17
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pembelajaran Matematika di SMP
1. Belajar
Menurut Aunurrahman (2013: 36), belajar merupakan
interaksi individu dengan lingkungannya, lingkungan dalam hal ini
dapat berupa manusia atau obyek-obyek lain yang memungkinkan
individu memperoleh pengalaman-pengalaman atau pengetahuan,
baik pengalaman atau pengetahuan baru maupun sesuatu yang
pernah diperoleh atau ditemukan sebelumnya akan tetapi
menimbulkan perhatian kembali bagi individu tersebut sehingga
memungkinkan terjadinya interaksi.
Menurut Sugihartono dkk (2007: 74), belajar merupakan
suatu proses memperoleh pengetahuan dan pengalaman dalam
wujud perubahan tingkah laku dan kemampuan bereaksi yang
relatif permanen atau menetap karena adanya interaksi individu
dengan lingkungannya. Hal tersebut senada dengan pendapat Joyce
& Weil (1996: 49): “Knowledge lives in the consciousness of the
minds that inhabit the planet and those mindschave a life of their
own”. Artinya, belajar adalah proses membangun pengetahuan
sedikit demi sedikit yang dapat memberikan suatu makna sesuai
dengan pengalaman yang dialami.
18
Menurut Gagne (Suprijono, 2009: 2), belajar adalah
perubahan disposisi atau kemampuan yang dicapai seseorang
melalui aktivitas. Setelah belajar orang memiliki ketrampilan,
pengetahuan, sikap, dan nilai. Hal itu senada dengan Menurut Bell
(1986: 1) menyatakan bahwa, “Learning is the process by which
human beings acquire a vast variety of competencies, skills, and
attitudes”. Dari pernyataan tersebut menyatakan bahwa belajar
adalah proses dimana manusia memperoleh berbagai kompetensi,
keterampilan dan sikap.
Berdasarkan beberapa definisi diatas, dapat disimpulkan
bahwa belajar merupakan perubahan tingkah laku, pengetahuan,
sikap, dan keterampilan yang relatif permanen atau menetap
sebagai akibat dari interaksinya dengan lingkungan .
2. Pembelajaran
Menurut Warsita (Rusman, 2012: 93), pembelajaran adalah
suatu usaha untuk membuat peserta didik belajar atau suatu
kegiatan untuk membelajarkan peserta didik. Senada dengan hal itu
Menurut Sugihartono dkk (2007: 81), pembelajaran merupakan
suatu upaya yang dilakukan guru secara sengaja dengan tujuan
menyampaiakan ilmu pengetahuan, dengan cara
mengorganisasikan dan menciptakan suatu sistem lingkungan
belajar dengan berbagai metode sehingga siswa dapat melakukan
kegiatan belajar secara lebih optimal.
19
Pengertian pembelajaran menurut Undang-Undang Nomor
20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 1 Ayat
20 adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan
sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Ada lima jenis
interaksi yang berlangsung menurut Miarso (Argikas, 2015: 9)
yaitu:
a. Interaksi antara peserta didik bersama pendidik dengan
peserta didik.
b. Interaksi antara sesama peserta didik atau antar sejawat.
c. Interaksi peserta didik dengan narasumber.
d. Interaksi peserta didik bersama pendidik dengan sumber
belajar yang sengaja dikembangkan, dan
e. Interaksi peserta didik bersama pendidik dengan lingkungan
sosial dan alam.
Menurut Hamalik (Rusman, 2012: 94), pembelajaran
sebagai suatu kombinasi yang tersusun meliputi unsur manusia,
material, fasilitas, perlengkapan, dan prosedur yang saling
mempengaruhi untuk mencapai tujuan pembelajaran. Pembelajaran
harus mempunyai tujuan yang jelas untuk memberikan arah dan
menuntun siswa dalam mencapai prestasi yang diharapkan, hal
tersebut sesuai dengan pendapat Sardiman (2007: 25) bahwa:
Tujuan belajar ada tiga jenis, yaitu: a) untuk mendapatkan
pengetahuan, b) penanaman konsep keterampilan baru, dan c)
20
pembentukan sikap. Senada dengan hal itu menurut Nitko &
Brookhart (2007: 18),
“Instruction is the process you use to provide students
with the conditions that help them achieve the learning
targets. Some learning target are cognitive, meaning that
they deal primarily with intellectual knowledge and
thinking skills. Other learning outcomes are affective,
meaning that they deal with how students should feel or
what they should value. Yet other learning targets are
psychomotor, meaning that they deal primarily with motor
skills and physical perceptions”.
Dari pernyataan tersebut menyatakan bahwa pembelajaran adalah
proses yang digunakan guru untuk mengarahkan siswa dengan
kondisi tertentu yang membantu mereka mencapai target belajar.
Beberapa target belajar adalah: 1) kognitif, berhubungan dengan
pngetahuan intelektual dan kemampuan berpikir, 2) afektif,
yaitu berhubungan dengan bagaimana bisa merasakan dan apa
yang seharusnya mereka nilai, dan 3) psikomotor, yaitu
berhubungan dengan ketrampilan motorik dan dan tanggapan
secara fisik.
Berdasarkan definisi diatas dapat disimpulkan bahwa
pembelajaran merupakan proses interaksi yang dilakukan antara
guru dengan siswa, lingkungan, dan sumber belajar supaya siswa
dapat belajar melalui proses perencanaan, pelaksanaan, dan
penilaian yang dilakukan oleh guru untuk mencapai tujuan
pembelajaran yaitu agar siswa mendapatkan pengetahuan,
penanaman konsep keterampilan baru, dan pembentukan sikap.
21
3. Pembelajaran Matematika
Menurut H. W Fowler (Sundayana, 2013: 3), mengenai
hakikat matematika yaitu matematika adalah ilmu abstrak
mengenai ruang dan bilangan. Senada dengan hal itu Menurut
Marti (Sundayana, 2013: 3), obyek matematika yang bersifat
abstrak tersebut merupakan kesulitan tersendiri yang harus
dihadapi peserta didik dalam mempelajari matematika.
Menurut Chambers (2008: 9) :“Mathematics is the study
of patterns abstracted from the world araound us-so anything we
learn in maths has literally thousands of applications, in arts,
sciences, finance, health and recreation” Artinya, matematika
merupakan studi tentang pola yang diabstraksikan dari dunia
disekitar kita, jadi segala sesuatu yang kita pelajari di matematika
mempunyai banyak aplikasi dalam bidang seni, ilmu, keuangan,
kesehatan dan rekreasi.
Menururt Nickson (Jajang, 2005: 5) pembelajaran
matematika adalah pemberian bantuan kepada siswa untuk
membangun konsep-konsep dan prinsip-prinsip matematika
dengan kemampuan sendiri melalui proses internalisasi (arahan
terbimbing) sehingga konsep atau prinsip itu terbangun. Pendapat
tersebut menandakan bahwa guru dituntut untuk dapat
mengaktifkan siswanya selama pembelajaran berlangsung. Proses
pembelajaran tidak lagi berpusat pada guru melainkan pada siswa.
22
Guru bukan mentransfer pengetahuan pada siswa tetapi membantu
agar siswa membentuk sendiri pengetahuannya.
