bab ii kajian pustaka 2.1 proses berpikir...
TRANSCRIPT
6
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Proses Berpikir Logis
Berpikir adalah proses umum untuk menentukan sebuah isu dalam pikiran
(Solso, 2007). Solso juga mengatakan bahwa berpikir adalah proses yang
membentuk representasi mental baru melalui transformasi informasi oleh interaksi
kompleks dari atribusi mental yang mencakup pertimbangan, pengabstrakan,
penalaran, penggambaran, pemecahan masalah logis, pembentukan konsep,
kreativitas dan kecerdasan. Berpikir merupakan berbicara dengan dirinya sendiri
didalam batin; mempertimbangkan, merenungkan, menganalisis, membuktikan
sesuatu, menunjukkan alasan-alasan, menarik kesimpulan, meneliti suatu jalan
pikiran, mencari berbagai hal yang berhubungan satu sama lain, mengapa atau
untuk apa sesuatu terjadi, serta membahas suatu realitas (Poespoprodjo, 2011).
Sebagaimana yang telah diuraikan, maka berpikir merupakan aktivitas yang
dilakukan oleh seseorang dalam mengumpulkan ide-ide atau informasi-informasi
yang ada dengan cara menghubungkan antara bagian-bagian informasi yang telah
diperoleh tersebut dengan masalah yang sedang dihadapi.
Logis atau logika berasal dari kata Yunani kuno “logos” yang berarti hasil
pertimbangan akal pikiran yang diutarakan lewat kata dan dinyatakan lewat
bahasa (Poespoprodjo, 2011). Logika adalah ilmu berpikir (Solso, 2007).
Sedangkan menurut Maran (2007), logika didefinisikan sebagai ilmu pengetahuan
dan kecakapan untuk berpikir lurus (tepat). Logika sebagai ilmu pengetahuan
merupakan kumpulan pengetahuan yang tersusun secara sistematis sehingga
membentuk suatu kesatuan serta memberikan penjelasan tentang metode-metode
7
dan prinsip-prinsip pemikiran yang tepat. Sedangkan logika sebagai kecakapan
merupakan suatu keterampilan untuk menerapkan hukum-hukum pemikiran yang
tepat dalam praktik. Berdasarkan beberapa pendapat yang telah diuraikan
mengenai definisi logis, maka logis dapat diartikan sebagai hasil pemikiran dari
seseorang yang dapat diutarakan melalui kata dan dinyatakan melalui bahasa.
Berpikir logis merupakan cara berpikir yang runtut, masuk akal, dan
berdasarkan fakta-fakta objektif tertentu (Hadi, 2004). Berpikir logis juga dapat
diartikan sebagai kemampuan siswa untuk menarik kesimpulan yang sah menurut
aturan logika dan dapat membuktikan kesimpulan itu benar (valid) sesuai dengan
pengetahuan-pengetahuan sebelumnya yang sudah diketahui (Siswono, 2008).
Berpikir logis merupakan masalah mengemukakan ide dalam urutan linear kata-
kata sehingga konstruksinya “kelihatan” benar (Albrecht, 2004). Berpikir logis
adalah menggunakan seperangkat pernyataan untuk mendukung sebuah gagasan
melalui penuturan yang sistematis. Siswa yang berpikir logis akan
mengungkapkan ide atau gagasannya dalam urutan kata-kata yang terstruktur
linear sehingga semua konstruksi argumennya menjadi benar. Supaya siswa
sampai pada kegiatan berpikir logis hendaknya siswa dibiasakan untuk selalu
tanggap terhadap permasalahan yang dihadapi dengan mencoba menjawab
pertanyaan “mengapa, apa dan bagaimana” (Nuraida, 2014).
Menurut Albrecht (2004) agar dapat berpikir logis, maka harus dipahami
dalil logika yang merupakan peta verbal yang terdiri atas tiga bagian yang
menunjukkan gagasan progresif, yaitu: (1) dasar pemikiran atau “fakta” tempat
berpijak; (2) argumentasi atau cara menempatkan dasar pemikiran bersama, yaitu
proses tersusun yang menghubungkan dasar pemikiran satu dengan yang lain; (3)
8
kesimpulan atau hasil yang dicapai dengan menerapkan argumentasi pada dasar
pemikiran. Berdasarkan uraian tiga dasar berpikir logis tersebut, contoh
penggunaan berpikir logis dalam kehidupan sehari-hari misalnya, jika dasar
pemikirannya berbentuk nomor atau ukuran, maka argumentasi ada hubungannya
dengan hitung-menghitung. “Saya memerlukan ongkos Rp. 4.500,00 untuk piknik
ke Baturaden. Saya mempunyai tabungan Rp. 3.000,00. Sehingga masih kurang
Rp. 1.500,00”. Hal ini, dasar pemikirannya adalah dua pernyataan yang pertama,
sedangkan argumentasinya adalah jumlah yang dibutuhkan dikurangi dengan
jumlah sekarang yang tersedia, sama dengan jumlah tambahan atau kekurangan
yang diperlukan. Kesimpulan dalil tersebut ialah pernyataan yang terakhir.
