bab ii kajian pustaka 2.1 landasan teori hakekat...
TRANSCRIPT
7
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori
2.1.1 Hakekat Pembelajaran
Pembelajaran merupakan upaya membelajarkan siswa, Degeng(1997).
Carey (1986: 7) menyatakan “Pembelajaran adalah suatu proses dimana
lingkungan seseorang secara sengaja dikelola memungkinkan ia turut serta dalam
tingkah laku tertentu dalam kondisi-kondisi khusus / dihasilkan respon terhadap
situasi tertentu”. Pembelajaran adalah suatu sistem yang bertujuan untuk
membantu proses belajar siswa, yang berisi serangkaian peristiwa yang dirancang,
disusun sedemikian rupa untuk mempengaruhi dan mendukung terjadinya proses
belajar siswa yang bersifat internal, Gagne dan Briggs (1979: 3). Pembelajaran
adalah proses interaksi antara peserta didik dengan lingkungannya sehingga
terjadi perubahan perilaku ke arah yang lebih baik, Kunandar (2007: 265).
Pembelajaranadalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber
belajar pada suatu lingkungan belajar, (UU No. 20/2003, Bab I Pasal Ayat 20).
Berdasarkan uraian di atas pembelajaran adalah suatu proses belajar siswa
yang terjadi hubungan antara peserta didik dengan lingkungannya sehingga terjadi
perubahan perilaku yang lebih baik yang mempunyai sifat permanen atau relatif
lama, dan di dalam proses pembelajaran melibatkan beberapa komponen yaitu
antara siswa, guru, tujuan pembelajaran, isi pelajaran, metode pembelajaran,
media, dan evaluasi pembelajaran. Dan di dalam pembelajaran hal tersebut saling
berkaitan di dalam pembelajaran karena:
1. Siswa: Seorang yang bertindak sebagai pencari, penerima, dan penyimpan isi
pelajaran yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan.
2. Guru: Seseorang yang bertindak sebagai pengelola, katalisator, dan peran
lainnya yang memungkinkan berlangsungnya kegiatan belajar mengajar yang
efektif.
8
3. Tujuan: Pernyataan tentang perubahan perilaku (kognitif, psikomotorik,
afektif) yang diinginkan terjadi pada siswa setelah mengikuti kegiatan
pembelajaran.
4. Isi Pelajaran: Segala informasi berupa fakta, prinsip, dan konsep yang
diperlukan untuk mencapai tujuan.
5. Metode: Cara yang teratur untuk memberikan kesempatan kepada siswa
untuk mendapat informasi yang dibutuhkan mereka untuk mencapai tujuan.
6. Media: Bahan pengajaran dengan atau tanpa peralatan yang digunakan untuk
menyajikan informasi kepada siswa.
7. Evaluasi: Cara tertentu yang digunakan untuk menilai suatu proses dan
hasilnya.
Dapat ditarik kesimpulan bahwa pembelajaran adalah usaha sadar dari
guru untuk membuat siswa belajar, yaitu terjadinya perubahan tingkah laku pada
diri siswa yang belajar, dimana perubahan itu dengan didapatkannya kemampuan
baru yang berlaku dalam waktu yang relatif lama dan karena adanya usaha.
2.1.2 Outdoor Activities
1. Pengertian Outdoor Activities
Outdoor activities adalah kegiatan di alam bebas atau kegiatan di luar
kelas dan mempunyai sifat menyenangkan, karena kita bisa melihat, menikmati,
mengagumi dan belajar mengenai ciptaan Tuhan Yang Maha Kuasa yang
terbentang di alam, yang dapat disajikan dalam bentuk permainan,
observasi/pengamatan, simulasi, diskusi dan petualangan sebagai media
penyampaian materi, Indramunawar (2009).
Berdasarkan uraian di atas, outdoor activities adalah suatu kegiatan
pembelajaran di luar kelas yang dapat menambah aspek kegembiraan dan
kesenangsan bagi siswa sebagaimana layaknya seorang anak yang sedang bermain
di alam bebas dan outdoor activities juga dapat menumbuhkan rasa cinta akan
lingkungan karena dengan mengamati sendiri siswa akan mengetahui keindahan
alam dan cara untuk menjaga atau melestarikan lingkungan sekaligus dapat
9
mewujudkan nilai-nilai spiritual siswa mengenai ciptaan Tuhan Yang Maha
Kuasa.
