bab ii kajian pustaka 2.1. hakekat...
TRANSCRIPT
6
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1. Kajian Toeri
Pada kerangka teori akan dibahas berbagai hal tentang hakekat belajar, hasil belajar
dan berbagai hal yang berhubungan dengan belajar.
2.1.1. Hakekat Belajar
a. Pengertian Belajar
Belajar pada prinsipnya adalah suatu proses yang dilakukan oleh individu untuk
memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru, secara keseluruhan sebagai
hasil dari pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya (HAM
Surya, 2004: 13). Perubahan hasil belajar diharapkan berupa perubahan yang bersifat
positif disadari, kantinyu, bersifat fungsional, permanen dan bersifat aktif. Perubahan
akibat belajar tersebut mencakup aspek kogninitf, afektif dan psikomotornya.
Proses belajar merupakan suatu rangkaian aktifitas individu mengubah tingkah laku
dalam upaya memenuhi kebutuhannya. Namun ada pula kebutuhan yang dapat
dipenuhi tanpa harus belajar misalnya kebutuhan insting/naluri (lapar, haus). Proses
belajar ini rnemerlukan kesiapan fisik, mental dan sosial individu. Individu mestinya
dapat memahami kondisi lingkungan dan dapat mengaitkan berbagai aspek dengan
situasi sekitarnya. Agar individu rnemperoleh hasil belajar sesuai dengan tujuannya
maka diperlukan umpan balik.
Pada dasarnya pengertian belajar banyak sekali macamnya. Kita tentu mengenal
teori-teori belajar yang dikembangkan oleh para ahli misalnya teori belajar Behavioristik
yang dikemukakan oleh Thorndike. Menurut Thorndike (1874) belajar lebih bersifat
meningkat bertahap (incremental) daripada karena hadirnya pemahaman (Hera Lestari,
2005: 87). Jadi belajar adalah satu kegiatan yang membutuhkan proses, entah itu lama
atau sebentar tergantung pada hal yang dipelajari. Di sekolah siswa belajar untuk
waktu yang lama dengan bermacam-macam mata pelajaran sesuai dengan
tingkatannya.
Ada juga teori belajar yang dikemukakan oleh Abraham Maslow dan Carl Roger
yaitu Teori Humanisme. Menurut teori Humanisrne proses belajar yang bermakna
6
7
adalah belajar yang melibatkan pengalaman langsung, berpikir dan merasakan, atas
kehendak sendiri dan melibatkan seluruh pribadi peserta didik. (Hera Lestari M, 2005).
Proses belajar yang melibatkan seluruh indra peserta didik akan lebih bermakna bagi
peserta didik karena diperoleh dengan mengembangkan potensi, minat dan kesadaran
diri yang baik sehingga anak merasa dihargai.
Lain lagi pendapat yang dikemukakan oleh Max Wertheimer dkk. bahwa teori
belajar kognitif merupakan teori belajar Konsep, hal tersebut juga dikemukakan oleh
Croser dan Flavell. Pada teori belajar Kognitif, Jean Piaget membaginya dalam
beberapa tahapan perkembangan kognitif anak dari usia 0-2 tahun merupakan
Periode Sensori Motor dimana individu menggunakan sensori motor untuk
mengenal lingkungan sekitarnya. Periode yang kedua adalah Periode
Praoperasional (Mulai usia 2-7 tahun). Pada periode ini individu sudah mulai
mengklasifikasi obyek secara sederhana. Periode Operasional Konkret (usia 7-12
tahun) merupakan periode yang ketiga. Individu sudah mulai mengkonversi
pengetahuam tertentu, mampu berpikir untuk mengoperasikan kaidah dan logika.
Sedangkan periode yang keempat adalah Periode Operasional Formal (12-15
tahun). Periode ini ditandai oleh kemampuan berpikir abstrak dan tidak terikat oleh
obyek-obyek yang bersifat konkret.
Dalam teori belajar bermakna yang dikemukakan Ausebel (1963) belajar
bermakna adalah belajar proses mengaitkan informasi atau materi baru dengan
konsep-konsep yang telah ada dalam struktur kognitif. Sebagai landasan dalam
menguraikan mengenai belajar, terlebih dahulu akan dikemukakan beberapa istilah
pendefinisian belajar dari berbagai sumber antara lain yang dikemukakan oleh Ngalim
Purwanto (2000: 84) beberapa pengertian belajar yaitu :
1) Belajar merupakan suatu perubahan tingkah laku yang perubahan dapat
mengarah kepada suatu tingkah laku yang baik, tetapi ada kemungkinan
mengarah kepada yang lebih buruk.
2) Belajar merupakan perubahan yang terjadi melalui latihan atau pengalaman dalam
arti perubahan-perubahan yang ditimbulkan oleh kematangan tidak dianggap
sebagai hasil belajar seperti perubahan perubahan yang terjadi pada diri
seseorang bayi.
8
3) Untuk dapat disebut belajar, maka perubahan itu harus relatif menetap, harus
merupakan akhir suatu periode waktu cukup panjang. Berapa lama waktu periode
itu berlangsung sulit ditentukan dengan pasti, tetapi perubahan itu hendaknya
merupakan akhir dari suatu periode yang kemungkinan berlangsungnya proses,
mungkin makan waktu berhari-hari berbulan-bulan atau bertahun-tahun. Hal ini
berarti kita harus mengesampingkan perubahan-perubahan tingkah laku yang
disebabkan oleh motivasi, kelelahan, adaptasi ketajaman perhatian atau kepekaan
seseorang yang biasanya hanya berlangsung sementara.
4) Tingkah laku yang mengalami perubahan belajar yaitu menyangkut berbagai
aspek kepribadian baik fisik maupun psikis seperti perubahan dalam pengertian,
pemecahan suatu masalah atau berpikir ketrampilan, kecakapan, kebiasaan atau
sikap.
