bab ii kajian pustaka 2.1. kajian teori 2.1.1. hakekat belajar · 2018. 10. 30. · 9 bab ii kajian...

35
9 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori 2.1.1. Hakekat Belajar Belajar dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui hal yang baru sehingga terjadi perubahan setelah pelaksanaan. Perubahan yang dimaksud yaitu perubahan dari tidak mengerti menjadi mengerti setelah kita mempelajarinya. Dalam konteks ini belajar berarti harus terjadi perubahan dan mengalami peningkatan dibandingkan kondisi awal. Perubahan yang terjadi bisa bersifat keilmuan, tingkah laku, kepribadian dan lain sebagainya. Belajar berarti suatu proses, untuk itu sebuah pembelajaran membutuhkan upaya dan waktu untuk menjalaninya. Banyak pakar yang telah mencoba untuk mendefinisikan arti kata “belajar”. Hal tersebut menghasilkan banyak definisi belajar dalam berbagai sudut pandang yang berbeda. Menurut Paul Eggen dan Don Kauchak, belajar adalah perubahan struktur mental individu yang memberikan untuk menunjukkan perubahan perilaku learning is a change in a person’s mental structure that provides the capacity to demonstrate change in behaviour, Khadijah (2006:41). Dale H. Schunk dalam bukunya yang berjudul Learning Theories An Education Perspective (2012:5) mengemukakan bahwa pembelajaran merupakan perubahan yang bertahan lama dalam prilaku, atau dalam kapasitas dalam berperilaku, yang dihasilkan dari praktik atau bentuk-bentuk pengalaman lainya. Beliau juga membagi pembejaran menjadi tiga kriteria, yaitu : a. Pembelajaran melibatkan perubahan Dalam belajar harus mengalami yang namanya perubahan. Entah dari perilaku, kapasitas berperilaku dan pemikiran. Suatu orang

Upload: others

Post on 26-Jul-2021

7 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori 2.1.1. Hakekat Belajar · 2018. 10. 30. · 9 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori 2.1.1. Hakekat Belajar Belajar dilakukan dengan tujuan

9

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1. Kajian Teori

2.1.1. Hakekat Belajar

Belajar dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui hal yang baru

sehingga terjadi perubahan setelah pelaksanaan. Perubahan yang dimaksud

yaitu perubahan dari tidak mengerti menjadi mengerti setelah kita

mempelajarinya. Dalam konteks ini belajar berarti harus terjadi perubahan

dan mengalami peningkatan dibandingkan kondisi awal. Perubahan yang

terjadi bisa bersifat keilmuan, tingkah laku, kepribadian dan lain

sebagainya. Belajar berarti suatu proses, untuk itu sebuah pembelajaran

membutuhkan upaya dan waktu untuk menjalaninya.

Banyak pakar yang telah mencoba untuk mendefinisikan arti kata

“belajar”. Hal tersebut menghasilkan banyak definisi belajar dalam

berbagai sudut pandang yang berbeda. Menurut Paul Eggen dan Don

Kauchak, belajar adalah perubahan struktur mental individu yang

memberikan untuk menunjukkan perubahan perilaku “learning is a change

in a person’s mental structure that provides the capacity to demonstrate

change in behaviour”, Khadijah (2006:41). Dale H. Schunk dalam

bukunya yang berjudul Learning Theories An Education Perspective

(2012:5) mengemukakan bahwa pembelajaran merupakan perubahan yang

bertahan lama dalam prilaku, atau dalam kapasitas dalam berperilaku,

yang dihasilkan dari praktik atau bentuk-bentuk pengalaman lainya. Beliau

juga membagi pembejaran menjadi tiga kriteria, yaitu :

a. Pembelajaran melibatkan perubahan

Dalam belajar harus mengalami yang namanya perubahan.

Entah dari perilaku, kapasitas berperilaku dan pemikiran. Suatu orang

Page 2: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori 2.1.1. Hakekat Belajar · 2018. 10. 30. · 9 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori 2.1.1. Hakekat Belajar Belajar dilakukan dengan tujuan

10

dikatakan sudah belajar jika ia melakukan suatu hal dengan cara dan bentuk yang

berbeda.

b. Pembelajaran bertahan lama seiring dengan waktu

Perubahan prilaku yang terjadi tidak terlapas dari adanya suatu

pembelajaran. Ini berarti perubahan perilaku yang bersifat sementara tidak

termasuk di dalamnya.

c. Pembelajaran terjadi melalui pengalaman

Seseorang dapat dikatakan belajar jika ada suatu perubahan ke arah yang

lebih baik. Salah satu cara untuk berubah adalah dari pengalaman. Biasanya

mereka belajar melalui praktik atau mengamati perilaku orang lain.

Arsyad Azhar (1995:1) mengemukakan bahwa belajar adalah suatu proses

yang kompleks yang terjadi pada diri setiap orang sepanjang hidupnya. Kamus Besar

Bahasa Indonesia (KBBI) mendefinisikan belajar berasal dari kata ajar yang berarti

petunjuk yang diberikan kepada orang supaya diketahui (diturut). Dari kata dasar ajar

kemudian berkembang menjadi belajar yang berarti berusaha memperoleh kepandaian

atau ilmu dan berubah tingkah laku atau tanggapan yang disebabkan oleh

pengalaman.

Perubahan tingkah laku menjadi tolok ukur utama dalam kegiatan belajar. Hal

tersebut diperkuat oleh pernyataan Chaplin bahwa belajar memiliki dua definisi yaitu

acquisition of any relatively permanent change in behaviour as a result of a practice

and experience (perolehan perubahan tingkah laku yang relatif menetap sebagai

akibat latihan dan pengalaman) dan process of aquiring responses as a result of

special practice (proses memperoleh respon-respon sebagai akibat adanya latihan

khusus), Syah(2004:64-65). Perlu diketahui bahwa tidak semua perubahan yang

terjadi dikatakan belajar. Perubahan yang terjadi harus bersifat keilmuan atau perilaku

positif yang bertahan lama. Seseorang yang minum minuman keras secara berlebihan

akan terjadi perubahan dalam bentuk perilaku dan struktur mental, namun perubahan

tersebut hanya bersifat sementara dan cenderung negatif maka tidak bisa dikatakan

sebuah usaha belajar.

Untuk memfokuskan arti belajar, Dalyono (2007:49-50) menjelaskan tujuan

belajar sebagai berikut:

Page 3: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori 2.1.1. Hakekat Belajar · 2018. 10. 30. · 9 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori 2.1.1. Hakekat Belajar Belajar dilakukan dengan tujuan

11

a. Belajar bertujuan mengadakan perubahan dalam diri antara lain perubahan tingkah

laku.

b. Belajar bertujuan mengubah kebiasaan yang buruk menjadi baik.

c. Belajar bertujuan mengubah sikap dari negatif menjadi positif, tidak hormat

menjadi hormat, benci menjadi sayang dan sebagainya.

d. Dengan belajar dapat memiliki keterampilan.

e. Belajar bertujuan menambah pengetahuan dalam berbagai bidang ilmu.

Berdasarkan berbagai teori belajar yang dikemukakan oleh para ahli tersebut

maka dapat disimpulkan bahwa belajar merupakan proses kompleks untuk

memperoleh respon berupa perubahan struktur mental, perilaku, pemikiran, disertai

dengan usaha untuk memperoleh kepandaian serta ilmu yang bersifat positif dan

bertahan lama yang terjadi melalui pengalaman, praktik ataupun mengamati orang

lain.

Dengan mengetahui makna kegiatan belajar yang dilihat dari segi kata kerja

selanjutnya yang perlu diketahui adalah hasil dari sebuah belajar tersebut yang berupa

produk. Dalam penelitian ini hasil yang dimaksud adalah hasil belajar dari interaksi

siswa dan guru. Untuk itu hasil yang dimaksud tentunya bersifat kependidikan

terutama output yang ditimbulkan siswa itu sendiri. Oemar Hamalik (2004:30)

berpendapat bahwa hasil belajar akan tampak pada beberapa aspek antara lain:

pengetahuan, pengertian, kebiasaan, keterampilan, apresiasi, emosional, hubungan

sosial, jasmani, etis atau budi pekerti, dan sikap. Seseorang yang telah melakukan

perbuatan belajar maka akan terlihat terjadinya perubahan dalam salah satu atau

beberapa aspek tingkah laku sebagai akibat dari hasil belajar.

Agar substansi hasil belajar terurai secara mendalam dan spesifik maka Bloom

dalam Purwanto (2007: 45) menggolongkan kedalam tiga ranah yang perlu

diperhatikan dalam setiap proses belajar mengajar. Tiga ranah tersebut adalah ranah

kognitif, efektif, dan psikomotor. Ranah kognitif mencakup hasil belajar yang

berhubungan dengan ingatan, pengetahuan, dan kemampuan intelektual. Ranah efektif

mencakup hasil belajar yang berhubungan dengan sikap, nilai-nilai, perasaan, dan

minat. Ranah psikomotor mencakup hasil belajar yang berhubungan dengan

keterampilan fisik atau gerak.

Page 4: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori 2.1.1. Hakekat Belajar · 2018. 10. 30. · 9 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori 2.1.1. Hakekat Belajar Belajar dilakukan dengan tujuan

12

Berdasarkan beberapa uraian diatas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar

adalah sebuah produk berupa perubahan positif dari segi pengetahuan, pengertian,

kebiasaan, keterampilan, apresiasi, emosional, hubungan sosial, jasmani, etis atau

budi pekerti, dan sikap dan dapat dinilai berdasarkan proses perubahan kemampuan

intelektual (kognitif), kemampuan minat atau emosi (afektif) dan kemampuan motorik

halus dan kasar (psikomotor) pada peserta didik.

2.1.2. Pengertian Metode belajar

Metode sering diartikan dengan cara dalam melakukan berbagai hal. Namun

pengertian tersebut terlalu luas dan menghilangkan esensi dari metode itu sendiri.

Agar metode dapat diartikan secara tepat dan jelas, berikut beberapa pendapat dari

ahli. Menurut Purwadarminta (1976:7) metode adalah cara yang telah teratur dan

terpikir baik-baik untuk mencapai sesuatu maksud. Diperkuat juga dengan pendapat

dari Djamarah (2006:46) bahwa metode adalah suatu cara yang dipergunakan untuk

mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Morris (1976) dalam Sudjana (2010:8)

berpendapat bahwa metode adalah “a manner of procedure; specially, a regular and

systematic way of accomplishing anything. Morris (1976) juga menegaskan “Method

emphasizes procedure according to a detailed, logically ordered plan”. Sedangkan

Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) mendefinisikan metode adalah cara kerja

yang bersistem untuk memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan guna mencapai tujuan

yang telah ditentukan. Sudjana (2010:8) sendiri dalam bukunya Metode dan Teknik

Pembelajaran Partisipatif menyimpulkan bahwa metode mengandung unsur prosedur

yang disusun secara teratur dan logis serta dituangkan dalam suatu rencana kegiatan

untuk mencapai tujuan.

