refrat_mengukur kebugaran fisik
TRANSCRIPT
REFERAT REHABILITASI MEDIK
MENGUKUR KEBUGARAN FISIK
Disusun Oleh :
Ancilla Cherisha I. G9911112016
Rizka Solehah G99122101
Lucia Pancani A. G99122066
Hanif Mustikasari G99122056
Sofi Wardati G99122105
Muvida G99122080
Nesaraja Ramakrishnan G99121032
Pembimbing :
Dr. dr. Hj. Noer Rachma, Sp.KFR
KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN REHABILITASI MEDIK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNS/RSUD DR. MOEWARDI
SURAKARTA
2013
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI......................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN................................................................................ 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ...................................................................... 2
A. Manfaat Kebugaran Fisik ............................................................. 2
B. Mengukur Kebugaran Fisik.............................................................. 4
C. Mengukur Komposisi Tubuh.............................................................. 9
D. Rekomendasi Evidence-Based untuk Meningkatkan Kebugaran
Fisik.................................................................................................. 12
BAB III PENUTUP............................................................................................. 14
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................ 15
BAB I
PENDAHULUAN
Kebugaran fisik berarti suatu kondisi kesehatan yang baik atau kondisi fisik yang
didapatkan sebagai hasil latihan dan nutrisi yang adekuat. Secara umum, aspek
pengembangan kesehatan dari kebugaran fisik dapat dibagi menjadi 3 kategori:
1. Kebugaran aerobik (kapasitas kardiorespirasi)
Kebugaran aerobik adalah kemampuan dari sistem kardiovaskular dan respirasi
untuk memasok oksigen untuk sekelompok besar otot dalam jangka waktu yang
lama. Contoh aktivitas aerobik adalah berlari, bersepeda, dan berenang.
2. Kekuatan
Kekuatan adalah kemampuan menggerakkan suatu gaya melawan tahanan,
sedangkan ketahanan otot adalah kemampuan untuk mengulangi suatu gerakan
melawan tahanan berkali-kali. Mengangkat suatu beban maksimum sebanyak satu
kali adalah cara mengukur kekuatan, sedangkan melakukan push-up dan sit-up
sebanyak mungkin adalah cara mengukur ketahanan otot.
3. Fleksibilitas
Fleksibilitas adalah kemampuan untuk meregangkan otot dan persendian.
Peregangan statis berarti meregangkan sekelompok otot sampai suatu titik di mana
seseorang merasa tidak nyaman selama 10-30 detik.
Komponen kebugaran lain yang lebih berhubungan dengan prestasi atletik
termasuk kekuatan, ketangkasan, keseimbangan, waktu reaksi, kecepatan, dan koordinasi.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Manfaat Kebugaran Fisik
1. Latihan Aerobik
Manfaat latihan kebugaran aerobik sangat luas, termasuk menurunkan
angka kejadian penyakit kardiovaskular, rehabilitasi kardiovaskular setelah
infark miokard, meningkatkan tekanan darah dan kadar kolesterol HDL,
menurunkan risiko penyakit Alzheimer dan diabetes. Simple walking telah
terbukti berperan dalam pencegahan dan pengobatan diabetes tipe 2 [1, 2].
Latihan aerobik juga berhubungan dengan penurunan risiko depresi,
osteoporosis, kecemasan, dan mungkin berperan dalam pengembangan
keterampilan kognitif.
Penelitian menunjukkan bahwa aktivitas fisik yang teratur dapat
memperlambat proses penuaan [3]. Sebuah penelitian yang diadakan pada
sekelompok pelari dalam proses penuaan menunjukkan bahwa pelari yang
memelihara massa tubuh dengan aktivitas fisik dapat hidup lebih lama dan lebih
sehat. Salah satu mekanisme yang menguntungkan ini melibatkan C-reactive
protein (CRP), suatu substansi yang dihasilkan oleh hati sebagai respon terhadap
produksi senyawa inflamasi oleh tubuh. Kadar CRP yang tinggi sangat berkaitan
dengan peningkatan risiko stroke, serangan jantung, dan sudden cardiac death.
Latihan teratur dapat menurunkan kadar CRP dan menurunkan risiko serangan
jantung atau stroke hingga 40%.
Pada kenyataannya, dari berbagai macam pilihan cara untuk mencegah
dan menangani penyakit kardiovaskular, cara yang paling efektif adalah dengan
latihan fisik. Orang yang berlatih secara teratur memiliki risiko 40% lebih
rendah untuk terkena serangan jantung, stroke, dan sudden cardiac death.