Dalam Lampiran Permendiknas (2006: 346) diuraikan
tujuan mata pelajaran matematika diajarkan disekolah agar peserta
didik memiliki kemampuan sebagai berikut: kemampuan sebagai
berikut:
1. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan
antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma,
secara luwes, akurat, efisien, dan tepat, dalam pemecahan
masalah
2. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan
manipulasi matematika dalam membuat generalisasi,
menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan
pernyataan matematika
3. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan
memahami masalah, merancang model matematika,
menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang
diperoleh
4. Mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel,
diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau
masalah
5. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam
kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian,
dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap
ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.
Menurut Sundayana (2013: 3), pembelajaran matematika
harus dilakukan secara bertahap, yaitu dimulai dari tahapan
konkrit. Kemudian diarahkan pada tahapan semi konkrit, dan pada
ahirnya siswa dapat berpikir untuk memahami matematika secara
abstrak.
Berdasarkan hal tersebut pembelajaran matematika
merupakan pemberian bantuan dari guru kepada siswa yang
23
dilakukan secara bertahap mulai dari tahapan konkrit, semi
konkrit, dan ahirnya siswa dapat berpikir untuk memahami
matematika secara abstrak untuk mencapai tujuan pembelajaran
matematika. Pembelajaran matematika di SMP Negeri 1
Seyegan dalam penelitian ini meliputi Kompetensi Inti (KI)
dan Kompetensi Dasar (KD) sebagai berikut:
Tabel 1. KI/KD Materi Bangun Ruang Sisi Datar
Kompetensi Inti
(KI)
Kompetensi Dasar
(KD)
Indikator
- Sikap Spiritual
- Sikap Sosial
- Pengetahuan
- Keterampilan
3.9 Membedakan
dan menentukan
luas permukaan
dan volume
bangun ruang sisi
datar (kubus,
balok, prisma,
dan limas)
1. Menentukkan luas
permukaan kubus
dan balok
2. Menentukan
volume kubus dan
balok
B. Pendekatan RME (Realistic Mathematics Education)
Menurut Freudenthal (Wijaya, 2012: 20), pendidikan
matematika realistik merupakan suatu pendekatan dalam pembelajaran
matematika di Belanda. Kata “realistik” sering disalahartikan sebagai
“real-world”, yaitu dunia nyata. Banyak pihak yang menganggap
bahwa pendekatan Realistic Mathematics Education (RME) adalah
suatu pendekatan dalam pembelajaran matematika yang harus
menggunakan masalah sehari-hari. Hal ini senada dengan Van den
Heuvel-Panhuizen (Wijaya, 2012: 20), penggunaan kata “realistik”
sebenarnya berasal dari bahasa Belanda “zinch realistic” yang berarti
“untuk dibayangkan” atau “to imagine”. Penggunaan kata realistik
24
tersebut tidak sekedar menunjukkan adanya koneksi dengan dunia
nyata (real-world) tetapi lebih mengacu pada fokus pendidikan
matematika realistik dalam menempatkan penekanan penggunaan
suatu situasi yang bisa dibayangkan (imagineable) oleh siswa, suatu
masalah disebut “realistik” jika masalah tersebut dapat dibayangkan
(imagineable) atau nyata (real) dalam pikiran siswa.
Menurut Suharta (Widodo, 2014: 2), RME merupakan salah
satu pendekatan pembelajaran matematika yang menyenangkan dan
relevan dengan kehidupan sehari-hari. Hal itu disebabkan karena
pembelajaran ini mengaitkan dan melibatkan lingkungan sekitar,
pengalaman nyata yang pernah dialami siswa dalam kehidupan
sehari-hari, serta menjadikan matematika sebagai aktivitas siswa.
Siswa diajak berpikir bagaimana menyelesaikan masalah yang sering
dialami siswa dalam kehidupan sehari-hari.
Treffers (Wijaya, 2012: 21-23), mengungkapkan RME juga
mempunyai lima karakteristik, yaitu:
1. Penggunaan Konteks
Konteks atau permasalahan realistik digunakan sebagai titik
awal pembelajaran. konteks tidak harus berupa masalah dunia
nyata namun bisa dalam bentuk penggunaan alat peraga atau
situasi lain selama hal tersebut bermakna dan bisa dibayangkan
dalam pikiran siswa.
25
2. Penggunaan model untuk matematisasi progresi
Dalam pendekatan Realistic Mathematics Education
(RME), model digunakan dalam melakukan matematisasi secara
progresif. Penggunaan model berfungsi sebagai jembatan dari
pengetahuan matematika tingkat konkrit menuju pengetahuan
matematika tingkat formal.
3. Pemanfaatan Hasil Kontruksi Siswa
Mengacu pada pendapat Freudenthal bahwa matematika
tidak diberikan kepada siswa sebagai produk yang siap dipakai
tetapi sebagai suatu konsep yang dibangun oleh siswa maka dalam
pendekatan Realistic Mathematics Education (RME) siswa
ditempatkan sebagai subjek belajar. Siswa memiliki kebebasan
untuk mengembangkan strategi pemecahan masalah sehingga
diharapkan akan diperoleh strategi yang bervariasi. Hasil kerja dan
konstruksi siswa selanjutnya digunakan untuk landasan
pengembangan konsep matematika.
4. Interaktivitas
Pemanfaatan interaksi dalam pembelajaran matematika
bermanfaat dalam mengembangkan kemampuan kognitif dan
afektif siswa secara simultan.
5. Keterkaitan
Pendidikan matematika realistik menempatkan keterkaitan
(intertwinement) antar konsep matematika sebagai hal yang harus
26
dipertimbangkan dalam proses pembelajaran. Melalui keterkaitan
ini satu pembelajaran matematika diharapkan bisa mengenalkan
dan membangun lebih dari satu konsep matematika secara
bersamaan (walau ada konsep yang dominan).
Hal itu sejalan dengan (Depdiknas, 2006: 345), standar isi
untuk satuan pendidikan menengah bahwa “untuk meningkatkan
kemampuan memecahkan masalah perlu dikembangkan keterampilan
memahami masalah, membuat model matematika, menyelesaikan
masalah dan menafsirkan solusi”.
Dari beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa
RME (Realistic Mathematics Education) merupakan salah satu
pendekatan pembelajaran matematika yang menyenangkan karena
tidak hanya sekedar menunjukkan adanya koneksi dengan dunia
nyata (real-world) tetapi lebih mengacu pada fokus pendidikan
matematika realistik dalam menempatkan penekanan penggunaan
suatu situasi yang bisa dibayangkan (imagineable) oleh siswa
sehingga siswa dapat diajak berpikir bagaimana menyelesaikan
masalah yang sering dialami siswa dalam kehidupan sehari-hari.
C. Hasil Belajar Matematika
Pengertian hasil belajar menurut Abdurrahman (Jihad dan
Haris, 2009: 14), adalah kemampuan yang diperoleh anak setelah
melalui kegiatan belajar. Hal ini dipertegas oleh Nawawi (Susanto,
2013: 5), bahwa hasil belajar dapat diartikan sebagai tingkat
27
keberhasilan siswa dalam mempelajari materi pelajaran di sekolah
yang dinyatakan dalam skor yang diperoleh dari hasil tes mengenal
sejumlah materi pelajaran tertentu.
Menurut Hamalik (2004: 31), hasil belajar adalah pola-pola
perbuatan, nilai-nilai, pengertian-pengertian, dan sikap-sikap serta
apersepsi dan abilitas. Untuk memperoleh hasil belajar, dilakukan
evaluasi atau penilaian yang merupakan tindak lanjut atau cara
mengukur tingkat penguasaan siswa.
