikansi sebesar 0,00 sehingga kesimpulannya ada perbedann
pengaruh penggunaan Numbered Heads Together (NHT) terhadap hasil
belajar IPS Siswa Kelas V SD N Blotongan 2 Salatiga semester II Tahun
2010/2012.
Berdasarkan penelitian terdahulu tersebut, relevan dengan
penelitian yang akan dilakukan, karena hasil dari penelitian tersebut
mendukung Tipe NHT (Numbered Heads Together), dapat meningkatkan
hasil belajar siswa.
2.3. Kerangka Berpikir
Melihat dari kajian diatas, hasil belajar siswa erat hubungannya
dengan model pembelajaran yang digunakan oleh guru dalam mengajar.
Dimana dalam kelas V guru kelas yang menggunakan model
pembelajaran cenderung menggunakan metode ceramah, siswa dalam
kelas hanya mendengarkan dan mencatat apa yang disampaikan oleh
guru. Akan berbeda jika sebuah kelas dengan seorang guru yang
menggunakan model pembelajaran kooperatif Tipe Numbered Heads
Together (NHT) dalam mengajar. Siswa dalam kelas akan dibagi menjadi
beberapa kelompok – kelompok kecil siswa yang anggota nya heterogen
baik dari jenis kelamin maupun kemampuan belajarnya.
Pelaksanaan penelitian ini dimulai dengan memberikan nomer serta
pembagian kelompok – kelompok secara heterogen. Kemudian dilakukan
pengajuan pertanyaan saat proses pembelajaran baik diawal, tengah, dan
akhir pembelajaran. Pertanyaan yang di dapat dipikir secara bersama
terhadap teman kelompoknya masing – masing, jawaban yang sudah
-
40
didapat dipresentasikan di hadapan teman – teman sekelas. Kemudian
hasil belajar yang diperoleh melalui Pre Test maupun Post Test berguna
untuk mengetahui apakah ada pengaruh penggunaan model pembelajaran
kooperatif Tipe Numbered Heads Together (NHT).
Adapun siklus alur nya :
TINDAKAN
Menggunakan Langkah –
langkah NHT untuk
meningkatkan hasil belajar
IPA.
Langkah – langkah NHT :
Penomoran
Pengajuan pertanyaan
Berpikir bersama
Pemberian jawaban
Siklus
I
Dengan menggunakan Langkah – langkah Numbered
Heads Together (NHT) dapat meningkatkan hasil belajar
mata pelajaran IPA kelas V di SD Negeri Mukiran 04
Semester I tahun ajaran 2015/2016.
KONDISI
AWAL
Guru :
Kurang berinovasi dalam model
pembelajaran, Pembelajaran masih
berpusat pada guru
(teacher centered),
Lebih mengandalkan ceramah,
Pembelajaran kurang dihubungkan dengan
kehidupan sehari – hari
Siswa :
Siswa kurang
bertanggungjawab dan
sungguh-sungguh dalam
belajar sehingga,
Siswa hanya cenderung
aktif mendengarkan dan
memperhatikan,
Banyak siswa yang
mendapat nilai di bawah
KKM
Siklus
II
KONDISI
AKHIR
-
41
2.4. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan uraian dalam landasan teori dan kerangka berpikir
diatas, maka yang menjadi hipotesis dalam penelitian ini adalah dengan
menggunakan model pembelajaran kooperatif Tipe Numbered Heads
Together (NHT) dapat meningkatkan hasil belajar siswa dalam
pembelajaran IPA kelas V SD Negeri Mukiran 04 Kaliwungu Semarang
Semester 1 Tahun Ajaran 2015/2016.