Dari teori di atas dapat ditarik kesimpulan outdoor activities adalah suatu
kegiatan pembelajaran di luar kelas yang berorientasi pada alam sekitar yang
mempunyai sifat menyenangkan dan dapat mewujudkan nilai spiritual siswa
mengenai keindahan ciptaan Tuhan Yang Maha Kuasa dengan cara mengamati,
menyelidiki, menemukan sendiri segala sesuatu ciptaan Tuhan Yang Maha Kuasa.
Peranan lingkungan sebagai sumber belajar sering dilupakan, padahal
sumber belajar dapat diperoleh dimana-mana termasuk di lingkungan sekitar anak,
menurut Anggani S (Hari Yuliarto, 2010). Sedangkan Abdurrahman(2007: 100)
mengungkapkan bahwa saat ini pembelajaran yang dilakukan masih belum
bermakna bahwa selama mengikuti pembelajaran di sekolah siswa jarang
bersentuhan dengan pendidikanyang berorientasi pada alam sekitar. Mempelajari
keadaan sebenarnya di luar kelas dengan menghadapkan para siswa kepada
lingkungan yang aktual untuk dipelajari, diamati dalam hubungannya dengan
proses belajar mengajar, cara ini lebih bermakna disebabkan para siswa
dihadapkan dengan peristiwa dan keadaan yang sebenarnya secara alami,
sehingga lebih nyata, lebih faktual dan kebenarannya lebih dapat
dipertanggungjawabkan, W. Gulo (2004: 208). Alam sebagai media belajar
merupakan solusi ketika terjadi kejenuhan atas metodologi pendidikan di dalam
kelas. Pendidikan dan latihan di luar kelas dapat memperbaharui metodologi dan
dapat menggantikan proses pendidikan konvensional (kelas/ ruangan) yang selama
ini dilakukan secara masif. Akibatnya model pendidikan tersebut lebih
berorientasi pada nilai-nilai kuantitatif, bukan pada proses pengenalan lebih dalam
pada sumber-sumber pengetahuan, F Herry (Hari Yuliarto, 2010).
Berdasarkan uraian di atas bahwa kegiatan pembelajaran yang berorientasi
pada lingkungan luar kelas dapat digunakan sebagai sumber belajar karena
pembelajaran akan lebih bermakna jika sistem pembelajaran diprioritaskan di
alam sekitar atau sekitar lingkungan anak. Pembelajaran di luar kelas yang
berorientasi pada alam sekitar atau lingkungan, kebenarannya dapat
dipertanggungjawabkan secara ilmiah dan dapat mengubah cara belajar yang
10
monoton yang hanya mementingkan nilai kuantitatif saja tanpa mengedepankan
nilai kualitatif atau proses. Dan Outdoor activities dapat digunakan sebagai
pembelajaran yang berorientasi pada lingkungan luar kelas, karena outdoor
activities adalah kegiatan yang berada di alam bebas. Menurut uraian di atas
outdoor activities dapat diprioritaskan atau dapat digunakan di dalam setiap
pembelajaran.
Menurut Abulraihan (Hari Yuliarto, 2010) lingkungan bisa lingkungan
sekolah dan luar sekolah, yang terpenting bahwa aktivitas pembelajaran di luar
kelas yang dilakukan siswa, guru harus pandai-pandai memilih model atau jenis
pembelajaran yang tepat sesuai situasi lingkungan. Belajar tidak mesti di dalam
kelas, belajar dapat juga dilaksanakan di alam bebas, tatkala siswa-siswa sudah
jenuh di dalam kelas, Martinis Yamin (2007: 176).
Berdasarkan uraian di atas lingkungan di alam bebas atau luar kelas tidak
terlalu mendukung, tergantung jenis model pembelajaran sesuai dengan
lingkungan sekolah dan disesuaikan dengan keadaan di dalam diri siswa. Outdoor
activities dapat digunakan sebagai pembelajaran yang berorientasi pada
lingkungan luar kelas, karena outdoor activities adalah kegiatan yang berada di
alam bebas atau luar kelas. Menurut uraian di atas outdoor actvities dapat
digunakan jika sesuai dengan lingkungan sekolah atau keadaan di dalam diri
siswa.
