bab ii tinjauan pustaka a. pembelajaran matematika di smpeprints.mercubuana-yogya.ac.id/2873/3/bab...

41
17 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pembelajaran Matematika di SMP 1. Belajar Menurut Aunurrahman (2013: 36), belajar merupakan interaksi individu dengan lingkungannya, lingkungan dalam hal ini dapat berupa manusia atau obyek-obyek lain yang memungkinkan individu memperoleh pengalaman-pengalaman atau pengetahuan, baik pengalaman atau pengetahuan baru maupun sesuatu yang pernah diperoleh atau ditemukan sebelumnya akan tetapi menimbulkan perhatian kembali bagi individu tersebut sehingga memungkinkan terjadinya interaksi. Menurut Sugihartono dkk (2007: 74), belajar merupakan suatu proses memperoleh pengetahuan dan pengalaman dalam wujud perubahan tingkah laku dan kemampuan bereaksi yang relatif permanen atau menetap karena adanya interaksi individu dengan lingkungannya. Hal tersebut senada dengan pendapat Joyce & Weil (1996: 49): Knowledge lives in the consciousness of the minds that inhabit the planet and those mindschave a life of their own. Artinya, belajar adalah proses membangun pengetahuan sedikit demi sedikit yang dapat memberikan suatu makna sesuai dengan pengalaman yang dialami.

Upload: phungkhanh

Post on 06-Mar-2019

218 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

17

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pembelajaran Matematika di SMP

1. Belajar

Menurut Aunurrahman (2013: 36), belajar merupakan

interaksi individu dengan lingkungannya, lingkungan dalam hal ini

dapat berupa manusia atau obyek-obyek lain yang memungkinkan

individu memperoleh pengalaman-pengalaman atau pengetahuan,

baik pengalaman atau pengetahuan baru maupun sesuatu yang

pernah diperoleh atau ditemukan sebelumnya akan tetapi

menimbulkan perhatian kembali bagi individu tersebut sehingga

memungkinkan terjadinya interaksi.

Menurut Sugihartono dkk (2007: 74), belajar merupakan

suatu proses memperoleh pengetahuan dan pengalaman dalam

wujud perubahan tingkah laku dan kemampuan bereaksi yang

relatif permanen atau menetap karena adanya interaksi individu

dengan lingkungannya. Hal tersebut senada dengan pendapat Joyce

& Weil (1996: 49): “Knowledge lives in the consciousness of the

minds that inhabit the planet and those mindschave a life of their

own”. Artinya, belajar adalah proses membangun pengetahuan

sedikit demi sedikit yang dapat memberikan suatu makna sesuai

dengan pengalaman yang dialami.

18

Menurut Gagne (Suprijono, 2009: 2), belajar adalah

perubahan disposisi atau kemampuan yang dicapai seseorang

melalui aktivitas. Setelah belajar orang memiliki ketrampilan,

pengetahuan, sikap, dan nilai. Hal itu senada dengan Menurut Bell

(1986: 1) menyatakan bahwa, “Learning is the process by which

human beings acquire a vast variety of competencies, skills, and

attitudes”. Dari pernyataan tersebut menyatakan bahwa belajar

adalah proses dimana manusia memperoleh berbagai kompetensi,

keterampilan dan sikap.

Berdasarkan beberapa definisi diatas, dapat disimpulkan

bahwa belajar merupakan perubahan tingkah laku, pengetahuan,

sikap, dan keterampilan yang relatif permanen atau menetap

sebagai akibat dari interaksinya dengan lingkungan .

2. Pembelajaran

Menurut Warsita (Rusman, 2012: 93), pembelajaran adalah

suatu usaha untuk membuat peserta didik belajar atau suatu

kegiatan untuk membelajarkan peserta didik. Senada dengan hal itu

Menurut Sugihartono dkk (2007: 81), pembelajaran merupakan

suatu upaya yang dilakukan guru secara sengaja dengan tujuan

menyampaiakan ilmu pengetahuan, dengan cara

mengorganisasikan dan menciptakan suatu sistem lingkungan

belajar dengan berbagai metode sehingga siswa dapat melakukan

kegiatan belajar secara lebih optimal.

19

Pengertian pembelajaran menurut Undang-Undang Nomor

20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 1 Ayat

20 adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan

sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Ada lima jenis

interaksi yang berlangsung menurut Miarso (Argikas, 2015: 9)

yaitu:

a. Interaksi antara peserta didik bersama pendidik dengan

peserta didik.

b. Interaksi antara sesama peserta didik atau antar sejawat.

c. Interaksi peserta didik dengan narasumber.

d. Interaksi peserta didik bersama pendidik dengan sumber

belajar yang sengaja dikembangkan, dan

e. Interaksi peserta didik bersama pendidik dengan lingkungan

sosial dan alam.

Menurut Hamalik (Rusman, 2012: 94), pembelajaran

sebagai suatu kombinasi yang tersusun meliputi unsur manusia,

material, fasilitas, perlengkapan, dan prosedur yang saling

mempengaruhi untuk mencapai tujuan pembelajaran. Pembelajaran

harus mempunyai tujuan yang jelas untuk memberikan arah dan

menuntun siswa dalam mencapai prestasi yang diharapkan, hal

tersebut sesuai dengan pendapat Sardiman (2007: 25) bahwa:

Tujuan belajar ada tiga jenis, yaitu: a) untuk mendapatkan

pengetahuan, b) penanaman konsep keterampilan baru, dan c)

20

pembentukan sikap. Senada dengan hal itu menurut Nitko &

Brookhart (2007: 18),

“Instruction is the process you use to provide students

with the conditions that help them achieve the learning

targets. Some learning target are cognitive, meaning that

they deal primarily with intellectual knowledge and

thinking skills. Other learning outcomes are affective,

meaning that they deal with how students should feel or

what they should value. Yet other learning targets are

psychomotor, meaning that they deal primarily with motor

skills and physical perceptions”.

Dari pernyataan tersebut menyatakan bahwa pembelajaran adalah

proses yang digunakan guru untuk mengarahkan siswa dengan

kondisi tertentu yang membantu mereka mencapai target belajar.

Beberapa target belajar adalah: 1) kognitif, berhubungan dengan

pngetahuan intelektual dan kemampuan berpikir, 2) afektif,

yaitu berhubungan dengan bagaimana bisa merasakan dan apa

yang seharusnya mereka nilai, dan 3) psikomotor, yaitu

berhubungan dengan ketrampilan motorik dan dan tanggapan

secara fisik.

Berdasarkan definisi diatas dapat disimpulkan bahwa

pembelajaran merupakan proses interaksi yang dilakukan antara

guru dengan siswa, lingkungan, dan sumber belajar supaya siswa

dapat belajar melalui proses perencanaan, pelaksanaan, dan

penilaian yang dilakukan oleh guru untuk mencapai tujuan

pembelajaran yaitu agar siswa mendapatkan pengetahuan,

penanaman konsep keterampilan baru, dan pembentukan sikap.

21

3. Pembelajaran Matematika

Menurut H. W Fowler (Sundayana, 2013: 3), mengenai

hakikat matematika yaitu matematika adalah ilmu abstrak

mengenai ruang dan bilangan. Senada dengan hal itu Menurut

Marti (Sundayana, 2013: 3), obyek matematika yang bersifat

abstrak tersebut merupakan kesulitan tersendiri yang harus

dihadapi peserta didik dalam mempelajari matematika.

