bab ii kajian pustaka 2.1 kebugaran fisik ii.pdf · dengan kerja atau menunaikan tugas sehari-hari...

22
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kebugaran Fisik 2.1.1 Pengertian Kebugaran Fisik Ditinjau secara fisiologis, kebugaran fisik adalah kemampuan tubuh dalam melakukan penyesuaian terhadap pembebanan fisik yang diberikan pada tubuh terhadap aktifitas yang dilakukan sehari-hari tanpa menimbulkan kelelahan yang berlebihan. Kebugaran fisik adalah kemamuan untuk memenuhi tuntutan mempertahanakan keselamatan hidup sehari-hari dan efektif tanpa mengalami kelelahan dan masih memiliki energi untuk melakukan aktifitas lainnya dan kegiatan rekreasi (Hoeger, 2014). Menurut Nala (2002) menyatakan bahwa kebugaran fisik ada dua yaitu berhubungan dengan kesehatan dan non kesehatan. Kebugaran fisik yang berhubungan dengan kesehatan sangat erat hubungannya dengan kerja atau menunaikan tugas sehari-hari dalam mengukur kebugaran fisik yang berhubungan dengan kesehatan hal yang paling penting adalah pengukuran daya tahan kardiorespirasi. Kebugaran fisik yang berhubungan dengan non kesehatan adalah kesanggupan dan kemampuan tubuh melakukan penyesuaian atau adaptasi terhadap pembebanan fisik yang diberikan kepadanya tanpa menimbulkan kelelahan berarti. 9

Upload: lethu

Post on 11-Mar-2019

228 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

9

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Kebugaran Fisik

2.1.1 Pengertian Kebugaran Fisik

Ditinjau secara fisiologis, kebugaran fisik adalah kemampuan

tubuh dalam melakukan penyesuaian terhadap pembebanan fisik yang

diberikan pada tubuh terhadap aktifitas yang dilakukan sehari-hari

tanpa menimbulkan kelelahan yang berlebihan.

Kebugaran fisik adalah kemamuan untuk memenuhi tuntutan

mempertahanakan keselamatan hidup sehari-hari dan efektif tanpa

mengalami kelelahan dan masih memiliki energi untuk melakukan

aktifitas lainnya dan kegiatan rekreasi (Hoeger, 2014).

Menurut Nala (2002) menyatakan bahwa kebugaran fisik ada dua

yaitu berhubungan dengan kesehatan dan non kesehatan. Kebugaran

fisik yang berhubungan dengan kesehatan sangat erat hubungannya

dengan kerja atau menunaikan tugas sehari-hari dalam mengukur

kebugaran fisik yang berhubungan dengan kesehatan hal yang paling

penting adalah pengukuran daya tahan kardiorespirasi. Kebugaran fisik

yang berhubungan dengan non kesehatan adalah kesanggupan dan

kemampuan tubuh melakukan penyesuaian atau adaptasi terhadap

pembebanan fisik yang diberikan kepadanya tanpa menimbulkan

kelelahan berarti.

9

10

Berdasarkan definisi tersebut dapat dikatakan bahwa kebugaran

fisik ialah kecocokan keadaan fisik terhadap aktivitas sehari-hari yang

harus dilaksanakan oleh fisik. Kebigaran fisik dapat menyebabkan

individu mampu melaksanakan tugas fisik tertentu dengan hasil yang

baik tanpa menimbulkan kelelahan yang berlebihan dan masih

memiliki tenaga cadangan untuk melaksanakan aktivitas yang bersifat

mendadak.

2.1.2 Komponen Kebugaran Fisik

Menurut Housman dkk (2015) menyatakan bahwa kesegaran

jasmani, kebugaran fisik, atau physical fitness terdiri atas sepuluh

komponen. Komponen tersebut sebagian besar komponen biomotorik

ditambahkan dengan komponen komposisi tubuh (terkait dengan

masalah kesehatan). Kesepuluh komponen kebugaran fisik tersebut

adalah:

1. Kekuatan Otot (Muscle Strength)

Kekuatan otot adalah kemampuan dalam mempergunakan

otot untuk menerima beban sewaktu bekerja. Kekuatan otot dapat

diraih dari latihan dengan beban berat dan frekuensi sedikit. Kita

dapat melatih kekuatan otot lengan dengan latihan angkat beban,

jika beban tersebut hanya dapat diangkat 8-12 kali saja.