Dari teori-teori di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa outdoor activities
yang berorientasi pada lingkungan luar kelas atau kegiatan pembelajaran luar
kelas dapat digunakan sebagai sumber belajar dan sebagai sumber-sumber
pengetahuan. Outdoor activities dapat digunakan pada setiap pembelajaran karena
pembelajaran outdoor activities kebenarannya dapat dipertanggungjawabkan
secara ilmiah dan dapat mengubah cara belajar yang monoton yang hanya
mementingkan nilai kuantitatif saja tanpa mengedepankan nilai kualitatif atau
proses, artinya dalam program outdoor activities siswa secara aktif dilibatkan
secara langsung atau siswa dapat mengamati secara langsung sesuatu yang ada di
sekitar mereka. Outdoor activities juga mempunyai keunggulan yaitu kegiatan
pembelajaran ini mempunyai sifat menyenangkan, karena kita bisa melihat,
11
menikmati, mengagumi dan belajar mengenai ciptaan Tuhan Yang Maha Kuasa
yang terbentang di alam dan di dalam pembelajaran outdoor activities kita dapat
memasukkan pembelajaran secara spiritual.
2. Manfaat Pembelajaran Outdoor Activities
Dengan outdoor activities, siswa mampu mengaitkan pelajaran dengan
kenyataan, juga dapat mengaitkan hubungan antar pelajaran yang mereka terima.
Anak-anak tidak hanya belajar di kelas, tetapi mereka belajar dari mana saja dan
dari siapa saja, Guru Pembimbing SMAN I Salatiga (2009). Selain belajar dari
buku, anak-anak juga belajar dari alam sekelilingnya. Anak-anak bukan belajar
untuk mengejar nilai, tetapi untuk bisa memanfaatkan ilmunya dalam kehidupan
sehari-hari. Dengan demikian pemahaman siswa terhadap materi pembelajaran
bersifat integratif, komprehensif dan aplikatif sekaligus juga memahami
kemampuan dasar yang ingin ditumbuhkan kepada anak-anak adalah kemampuan
membangun jiwa keingintahuan, melakukan observasi, membuat hipotesa, serta
kemampuan berfikir ilmiah. Dengan outdoor activities mereka belajar tidak hanya
dengan mendengar penjelasan guru, tetapi juga dengan melihat, menyentuh,
merasakan, dan mengikuti keseluruhan proses dari setiap pembelajaran.
Manfaat Pembelajaran dengan outdoor activities menurut W. Gulo ( !990:
208) yaitu:
1. Meningkatkan motivasi siswa dalam belajar, karena kegiatan belajar lebih
menarik dan tidak membosankan.
2. Siswa dapat memahami dan menghayati aspek-aspek kehidupan yang ada di
lingkungannya, sehingga dapat membentuk pribadi yang tidak asing dengan
kehidupan di sekitarnya, serta dapat memupuk rasa cinta lingkungan.
3. Hakikat belajar akan lebih bermakna sebab siswa dihadapkan dengan situasi
dan keadaan yang sebenarnya atau bersifat alami.
4. Bahan-bahan yang dapat dipelajari lebih kaya serta lebih faktual sehingga
kebenarannya lebih akurat.
5. Kegiatan belajar siswa lebih komprehensif dan lebih aktif sebab dapat
dilakukakan dengan berbagai cara seperti mengamati, bertanya atau
12
wawancara, membuktikan atau mendemonstrasikan, menguji fakta, dan lain-
lain.
6. Sumber belajar menjadi lebih kaya sebab lingkungan yang dapat dipelajari
bisa beraneka ragam seperti lingkungan sosial, lingkungan alam dan
lingkungan buatan.
7. Mencegah siswa belajar hanya pada tingkat verbal saja
8. Melatih siswa untuk mengkontruk konsep dari pengalaman-pengalaman yang
menyenangkan.