Menurut Chambers (2008: 9) :“Mathematics is the study

of patterns abstracted from the world araound us-so anything we

learn in maths has literally thousands of applications, in arts,

sciences, finance, health and recreation” Artinya, matematika

merupakan studi tentang pola yang diabstraksikan dari dunia

disekitar kita, jadi segala sesuatu yang kita pelajari di matematika

mempunyai banyak aplikasi dalam bidang seni, ilmu, keuangan,

kesehatan dan rekreasi.

Menururt Nickson (Jajang, 2005: 5) pembelajaran

matematika adalah pemberian bantuan kepada siswa untuk

membangun konsep-konsep dan prinsip-prinsip matematika

dengan kemampuan sendiri melalui proses internalisasi (arahan

terbimbing) sehingga konsep atau prinsip itu terbangun. Pendapat

tersebut menandakan bahwa guru dituntut untuk dapat

mengaktifkan siswanya selama pembelajaran berlangsung. Proses

pembelajaran tidak lagi berpusat pada guru melainkan pada siswa.

22

Guru bukan mentransfer pengetahuan pada siswa tetapi membantu

agar siswa membentuk sendiri pengetahuannya.

Dalam Lampiran Permendiknas (2006: 346) diuraikan

tujuan mata pelajaran matematika diajarkan disekolah agar peserta

didik memiliki kemampuan sebagai berikut: kemampuan sebagai

berikut:

1. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan

antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma,

secara luwes, akurat, efisien, dan tepat, dalam pemecahan

masalah

2. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan

manipulasi matematika dalam membuat generalisasi,

menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan

pernyataan matematika

3. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan

memahami masalah, merancang model matematika,

menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang

diperoleh

4. Mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel,

diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau

masalah

5. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam

kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian,

dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap

ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.

Menurut Sundayana (2013: 3), pembelajaran matematika

harus dilakukan secara bertahap, yaitu dimulai dari tahapan

konkrit. Kemudian diarahkan pada tahapan semi konkrit, dan pada

ahirnya siswa dapat berpikir untuk memahami matematika secara

abstrak.

Berdasarkan hal tersebut pembelajaran matematika

merupakan pemberian bantuan dari guru kepada siswa yang

23

dilakukan secara bertahap mulai dari tahapan konkrit, semi

konkrit, dan ahirnya siswa dapat berpikir untuk memahami

matematika secara abstrak untuk mencapai tujuan pembelajaran

matematika. Pembelajaran matematika di SMP Negeri 1

Seyegan dalam penelitian ini meliputi Kompetensi Inti (KI)

dan Kompetensi Dasar (KD) sebagai berikut:

Tabel 1. KI/KD Materi Bangun Ruang Sisi Datar

Kompetensi Inti

(KI)

Kompetensi Dasar

(KD)

Indikator

- Sikap Spiritual

- Sikap Sosial

- Pengetahuan

- Keterampilan

3.9 Membedakan

dan menentukan

luas permukaan

dan volume

bangun ruang sisi

datar (kubus,

balok, prisma,

dan limas)

1. Menentukkan luas

permukaan kubus

dan balok

2. Menentukan

volume kubus dan

balok

B. Pendekatan RME (Realistic Mathematics Education)

Menurut Freudenthal (Wijaya, 2012: 20), pendidikan

matematika realistik merupakan suatu pendekatan dalam pembelajaran

matematika di Belanda. Kata “realistik” sering disalahartikan sebagai

“real-world”, yaitu dunia nyata. Banyak pihak yang menganggap

bahwa pendekatan Realistic Mathematics Education (RME) adalah

suatu pendekatan dalam pembelajaran matematika yang harus

menggunakan masalah sehari-hari. Hal ini senada dengan Van den

Heuvel-Panhuizen (Wijaya, 2012: 20), penggunaan kata “realistik”

sebenarnya berasal dari bahasa Belanda “zinch realistic” yang berarti

“untuk dibayangkan” atau “to imagine”. Penggunaan kata realistik

24

tersebut tidak sekedar menunjukkan adanya koneksi dengan dunia

nyata (real-world) tetapi lebih mengacu pada fokus pendidikan

matematika realistik dalam menempatkan penekanan penggunaan

suatu situasi yang bisa dibayangkan (imagineable) oleh siswa, suatu

masalah disebut “realistik” jika masalah tersebut dapat dibayangkan

(imagineable) atau nyata (real) dalam pikiran siswa.

Menurut Suharta (Widodo, 2014: 2), RME merupakan salah

satu pendekatan pembelajaran matematika yang menyenangkan dan

relevan dengan kehidupan sehari-hari. Hal itu disebabkan karena

pembelajaran ini mengaitkan dan melibatkan lingkungan sekitar,

pengalaman nyata yang pernah dialami siswa dalam kehidupan

sehari-hari, serta menjadikan matematika sebagai aktivitas siswa.

Siswa diajak berpikir bagaimana menyelesaikan masalah yang sering

dialami siswa dalam kehidupan sehari-hari.

Treffers (Wijaya, 2012: 21-23), mengungkapkan RME juga

mempunyai lima karakteristik, yaitu:

1. Penggunaan Konteks

Konteks atau permasalahan realistik digunakan sebagai titik

awal pembelajaran. konteks tidak harus berupa masalah dunia

nyata namun bisa dalam bentuk penggunaan alat peraga atau

situasi lain selama hal tersebut bermakna dan bisa dibayangkan

dalam pikiran siswa.

25

2. Penggunaan model untuk matematisasi progresi

Dalam pendekatan Realistic Mathematics Education

(RME), model digunakan dalam melakukan matematisasi secara

progresif. Penggunaan model berfungsi sebagai jembatan dari

pengetahuan matematika tingkat konkrit menuju pengetahuan

matematika tingkat formal.

3. Pemanfaatan Hasil Kontruksi Siswa

Mengacu pada pendapat Freudenthal bahwa matematika

tidak diberikan kepada siswa sebagai produk yang siap dipakai

tetapi sebagai suatu konsep yang dibangun oleh siswa maka dalam

pendekatan Realistic Mathematics Education (RME) siswa

ditempatkan sebagai subjek belajar. Siswa memiliki kebebasan

untuk mengembangkan strategi pemecahan masalah sehingga

diharapkan akan diperoleh strategi yang bervariasi. Hasil kerja dan

konstruksi siswa selanjutnya digunakan untuk landasan

pengembangan konsep matematika.

4. Interaktivitas

Pemanfaatan interaksi dalam pembelajaran matematika

bermanfaat dalam mengembangkan kemampuan kognitif dan

afektif siswa secara simultan.

5. Keterkaitan

Pendidikan matematika realistik menempatkan keterkaitan

(intertwinement) antar konsep matematika sebagai hal yang harus

26

dipertimbangkan dalam proses pembelajaran. Melalui keterkaitan

ini satu pembelajaran matematika diharapkan bisa mengenalkan

dan membangun lebih dari satu konsep matematika secara

bersamaan (walau ada konsep yang dominan).

Hal itu sejalan dengan (Depdiknas, 2006: 345), standar isi

untuk satuan pendidikan menengah bahwa “untuk meningkatkan

kemampuan memecahkan masalah perlu dikembangkan keterampilan

memahami masalah, membuat model matematika, menyelesaikan

masalah dan menafsirkan solusi”.

Dari beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa

RME (Realistic Mathematics Education) merupakan salah satu

pendekatan pembelajaran matematika yang menyenangkan karena

tidak hanya sekedar menunjukkan adanya koneksi dengan dunia

nyata (real-world) tetapi lebih mengacu pada fokus pendidikan

matematika realistik dalam menempatkan penekanan penggunaan

suatu situasi yang bisa dibayangkan (imagineable) oleh siswa

sehingga siswa dapat diajak berpikir bagaimana menyelesaikan

masalah yang sering dialami siswa dalam kehidupan sehari-hari.