11

2. Daya Tahan Otot (Musculer endurance)

Daya tahan otot adalah kemampuan seseorang dalam

mempergunakan kekuatan maksimum yang dikerahkan dalam

waktu sependek-pendeknya. Dengan kata lain berhubungan dengan

sistem anaerobik dalam proses pemenuhan energinya. Daya tahan

otot dapat disebut juga daya ledak otot (explosive power). Latihan

yang dapat melatih daya ledak otot adalah latihan yang bersifat

cepat atau berlangsung secepat mungkin.

3. Kelenturan (Flexibility)

Kelenturan adalah efektifitas seseorang dalam menyesuaikan

diri untuk segala aktifitas dengan penguluran tubuh yang luas.

4. Komposisi Tubuh (Body Composition)

Jaringan lemak menambah berat badan, tapi tidak

mendukung kemampuan untuk secara langsung menggunakan

oksigen selama olah raga berat.

5. Daya Tahan Kardiovaskuler (cardivasculer endurance)

Daya tahan kardiovaskuler adalah kemampuan seseorang

dalam mempergunakan sistem jantung, paru-paru dan peredaran

darahnya secara efektif dan efisien untuk melaksanakan kerja secara

terus menerus. Dengan kata lain berhubungan dengan sistem

aerobik dalam proses pemenuhan energinya. Latihan untuk melatih

daya tahan adalah kebalikan dari latihan kekuatan. Daya tahan dapat

12

dilatih dengan beban rendah atau kecil, namun dengan frekuensi

yang banyak dan dalam durasi waktu yang lama.

6. Kecepatan Gerak (Speed Movement)

Kecepatan merupakan kemampuan seseorang untuk

mengerjakan gerakan berkesinambungan dalam bentuk yang sama

dengan waktu sesingkat-singkatnya. Kecepatan sangat dibutuhkan

dalam olahraga yang sangat mengandalkan kecepatan, seperti lari

pendek 100 m dan lari pendek 200 m. Kecepatan dalam hal ini lebih

mengarah pada kecepatan otot tungkai dalam melakukan aktifitas.

7. Kelincahan (Agility)

Kelincahan adalah kemampuan seseorang mengubah posisi

di area tertentu, dari depan ke belakang, dari kiri ke kanan atau dari

samping ke depan. Olahraga yang sangat mengandalkan kelincahan

misalnya bulu tangkis. Kelincahan dapat dilatih dengan lari cepat

dengan jarak sangat dekat, kemudian berganti arah.

8. Keseimbangan (Balance)

Keseimbangan merupakan kemampuan seseorang

mengendalikan organ-organ syaraf otot sehingga dapat

mengendalikan gerakan-gerakan dengan baik dan benar. Senam

merupakan salah satu cabang olahraga yang sangan mengandalkan

kesimbangan.

13

9. Kecepatan Reaksi (Reaction time)

Kecepatan reaksi adalah kemampuan seseorang untuk segera

bertindak secepatnya dalam menanggapi rangsangan yang

ditimbulkan lewat indera.

10. Koordinasi (coordination)

Koordinasi adalah kemampuan seseorang mengintegrasikan

berbagai gerakan yang berbeda ke dalam pola gerakan tunggal

secara efektif.

2.1.3 Faktor yang Mempengaruhi Kebugaran Fisik

Berikut adalah faktor-faktor yang mempengaruhi kebugaran

fisik:

1. Jenis Kelamin

Jenis kelamin seseorang bertanggungjawab atas 25%

hingga 40% dari perbedaan nilai VO2max. Lebih dari setengah

perbedaan genotype dengan faktor lingkungan aerobik

dikarenakan oleh perbedaan genotype dengan faktor lingkungan

sebagai penyebab lainnya (Sharkey, 2003).

2. Latihan

Latihan adalah gerakan tubuh yang terencana dan

terstruktur dan dilakukan berulang-ulang untuk menye mpurnakan

atau mempertahankan komponen kebugaran. Latihan yang teratur

dapat mencegah kematian dini pada umumnya, kematian karena

14

penyakit jantung, tekanan darah tinggi, kanker usus, derajat

kolesterol tinggi. Latihan yang dilakukan lebih dari 30 menit akan

memberikan efek ganda, disatu pihak akan meningkatkan aliran

darah, dilain pihak akan membantu memecahkan metabolisme

lemak dan kolesterol. Bila tujuan dari latihan hanya untuk

membina atau meningkatkan kesegaran jasmani bukan untuk

meningkatkan prestasi olahraga, maka frekuensi latihan cukup 3-5

kali seminggu. Setiap berlatih waktu yang digunakan antara 15-

60 menit untuk latihan intinya.