9. Memberikan informasi teknis, kepada peserta secara langsung
10. Pengajaran dapat lebih merangsang kreativitas anak.
Berdasarkan uraian di atas pembelajaran dengan outdoor activities siswa
dapat membangun pengalamam belajarnya atau pengetahuannya sendiri karena
siswa belajar dengan mencari, menyilidiki, mengamati sehingga siswa dapat
membangun konsepnya sendiri dan siswa juga terlibat langsung dalam kegiatan
pembelajaran (learning by doing) sehingga siswa akan segera mendapat umpan
balik tentang dampak dari kegiatan yang dilakukan. Pembelajaran outdoor
activities kebenarannya dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah atau secara
objektif dan jujur karena outdoor activities dipelajari dengan cara mengamati,
bertanya atau wawancara, membuktikan atau mendemonstrasikan, menguji fakta
dan tidak hanya sebatas pada tingkat verbal atau penjelasan saja. Outdoor
activities juga dapat menumbuhkan rasa cinta akan lingkungan karena dengan
mengamati sendiri siswa akan mengetahui keindahan alam dan cara untuk
menjaga atau melestarikan lingkungan, siswa juga akan lebih termotivasi karena
mereka sendirilah yang mencari atau menyelidiki untuk membangun pengalaman
atau pengetahuannya sendiri, karena hal itulah pembelajaran dengan outdoor
activities lebih menarik.
Dapat disimpulkan kegiatan pembelajaran di luar kelas atau outdoor
activities bahwa penyampaian suatu pesan pendidikan melalui sebuah pengalaman
langsung cepat meresap ke daya tangkap pikiran manusia. Sehingga siswa di
dalam belajar akan lebih memahami materi yang disampaikan oleh guru. Karena
13
siswa belajar secara langsung berdasarkan pengalaman yang mereka dapatkan,
dan siswa belajar tidak hanya dengan mendengar penjelasan guru, tetapi dengan
cara mengamati, menyelidiki, mencari, bertanya atau wawancara, membuktikan
atau mendemonstrasikan, menguji fakta sehingga kebenarannya dapat
dipertanggungjawabkan secara jujur dan objektif atau secara ilmiah.
3. Implementasi Pembelajaran dengan Outdoor Activities
Penyampaian suatu pesan pendidikan melalui sebuah pengalaman
langsung cepat meresap kedaya tangkap pikiran manusia. Dan dalam
menggunakan lingkungan sebagai media dan sumber belajar didalam proses
pembelajaran memerlukan persiapan dan perencanaan yang seksama dari guru.
Tanpa perencanaan yang matang kegiatan belajar siswa bisa tidak terkendali,
sehingga tujuan pembelajaran tidak tercapai dan siswa tidak melakukan kegiatan
belajar yang diharapkan.
Prosedur mempersiapkan pembelajaran dengan outdoor activities
(experiental learning) menurut Oemar Hamalik (2003: 47) sebagai berikut:
a. Guru merumuskan dengan teliti pengalaman belajar yang direncanakan untuk
memperoleh hasil yang potensial atau memiliki alternatif hasil.
b. Menentukan bentuk kegiatan yang akan dipakai, kegiatan outdoor activities ini
dapat divariasi sendiri oleh guru. Misalnya: dalam satu materi dapat dilakukan
dengan berbagai bentuk, seperti dalam tema yang lain seperti lingkungan.
c. Guru berusaha menyajikan pengalaman yang bersifat menantang dan
memotivasi.
d. Menentukan waktu pelaksanaan kegiatan. Kegiatan outdoor activities ini dapat
dilaksanakan dalam pembelajaran atau dapat juga dilaksanakan di luar jam
pelajaran.
e. Menentukan rute perjalanan outdoor activities, dapat dilakukan satu kelas
bersama-sama. Outdoor activities dapat menggunakan rute di sekitar sekolahan
atau di lingkungan warga sekitar.
f. Siswa dapat bekerja secara individual dan dapat bekerja dalam kelompok-
kelompok kecil.
14
g. Para siswa secara aktif berperan serta dalam pembentukan pengalaman.
h. Setelah semua persiapan selesai maka tahap selanjutnya pelaksanaan kegiatan
outdoor activities yaitu guru menjelaskan tentang aturan dalam pembelajaran
dengan outdoor activities.