2. Latihan Kekuatan
Latihan kekuatan terbukti menurunkan risiko jatuh dan fraktur dan
meminimalisir penurunan densitas tulang [4, 5]. Selain itu latihan kekuatan juga
berfungsi untuk meningkatkan kekuatan otot sendi dan stabilitas dengan gerakan,
di mana kedua hal ini dapat meminimalisir progresivitas artritis [6]. Latihan
kekuatan juga dapat menghilangkan nyeri muskuloskeletal, misalnya low back
pain. Penelitian menunjukkan bahwa pasien dapat mengembalikan 75% massa
ototnya yang hilang dalam 10 tahun terakhir dengan program latihan singkat
selama 12 minggu [7].
3. Latihan dapat Meningkatkan Kontrol Berat Badan
Aktivitas aerobik maupun latihan kekuatan merupakan komponen
penting dalam penurunan berat badan dan kontrol berat badan jangka panjang.
Latihan membantu dalam penurunan berat badan melalui beberapa cara:
Membakar kalori.
Meningkatkan kerja sistem saraf simpatis.
Meningkatkan resting metabolic rate.
Latihan rutin dapat mencegah peningkatan berat badan kembali (weight
regain). Konsep ini diperkuat dengan penelitian yang dilakukan oleh National
Weight Control Registry. Penelitian sampai saat ini menunjukkan bahwa satu-
satunya prediktor terbaik dari penurunan berat badan jangka panjang adalah
aktivitas. Secara umum, orang-orang yang berhasil berjalan paling tidak 3-4 mil
(1 mil = 1,6 km) per hari atau menggunakan mesin latihan untuk membakar
setidaknya 2000-2500 kalori setiap minggu. Hasil terbaik didapatkan oleh
orang-orang yang berlatih 6-7 hari seminggu [8].
Dalam penelitian lain oleh Division of Preventive and Nutritional
Medicine di Michigan [9], peneliti membandingkan weight regain dengan jarak
berjalan yang ditempuh oleh subyek penelitian. Subyek dengan peningkatan
berat badan kembali berjalan kurang dari 16 mil tiap minggu, sedangkan subyek
yang dapat mempertahankan berat badannya berjalan lebih dari 16 mil tiap
minggu (terbagi dalam 6-7 hari).
Latihan kekuatan juga berhubungan dengan penurunan berat badan.
Setengah kilogram otot mebakar kalori sebanyak 35-40 kalori setiap hari.
Penambahan massa otot melalui program latihan kekuatan telah terbukti
mengurangi massa lemak.
4. Peregangan
Berkebalikan dengan latihan aerobik dan kekuatan yang telah terbukti
memiliki manfaat, penelitian tentang manfaat klinis peregangan masih sedikit.
Peregangan dipercaya meningkatkan performance atletik dan keterampilan bela
diri.
B. Mengukur Kebugaran Fisik
Dalam proses penuaan normal, terdapat penurunan linear pada kebugaran
fisik, massa otot, dan peningkatan massa lemak dari waktu ke waktu. Bahkan pada
atlet senior sekalipun, kapasitas aerobik dan massa otot menurun 1% tiap tahun [3],
sedangkan massa otot meningkat 1%. Ketiga komponen kebugaran fisik (kebugaran
aerobik, kekuatan, dan fleksibilitas) dapat diukur sebagai bagian dari penilaian
kesehatan komprehensif.
1. Menguji Kebugaran Aerobik
Kebugaran aerobik adalah suatu cara untuk tetap hidup sehat. Ada
beberapa cara untuk mengukur kebugaran aerobik, mencakup submaximal test,
1-min heart rate recovery, nilai MET, dan VO2 maksimal. Kebugaran dapat
ditingkatkan dengan cara mengubah gaya hidup.
Uji kebugaran yang optimal dapat dilakukan selama ECG stress testing.
Selain itu, dapat dilakukan stress test pada orang sehat selama latihan di tempat
senam oleh seorang fisioterapis atau pelatih. Akan tetapi, dalam suatu
pengukuran kebugaran, apabila terdapat masalah kesehatan yang signifikan
maka uji kebugaran akan lebih baik jika dilakukan oleh seorang dokter.
Hingga kini, monitoring stress test oleh seorang fisioterapis dinilai akan
menambah biaya dan cukup merepotkan bagi banyak pihak. Sebuah pilihan
alternatif yang telah diadopsi dari American College of Sports Medicine yaitu
submaximal test, yaitu memberikan latihan kepada seseorang dengan beban
kerja yang spesifik kemudian denyut nadi orang tersebut selama latihan
digunakan untuk memperkirakan kadar VO2 max dan denyut nadi maksimal.