Pendapat lain mengenai berpikir logis disampaikan juga oleh Ni’matus
(2011) yang menyatakan bahwa karakterisktik dari berpikir logis yaitu: (a)
keruntutan berpikir; (b) kemampuan berargumen; (c) penarikan kesimpulan.
Berikut adalah deskripsi tentang karakteristik kemampuan berpikir logis yang
telah disampaikan oleh Ni’matus (2011):
9
Tabel 2.1 Karakteristik Berpikir Logis
No. Karakteristik
Berpikir Logis Indikator
1. Keruntutan
Berpikir
Siswa menyebutkan seluruh informasi dari apa yang
diketahui dan apa yang ditanyakan soal dengan tepat.
Siswa dapat mengungkapkan secara umum semiua
langkah yang akan digunakan dalam penyelesaian
masalah.
2. Kemampuan
Berargumen
Siswa dapat mengungkapkan alasan logis mengenai
seluruh langkah-langkah penyelesaian yang akan
digunakan dari awal hingga mendapat kesimpulan dengan
benar.
Siswa dapat menyelesaikan soal secara tepat pada setiap
langkah serta dapat memberikan argumen pada setiap
langkah-langkah yang digunakan dalam pemecahan
masalah.
Siswa mengungkapkan alasan yang logis untuk jawaban
akhir yang kurang tepat.
3. Penarikan
Kesimpulan
Siswa memberikan kesimpulan dengan tepat pada tiap
langkah penyelesaian.
Siswa mendapat suatu kesimpulan dengan tepat pada hasil
akhir jawaban.
(Ni’matus, 2011)
Sedangkan menurut Pane dkk (2013) kemampuan untuk mengikuti aturan
logis yang bersifat konservasi pada tahap operasional konkret ditandai dengan
kemampuan dalam identitas, reversibility dan decenter. Penelitiannya dilakukan
terhadap siswa SD bertipe kecerdasan logis matematis. Berikut indikator
pengukur kemampuan konservasi volume pada siswa SD yang disampaikan oleh
Pane dkk (2013):
Tabel 2.2 Indikator Proses Berpikir Logis
No. Proses Berpikir
Logis Indikator
1. Identitas
Subjek menyebutkan/menuliskan:
Data berupa fakta atau pernyataan dari masalah yang ada
di lembar soal.
Data berupa ukuran bangun ruang yang yang ada pada
lembar soal beserta satuannya.
Penyelesaian hitungan matematika (memenuhi masing-
masing bangun ruang) dengan memenuhi syarat untuk
melakukan operasi hitung.
Mengecek kembali kebenaran data berupa fakta dan data
yang digunakan untuk menyelesaikan masalah.
Pengecekan kembali kebenaran langkah-
langkah/prosedur/rumus yang digunakan untuk
menyelesaikan masalah.
Kesesuaian antara data dan strategi yang digunakan
dengan masalah.
10
2. Reversibility dan
decenter
Subjek menentukan/menyebutkan/menjelaskan:
Strategi/cara/langkah/rumus yang tepat untuk
memecahkan masalah.
Perubahan bentuk tempat suatu wadah tidak mengubah
ukuran zat yang ada di dalamnya.
Jika suatu benda berada di dalam wadah berisi air dan
benda tersebut dikeluarkan maka berkurangnya volume air
sebesar vomue benda yang dikeluarkan.
Alasan dan jawaban yang sama (ketika subjek berada pada
tahap kedua penyelesaian masalah bagian reversibility dan
decenter).
Kebenaran konservasi (reversibility dan decenter).
(Pane, 2013)
Berdasarkan pengertian berfikir logis yang telah diuraikan tersebut, maka
proses berpikir logis merupakan proses berpikir yang dilakukan seseorang
menurut suatu pola tertentu dalam menyelesaikan masalah matematika sehingga
diperoleh suatu hasil dengan menerapkan argumentasi pada dasar pemikiran.