Pembelajaran berdasarkan pengalaman ini menyediakan suatu alternatif
pengalaman belajar bagi siswa yang lebih luas daripada pendekatan yang
diarahkan oleh guru kelas. Strategi ini menyediakan banyak kesempatan belajar
secara aktif, personalisasi dan kegiatan-kegiatan belajar yang lainnya bagi para
siswa untuk semua tingkat usia. Pembelajaran dengan outdoor activities ini guru
dapat menginternalisasikan dimensi spiritual ke dalam kegiatan belajar siswa, agar
apa yang siswa pelajari dapat mendekatkan siswa kepada Allah SWT (Sang
Pencipta). Dan setelah kegiatan outdoor activities, guru bersama siswa membahas
kembali apa yang telah dilaksanakan. Metode yang digunakan yaitu metode
diskusi, dimana akan diperoleh pendapat yang berbeda dan bervariasi antara siswa
yang satu dengan yang lainnya. Guru bertugas memfasilitasi dalam menyisipkan
makna (misal pesan moral, sikap dan kerjasama).
Menurut teori belajar Rogers (Wiji Suwarno, 2008: 74) penerapan
pembelajaran dengan penggunaan lingkungan, yaitu:
1. Keinginan untuk belajar
Anak diberikan kebebasan untuk memuaskan keingintahuan mereka tanpa
dihalangi oleh ruang kelas, yang dapat “mematikan” daya kreativitas siswa.
2. Belajar secara signifikan
Proses belajar ditujukan bukan untuk mengejar nilai, tapi untuk bisa
memanfaatkan ilmunya dalam kehidupan sehari-hari. Menjadikan anak
memiliki logika berpikir yang baik, sehingga dapat digunakan untuk
menyelesaikan berbagai permasalahan dalam kehidupan sehari-hari. Anak
memperoleh sekaligus pengetahuan beserta penerapannya dalam kehidupan
pribadinya maupun bermasyarakat. Sehingga sumber daya manusia yang
dihasilkan bukanlah orang-orang yang mampu berteori tetapi juga mampu
mengaplikasikannya.
15
3. Belajar tanpa ancaman
Belajar di alam terbuka, secara naluriah akan menimbulkan suasana fun tanpa
tekanan dan jauh dari kebosanan. Dengan demikian akan tumbuh kesadaran
pada anak-anak bahwa learning is fun, dan sekolah menjadi identik dengan
kegembiraan sehingga inti pokok pembelajaran dapat diserap dengan baik
4. Belajar atas inisiatif sendiri
Anak-anak belajar tidak hanya selama jam belajar sekolah. Mereka dapat
belajar dari apapun dan kapanpun. Dengan sistem belajar yang berorientasi
pada lingkungan yang telah membiasakan mereka untuk belajar secara aktif
dan mandiri, membuat mereka menemukan, memilih, dan mencari tahu sendiri
apa yang ingin diketahuinya.
5. Belajar dan berubah
Sehingga mereka diharapkan akan mampu beradaptasi dengan situasi
lingkungan yang selalu dinamis.
Menurut Guru Pembimbing SMA Negeri I Salatiga (2009), proses
pembelajaran outdoor activities dilaksanakan melalui empat tahapan sebagai
berikut :
1. Adanya suatu aktivitas, para peserta terlibat secara fisik, intelektual, maupun
emosional dalam upaya memperoleh pengetahuan atau keterampilan yang
diperlukan.
2. Adanya proses diskusi, para peserta tidak hanya belajar secara individual, tapi
juga bisa belajar kelompok sehingga akan lebih memperkaya dan menambah
aspek kedalaman pemahaman aspek yang sedang dipelajari.
3. Adanya proses perenungan, secara individual, para peserta didorong untuk
menginternalisasikan konsep, pengetahuan, dan keterampilan yang baru saja
diperoleh dalam kegiatan mereka sehari – hari.
4. Adanya proses rancangan tindak lanjut/penerapan, proses ini berguna untuk
melatih dan menyempurnakan proses belajar berbagai keahlian yang baru saja
didapatkan para peserta.