C. Hasil Belajar Matematika

Pengertian hasil belajar menurut Abdurrahman (Jihad dan

Haris, 2009: 14), adalah kemampuan yang diperoleh anak setelah

melalui kegiatan belajar. Hal ini dipertegas oleh Nawawi (Susanto,

2013: 5), bahwa hasil belajar dapat diartikan sebagai tingkat

27

keberhasilan siswa dalam mempelajari materi pelajaran di sekolah

yang dinyatakan dalam skor yang diperoleh dari hasil tes mengenal

sejumlah materi pelajaran tertentu.

Menurut Hamalik (2004: 31), hasil belajar adalah pola-pola

perbuatan, nilai-nilai, pengertian-pengertian, dan sikap-sikap serta

apersepsi dan abilitas. Untuk memperoleh hasil belajar, dilakukan

evaluasi atau penilaian yang merupakan tindak lanjut atau cara

mengukur tingkat penguasaan siswa.

Hasil belajar merupakan pengukuran dari penilaian kegiatan

belajar atau proses belajar yang dinyatakan dalam symbol, huruf

maupun kalimat yang menceritakan hasil yang sudah dicapai

oleh setiap anak pada periode tertentu. Sudjana (2009: 3)

mendefinisikan hasil belajar siswa pada hakikatnya adalah perubahan

tingkah laku sebagai hasil belajar dalam pengertian yang lebih luas

mencakup bidang kognitif, afektif dan psikomotor.

Dari beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa

hasil belajar merupakan suatu hasil yang diperoleh siswa setelah

siswa tersebut melakukan kegiatan belajar dan pembelajaran serta

bukti keberhasilan yang telah dicapai oleh seseorang setelah melalui

evaluasi atau peneilaian yang dinyatakan dalam symbol, huruf

maupun kalimat.

Berdasarkan uraian diatas, hasil belajar matematika yang

dimaksud dalam penelitian ini adalah hasil yang diperoleh siswa

28

setelah siswa melakukan kegiatan belajar dan pembelajaran yang

ditunjukkan dengan siswa dapat memahami dan menguasai materi

matematika yang disampaikan guru selama proses pembelajaran.

D. Media Pembelajaran

1. Media

Kata media berasal dari bahasa Latin medius yang secara

harfiah berarti ‘tengah’, ‘perantara’ atau ‘pengantar’. Dalam bahasa

Arab, media adalah perantara atau pengantar pesan dari pengirim

kepada penerima pesan, Arsyad (2017: 3)

Menurut Gagne (Wibawanto, 2017: 5), media adalah

berbagai jenis komponen dalam lingkungan siswa yang dapat

merangsangnya untuk belajar. Senda dengan pendapat Gagne,

Briggs (Wibawanto, 2017: 5) mendefinisikan media pembelajaran

sebagai bentuk fisik yang dapat menyajikan pesan yang dapat

merangsang siswa untuk belajar.

Sedangkan menurut Criticos (Daryanto, 2016: 4)

menyatakan bahwa media merupakan salah satu komponen

komunikasi, yaitu sebagai pembawa pesan dari komunikator

menuju komunikan. Sehingga apabila media itu membawa pesan-

pesan atau informasi yang bertujuan instruksional atau

mengandung maksud-maksud pengajaran maka media itu disebut

sebagai media pembelajaran.

29

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa media

mengacu pada penggunaan alat yang berupa benda sebagai

perantara dalam suatu komunikasi untuk membantu proses

penyampaian pesan dari pengirim kepada penerima.

2. Media Pembelajaran

Menurut Arsyad (2017: 3), media pembelajaran adalah

perantara yang membawa pesan atau informasi bertujuan

instruksional atau menagndung maksud-maksud pengajawan antara

sumber dan penerima. Senada dengan hal itu menurut Syukur

(2008: 119), media pengajaran adalah alat atau metodik dan teknik

yang digunakan sebagai perantara komunikasi antara seorang guru

dan murid dalam rangka lebih mengefektifkan komunikasi dan

interaksi antara guru dan siswa dalam proses pendidikan di

sekolah.

Menurut Sadiman, dkk (2008: 7), media pembelajaran

merupakan segala sesuatu yang dapat digunakan untuk

menyalurkan pesan atau saluran komunikasi antara guru dan siswa,

yang bisa merangsang pikiran, membangkitkan semangat,

perasaan, perhatian, dan minat siswa. Sehingga meningkatkan

proses pembelajaran dalam pencapaian tujuan pembelajaran

menjadi lebih mudah dan mempertinggi hasil belajar siswa.

Dari beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa

media pembelajaran merupakan adalah metodik dan teknik yang

30

digunakan sebagai perantara komunikasi antara seorang guru dan

murid yang bisa merangsang pikiran, membangkitkan semangat,

perasaan, perhatian, dan minat siswa agar dapat mencapai tujuan

pembelajaran.

3. Jenis-jenis Media Pembelajaran

Jenis-jenis media pembelajaran menurut Rusman dkk

(2012: 62) adalah sebagai berikut:

b. Media Visual

Media visual adalah media yang hanya dapat dilihat

dengan indra penglihatan yang terdiri atas media yang dapat

diproyeksikan dan media yang tidak dapat diproyeksikan yang

biasanya berupa gambar diam dan gambar bergerak.

c. Media Audio

Media audio yaitu media yang mengandung pesan

dalam bentuk auditif yang dapat merangsang pikiran,

perasaan, perhatian, dan kemauan para paserta didik untuk

mempelajari bahan ajar. Contoh dari media ini adalah program

dari kaset suara dan program audio.

d. Media Audio-Visual

Media audio-visual yaitu media yang merupakan

kombinasi audio dan visual atau biasa disebut media pandang-

dengar. Contoh dari media ini adalah program video/televisi

31

pendidikan, video/televisi instruksional, dan program slide

suara (sound slide).

e. Kelompok Media Penyaji

Media kelompok penyaji ini sebagaimana sebagaimana

diungkapkan Donald T. Tosti dan John R. Ball dikelompokkan

kedalam tujuh jenis, yaitu 1) kelompok kesatu; grafis, bahan

cetak, dan gambar diam, 2) kelompok kedua; media proyeksi

diam, 3) kelompok ketiga; media audio, 4) kelompok keempat;

media audio, 5) kelompok kelima; media gambar hidup/film,

6) kelompok keenam; media televisi, dan 7) kelompok ketujuh;

multimedia.

f. Media Objek dan Media Interaktif Berbasis Komputer

Media objek merupakan media tiga dimensi yang

menyampaikan informasi tidak dalam bentuk penyajian,

melainkan melalui ciri fisiknya sendiri, seperti ukurannya

bentuknya, beratnya, susunannya, warnanya, fungsinya dan

sebagainya. Media ini dapat dibagi menjadi dua kelompok,

yaitu media objek sebenarnya dan media objek pengganti,

sedangkan media interaktif berbasis komputer adalah media

yang menuntut peserta didik untuk berinteraksi selain melihat

maupun mendengarkan. Contoh media interaktif berbasis

komputer adalah program interaktif dalam pembelajaran

berbasis komputer. Berdasarkan penjabaran media berbasis

32

komputer tersebut dapat dijelaskan bahwa media pembelajaran

berbasis komputer adalah media pembelajaran dengan

menggunakan bantuan komputer.