Dalam penelitian ini metode yang dimaksud berkaitan dengan pembelajaran di

sekolah. Oemar Hamalik (2009:26) menyatakan bahwa metode adalah Cara untuk

menyampaikan materi pembelajaran dalam upaya mencapai tujuan kurikulum. Dalam

kaitannya dengan pembelajaran di sekolah, Prastowo (2013: 69) menyatakan :

Metode pembelajaran adalah cara teratur yang digunakan untuk melaksanakan

pembelajaran. Metode pembelajaran adalah cara kerja yang bersistem untuk

memudahkan pelaksanaan pembelajaran, sehingga kompetensi dan tujuan

pembelajaran dapat tercapai. Selain itu, metode pembelajaran adalah cara yang

digunakan untuk mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam

bentuk kegiatan nyata dan praktis untuk mencapai tujuan pembelajaran

Page 5: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori 2.1.1. Hakekat Belajar · 2018. 10. 30. · 9 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori 2.1.1. Hakekat Belajar Belajar dilakukan dengan tujuan

13

Dari beberapa pendapat ahli diatas dapat diambil poin-poin metode yaitu

mencakup cara yang dilakukan, terencana, urut atau sistematik, bersistem,

memudahkan, berupa rencana kegiatan. Jadi dapat diartikan bahwa metode belajar

adalah suatu cara yang menekankan pada prosedur yang terencana, teratur dalam

sebuah sistem disusun secara terstruktur, logis dan sistematis yang dituangkan dalam

sebuah bentuk rencana kegiataan pembelajaran guna mempermudah mencapai tujuan

yang telah ditentukan dalam kurikulum.

2.1.3 Kurikulum

2.1.3.1 Pengertian Kurikulum

Kurikulum merupakan suatu perangkat dalam pembelajaran yang berguna

sebagai acuan suatu pembelajaran. Kurikulum berisi program pendidikan serta

muatan-muatan pelajaran. Kurikulum juga memiliki peran besar dalam suksesnya

pembelajaran, pasalnya kurikulum dibuat sesuai kondisi dan tuntutan zaman. Itu

artinya kurikulum bersifat fleksibel atau dapat di sesuaikan berdasarkan tuntutan.

Selain tuntutan zaman kondisi sumber daya manusia di Indonesia juga bepengaruh

terhadap kurikulum yang berlaku.

Nur Ahid (2013:3) berpendapat dalam jurnalnya bahwa kata kurikulum

berasal dari bahasa Latin (Yunani), yakni cucere yang berubah menjadi kata benda

curriculum. Kurikulum, jamaknya curicula, pertama kali dipakai dalam dunia atletik.

Menurut pandangan lama, kurikulum merupakan kumpulan mata pelajaran yang harus

disampaikan oleh guru dan dipelajarai oleh peserta didik, Widyastono (2015:1).

Berdasarkan pendapat dari Zais (1976) kurikulum sebagai a racecourse of subject

matters to be mastered, Nur Ahid (2006:18). Artinya kurikulum sebagai arena

kompetisi suatu materi pelajaran yang harus dikuaisai oleh siswa maupun guru. Guru

tentu harus menguasai arena tersebut karena guru yang harus mendorong siswa untuk

berkompetisi dalam arena yang berisi mata pelajaran. Dalam arti luas Nur Ahid

(2006:19) menyimpulkan kurikulum adalah semua pengalaman, kegiatan, dan

pengetahuan murid di bawah bimbingan dan tanggung jawab sekolah atau guru.

Menurut Beauchamp (1975) dalam Widyastono (2015:1) “a curriculum is

written document which may contain many ingredients, but basically it is a plan for

Page 6: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori 2.1.1. Hakekat Belajar · 2018. 10. 30. · 9 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori 2.1.1. Hakekat Belajar Belajar dilakukan dengan tujuan

14

the education of pupils during their enrollment in a given school”. Pendapat tersebut

mengisyaratkan bahwa kurikulum adalah sebuah dokumen tertulis yang berisi

berbagai bahan (dalam hal ini berarti materi pelajaran, data serta informasi yang

dibutuhkan dalam pembelajaran tersebut), yang pada dasarnya adalah sebuah rencana

untuk mendidik siswa selama masih terdaftar dalam instansi pendidikan tertentu.

Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 pasal 1 Poin 19 mendefinisikan bahwa

Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan

bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan

kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.

Dapat disimpulkan bahwa kurikulum adalah seperangkat dokumen

pembelajaran yang berisi rencana, tujuan, isi, bahan, informasi belajar serta cara yang

digunakan sebagai pedoman dalam melaksanakan pembelajaran tesebut dengan tujuan

mendidik siswa agar siswa mencapai target tujuan yang telah ditetapkan.

2.1.3.2 Fungsi Kurikulum

Dalam melaksanakan pembelajaran, maka setiap pihak yang bersentuhan

langsung dengan kurikulum maka wajib mengetahui fungsi dari kurikulum tersendiri.

Sanjaya (2011) dalam Herry Widyastono (9:2015) berpendapat bahwa kurikulum

memiliki berbagai fungsi. Bagi guru, kepala sekolah, orang tua, dan peserta didik

sebagai berikut:

a. Bagi guru, kurikulum berfungsi sebagai pedoman dalam melaksanakan proses

pembelajaran. Proses pembelajaran yang tidak berpedoman pada kurikulum tidak

akan berjalan secara sistematis dan efektif, sebab pembelajaran adalah proses yang

bertujuan sehingga segala sesuatu yang dilakukan guru dan peserta didik

diarahkan untuk mencapai tujuan. Tanpa kurikulum, dapat dipastikan bahwa

pembelajaran tanpa arah dan tanpa tujuan.

b. Bagi kepala sekolah, kurikulum berfungsi untuk menyusun perencanaan dan

program sekolah. Penyusunan kalender sekolah, pengajuan sarana dan prasarana

sekolah kepada komite, penyusunan berbagai kegiatan sekolah, dan kegiatan-

kegiatan lainya didasarkan pada kurikulum yang digunakan.

c. Bagi peserta didik, kurikulum berfungsi sebagai pedoman belajar. Dengan

kurikulum, peserta didik dapat memahami kompetensi apa yang harus dicapai baik

itu keterampilan, pengetahuan, dan sikap.

Page 7: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori 2.1.1. Hakekat Belajar · 2018. 10. 30. · 9 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori 2.1.1. Hakekat Belajar Belajar dilakukan dengan tujuan

15

d. Bagi orang tua peserta didik, kurikulum sebagai pedoman untuk memberikan

bantuan bagi penyelenggaraan bagi program sekolah dan membantu putra-

putrinya untuk belajar di rumah sesuai dengan program sekolah.

Lebih lengkap lagi berdasarkan penjelasan dari Nurgiantoro (1988 : 45-46)

menyebutkan ada 3 fungsi kurikulum yaitu:

a. Fungsi kurikulum bagi sekolah terdiri dari alat untuk mencapai tujuan pendidikan

yang diinginkan.

b. Kurikulum dapat mengontrol dan memelihara keseimbangan proses pendidikan.

c. Kurikulum dimaksud untuk menyiapkan kebutuhan masyarakat atau lapangan

kerja, sehingga kurikulum mencerminkan hal-hal yang menjadi kebutuhan

masyarakat.

2.1.3.3 Kurikulum 2013

Kurikulum 2013 merupakan kurikulum yang dibuat untuk menyempurnakan

kurikulum sebelumnya yaitu KTSP. Dengan diberlakukanya kurikulum 2013

merupakan salah satu langkah Indonesia dalam perbaikan di bidang pendidikan.

Dengan penyempurnaan dari segi kurkulum diharapkan agar pendidikan di Indonesia

mengalami kemajuan. Tujuan utama yang ingin dicapai pemerintah seperti yang

dijelaskan oleh Herry Widyastono (2105:120) adalah terkait dengan SDM di

Indonesia. Dengan Kurikulum 2013 diharapkan agar SDM di usia produktif yang

akan mencapai puncaknya pada kisaran tahun 2020-2035 dapat ditranformasikan

menjadi SDM yang memiliki kompetensi dan keterampilan melalui pendidikan.

Pengembangan Kurikulum 2013 diorientasikan agar terjadi peningkatan dan

keseimbangan antara kompetensi sikap, keterampilan, dan pengetahuan, Majid

(2014:10).

2.1.3.4 Karakteristik Kurikulum 2013

Kemendikbud (2013) dalam Herry Widyastono (2015:131) menjelaskan

beberapa karakteristik dari Kurikulum 2013 sebagai berikut :

a. Mengembangkan sikap spiritual dan sosial, rasa ingin tahu, kreativitas, kerja sama

dengan kemampuan intelektual dan psikomotorik secara seimbang.

b. Memberikan pengalaman belajar terencana ketika peserta didik menerapkan apa

yang dipelajari di sekolah ke masyarakan dan memanfaatkan masyarakat sebagai

sumber belajar secara seimbang.

Page 8: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori 2.1.1. Hakekat Belajar · 2018. 10. 30. · 9 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori 2.1.1. Hakekat Belajar Belajar dilakukan dengan tujuan

16

c. Mengembangkan sikap, pengetahuan, dan keterampilan serta menerapkanya

dalam berbagai situasi di sekolah maupun di masyarakat.

d. Meberikan waktu yang cukup leluasa untuk mengembangakan berbagai sikap,

pengetahuan, dan keterampilan.

e. Kompetensi dinyatakan dalam bentuk kompetensi inti kelas yang dirinci lebih

lanjut dalam kompetensi dasar mata pelajaran.

f. Kompetensi inti kelas menjadi unsur pengorganisasi (organizing elements)

kompetensi dasar, dimana semua kompetensi dasar dan proses pembelajaran

dikembangkan untuk mencapai kompetensi yang dinyatakan dalam kompetensi

inti.

g. Kompetensi dasar didasarkan pada prinsip akumulatif, saling memperkuat

(reinforced), dan memperkaya (enriched), antarmata pelajaran dan jenjang

pendidikan.

2.1.4 Pendekatan Saintifik (scientific approach)

Permendikbud nomor 54 tahun 2013 menerangkan bahwa lulusan SD

sederajat harus memiliki pengetahuan, sikap dan keterampilan. Di ranah keterampilan

lulusan SD sederajat dituntut memiliki kemampuan pikir dan tindak yang produktif

dan kreatif dalam ranah abstrak dan konkret sesuai dengan yang ditugaskan

kepadanya. Pembelajaran saintifik lebih berorientasi dan memenuhi kriteria kelulusan

yang ditetapkan di Permendikbud no 54 tahun 2013.

Dengan adanya rencana pemerintah untuk pemerataan kurikulum 2013 maka

pembelajaran dengan pendekatan saintifik sudah harus menjadi hal yang wajib

diketahui oleh guru. Pendekatan saintifik dan Kurikulum 2013 adalah dua hal yang

sejalan, artinya Kurikulum 2013 memiliki kesesuaian dalam hal metode pembelajaran

dan standar kelulusan dengan pembelajaran menggunakan pendekatan saintifik.

2.1.4.1 Pengertian Pendekatan Saintifik

Pendekatan saintifik berkaitan erat dengan metode saintifik karena dalam

proses belajar mengajar yang menerapkan pembelajaran saintifik harus menaati

kaidah-kaidah atau langkah-langkah dalam metode saintifik. Metode scientific

pertama kali diperkenalkan melalui ilmu pendidikan Amerika pada akhir abad ke-19,

sebagai penekanan pada metode laboratorium formalistik yang mengarah pada fakta-

fakta ilmiah (Rohandi, 2005:25).

Page 9: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori 2.1.1. Hakekat Belajar · 2018. 10. 30. · 9 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori 2.1.1. Hakekat Belajar Belajar dilakukan dengan tujuan

17

Sani (2014:50-51) berpendapat bahwa metode saintifik (ilmiah) pada

umumnya melibatkan pengamatan atau observasi yang dibutuhkan untuk perumusan

hipotesis atau mengumpulkan data. Metode ilmiah pada umumnya dilandasi dengan

pemaparan data yang diperoleh melalui pengamatan atau percobaan. Pengamatan dan

percobaan tidak harus dalam arti luas, namun dalam arti sederhana dapat dilakukan

dengan kegiatan pengumpulan informasi dari berbagai sumber.