Hasil belajar merupakan pengukuran dari penilaian kegiatan
belajar atau proses belajar yang dinyatakan dalam symbol, huruf
maupun kalimat yang menceritakan hasil yang sudah dicapai
oleh setiap anak pada periode tertentu. Sudjana (2009: 3)
mendefinisikan hasil belajar siswa pada hakikatnya adalah perubahan
tingkah laku sebagai hasil belajar dalam pengertian yang lebih luas
mencakup bidang kognitif, afektif dan psikomotor.
Dari beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa
hasil belajar merupakan suatu hasil yang diperoleh siswa setelah
siswa tersebut melakukan kegiatan belajar dan pembelajaran serta
bukti keberhasilan yang telah dicapai oleh seseorang setelah melalui
evaluasi atau peneilaian yang dinyatakan dalam symbol, huruf
maupun kalimat.
Berdasarkan uraian diatas, hasil belajar matematika yang
dimaksud dalam penelitian ini adalah hasil yang diperoleh siswa
28
setelah siswa melakukan kegiatan belajar dan pembelajaran yang
ditunjukkan dengan siswa dapat memahami dan menguasai materi
matematika yang disampaikan guru selama proses pembelajaran.
D. Media Pembelajaran
1. Media
Kata media berasal dari bahasa Latin medius yang secara
harfiah berarti ‘tengah’, ‘perantara’ atau ‘pengantar’. Dalam bahasa
Arab, media adalah perantara atau pengantar pesan dari pengirim
kepada penerima pesan, Arsyad (2017: 3)
Menurut Gagne (Wibawanto, 2017: 5), media adalah
berbagai jenis komponen dalam lingkungan siswa yang dapat
merangsangnya untuk belajar. Senda dengan pendapat Gagne,
Briggs (Wibawanto, 2017: 5) mendefinisikan media pembelajaran
sebagai bentuk fisik yang dapat menyajikan pesan yang dapat
merangsang siswa untuk belajar.
Sedangkan menurut Criticos (Daryanto, 2016: 4)
menyatakan bahwa media merupakan salah satu komponen
komunikasi, yaitu sebagai pembawa pesan dari komunikator
menuju komunikan. Sehingga apabila media itu membawa pesan-
pesan atau informasi yang bertujuan instruksional atau
mengandung maksud-maksud pengajaran maka media itu disebut
sebagai media pembelajaran.
29
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa media
mengacu pada penggunaan alat yang berupa benda sebagai
perantara dalam suatu komunikasi untuk membantu proses
penyampaian pesan dari pengirim kepada penerima.
2. Media Pembelajaran
Menurut Arsyad (2017: 3), media pembelajaran adalah
perantara yang membawa pesan atau informasi bertujuan
instruksional atau menagndung maksud-maksud pengajawan antara
sumber dan penerima. Senada dengan hal itu menurut Syukur
(2008: 119), media pengajaran adalah alat atau metodik dan teknik
yang digunakan sebagai perantara komunikasi antara seorang guru
dan murid dalam rangka lebih mengefektifkan komunikasi dan
interaksi antara guru dan siswa dalam proses pendidikan di
sekolah.
Menurut Sadiman, dkk (2008: 7), media pembelajaran
merupakan segala sesuatu yang dapat digunakan untuk
menyalurkan pesan atau saluran komunikasi antara guru dan siswa,
yang bisa merangsang pikiran, membangkitkan semangat,
perasaan, perhatian, dan minat siswa. Sehingga meningkatkan
proses pembelajaran dalam pencapaian tujuan pembelajaran
menjadi lebih mudah dan mempertinggi hasil belajar siswa.
Dari beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa
media pembelajaran merupakan adalah metodik dan teknik yang
30
digunakan sebagai perantara komunikasi antara seorang guru dan
murid yang bisa merangsang pikiran, membangkitkan semangat,
perasaan, perhatian, dan minat siswa agar dapat mencapai tujuan
pembelajaran.
3. Jenis-jenis Media Pembelajaran
Jenis-jenis media pembelajaran menurut Rusman dkk
(2012: 62) adalah sebagai berikut:
b. Media Visual
Media visual adalah media yang hanya dapat dilihat
dengan indra penglihatan yang terdiri atas media yang dapat
diproyeksikan dan media yang tidak dapat diproyeksikan yang
biasanya berupa gambar diam dan gambar bergerak.
c. Media Audio
Media audio yaitu media yang mengandung pesan
dalam bentuk auditif yang dapat merangsang pikiran,
perasaan, perhatian, dan kemauan para paserta didik untuk
mempelajari bahan ajar. Contoh dari media ini adalah program
dari kaset suara dan program audio.
d. Media Audio-Visual
Media audio-visual yaitu media yang merupakan
kombinasi audio dan visual atau biasa disebut media pandang-
dengar. Contoh dari media ini adalah program video/televisi
31
pendidikan, video/televisi instruksional, dan program slide
suara (sound slide).
e. Kelompok Media Penyaji
Media kelompok penyaji ini sebagaimana sebagaimana
diungkapkan Donald T. Tosti dan John R. Ball dikelompokkan
kedalam tujuh jenis, yaitu 1) kelompok kesatu; grafis, bahan
cetak, dan gambar diam, 2) kelompok kedua; media proyeksi
diam, 3) kelompok ketiga; media audio, 4) kelompok keempat;
media audio, 5) kelompok kelima; media gambar hidup/film,
6) kelompok keenam; media televisi, dan 7) kelompok ketujuh;
multimedia.
f. Media Objek dan Media Interaktif Berbasis Komputer
Media objek merupakan media tiga dimensi yang
menyampaikan informasi tidak dalam bentuk penyajian,
melainkan melalui ciri fisiknya sendiri, seperti ukurannya
bentuknya, beratnya, susunannya, warnanya, fungsinya dan
sebagainya. Media ini dapat dibagi menjadi dua kelompok,
yaitu media objek sebenarnya dan media objek pengganti,
sedangkan media interaktif berbasis komputer adalah media
yang menuntut peserta didik untuk berinteraksi selain melihat
maupun mendengarkan. Contoh media interaktif berbasis
komputer adalah program interaktif dalam pembelajaran
berbasis komputer. Berdasarkan penjabaran media berbasis
32
komputer tersebut dapat dijelaskan bahwa media pembelajaran
berbasis komputer adalah media pembelajaran dengan
menggunakan bantuan komputer.
4. Manfaat Media Pembelajaran
Beberapa manfaat media pembelajaran menurut Sudjana
dan Rivai (2013: 2) yaitu:
a. Pengajaran akan lebih menarik perhatian siswa sehingga dapat
menumbuhkan motivasi belajar.
b. Bahan pengajaran akan lebih jelas maknanya sehingga dapat
lebih dipahami oleh siswa dan memungkinkannya menguasai
dan mencapai tujuan pengajaran.
c. Metode mengajar akan lebih bervariasi, tidak semata-mata
komunikasi verbal melalui penuturan kata-kata oleh guru,
sehingga siswa tidak bosan dan guru tidak kehabisan tenaga,
apalagi kalau guru mengajar pada setiap jam pelajaran.
d. Siswa dapat lebih banyak melakukan kegiatan belajar sebab
tidak hanya mendengarkan uraian guru, tetapi juga aktivitas
lain seperti mengamati, melakukan, mendemonstrasikan,
memerankan, dan lain-lain.