4. Manfaat Media Pembelajaran

Beberapa manfaat media pembelajaran menurut Sudjana

dan Rivai (2013: 2) yaitu:

a. Pengajaran akan lebih menarik perhatian siswa sehingga dapat

menumbuhkan motivasi belajar.

b. Bahan pengajaran akan lebih jelas maknanya sehingga dapat

lebih dipahami oleh siswa dan memungkinkannya menguasai

dan mencapai tujuan pengajaran.

c. Metode mengajar akan lebih bervariasi, tidak semata-mata

komunikasi verbal melalui penuturan kata-kata oleh guru,

sehingga siswa tidak bosan dan guru tidak kehabisan tenaga,

apalagi kalau guru mengajar pada setiap jam pelajaran.

d. Siswa dapat lebih banyak melakukan kegiatan belajar sebab

tidak hanya mendengarkan uraian guru, tetapi juga aktivitas

lain seperti mengamati, melakukan, mendemonstrasikan,

memerankan, dan lain-lain.

Sedangkan Menurut Arsyad (2017: 29) Manfaat praktis

media pembelajaran di dalam proses belajar mengajar sebagai

berikut:

33

a. Media pembelajaran dapat memperjelas penyajian pesan dan

informasi sehingga dapat memperlancar dan meningkatkan

proses dan hasil belajar

b. Media pembelajaran dapat meningkatkan dan mengarahkan

perhatian anak sehingga dapat menimbulkan motivasi belajar,

interaksi yang lebih langsung antara siswa dan lingkungannya,

dan kemungkinan siswa untuk belajar sendiri-sendiri sesuai

dengan kemampuan dan minatnya

c. Media pembelajaran dapat mengatasi keterbatasan indera,

ruang dan waktu

d. Media pembelajaran dapat memberikan kesamaan pengalaman

kepada siswa tentang peristiwa-peristiwa di lingkungan

mereka, serta memungkinkan terjadinya interaksi langsung

dengan guru, masyarakat, dan lingkungannya

Selain itu, kontribusi media pembelajaran menurut Kemp

dan Dayton (Arsyad, 2017: 27) adalah:

a. Penyampaian pesan pembelajaran menjadi lebih baku

b. Pembelajaran bisa lebih menarik.

c. Pembelajaran menjadi lebih interaktif dengan menerapkan

teori belajar

d. Lama waktu pembelajaran dapat dipersingkat

e. Kualitas pembelajaran dapat ditingkatkan

34

f. Proses pembelajaran dapat berlangsung kapanpun dan

dimanapun diperlukan

g. Sikap positif siswa terhdap materi pembelajaran serta

proses pembelajaran dapat ditingkatkan

h. Peran guru mengalami perubahan ke arah yang positif.

Maka dapat disimpulkan manfaat dari penggunaan media

pembelajaran di dalam proses belajar mengajar dapat

mempersingkat waktu pembelajaran dan dapat menjadikan

pembelajaran menjadi lebih menarik serta dapat mengarahkan

perhatian siswa sehingga menimbulkan motivasi untuk belajar dan

materi yang diajarkan akan lebih jelas, cepat dipahami sehingga

dapat meningkatkan hasil belajar siswa.

E. Media Pembelajaran Interaktif

Menurut Winarno (2009: 8), Interaktif adalah kemampuan user

atau pengguna untuk mengontrol atau menentukan urutan materi

pembelajaran yang sesuai dengan keinginan atau kebutuhan user.

Sebagai sarana pembelajaran, unsur interaktif sangat berguna dan

penting dalam memandang multimedia sebagai salah satu pilihan yang

digunakan dalam teknologi pembelajaran.

Menurut Arsyad (2017: 38), media pembelajaran interaktif

adalah suatu sistem penyampaian pengajaran yang menyajikan materi

video rekaman dengan pengendalian komputer kepada penonton (siswa)

yang tidak hanya mendengar dan melihat video dan suara, tetapi juga

35

memberikan respon yang aktif, dan respon itu yang menentukan

kecepatan dan sekuensi penyajian.

Menurut Harto (2008: 3) pengertian interaktif terkait dengan

komunikasi dua arah atau lebih dari komponen-komponen komunikasi.

Sedangkan menurut Miarso (2005: 465), karakteristik terpenting dalam

media pembelajaran interaktif yaitu siswa tidak hanya memperhatikan

penyajian materi atau objek tetapi juga harus ikut berinteraksi selama

pembelajaran.

Dari beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa media

pembelajaran interaktif merupakan adalah penyampaian pengajaran

yang menyajikan materi video rekaman dengan pengendalian

komputer kepada penonton (siswa) dan siswa tidak hanya

memperhatikan penyajian materi atau objek tetapi juga harus ikut

berinteraksi selama pembelajaran.

F. Media Pembelajaran Interaktif Berbasis Virtual

Menurut Roberck (Ulfa, 2012: 21-22) dalam proses

pembelajaran virtual terdapat kriteria-kriteria yang terlibat diantaranya

pengintegrasian gambar, foto, video, animasi, aktivitas, simulasi dan

banyak lagi. Menurut Rusman dkk (2012: 65), komputer merupakan

jenis media yang secara virtual dapat menyediakan respons yang segera

terhadap hasil belajar yang dilakukan oleh siswa. Lebih dari itu

komputer memiliki kemampuan menyimpan dan memanipulasikan

informasi sesuai dengan kebutuhan. Perkembangan teknologi saat ini

36

memungkinkan komputer memuat dan menayangkan beragam bentuk

media didalamnya.

Menurut Kristin dkk (Mantasia dan Jaya, 2016: 4), pembelajaran

virtual pada dasarnya adalah proses pembelajaran yang dilakukan

dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi. Menurut

Isjoni dan Ismail (Ulfa, 2012:3) keunggulan dalam pembelajaran

virtual dapat memberikan pengalaman belajar secara langsung bagi

pelajar sendiri (learbing by doing), bereksplorasi kepada dunia

pembelajaran, berobservasi, memanipulasi objek-objek secara

interaktif, mendesain dan menjalankan eksperimen.

Menurut Arsyad (2017: 97), konsep interaksi dalam lingkungan

pembelajaran berbasis komputer pada umumnya meliputi tiga unsur

yaitu: 1) Urutan-urutan instruksional yang dapat disesuaikan. 2)

Jawaban/respons atau pekerjaan siswa. 3) Umpan balik yang dapat

disesuaikan (interaktif).

Menurut Hyder (2007: 4), interaksi yang terjadi pada sebuah

pembelajaran virtual bisa berarti interaksi antara siswa dengan guru,

interaksi siswa dengan media, partisipasi siswa pada sebuah sesi

diskusi, atau kolaborasi siswa itu sendiri

Berdasarkan pengertian diatas, maka yang dimaksud media

pembelajaran berbasis virtual dalam penelitian ini adalah suatu media

pembelajaran yang mengintegraskan gambar, foto, video, animasi,

aktivitas, simulasi dengan penggunaan komputer yang memungkinkan

37

siswa untuk turut aktif berinteraksi yaitu interaksi antara siswa dengan

guru, interaksi siswa dengan media, partisipasi siswa pada sebuah sesi

diskusi, atau kolaborasi siswa itu sendiri.

G. Adobe Flash CS5.5

Menurut Yudhiantoro (2006: 2) flash adalah program animasi

berbasis vektor yang bisa menghasilkan file kecil (ringan) sehingga

mudah diakses tanpa membutuhkan waktu loading yang lama.