Peneliti menyusun indikator proses berpikir logis dengan cara mengadaptasi dari
karakteristik berpikir logis yang disampaikan oleh Ni’matus (2011).
2.2 Masalah dan Penyelesaiannya
Masalah merupakan suatu hal yang selalu dihadapi oleh setiap manusia dan
selalu ada pada setiap aspek kehidupan, tak terkecuali pada dunia dunia
pendidikan khususnya pembelajaran matematika. Menurut Reiss dan Torner
(2007), masalah mempunyai peran yang sentral dalam pembelajaran matematika
dan sebagian besar waktu dalam pembelajaran matematika mengarahkan pada
permasalahan matematika. memberi tantangan kepada siswa berupa masalah yang
harus dipecahkannya akan menjadikan pengetahuan mereka semakin berkembang
(Widjajanti, 2011). Sehingga dari pendapat-pendapat tersebut masalah merupakan
segala sesuatu yang terjadi pada seseorang yang harus diselesaikan dengan
menggunakan cara-cara yang sesuai.
11
Penyelesaian masalah atau sering disebut pemecahan masalah adalah suatu
pemikiran yang terarah secara langsung untuk menemukan suatu solusi/ jalan
keluar untuk suatu masalah yang spesifik (Solso, 2007). Hakikat pemecahan
masalah adalah melakukan operasi prosedural urutan tindakan, tahap demi tahap
secara sistematis (Wena, 2011). Terdapat beberapa model yang dapat digunakan
dalam menyelesaikan masalah, yaitu Model Polya, Lester dan Pendekatan
Metakognitif (In’am, 2015).
Model Polya telah banyak diimplementasikan untuk menyelesaikan masalah
matematika, baik dalam pembelajaran matematika di pendidikan dasar,
pendidikan menengah maupun atas, bahkan di perguruan tinggi pun juga
digunakan sebagai dasar dalam menyelesaikan masalah matematika. Secara detil
keempat tahapan yang dikemukakan Polya dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Memahami Masalah
Memahami adalah aktivitas yang hendaknya dilakukan sebelum melakukan
aktivitas pemecahan masalah. Usaha yang dilakukan untuk memahami
permasalahan dapat dilakukan dengan beberapa hal sebagai berikut: a)
identifikasi variabel-variabel yang berkaitan dengan masalah; b) hubungan
antara variabel-variabel yang telah ditentukan dan c) variabel yang
diperlukan melalui kajian atau jawaban.
2. Merencanakan Penyelesaian Masalah
Beberapa aspek perencanaan yang perlu disiapkan dalam membuat
perencanaan penyelesaian masalah adalah sebagai berikut: 1) pilihlah
tahapan yang sesuai dengan informasi yang diperoleh mengenai
permasalahan yang akan diselesaikan; 2) buatlah diagram yang tepat, dan
12
hal ini sangat membantu untuk menentukan langkah yang tepat dalam
menyelesaikan masalah; 3) lakukan analogi, hal ini diperlukan sebagai
usaha untuk menentukan strategi, pendekatan dan metode yang tepat dengan
membuat analog terhadap permasalahan yang relatif sama dengan
permasalahan yang akan dicari pemecahannya dan 4) selanjutnya adalah
memilih pendekatan yang tepat, sebab masalah yang berbeda pendekatan
yang dilakukan adalah berlainan dan tidak setiap strategi, pendekatan dan
metode dapat digunakan untuk menyelesaikan segala permasalahan.
3. Melaksanakan Penyelesaian Masalah
Pemahaman sebuah masalah yang dilanjutkan dengan penyusunan
perencanaan yang baik dalam menyelesaikan masalah, tidaklah akan
bermakna jika belum diimplementasikan. Upaya yang dilakukan untuk
menunjukkan bahwa perencanaan tersebut benar-benar sesuai untuk
menyelesaikan permasalahan adalah dengan melaksanakan penyelesaian
masalah sesuai dengan pendekatan, strategi dan model yang dipilih untuk
memecahkan masalah.
4. Mereview Kembali Penyelesaian Masalah
Usaha yang hendaknya dilakukan dalam menyelesaikan masalah adalah
mereview kembali jawaban yang telah diperolehnya. Pelaksanaan review
dapat dilakukan dengan menggunakan jawaban yang telah diperoleh melalui
metode invers sehingga akan terlihat apakah jawaban yang telah diperoleh
benar-benar sesuai dengan jawaban yang dikehendaki dari permasalahan,
misalnya untuk soal yang berkaitan dengan perkalian dapat dilakukan
dengan mereview melalui langkah-langkah pembagian.