Dari beberapa definisi di atas maka dapat disimpulkan bahwa belajar merupakan
sesuatu yang awalnya mampu melaksanakan sesuatu kemudian setelah terjadinya
interaksi akan terjadi perubahan-perubahan atau mampu melakukan sesuatu, adapun
wujudnya bermacam-macam, antara lain berupa sikap, tingkah laku, motivasi.
b. Faktor yang mempengaruhi belajar
Adapun faktor yang mempengaruhi atau berhubungan dengan belajar di atas,
maka dapat dikatakan bahwa proses Pembelajaran merupakan interaksi dari
komponen-komponen materi, metode, media, guru, siswa (Suryobroto ,2006: 121).
Karena proses pembelajaran merupakan rangkaian kegiatan dalam Belajar mengajar
(Depdikbud 2001/2002: 1), maka dalam pelaksanaannya guru harus dapat
menciptakan situasi aktif bagi murid. Proses belajar dalam konteks di atas dapat
diartikan sebagai suatu rangkaian aktifitas siswa dalam wujud interaksi dinamis untuk
mencapai perubahan perilaku dan pribadinya (Syamsu Yusuf, 2002: 35).
Seseorang mengalami proses belajar dengan ditandai adanya perubahan yang
diperoleh melalui pengalaman, praktek, latihan, disengaja, disadari sesuai dengan
yang diharapkan, mempunyai makna dan pengaruh bagi siswa, suatu saat dapat
dipergunakan bila diperlukan dengan demikian perubahan itu mencakup keseluruhan
perilaku secara terpadu.
9
Menurut pandangan Bruner dalam Nouchi Nasution, (1999: 78) Belajar adalah
suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan pada diri sendiri seseorang.
Perubahan sebagai hasil belajar dapat ditunjukan dalam berbagai bentuk seperti
berubahnya pengetahuan, pemahaman dan perubahan aspek-aspek lain yang ada
pada diri individu yang belajar.
Proses belajar merupakan proses aktif seseorang untuk menyimpulkan prinsip-
prinsip dan hukum kemudian mengetesnya. Dengan demikian belajar bukan hanya
aktifitas yang terjadi pada diri individu tetapi merupakan suatu yang terjadi atas usaha
individu sendiri dengan cara mengarah infomasi yang ada dan menerapkanya. Dalam
kegiatan belajar tidak jarang siswa mengalami kesulitan dan kesulitan merupakan
kondisi tertentu yang terjadi dengan adanya hambatan dalam kegiatan itu untuk
mencapai tujuan sehingga memerlukah usaha yang lebih keras lagi untuk
mengatasinya.
Adapun cara mengatasinya kesulitan itu menurut Ruseffendi (2001: 467) ialah
dengan cara mengatasi kel
1) Bentuk Motivasi Belajar .
Motivasi belajar dibedakan atas dua bentuk yaitu:
a) Motivasi ekstrinsik
Yaitu aktivitas belajar dilakukan berdasarkan kebutuhan dan dorongan
yang tidak secara mutlak berkaitan dengan aktivitas belajar sendiri. Misalnya,
siswa rajin belajar dapat memperoleh hadiah yang telah dijanjikan
kepadanya, atau siswa yang tekun belajar, selalu menghindari hukuman yang
diancamkan.
Motivasi ekstrinsik sesungguhnya bukanlah bentuk motivasi yang berasal
dari dalam diri siswa, tetapi berasal dari orang lain. Motivasi belajar
sesungguhnya selalu berpangkal pada suatu kebutuhan yang dihayati oleh
individu yang bersangkutan, sekalipun orang lain memegang peranan penting
dalam menimbulkan motivasi itu.
Yang khas pada motivasi ekstrinsik ini bukanlah ada atau tidak adanya
pengaruh dari luar, melainkan apakah kebutuhan yang diinginkan dapat
10
dipenuhi dengan melalui belajar atau juga dapat dipenuhi dengan cara
lain. Yang tergolong bentuk motivasi belajar ekstrinsik antara lain:
(1) Belajar demi memenuhi kewajiban;
(2) Belajar demi menghindari hukuman yang ncamkan;
(3) Belajar demi memperoleh hadiah material yang dijanjikan;
(4) Belajar demi meningkatkan gengsi sosial;
(5) Belajar demi memperoleh pujian dari ng penting, misalnya guru dan orang
tua;
(6) Belajar demi tuntutan jabatan yang dipegang atau demi memenuhi untuk
persyaratan kenaikan pangkat administratif (Winkel,1991: 94).
b) Motivasi intrinsik
Yaitu kegiatan yang dilakukan dalam belajar dengan dimulai dan
diteruskan berdasarkan suatu penghayatan terhadap kebutuhan dan
dorongan yang secara mutlak berkaitan dengan aktivitas belajar itu sendiri.
Misalnya, siswa belajar karena ingin mengetahui seluk-beluk suatu masalah
selengkap-lengkapnya, ingin menjadi orang dididik atau ingin menjadi ahli
dibidang studi tertentu dan lain sebagainya.
Semua keinginan itu berpangkal pada penghayatan kebutuhan dan siswa
berdaya upaya, melalui kegiatan belajar, untuk memenuhi kebutuhan itu.
Namun kebutuhan ini hanya akan dipenuhi dengan belajar giat, tidak ada
cara lain untuk menjadi orang terdidik atau ahli, selain belajar. Biasanya
kegiatan belajar disertai pula minat dan perasaan bersaing, karena siswa
menyadari bahwa dengan belajar dia dapat memperkaya dirinya sendiri.
Mungkin ada orang yang beranggapan bahwa motivasi intrinsik adalah
untuk memotivasi yang berasal dari dalam diri siswa. Namun, dalam
terbentuknya motivasi intrinsik, biasanya orang lain memegang peranan,
misalnya orang tua atau guru menyadarkan anak tentang kaitan antara
belajar dengan menjadi orang yang berpengalaman (Winkel, 1999: 94-95).