Kelengkapan fasilitas dan kemampuannya yang luar biasa dalam

menghasilkan animasi, menyebabakan software ini banyak digunakan

oleh animator flash. Keberadaannya mampu membantu dan

memudahkan pemakai dalam menyelasikan pekerjaan, seperti pekerjaan

animasi, presentasi, membuat CD interaktif, dan sebagainya.

Adobe Flash CS5.5 memiliki beberapa elemen yaitu:

a. Panel Tools adalah tombol untuk mengatur dan mendesain objek

b. Timeline adalah bagian untuk mengatur dan mengontrol isi

dokumen dalam layer dan frame

c. Layer adalah bagian untuk mengatur gambar dalam stage

d. Frame adalah bagian dari layer untuk mengatur pembuatan animasi

e. Stage adalah lembar kerja yang digunakan untuk mendesain objek

Menurut Pramono & Syafi’i (2006: 2), flash menghasilkan file

dengan ekstensi .fla seteleh file tersebut siap dimuat ke halaman web

dan file disimpan dalam format .swf. File dalam bentuk .fla merupakan

sebuah flash project dimana setiap perubahan dilakukan pada file

38

tersebut. File dalam bentuk .swf merupakan hasil kerja (produk) pada

flash.

Dalam membuat suatu flash movie yang bagus tergantung pada

insting orang yang membuat, menggunakan fasilitas yang terdapat di

flash, serta membuat desain suara dan mengembangkannya terus

menerus. Jadi, kualitas media pembelajaran yang dihasilkan melalui

program Adobe Flash bergantung pada pembuat program, bagaimana

dia mengatasi keterbatasan dengan membuat desain suara dan

mengembangkan media pembelajaran tersebut secara berkelanjutan.

Pada pengembangan media ini, peneliti menggunakan Adobe Flash

CS5.5 sebagai software nya.

H. Kualitas Produk Pengembangan

Kualitas multimedia pembelajaran menurut Nieven (Khuzaini

dan Santosa, 2016: 93) yang menyatakan kualitas suatu produk harus

memenuhi kriteria valid, praktis, dan efektif. Berikut tabel kriteria

kualitas aspek multimedia (Nieveen 1999)

Tabel 2. Kriteria Kualitas Aspek Multimedia (Nieveen 1999)

Quality Aspects Validity

Practically Effectiveness

Intended (ideal+formal)

Consistensy between

Consistensy between Representations State-of-the-

art

Internally

consistent

Intended

Perceived

Intended

Operational

Intended

Experiential

Intended

Attained

Sumber: (Khuzaini dan Santosa, 2016: 93)

39

Berikut tabel representasi aspek kualitas menurut Nieveen.

Tabel 3. Representasi Aspek Kualitas (Nieveen 1999)

Ideal Menggambarkan asumsi, visi, dan tujuan dari sebuah

dokumen kurikulum

Formal Menggambarkan contoh konkrit dokumen kurikulum

seperti buku siswa, buku petunjuk guru, perangkat

pembelajaran

Perceived Interprestasi kurikulum oleh pengguna

Operational Menggambarkan proses pembelajaran actual

Experiential Kurikulum menggambarkan pengalaman dan

pengetahuan siswa

Sumber: Sugiman (2013: 105)

Hal itu didukung dengan kualitas multimedia pembelajaran

menurut Nieveen (Nuryadi dan Khuzaini, 2017: 61), kualitas produk,

pendesainan, pengembangan, dan pengevaluasian program harus

memenuhi kriteria valid, praktis, dan efektif.

1) Kevalidan Perangkat Pembelajaran

Menurut Nieveen (Nuryadi dan Khuzaini, 2017: 61)

kualitas produk dikatakan valid dilihat dari keterkaitannya

dengan tujuan dari pengembangan produk itu sendiri harus

benar-benar dipertimbangkan. Selanjutnya, untuk

menggambarkan kriteria kevalidan produk pembelajaran yaitu

apabila perangkat pembelajaran dapat menggambarkan

kurikulum yang diharapkan atau intended, yakni kombinasi

antara ideal dan formal.

2) Kepraktisan Perangkat Pembelajaran

Nieveen (Nuryadi dan Khuzaini, 2017: 62) mengatakan

bahwa kepraktisan dilihat dari pendapat oleh pengguna yang

40

menganggap produk yang dihasilkan mudah untuk digunakan

dan juga menggambarkan proses pembelajaran yang aktual. Ini

dimaksudkan adanya kekonsistenan antara intended dan

perceived curriculum dan intended and operational curriculum.

Jika keduanya konsisten maka produk tersebut dikatakan

praktis.

3) Keefektifan Produk

Tingkat keefektifan menurut Nieveen (Nuryadi dan

Khuzaini, 2017: 62) menggambarkan pengalaman siswa dan

hasil belajar siswa. Ini berarti konsistensi antara intended and

experiental curriculum dan intended and attained curriculum.

Adapun kefektifan pembelajaran menurut Robert & Dick

(Nuryadi dan Khuzaini, 2017: 62) yaitu suatu pembelajaran

dikatakan efektif berdasarkan data dan informasi hasil belajar

yang didokumentasikan.

Menurut Kemp (Nuryadi dan Khuzaini, 2017: 62)

menyatakan indeks keefektifan adalah persentase yang

menjelaskan: (a) level penguasaan yang dicapai oleh siswa

untuk tiap tujuan pembelajaran; (b) rata-rata pencapaian tujuan

oleh semua siswa. Persentase penguasaan ditentukan oleh guru

setelah melaksanakan pembelajaran. Lebih lanjut dikatakan

bahwa batas penguasaan standar keberhasilan adalah 75%,

41

sebagaimana yang ditentukan BSNP bahwa kriteria ideal

ketuntasan untuk masing-masing indikator adalah 75%.

Dari teori-teori di atas maka pada penelitian ini untuk

menentukan kualitas media yang baik akan mengacu pada Nieven.

Kualitas multimedia dikatakan baik jika memenuhi tiga kriteria, yaitu

kevalidan, kepraktisan dan keefektifan.

I. Pengembangan Media Pembelajaran

Menurut Arsyad (2017: 158) untuk membuat multimedia

pembelajaran yang menyenangkan, ada tiga unsur yang perlu

diperhatikan, yaitu menantang, fantasi, dan ingin tahu. Menantang yaitu

multimedia pembelajaran itu harus menyajikan tujuan yang hasilnya

tidak menentu dengan cara menyiapkan beberapa tingkat kesulitan baik

secara otomatis atau dengan pilihan siswa. Fantasi, di mana kegiatan

pembelajaran itu dapat menarik dan menyentuh secara emosional. Ingin

tahu, kegiatan pembelajaran harus dapat membangkitkan indra ingin

tahu siswa dengan menggabungkan efek-efek audio dan visual serta

musik dan grafik.