De Vito (1989) dalam Majid dan Rochman (2014:3) berpendapat bahwa

model pembelajaran yang diperlukan dalam pembelajaran menggunakan pendekatan

saintifik adalah yang memungkinkan terbudayakanya kecakapan berpikir sains,

terkembangnya sense of inquiry, dan kemampuan berpikir kreatif siswa. Pembelajaran

saitifik tidak hanya terpaku pada satu materi saja namun juga dapat diintegrasikan

berbagai materi dalam satu pembelajaran. Dalam konteks pemeblajaran di Sekolah

Dasar, siswa tidak hanya mempelajari suatu materi pelajaran di kegiatan belajarnya

namun berbagai materi pelajaran diintegrasikan kedalam satu pembelajaran. Siswa

dapat mempelajari matematika sembari bermain bola atau belajar pengetahuan alam

menggunakan lagu. Argumen ini diperkuat oleh Beyer (1991) “model pembelajaran

berbasis peningkatan keterampilan proses sains adalah model pembelajaran yang

mengintegrasikan keterampilan proses sain kedalam system penyajian materi secara

terpadu, Majid dan Rochman (2014:4)

Chain and Evan (1990) dalam Majid dan Rochman (2014:4) berpendapat

model pembelajaran berbasis keterampilan proses sains berpotensi membangun

kompetensi dasar hidup siswa melalui pengembangan keterampilan proses sain, sikap

ilmiah, dan proses konstruksi secara bertahap. Mereka juga menambahkan bahwa

ketarmpilan proses sain pada dasarnya adalah kemampuan dasar untuk belajar (basic

learning tool) yaitu kemampuan yang berfungsi membentuk landasan pada setiap

individu dalam mengembangkan diri.

Sani (2014:70) mengutip dari modul diklat Kurikulum 2013 bahwa

pendekatan saintifik dimaksudkan untuk memberikan pemahaman kepada peserta

didik dalam mengenal, memahami berbagai materi menggunakan pendeketan ilmiah,

bahwa informasi bisa berasal dari mana saja, kapan saja tidak tergantung pada

informasi searah guru. Oleh karena itu, kondisi pembelajaran yang diharapapkan

Page 10: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori 2.1.1. Hakekat Belajar · 2018. 10. 30. · 9 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori 2.1.1. Hakekat Belajar Belajar dilakukan dengan tujuan

18

tercipta diarahkan untuk mendorong peserta didik dalam mencari dari berbagai

sumber observasi, bukan diberitahu.

Dari kondisi tersebut siswa diharapkan agar bisa merumuskan pembelajaran

berdasarkan informasi yang didapat dari observasi. Dari kegiatan observasi siswa

akan memiliki kemampuan analitik yaitu dapat mengambil keputusan dengan tepat

setelah mendapatkan informasi yang diobservasi.

Pendekatan scientific menjadikan pembelajaran lebih aktif dan tidak

membosankan, siswa dapat mengonstruksi pengetahuan dan keterampilannya melalui

fakta-fakta yang ditemukan dalam penyelidikan di lapangan guna pembelajaran.

Selain itu, dengan pembelajaran berbasis pendekatan scientific ini, siswa didorong

lebih mampu dalam mengobservasi, bertanya, bernalar, dan mengomunikasikan atau

mempresentasikan hal-hal yang dipelajari dari fenomena alam ataupun pengalaman

langsung (Kemendikbud, 2013: 203,212)

Sudarwan (2013) berpendapat dalam makalahnya pada Workshop Kurikulum

2013 menjelaskan bahwa pendekatan scientific bercirikan penonjolan dimensi

pengamatan, penalaran, penemuan, pengabsahan, dan penjelasan dari suatu

kebenaran. Dengan demikian proses pembelajaran harus dilaksanakan dengan

dipandu prinsip-prinsip, nilai-nilai, atau kriteria ilmiah. Sudarwan (2013) juga

menjabarkan kriteria-kriteria yang harus dipenuhi agar suatu pembelajaran dapat

dikatan pembelajaran ilmiah, yaitu

a. Substansi atau materi pembelajaran berbasis fakta atau fenomena yang dapat

dijelaskan dengan logika atau penalaran tertentu; bukan sebatas kira-kira,

khayalan, legenda atau dongeng semata.

b. Penjelasan guru, respon peserta didik, dan interaksi edukatif guru-peserta didik

terbebas dari prasangka yang semerta-merta, pemikiran subjektif, atau penalaran

yang menyimpang dari alur pemikiran logis.

c. Mendorong dan menginspirasi peserta didik agar berpikir kritis, analitis dan tepat

dalam mengidentifikasi, memahami, memecahkan masalah, dan mengaplikasikan

substansi atau materi pembelajaran.

d. Mendorong dan menginspirasi peserta didik agar dapat berpikir hipotetik dalam

melihat perbedaan, kesamaan, dan tautan satu sama lain dari substansi atau meteri

pembelajaran.

Page 11: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori 2.1.1. Hakekat Belajar · 2018. 10. 30. · 9 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori 2.1.1. Hakekat Belajar Belajar dilakukan dengan tujuan

19

e. Berbasis pada konsep, teori dan fakta empiris yang dapat

dipertanggungjawabkan.

f. Tujuan pembelajaran dirumuskan secara sederhana dan jelas, namun menarik

sistem penyajiannya.

Dengan berbagai penjelasan pakar diatas maka pembelajaran saintifik adalah

pembelajaran yang dilakukan dengan berpijak berdasarkan teori-teori maupun fakta-

fakta ilmiah yang disusun dengan merencanakan pembelajaran secara sederhana tetapi

menghasilakan penyajian belajar yang menarik dengan tujuan pembelajaran agar

siswa dituntut untuk berpikir berpikir kritis, analitis dan tepat dalam mengidentifikasi,

memahami, memecahkan masalah, dan mengaplikasikan substansi atau materi

pembelajaran dengan menggunakan berbagai sumber belajar guna menunjang

pembelajaran yang aktif dan efektif

2.1.4.2 Konsep Pendekatan Saintifik

Di ranah pendidikan dasar guru tidak selalu menjadi sumber belajar yang

utama. Dalam pendekatan pembelajaran saintifik siswa dapat memperoleh sumber dan

informasi pengetahuan dari mana saja dan kapan saja. Aktivitas belajar mengajar

tidak harus dilaksanakan di dalam kelas dengan keterikatan guru dan mata pelajaran

sebagai sumber belajar. Siswa dapat melakukan aktivitas untuk memperoleh informasi

dari sumber apapun dengan bimbingan guru. Sani (2014:51) menggambarkan

komponen aktivitas pembelajaran saintifik sebagai berikut.

Perumusan

Hipotesis

Hasil/Data

Eksperimen dan

Observasi

Kesmpulan

Teori dan Model

Observasi

Gambar 1

Gambar diagram komponen aktivitas pembelajaran saintifik, Sani

(2014:51)

Page 12: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori 2.1.1. Hakekat Belajar · 2018. 10. 30. · 9 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori 2.1.1. Hakekat Belajar Belajar dilakukan dengan tujuan

20

Gambar diagram di atas menggambarkan proses pembelajaran saintifik secara

garis besar berdasarkan argumen dari Sani. Berangkat dari teori dan model

pembelajaran dalam hal ini siswa dapat melakukan observasi dan eksperimen guna

mencari data dan informasi yang dibutuhkan. Setelah data diperoleh akan diproses

dan hasil dari penelitian akan muncul dalam bentuk kseimpulan. Data tidak harus

diubah dalam bentuk kesimpulan tetapi data juga dapat diobservasi kembali. Setelah

kedua tindakan tersebut dilakukan maka akan muncul sebuah hipotesis berdasarkan

kesimpulan tersebut. Hipotesis juga masih dapat diobservasi kembali dan terus

bersiklus sampai didapatkan hasil yang maksimal.

Dyer dkk berpendapat dalam Sani (2014:53) bahwa konsep pengolahan data

seperti yang tergambar diatas merupakan ciri pembelajaran saintifik, dan dapat

digunakan untuk membentuk keterampilan yang inovatif. Menurut Dyer dkk.

Keterampilan inovatif yang dimaksud adalah keterampilan untuk : 1) observasi,

2) bertanya, 3) melakukan percobaan, 4) asosiasi (menghubungkan dan menalar) dan

5) membangun jaringan(networking). Berdasarkan terori Dyer, kelima tahapan

pembelajaran saintifik tersebut tidak harus dilakukan secara kaku. Sani (2014:54)

menambahkan aktivitas belajar dapat disesuaikan dengan pengetahuan yang hendak

dipelajari. Pada suatu pembelajaran mungkin bisa dilakukan observasi terlebih

dahulu. Mungkin di pembelajaran yang lain melakukan menanya dahulu kemudian

disusul observasi. Aktivitas membangun jaringan (networking) juga dapat dilakukan

untuk menunjang aktivitas observasi.

Sani (2014:54) juga menambahkan bahwa komponen pembelajaran saintifik

dapat digambarkan sesuai kebutuhan. Komponen tersebut digambarkan dalam bentuk

piramida kebutuhan sebagai berikut.

Gambar 2

Komponen piramida kebutuhan pembelajaran saintifik

Page 13: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori 2.1.1. Hakekat Belajar · 2018. 10. 30. · 9 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori 2.1.1. Hakekat Belajar Belajar dilakukan dengan tujuan

21

Majid dan Rochman (2014:3) berargumentasi bahwa pembelajaran saintifik

merupakan pembelajaran yang mengadopsi langkah-langkah saintis dalam

membangun pengetahuan melalui metode ilmiah.

Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa pendekatan scientific

merupakan pendekatan dalam proses pembelajaran yang mengintegrasikan

keterampilan sains yaitu mencari tahu sendiri fakta-fakta dan pengetahuan yang

dikaitkan dengan materi pembelajaran. Pembelajaran saintifik merupakan

pembelajaran yang mengadopsi langkah-langkah saintis dalam membangun

pengetahuan melalui metode ilmiah. Model pembelajaran yang diperlukan adalah

yang memungkinkan terbudayakannya kecakapan berpikir sains, terkembangkannya

sense of inquiry dan kemampuan berpikir kreatif siswa. Pendekatan scientific lebih

menekankan kepada peserta didik sebagai subjek belajar yang harus dilibatkan secara

aktif.

2.1.4.3 Unsur-Unsur Pendekatan Saintifik

Majid & Rochman (2014:72) mendefinisikan kelebihan pembelajaran berbasis

ilimiah atau scientific learning itu lebih efektif hasilnya dibandingkan pembelajaran

tradisional. Hasil penelitian membuktikan bahwa pada pembelajaran tradisional

retensi informasi dari guru sebesar 10 persen setelah 15 menit dan perolehan

pemahaman kontekstual sebesar 25 persen. Pada pembelajaran berbasis pendekatan

ilmiah, retensi informasi dari guru sebesar 90 persen setelah dua hari, dan perolehan

pemahaman kontekstual sebesar 50-70 persen.

Dalam materi pedoman implementasi Kurikulum 2013 yang dikeluarkan oleh

kemendikbud dijelaskan bahwa pembelajaran pada Kurikulum 2013 untuk semua

jenjang pendidikan dilaksanakan menggunakan pendekatan scientific. Majid &

Rochman (2014:73) berpendapat bahwa proses pembelajaran ilmiah harus menyentuh

tiga ranah yaitu sikap, pengetahuan dan keterampilan. Dalam proses pembelajaran

berbasis pendekatan ilmiah, ranah sikap menggamit transformasi substansi atau materi

ajar agar peserta didik tahu tentang “mengapa”. Ranah keterampilan menggamit

transformasi subtansi atau materi ajar agar peserta didik tahu tentang “bagaimana”.