Banyak tipe submaximal test yang sudah digunakan, meliputi step tests dan
YMCA cycle ergometer test. Submaximal test merupakan tes yang hanya
dilakukan satu kali. sehingga uji ini juga menunjukkan variabilitas yang
signifikan dan keterbatasan dalam memprediksi kadar VO2 max. Meskipun
begitu, pemakaian uji ini dapat memberikan hasil terbaik jika dilakukan dengan
mengikuti orang yang diuji selama mungkin, mengontrol tanda vital serta
memotivasi orang tersebut untuk meningkatkan skor puncak kebugaran mereka.
Salah satu pengukuran kebugaran sekaligus merupakan cara yang kuat
untuk memprediksi risiko jantung adalah dengan mengukur secepat apa
penurunan denyut jantung setelah peak exercise pada 1 dan 2 menit. Setelah
mencapai puncak denyut jantung, level latihan harus diturunkan dengan istirahat
atau berjalan tanpa mendaki selama tidak lebih dari 1 mil/jam. Denyut
nadi/menit seorang setelah latihan biasanya turun hingga 30-40 denyut, jika
denyut nadi yang turun kurang dari 25 maka hal tersebut merupakan kondisi
abnormal:
kurang dari 22 berkaitan dengan peningkatan moderat risiko
kardiovaskular
kurang dari 12 risiko mengalami serangan jantung dalam kurun waktu 5
tahun.
Pada menit kedua, denyut nadi seharusnya turun sebanyak minimal 45
denyut. Berdasarkan beberapa penelitian yang menganalisis nilai prediksi dari
berbagai cara pengukuran terhadap stress test sebagai cara untuk memprediksi
risiko penyakit kardiovaskular pada orang berusia 30-80 tahun dengan atau
tanpa penyakit jantung, didapatkan bahwa pemulihan denyut nadi pada menit
pertama dan kedua setelah latihan merupakan cara pengukuran yang
memberikan hasil terbaik dibanding pengukuran respon tekanan darah, waktu
latihan atau capaian MET, maupun hasil EKG [11-13].
2. METS
METS adalah istilah yang mendeskripsikan seberapa banyak energi yang
digunakan ketika melakukan suatu aktivitas tertentu. Biasanya, pengukuran
untuk banyaknya tenaga secara keseluruhan disebut MET level achieve. Satu
MET adalah energi yang dibakar ketika berbaring sepenuhnya di tempat tidur.
Berlari di atas mesin treadmill pada elevasi 14% dengan kecepatan 3,4 mil/jam
akan mencapai 8,0 – 8,3 METS pada satu menit pertama (Tabel 1).
Kebanyakan orang biasa mencapai 10 METS pada standart treadmill
fitness test. Dua belas METS adalah nilai yang cukup baik untuk kebugaran dan
13,5 METS adalah nilai yang sangat baik. Atlit berusia 30-60 tahun dapat
mencapai 15-18 METS.
Untuk setiap kenaikan 1 METS, risiko serangan jantung, stroke, atau
sudden death menurun hingga 12,5%. Jika pasien dapat meningkatkan nilai
kebugaran sebanyak 2 METS, artinya mereka telah menurunkan risiko serangan
jantung sampai 25%.
Tabel 1. Nilai MET untuk berbagai pekerjaan dan aktivitas
Tabel 2. Nilai MET rata-rata berdasarkan berjalan atau berlari di treadmill pada kecepatan dan elevasi tertentu
Untuk mengevaluasi nilai MET, tabel 2 menunjukkan nilai MET rata-
rata yang meningkat setiap 3 menit . Untuk menghitung skornya, lihat nilai MET
yang dicapai di akhir setiap menit. Bruce protocol standart dimulai dari 1,7
mil/jam dengan elevasi 10%. Setiap 3 menit, kecepatan meningkat sekitar 1
mil/jam dan elevasi meningkat 2%.
3. VO2max
Gold standart untuk tes kebugaran aerobik adalah dengan mengukur
VO2max. VO2max adalah volume oksigen yang dibakar per menit/kgBB,
menunjukkan volume oksigen yang digunakan selama puncak latihan. Setiap sel
memiliki mitokondria yang membakar oksigen untuk menghasilkan energi. Oleh
karena itu, VO2max dapat menggambarkan kapasitas mitokondria. Dengan
latihan rutin dan diet sehat, pasien dapat meningkatkan nilai VO2max secara
signifikan. Sebagaimana marker kebugaran yang lain, VO2max biasanya
menurun hingga 1% per tahun seiring dengan penuaan (14).