1. Teori Pengembangan Gall dan Borg

Model pengembangan yang dikemukakan oleh Borg dan

Gall (Arifin, 2012: 129) terdapat 10 langkah kerja sebagai berikut:

a. Penelitian dan Pengumpulan Data (Research and Information)

Tahap ini merupakan tahap dimana peneliti

melakukan studi pendahuluan untuk mengkaji, menyelidiki,

42

dan mengumpulkan informasi. Langkah ini dilakukan oleh

peneliti untuk menganalisis kebutuhan dan mengindentifikasi

masalah yang ada, sehingga dibutuhkan pengembangan

media pembelajaran baru.

b. Perencanaan (Planning)

Perencanaan yang disusun merupakan rencana desain

akan pengembangan produk. Aspek-aspek penting

dalam rencana tersebut meliputi produk tentang apa, tujuan

dari produk, mengapa dikembangkan produk tersebut, dimana

produk dikembangkan, siapa sasaran dari produk yang

dikembangkan dan bagaimana proses pengembangannya.

c. Pengembangan Draf Produk (Develop Preliminary

Form of Product)

Tahap selanjutnya peneliti mulai mengembangkan

bentuk produk awal (draft) yang bersifat sementara

(hipotesis). Bersifat sementara bukan berarti produk gagal

tetapi produk yang disusun merupakan bentuk awal dari

pengembangan. Pada tahap ini dilakukan validasi produk

oleh pakar yang telah ahli dibidangnya. Hasil dari validasi

kemudian dikaji untuk memperbaiki rancangan model.

d. Uji Coba Lapangan (Preliminary Field Testing)

Peneliti melakukan uji coba terbatas mengenai

produk awal di lapangan yang melibatkan 10-15 subyek

43

penelitian. Selama uji coba peneliti mengobservasi

bagaimana subyek (guru) menggunakan produk

pengembangan. Setelah melakukan uji coba melakukan

wawancara dan dapat menyebarkan angket kepada subyek

penelitian. Tujuan dari angket dan wawancara untuk

penyempurnaan produk yang dikembangkan.

e. Merevisi Hasil Uji Coba (Main Product Revision)

Pada tahap ini peneliti melakukan revisi pertama,

yaitu perbaikan dan penyempurnaan terhadap produk

berdasarkan hasil dari uji coba pertama yang dilakukan.

f. Uji Coba Lapangan (Main Field Testing)

Dalam tahap ini peneliti melakukan uji coba produk

dengan skala yang lebih luas. Uji coba ini melibatkan subjek

penelitian antara 30 sampai dengan 100 orang. Sampel yang

dipilih pada uji coba bersifat representatif, sehingga produk

dapat berlaku secara umum.

g. Penyempurnaan produk hasil uji lapangan (Operational

Product Revision)

Setelah dilakukan uji coba lapangan, produk direvisi

sesuai dengan hasil uji coba. Peneliti memperbaiki dan

menyempurnakan produk berdasarkan revisi uji coba

lapangan.

h. Uji Pelaksanaan Lapangan (Operational Field Testing)

44

Peneliti pada tahap ini melakukan uji pelaksanaan,

yakni uji dengan skala yang lebih besar dan luas. Uji

pelaksanaan lapangan melibatkan 40-200 subjek penelitian.

Data yang dikumpulkan melalui wawancara, observasi, dan

angket. Jika peneliti tidak mau sampai mengetahui dampak

produk peneliti, maka tidak perlu ada kelompok kontrol.

i. Penyempurnaan Produk Akhir (Final Product Revision)

Peneliti melakukan revisi terhadap produk sesuai

dengan hasil uji pelaksanaan lapangan yang telah dilakukan.

Tahap ini merupakan revisi terakhir untuk memperbaiki dan

menyempurnakan produk sebelum dipublikasikan.

j. Diseminasi dan Implementasi (Dissemination

and Implementation)

Tahap ini merupakan tahap terakhir, kegiatan yang

dilakukan peneliti adalah menyebarluaskan produk untuk

disosialisasikan kepada seluruh subjek. Setelah

disebarluaskan maka setiap subjek akan

mengimplementasikan produk pengembangan ditempatnya

masing-masing.

2. Teori Model Pengembangan 4D

Model 4D merupakan singkatan dari Define, Design,

Development, and Dissemination yang dikembangkan oleh

Thiagarajan (Mulyatiningsih, 2011: 178) mengulas di dalam

45

bukunya, 4D memiliki kegiatan-kegiatan yang dilakukan pada

setiap tahap pengembangan dapat dijelaskan sebagai berikut:

a. Define (Pendefinisian)

Kegiatan pada tahap ini ialah menetapkan dan

mendefinisikan syarat-syarat pengembangan. Tahap ini

biasanya dinamakan analisis kebutuhan. Kegiatan pada tahap

ini adalah kegiatan analisis kebutuhan pengembangan,

syarat- syarat pengembangan produk yang sesuai dengan

kebutuhan pengguna serta model penelitian yang cocok

untuk digunakan. Thiagrajan (1974) menganalisis kegiatan

yang dilakukan pada define yaitu front and analysis, learner

analysis, task analysis, concept analysis, and specifying

instructional objectives.

b. Design (Perancangan)

Tahap perancangan ini, peneliti sudah membuat

produk awal (prototype) atau rancangan dari produk. Pada

pengembangan media pembelajaran peneliti membuat

rancangan produk dengan kerangka isi hasil analisis

kurikulum dan materi. Sebelum rancangan (design)

dilanjutkan pada tahap selanjutnya peneliti terlebih dahulu

melakukan validasi pada kerangka rancangan design.

Validasi produk dilakukan oleh ahli media atau dosen.

Karena ada kemungkinan rancangan produk perlu diperbaiki.

46

c. Develop (Pengembangan)

Tahap pengembangan terdapat dua kegiatan yaitu

expert appraisal dan development testing. Expert appraisal

merupakan teknik yang digunakan untuk memvalidasi atau

menilai kelayakan dari rancangan produk. Tahap

pengembangan dimaksudkan untuk mengevaluasi rancangan

produk oleh ahlinya. Selanjutnya development testing

merupakan kegiatan uji coba rancangan produk pada sasaran

subjek yang sesungguhnya. Uji coba ini bermaksud untuk

mencari data respon, reaksi atau komentar dari sasaran

pengguna model. Pada tahap ini pengembangan media

pembelajaran dilakukan dengan cara menguji isi dan

kejelasan dari media kepada pakar yang terlibat pada saat

validasi rancangan dan peserta didik yang akan

menggunakan media tersebut. Hasil dari pengujian ini

kemudian akan digunakan untuk revisi agar media

pembelajaran benar-benar memenuhi kebutuhan dari

pengguna, serta mengetahui efektivitas dari media

pembelajaran.

d. Disseminate (Penyebarluasan)

Thiagarajan membagi tahap disseminate dalam tiga

kegiatan yaitu validation testing, packaging, diffusion and

adoption. Tahap validation testing merupakan tahap dimana

47

produk sudah direvisi pada tahap pengembangan kemudian

diimplementasikan pada sasaran yang sesungguhnya.

Selanjutnya dilakukan pengukuran ketercapaian tujuan

untuk mengetahui efektivitas dari produk yang

dikembangkan. Kegiatan terakhir dari tahap ini adalah

melakukan packaging (Pengemasan), diffusion and adoption.

Tahap ini dilakukan agar produk dapat dimanfaatkan oleh

orang lain. Produk yang dikembangkan dikemas, misal

pencetakan modul, pencetakan CD pembelajaran, dan lain-

lain. Setelah dikemas produk disebarluaskan supaya dapat

diserap (diffusi) atau dipahami orang lain dan digunakan

(diadopsi) oleh orang lain.

3. Teori Model Pengembangan ADDIE

Model pengembangan selanjutnya, yaitu ADDIE.

Merupakan singkatan dari Analysis, Design, Development or

Production, Implementation or Delivery and Evaluations.