3. Usia

Dengan penurunan sampai 10% perdekade untuk individu

yang tidak aktif, tanpa memperhitungkan tingkat kebugaran awal

mereka. Bagi yang aktif, dapat menghentikan setengah penurunan

tersebut 4% hingga 5% perdekade dan yang terlibat dalam latihan

fitness dapat menghentikan setengahnya hingga 2,5 perdekade

(Sharkey, 2003).

4. Status Gizi

Ketersediaan zat gizi dalam tubuh akan berpengaruh pada

kemampuan otot berkontraksi dan daya tahan kardiovaskuer.

Untuk mendapatkan kebugaran yang baik, seseorangg haruslah

melakukan latihan olahraga-olahraga yang cukup, mendapatkan

gizi yang memadai untuk kegiatan fisiknya dan tidur (Fatmah,

2011).

15

Status gizi yang baik dapat mencapai kesehatan dan

kesegaran jasmani yang optimal, mampu bertahan terhadap latihan

yang keras dan mampu mencapai performance dalam olahraga

secara baik.

Status gizi adalah suatu kondisi tubuh sebagai akibat

keseimbangan intake makanan dan penggunaanyaoleh tubuh yang

dapat diukur dari berbagai dimensi. Untuk mengevaluasi status gizi

dapat digunakan nilai Indeks Massa Tubuh (IMT) dengan rumus

sebagai berikut:

Indeks Massa Tubuh (IMT) =

Kemudian berdasarkan nilai yang didapatkan dari rumus IMT

tersebut dapat ditentukan klasifikasinya. Menurut Permaesih

(2001), klasifikasi IMT terdiri dari: berat badan kurang (<18,5),

berat badan normal (18,5 – 22,9), kelebihan berat badan (≥23,0),

beresiko menjadi obes (23,0 – 24,9), obes I (25,0 – 29,9), obes II

(≥30,0).

5. Aktivitas Fisik

Aktivitas fisik dapat meningkatkan konsumsi oksigen

maksimum (VO2 maks) yang dihasilkan oleh gerak badan

seseorang individu sekitar 36 ml/kg/menit dalam pria sehat aktif

dan sekitar 29 ml/kg/menit dalam wanita sehat aktif. VO2 maks

akan lebih rendah pada individu yang banyak duduk.

Berat Badan (kg)

Tinggi Badan (m)2

16

6. Pola Tidur

Keadaan tidur yang sebenarnya adalah saat pikiran dan

tubuh berbeda dengan keadaan terjaga, yakni ketika tubuh

beristirahat secara tenang, aktivitas metabolisme tubuh menurun,

dan pikiran menjadi tidak sadar terhadap dunia luar. Tidur di

tempatkan pada posisi ketiga terkait aktifitas paling vital bagi

manusia setelah udara dan air, tidur termasuk bagian dari periode

alamiah kesadaran yang terjadi ketika tubuh direstorasi, yang

dicirikan oleh rendahnya kesadaran dan keadaan metabolisme

tubuh yang minimal (Putra, 2011).

2.2 Daya Tahan Kardiorespirasi

2.2.1 Pengertian Daya Tahan Kardiorespirasi

Daya tahan kardiorespirasi adalah kemampuan paru-paru,

jantung dan pembuluh darah untuk memberikan jumlah oksigen yang

cukup ke sel untuk memenuhi tuntutan aktivitas fisik yang

berkepanjangan (Hoeger, 2014).

Daya tahan kadiorespirasi didefinisikan sebagai kemampuan

untuk melakukan latihan pada otot besar, dinamik dengan intensitas

sedang sampai tinggi untuk waktu yang lama. Kinerja latihan daya

tahan kardiorespirasi tergantung pada status fungsional sistem

respirasi, kardiovaskuler, dan otot skeletal (Mahler, 2003).