Ranah pengetahuan menggamit transformasi substansi peserta didik tahu tentang

Page 14: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori 2.1.1. Hakekat Belajar · 2018. 10. 30. · 9 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori 2.1.1. Hakekat Belajar Belajar dilakukan dengan tujuan

22

“apa”. Majid & Rochman (2014) di halaman berikutnya juga menambahkan hasil

akhir dari proses pembelajaran menggunakan metode ilmiah adalah peningkatan dan

keseimbangan antara kemampuan untuk menjadi manusia yang lebih baik (soft skill)

dan manusia yang memiliki kecakapan dan pengetahuan untuk hidup secara layak

(hard skill) dari peserta didik yang meliputi aspek kompetensi sikap, keterampilan,

dan pengetahuan.

Metode ilmiah merupakan teknik untuk merumuskan permasalahan dalam

bentuk pertanyaan kemudian menjawab pertanyaan tersebut berdasarkan kegiatan

observasi atau melaksanakan percobaan. Majid & Rochman (2014:74) mejabarkan

tujuh langkah dalam pelaksanaan metode ilmiah yaitu: merumuskan pertanyaan,

merumuskan latar belakang penelitian, merumuskan latar belakang penelitian,

merumuskan hipotesis, menguji hipotesisi melalui percobaan, manganalisis hasil dan

merumuskan kesimpulan, dan melaporkan hasil. Setelah ketujuh langkah selesai,

observer juga dapat melakukan uji coba kesimpulan kembali apakah relevan atau

tidak. Langkah-langkah diatas mencakup aktivitas eksplorasi, elaborasi dan

konfirmasi yang bertujuan untuk meyakinkan bahwa ilmu pengetahuan yang telah

siswa ketahui teruji kebenaranya Majid & Rochman (2014:74). Mereka juga

menambahkan bahwa dalam penerapan Kurikulum 2013 , siswa menggali informasi

dengan diawali dengan mengamati dan bertanya, lalu siswa mendalami informasi

untuk menjawab pertanyaan. Model pembelajaran seperti ini sangat cocok jika

dilaksanakan menggunakan pendekatan ilmiah, karena ketujuh aspek dalam konsep

pendekatan ilmiah menurut Majid & Rochman sudah mencakup model pembelajaran

yang diharapkan dalam Kurikulum 2013.

2.1.4.4 Prinsip-Prinsip Pendekatan Saintifik

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) prinsip merupakan

kebenaran yang menjadi pokok dasar berpikir, bertindak, dan sebagainya. Untuk

melakukan pembelajaran dengan pendekatan saintifik, wajib untuk mengatuhui dasar

untuk bertindak dalam melakukan pembelajaran tersebut yang disebut prinsip

pendekatan saintifik. Terdapat beberapa prinsip dalam pendekatan saintifik. Hosnan

(2014:37) menjabarkan delapan prinsip yang harus diperhatikan dalam melaksanakan

pembelajaran menggunakan pendekatan saitifik. Kedelapan prinsip Hosnan adalah

sebagai berikut :

Page 15: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori 2.1.1. Hakekat Belajar · 2018. 10. 30. · 9 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori 2.1.1. Hakekat Belajar Belajar dilakukan dengan tujuan

23

1. Pembelajaran berpusat pada siswa; 2) pembelajaran membentuk students

self-concept; 3) pembelajaran terhindar dari verbalisme; 4) pembelajaran

memberikan kesempatan pada siswa untuk mengasimilasi dan mengakomodasi

konsep, hukum, dan prinsip; 5) pembelajaran mendorong terjadinya

peningkatan kemampuan berpikir; 6) pembelajaran meningkatkan motivasi

belajar siswa dan motivasi mengajar guru; 7) memberikan kesempatan pada

siswa untuk melatih kemampuan dalam berkomunikasi; 8) adanya proses

validasi terhadap kosep, hukum, dan prinsip yang dikonstruksi siswa dalam

struktur kognitifnya.

Kedelapan prinsip Hosnan mengisyaratkan bahwa guru dalam menghadapi

Kurikulum 2013 harus mempersiapkan pembelajaran menggunakan pendekatan

saintifik. Pada poin pertama hosnan mendefinisikan bahwa pembelajaran berpusat

pada siswa, artinya segala bentuk usaha dan aktivitas pembelajaran siswa harus

berperan aktif. Selain itu guru hanya menjadi pihak kedua dalam pembelajaran yang

berarti guru hanya membantu siswa jika terdapat kesulitan, membenarkan kesalahan

siswa dan membimbing siswa. Siswalah yang menjadi pemeran utama dalam

pembelajaran. Pembelajaran tradisional guru lebih mendominasi pembelajaran

dibanding siswa. Pembelajaran yang terjadi hanya satu arah yaitu guru ke siswa. Hal

ini tidak sejalan dengan prinsip Hosnan.

Poin yang kedua tentang prinsip pendekatan saintifik Hosnan adalah students

self-concept. Artinya melalui pembelajaran tersebut siswa diharapakan mengenali

dirinya sendiri, kecenderungan prilakunya sendiri, dan karakteristiknya sendiri. Jadi

siswa akan menemukan gambaran dirinya melalui aktivitas-aktivitas yang dirancang

oleh guru. Setelah siswa mengetahui akan konsep dirinya sendiri, guru membimbing

siswa untuk membentuk konsep diri siswa agar menjadi lebih baik.

Prinsip selanjutnya adalah pembelajaran terhindar dari verbalisme. Kamus

Besar Bahasa Indonesia (KBBI) mendefinisikan arti kata verbalisme yaitu “ajaran

(pandangan) dalam dunia pendidikan (pengajaran) yang mendidik anak untuk banyak

menghafal”. Guru tidak boleh mendominasi pembelajaran dengan metode

ceramahnya atau mendorong siswa untuk menghafal materi pembelajaran secara

besar. Guru di tuntut untuk menyuguhkan serta menanamkan konsep suatu materi

kepada siswa agar siswa mengerti materi tersebut melalui caranya masing-masing.

Prinsip ke-empat yaitu pembelajaran memberikan kesempatan pada siswa

untuk mengasimilasi dan mengakomodasi konsep, hukum, dan prinsip. Asimilasi

seperti yang terdefinisikan di KBBI berbunyi “penyesuaian (peleburan) sifat asli yang

Page 16: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori 2.1.1. Hakekat Belajar · 2018. 10. 30. · 9 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori 2.1.1. Hakekat Belajar Belajar dilakukan dengan tujuan

24

dimiliki dengan sifat lingkungan sekitar” sedangkan akomodasi “sesuatu yang

disediakan untuk memenuhi kebutuhan”. Untuk itu siswa melalui pembelajaran

dengan pendekatan saintifik diharapkan bisa menyelaraskan gagasan, konsep, hukum

serta prinsip sesuai pandangan mereka sesuai pandangan materi yang diajarkan.

Mengakomodasi berarti siswa diharapkan bisa menyinkronkan gagasan, konsep,

hukum serta prinsip sesuai pengertian guru menggunakan sekema pembelajaran yang

telah distimulus siswa dengan konsep pemahaman masing-masing siswa.

Prinsip keenam yaitu pembelajaran meningkatkan motivasi belajar siswa dan

motivasi mengajar guru, artinya tidak ada siswa yang malas belajar dan guru malas

dalam memberikan pengajaran yang ideal. Pembelajaran disusun dengan berbagai

aktivitas yang menstimulus semangat belajar siswa dan memberikan motivasi belajar

siswa.

Prinsip ketujuh yaitu memberikan kesempatan pada siswa untuk melatih

kemampuan dalam berkomunikasi. Seperti yang telah dijelaskan pada poin pertama

dan ketiga bahwa guru tidak boleh mendominasi jalanya kegiatan belajar. Dalam hal

ini juga bertujuan untuk melatih keaktifan siswa salah satunya dalam hal

berkomunikasi. Untuk itu guru harus berusaha memberikan pancingan siswa untuk

mengeluarkan gagasanya dan dapat bertukar gagasan dengan siswa lain.

Prinsip kedelapan yaitu adanya proses validasi terhadap kosep, hukum, dan

prinsip yang dikonstruksi siswa dalam struktur kognitifnya. Dalam hal ini guru

bertindak sebagai ahli materi yang membenarkan pemahaman tentang kosep, hukum,

dan prinsip sesuai cara masing-masing siswa agar tidak terjadi miskonsepsi materi.

Tahap ini dalam KTSP disebut konfirmasi.

Dalam pelaksanaannya untuk mencapai kedelapan prinsip tersebut harus ada

interaksi yang ideal antara guru, siswa dan lingkungan belajar. Guru dalam

melaksanakan pembelajaran saintifik memiliki tugas yang sangat berat karena tidak

hanya dituntut untuk mewujudkan pembelajaran dengan baik tetapi juga harus

membentuk perilaku siswa di dalam proses pembelajaran. Hasil berupa penguasaan

materi bukanlah tujuan utama dalam pendekatan ini, tetapi hasil dinilai dari berbagai

segi yaitu koknitif, afektif, dan psikomotor. Lingkungan belajar juga memiliki andil

yang besar karena dengan ketersiadan sumber belajar yang memadai akan

mempermudah guru dalam mewujudkan pembelajaran dengan pendekatan saintifik.

Page 17: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori 2.1.1. Hakekat Belajar · 2018. 10. 30. · 9 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori 2.1.1. Hakekat Belajar Belajar dilakukan dengan tujuan

25

2.1.4.5 Langkah-Langkah Pendekatan Saintifik

Pembelajaran Kurikulum 2013 menerapkan pendekatan ilmiah. Majid &

Rochman (2014:75) mendefinisikan bahwa Kurikulum 2013 menekankan pada

dimensi pedagogik modern dalam pembelajaran, yaitu menggunakan pendekatan

ilmiah. Dalam penerapnya, saat proses pembelajaran maka diperlukan langkah-

langkah agar tidak terjadi kesalah pahaman dan kegagalan pembelajarannya. Berikut

penjelasan dari berbagai pendapat tentang langkah-langkah pendekatan ilmiah atau

saintifik.

Menurut Majid & Rochman (2014:75) “Pendekatan ilmiah (scientific

approach) dalam pembelajaran semua mata pelajaran meliputi menggali informasi

melalui pengamatan, bertanya, percobaan, kemudian mengolah data atau informasi,

menyajikan data atau informasi dilanjutkan dengan menganalisis, menalar, kemudian

menyimpulkan dan mencipta”. Sebagaimana yang dimaksud dalam pendapat tersebut

bahwa pembelajaran yang dilakukan harus meliputi beberapa aspek yaitu mengamati,

menanya, mencoba, mengolah, menyajikan, menyimpulkan, dan mencipta dari semua

mata pelajaran. Berikut penjabaran dari delapan langkah pembelajaran saintifik

menurut Majid & Rochman.

a. Mengamati

Mengamati adalah kegiatan yang cukup mudah dalam pelaksanaanya.

Berkaitan dengan aktivitas belajar siswa, kegiatan mengamati adalah bentuk

pengumpulan berbagai informasi yang memiliki kaitan dengan materi yang diajarakan

oleh guru. Kegiatan mengamati ini juga sebagai bentuk latihan agar siswa

berkesempatan mengasah rasa ingin tahu mereka. Selain itu bagi beberapa anak yang

memiliki rasa ingin tahu tinggi, kegiatan ini menjadi kegiatan untuk memenuhi

kepuasan akan rasa ingin tahu mereka. Kegiatan ini juga memiliki kelemahan.