13
Penyelesaian masalah dengan model Lester memiliki aspek yang sama
dengan model penyelesaian yang dikembangkan oleh Polya serta menambahkan
dua aspek didalamnya. Adapun enam aspek penyelesaian masalah Model Lester
dipaparkan sebagai berikut:
1. Menyadari tentang permasalahan
Ketika melakukan aktivitas untuk menyelesaikan permasalahan, hendaknya
penyelesai masalah menyadari hal yang berkaitandengan bentuk dan tiper
permasalahan yang akan dihadapi. Penyadaran ini sangat diperlukan sebagai
langkah awal untuk memahami permasalahan yang dihadapinya.
2. Memahami permasalahan
Pemahaman permasalahan yang dihadapi merupakan langkah penting
sebelum menganalisis tujuan yang hendak dicapai dalam menyelesaikan
masalah.
3. Menganalisis tujuan
Setelah memahami permasalahan yang hendak diselesaikan, langkah
selanjutnya adalah menganalisis tujuan yang hendak dicapai dalam
menyelesaikan permasalahan. Melalui analisis tujuan dalam tahap ini, dapat
ditentukan strategi, pendekatan dan metode yang sesuai untuk
diimplementasikan dalam menyelesaikan masalah.
4. Merencanakan strategi
Pemilihan strategi yang tepat memungkinkan langkah-langkah penyelesaian
dapat dilakukan secara efektif. Perencanaan strategi hendaknya
memperhatikan penyadaran dan pemahaman terhadap permasalahan serta
tujuan yang hendak dicapai.
14
5. Melaksanakan strategi
Setelah pemilihan strategi yang sesuai dalam merancang penyelesaian
masalah, langkah selanjutnya adalah mengimplementasikan strategi secara
bertahap sesuai dengan rancangan yang telah disusun.
6. Mengevaluasi hasil yang diperoleh
Langkah yang seharusnya dilakukan untuk memastikan bahwa penyelesaian
masalah benar-benar sesuai adalah dengan mengevaluasi kemb ali jawaban
yang diperolehnya.
Berdasarkan definisi penyelesaian masalah yang telah diuraikan, maka
penyelesaian masalah merupakan suatu proses untuk memperoleh solusi atau jalan
keluar dari suatu permasalahan yang sedang dihadapi. Pada penelitian ini peneliti
menggunakan tahap penyelesaian masalah menurut Polya yaitu: (1) memahami
masalah; (2) merencanakan penyelesaian masalah; (3) melaksanakan penyelesaian
masalah; dan (4) mereview kembali penyelesaian masalah. Peneliti memilih tahap
penyelesaian masalah tersebut dikarenakan tahap penyelesaian menurut Polya
lebih sederhana dan jumlah tahapannya tidak terlalu banyak. Selain itu secara
tidak langsung siswa di sekolah juga telah menggunakan tahap penyelesaian
tersebut dalam menyelesaikan masalah.
2.3 Proses Berpikir Logis dalam Menyelesaikan Masalah Matematika
Masalah matematika yang diberikan kepada siswa merupakan suatu
pertanyaan yang harus diselesaikan. Dengan diberikannya masalah tersebut dapat
melatih kemampuan pemahaman dan pemikiran logis siswa. Kemampuan
pemahaman dan pemikiran logis tersebut dapat dilatih pada siswa SMP. Hal ini
sesuai dengan teori Piaget bahwa anak usia 11 hingga 15 tahun membutuhkan
15
pemikiran logis dalam menyelesaikan masalah matematika yang dihadapi
(Santrock, 2007).