17

2.2.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Daya TahanKardiorespirasi

Menurut Ikrami (2013) daya tahan kardiorespirasi

dipengaruhi beberapa faktor yakni genetik, umur dan jenis kelamin,

aktivitas fisik, kebiasaan merokok dan status gizi.

a. Genetik

Daya tahan kardiovaskuler dipengaruhi oleh faktor genetik yakni

sifat-sifat spesifik yang ada dalam tubuh seseorang sejak lahir.

Pengaruh genetik pada kekuatan otot dan daya tahan otot pada

umumnya berhubungan dengan komposisi serabut otot yang

terdiri dari serat merah dan serat putih. Seseorang yang memiliki

lebih banyak serabut otot merah lebih mampu melakukan kegitan

bersifat aerobic, sedangkan yang lebih banyak memiliki serat

otot rangka putih lebih mampu melakukan kegiatan yang bersifat

anaerobic. Demikian pula pengaruh keturunan terhadap

komposisi tubuh, sering dihubungkan dengan tipe tubuh.

Seseorang yang mempunyai tipe endomorf (bentuk tubuh bulat

dan pendek) cenderung memiliki jaringan lemak yang lebih

banyak bila dibandingkan dengan tipe otot ektomorf (bentuk

tubuh kurus dan tinggi).

b. Umur

Daya tahan kardiovaskuler menunjukkan suatu tendensi

meningkat pada masa anak-anak sampai sekitar dua puluh tahun

dan mencapai maksimal di usia 20 sampai 30 tahun. Daya tahun

18

tersebut akan makin menurun sejalan dengan bertambahnya usia,

dengan penurunan 8-10% perdekade untuk individu yang tidak

aktif, sedangkan untuk individu yang aktif penurunan tersebut 4-

5% perdekade (Sharkey, 2003). Peningkatan kekuatan otot pria

dan wanita sama sampai usia 12 tahun, selanjutnya setelah usia

pubertas pria lebih banyak peningkatan kekuatan otot, maksimal

dicapai pada usia 25 tahun yang secara berangsur-angsur

menurun dan pada usia 65 tahun kekuatan otot hanya tinggal 65-

70% dari kekuatan otot sewaktu berusia 20 sampai 25 tahun.

Pengaruh umur terhadap kelenturan dan komposisi tubuh pada

umumnya terjadi karena proses menua yang disebabkan oleh

menurunnya elastisitas otot karena berkurangnya aktivitas dan

timbulnya obesitas pada usia tua.

c. Jenis Kelamin

Perbedaan ukuran tubuh yang terjadi setelah masa pubertas pada

laki-laki dan perempuan mempengaruhi daya tahan

kardiovaskuler. Pada masa pubertas laki-laki memiliki jaringan

lemak yang lebih sedikit daripada perempuan. Hal yang sama juga

terjadi pada kekuatan otot ,karena perbedaan kekuatan otot antara

pria dan wanita disebabkan oleh perbedaan ukuran otot baik besar

maupun proporsinya dalam tubuh.

19

d. Pelatihan Fisik

Pelatihan yang bersifat aerobik yang di lakukan secara teratur

akan meningkatkan daya tahan kardiovaskuler dan dapat

mengurangi lemak tubuh . Dengan melakukan latihan olahraga

atau kegiatan fisik yang baik dan benar berarti seluruh organ

dipicu untuk menjalankan fungsinya sehingga mampu

beradaptasi terhadap setiap beban yang diberikan.

e. Status Gizi

Ketersediaan zat gizi dalam tubuh akan berpengaruh pada

kemampuan otot berkontraksi dan daya tahan kardiovakuler.

Untuk mendapatkan kebugaran yang baik, seseorang haruslah

melakukan olahraga yang cukup, mendapatkan gizi yang

memadai untuk kegiatan fisik.

2.2.3 Pengukuran Daya Tahan Kardiorespirasi

Pengukuran adalah proses pengumpulan data atau informasi

tentang individu maupun objek tertentu yaitu mulai dari

mempersiapkan alat ukur yang digunakan sampai diperolehnya hasil

pengukuran yang bersifat kuantitatif yang hasilnya dapat diolah secara

statistika.