Model ADDIE dikembangkan oleh Dick and Carry

(Mulyatiningsih, 2012: 200) untuk merancang sistem

pembelajaran. Selain itu model ini dapat digunakan untuk

berbagai macam bentuk pengembangan produk seperti model,

strategi pembelajaran, metode pembelajaran, media dan bahan

ajar. Berikut ini diberikan contoh kegiatan yang dilakukan

pada setiap pengembangan model ADDIE:

48

a. Analysis

Kegiatan utama yang dilakukan pada tahap ini adalah

menganalisis latar belakang atau perlunya pengembangan

media pembelajaran dan menganalisis kelayakan serta syarat-

syarat pengembangan media pembelajaran. Setelah

menganalisis perlunya pengembangan dilakukan, peneliti

juga perlu melakukan analisis pada kelayakan dan syarat-

syarat pengembangan media pembelajaran. Analisis ini

dilakukan untuk mengetahui kelayakan apabila media

pembelajaran tersebut digunakan.

b. Design

Tahap ini merupakan tahap perancangan dari media

pembelajaran. Kegiatan ini merupakan tahapan sistematik

yang dimulai dari menetapkan tujuan media pembelajaran,

merancang materi atau kegiatan belajar mengajar,

dan evaluasi d pembelajaran. Rancangan ini bersifat

konseptual untuk mendasari proses pengembangan

berikutnya.

c. Development

Tahap development dalam model ADDIE berisi

kegiatan realisasi rancangan produk. Pada tahap sebelumnya

rancangan yang telah disusun direalisasikan menjadi produk

yang siap diimplementasikan.

49

d. Implementation

Rancangan dan produk yang telah selesai direalisasi

diimplementasikan pada situasi dan kelas yang nyata. Dari

implementasi yang telah dilakukan akan didapatkan evaluasi

awal untuk memberi umpan balik pada penerapan media

pembelajaran tersebut.

e. Evaluation

Tahap evaluasi dilakukan dalam dua tahap, yaitu

formatif dan sumatif. Evaluation formatif dilaksanakan ketika

setelah tatap muka sedangkan sumatif dilakukan setelah

semua kegiatan pembelajaran berakhir. Evaluasi sumatif

dilakukan untuk mengukur kompetensi akhir dari mata

pelajaran pada pengembangan media pembelajaran. Hasil

evaluasi digunakan untuk memberi umpan balik kepada pihak

pengguna media pembelajaran.

Berdasarkan uraian-uraian di atas, pengembangan media

pembelajaran interaktif adalah suatu pendekatan pengembangan

media pembelajaran yang terdiri dari teks, grafis, audio, dan video

yang dibuat, dikemas, disajikan, dan dimanfaatkan secara interaktif

melalui komputer dan dilakukan secara sistematik dalam merancang,

memproduksi, mengevaluasi serta menggunakan sistem

pembelajaran yang lengkap, termasuk semua komponen yang sesuai

dan suatu pola pengelolaan dengan tujuan utamanya adalah

50

membantu, memicu dan memacu proses belajar serta memberikan

kemudahan atau fasilitas belajar.

J. Penelitian yang Relevan

Penelitian ini didukung oleh penelitian yang berdasarkan

1. Jurnal Mercumatika pada penelitian yang dilakukan oleh Nuryadi

dan Khuzaini (2017: 63-64) yang berjudul “Keefektifan Media

Matematika Virtual Berbasis Teams Game Tournament Ditinjau

Dari Cognitive Load Theory“ menunjukkan bahwa skor yang

diperoleh untuk kevalidan produk dari aspek materi dan

pembelajaran matematika yaitu 60,33, dimana berada pada rentang

skor di atas 56 sehingga kevalidan produk dari aspek materi dan

pembelajaran matematika termasuk kategori sangat baik.

Sedangkan skor kevalidan yang diperoleh dari aspek media yaitu

39,5 yang berada pada rentang 36, sehingga kevalidan produk dari

aspek media termasuk dalam kategori sangat baik. Sedengkan

untuk kriteria praktis ditunjukan oleh perolehan skor yang

berdasarkan penilaian siswa yaitu 201,6 yang berada pada rentang

skor di atas 196 sehingga kepraktisan produk berdasarkan penilaian

siswa termasuk kategori sangat baik. sedangkan skor kepraktisan

yang diperoleh dari penilaian guru yaitu 3,9 yang berada pada

rentang 3,33-4, sehingga kepraktisan produk berdasarkan penilaian

guru termasuk dalam kategori baik. Penilaian kepraktisan produk

dari siswa dan guru secara konsisten menyatakan baik. Oleh karena

51

itu, dari data yang diperoleh dari penilaian siswa dan guru dapat

disimpulkan bahwa produk yang dikembangkan yaitu berupa

multimedia pembelajaran matematika dapat dinyatakan praktis

sehingga layak digunakan. Sedangkan untuk kriteria keefektifan

pengguna menunjukkan persentase ketuntasan siswa yaitu 82,81%.

Hal ini menunjukkan bahwa ketuntasan individu siswa telah

mencapai batas minimum ketuntasan yaitu 75%. Sehingga dapat

disimpulkan bahwa produk yang dikembangkan efektif ditinjau

dari Cognitive Load Theory.

2. Unnes Journal of Biology Education pada penelitian yang

dilakukan oleh Yuniarti, dkk. (2012: 88-93) yang berjudul

“Pengembangan Virtual Laboratory Sebagai Media Pembelajaran

Berbasis Komputer Pada Materi Pembiakan Virus” Hasil

penelitian menunjukkan bahwa rata-rata penilaian pakar materi

sebesar 2,75 (kriteria sangat baik) dan rata-rata penilaian pakar

media sebesar 2,33 (kriteria baik). Tingkat keberterimaan virtual

laboratory oleh siswa mencapai kriteria mendukung dan sangat

mendukung sebesar 96% (uji coba skala terbatas) dan 98,5% (uji

coba skala luas). Rata-rata skor tiap butir tanggapan siswa

maupun guru mencapai kriteria sangat mendukung. Hasil evaluasi

siswa dengan menggunakan virtual laboratory menunjukkan

ketuntasan klasikal sebesar 88,24%. Berdasarkan validasi pakar,

tanggapan guru dan siswa serta hasil evaluasi siswa, maka virtual

52

laboratory layak digunakan sebagai media pembelajaran berbasis

komputer pada materi pembiakan virus.

3. Jurnal Matematika Kreano pada penelitian yang dilakukan oleh

Saputro dkk (2015: 1) yang berjudul “Media Pembelajaran

Geometri Menggunakan Pendekatan Pendidikan Matematika

Realistik Berbasis GeoGebra “ menunjukkan hasil penelitian

bahwa hasil validasi media dari validator 1 mendapat skor 46 atau

dalam nilai sangat baik, dan dari validator 2 mendapat skor 45

atau dalam nilai baik. Sedangkan hasil validasi materi dari kedua

validator manyatakan bahwa media yang dikembangkan ini sangat

baik dengan skor masing-masing 51 dan 50. Media ini dapat

menciptakan proses pembelajaran yang berpusat pada siswa,

mengeksplorasi khasanah kearifan lokal yang digunakan sebagai

konteks pembelajaran yang memenuhi semua karakteristik PMRI

dan berbasis GeoGebra.