Sedangkan Menurut Arsyad (2017: 29) Manfaat praktis
media pembelajaran di dalam proses belajar mengajar sebagai
berikut:
33
a. Media pembelajaran dapat memperjelas penyajian pesan dan
informasi sehingga dapat memperlancar dan meningkatkan
proses dan hasil belajar
b. Media pembelajaran dapat meningkatkan dan mengarahkan
perhatian anak sehingga dapat menimbulkan motivasi belajar,
interaksi yang lebih langsung antara siswa dan lingkungannya,
dan kemungkinan siswa untuk belajar sendiri-sendiri sesuai
dengan kemampuan dan minatnya
c. Media pembelajaran dapat mengatasi keterbatasan indera,
ruang dan waktu
d. Media pembelajaran dapat memberikan kesamaan pengalaman
kepada siswa tentang peristiwa-peristiwa di lingkungan
mereka, serta memungkinkan terjadinya interaksi langsung
dengan guru, masyarakat, dan lingkungannya
Selain itu, kontribusi media pembelajaran menurut Kemp
dan Dayton (Arsyad, 2017: 27) adalah:
a. Penyampaian pesan pembelajaran menjadi lebih baku
b. Pembelajaran bisa lebih menarik.
c. Pembelajaran menjadi lebih interaktif dengan menerapkan
teori belajar
d. Lama waktu pembelajaran dapat dipersingkat
e. Kualitas pembelajaran dapat ditingkatkan
34
f. Proses pembelajaran dapat berlangsung kapanpun dan
dimanapun diperlukan
g. Sikap positif siswa terhdap materi pembelajaran serta
proses pembelajaran dapat ditingkatkan
h. Peran guru mengalami perubahan ke arah yang positif.
Maka dapat disimpulkan manfaat dari penggunaan media
pembelajaran di dalam proses belajar mengajar dapat
mempersingkat waktu pembelajaran dan dapat menjadikan
pembelajaran menjadi lebih menarik serta dapat mengarahkan
perhatian siswa sehingga menimbulkan motivasi untuk belajar dan
materi yang diajarkan akan lebih jelas, cepat dipahami sehingga
dapat meningkatkan hasil belajar siswa.
E. Media Pembelajaran Interaktif
Menurut Winarno (2009: 8), Interaktif adalah kemampuan user
atau pengguna untuk mengontrol atau menentukan urutan materi
pembelajaran yang sesuai dengan keinginan atau kebutuhan user.
Sebagai sarana pembelajaran, unsur interaktif sangat berguna dan
penting dalam memandang multimedia sebagai salah satu pilihan yang
digunakan dalam teknologi pembelajaran.
Menurut Arsyad (2017: 38), media pembelajaran interaktif
adalah suatu sistem penyampaian pengajaran yang menyajikan materi
video rekaman dengan pengendalian komputer kepada penonton (siswa)
yang tidak hanya mendengar dan melihat video dan suara, tetapi juga
35
memberikan respon yang aktif, dan respon itu yang menentukan
kecepatan dan sekuensi penyajian.
Menurut Harto (2008: 3) pengertian interaktif terkait dengan
komunikasi dua arah atau lebih dari komponen-komponen komunikasi.
Sedangkan menurut Miarso (2005: 465), karakteristik terpenting dalam
media pembelajaran interaktif yaitu siswa tidak hanya memperhatikan
penyajian materi atau objek tetapi juga harus ikut berinteraksi selama
pembelajaran.
Dari beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa media
pembelajaran interaktif merupakan adalah penyampaian pengajaran
yang menyajikan materi video rekaman dengan pengendalian
komputer kepada penonton (siswa) dan siswa tidak hanya
memperhatikan penyajian materi atau objek tetapi juga harus ikut
berinteraksi selama pembelajaran.
F. Media Pembelajaran Interaktif Berbasis Virtual
Menurut Roberck (Ulfa, 2012: 21-22) dalam proses
pembelajaran virtual terdapat kriteria-kriteria yang terlibat diantaranya
pengintegrasian gambar, foto, video, animasi, aktivitas, simulasi dan
banyak lagi. Menurut Rusman dkk (2012: 65), komputer merupakan
jenis media yang secara virtual dapat menyediakan respons yang segera
terhadap hasil belajar yang dilakukan oleh siswa. Lebih dari itu
komputer memiliki kemampuan menyimpan dan memanipulasikan
informasi sesuai dengan kebutuhan. Perkembangan teknologi saat ini
36
memungkinkan komputer memuat dan menayangkan beragam bentuk
media didalamnya.
Menurut Kristin dkk (Mantasia dan Jaya, 2016: 4), pembelajaran
virtual pada dasarnya adalah proses pembelajaran yang dilakukan
dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi. Menurut
Isjoni dan Ismail (Ulfa, 2012:3) keunggulan dalam pembelajaran
virtual dapat memberikan pengalaman belajar secara langsung bagi
pelajar sendiri (learbing by doing), bereksplorasi kepada dunia
pembelajaran, berobservasi, memanipulasi objek-objek secara
interaktif, mendesain dan menjalankan eksperimen.
Menurut Arsyad (2017: 97), konsep interaksi dalam lingkungan
pembelajaran berbasis komputer pada umumnya meliputi tiga unsur
yaitu: 1) Urutan-urutan instruksional yang dapat disesuaikan. 2)
Jawaban/respons atau pekerjaan siswa. 3) Umpan balik yang dapat
disesuaikan (interaktif).
Menurut Hyder (2007: 4), interaksi yang terjadi pada sebuah
pembelajaran virtual bisa berarti interaksi antara siswa dengan guru,
interaksi siswa dengan media, partisipasi siswa pada sebuah sesi
diskusi, atau kolaborasi siswa itu sendiri
Berdasarkan pengertian diatas, maka yang dimaksud media
pembelajaran berbasis virtual dalam penelitian ini adalah suatu media
pembelajaran yang mengintegraskan gambar, foto, video, animasi,
aktivitas, simulasi dengan penggunaan komputer yang memungkinkan
37
siswa untuk turut aktif berinteraksi yaitu interaksi antara siswa dengan
guru, interaksi siswa dengan media, partisipasi siswa pada sebuah sesi
diskusi, atau kolaborasi siswa itu sendiri.
G. Adobe Flash CS5.5
Menurut Yudhiantoro (2006: 2) flash adalah program animasi
berbasis vektor yang bisa menghasilkan file kecil (ringan) sehingga
mudah diakses tanpa membutuhkan waktu loading yang lama.
Kelengkapan fasilitas dan kemampuannya yang luar biasa dalam
menghasilkan animasi, menyebabakan software ini banyak digunakan
oleh animator flash. Keberadaannya mampu membantu dan
memudahkan pemakai dalam menyelasikan pekerjaan, seperti pekerjaan
animasi, presentasi, membuat CD interaktif, dan sebagainya.