Estimasi sederhana VO2max:
Estimasi yang lebih detail dapat dihitung dari durasi latihan (dalam
menit) sampai kelelahan dengan Bruce treadmill protocol. Rumusnya adalah
sebagai berikut:
Tabel 3. Nilai VO2max rata-rata yang dapat dicapai untuk laki-laki dan perempuan
4. Uji Kekuatan dan Ketahanan
Kemampuan untuk melakukan sit up dan push up adalah indikator
penting dari ketahanan otot. The American College of Sports Medicine (ACSM)
3,5 x nilai MET estimasi yang dicapai dengan tes treadmill
VO2max = 14,76 – (1,379 x waktu) + (0,451 x waktu2) – (0,012 x waktu3)
mengembangkan tabel yang membedakan kekuatan dalam hubungannya dengan
usia.
a. Tes push-up
Tes push-up dikelompokkan dalam posisi push-up standar yaitu hand-
shoulder width apart, punggung tegak, dan head up. Push-up untuk wanita
dilakukan dengan lutut menempel pada lantai, sedangkan pria melakukan
push-up dengan bertumpu pada ujung jari kaki. Tangan harus berubah posisi
dari lurus hingga fleksi 90º pada pergerakannya. Jumlah maksimum push-up
yang dilakukan secara berturut-turut tanpa istirahat dihitung sebagai skor
(Tabel 4).
Tabel 4. Tes push-up berdasarkan umur dan jenis kelamin
b. Tes sit-up
Sit-up juga dapat digunakan untuk mengatur ketahanan otot. Untuk
melakukan tes sit-up dengan benar, digunakan metronome yang diatur 40
bpm (bytes/minute), dengan satu kali sit-up setiap ketukan.
Tidur berbaring dengan lutut ditekuk 90º dan lengan di samping
badan. Tarik punggung ke depan sampai bertemu lutut. Nilai diukur dengan
jumlah sit-up maksimum yang dilakukan sesuai ketukan dan tanpa istirahat
(Tabel 5).
Tabel 5. Tes push-up berdasarkan umur dan jenis kelamin
5. Kekuatan Genggaman
Menggenggam adalah cara lain untuk mengukur kekuatan, dapat diukur
dengan mudah menggunakan alat yang telah didesain khusus. Semakin kuat
genggaman seseorang, semakin panjang umurnya [15].
C. Mengukur Komposisi Tubuh
Terdapat beberapa metode untuk memperkirakan komposisi tubuh, termasuk
mengukur indeks massa tubuh, lemak tubuh, dan massa tanpa lemak.
1. Indeks Massa Tubuh
Indeks massa tubuh/body mass index (BMI) adalah berat dalam kilogram
dibagi tinggi dalam meter persegi (kg/m2). Tabel 6 memperlihakan perhitungan
BMI. Bukti yang kuat menunjukkan peningkatan linear terhadap risiko
kesehatan pada individu dengan BMI 25-30 dan BMI di atas 30, peningkatan
berat yang jauh lebih banyak lagi akan meningkatkan risiko morbiditas dan
mortalitas secara logaritmis (Tabel 7). Sayangnya, BMI tidak membedakan
antara massa otot dan lemak dan hal tersebut tidak dapat menentukan risiko
kesehatan baik pada individu dengan masa otot yang tinggi maupun yang
rendah.
Tabel 6. Indeks massa tubuh
Tabel 7. Klasifikasi obesitas berdasarkan WHO
2. Mengukur Lemak Tubuh
Terdapat beberapa pendekatan yang dapat digunakan untuk mengukur
massa lemak tubuh, yaitu meliputi ketebalan lipatan kulit, impedansi bioelektrik,
dan dual energy x-ray absorpmetry (DEXA) (Tabel 8). Pengukuran lemak tubuh
secara langsung membantu mengurangi kesalahan perkiraan risiko yang diukur
dengan BMI.