Yang mendapat banyak perhatian dari para ahli psikologi adalah apa
yang dikenal dengan istilah achievment motivation ialah daya penggerak
dalam diri siswa untuk mencapai tarap prestasi belajar yang setinggi-
11
tingginya. Dengan demikian, achievment motivation dalam rangka belajar di
sekolah atau di kelas menjadi intensifikasi (peningkatan) dari bentuk motivasi
intrinsik. Terbangunnya motivasi untuk berprestasi, berkaitan erat dengan
kebutuhan individu tersebut terhadap apa yang dipelajarinya. Dengan
demikian, mereka akan berupaya untuk melaksanakan yang terbaik baginya.
Abin Syamsudin (1999: 30) mengatakan, meskipun motivasi itu
merupakan ingatan, namun tidaklah merupakan suatu substansi yang dapat
kita amati. Yang ingin kita lakukan ialah mengidentifikasi beberapa
indikatornya dalam hal-hal tertentu, yaitu:
(1) Durasi kegiatan (berapa lama kemampuan penggunaan waktunya untuk
melakukan kegiatan);
(2) Frekuensi kegiatan (berapa sering kegiatan dilakukan dalam periode
waktu tertentu);
(3) Persistensinya (ketepatan dan kelekatannya) pada tujuan kegiatan;
(4) Ketabahan, keuletan dan kemampuannya dalam menghadapi rintangan
dan kesulitan untuk mencapai tujuan;
(5) Devosi (pengabdian) dan pengorbanan (uang, tenaga, pikiran, bahkan
jiwanya atau nyawanya) untuk mencapai tujuan;
(6) Tingkatan aspirasinya (maksud, rencana, cita-cita, sasaran atau target,
clan idolanya) yang hendak dicapai dengan kegiatan yang dilakukan;
(7) Tingkatan kualifikasi prestasi atau produk atau output yang dicapai dari
kegiatannya (berapa banyak, memadai atau tidak, memuaskan atau tidak);
(8) Arah sikapnya terhadap sasaran kegiatan (like or dislike; positif atau
negatif).
2) Cara Mengukur Motivasi Belajar
Sementara itu, Brown dalam Ali Imron, (1999: 88) berpendapat bahwa
untuk mengukur atau mengetahui seberapa besar motivasi belajar seseorang
(siswa) dapat mengamati dari ciri-ciri:
a) Tertarik kepada guru, artinya tidak membenci bersikap acuh;
b) Tertarik pada mata pelajaran yang diajarkan;
12
c) Mempunyai antusias yang tinggi serta mengendalikan perhatiannya
terutama kepada guru;
d) Ingin selalu bergabung dengan kelompok kelas;
e) Ingin identitas dirinya diakui oleh orang lain;
f) Tindakan kebiasaan dan moralnya selalu dalam kontrol diri;
g) Selalu mengingat pelajaran dan mempelajari kembali;
h) Selalu terkontrol oleh lingkungannya.
Pendapat lain lagi dikemukakan oleh H.J.M. Hermans, bahwa siswa yang
memiliki rasa tanggung jawab yang besar dan berhasrat berprestasi baik
akan menunjukkan ciri-ciri sebagai berikut:
a) Kecenderungan mengerjakan tugas-tugas belajar yang menantang,
namun tidak berada di atas taraf kemampuannya;
b) Keinginan untuk bekerja dan berusaha sendiri, serta menemukan
penyelesaian masalah sendiri, tanpa disuapi terus-menerus oleh guru;
c) Keinginan kuat untuk maju dan mencari taraf keberhasilan yang sedikit di
atas taraf yang telah tercapai sebelumnya;
d) Orientasi pada masa depan. Keinginan belajar dipandang sebagai jalan
menuju ke realisasi cita-cita;
e) Pemilihan teman kerja atas dasar kemampuan teman itu untuk
menyelesaikan tugas belajar bersama, bukan atas dasar rasa simpati atau
perasaan senang terhadap teman itu;
f) Keuletan dalam belajar biarpun menghadapi rintangan (Winkel, 1991: 97-98).
Selanjutnya, Hermans dalam Winkel (1991: 98-99) mengemukakan empat
tipe siswa dalam motif berprestasi, yaitu :
a) Siswa yang berhasrat tinggi untuk berprestasi baik dan sekaligus
berkecenderungan positif untuk menghindari kegagalan;
b) Siswa yang berhasrat rendah untuk berprestasi, tetapi berkecenderungan
positif untuk menghindari kegagalan;
c) Siswa yang berhasrat tinggi untuk berprestasi tetapi berkecenderungan
negatif untuk menghindari kegagalan;
13
d) Siswa yang berhasrat rendah untuk berprestasi dan sekaligus
berkecenderungan negatif untuk menghindari kegagalan.
Dari paparan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa pada umumnya siswa:
a) Akan mencapai taraf prestasi belajar baik, kalau kemampuan belajarnya
tinggi dan ditempatkan dalam situasi belajar yang menantang baginya. Taraf
prestasi pelajar masih akan cukup, kalau kemampuan belajarnya terbatas,
asal tidak jelas-jelas kurang.
b) Akan berusaha sekuat tenaga dan akan berprestasi cukup baik, kalau
kemampuan belajarnya memungkinkan, asal situasi belajar teratur jelas dan
membuat dia merasa percaya pada diri sendiri.
c) Memiliki rasa percaya diri yang besar, namun kurang berhasrat berprestasi
baik. Kalau kemampuan belajarnya tinggi, siswa ini masih akan berprestasi
cukup, tanpa usaha.
d) Kurang percaya pada diri sendiri dan juga tidak berhasrat untuk berprestasi
baik. Siswa ini mudah menjadi kasus problematis bagi guru, apalagi bila dia
memiliki berkemampuan belajar rendah.
3) Upaya Peningkatan Motivasi Belajar
Akhirnya Hermane menyarankan kepada guru-guru dalam upaya
peningkatan motivasi belajar sebagai berikut:
a) Guru harus selalu berupaya meningkatkan hasrat siswa untuk berprestasi
baik, apabila hasrat itu kurang;
b) Menyesuaikan situasi dan suasana dalam kelas sedemikian rupa,
sehingga siswa yang kurang percaya diri sendiri, merasa aman dan
memperoleh sukses. Namun, perlu dijaga, supaya siswa yang kurang
percaya pada dini sendiri, tanpa takut gagal, tidak selalu tergantung
kepada guru. Sedikit demi-sedikit, siswa diajak untuk mencoba
mengusahakan sesuatu atas dasar inisiatif sendiri, tanpa merasa dicekam
oleh rasa takut gagal (Winkel, 1991: 98-99).