4. Jurnal Riset Pendidikan Matematika pada penelitian yang

dilakukan oleh Khuzaini, dan Santosa (2016: 95-99) yang berjudul

“Pengembangan Multimedia Pembelajaran Trigonometri

Menggunakan Adobe Flash CS3 Untuk Siswa SMA.”

menunjukkan Hasil pengembangan yang berupa multimedia

pembelajaran matematika dinyatakan valid berdasarkan penilaian

ahli materi dan pembelajaran, dan ahli media. Penilaian ahli-ahli

tersebut secara konsisten mengkategorikan multimedia

53

pembelajaran matematika dalam kategori valid. Ahli media secara

konsisten memberikan skor 39,5 dimana berada pada rentang skor

antara 34 dan 42 dengan kriteria baik. Kemudian ahli meteri dan

pembelajaran secara konsisten memberikan skor 58,6 dimana

berada pada rentang skor antara 49,47 dan 58,8 dengan kriteria

baik. Hasil pengembangan yang berupa multimedia pembelajaran

matematika dinyatakan praktis berdasarkan penilaian siswa.

Penilaian siswa secara konsisten mengkategorikan multimedia

pembelajaran matematika dalam kategori praktis dengan

memberikan skor sebesar 369,3 dimana berada pada rentang skor

diatas 378 dengan kriteria sangat baik. Hasil pengembangan yang

berupa multimedia pembelajaran matematika dinyatakan efektif

berdasarkan hasil tes prestasi belajar siswa. Dari hasil tes prestasi

belajar secara konsisten menyatakan bahwa multimedia

pembelajaran matematika dapat meningkatkan prestasi belajar

matematika siswa, 81,11% siswa sudah mencapai KKM.

Dari keempat hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa

media pembelajaran interaktif berbasis virtual dengan pendekatan

RME (Realistic Mathematics Education) terhadap hasil belajar

matematika yang dikembangkan mampu memenuhi kriteria valid,

praktis dan efektif dalam penggunaanya pada kegiatan pembelajaran.

54

K. Kerangka Berfikir

Pembelajaran matematika yang terjadi di kelas-kelas saat ini

masih cenderung pada metode penuangan pengetahuan oleh guru

kepada siswanya dan dalam pelaksanaan pembelajaran matematika

yang terjadi disekolah masih menunjukan kekurangan dan keterbatasan,

terutama dalam memberikan gambaran konkrit dari materi yang

disampaikan, sehingga hal tersebut berakibat langsung pada rendah dan

tidak meratanya kualitas hasil yang dicapai oleh siswa.

Hasil belajar matematika siswa yang rendah disebabkan oleh

banyak hal, seperti: kurikulum yang padat, media belajar yang kurang

efektif, strategi dan metode pembelajaran yang dipilih oleh guru kurang

tepat, sistem evaluasi yang buruk, kemampuan guru yang kurang dapat

membangkitkan motivasi belajar siswa, atau juga karena pendekatan

pembelajaran yang bersifat konvensional sehingga siswa tidak banyak

terlibat dalam proses pembelajaran.

Hasil observasi yang dilakukan pada pembelajaran matematika

di SMP Negeri 1 Seyegan selama melaksanakan program pengenalan

lapangan (PPL) yaitu pada tanggal 3 Agustus sampai 19 September

2017 yaitu guru lebih sering menggunakan metode konvensional saat

pembelajaran matematika selain itu juga ditemukan kurangnya

pemanfaatan media pembelajaran padahal di sekolah tersebut telah

memiliki sarana dan prasarana berupa laboratorium komputer yang

memungkinkan dalam penggunaan media pembelajaran interaktif.

55

Dalam proses pembelajaran, media memegang peranan yang

sangat penting dalam mencapai sebuah tujuan belajar. Hubungan

komunikasi antara guru dan peserta didik akan lebih baik dan efisien

jika menggunakan media. Beberapa jenis media diantaranya adalah

media visual, media audio, media audio-visual, kelompok media

penyaji, media objek dan media interaktif berbasis komputer.

Materi luas dan volume bangun ruang sisi datar yang diajarkan

pada siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Seyegan disemester genap

merupakan salah satu materi yang akan disampaikan dengan bantuan

simulasi atau model pengalaman nyata. Pendekatan RME (Realistic

Mathematics Education) akan membantu pengembangan media

pembelajaran pada materi ini. Media pembelajaran interaktif berbasis

virtual dengan pendekatan RME (Realistic Mathematics Education)

akan disajikan dalam CD pembelajaran interaktif. Kemudian

dilanjutkan dengan pembuatan design media pembelajaran sesuai

konsep yang telah ditentukan. Pembelajaran didesain sedemikian rupa

sehingga dapat disajikan dengan animasi yang dapat menggambarkan

contoh-contoh permasalahan dalam kehidupan manusia, pembuatan

animasi bentuk bangun ruang, cara-cara memperoleh rumus untuk

mencari luas permukaan dan volumenya serta latihan-latihan soal

sebagai evaluasi pembelajaran pada materi luas dan volume bangun

ruang sisi datar.

56

Proses selanjutnya adalah pembuatan media yang kemudian

akan dilanjutkan dengan uji pengembangan terbatas yang divalidasi

oleh ahli materi dan ahli media. Hasil validasi digunakan sebagai acuan

revisi media sebelum uji kelompok kecil. Setelah proses revisi selesai

dari uji kelompok kecil. Kemudian hasil uji kelompok kecil masih akan

mendapatkan revisi yang akan diuji cobakan lagi pada uji lapangan.

Hasil uji coba lapangan masih akan mendapatkan revisi dan kemudian

media pembelajaran interaktif berbasis virtual dengan pendekatan RME

(Realistic Mathematics Education) dapat dinyatakan layak dan

digunakan sebagai media pembelajaran. Untuk lebih jelasnya dapat

dilihat seperti gambar berikut ini :

Gambar 1. Kerangka Berfikir

Pembelajaran disekolah

masih menunjukan

kekurangan dan

keterbatasan dalam

memberikan gambaran

konkrit dari materi

yang disampaikan

Hasil belajar matematika siswa

yang rendah disebabkan oleh

banyak hal, salah satunya adalah

media belajar yang kurang efektif

dan pendekatan pembelajaran

yang bersifat konvensional

sehingga siswa tidak banyak

terlibat dalam proses pembela aran

Kurangnya pemanfaatan media

pembelajaran di sekolah

meskipun telah memiliki sarana

dan prasarana berupa

laboratorium komputer yang

memungkinkan dalam

penggunaan media

pembelajaran interaktif

Pengembangan media pembelajaran berbasis virtual dengan komputer dengan pendekatan RME

(Realistic Mathematics Education)

Produk diuji dan direvisi berdasarkan masukan dari pakar, guru dan siswa

Produk diuji kelayakan dengan indikator:

1. Validasi pakar menunjukkan kriteria baik atau sangat baik

2. Tanggapan siswa menunjukkan kriteria baik atau sangat baik

3. Sebanyak ≥ 75% siswa mencapai nilai ≥ 75

Produk akhir

57

L. Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang dipaparkan pada Bab 1,

dapat dijabarkan dalam beberapa pertanyaan penelitian. Penjabaran

meliputi beberapa hal sebagai berikut:

1. Bagaimanakah mengembangan media pembelajaran interaktif

berbasis virtual dengan pendekatan RME (Realistic Mathematics

Education) pada Materi Luas dan Volume Bangun Ruang Sisi

Datar terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas VIII SMP

Negeri 1 Seyegan?

2. Seberapa kualitas media pembelajaran interaktif berbasis virtual

dengan pendekatan RME (Realistic Mathematics Education) dilihat

dari kriteria kevalidan?

3. Seberapa kualitas media pembelajaran interaktif berbasis virtual

dengan pendekatan RME (Realistic Mathematics Education) dilihat

dari kriteria kepraktisan?

4. Seberapa kualitas media pembelajaran interaktif berbasis virtual

dengan pendekatan RME (Realistic Mathematics Education) dilihat

dari kriteria keefektifan.