Tabel 8. Rentang persentase lemak tubuh dan risiko kesehatan
a. Ketebalan Lipatan Kulit
Ketebalan lipatan kulit diukur menggunakan sebuah alat seperti
jangka yang disebut skinfold calipers. Daerah yang diukur adalah area tricep,
subskapula, dan abdomen di dekat umbilikus. Walaupun tidak
memperkirakan persentase lemak secara tepat, teknik ini memberikan
estimasi kasar dan dapat digunakan untuk mengamati perubahan lemak tubuh
setiap waktu [16].
b. Impedansi Bioelektrik dan DEXA
Baik impedansi bioelektrik maupun DEXA menentukan:
lean mass/masa tanpa lemak (meliputi masa tulang, masa organ, masa
air, dan masa otot)
masa lemak
persen lemak tubuh.
Impedansi bioelektrik mengukur kekuatan dan kecepatan di mana
sinyal eletrik kecil berjalan dalam tubuh. Jaringan lemak meneruskan sinyal
ini lebih lambat daripada jaringan non-lemak. Ketepatannya bisa mencapai
98%. Ketepatan impedansi bioelektrik minimal adalah dapat mendeteksi 2%
dari lemak tubuh.
DEXA (dual energy x-ray absorpmetry) dapat digunakan untuk
menilai densitas tulang maupun persentase lemak tubuh. Walaupun jauh lebih
mahal daripada impedansi bioelektrik, tingkat ketepatannya sama, dan DEXA
menghasilkan paparan radiasi yang minimal.
3. Fleksibilitas
Fleksibilitas dapat diukur dengan sit and reach test. Biasanya sebuah
kotak khusus digunakan untuk tes ini. Untuk melakukan tes, sikap pertama
adalah duduk, kemudian kedua tangan direntangkan ke depan, sampai ke ujung
jari, menjangkau ke depan dengan kedua kaki mendorong kotak, kemudian
mengukur jangkauannya dalam sentimeter. Secara lebih sederhana, dokter dapat
meminta pasien berusaha menyentuh jari kakinya dengan kedua kaki lurus tanpa
menyebabkan rasa tidak nyaman. Tes ini memberikan estimasi kasar mengenai
fleksibilitas pasien, yang dapat dikategorikan menjadi baik, cukup, dan terbatas.
D. Rekomendasi Evidence-Based untuk Meningkatkan Kebugaran Fisik
ACSM telah melakukan revisi terhadap kuantitas dan kualitas latihan untuk
memelihara kebugaran aerobik dan otot (aafp.org/afp/990115ap/special.html).
Revisi ini meliputi rekomendasi untuk latihan fleksibilitas sebagai sebuah komponen
dalam memelihara kebugaran sebagai tambahan pada latihan aerobik dan kekuatan.
Tabel 9. Rekomendasi latihan kebugaran fisik dan level of evidence
Terdapat dua metode umum untuk melatih pasien supaya memiliki
kebugaran yang lebih baik. Pertama, merekomendasikan interval waktu dan
intensitas latihan. Kedua, memberikan target khusus sesuai daftar tabel ACSM di
atas. Target minimal adalah mencapai 50% dari aktivitas yang diberikan, misalnya
push-up, sit-up, atau tes VO2max aerobik. Sebagai contoh seorang pria pada usia
empat puluhan seharusnya bisa melakukan paling sedikit 13 kali push-up, dan pada
tingkat lebih lanjut lagi bisa mencapai 21 kali push-up.
1. Kebugaran Aerobik dan Kontrol Berat Badan
Untuk memelihara kebugaran aerobik dan kontrol berat, latihan aerobik
harus dilakukan paling sedikit 3-5 kali setiap minggu selama 20-60 menit dengan
intensitas denyut nadi maksimal 55-90% dan 40-85% dari ambilan cadangan
oksigen maksimal. Apabila dalam sehari diberikan 20-60 menit sesi latihan,
maka direkomendasikan dibagi menjadi 2-6 kali 10 menit.
Intensitas latihan yang lebih rendah (mencapai 55-70% denyut nadi
maksimal) direkomendasikan untuk individu yang sedang tidak fit. Latihan
dengan intensitas yang lebih rendah dilakukan 30 menit atau lebih.
Individu pada latihan dengan level yang lebih tinggi harus latihan
paling sedikit 20 menit. Latihan dengan intensitas sedang (mencapai 70-85%
denyut nadi maksimal) dengan durasi lebih panjang (30-60 menit) paling sedikit
5-6 kali per minggu.
2. Kekuatan Otot
Latihan ketahanan menjadi bagian program kebugaran untuk
meningkatkan kekuatan dan daya tahan otot. Delapan sampai sepuluh latihan
yang bermanfaat untuk kelompok otot besar harus dilakukan 2 sampai 3 hari per
minggu. Disarankan pengulangan sebanyak 8-12 kali (atau sampai mendekati
kelelahan) dalam tiap latihan. Orang dengan usia lebih tua atau lebih lemah baru
mendapatkan manfaat dengan melakukan pengulangan sebanyak 10-15 kali.