Adobe Flash CS5.5 memiliki beberapa elemen yaitu:
a. Panel Tools adalah tombol untuk mengatur dan mendesain objek
b. Timeline adalah bagian untuk mengatur dan mengontrol isi
dokumen dalam layer dan frame
c. Layer adalah bagian untuk mengatur gambar dalam stage
d. Frame adalah bagian dari layer untuk mengatur pembuatan animasi
e. Stage adalah lembar kerja yang digunakan untuk mendesain objek
Menurut Pramono & Syafi’i (2006: 2), flash menghasilkan file
dengan ekstensi .fla seteleh file tersebut siap dimuat ke halaman web
dan file disimpan dalam format .swf. File dalam bentuk .fla merupakan
sebuah flash project dimana setiap perubahan dilakukan pada file
38
tersebut. File dalam bentuk .swf merupakan hasil kerja (produk) pada
flash.
Dalam membuat suatu flash movie yang bagus tergantung pada
insting orang yang membuat, menggunakan fasilitas yang terdapat di
flash, serta membuat desain suara dan mengembangkannya terus
menerus. Jadi, kualitas media pembelajaran yang dihasilkan melalui
program Adobe Flash bergantung pada pembuat program, bagaimana
dia mengatasi keterbatasan dengan membuat desain suara dan
mengembangkan media pembelajaran tersebut secara berkelanjutan.
Pada pengembangan media ini, peneliti menggunakan Adobe Flash
CS5.5 sebagai software nya.
H. Kualitas Produk Pengembangan
Kualitas multimedia pembelajaran menurut Nieven (Khuzaini
dan Santosa, 2016: 93) yang menyatakan kualitas suatu produk harus
memenuhi kriteria valid, praktis, dan efektif. Berikut tabel kriteria
kualitas aspek multimedia (Nieveen 1999)
Tabel 2. Kriteria Kualitas Aspek Multimedia (Nieveen 1999)
Quality Aspects Validity
Practically Effectiveness
Intended (ideal+formal)
Consistensy between
Consistensy between Representations State-of-the-
art
Internally
consistent
Intended
Perceived
Intended
Operational
Intended
Experiential
Intended
Attained
Sumber: (Khuzaini dan Santosa, 2016: 93)
39
Berikut tabel representasi aspek kualitas menurut Nieveen.
Tabel 3. Representasi Aspek Kualitas (Nieveen 1999)
Ideal Menggambarkan asumsi, visi, dan tujuan dari sebuah
dokumen kurikulum
Formal Menggambarkan contoh konkrit dokumen kurikulum
seperti buku siswa, buku petunjuk guru, perangkat
pembelajaran
Perceived Interprestasi kurikulum oleh pengguna
Operational Menggambarkan proses pembelajaran actual
Experiential Kurikulum menggambarkan pengalaman dan
pengetahuan siswa
Sumber: Sugiman (2013: 105)
Hal itu didukung dengan kualitas multimedia pembelajaran
menurut Nieveen (Nuryadi dan Khuzaini, 2017: 61), kualitas produk,
pendesainan, pengembangan, dan pengevaluasian program harus
memenuhi kriteria valid, praktis, dan efektif.
1) Kevalidan Perangkat Pembelajaran
Menurut Nieveen (Nuryadi dan Khuzaini, 2017: 61)
kualitas produk dikatakan valid dilihat dari keterkaitannya
dengan tujuan dari pengembangan produk itu sendiri harus
benar-benar dipertimbangkan. Selanjutnya, untuk
menggambarkan kriteria kevalidan produk pembelajaran yaitu
apabila perangkat pembelajaran dapat menggambarkan
kurikulum yang diharapkan atau intended, yakni kombinasi
antara ideal dan formal.
2) Kepraktisan Perangkat Pembelajaran
Nieveen (Nuryadi dan Khuzaini, 2017: 62) mengatakan
bahwa kepraktisan dilihat dari pendapat oleh pengguna yang
40
menganggap produk yang dihasilkan mudah untuk digunakan
dan juga menggambarkan proses pembelajaran yang aktual. Ini
dimaksudkan adanya kekonsistenan antara intended dan
perceived curriculum dan intended and operational curriculum.
Jika keduanya konsisten maka produk tersebut dikatakan
praktis.
3) Keefektifan Produk
Tingkat keefektifan menurut Nieveen (Nuryadi dan
Khuzaini, 2017: 62) menggambarkan pengalaman siswa dan
hasil belajar siswa. Ini berarti konsistensi antara intended and
experiental curriculum dan intended and attained curriculum.
Adapun kefektifan pembelajaran menurut Robert & Dick
(Nuryadi dan Khuzaini, 2017: 62) yaitu suatu pembelajaran
dikatakan efektif berdasarkan data dan informasi hasil belajar
yang didokumentasikan.
Menurut Kemp (Nuryadi dan Khuzaini, 2017: 62)
menyatakan indeks keefektifan adalah persentase yang
menjelaskan: (a) level penguasaan yang dicapai oleh siswa
untuk tiap tujuan pembelajaran; (b) rata-rata pencapaian tujuan
oleh semua siswa. Persentase penguasaan ditentukan oleh guru
setelah melaksanakan pembelajaran. Lebih lanjut dikatakan
bahwa batas penguasaan standar keberhasilan adalah 75%,
41
sebagaimana yang ditentukan BSNP bahwa kriteria ideal
ketuntasan untuk masing-masing indikator adalah 75%.
Dari teori-teori di atas maka pada penelitian ini untuk
menentukan kualitas media yang baik akan mengacu pada Nieven.
Kualitas multimedia dikatakan baik jika memenuhi tiga kriteria, yaitu
kevalidan, kepraktisan dan keefektifan.
I. Pengembangan Media Pembelajaran
Menurut Arsyad (2017: 158) untuk membuat multimedia
pembelajaran yang menyenangkan, ada tiga unsur yang perlu
diperhatikan, yaitu menantang, fantasi, dan ingin tahu. Menantang yaitu
multimedia pembelajaran itu harus menyajikan tujuan yang hasilnya
tidak menentu dengan cara menyiapkan beberapa tingkat kesulitan baik
secara otomatis atau dengan pilihan siswa. Fantasi, di mana kegiatan
pembelajaran itu dapat menarik dan menyentuh secara emosional. Ingin
tahu, kegiatan pembelajaran harus dapat membangkitkan indra ingin
tahu siswa dengan menggabungkan efek-efek audio dan visual serta
musik dan grafik.
1. Teori Pengembangan Gall dan Borg
Model pengembangan yang dikemukakan oleh Borg dan
Gall (Arifin, 2012: 129) terdapat 10 langkah kerja sebagai berikut:
a. Penelitian dan Pengumpulan Data (Research and Information)
Tahap ini merupakan tahap dimana peneliti
melakukan studi pendahuluan untuk mengkaji, menyelidiki,
42
dan mengumpulkan informasi. Langkah ini dilakukan oleh
peneliti untuk menganalisis kebutuhan dan mengindentifikasi
masalah yang ada, sehingga dibutuhkan pengembangan
media pembelajaran baru.
b. Perencanaan (Planning)
Perencanaan yang disusun merupakan rencana desain
akan pengembangan produk. Aspek-aspek penting
dalam rencana tersebut meliputi produk tentang apa, tujuan
dari produk, mengapa dikembangkan produk tersebut, dimana
produk dikembangkan, siapa sasaran dari produk yang
dikembangkan dan bagaimana proses pengembangannya.