Pendapat lain dikemukakan oleh Brophy (1987) bahwa guru hendaknya
piawai dalam menyusun ruang kelas sedemikian rupa sehingga upaya
menciptakan kelas yang kondusif. Hal ini sangat penting terutama. dalam
14
kaitannya bahwa guru adalah active socialization agents yang dapat
mempengaruhi secara efektif motivasi belajar para siswanya. Berbagai
bentuk penugasan dan pemberian rewards juga sebagai faktor yang dapat
meningkatkan motivasi mereka (Lumdens dalam Linda S, 1990: 2).
Jadi, yang dimaksud dengan motivasi belajar adalah keseluruhan daya
penggerak psikis seseorang, baik intern maupun ekstern yang menimbulkan
kegiatan belajar, arah dan kontinuitas belajar untuk mencapai tujuan belajar
yang dapat diukur dengan indikator-indikator yang muncul dari tingkah laku
dan perilaku seseorang ketika melakukan kegiatan belajar.
c. Alat Ukur Hasil Belajar
Alat ukur hasil belajar yaitu merupakan instrumen atau alat yang dipergunakan
untuk mengetahui hasil belajar. Karena hasil belajar itu penting sekali untuk diketahui
dapat memberi petunjuk di dalam pendidikan berikutnya.Untuk mengetahui hasil
belajar itu dipergunakan alat yang benar-benar dapat mengukurnya.
ST, Vembriarto (2005: 7) mengatakan evaluasi dilakukan untuk mengetahui dapat
tidaknya siswa dalam mencapai tujuan yang telah dirumuskan dalam merencanakan.
Jadi alat ukur hasil belajar dari definisi itu dapat disebut evaluasi atau alat ukur hasil
belajar itu adalah evaluasi.Sedangkan menurut Saefudin Azwar mengatakan bahwa
test hasil belajar bertujuan untuk menunjukkan hasil belajar yang dicapai oleh siswa
dalam belajar.
Berdasarkan batasan ini penulis simpulkan bahwa alat ukur hasil belajar adalah
test hasil belajar, Test hasil belajar yang digunakan sebagai alat ukur hasil belajar
biasanya dikenal oleh masyarakat dengan nama test hasil belajar (THB) untuk itu
maka jelaslah sudah bahwa alat ukur hasil belajar adalah test hasil belajar atau
dikatakan dengan istilah lain test hasil belajar. Untuk dapat berhasil dengan baik
didalam menggunakan alat ukur itu atau test hasil belajar harus memperhatikan
beberapa prinsip dasar dalam pengukuranya prestasi menurut Norman (2004: 75)
prinsip-pririsip itu antara lain :
1) Harus mengukur hasil belajar yang telah dibatasi secara jelas sesuai dengan
tujuan pembelajaran.
15
2) Harus mengukur sampel yang representatif dari materi yang mencakup program
pengajaran.
3) Harus memuat item-item yang penting cocok dengan guna mengukur hasil yang
diinginkan.
4) Harus dirancang agar cocok dengan penggunaan hasilnya.
5) Harus digunakan untuk meningkatkan hasil belajar siswa.
Jadi alat ukur hasil belajar yakni test hasil belajar harus memperhatikan prinsip-
prinsip didalam pembuatannya agar dapat berfungsi sesuai dengan kegunaanya.
Akan tetapi Sumadi Suryabrata (2003: 154) mengatakan dalam bukunya bahwa test
itu harus memenuhi syarat-syarat:
1) Falid yaitu taraf sejauh mana suatu test mengukur apa yang harus diukur atau
berfungsi sesuai dengan fungsinya.
2) Reliabel yaitu tetap, bahwa tes harus mengandung ketetapan yang baku dan tidak
dapat diubah-ubah sehingga dalam penyusunannya selalu tetap dan hasilnya
mudah terukur.
3) Standarisasi yaitu benar-benar sama dalam arti perlakuan Atau ukuran, biasanya
yang distandarisasikan adalah materi, penyelenggaraan test, scoring test dan
interprestasi test atau interprestasi hasil test.
4) Obyektif yaitu tidak mengandung makna bias atau subyektif, Akan tetapi harus
benar-benar murni dan ditest (obyektif dalam penilaianya).
5) Diskriminatif yaitu mampu menunjukkan daya beda gejala satu dengan lainya. Jadi
test diskriminatif mampu menunjukan perbedaan-perbedaan yang sekecil-kecilnya
mengenai faktor pada individu.
6) Comprehensif yaitu keseluruhan atau mampu mengungkapkan berbagai aspek
yang diungkap dengan secara menyeluruh atau banyak hal.
7) Mudah digunakan yaitu bahwa tes tersebut mudah dimengerti dan dalam segi
pelaksanaannya test atau tidak berbelit-belit.
Jadi tes kecuali harus memenuhi syarat-syarat di atas juga harus mempunyai
fungsi atau kegunaan. Kalau tes digunakan untuk mengetahui hasil belajar siswa,
tentu saja test tersebut memiliki fungsi mengukur kemampuan siswa. Seperti
diungkapkan oleh Susanto Prawirowardoyo (2005: 157) bahwa tujuan atau fungsi
16
utama test ialah untuk menentukan apakah siswa dapat mencapai standar atau
kriteria yang ditentukan. Maka dapat dikatakan dalam melaksanakan test itu tidak
sekedar melaksanakan test atau evaluasi belajar belaka, akan tetapi benar-benar
mempunyai fungsi tertentu didalam proses pembelajaran dalam pendidikan.
2.1.2. Hakikat Media dalam Pembelajaran
Keberhasilan guru mengajar sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor. Salah satunya
adalah penggunaan peraga dalam pembelajaran. Penggunaan peraga dalam
pembelajaran akan membawa dampak positif bagi pemahaman dan minat belajar siswa.