Berdasarkan uraian tersebut, maka indikator proses berpikir logis dalam
menyelesaikan masalah matematika dapat disusun sebagai berikut:
Tabel 2.3 Indikator Proses Berpikir Logis dalam Menyelesaikan Masalah Matematika
Tahap
Penyelesaian
Masalah Polya
Indikator Proses Berpikir Logis
Keruntutan Berpikir Kemampuan
Berargumen Penarikan Kesimpulan
Memahami
masalah
Menyajikan seluruh
informasi tentang apa
yang diketahui dan apa
yang ditanyakan dari
masalah yang dihadapi
Memberikan alasan
logis mengenai
informasi tentang apa
yang diketahui dan
apa yang ditanyakan
dari masalah yang
dihadapi
Menetapkan kebenaran
tentang apa yang
diketahui dan apa yang
ditanyakan dari masalah
yang dihadapi
Merencanakan
penyelesaian
masalah
Menentukan strategi
yang akan digunakan
dalam menyelesaikan
masalah
Menjelaskan alasan
logis mengenai
strategi yang akan
digunakan dalam
menyelesaikan
masalah
Memilih strategi yang
sesuai dengan
permasalahan yang akan
diselesaikan
Melaksanakan
penyelesaian
masalah
Melaksanakan strategi
yang direncanakan
dalam menyelesaikan
masalah
Memberikan
argumen pada setiap
langkah-langkah
yang digunakan
dalam menyelesaikan
masalah
Menetapkan kebenaran
dari setiap langkah-
langkah yang digunakan
dalam menyelesaikan
masalah
Mereview
kembali
penyelesaian
masalah
Melaksanakan metode
invers untuk melihat
apakah jawaban yang
diperoleh sesuai dengan
yang dikehendaki dari
permasalahan
Memberikan alasan
logis untuk jawaban
akhir yang telah
diperoleh
Menetapkan kesimpulan
dengan tepat pada hasil
akhir jawaban
2.4 Hasil Penelitian Relevan
Penelitian yang relevan mengenai berpikir logis antara lain penelitian
dilakukan oleh Nursuprianah & Fitriyah, (2012) yaitu studi kasus di SMAN 1
Rajaguluh Majalengka mengenai hubungan pola berpikir logis dengan hasil
belajar matematika. Hasil penelitian tersebut menunjukkan pola berpikir logis
siswa menunjukkan kategori kuat/ baik, hal ini berdasarkan skor rata-rata hasil tes
dari 30 siswa SMA Negeri 1 Rajagaluh Kabupaten Majalengka kelas XII yaitu
76,13. Penelitian lainnya yaitu dilakukan oleh Liska Yanti Pane, Kamid dan
16
Asrial, (2013) mengenai proses berpikir logis siswa sekolah dasar bertipe
kecerdasan logis matematis dalam memecahkan masalah matematika. Hasil
penelitian tersebut menunjukkan bahwa siswa dengan kecerdasan logis matematis
dapat berpikir logis ketika memecahkan masalah matematika.
Penelitian mengenai identifikasi kemampuan berpikir logis dalam
pemecahan masalah matematika pada siswa kelas VIII-1 SMP Negeri 2 Sidoarjo
dilaksanakan oleh Budi Andriawan & Mega Teguh Budiarto, (2014). Hasil
penelitian di kelas VIII-1 SMP Negeri 2 Sidoarjo pada tahun ajaran 2013/2014,
menunjukkan bahwa dalam pemecahan masalah matematika siswa dapat
menggunakan kemampuan berpikir logis dengan runtut, dapat memberikan
argumen serta menarik kesimpulan dengan benar. Akan tetapi juga terdapat siswa
yang tidak dapat memberikan argumen serta tidak dapat menarik kesimpulan dari
masalah matematika yang diberikan. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh
Ni’matus (2011) mengangkat judul “Kemampuan Berpikir Logis Siswa dalam
Pemecahan Masalah Matematika Siswa Kelas VII-C SMP Negeri 12 Surabaya”.
Penelitian tersebut untuk mengetahui kemampuan berpikir logis siswa dalam
memecahkan masalah dan peneliti tidak menganalisis proses berpikir logis siswa
dalam menyelesaikannya.
Berdasarkan uraian penelitian relevan tersebut mengungkapkan bahwa
berpikir logis sangat penting dalam menyelesaikan masalah matematika. Selain itu
penelitian yang dilakukan tersebut bertujuan untuk mengetahui kemampuan
berpikir logis siswa dalam menyelesaikan masalah. Penelitian ini memiliki
persamaan dengan penelitian sebelumnya, yaitu terletak pada objek penelitian
yang medeskripsikan mengenai berpikir logis. Akan tetapi perbedaan penelitian
17
ini dengan penelitian sebelumnya khususnya dengan penelitian yang dilakukan
oleh Ni’matus (2011) adalah penelitian ini bertujuan mengetahui dan
mendiskripsikan proses berpikir logis siswa dalam menyelesaikan masalah
matematika. Penelitian ini mengembangkan indikator berpikir logis yang telah
dikemukakan oleh Ni’matus sehingga peneliti akan menganalisis dan
mendeskripsikan hasil jawaban siswa yang akan disesuaikan dengan proses
indikator yang telah dikembangkan sebelumnya. Sedangkan pada penelitian
relevan yang lain bertujuan mengukur kemampuan berpikir logis siswa yaitu
dengan melihat hasil jawaban siswa dan dikelompokkan berdasarkan kemampuan
matematika kemudian dianalisis.