c. Pengembangan Draf Produk (Develop Preliminary
Form of Product)
Tahap selanjutnya peneliti mulai mengembangkan
bentuk produk awal (draft) yang bersifat sementara
(hipotesis). Bersifat sementara bukan berarti produk gagal
tetapi produk yang disusun merupakan bentuk awal dari
pengembangan. Pada tahap ini dilakukan validasi produk
oleh pakar yang telah ahli dibidangnya. Hasil dari validasi
kemudian dikaji untuk memperbaiki rancangan model.
d. Uji Coba Lapangan (Preliminary Field Testing)
Peneliti melakukan uji coba terbatas mengenai
produk awal di lapangan yang melibatkan 10-15 subyek
43
penelitian. Selama uji coba peneliti mengobservasi
bagaimana subyek (guru) menggunakan produk
pengembangan. Setelah melakukan uji coba melakukan
wawancara dan dapat menyebarkan angket kepada subyek
penelitian. Tujuan dari angket dan wawancara untuk
penyempurnaan produk yang dikembangkan.
e. Merevisi Hasil Uji Coba (Main Product Revision)
Pada tahap ini peneliti melakukan revisi pertama,
yaitu perbaikan dan penyempurnaan terhadap produk
berdasarkan hasil dari uji coba pertama yang dilakukan.
f. Uji Coba Lapangan (Main Field Testing)
Dalam tahap ini peneliti melakukan uji coba produk
dengan skala yang lebih luas. Uji coba ini melibatkan subjek
penelitian antara 30 sampai dengan 100 orang. Sampel yang
dipilih pada uji coba bersifat representatif, sehingga produk
dapat berlaku secara umum.
g. Penyempurnaan produk hasil uji lapangan (Operational
Product Revision)
Setelah dilakukan uji coba lapangan, produk direvisi
sesuai dengan hasil uji coba. Peneliti memperbaiki dan
menyempurnakan produk berdasarkan revisi uji coba
lapangan.
h. Uji Pelaksanaan Lapangan (Operational Field Testing)
44
Peneliti pada tahap ini melakukan uji pelaksanaan,
yakni uji dengan skala yang lebih besar dan luas. Uji
pelaksanaan lapangan melibatkan 40-200 subjek penelitian.
Data yang dikumpulkan melalui wawancara, observasi, dan
angket. Jika peneliti tidak mau sampai mengetahui dampak
produk peneliti, maka tidak perlu ada kelompok kontrol.
i. Penyempurnaan Produk Akhir (Final Product Revision)
Peneliti melakukan revisi terhadap produk sesuai
dengan hasil uji pelaksanaan lapangan yang telah dilakukan.
Tahap ini merupakan revisi terakhir untuk memperbaiki dan
menyempurnakan produk sebelum dipublikasikan.
j. Diseminasi dan Implementasi (Dissemination
and Implementation)
Tahap ini merupakan tahap terakhir, kegiatan yang
dilakukan peneliti adalah menyebarluaskan produk untuk
disosialisasikan kepada seluruh subjek. Setelah
disebarluaskan maka setiap subjek akan
mengimplementasikan produk pengembangan ditempatnya
masing-masing.
2. Teori Model Pengembangan 4D
Model 4D merupakan singkatan dari Define, Design,
Development, and Dissemination yang dikembangkan oleh
Thiagarajan (Mulyatiningsih, 2011: 178) mengulas di dalam
45
bukunya, 4D memiliki kegiatan-kegiatan yang dilakukan pada
setiap tahap pengembangan dapat dijelaskan sebagai berikut:
a. Define (Pendefinisian)
Kegiatan pada tahap ini ialah menetapkan dan
mendefinisikan syarat-syarat pengembangan. Tahap ini
biasanya dinamakan analisis kebutuhan. Kegiatan pada tahap
ini adalah kegiatan analisis kebutuhan pengembangan,
syarat- syarat pengembangan produk yang sesuai dengan
kebutuhan pengguna serta model penelitian yang cocok
untuk digunakan. Thiagrajan (1974) menganalisis kegiatan
yang dilakukan pada define yaitu front and analysis, learner
analysis, task analysis, concept analysis, and specifying
instructional objectives.
b. Design (Perancangan)
Tahap perancangan ini, peneliti sudah membuat
produk awal (prototype) atau rancangan dari produk. Pada
pengembangan media pembelajaran peneliti membuat
rancangan produk dengan kerangka isi hasil analisis
kurikulum dan materi. Sebelum rancangan (design)
dilanjutkan pada tahap selanjutnya peneliti terlebih dahulu
melakukan validasi pada kerangka rancangan design.
Validasi produk dilakukan oleh ahli media atau dosen.
Karena ada kemungkinan rancangan produk perlu diperbaiki.
46
c. Develop (Pengembangan)
Tahap pengembangan terdapat dua kegiatan yaitu
expert appraisal dan development testing. Expert appraisal
merupakan teknik yang digunakan untuk memvalidasi atau
menilai kelayakan dari rancangan produk. Tahap
pengembangan dimaksudkan untuk mengevaluasi rancangan
produk oleh ahlinya. Selanjutnya development testing
merupakan kegiatan uji coba rancangan produk pada sasaran
subjek yang sesungguhnya. Uji coba ini bermaksud untuk
mencari data respon, reaksi atau komentar dari sasaran
pengguna model. Pada tahap ini pengembangan media
pembelajaran dilakukan dengan cara menguji isi dan
kejelasan dari media kepada pakar yang terlibat pada saat
validasi rancangan dan peserta didik yang akan
menggunakan media tersebut. Hasil dari pengujian ini
kemudian akan digunakan untuk revisi agar media
pembelajaran benar-benar memenuhi kebutuhan dari
pengguna, serta mengetahui efektivitas dari media
pembelajaran.
d. Disseminate (Penyebarluasan)
Thiagarajan membagi tahap disseminate dalam tiga
kegiatan yaitu validation testing, packaging, diffusion and
adoption. Tahap validation testing merupakan tahap dimana
47
produk sudah direvisi pada tahap pengembangan kemudian
diimplementasikan pada sasaran yang sesungguhnya.
Selanjutnya dilakukan pengukuran ketercapaian tujuan
untuk mengetahui efektivitas dari produk yang
dikembangkan. Kegiatan terakhir dari tahap ini adalah
melakukan packaging (Pengemasan), diffusion and adoption.
Tahap ini dilakukan agar produk dapat dimanfaatkan oleh
orang lain. Produk yang dikembangkan dikemas, misal
pencetakan modul, pencetakan CD pembelajaran, dan lain-
lain. Setelah dikemas produk disebarluaskan supaya dapat
diserap (diffusi) atau dipahami orang lain dan digunakan
(diadopsi) oleh orang lain.
3. Teori Model Pengembangan ADDIE
Model pengembangan selanjutnya, yaitu ADDIE.
Merupakan singkatan dari Analysis, Design, Development or
Production, Implementation or Delivery and Evaluations.