Menurut Majid & Rochman (2014:75) “tentu saja kegiatan mengamati dalam rangka

pembelajaran ini biasanya memerlukan waktu persiapan yang lama dan matang, biaya

dan tenaga yang relatif banyak, dan jika tidak terkendali akan mengaburkan makna

serta tujuan pembelajaran”.

Kegiatan mengamati atau observasi merupakan kegiatan yang melibatkan

siswa secara langsung, untuk itu guru harus memahami bentuk keterlibatan siswa

dalam kegiatan ini. Majid & Rochman (2014:76) menjabarkan tiga jenis observasi,

Page 18: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori 2.1.1. Hakekat Belajar · 2018. 10. 30. · 9 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori 2.1.1. Hakekat Belajar Belajar dilakukan dengan tujuan

26

yaitu: 1) observasi biasa (common observation); 2) observasi terkendali (controlled

observation); 3) observasi partisipatif (participant observation).

Kegiatan observasi akan efektif jika siswa melengkapi diri dengan alat-alat

pencatatan dan alat-alat lain yang menunjang, seperti: tape recorder yang digunakan

untuk merekam data informasi berupa audio, kamera yang digunakan untuk

menangkap data atau informasi dalam bentuk visual, film atau video yang dapat

digunakan menangkap informasi atau data berupa audio visual serta alat-alat lain

sesuai keperluan. Lebih lengkapnya alat atau instrument penunjang observasi dapat

berupa daftar cek (check list), skala rentan (rating scale), catatan berupa anecdot

(anecdotal record) serta instrument yang lain.

b. Menanya

Setelah siswa melakukan kegiatan observasi dan sudah memperoleh berbagai

data yang diperlukan, seringkali siswa memperoleh data dalam kondisi yang menurut

mereka tidak sepaham dengan pemahaman mereka. Dengan kondisi ini jika dibiarkan

maka hal yang terjadi adalah siswa akan mengalami miskonsepsi materi pelajaran dan

jika ketidak sepahaman mereka tidak terjawab akan berdampak pada motivasi belajar

mereka yang menurun. Di sinilah kegiatan menanya diperlukan. Guru harus bertindak

sebagai pihak yang bisa mengkonfirmasi ketidapahaman siswa.

Turney (1979) dalam Majid & Rochman (2014) mengidentifikasikan 12 fungsi

pertanyaan dalam proses pembelajaran.

1.) Membangkitkan minat dan rasa keingintahuan tentang suatu topik.

2.) Memusatkan perhatian pada masalah tertentu.

3.) Menggalakan penerapan belajar aktif.

4.) Merangsang siswa mengajukan pertanyaan sendiri.

5.) Menstrukturkan tugas-tugas hingga kegiatan belajar dapat berlangsung

secara maksimal.

6.) Mendiagnosis kesulitan belajar siswa.

7.) Mengkomunikasikan dan merealisasikan bahwa semua siswa harus terlibat

secara aktif dalam pembelajaran.

8.) Menyediakan kesempatan bagi siswa untuk mendemonstrasikan

pemahaman tentang informasi yang diberikan.

Page 19: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori 2.1.1. Hakekat Belajar · 2018. 10. 30. · 9 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori 2.1.1. Hakekat Belajar Belajar dilakukan dengan tujuan

27

9.) Melibatkan siswa dalam memanfaatkan kesimpulan yang dapat

mendorong mengembangkan proses berpikir.

10.) Mengembangkan kebiasaan menanggapi pertanyaan teman atau

pertanyaan guru.

11.) Memberikan kesempatan untuk belajar diskusi.

12.) Menyatakan perasaan dan pikiran murni kepada siswa.

Kegiatan menanya juga memberikan wadah siswa untuk saling bertukar

gagasan berupa informasi antar siswa maupun siswa dengan guru. Kegiatan ini akan

mengakibatkan suasan kelas yang dinamis dan alur informasi berjalan ke berbagai

arah.

c. Menalar

Dalam Kurikulum 2013 istilah menalar selaras dengan associating; bukan

mengacu pada reasoning, artinya dalam kegiatan ini siswa tidak hanya berpikir

menyambungkan gagasan mereka dalam angan-angan saja tetapi juga siswa harus

memberikan relasi antara gagasan yang ada dalam pikiran mereka dengan informasi

secara fakta yang mereka temukan. Pengalaman-pengalaman yang telah mereka

dapatkan sebelumnya dikombinasikan dengan pengalaman baru yang mungkin asing

bagi mereka..

Majid & Rochman (2014:87) menjelaskan bahwa teori asosiasi ini sangat

efektif menjadi landasan menanamkan sikap ilmiah dan motivasi pada siswa

berkenaan dengan nilai-nilai intrinsik dari pembelajaran partisiipatif. Majid &

Rochman (2014:87) membagi dua bentuk teknik penalaran yaitu menalar secara

induktif dan deduktif. Menalar secara induktif adalah proses penarikan kesimpulan

dari kasusu-kasus yang bersifat nyata secara individual atau spesifik menjadi

simpulan yang bersifat umum. Sedangkan menalar secara deduktif adalah menerapkan

hal-hal yang bersifat umum terlebih dahulu untuk kemudian digabungkan kedalam

bagian-bagianya yang khusus.

d. Mengolah

Dalam kegiatan mengolah data atau informasi, siswa lebih dianjurkan untuk

bekerja sacara kolaboratif. Hal ini bertujuan untuk memaksimalkan kebenaran dari

suatu informasi. Dikatakan maksimal karena saat terjadi pengolahan secara kelompok

maka akan terjadi pertukaran gagasan dan perbedaan pemahaman dari satu siswa

Page 20: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori 2.1.1. Hakekat Belajar · 2018. 10. 30. · 9 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori 2.1.1. Hakekat Belajar Belajar dilakukan dengan tujuan

28

dengan siswa lain. Hal ini memicu mengerucutnya gagasan dan pengolahan data akan

menghasilkan hasil yang mendekati sempurna jika disbanding dengan pengolahan

secara individu. Dalam kegiatan ini guru bertindak sebagai fasilitator dan manager di

dalam kegiatan belajar siswa. Guru harus bisa mengontrol jalanya kegiatan mengolah

data setiap kelompok agar berjalan tanpa pemasalahan. Pada intinya pengolahan data

tidak selalu guru yang memproses data sehingga siswa hanya menerima dari guru.

e. Mencoba

Kegiatan ini biasa disebut dengan eksperimen. Menurut Majid & Rochman

(2014:90) bahwa untuk memperoleh hasil belajar yang nyata atau autentik, siswa

harus mencoba melakukan percobaan, khususnya pada materi yang sesuai karena

tidak setiap materi dapat dilaksanakan percobaan. Kegiatan mencoba atau eksperimen

ini dapat mencakup tiga ranah belajar, yaitu sikap keterampilan dan pengetahuan.

Aktivitas pembelajaran yang nyata dan dapat diterapkan adalah sebagai berikut : 1)

menentukan tema atau topik sesuai dengan kompetensi dasar menurut tuntutan

kurikulum; 2) mempelajari cara-cara penggunaan alat dan bahan yang tersedia dan

harus disediakan; 3) mempelajari teori-teori yang relevan dan hasil eksperimen

sebelumnya; 4) melakukan dan mengamati percobaan; 5) mencatat fenomena yang

terjadi, menganalisis, dan menyajikan data; 6) menarik simpulan atas hasil percobaan;

7) membuat laporan dan menkomunikasikan hasil percobaan. Majid & Rochman juga

menjelaskan tujuh contoh aktivitas nyata yang dapat dilakukan oleh guru dalam

kegiatan mencoba, yaitu: 1) guru hendaknya merumuskan tujuan eksperimen yang

akan dilakukan oleh siswa; 2) guru bersama siswa mempersiap perlengkapan yang

diperlukan; 3) perlu memperhitungkan tempat dan waktu; 4) guru menyediakan kertas

kerja untuk pengarajan kegiatan murid; 5) guru membicarakn masalah yang akan

dijadikan eksperimen; 6) membagi kertas kerja kepada murid; 7) murit melaksanakan

eksperimen dengan bimbingan guru; 8) guru mengumpulkan hasil kerja murid dan

mengevaluasinya, bila dianggap perlu didiskusikan secara klasikal. Dapat dilihat

bahwa peran siswa sangat dominan untuk itu guru harus jeli dalam menganalisa

tindakan siswa agar tidak terjadi kesalahan yang fatal. Tidak menutup kemungkinan

bahwa siswa akan melakukan kesalahan karena pada dasarnya dalam kegiatan

mencoba kali ini, siswa dituntut unuk belajar dari pengalam yang mereka dapatkan.

Peran guru sangat penting untuk membentengi siswa dalam mencoba untuk tidak

membuat terlalu banyak kesalahan dan keluar dari kegiatan.

Page 21: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori 2.1.1. Hakekat Belajar · 2018. 10. 30. · 9 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori 2.1.1. Hakekat Belajar Belajar dilakukan dengan tujuan

29

f. Menyimpulkan

Aktivitas menyimpulkan dapat dikerjakan secara berkelompok. Kegiatan ini

siswa harus memiliki hasil berupa produk dalam bentuk simpulan dari pembelajaran.

Aktivitas ini pada intinya menjawab pertanyaan pokok dari tujuan kegiatan/proses

pembelajaran. Kegiatan menyimpulkan dapat menjadi ajang saling tukar pendapat

karena pastinya pemikiran setiap siswa berbeda..

g. Menyajikan

Kegiatan ini adalah berupa hasil tugas yang dikerjakan bersama-sama secara

kelompok dapat disajikan dalam bentuk laporan tertulis dan dapat dijadikan satu

bahan untuk portofolio kelompok dan/atau individu yang sebelumnya dikonsultasikan

terlebih dahulu kepada guru. Perlu adanya penyelarasan dari guru berdasarkan sumber

agar tidak terjadi perdebatan antar pendapat siswa yang berkepanjangan

h. Mengkomunikasikan

Pada kegiatan akhir siswa diharapkan dapat mengkomunikasikan hasil

pekerjaan yang telah disusun, baik secara individu maupun secara kelompok.

Kegiatan mengomunikasikan dapat dilakukan dalam bentuk pajangan berupa madding

atau lisan dalam bentuk presentasi. Selain itu berbagai media dapat berperan sebagai

perantara untuk kegiatan mengomunikasikan ini.

Dapat disimpulkan dalam kegiatan pembelajaran siswa dituntut aktif untuk

melakukan observasi melalui kegiatan mengamati. Pastinya terdapat berbagai hal

yang tidak dapat diterima begitu saja oleh karena itu siswa perlu melakukan kegiatan

menanya kepada berbagai sumber khususnya guru. Setelah mendapatkan gambaran

materi yang lengkap siswa juga perlu mengolah materi tersebut sehingga bisa

mendaptkan informasi dan materi yang sistematis dan mudah dipahami bagi mereka.

Pembelajaran menggunakan pendekatan saintifik juga harus melakukan kegiatan

percobaan setelah siswa memiliki informasi yang cukup. Hal ini penting karena untuk

merealisasikan materi yang telah mereka dapat untuk diterapkan dalam kehidupan

sehari-hari. Selain itu kegiatan mencoba juga bertujuan untuk mendapatkan

pengalaman baru sehingga aspek afektif dan psikomotorik siswa terlatih. Kegiatan

mencoba diakhiri dengan pengambilan simpulan yang di asosiasikan dengan berbagai

pendapat siswa lain sehingga akan mendaptkan hasil yang lebih maksimal. Peran guru

Page 22: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori 2.1.1. Hakekat Belajar · 2018. 10. 30. · 9 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori 2.1.1. Hakekat Belajar Belajar dilakukan dengan tujuan

30

juga penting dalam pembuatan simpulan karena untuk mencegah kegagalan

pemahaman yang diperoleh siswa. Pada akhirnya siswa akan mengkomunikasikan

agar kegiatan pembelajaran mereka dapat diakui dan diapresiasi oleh berbagai pihak

yang bersangkutan.