Setiap sel dalam tubuh manusia membutuhkan oksigen untuk

mengubah energi makanan menjadi ATP (Adenosine Triphosphate)

yang siap dipakai untuk kerja. Sel paling sedikit mengkonsumsi

20

oksigen adalah pada saat otot dalam keadaan istrahat. Sel otot yang

berkontraksi membutuhkan banyak ATP. Akibatnya otot yang dipakai

dalam latihan membutuhkan lebih banyak oksigen (O2) dan

menghasilkan karbondioksida (CO2). Kebutuhan akan O2 dan

menghasilkan CO2 dapat diukur melalui pernafasan. Dengan mengukur

jumlah O2 yang dipakai selama latihan, dapat diketahui jumlah O2

yang dipakai oleh otot yang bekerja. Makin tinggi jumlah otot yang

dipakai maka makin tinggi pula intensitas kerja otot.

Tingkat kebugaran dapat diukur dari volume dalam

mengkonsumsi oksigen saat latihan pada volume dan kapasitas

maksimum atau disebut juga dengan VO2 maks. Kapasitas aerobik

menunjukkan kapasitas maksimal oksigen yang dipergunakan oleh

tubuh (VO2 maks). Semakin banyak oksigen yang diasup atau diserap

oleh tubuh menunjukkan semakin baik kinerja otot dalam bekerja

sehingga zat sisa-sisa yang menyebabkan kelelahan jumlahnya akan

semakin sedikit. VO2 maks diukur dalam banyaknya oksigen dalam

liter per menit (l/min) atau banyaknya oksigen dalam mililiter per berat

badan dalam kilogram per menit (ml/kg/min).

Tingkat kebugaran fisik seseorang berbeda-beda seusai dengan

komponen-komponen yang mempengaruhi kebugaran yang

dimilikinya. Untuk itu dilakukan latihan-latihan penunjang yang dapat

meningkatkan serta melibatkan sistem kardiovaskuler dan

kardiorespirasi yang baik. Dalam hal ini organ jantung dan paru

21

mensuplai O2 keseluruh otot dan mengirimkan karbondioksida CO2

kembali ke paru, sehingga hal ini pula yang menentukan jumlah

konsumsi oksigen maksimal atau VO2 maks.

Tabel 2.1

Nilai Normatif VO2 Maks Bagi Laki-Laki dan Perempuan

(Sumber: Doust, 2006)

FEMALE ( ml/ kg/min )

Age Very

poor

Poor Fair Good Exellent Superior

13-19 < 25 25.0-30.9 31.0-34.9 35.0-38.9 39.0-41.9 > 41.9

20-29 < 23.6 23.6-28.9 29.0-32.9 33.0-36.9 37.0-41.0 >41.0

30-39 < 22 22.8-26.9 27.8-31.4 31.5-35.6 35.7-40.0 >40.0

40-49 < 21.0 21.0-24.4 24.5-28.9 29.0-32.8 32.7-36.9 >36.9

50-59 < 20.0 20.2-22.7 22.8-26.9 27.0-31.4 31.5-35.7 >35.7

60+ < 17.5 17.5-20.1 20.2-24.4 24.0-30.2 30.3-31.4 >31.4

Age Very

poor

Poor Fair Good Exellent Superior

MALE ( ml/ kg/min )

13-19 < 35.0 35.0-38.3 38.4-45.1 45.2-50.9 51.0-55.9 >55.9

20-29 < 33.0 33.0-36.4 36.5-42.4 42.5-46.4 46.5-52.4 >52.4

30-39 < 31.5 31.5-35.4 35.5-40.9 41.0-44.9 45.0-49.4 >49.4

40-49 < 30.2 30.2-33.5 31.0-35.7 39.0-43.7 43.8-48.0 >48.0

50-59 < 26.1 26.1-30.9 26.1-32.2 35.8-40.9 41.0-45.3 >45.3

60+ < 20.5 20.5-26.0 26.1-32.2 32.3-36.4 35.5-44.2 >44.2

2.2.4 Harvard Step Test

Harvard step test adalah pengukuran yang dilakukan untuk

mengetahui kemampuan aerobik yang dibuat oleh Brouha pada tahun

1943. Ada beberapa istilah seperti kemampuan jantung-paru, daya

tahan jantung-paru, aerobic power, cardiovascular endurance,

cardiorespiration endurance, dan kebugaran aerobik yang

22

mempunyai arti yang kira-kira sama. Penelitian ini dilakukan di

Universitas Harvard, USA, sehingga nama tes ini dimulai dengan

nama Harvard. Inti dari pelaksanaan tes ini adalah dengan cara naik

turun bangku selama 5 menit.