3. Fleksibilitas
Terdapat beberapa bentuk latihan peregangan, yang paling efektif yaitu
peregangan statik. Latihan ini memerlukan peregangan sekelompok otot selama
10-30 detik sampai terasa tidak nyaman. Untuk memaksimalkan fleksibilitas,
peregangan yang sama dilakukan 2-3 kali. Peregangan akan terasa manfaatnya
jika dilakukan setelah pemanasan.
Yoga adalah sebuah bentuk peregangan yang memanfaatkan kombinasi
peregangan statik dengan nafas dalam dan aktivitas ketahanan dan kekuatan.
Peregangan sebaiknya dilakukan paling sedikit 2-3 kali per minggu.
BAB III
PENUTUP
Semua organisasi kesehatan besar, termasuk The United States Surgeon
General’s, merekomendasikan aktivitas harian sebanyak 5-6 hari per minggu minimal
selama 30-40 menit, paling sedikit satu sesi interval tiap minggu, ditambah dua sampai
tiga sesi latihan kekuatan per minggu. Peregangan sebaiknya dilakukan paling sedikit 2-3
kali per minggu dan sebaiknya dilakukan setelah sesi latihan. Meningkatkan kebugaran
fisik dapat memperbaiki kondisi kesehatan dan memperpanjang usia harapan hidup.
DAFTAR PUSTAKA
1. Watkins LL, Sherwood A, Feinglos M, et al. Effects of exercise and weight loss on cardiac risk factors associated with syndrome X. Arch Intern Med 2003;163:1889–95
2. Gregg EW, et al. Relationship of walking to mortality among US adults with diabetes. Arch Intern Med 2003;163:1440–2
3. Trappe SW, Costill DL, Vukovich MD, et al. Aging among elite distance runners: a 22-year longitudinal study. J Appl Physiol 1996;314:605–13
4. Gillick M. Pinning down frailty. J Gerontol Med Sci 2001;56A:M134–55. VisserM, Kritchevsky SB, Goodpaster BH, et al. Leg muscle mass and
composition in relation to lower extremity performance in men and women age 70–79: the health, aging and body composition study. J Am Geriat Soc 2002;50:897–904
6. Nelson M. Strong Women Stay Young. New York: Bantam, 20007. Roubenoff R. Sarcopenia: Effects on body composition and function. J Gerontol
2003;58A:1012–78. Wing RR, Hill JO. Successful weight loss maintenance. Ann Rev Nutr
2001;21:323–419. Ewbank PP, Darga LL, Lucas CP, et al. Physical activity as a predictor of weight
maintenance in previously obese subjects. Obesity Res 1995;3:257–6210. Whaley MH, ed. American College of Sports Medicine’s Guidelines for Exercise
Testing and Prescription, Seventh Edition, Lippincott Williams and Wilkins, Philadelphia, 2006, 70–6
11. Aktas MK. Global risk scores and exercise testing for predicting all-cause mortality in a preventive medicine program. JAMA. 2004 Sep 22;292(12):1462–8
12. Vivekananthan DP, Blackstone EH, Pothier CE, et al. Heart rate recovery after exercise is a predictor of mortality, independent of the angiographic severity of coronary disease. J Am Coll Cardiol 2003 Sep 3;42(5):831–8
13. Mora S, Redberg RF, Cui Y, et al. Ability of exercise testing to predict cardiovascular and all cause death in asymptomatic women. JAMA 2003;290:1600–7
14. Cole CR, Foody JM, Blackstone EH, et al. Heart rate recover after submaximal exercise testing as a predictor of mortality in a cardiovascularly healthy cohort. Ann Intern Med 2000;132:552–5
15. Rantanen T, Harris T, Leveille SG, et al. Muscle strength and body mass index as long-term predictors of mortality in initially healthy men. J Gerontol A Biol Sci Med Sci. 2000;55: 168–73
16. Nieman DC. The exercise test as a component of the total fitness evaluation. Exercise Testing, Primary Care. Volume 28, number 1, March 2001
17. American College of Sports Medicine Position Stand and American Heart Association. Recommendations for cardiovascular screening, staffing, and emergency policies at health/fitness facilities. Med Sci Sports Exerc 1998 Jun;30(6):1009–18