2.1.4.6 Metode Belajar Pendekatan Saintifik

Pembelajaran berdasarkan pendekatan saintifik dapat dilakukan dengan

berbagai metode. Penggunaan metodenya juga harus sesuai berdasarkan langkah-

langkah serta prinsip yang telah dijelaskan di atas. Untuk itu dibutuhkan metode

belajar guna menerapkan pendekatan saintik dalam proses belajar mengajar. Namun

tidak semua metode pembelajaran bisa diterapkan dalam pembelajaran saintifik.

Seperti penjelasan sebelumnya bahwa pendekatan saintifik memiliki enam langkah

yang harus dicapai. Beberapa metode belajar tidak bisa mencakup keenam aspek

tersebut. Untuk itu sebagai guru wajib mengetahui beberapa metode belajar yang

dapat digunakan dalam pembelajaran saintik. Menurut Sani (2014:76) “metode yang

sesuai dengan pendekatan pembelajaran saintifik antara lain: pendekatan berbasis

inkuiri, pembelajaran penemuan (discovery learning), pembelajaran berbasis masalah

(problem based learning), pembelajaran berbasis proyek (project based learning) dan

metode lain yang relevan.

a. Pembelajaran Berbasisi Inkuiri (Inquiry Based Learning)

Inkuiri adalah proses menjawab pertanyaan dan menyelesaikan masalah

berdasarkan fakta dan pengamatan. Pembelajaran berbasis inkuiri (IBL) adalah

pembelajaran yang melibatkan siswa dalam merumuskan pertanyaan yang

mengarakhakan untuk melakukan investigasi dalam membangun pengetahuan dan

makna baru. Pembelajaran dengan pendekatan IBL selalu mengusahakan agar

siswa selalu aktif secara mental maupun fisik. Materi yang disajikan guru bukan

begitu saja diberitahukan dan diterima oleh siswa, tetapi siswa diusahakan

sedemikian rupa sehingga mereka memperoleh berbagai pengalaman dalam

rangka menemukan sendiri konsep-konsep yang direncanakan oleh guru.

b. Pembelajaran Berbasis Penemuan (Discovery Based Learning)

Pembelajaran berbasis discovery pada dasarnya hampir sama dengan

pembelajaran inkuiri. Discovery adalah menemukan konsep melalui serangkaian

data atau informasi yang diperoleh melalui serangkaian pengmatan atau

Page 23: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori 2.1.1. Hakekat Belajar · 2018. 10. 30. · 9 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori 2.1.1. Hakekat Belajar Belajar dilakukan dengan tujuan

31

percobaan. Jadi belajar dengan menemukan (discovery) adalah bagian dari inkuiri.

Perbedaannya dengan discovery ialah bahwa pada discovery masalah yang

diperhadapkan kepada siswa semacam masalah yang direkayasa oleh guru,

sedangkan pada inkuiri masalahnya bukan hasil rekayasa, sehingga siswa harus

mengerahkan seluruh pikiran dan keterampilannya untuk mendapatkan temuan-

temuan di dalam masalah itu melalui proses penelitian.

c. Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning)

Problem based learning (PBL) merupakan pembelajaran yang

penyampaiannya dilakukan dengan cara menyajikan suatu permasalahan,

mengajuka pertanyaan-pertanyaan, memfasilitasi penyidikan, dan membuka

dialog. Pembelajaran ini menuntut siswa untuk selalu melakukan penyelidikan dan

menyelesaikan permasalahan dan guru hanya sebagai fasilitor. Model

pembelajaran PBL dapat diartikan sebagai sebuah model pembelajaran yang

didalamnya melibatkan siswa untuk memecahkan masalah dengan melalui

tahapan metode ilmiah sehingga siswa diharapkan dapat mempelajari

peemasalahan yang berkaitan dengan masalah tersebut sekaligus siswa memiliki

kemampuan untuk memecahkan masalah, Kamdi (2007:77).

d. Pembelajaran Berbasis Proyek (Project Based Learning)

Pembelajaran berbasis proyek dapat merupakan pendekatan, strategi atau

metode pembelajaran yang berpusat pada siswa, bersifat antar disiplin ilmu, dan

berjangka waktu panajang. Pembelajaran berbasis proyek dapat didefinisikan sebagai

pembelajaran dengan aktivitas jangka panjang yang melibatkan siswa dalam

merancang, membuat, dan menampilakan produk untuk mengatasi permasalahan

dunia nyata. Dengan kata lain bahwa pembelajaran berbasis proyek adalah sebuah

model pembelajaran yang menggunakan proyek (kegiatan) sebagai inti pembelajaran.

Dalam kegiatan ini, siswa melakukan eksplorasi, penilaian, interpretasi, dan sintesis

informasi untuk memperoleh berbagai hasil belajar (pengetahuan, keterampilan, dan

sikap).

Page 24: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori 2.1.1. Hakekat Belajar · 2018. 10. 30. · 9 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori 2.1.1. Hakekat Belajar Belajar dilakukan dengan tujuan

32

2.1.5 Metode Belajar Discovery Learning

2.1.5.1 Pengertian Discovery Learning

Discovery berasal dari kata discover dalam bahasa Indonesia dapat diartikan

menemukan. Menurut Oxford Dictionary kata discover didefiniskan sebagai berikut”

Find unexpectedly or during a search”, jika diartikan dalam bahasa Indonesia

discover yaitu menemukan hal tak terduga selama dalam pencarian tersebut. Menurut

(Illahi, 2012:29) mengatakan bahwa pengertian discovery dapat ditinjau melalui kata

dasarnya yaitu discover yang berarti menemukan, sedangkan discovery adalah

penemuan. Menurut Oemar Hamalik (1994:90-91) menyatakan bahwa discovery

adalah proses pembelajaran yang menitikberatkan pada mental intelektual para anak

didik dalam memecahkan berbagai persoalan yang dihadapi, sehingga menemukan

suatu konsep atau generalisasi yang dapat diterapkan di lapangan.

Masarudin Siregar, 1985 menyatakan bahwa discovery by learning adalah

proses pembelajaran untuk menemukan sesuatu yang baru dalam kegiatan belajar

mengajar, Illahi (2012:30). Sedangkan Mulyasa (2005:110) menyatakan bahwa

Discovery Strategy merupakan strategi pembelajaran yang menekankan pengalaman

langsung di lapangan, tanpa harus bergantung pada teori-teori pembelajaran yang ada

pada buku pedoman pembelajaran. Mulyasa mengindikasikan bahwa pembelajaran

discovery tidak hanya terpaku pada teori-teori dari buku, melainkan mengutamakan

pengalaman sebagai tujuan utama yang nantinya diakumulasi serta dirangkai kedalam

beberapa bentuk konsep pengetahuan.

Tokoh penemu pembelajaran berbasis penemuan (Discovery Learning) adalah

Bruner. Bruner dalam Illahi (2102:43) meyakini bahwa strategi pembelajaran dinilai

sangat efektif dan efisien dalam mendayagunakan skill para anak didik dalam

memahami arti pendidikan yang sebenarnya. Ia juga menegaskan bahwa hal

terpenting dalam proses pembelajaran adalah kemampuan untuk menangkap

persoalan dengan mempertimbangkan yang matang, sehingga hasil yang akan dicapai

dapat memberikan motivasi bagi peningkatan belajar anak didik, Illahi (2012:43).

Illahi (2012:34) berpandangan bahwa Discovery Strategy merupakan salah

satu metode yang memungkinkan para anak didik terlibat langsung dalam kegiatan

belajar mengajar, segingga mampu menggunakan proses mentalnya untuk

Page 25: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori 2.1.1. Hakekat Belajar · 2018. 10. 30. · 9 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori 2.1.1. Hakekat Belajar Belajar dilakukan dengan tujuan

33

menemukan suatu konsep atau teori yang sedang dipelajari. Dengan kata lain,

landasan pemikiran yang mendasari pendekatan belajar mengajar ini bisa lebih mudah

dihafal dan diingat, serta dapat ditransformasikan dalam menghadapi kompleksitas

kehidupan yang sangat pelik. Illahi (2012:46) berpendapat bahwa penerapan

Discovery Strategy mempunyai implikasi yang sangat besar guna meningkatkan

keterampilan hidup anak didik dalam menghadapi persaingan yang semakin

kompetitif.

Berdasarkan berbagai pendapat pakar diatas maka dapat ditarik kesimpulan

bahwa Discovery Learning adalah salah satu metode belajar dimana menuntut siswa

agar menemukan informasi atau nilai-nilai baru yang terkandung di dalam proses

pembelajaran tersebut sehingga informasi dan nilai-nilai tersebut diakumulasi dan

dirangkai berdasarkan pengalaman menjadi konsep pengetahuan.

2.1.5.2 Kelebihan dan Kelemahan Discovery Learning

Semua metode belajar pasti memiliki kelebihan dan kelemahanya masing-

masing. Tidak ada satu metode belajar yang cocok digunakan dalam berbagai situasi

belajar. Untuk itu guru harus jeli dalam memilih metode yang cocok untuk digunakan

dalam menjalankan proses belajar mengajar. Salah satu dampak jika guru menerapkan

metode belajar yang kurang tepat adalah tidak tercapainya tujuan belajar tersebut, dan

jika hal tersebut terjadi maka pembelajaran dapat dikatakan gagal. Metode Discovery

Learning sendiri juga memiliki kelebihan dan kelemahan dan berikut penjelasanya.

Illahi (2012:70) menjelaskan lima kelebihan Discovery Learning sebagai

berikut:

a. Dalam penyampaian bahan Discovery Strategy, digunakan kegiatan dan

pengalaman langsung. Kegiatan dan pengalaman tersebut akan lebih menarik

perhatian anak didikdan memungkinkan pembentukan konsep-konsep abstrak

yang mempunyai makna.

b. Discovery Strategy lebih realistis dan mempunyai makna. Sebab, para anak

didik dapat bekerja langsung dengan contoh-contoh nyata. Mereka langsung

menerapkan berbagai bahan uji coba yang diberikan guru, sehingga mereka

dapat bekerja sesuai dengan kemampuan intelektual yang dimiliki.

Page 26: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori 2.1.1. Hakekat Belajar · 2018. 10. 30. · 9 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori 2.1.1. Hakekat Belajar Belajar dilakukan dengan tujuan

34

c. Discovery Strategy merupakan suatu model pemecahan masalah. Para anak

didik langsung menerapkan prinsip dan langkah awal dalam pemecahan

masalah.

d. Dengan sejumlah transfer secara langsung, maka kegiatan Discovery Strategy

akan lebih mudah diserap oleh anak didik dalam memahami kondisi tertentu

yang berkenaan dengan aktivitas pembelajaran.

e. Discovery Strategy banyak memberikan kesempatan bagi para anak didik

untuk terlibat langsung dalam kegiatan belajar. Kegiatan demikian akan

banyak memberikan motivasi belajar, karena disesuaikan dengan kebutuhan

dan minat mereka sendiri.