Pada tes ini individu yang diperiksa melalui uji untuk

melangkah naik dan turun dari bangku (NTB) gym setingi 45 cm

selama 5 menit pada tingkat 30 langkah / menit. Kemudian di lakukan

pemeriksaan terhadap jumlah denyut nadi setelah test pada saat 30

detik pertama (DN1), 30 detik kedua (DN2), dan 30 detik ketiga

(DN3). Setelah mendapatkan DN 1, DN 2, DN 3, maka data tersebut

dihitung kedalam rumus Indeks Kesanggupan Badan (IKB) yang

selanjutnya dikonversikan sesuai rumus yang dipilih. Apabila

individu yang diuji tidak mampu melakukan NTB selama 5 menit,

maka waktu lama NTB tersebut dicatat, lalu DN-nya dihitung sesuai

dengan petunjuk pengambilan DN (Rusip, 2006).

Menurut Rusip (2006) kesanggupan badan seseorang

dinyatakan dengan IKB yang dapat dihitung dengan menggunakan

rumus diatas. Semakin besar nilai dari IKB seseorang makan

kesanggupan badannya semakin baik. Dari data denyut nadi yang

sudah dicatat, kemudian dilakukan penghitungan indeks kesanggupan

dengan cara berikut:

a. Cara lambat :

Indeks Kesanggupan = NTB (dalam detik) x 100

2 x (DN1 + DN2 + DN3)

23

Nilai normal :

< 55 : kurang

55-64 : sedang

65-79 : cukup

80-89 : baik

> 89 : sangat baik

b. Cara cepat:

Indeks Kesanggupan =

Nilai norma :

< 50 : kurang

50-80 : sedang

>80 : baik

Tabel 2.2

Nilai Normatif Indeks Kesanggupan Harvard Step test

(Sumber: Rusip, 2006)

Lama Naik

Turun

Tangga

Denyut Nadi 1 menit - 1 menit.30 detik DN1

0-

44

45-

49

50-

54

55-

59

60-

64

65-

69

70-

74

75-

79

80-

84

85-

89 >89

0.00-0.29 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5

0.30-0.59 20 15 15 15 15 10 10 10 10 10 10

1.00-1.29 30 30 25 25 20 20 20 20 15 15 15

1.30-1.59 45 40 40 35 30 30 25 25 25 20 20

2.00-2.29 60 50 45 45 40 35 35 30 30 30 25

2.30-2.59 70 65 60 55 50 45 40 40 35 35 35

3.00-3.29 85 75 70 60 55 55 50 45 45 40 40

3.30-3.59 100 85 80 70 65 60 55 55 50 45 45

4.00-4.29 110 100 90 80 75 70 65 60 55 55 50

4.30-4.59 125 110 100 90 85 75 70 65 60 60 55

5.00 130 115 105 95 90 80 75 70 65 65 60

NTB (dalam detik) x 100

5,5 x DN1

24

2.3 Latihan Interval Intensitas Tinggi

2.3.1 Pengertian Latihan Interval Intensitas Tinggi

Latihan interval intensitas tinggi adalah program pelatihan

yang menantang, terutama aerobik yang melibatkan intensitas tinggi

ke interval intensitas sangat tinggi (kapasitas maksimal 80 -90%)

Setiap latihan diikuti oleh intensitas rendah sampai sedang dengan

interval 1: 3 atau kurang bekerja untuk rasio pemulihan digunakan.

Latihan ini memberikan manfaat kesehatan dan kebugaran yang

lebih besar dari program intensitas rendah tradisional (Hoeger,

2014).

Latihan interval intensitas tinggi adalah bentuk latihan kardio

yang menggunakan kombinasi antara latihan intensitas tinggi dengan

intensitas sedang atau rendah dalam selang waktu tertentu salah satu

latihan aerobik untuk membakar kalori dan meningkatkan kekuatan,

daya tahan, dan kebugaran fisik. Pelatihan interval ini dilakukan

dengan interval yang tinggi selama 4 – 30 menit untuk latihan

kardiovaskuler kemudian dilakuan bergantian dengan latihan

intensitas rendah. Porsi melakukan latihan intensitas tinggi dan

latihan intensitas rendah harus dilakukan dengan rentang waktu yang

sama (Barlett, 2013).