16
Dari uraian di atas ada terdapat persamaanpendapat antara Oemar
Hamalik dan Guru Pembimbing SMA Negeri I Salatiga, yaitu di dalam kegiatan
pembelajaran siswa aktif di dalam pembentukan pengalaman dan pengetahuan di
dalam pembelajaran dan siswa belajar secara kelompok dengan diskusi, dan
menyisipkan pesan moral mengenai ciptaan Tuhan YME, sikap dan kerjasama
sebagai pemantapan di dalam pembelajaran, serta hasil pembelajaran diharapkan
siswa mampu untuk mengaplikasikannya di dalam kehidupan sehari-hari.
Menurut Oemar Hamalik sebelum melaksanakan pembelajaran outdoor activities
guru harus merumuskan pengalaman belajar yang akan direncanakan, menyajikan/
mengajak siswa dengan pengalaman yang bersifat memotivasi, menentukan
waktu perjalanan, dan rute perjalanan serta menjelaskan aturan kegiatan
pembelajaran luar kelas. Sedangkan menurut Guru Pembimbing SMAN I Salatiga
di dalam kegiatan akhir pembelajaran guru dan siswa menyimpulkan hasil
pembelajaran yang mereka dapatkan, guru memberikan evaluasi kepada siswa
untuk mengetahui seberapa jauh tingkat pemahaman siswa di dalam
pembelajaran. Menurut pendapat Rogers di dalam belajar siswa harus belajar
tanpa tekanan dan di dalam suasana menyenangkan.
Dapat disimpulkan langkah- langkah pembelajaran dalam menggunakan
pembelajaran outdoor activiti
Tabel 2.1
Kesimpulan Langkah-langkah Pembelajaran Outdoor Activities
No. Tahap
pelaksanaan Kegiatan
1. Perencanaan Guru merumuskan dan mengembangkan indikator
yang akan dicapai oleh siswa nanti
Guru menyajikan pengalaman belajar yang
bersifat memotivasi
Guru mempersiapkan perlengkapan belajar yang
diperlukan
17
No. Tahap
pelaksanaan Kegiatan
Guru merencanakan membagi kelompok-
kelompok siswa
Guru menetapkan tujuan objek serta lamanya
waktu observasi
2. Pelaksanaan Guru menjelaskan keadaan lokasi objek secara
global
Guru menetapkan teknik mempelajari objek
Guru membahas pembagian kelompok-kelompok
siswa
Guru mengajak siswa menuju lokasi pengamatan
Kerjasama kelompok
Guru dan siswa melakukan tanya jawab
Guru mengajak siswa masuk ke dalam kelas
Siswa mendiskusikan hasil pengamatan di kelas
yang dipandu oleh guru
Guru dan siswa melakukan pembahasan hasil
diskusi dari tiap-tiap kelompok
Guru menciptakan suasana belajar tanpa tekanan
dan suasana menyenangkan.
Pemanfaatan sumber pembelajaran
3. Kegiatan akhir Kesimpulan
Pemantapan dengan cara para siswa didorong
untuk menginternalisasikan konsep, pengetahuan,
dan keterampilan yang baru saja diperoleh dalam
kegiatan mereka sehari – hari.
Tindak lanjut
18
2.1.2 Hasil Belajar
1. Pengertian Hasil Belajar
Hasil belajar merupakan suatu puncak proses belajar. Hasil belajar
tersebut terjadi terutama berkat evaluasi guru. Hasil belajar dapat berupa
dampak pengajaran dan dampak pengiring, Kedua dampak tersebut
bermanfaat bagi guru dan siswa.
Winkel (1996 : 162) mengatakan bahwa hasil belajar adalah suatu bukti
keberhasilan belajar atau kemampuan seorang siswa dalam melakukan
kegiatan belajarnya sesuai dengan bobot yang dicapainya. Sedangkan
Nasution, S (1996 : 17) menyatakan bahwa hasil belajar adalah
kesempurnaan yang dicapai seseorang dalam berfikir, merasa dan berbuat.
Prestasi belajar dikatakan sempurna apabila memenuhi tiga aspek yaitu :
Kognitif, Afektif, Psikomotorik.