Nana Syaodih (2005:184) mengatakan bahwa Discovery Strategy menitik

beratkan pada kemampuan mental dan fisik para anak didik yang akan memperkuat

semangat dan konsentrasi mereka dalam melakukan kegiatan discovery. Selain itu

Illahi (2012:69) menambahkan bahwa keistimewaan Discovery Strategy bagi para

anak didik tidak sekedar keterampilan dalam mengkaji suatu persoalan, melainkan

juga kemampuan dalam mengkaji informasi dan fakta konkret mengenai suatu hal

yang dianggap penting. Ridwan Abdullah Sani (2014:98) menjelaskan bahwa

kegiatan discovery melalui kegiatan eksperimen dapat menambah pengetahuan dan

keterampilan peserta didik secara simultan. Dengan demikian metode discovery

memiliki banyak manfaat bagi perkembangan siswa jika dilakukan dengan tepat

terhadap subyek yang juga mampu.

Metode Discovery Learning pasti juga memiliki kelemahan. Menurut Illahi

(2012:72) menjelaskan empat kelemahan dari metode Discovery Learning yaitu:

a. Berkenaan dengan waktu. Belajar mengajar menggunakan Discovery Strategy

membutuhkan waktu yang lama dibandingkan dengan metode langsung. Hal

ini disebabkan untuk dapat memahami strategi ini, dibutuhkan tahapan-

tahapan yang panjang dan kemampuan memanfaatkan waktu yang sebaik-

baiknya.

b. Bagi anak didik yang berusia muda, kemampuan berfikir rasional masih

terbatas, sering mereka menggunakan empirisnya yang sangat subyektif untuk

memperkuat pelaksanaan prakonsepnya.

Page 27: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori 2.1.1. Hakekat Belajar · 2018. 10. 30. · 9 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori 2.1.1. Hakekat Belajar Belajar dilakukan dengan tujuan

35

c. Kesukaran dalam menggunakan faktor subyektifitas ini dapat menimbulkan

kesukaran dalam memahamisuatu persoalan yang berkenaan dengan

pengajaran Discovery Strategy.

d. Faktor kebudayaan dan kebiasaan. Belajar Discovery Strategy menuntut

kemandirian, kepercayaan dirinya sediri, dan kebiasaan bertindak sebagai

subyek. Tuntutan terhadap pembelajaran Discovery Strategy, sesungguhnya

membutuhkan kebiasaan yang sesuai dengan kondisi anak didik.

Berdasarkan penjelasan tersebut mengidikasikan bahwa metode Discovery

Learning tidak selamanya cocok diterapkan dalam pembelajaran. Ada saatnya

pembelajaran ini menjadi sebuah permasalahan dalam sebuah pembelajaran jika guru

tidak pandai dalam melihat situasi yang mereka hadapi. Dengan penjelasan tentang

kelebihan dan kelemahan pembelajaran discovery tersebut, guru diharapkan dapat

menjadi bahan pertimbangan kemudian memutuskan metode yang tepat dalam

pembelajaran.

Menurut Sapriati (2009:28) ada dua macam atau jenis pembelajaran

penemuan, yaitu pembelajaran penemuan murni (free discovery) dan pembelajaran

penemuan terarah atau penemuan terbimbing (guided discovery). Pembelajaran

penemuan murni (free discovery) merupakan pembelajaran penemuan tanpa adanya

petunjuk atau arahan. Sedangkan pembelajaran penemuan terarah/terbimbing (guided

discovery) merupakan pembelajaran yang membutuhkan peran guru sebagai fasilitator

dalam proses pembelajarannya. Diputuskan dalam penelitian ini akan digunakan

metode Guided Discovery Learning mengingat yang menjadi subyek penelitian

adalah siswa sekoah dasar.

2.1.5.3 Metode Belajar Penemuan Terbimbing (Guided Discovery Learning)

Pembelajaran Discovery Learning memang memiliki kelebihan jika dijalankan

sesuai prosedur dan situasi murid sebagai pelaku pembelajar mendukung. Akan tetapi

jika dikaitkan dengan konteks anak Sekolah Dasar sebagai pelaku pembelajar akan

mengalami berbagai permasalahan seperti penjelasan dari kelemahan metode ini.

Untuk itu terdapat metode pembelajaran discovery yang cocok digunakan terhadap

anak didik SD, yaitu metode belajar penemuan terbimbing Guided Discovery

Learning. Sani (2014:97) berpendapat bahwa discovery sering diterapkan percobaan

sains di laboratorium yang masih membutuhkan bantuan guru, yang disebut Guided

Page 28: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori 2.1.1. Hakekat Belajar · 2018. 10. 30. · 9 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori 2.1.1. Hakekat Belajar Belajar dilakukan dengan tujuan

36

Discovery Learning. Sani (2014:97) juga menambahkan dalam opininya bahwa

discovery terbimbing merupakan metode yang digunakan untuk membangun konsep

dibawah pengawasan guru. Sedangkan Hamalik (2005: 188) mengungkapkan bahwa

guided discovery melibatkan siswa dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan guru.

Siswa melakukan discovery, sedangkan guru membimbing mereka kearah yang

benar/tepat. Hanafiah dan Cucu Suhana (2010:77) mengungkapkan bahwa guided

discovery yaitu pelaksanaan penemuan dilakukan atas petunjuk dari guru.

Pelaksanaan pembelajaran discovery diterapkan terhadap anak sekolah dasar tidak

akan berjalan dengan baik, alsannya siswa Sekolah Dasar belum mampu untuk

berfikir mendalam terhadap suatu materi. Oleh karena itu menjadi sangat penting

bimbingan dari seorang guru. Berdasarkan pada pendapat para ahli di atas, peneliti

menyimpulkan bahwa metode Guided Discovery Learning merupakan metode

pembelajaran yang melibatkan siswa secara aktif untuk mencoba menemukan sendiri

informasi maupun pengetahuan yang diharapkan dengan bimbingan dan petunjuk

yang diberikan guru.

Menurut Westwood (2008) dalam Sani (2014:98) untuk meningkatkan

efektivitas pembelajaran penemuan terbimbing (Guided Discovery Learning) maka

dibutuhkan hal-hal sebagai berikut :

a. Proses belajar dibuat secara terstruktur dan hati-hati.

b. Siswa memiliki pengetahuan dan keterampilan awal untuk belajar.

c. Guru memberikan dukungan yang dibutuhkan siswa untuk melakukan

penyelidikan.

Selain itu pembelajaran Guided Discovery Learning pasti memiliki kelemahan

dan kelebihannya. Suryosubroto (2009: 185) menyebutkan beberapa kelebihan

metode Guided Discovery Learning sebagai berikut :

a. Dianggap membantu siswa mengembangkan atau memperbanyak persediaan dan

penguasaan keterampilan dan proses kognitif siswa.

b. Pengetahuan diperoleh dari strategi ini sangat pribadi sifatnya dan mungkin

merupakan suatu pengetahuan yang sangat kukuh; dalam arti pendalaman dari

pengertian; retensi, dan transfer.

Page 29: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori 2.1.1. Hakekat Belajar · 2018. 10. 30. · 9 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori 2.1.1. Hakekat Belajar Belajar dilakukan dengan tujuan

37

c. Strategi penemuan membangkitkan gairah pada siswa, misalnya siswa merasakan

jerih payah penyelidikannya, menemukan keberhasilan dan kadang-kadang

kegagalan.

d. Metode ini memberi kesempatan pada siswa untuk bergerak maju sesuai dengan

kemampuannya sendiri.

e. Metode ini menyebabkan siswa mengarahkan sendiri cara belajarnya, sehingga ia

lebih merasa terlibat dan termotivasi sendiri untuk belajar.

f. Metode ini dapat membantu memperkuat pribadi siswa dengan bertambahnya

kepercayaan pada diri sendiri melalui proses-proses penemuan.

g. Strategi ini berpusat pada anak, misalnya memberi kesempatan kepada mereka

dan guru berpartisipasi sebagai sesama dalam mengecek ide.

h. Membantu perkembangan siswa menuju skeptisisme yang sehat untuk

menemukan kebenaran akhir dan mutlak.

Guided Discovery Learning juga disebut metode penemuan terbimbing.

Marzano dalam Markaban (2006:16) menyatakan bahwa metode penemuan

terbimbing salah satunya memiliki kelebihan yaitu mendukung kemampuan problem

solving siswa dan materi yang dipelajari dapat mencapai tingkat kemampuan yang

tinggi dan lebih lama membekas karena siswa dilibatkan dalam proses

menemukannya. Sedangkan Herman (2001:145) memaparkan tentang kekuatan

metode penemuan terbimbing di antaranya yaitu siswa benar-benar dapat memahami

suatu konsep atau rumus, sebab siswa mengalami sendiri proses untuk mendapatkan

konsep atau rumus itu. Metode ini membatasi guru untuk menambah materi baru, bila

ternyata siswa belum memahami materi yang sedang dipelajari.

Metode Guided Discovery Learning pastinya juga memiliki kelemahan seperti

yang disebutkan oleh Suryosubroto (2009:186):

a. Dipersyaratkan keharusan adanya persiapan mental untuk cara belajar ini.

b. Metode ini kurang berhasil untuk mengajar kelas besar.

c. Harapan yang ditumpahkan pada strategi ini mungkin mengecewakan guru dan

siswa yang sudah biasa dengan perencanaan dan pengajaran secara tradisional.

d. Mengajar dengan penemuan mungkin akan dipandang sebagai terlalu

mementingkan memperoleh pengertian dan kurang memperhatikan diperolehnya

sikap dan keterampilan.

Page 30: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori 2.1.1. Hakekat Belajar · 2018. 10. 30. · 9 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori 2.1.1. Hakekat Belajar Belajar dilakukan dengan tujuan

38

e. Dalam beberapa ilmu (misalnya IPA) fasilitas yang dibutuhkan untuk mencoba

ide-ide mungkin tidak ada.

f. Strategi ini mungkin tidak akan memberi kesempatan untuk berfikir kreatif, kalau

pengertian-pengertian yang akan ditemukan telah diseleksi terlebih dahulu oleh

guru, demikian pula proses-proses di bawah pembinaannya tidak semua

pemecahan masalah menjamin penemuan yang penuh arti.

Dengan demikian guru dapat mempertimbangkan dalam memilih metode

belajar yang tepat untuk diterapkan. Tidak semua metode belajar dapat digunakan

karena tetap saja memiliki kekurangan dan kelebihannya masing-masing, untuk itu

guru harus jeli dalam membaca kondisi kelasnya agar dapat menerapkan metode yang

tepat dan mendapat hasil yang efektif.

2.1.5.4 Langkah-langkah Guided Discovery Learning

Untuk menerapkan pembelajaran Guided Discovery, maka diperlukan sebuah

langkah-langkah (Syntax) agar dalam melakukan pembelajaran memiliki dasar sesuai

teori tang dikembangkan. Menurut Suryosubroto (2009: 184-185) mengemukakan

langkah-langkah metode penemuan sebagai berikut:

1. Identifikasi kebutuhan siswa.

2. Seleksi pendahuluan terhadap prinsip-prinsip, pengertian konsep dan generalisasi

yang akan dipelajari.

3. Seleksi bahan, dan problema/tugas-tugas.

4. Membantu memperjelas

a. tugas/problema yang akan dipelajari.

b. peranan masing-masing siswa.

5. Mempersiapkan setting kelas dan alat-alat yang diperlukan.

6. Mencek pemahaman siswa terhadap masalah yang akan dipecahkan dan tugas-

tugas siswa.

7. Memberi kesempatan pada siswa untuk melakukan penemuan.

8. Membantu siswa dengan informasi/data, jika diperlukan oleh siswa.

9. Memimpin analisis sendiri (self analysis) dengan pertanyaan yang mengarahkan

dan mengidentifikasi proses.