25

2.3.2 Tujuan Latihan Interval Intensitas Tinggi

Latihan interval intensitas tinggi ini terdiri dari periode

melakukan lari dengan intensitas tinggi yang diselingi dengan

periode istirahat yaitu berjalan. Hal ini menyebabkan tubuh secara

efektif membentuk dan menggunakan energi yang berasal dari

sistem anaerobik. Penambahan interval membantu pembuangan

metabolisme dari otot selama periode istirahat pada saat latihan

interval intensitas tinggi sedang dilakukan oleh tubuh. Perubahan

periode latihan yang dilakukan bergantian ini membantu tubuh

meningkatkan volume dalam mengkonsumsi oksigen saat latihan

pada volume dan kapasitas maksimum (VO2max) selama latihan

(Kolt, 2007).

Menurut American College of Sports Medicine menyatakan

bahwa lebih banyak oksigen yang digunakan pada saat melakukan

latihan interval intensitas tinggi dari pada latihan noninterval.

Kecepatan Metabolik rate meningkat untuk 90 menit sampai dengan

24 jam setelah sesi latihan interval intensitas tinggi. Peningkatan

metabolisme dikarenakan tubuh membakar lemak dan kalori dengan

cepat. Latihan intensitas tinggi memacu kerja jantung dengan lebih

keras sehingga konsumsi oksigen pun meningkat yang berarti

metabolisme tubuh juga menigkat sehingga makin banyak lemak

yang dipakai untuk pembakaran. Selain metabolisme pada saat kita

melakukan latihan yang meningkat, metabolisme pada saat kita

26

beristirahat pun meningkat, hal ini dikenal dengan istilah Resting

Metabolic Rate (RMR) atau tingkatan metabolisme pada saat kita

beristirahat selama 24 jam setelah melakukan latihan interval

intensitas tinggi (Kafiz, 2014).

Sama seperti latihan aerobik lainnya, latihan interval

intensitas tinggi ini meningkatkan fungsi sel otot, membakar lemak

dan meningkatkan kapasistas paru. Latihan interval intensitas tinggi

selama 30 menit sama dengan 90 menit latihan intensitas rendah.

Sehingga latihan interval intensitas tinggi membutuhkan waktu

yang lebih singkat untuk mencapai manfaat kebugaran (Hoeger,

2014).

2.4 Senam Aerobik High Impact

2.4.1 Pengertian Senam Aerobik High Impact

Senam aerobik high impact adalah salah satu pembagian

senam aerobik berdasarkan cara melakukan dan musik yang

mengiringinya. Pada gerakan senam aerobic high impact memiliki

ciri khas dengan irama tubuh yang cepat dengan diiringi oleh musik

yang berirama cepat dan gerakan dinamis dengan lutut diangkat

tinggi sehingga memberikan beban latihan pada seluruh organ tubuh

yang lebih berat (Yudha, 2011).

27

Latihan senam aerobik high impact yang dilakukan dalam

intensitas yang tinggi. Senam aerobik high impact menggunakan

oksigen sebanyak mungkin atau memperbanyak jumlah oksigen yang

dapat diproses oleh tubuh.

2.4.2 Tujuan Senam Aerobik High Impact

Menurut Purwanto (2011) menyatakan bahwa tujuan

senam aerobik high impact yaitu:

1. Kekuatan otot

Senam pada intensitas yang tinggi dalam waktu singkat,

mempergunakan tenaga yang maksimum dan diulang-ulang

sehingga melatih otot untuk melebihi beban normalnya.

2. Ketahanan fisik

Sema aerobik dengan intensitas yang tinggi dapat

memingkatkan ketahanan fisik dikarenakan gerakan dinamis

pada saat melakukan senam aerobik high impact meningkatkan

penghantaran oksigen ke seluruh jaringan tubuh.

3. Ketahanan otot jantung

Istilah aerobik berarti dengan oksigen. Kapasitas kerja jantung,

peredaran darah, dan paru-paru berguna untuk memberikan

oksigen pada kerja otot dan jaringan-jaringan selama beberapa

kali melakukan latihan, dan dapat menghasilkan rasa lelah,

penggunaan secara efisiensi sistem kerja jantung adalah

28

tercapainya kegiatan fisik secara optimal. Secara umum kegiatan

tersebut adalah latihan senam dan merupakan kunci dalam

mengembangkan fungsi kerja jantung secara efisiensi.