Dalam pembelajaran, peraga dapat meminimalkan atau bahkan meniadakan verbalisme
(ketergantungan untuk menggunakan kata-kata lisan dalam memberikan penjelasan).
Apalagi siswa SD yang berada dalam tahap berpikir operasional konkret. Kehadiran media
dalam pembelajaran dapat mewakili atau mengkonkretkan hal-hal abstrak yang sulit
dipahami siswa.
Perkembangan media pembelajaran itu sendiri diawali oleh Komensky, dalam bukunya
Orbis Sensualium Pictus (dunia tergambar) yang diterbitkan pertama kali pada tahun
1657. Buku ini sebenamya hanya buku bergambar, tetapi pembuatannya telah
menggunakan prinsip-prinsip yang modem. Konsep dasar yang digunakan oleh Komensky
berasal dari pemyataan Aristoteles, "Nihil est in intellect; quod non prius fuit in sensu”
(tak ada sesuatu dalam pikiran tanpa lebih dahulu melakukan penginderaan).
Penggunaan media dalam pembelajaran akan membantu guru dalam menyampaikan
materi pelajaran. Siswa lebih mudah memahami pesan yang disampaikan oleh guru,
sehingga tingkat pemahaman siswa terhadap materi pelajaran meningkat. Kehadiran
media dalam pembelajaran mempengaruhi minat belajar siswa. Siswa yang semula jenuh
oleh penjelasan guru menjadi antusias mengikuti pelajaran, karena pembelajaran menarik
dan tidak monoton. Untuk lebih jelasnya akan diuraikan pengertian, manfaat dan kriteria
media pembelajaran yang dapat dipergunakan untuk membantu pembelajaran.
a. Pengertian Media Pembelajaran
Media berasal dari bahasa Latin yaitu bentuk jamak dari “medium” yang secara
harfiah berarti perantara atau pengantar. Kemudian menurut Basyirudin Usman
(2002: 12) Kata media pembelajaran diartikan sebagai segala sesuatu yang dapat
17
digunakan untuk menyalurkan pesan (massage), merangsang pikiran, perasaan,
perhatian dan kemauan siswa sehingga dapat mendorong proses belajar dan
digunakan untuk meningkatkan pengalaman belajar agar menjadi lebih konkret.
Perkembangan media pembelajaran menurut dalam Asep Heri Hermawan (2007:
18), telah menimbulkan revolusi empat kali dalam dunia Pendidikan. Revolusi pertama
telah terjadi beberapa puluh abad yang lalu, yaitu pada saat orang tua menyerahkan
pendidikan anak-anaknya kepada orang lain yang berprofesi sebagai guru; revolusi
kedua terjadi dengan digunakannya bahasa tulisan sebagai sarana utama pendidikan;
revolusi ketiga timbul dengan tersedianya media cetak yang merupakan hasil
menemukannya mesin teknik percetakan; dan revolusi keempat berlangsung
berkenaan meluasnya penggunaan media komunikasi elektronik.
Secara harfiah media diartikan sebagai medium atau perantara. Dalam kaitannya
dengan proses komunikasi pembelajaran, media diartikan sebagai wahana penyalur
pesan pembelajaran. Beberapa ahli dan asosiasi telah mengemukakan pengertian
media pembelajaran, antara lain:
1) Menurut NEA seperti dikutip Asep Heri Hermawan (2007: 11-18) mengartikan media
pembelajaran sebagai sarana komunikasi, baik dalam bentuk cetak maupun
pandang dengar.
2) Menurut Miarso dalam Asep Heri Hermawan (2007: 18) menegaskan bahwa media
pembelajaran adalah segala, sesuatu yang dapat digunakan untuk merangsang
pikiran, perasaan, perhatian, dan kemauan anak didik, sehingga dapat mendorong
terjadinya proses belajar pada diri siswa.
3) Menurut Gagne dalam Slamet Trihartanto (2007: 2) Media pembelajaran adalah
berbagai jenis komponen dalam lingkungan siswa yang dapat merangsangnya
untuk belajar.
Pernyataan lain disampaikan oleh Ashar Arshad (2002: 6) dengan memaknai
media adalah suatu teknologi, sehingga sifat media akan berubah-ubah dari masa
kemasa. Secara umum media merupakan segala sesuatu yang dapat menyalurkan
informasi dari sumber kepada penerima informasi.(Etin Solihatin, 2008: 22).
18
Menurut Sri Anitah (2009: 2) bahwa media pembelajaran adalah setiap orang,
bahan, alat, atau peristiwa yang dapat menciptakan suatu kondisi memungkinkan
siswa menerima pengetahuan, keterampilan, dan sikap.
Dari beberapa pengertian tersebut di atas, maka dapat disimpulkan bahwa media
merupakan suatu penghantar untuk menyampaikan suatu tujuan tertentu (materi
pelajaran) sehingga akan merangsang perasaan, perhatian dan kemauan siswa agar
terdorong untuk belajar.
b. Manfaat Media Pembelajaran
Menurut Arsyad (2002: 26) fungsi media adalah untuk:
1) Memperjelas penyajian pesan dan informasi sehingga memperlancar dan
meningkatkan proses dan hasil belajar;
2) Mengarahkan perhatian siswa sehingga dapat menimbulkan motivasi belajar,
interaksi yang lebih langsung antara siswa dan lingkungannya dan memungkinkan
siswa belajar sendiri;
3) Dapat mengatasi keterbatasan indra, ruang dan waktu;
4) Memberikan kesamaan pengalaman-pengalamanan kepada siswa tentang
peristiwa di lingkungannya.