10. Merangsang terjadinya interaksi antarsiswa dengan siswa.

11. Memuji dan membesarkan siswa yang bergiat dalam proses penemuan.

Page 31: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori 2.1.1. Hakekat Belajar · 2018. 10. 30. · 9 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori 2.1.1. Hakekat Belajar Belajar dilakukan dengan tujuan

39

12. Membantu siswa merumuskan prinsip-prinsip dan generalisasi atas hasil

penemuannya.

Selain itu Bruner (dalam Winatapura, 2008:3.19) menjelaskan bahwa tahap-

tahap penerapan belajar penemuan, yaitu; (1) stimulus (pemberian

perangsang/stimuli), (2) problem statement (mengidentifikasi masalah), (3) data

collection (pengumpulan data), (4) data processing (pengolahan data), (5) verifikasi,

dan (6) generalisasi. Sedangkan menurut seorang dari The Power of Our Words and

Learning Through Academic Choice (Paula Denton; 2004; Guided Discovery in

Action; https://www.responsiveclassroom.org/guided-discovery-in-action/; diakses

tanggal 20 November 2017) menjelaskan 5 langkah pembelajaran menggunakan

Guided Discovery yaitu:

1. Introducing and Naming

Tahap ini mengajak siswa untuk lebih tertarik pada pembelajaran yang

akan dilakukan. Biasanya guru memberikan sebuah misteri tentang permasalahan

yang akan dibahas sehingga rasa ingin tahu siswa semakin meningkat.

2. Generating and Modeling Students’ Ideas

Dalam tahap ini guru mengajak siswa untuk berpikir cara belajar dan

menggunakan materi yang akan dipelajarai. Siswa dilibatkan dalam

brainstorming terhadap materi yang akan dipelajari. Guru memiliki tugas sebagai

pengumpul gagasan yang dipikirkan setiap siswa terhadap materi ini, karena

setiap siswa pastinya memiliki interprestasi yang berbeda-beda dalam memahami

materi yang belum mereka kenal.

3. Exploration and Experimentation

Setelah siswa membuat daftar gagasan sehingga siswa setiap siswa

memiliki model gagasan yang berbeda-beda tetapi tidak keluar dari pokok

bahasan. Disinilah tugas guru untuk membatasai berbagai gagasan yang siswa

munculkan. Siswa akan cenderung mengeksplorasi gagasan yang mereka miliki

dengan dengan bertanya dan mencari dari berbagai seumber. Mereka cenderung

mulai mencoba berdasarkan gagasan mereka sendiri. Dengan dorongan dari guru

mereka akan bereksperimen memunculkan ide-ide baru. Meskipun guru

menetapkan beberapa batasan dari gagasan tersebut, siswa masih dapat membuat

pilihan tentang bagaimana mereka mengeksplorasi gagasan tersebut.

Page 32: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori 2.1.1. Hakekat Belajar · 2018. 10. 30. · 9 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori 2.1.1. Hakekat Belajar Belajar dilakukan dengan tujuan

40

4. Sharing Exploratory Work

Dalam tahap ini siswa dibebasakan mengeksplorasi dari berbagai sumber

yang ada. Tugas guru adalah memfasilitasi siswa dalam melakukan explorasi.

Biasanya siswa akan bertanya tentang hal yang belum mereka pahami. Setelah

siswa mendapatkan jawaban tentang apa yang mereka cari, mereka cenderung

akan membandingkan dengan jawaban teman lain. Disinilah tahap Sharing

Exploratory Work berjalan, dimana setiap siswa saling bertukan informasi tetang

apa yang mereka dapat dalam explorasi mereka.

5. Cleanup and Care of Materials

Dalam tahap akhir ini guru mengajak siswa untuk berfikir tentang berbagai

variasi jenis informasi dari sekian siswa di kelas. Tahap ini disebut clean up

berarti membersihkan miskonsepsi tentang informasi yang mereka dapat. Guru

bertindak layaknya hakim karena harus memilah informasi yang didapat siswa

secara bijak dan harus menjelaskan secara logis kepada siswa.

Dalam bukunya, Sani (2013:221) mengungkapkan bahwa langkah-langkah

pembelajaran metode penemuan terbimbing adalah sebagai berikut.

a. Guru menjelaskan tujuan pembelajaran.

b. Guru membagi petunjuk praktikum eksperimen.

c. Peserta didik melaksanakan eksperimen di bawah pengawasan guru.

d. Guru menunjukkan gejala yang diamati.

e. Peserta didik menyimpulkan hasil eksperimen.

Dari beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa langkah-langkah

Guided Discovery Learning, yaitu: 1) pengenalan terhadap materi ajar (introducing),

2) pemberian stimulus kepada siswa (stimulating), 3) exsplorasi dan pengumpulan

materi ajar (exploring and collecting the data), 4) pengolahan informasi berbantuan

guru (data processing), 5) konfirmasi dan verifikasi (confirming and data

verivication).

2.2 Kajian Hasil Penelitian yang Relevan

Penelitian yang dilakukan oleh Susiana (2015) dengan judul “Pengaruh

Penerapan Pendekatan Saintifik Melalui Metode Discovery Learning Terhadap Hasil

Belajar IPA Pada Berbagai Tingkat Kemampuan Belajar Siswa Kelas 5 SD”. Susiana

Menyimpulkan bahwa terdapat perbedaan hasil belajar IPA sebelum treatment dan

Page 33: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori 2.1.1. Hakekat Belajar · 2018. 10. 30. · 9 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori 2.1.1. Hakekat Belajar Belajar dilakukan dengan tujuan

41

setelah treatment. Hal tersebut dibuktikan dengan uji beda Paired Sample T Test.

Hasil uji Paired Sample T Test mendapatkan signifikansi lebih kecil dari 0,05 yakni

0,001 sehingga Ho ditolak dan Ha diterima. Dapat disimpulkan dari penelitian tersebut

bahwa metode discovery learning terbuktu berpengaruh terhadap siswa kelas 5 SD

pada mata pelajaran IPA.

Penelitian yang dilakukan oleh Fahmi (2016) dengan judul “Upaya

Peningkatan Hasil Belajar IPA Melalui Pendekatan Discovery Learning Siswa Kelas

5 SDN Bringin Kecamatan Godong Kabupaten Grobogan Semester 2 Tahun Pelajaran

2015/2016”. Dari penelitian ini di dapat simpulan bahwa penerapan metode Disvery

Learning terhada kelas 5 mata pelajaran IPA di SDN Bringin berhasil. Hal tersebut

ditunjukan dengan Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat peningkatan hasil

belajar IPA yang diupayakan melalui pendekatan discovery learning siswa kelas 5

SDN Bringin Kecamatan Godong Kabupaten Grobogan semester 2 tahun pelajaran

2015/2016. Hal ini ditunjukkan oleh perbandingan hasil belajar IPA berdasarkan

ketuntasan, siklus I : siklus II, yakni 71,67% : 84,58% . Perbedaan hasil belajar IPA

berdasarkan skor terendah siklus I:siklus II , yakni 50:55, perbedaan hasil belajar IPA

berdasarkan skor tertinggi siklus I: siklus II, yakni 95:100, perbedaan hasil belajar

IPA berdasarkan skor rata-rata siklus I: siklus II, yakni 71,67:84,58. Selain itu

penelitian ini dikatakan berhasil karena juga ditunjukkan oleh 86,67 % dari seluruh

siswa tuntas > 80 % yang telah ditetapkan dalam indikator kinerja.

Penelitian yang dilakukan oleh Kurniawati (2016) dengan judul “Keefektifan

Model Pembelajaran Discovery Learning terhadap Minat Belajar dan Hasil Belajar

IPA pada Siswa Kelas IV SDN Candirejo 02 Kabupaten Semarang Semester II Tahun

Pelajaran2015/2016” memberikan kesimpulan bahwa penelitian yang dilakukan

efektif. Kurniawati berkesimpulan dalam penelitiannya “Dengan demikian dapat

disimpulkan Model Discovery Learning lebih efektif meningkatkan minat siswa

dibandingkan dengan Model Konvensional. Saran dalam penelitian ini adalah bagi

guru kelas bisa menerapkan model pembelajaran discovery learning dengan baik.

Bagi siswa, dapat menumbuhkan semangat kerja sama antar siswa, meningkatkan

motivasi dan daya tarik siswa terhadap pembelajaran terutama pelajaran IPA”.

Kesimpulan tersebut dibuktikan dengan teknik analisis data menggunakan

independent Sample T-Test dengan bantuan SPSS v.16.0 for windos 8.0, hasil analisis

Page 34: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori 2.1.1. Hakekat Belajar · 2018. 10. 30. · 9 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori 2.1.1. Hakekat Belajar Belajar dilakukan dengan tujuan

42

menunjukkan nilai signifikansi sebesar 0,009 < 0,05 sehingga dapat disimpulkan

bahwa pembelajaran dengan Model Discovery Learning pada mata pelajaran IPA

lebih efektif dibandingkan dengan Model Konvensional. Nilai rata-rata postest kelas

eksperimen dengan Model Discovery Learning sebesar 78,68 dan nilai rata-rata kelas

kontrol dengan Model Pembelajaran Konvensional sebesar 70,56, sedangkan hasil

penilaian angket minat menunjukkan nilai signifikansi sebesar 0,63 > 0,05.

2.3 Kerangka Pikir

Permasalahan yang dialami SD Negeri 2 Tuksongo adalah rendahnya hasil

belajar peserta didik. Kurangnya referensi guru tentang metode belajar yang berkaitan

dengan Kurikulum 2013. Hal ini berakibat pada menurunya minat dan motivasi

belajar peserta didik.

Hasil belajar didapat dari proses belajar mengajar. Tidak semua proses belajar

mengajar yang dilakukan guru degan siswa berhasil. Dalam proses belajar mengajar

yang terjadi antara interaksi guru dan peserta didik terdapat beberapa hal yang

menentukan tinggi rendahnya hasil belajar. Metode pembelajaran merupakan hal yang

sangat menentukan tinggi atau rendahnya hasil belajar, karena tujuan belajar serta

materi pelajaran akan tersalurkan dari sumber belajar menuju peserta didik melalui

perantara metode belajar. Untuk itu pemilihan metode belajar sangat penting guna

meningkatkan hasil belajar peserta didik. Selain itu pemilihan metode belajar yang

tepat juga dapat mempengaruhi motivasi dan minat belajar dari peserta didik.

Metode Guided Discovery Learning merupakan metode belajar yang dapat

menarik motivasi dan minat siswa serta mengajak siswa berpikir serta bertindak

secara nyata dan konkrit. Selain itu metode Guided Discovery Learning juga melatih

siswa untuk membentuk pemikiran abstrak. Siswa juga dihadapkan dengan berbagai

sumber belajar dan diharapkan agar siswa memiliki pendapat dalam bentuk materi

pelajaran dari berbagai sudut pandang.

Penggunaan metode belajar Guided Discovery Learning diaharapkan

meningkatkan minat serta motivasi peserta didik yang akan berdampak pada tingginya

penyerapan materi dan terlatihnya skill berpikir dan bertindak peserta didik sehingga

dapat meningkatkan hasil belajar peserta didik SD Negeri 2 Tuksongo.

Page 35: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori 2.1.1. Hakekat Belajar · 2018. 10. 30. · 9 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori 2.1.1. Hakekat Belajar Belajar dilakukan dengan tujuan

43

2.4 Hipotesis Tindakan

Berdasarkan kajian teori dan kerangka pikir yang telah diuraikan di atas maka

dapat dirumuskan sebuah hipotesis penelitian bahwa penerapan metode Guided

Discovery Learning dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas 4 SD Negeri 2

Tuksongo dalam tema belajar 3.