Model ADDIE dikembangkan oleh Dick and Carry
(Mulyatiningsih, 2012: 200) untuk merancang sistem
pembelajaran. Selain itu model ini dapat digunakan untuk
berbagai macam bentuk pengembangan produk seperti model,
strategi pembelajaran, metode pembelajaran, media dan bahan
ajar. Berikut ini diberikan contoh kegiatan yang dilakukan
pada setiap pengembangan model ADDIE:
48
a. Analysis
Kegiatan utama yang dilakukan pada tahap ini adalah
menganalisis latar belakang atau perlunya pengembangan
media pembelajaran dan menganalisis kelayakan serta syarat-
syarat pengembangan media pembelajaran. Setelah
menganalisis perlunya pengembangan dilakukan, peneliti
juga perlu melakukan analisis pada kelayakan dan syarat-
syarat pengembangan media pembelajaran. Analisis ini
dilakukan untuk mengetahui kelayakan apabila media
pembelajaran tersebut digunakan.
b. Design
Tahap ini merupakan tahap perancangan dari media
pembelajaran. Kegiatan ini merupakan tahapan sistematik
yang dimulai dari menetapkan tujuan media pembelajaran,
merancang materi atau kegiatan belajar mengajar,
dan evaluasi d pembelajaran. Rancangan ini bersifat
konseptual untuk mendasari proses pengembangan
berikutnya.
c. Development
Tahap development dalam model ADDIE berisi
kegiatan realisasi rancangan produk. Pada tahap sebelumnya
rancangan yang telah disusun direalisasikan menjadi produk
yang siap diimplementasikan.
49
d. Implementation
Rancangan dan produk yang telah selesai direalisasi
diimplementasikan pada situasi dan kelas yang nyata. Dari
implementasi yang telah dilakukan akan didapatkan evaluasi
awal untuk memberi umpan balik pada penerapan media
pembelajaran tersebut.
e. Evaluation
Tahap evaluasi dilakukan dalam dua tahap, yaitu
formatif dan sumatif. Evaluation formatif dilaksanakan ketika
setelah tatap muka sedangkan sumatif dilakukan setelah
semua kegiatan pembelajaran berakhir. Evaluasi sumatif
dilakukan untuk mengukur kompetensi akhir dari mata
pelajaran pada pengembangan media pembelajaran. Hasil
evaluasi digunakan untuk memberi umpan balik kepada pihak
pengguna media pembelajaran.
Berdasarkan uraian-uraian di atas, pengembangan media
pembelajaran interaktif adalah suatu pendekatan pengembangan
media pembelajaran yang terdiri dari teks, grafis, audio, dan video
yang dibuat, dikemas, disajikan, dan dimanfaatkan secara interaktif
melalui komputer dan dilakukan secara sistematik dalam merancang,
memproduksi, mengevaluasi serta menggunakan sistem
pembelajaran yang lengkap, termasuk semua komponen yang sesuai
dan suatu pola pengelolaan dengan tujuan utamanya adalah
50
membantu, memicu dan memacu proses belajar serta memberikan
kemudahan atau fasilitas belajar.
J. Penelitian yang Relevan
Penelitian ini didukung oleh penelitian yang berdasarkan
1. Jurnal Mercumatika pada penelitian yang dilakukan oleh Nuryadi
dan Khuzaini (2017: 63-64) yang berjudul “Keefektifan Media
Matematika Virtual Berbasis Teams Game Tournament Ditinjau
Dari Cognitive Load Theory“ menunjukkan bahwa skor yang
diperoleh untuk kevalidan produk dari aspek materi dan
pembelajaran matematika yaitu 60,33, dimana berada pada rentang
skor di atas 56 sehingga kevalidan produk dari aspek materi dan
pembelajaran matematika termasuk kategori sangat baik.
Sedangkan skor kevalidan yang diperoleh dari aspek media yaitu
39,5 yang berada pada rentang 36, sehingga kevalidan produk dari
aspek media termasuk dalam kategori sangat baik. Sedengkan
untuk kriteria praktis ditunjukan oleh perolehan skor yang
berdasarkan penilaian siswa yaitu 201,6 yang berada pada rentang
skor di atas 196 sehingga kepraktisan produk berdasarkan penilaian
siswa termasuk kategori sangat baik. sedangkan skor kepraktisan
yang diperoleh dari penilaian guru yaitu 3,9 yang berada pada
rentang 3,33-4, sehingga kepraktisan produk berdasarkan penilaian
guru termasuk dalam kategori baik. Penilaian kepraktisan produk
dari siswa dan guru secara konsisten menyatakan baik. Oleh karena
51
itu, dari data yang diperoleh dari penilaian siswa dan guru dapat
disimpulkan bahwa produk yang dikembangkan yaitu berupa
multimedia pembelajaran matematika dapat dinyatakan praktis
sehingga layak digunakan. Sedangkan untuk kriteria keefektifan
pengguna menunjukkan persentase ketuntasan siswa yaitu 82,81%.
Hal ini menunjukkan bahwa ketuntasan individu siswa telah
mencapai batas minimum ketuntasan yaitu 75%. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa produk yang dikembangkan efektif ditinjau
dari Cognitive Load Theory.
2. Unnes Journal of Biology Education pada penelitian yang
dilakukan oleh Yuniarti, dkk. (2012: 88-93) yang berjudul
“Pengembangan Virtual Laboratory Sebagai Media Pembelajaran
Berbasis Komputer Pada Materi Pembiakan Virus” Hasil
penelitian menunjukkan bahwa rata-rata penilaian pakar materi
sebesar 2,75 (kriteria sangat baik) dan rata-rata penilaian pakar
media sebesar 2,33 (kriteria baik). Tingkat keberterimaan virtual
laboratory oleh siswa mencapai kriteria mendukung dan sangat
mendukung sebesar 96% (uji coba skala terbatas) dan 98,5% (uji
coba skala luas). Rata-rata skor tiap butir tanggapan siswa
maupun guru mencapai kriteria sangat mendukung. Hasil evaluasi
siswa dengan menggunakan virtual laboratory menunjukkan
ketuntasan klasikal sebesar 88,24%. Berdasarkan validasi pakar,
tanggapan guru dan siswa serta hasil evaluasi siswa, maka virtual
52
laboratory layak digunakan sebagai media pembelajaran berbasis
komputer pada materi pembiakan virus.
3. Jurnal Matematika Kreano pada penelitian yang dilakukan oleh
Saputro dkk (2015: 1) yang berjudul “Media Pembelajaran
Geometri Menggunakan Pendekatan Pendidikan Matematika
Realistik Berbasis GeoGebra “ menunjukkan hasil penelitian
bahwa hasil validasi media dari validator 1 mendapat skor 46 atau
dalam nilai sangat baik, dan dari validator 2 mendapat skor 45
atau dalam nilai baik. Sedangkan hasil validasi materi dari kedua
validator manyatakan bahwa media yang dikembangkan ini sangat
baik dengan skor masing-masing 51 dan 50. Media ini dapat
menciptakan proses pembelajaran yang berpusat pada siswa,
mengeksplorasi khasanah kearifan lokal yang digunakan sebagai
konteks pembelajaran yang memenuhi semua karakteristik PMRI
dan berbasis GeoGebra.
4. Jurnal Riset Pendidikan Matematika pada penelitian yang
dilakukan oleh Khuzaini, dan Santosa (2016: 95-99) yang berjudul
“Pengembangan Multimedia Pembelajaran Trigonometri
Menggunakan Adobe Flash CS3 Untuk Siswa SMA.”
menunjukkan Hasil pengembangan yang berupa multimedia
pembelajaran matematika dinyatakan valid berdasarkan penilaian
ahli materi dan pembelajaran, dan ahli media. Penilaian ahli-ahli
tersebut secara konsisten mengkategorikan multimedia
53
pembelajaran matematika dalam kategori valid. Ahli media secara
konsisten memberikan skor 39,5 dimana berada pada rentang skor
antara 34 dan 42 dengan kriteria baik. Kemudian ahli meteri dan
pembelajaran secara konsisten memberikan skor 58,6 dimana
berada pada rentang skor antara 49,47 dan 58,8 dengan kriteria
baik. Hasil pengembangan yang berupa multimedia pembelajaran
matematika dinyatakan praktis berdasarkan penilaian siswa.