Dalam menunjang proses pembelajaran media memiliki fungsi yang amat penting
seperti yang dikemukakan oleh para ahli. Menurut Encyclopedia of Educational
Research dalam Oemar Hamalik, (2004: 16) nilai atau manfaat perangkat pendidikan
adalah sebagai berikut:
1) Meletakkan dasar berpikir konkret dan mengurangi verbalisme dan memperbesar
perhatian siswa;
2) Meletakkan dasar-dasar yang penting untuk perkembangan belajar, yang membuat
pelajaran lebih mantap;
3) Memberikan pengalaman yang nyata yang dapat menumbuhkan kegiatan berusaha
sendiri di kalangan siswa;
4) Menumbuhkan pemikiran yang teratur dan kontinu. Hal ini terutama, terdapat dalam
gambar hidup;
5) Membantu tumbuhnya pengertian. Dengan demikian media membantu
perkembangan kemampuan berbahasa;
19
6) Memberikan pengalaman-pengalaman yang tidak mudah diperoleh dengan cara lain
serta membantu berkembangnya efisiensi yang lebih mendalam serta keragaman
yang lebih banyak dalam belajar.
Selanjutnya masih Oemar Hamalik (2004: 16-19) menyatakan bahwa selain
memiliki nilai atau manfaat di atas, media juga memiliki beberapa nilai praktis dan
ekonomis sebagai berikut:
1) Dapat mengatasi keterbatasan pengalaman yang dimiliki oleh siswa. dua anak yang
hidup di dua masyarakat yang berbeda, maka akan mempunyai pengalaman yang
berbeda. Media pembelajaran dapat mengatasi perbedaan yang terjadi antara datu
didwa dengan lainnya, jika siswa tidak mungkin untuk dibawa ke suatu objek, maka
objeklah yang dibawa ke siswa;
2) Dapat mengatasi keterbatasan indera, ruang dan waktu. Banyak hal yang tidak
mungkin dialami secara langsung di dalam kelas oleh siswa hal tersebut disebabkan
oleh:
a) Objek terlalu besar.
b) Objek, makhluk hidup dan gerakan yang terlalu kecil untuk diamati dengan mats
telanjang.
c) Gerakan yang terlalu lambat, terlalu cepat, dan sulit ditangkap mata biasa.
d) Kejadian langka atau dapat membahayakan.
3) Memungkinkan adanya interaksi langsung antara siswa dan lingkungan.
4) Menghasilkan keseragaman pengamatan.
5) Menanamkan konsep dasar yang benar, konkret, dan realistis.
6) Membangkitkan keinginan dan minat siswa.
Winkel (2007:188-189) beberapa hal manfaat dari media pengajaran yaitu:
1) Merekam dan menyimpan data informasi, misalnya bunyi suara berbagai jenis
burung direkam menggunakan Tape Recorder;
2) Memanipulir objek-objek tertentu, misalnya proses pembagian sel pada tumbuhan
menggunakan video sehingga dapat diperlihatkan hasilnya yang dipercepat atau
dilambatkan;
3) Menyebarluaskan data atau informasi, misalanya TV, Radio sehingga cepat
diketahui oleh orang lain dengan cepat.
20
Menurut Kemp dan Dayton dalam Solihatin (2008: 23-25) mengidentifikasikan
manfaat media pembelajaran yaitu:
1) Menyampaikan materi dapat diseragamkan;
2) Proses pembelajaran menjadi lebih jelas dan menarik;
3) Proses pembelajaran menjadi leih interaktif;
4) Efisiensi dalam waktu dan tenaga;
5) Meningkatkan kwalitas hasil belajar siswa;
6) Memungkinkan proses belajar dapat dilakukan dimana saja dan kapan saja;
7) Menumbuhkan sikap positip terhadap materi dan proses belajar;
8) Mengubah peran guru lebih positif dan produktif.
c. Alasan menggunakan media
Pemilihan media yang terbaik untuk mencapai tujuan pembelajaran tertentu
bukanlah hal yang mudah. Tetapi bagaimanapun seorang guru harus menentukan
media yang paling tepat dalam memilih sehingga sesuai materi yang diperlukan
sebagai penunjang pembelajaran. Sehingga guru menggunakan media memiliki
alasan-alasan tertentu seperti yang dikemukakan oleh para ahli.
Bahwa dalam memperolehan ilmu pengetahuan dan keterampilan, perubahan
sikap dan perilaku dapat terjadi karena interaksi antara pengalaman baru dan
pengalaman yang terjadi sebelumnya. Seperti yang dikemukakan oleh Bruner dalam
Azhar Arsyad (2009: 7) ada tiga tingkatan utama modus belajar, yaitu pengalaman
langsung (enactive) yaitu bahwa belajar dapat menghasilkan pengalaman secara
langsung tanpa menunggu waktu tertentu, pengalaman pictorial/gambar (iconic), dan
pengalaman abstrak (symbolic).
Perolehan hasil belajar yang akbstrak akan sulit membekas dan tahan lama,
seperti konsep kerucut pengalaman dari Dale dalam Azhar Arsyad (2009: 11) yang
merupakan elaborasi secara rinci dari tiga tingkatan pengalaman yang dikemukakan
oleh Bruner. Dalam kerucut pengalaman semakin ke atas semakin abstrak
pengalaman yang diperoleh, sehingga perlu mengktifkan semua alat indra supaya
dapat memperoleh hasil yang maksimal.
d. Kriteria Pemilihan Media Pembelajaran
21
Dalam penggunaan media pembelajaran hal yang harus diertimbangkan menurut
Solihatin (2008: 31-32) adalah tujuan; sasaran anak didik; karakteristik media; waktu;
biaya; ketersediaan; kontek penggunaan; dan mutu teknis. Pandangan lain
dinyatakan oleh Sri Anitah (2009: 93) hal yang perlu diperhatikan dalam
menggunakan media antara lain:
1) Media hendaknya dipandang bagian integral dalam sistem pembelajaran;
2) Media hendaknya dipandang sebagai sumber daya;
3) Media dapat dipergunakan untuk memahami tingkat hirarkhi dari jenis alat yang
digunakan;
4) Berlangsung terus menerus, sebelum, selama dan sesudah pemakaian;
5) Akan menguntungkan dan memperlancar proses pembelajaran.