4. Kelenturan

Kelenturan merupakan keluasan gerak dalam persendian.

Kelentukan ini ditentukan oleh elastisitas otot, ligamentum dan

tendon. Gerakan dinamis pada saat melakukan senam aerobik

high impact dapat meningktakan kelenturan.

5. Komposisi tubuh

Gerakan aerobik high impact akan membantu pembakaran

lemak sehingga menghindari seluruh tubuh menjadi gemuk.

2.5 Reaksi Fisiologis Sistem Kardiovaskuler terhadap Latihan

Pemakaian oksigen (O2) dan pembentukan karbondioksida (CO2)

dapat meningkat hingga 20 kali lipat pada saat tubuh sedang melakukan

latihan fisik. Pada saat latihan fisik pada orang yang sehat, ventilasi

alveolus meningkat hampir sama dengan langkah-langkah peningkatan

tingkat metabolism oksigen. Otak akan memberikan transmisi impuls

motorik ke otot yang berlatih dianggap mentransmisikan impuls kolateral

ke batang otak untuk mengeksitasi pusat pernafasan. Hal ini analog

dengan perangsanagan pusat vasomotor di batang otak selama latihan fisik

yang menyebabkan peningkatan tekanan arteri secara bersamaan (Guyton,

29

2007). Reaksi fisiologis yang terjadi setelah latihan dilakukan secara

teratur memberikan respon fisiologis, yaitu:

a. Pengaruh latihan terhadap kesehatan umum otot jantung

Bukti yang ada menunjukkan bahwa otot jantung ukurannya meningkat

karena digunakan dengan tuntutan yang lebih besar diletakkan pada

jantung sebagai akibat dari aktivitas jasmani, terjadi pembesaran

jantung.

b. Pengaruh latihan terhadap isi denyut jantung

Hasil penelitian pada atlet, pada umumnya disepakati bahwa jumlah isi

darah perdenyut jantung lebih besar dipompakan ke seluruh tubuh dari

pada orang yang tidak terlatih. Atlet terlatih dapat memompakan

sebanyak 22 liter darah sedangkan individu yang tidak terlatih hanya

10,2 liter darah saja.

c. Pengaruh latihan terhadap denyut jantung

Hasil tes dari atlet olimpiade, diperoleh bukti bahwa individu yang

terlatih mempunyai denyut jantung yang tidak cepat bila dibandingkan

dengan orang yang tidak terlatih. Diperkirakan bahwa jantung manusia

berdenyut 6 sampai 8 kali lebih sedikit bila seseorang terlatih. Pada

kebanyakan atlet jantungnya berdenyut 10, 20 sampai 30 kali lebih

sedikit dari pada denyut jantung yang tidak terlatih (Jardins, 2002).

d. Pengaruh latihan terhadap tekanan arteri

Banyak eksperimen menunjukkan bahawa peningkatan tekanan darah

pada orang terlatih lebih sedikit dari pada orang yang tidak terlatih.

30

e. Pengaruh latihan terhadap pernafasan

1) Jumlah pernafasan permenit berkurang. Individu terlatih bernafas 6

sampai 8 kali permenit pada saat istirahat, sedangkan pada orang

yang tidak terlatih sebanyak 12 - 14 kali permenit pada saat istirahat

(Hayes, 1997).

2) Pernafasan lebih dalam dengan diafragma. Pada orang yang tidak

terlatih diafragma bergerak sedikit sekali.

3) Dalam mengerjakan pekerjaan yang sama, individu yang terlatih

menghirup udara dalam jumlah yang lebih kecil, dan mengambil

oksigen lebih besar dari pada individu yang tidak terlatih. Ada

keyakinan bahwa peningkatan jumlah kapiler dalam paru-paru,

menyebabkan jumlah darah yang berhubungan dengan udara lebih

besar yang mengakibatkan efisiensi dalam pernafasan.

f. Pengaruh latihan terhadap sistem otot

Latihan terhadap otot-otot yang dapat menyebabkan peredaran

ke otot lebih baik, diantaranya adalah sarkoma dari serabut otot

menjadi lebih tebal dan kuat, ukuran otot bertambah, kekuatan otot

meningkat, daya tahan otot meningkat serta terjadi penambahan

jumlah kapiler.