Penilaian siswa secara konsisten mengkategorikan multimedia
pembelajaran matematika dalam kategori praktis dengan
memberikan skor sebesar 369,3 dimana berada pada rentang skor
diatas 378 dengan kriteria sangat baik. Hasil pengembangan yang
berupa multimedia pembelajaran matematika dinyatakan efektif
berdasarkan hasil tes prestasi belajar siswa. Dari hasil tes prestasi
belajar secara konsisten menyatakan bahwa multimedia
pembelajaran matematika dapat meningkatkan prestasi belajar
matematika siswa, 81,11% siswa sudah mencapai KKM.
Dari keempat hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa
media pembelajaran interaktif berbasis virtual dengan pendekatan
RME (Realistic Mathematics Education) terhadap hasil belajar
matematika yang dikembangkan mampu memenuhi kriteria valid,
praktis dan efektif dalam penggunaanya pada kegiatan pembelajaran.
54
K. Kerangka Berfikir
Pembelajaran matematika yang terjadi di kelas-kelas saat ini
masih cenderung pada metode penuangan pengetahuan oleh guru
kepada siswanya dan dalam pelaksanaan pembelajaran matematika
yang terjadi disekolah masih menunjukan kekurangan dan keterbatasan,
terutama dalam memberikan gambaran konkrit dari materi yang
disampaikan, sehingga hal tersebut berakibat langsung pada rendah dan
tidak meratanya kualitas hasil yang dicapai oleh siswa.
Hasil belajar matematika siswa yang rendah disebabkan oleh
banyak hal, seperti: kurikulum yang padat, media belajar yang kurang
efektif, strategi dan metode pembelajaran yang dipilih oleh guru kurang
tepat, sistem evaluasi yang buruk, kemampuan guru yang kurang dapat
membangkitkan motivasi belajar siswa, atau juga karena pendekatan
pembelajaran yang bersifat konvensional sehingga siswa tidak banyak
terlibat dalam proses pembelajaran.
Hasil observasi yang dilakukan pada pembelajaran matematika
di SMP Negeri 1 Seyegan selama melaksanakan program pengenalan
lapangan (PPL) yaitu pada tanggal 3 Agustus sampai 19 September
2017 yaitu guru lebih sering menggunakan metode konvensional saat
pembelajaran matematika selain itu juga ditemukan kurangnya
pemanfaatan media pembelajaran padahal di sekolah tersebut telah
memiliki sarana dan prasarana berupa laboratorium komputer yang
memungkinkan dalam penggunaan media pembelajaran interaktif.
55
Dalam proses pembelajaran, media memegang peranan yang
sangat penting dalam mencapai sebuah tujuan belajar. Hubungan
komunikasi antara guru dan peserta didik akan lebih baik dan efisien
jika menggunakan media. Beberapa jenis media diantaranya adalah
media visual, media audio, media audio-visual, kelompok media
penyaji, media objek dan media interaktif berbasis komputer.
Materi luas dan volume bangun ruang sisi datar yang diajarkan
pada siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Seyegan disemester genap
merupakan salah satu materi yang akan disampaikan dengan bantuan
simulasi atau model pengalaman nyata. Pendekatan RME (Realistic
Mathematics Education) akan membantu pengembangan media
pembelajaran pada materi ini. Media pembelajaran interaktif berbasis
virtual dengan pendekatan RME (Realistic Mathematics Education)
akan disajikan dalam CD pembelajaran interaktif. Kemudian
dilanjutkan dengan pembuatan design media pembelajaran sesuai
konsep yang telah ditentukan. Pembelajaran didesain sedemikian rupa
sehingga dapat disajikan dengan animasi yang dapat menggambarkan
contoh-contoh permasalahan dalam kehidupan manusia, pembuatan
animasi bentuk bangun ruang, cara-cara memperoleh rumus untuk
mencari luas permukaan dan volumenya serta latihan-latihan soal
sebagai evaluasi pembelajaran pada materi luas dan volume bangun
ruang sisi datar.
56
Proses selanjutnya adalah pembuatan media yang kemudian
akan dilanjutkan dengan uji pengembangan terbatas yang divalidasi
oleh ahli materi dan ahli media. Hasil validasi digunakan sebagai acuan
revisi media sebelum uji kelompok kecil. Setelah proses revisi selesai
dari uji kelompok kecil. Kemudian hasil uji kelompok kecil masih akan
mendapatkan revisi yang akan diuji cobakan lagi pada uji lapangan.
Hasil uji coba lapangan masih akan mendapatkan revisi dan kemudian
media pembelajaran interaktif berbasis virtual dengan pendekatan RME
(Realistic Mathematics Education) dapat dinyatakan layak dan
digunakan sebagai media pembelajaran. Untuk lebih jelasnya dapat
dilihat seperti gambar berikut ini :
Gambar 1. Kerangka Berfikir
Pembelajaran disekolah
masih menunjukan
kekurangan dan
keterbatasan dalam
memberikan gambaran
konkrit dari materi
yang disampaikan
Hasil belajar matematika siswa
yang rendah disebabkan oleh
banyak hal, salah satunya adalah
media belajar yang kurang efektif
dan pendekatan pembelajaran
yang bersifat konvensional
sehingga siswa tidak banyak
terlibat dalam proses pembela aran
Kurangnya pemanfaatan media
pembelajaran di sekolah
meskipun telah memiliki sarana
dan prasarana berupa
laboratorium komputer yang
memungkinkan dalam
penggunaan media
pembelajaran interaktif
Pengembangan media pembelajaran berbasis virtual dengan komputer dengan pendekatan RME
(Realistic Mathematics Education)
Produk diuji dan direvisi berdasarkan masukan dari pakar, guru dan siswa
Produk diuji kelayakan dengan indikator:
1. Validasi pakar menunjukkan kriteria baik atau sangat baik
2. Tanggapan siswa menunjukkan kriteria baik atau sangat baik
3. Sebanyak ≥ 75% siswa mencapai nilai ≥ 75
Produk akhir
57
L. Pertanyaan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang dipaparkan pada Bab 1,
dapat dijabarkan dalam beberapa pertanyaan penelitian. Penjabaran
meliputi beberapa hal sebagai berikut:
1. Bagaimanakah mengembangan media pembelajaran interaktif
berbasis virtual dengan pendekatan RME (Realistic Mathematics
Education) pada Materi Luas dan Volume Bangun Ruang Sisi
Datar terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas VIII SMP
Negeri 1 Seyegan?
2. Seberapa kualitas media pembelajaran interaktif berbasis virtual
dengan pendekatan RME (Realistic Mathematics Education) dilihat
dari kriteria kevalidan?
3. Seberapa kualitas media pembelajaran interaktif berbasis virtual
dengan pendekatan RME (Realistic Mathematics Education) dilihat
dari kriteria kepraktisan?
4. Seberapa kualitas media pembelajaran interaktif berbasis virtual
dengan pendekatan RME (Realistic Mathematics Education) dilihat
dari kriteria keefektifan.