Pengelompokan berbagai jenis media apabila dilihat dari segi perkembangan
teknologi oleh Seels dan Glasgow seperti yang dikutip Slamet Trikartanto (2007: 6)
media dibagi ke dalam dua kategori luas, yaitu:
1) Pilihan media tradisional
a) Visual diam yang diproyeksikan (OHP, slide, video).
b) Visual yang tak diproyeksikan (gambar, poster, chart, grafik).
c) Audio (rekaman CD dan pita kaset).
d) Penyajian multimedia.
e) Visual dinamis yang diproyeksikan (film, televisi, video).
f) Media cetak (buku, koran, majalah, hand-out).
g) Realiti (model, specimen, contoh, manipulative, peta, globe).
2) Pilihan media teknologi mutakhir
a) Media berbasis telekomunikasi (teleconference).
b) Media berbasis mikroprosesor (pembelajaran berbantuan komputer, permainan
komputer, pembelajaran interaktif).
Pengelompokan media banyak dianut oleh para pengelola pendidikan adalah
seperti disampaikan oleh Kemp dan Daytom dalam Slamet Trihartanto (2007: 7)
dikelompokkan menjadi delapan jenis yaitu: media cetak, media pajang, OHT dan OHP,
rekaman audiotape, slide dan filmstrip, penyajian multiimage, rekaman video, dan film
serta komputer.
22
Beberapa kriteria yang harus diperhatikan dalam pemilihan media pembelajaran
antara lain:
1) Media yang dipilih hendaknya selaras dan menunjang tujuan pembelajaran;
2) Aspek materi menjadi pertimbangan penting dalam memilih media. Sesuai
tidaknya media materi dengan media yang digunakan akan berdampak pada hasil
belajar siswa;
3) Kondisi subjek belajar seperti faktor umur, intelegensi dan lingkungan anak
menjadi titik perhatian dan pertimbangan dalam memilih media;
4) Ketersediaan media;
5) Media yang dipilih dapat menjelaskan apa yang akan disampaikan secara tepai
dan bertiasil guna;
6) Biaya yang akan dikeluarkan seimbang dengan hasil yang akan dicapai (Nana
Sudjana, 2001: 4-5)
Sedangkan Duffy dalam Sri Anitah (2009: 91-92) untuk memilih media
pembelajaran maka aspek yang harus dipenuhi sehingga dapat bermanfaat bagi
siswa yaitu:
1) Kesesuaian dengan kurikulum dan pencapaian tujuan;
2) Interaksi pebelajar dan memberikan motivasi secara signifikan;
3) Mendukung materi pembelajaran;
4) Mudah dimanfaatkan;
5) Kwalitas teknis mencukupi.
e. Jenis-jenis Media Pembelajaran
Nana Sudjana (2001: 3) mengelompokkan jenis media pembelajaran pertama,
media grafis (gambar, foto, grafik, poster, kartun, komik dan sejenisnya) dengan cirri
utama mempunyai ukuran panjang dan lebar. Kedua, media tiga dimensi yaitu bentuk
model seperti model padat, penampang, susun, kerja, mock up, diorama. Ketiga
media proyeksi seperti slide, filem, OHP dan keempat media lingkungan.
Menurut Syaiful Bahri dan Aswan (2006: 124) jenis media yaitu:
1) Media Auditif merupakan media yang mengandalkan kemampuan suara saja;
2) Media Visual yaitu media mengandalkan indra penglihatan;
23
3) Media Audiovisual (Audiovisual diam dan Audiovisual gerak) merupakan media
yang mempunyai unsur suara dan gambar.
f. Media Konkret
Salah satu upaya untuk mengatasi keadaan demikian ialah penggunaan media
secara terintegrasi dalam proses pembelajaran, karena fungsi media adalah sebagai
penyaji stimulus informasi dan meningkatkan keserasian dalam penerimaan
informasi. Di dalam kegiatan pembelajaran, media pembelajaran secara umum
manpunyai kegunaan untuk mengatasi hambatan dalam berkomunikasi, keterbatasan
fisik dalam kelas, sikap pasif siswa, serta mempersatukan pengamatan mereka.
Lingkungan luar sekolah dapat digunakan sebagai sumber belajar baik berupa
manusia, masyarakat, tumbuh-tumbuhan clan sumber-sumber alam lainnya, topik-
topik yang dipilih antara lain: (1) sesuai dengan program pembelajaran, (2) dapat
menarik perhatian siswa, (3) hidup dan berkembang di tengah masyarakat, (4) dapat
mengembangkan ketrampilan siswa berinteraksi deugan lingkungan, (5) dapat
meugembangkan peagalaman dan pengetahuan siswa.
Media Matematika di Sekolah Dasar merupakan salah satu bentuk media atau
sarana untuk mencapai tujuan pembelajaran. Menurut Briggs dalam Noehi Nasution
dan A.A. Ketut Budiastra, (2000: 73) berpendapat bahwa harus ada sesuatu untuk
mengkomunikasikan materi (pesan kurikuler) supaya terjadi proses belajar. Karena itu
dia mendefinisikan Media sebagai wahana fisik yang mengandung materi
pembelajaran.
Sedangkan menurut Robert J. Havighurt dalam Rusna Ristasa, Prayitno (2006: 8)
menerangkan bahwa anak usia SD mempunyai karakter senang bermain, senang
bergerak, bekerja dalam kelompok, dan senang melakukan atau meragakan sesuatu
secara langsung. Implikasi dari karakter ini kita harus mampu merancang model
pembelajaran, merancang Media agar siswa bisa bergerak, bekerja, belajar secara aktif
dalam proses pembalajaran dan menemukan informasi.
Lain lagi pendapat Jean Pieget dalam Abim Syamsudin (2003: 50) bahwa
"Perkembangan kognitif anak usia SD berada pada tahap perkembangan operasional
konkret". Jadi pada anak usia ini akan lebih mudah memahami jika menggunakan objek
konkret dan anak dilibatkan secara langsung.
24
Oleh karena itu, guru harus dapat mencari sumber daya yang ada untuk dijadikan
media pembelajaran atau alat bantu pembelajaran agar dapat melibatkan siswa secara
aktif supaya Media memiliki peranan penting dalam pembelajaran. Menurut Rusna
Ristosa dan Prayitno (2006: 8), manfaat alat bantu pendidikan adalah sebagai berikut:
1) Meletakan dasar-dasar berpikir konkret dan mengurangi verbalisme.
2) Memperbesar minat dan perbaikan siswa.
3) Meletakkan dasar-dasar penting untuk perkembangan belajar sehingga membuat
pelajaran lebih mantap.
Konkret diistilahkan nyata, semi nyata atau samar-samar (Kamus S.Purwadarminta
1985). Sehingga pengertian konkret adalah sesuatu yang nyata sesuai dengan bentuk
aslinya.
2.1.3. Mata Pelajaran Matematika
a. Pengertian pelajaran Matematika.
Matematika adalah ilmu hitung bilangan hubungan antara bilangan dan prosedur
operasional yang digunakan dalam penyelesaian masalah bilangan (Hardinawati,
kamus pelajaran), Hasil Belajar Matematika, Rumus-rumus Geometri bangun datar.
1) Hasil belajar Matematika adalah suatu hasil usaha yang telah dicapai oleh siswa
dalam pelajaran matematika.
2) Rumus-rumus geometri bangun datar adalah rumus-rumus pada bangun datar
antara lain luas, keliling pada segi tiga, segi empat dan sebagainya.
b. Pemanfaatan Media dalam pembelajaran Matematika, Pecahan sederhana
1) Hakekat Pembelajaran adalah interaksi atau hubungan timbal balik antar siswa
dengan guru atau sesama siswa
2) Media Matematika adalah suatu benda kongkret yang dibuat atau disusun yang
digunakan untuk membantu mengembangkan konsep Matematika (R M Yuwono,
2005: 34)
3) Pemanfaatan Media dalam Pembelajaran Matematika.
a) Dengan menggunakan Media lebih menarik minat siswa dalam mempelajari
matematika.
25
b) Dengan Media menambah pengetahuan siswa dalam bangun datar dan
meningkat hasil belajarnya.
4) Pecahan Sederhana
Pecahan sederhana adalah pecahan yang nilainya paling kecil dalam bilangan
tersebut. Misalanya setengah ( 1
2 ), Seperempat (
1
4 ), Seper lima (
1
5 ),
Seperdelapan ( 1
8 ). Untuk membandingkan pecahan-pecahan tersebut dalam
Matematika dipergunakan lambang : < artinya lebih kecil, > artinya lebih besar
dan = sama dengan. Dalam membandingkan dengan muah menggunakan benda
konkret atau nyata atau dengan garis bilangan.
2.2. Penelitian yang Relevan
Penelitian yang relevan adalah penelitian yang dilaksanakan oleh Warsiti, Guru SD
Negeri Wotbuono, yang berjudul Penggunaan Media Konkret Untuk Meningkatkan Hasil
Belajar Matematika. Pada penelitian ini dapat diketahui adanya beberapa faktor yang
merupakan hasil dari penelitian, yaitu : adanya peningkatan motivasi belajar siswa yang
ditandai dengan peningkatan keaktifan siswa pada saat mengikuti pembelajaran sebesar
30,3% dengan menggunakan metode konkret, peningkatan kreativitas siswa sebesar
36,4% dan efektif dalam penggunaan waktu, peningkatan hasil belajar siswa sebelum
penerapan tindakan dengan setelah tindakan sebesar 54,4%.
2.3. Kerangka Berpikir
Pembelajaran yang berlangsung di kelas adalah pembelajaran dengan pendekatan
kontekstual yang berpusat pada guru di mana guru hanya memakai metode ceramah
sehingga siswa pasif dan akibatnya hasil belajar rendah. Suatu pembelajaran akan efektif
bila siswa aktif melibatkan diri secara langsung dalam proses pembelajaran. Untuk
mengatasi hal di atas, guru mencoba menerapkan suatu metode pembelajaran yaitu
metode demonstrasi dengan media konkret.
26
Metode media konkret merupakan sebuah metode pembelajaran yang menggunakan
media benda konkret dengan melibatkan peserta didik untuk membicarakan dan
menemukan alternative pemecahan suatu topik bahasan yang bersifat problematis.
Dengan metode ini siswa dilatih untuk mengembangkan ketrampilan bertanya,
berkomunikasi, menafsirkan, dan menyimpulkan bahasan dari suatu topik pembahasan.
Hasil yang diharapkan adalah optimal. Oleh karena itu, untuk mengukur keberhasilan
siswa dalam mencapai tujuan pembelajaran, maka pengukuran dilakukan dengan tes
formatif. Dengan diterapkannya pembelajaran menggunakan metode media konkret ini
diharapkan dapat menimbulkan kreatifitas dalam ide, pendapat, gagasan, prakarsa
maupun terobosan-terobosan baru dalam pemecahan masalah sehingga siswa aktif
mengikuti pembelajaran dan mempengaruhi hasil belajarnya.
2.4. Hipotesis Tindakan
Berdasarkan kerangka pikir yang diuraikan di atas, maka hipotesis tindakan yang
diajukan dalam penelitian ini adalah:
1. Jika penerapan media konkret dilaksanakan dengan baik (sesuai sintaks) diduga dapat
meningkatkan hasil belajar matematika siswa kelas 3 SD Negeri 2 Abean.
2. Berdasarkan sintaks metode diskusi dan tanya jawab berbantuan media kongkret maka
penerapan metode media konkret untuk meningkatkan hasil belajar matematika pada
siswa kelas 3 SD Negeri 2 Abean Semester 2 Tahun Pelajaran 2012/2013 dapat
dilakukan dengan tahapan: 1) guru mengajak siswa mengamati benda-benda nyata,
mengemukakan masalah yang akan didiskusikan serta memberikan pengarahan
seperlunya mengenai cara-cara pemecahannya, 2) dengan bimbingan guru, siswa
membentuk kelompok diskusi, 3) siswa berdiskusi di kelompoknya masing-masing, 4)
tiap kelompok melaporkan hasil diskusinya, dan 5) siswa bersama guru membahas
hasil laporan diskusi serta membuat kesimpulan