Berdasarkan pengertian di atas maka dapat dijelaskan bahwa hasil
belajar merupakan tingkat kemanusiaan yang dimiliki oleh peserta didik
dalam menerima, menolak, dan menilai informasi – informasi yang
diperoleh dalam proses belajar mengajar. Hasil belajar peserta didik dapat
diketahui setelah diadakan evaluasi. Hasil dari evaluasi dapat
memperlihatkan tentang tinggi atau rendahnya hasil belajar peserta didik.
2. Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Hasil Belajar
Faktor – Faktor yang mempengaruhi hasil belajar peserta didik
adalah faktor interen dan faktor eksteren.
a. Faktor Interen
Faktor Interen adalah faktor yang timbul dari dalam individu itu
sendiri, adapun yang dapat digolongkan ke dalam faktor interen yaitu
kecerdasan / intelegensi, bakat, minat, dan motivasi.
1). Kecerdasan / Intelegensi
Kecerdasan adalah kemampuan belajar disertai kecakapan untuk
menyesuaikan diri dengan keadaan yang di hadapinya. Menurut kartono
19
(1995 : 56) kecerdasan merupakan salah satu aspek yang penting dan
sangat menentukan berhasil tidaknya studi seseorang. Muhibbin (1999 :
56) menyatakan bahwa semakin tinggi kemampuan intelegensi seseorang
maka semakin besar peluangnya untuk meraih sukses. Sebaliknya,
semakin rendah kemampuan intelegensi seseorang maka semakin kecil
peluangnya untuk meraih sukses.
Dari pendapat di atas jelaslah bahwa intelegensi yang baik
merupakan faktor yang sangat penting bagi seorang anak dalam belajar.
2). Bakat
Bakat adalah kemapuan tertentu yang telah dimiliki seseorang
sebagai kecakapan pembawaan. Sebagaimana yang dikemukakan oleh
Ngalim Purwanto (1986 : 28) bahwa “bakat dalam hal ini lebih dekat
pengertiannya dengan kata atitude yang berarti kecakapan, yaitu mengenai
kesanggupan-kesanggupan tertentu”. Muhhibin (1996 : 136) mengatakan
bahwa bakat diartikan sebagai kemampuan individu untuk melakukan
tugas tanpa banyak bergantung pada upaya pendidikan dan latihan.
Dari pendapat di atas jelaslah bahwa tumbuhnya keahlian tertentu
pada seseorang sangat ditentukan oleh bakat yang dimilikinya. Dalam
proses belajar terutama belajar keterampilan, bakat memegang peranan
penting dalam mencapai prestasi belajar.
3). Minat
Minat adalah kecenderungan yang tetap untuk memperhatikan dan
mengenai beberapa kegiatan. Menurut Winkel (1996 : 24) minat adalah
kecenderungan yang menetap dalam subjek untuk merasa tertarik pada hal
tertentu dan merasa senang berkecimung dalam hal tersebut. Sedangkan
Slameto (1995 57) mengatakan bahwa minat adalah kecenderungan yang
tetap untuk memperhatikan dan mengenang beberapa kegiatan yang
diminati seseorang.
Berdasarkan pendapat diatas, jelaslah bahwa minat mempunyai
peranan yang besar terhadap keberhasilan suatu proses belajar seseorang.
20
4). Motivasi
Motivasi dalam belajar adalah faktor yang penting karena hal tersebut
merupakan keadaan yang mendorong siswa untuk melakukan belajar.
Sebagaimana yang dikemukakan oleh Nasution (1995 : 73) bahwa motivasi
adalah segala daya yang mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu.
Sedangkan Sardiman (1992 : 77) mengatakan bahwa motivasi
adalah suatu hal yang menggerakkan siswa untuk melakukan sesuatu.
b. Faktor Ekstern
Faktor eksteren adalah faktor – faktor yang dapat mempengaruhi
hasil belajar yang sifatnya di luar diri peserta didik yaitu beberapa
pengalaman, keadaan keluarga, lingkungan sekitarnya dan sebagainya.
Pengaruh lingkungan ini pada umunya bersifat positif dan tidak
memberikan paksaan kepada individu. Slameto (1995 : 60) menyatakan
bahwa faktor ekstern yang dapat mempengaruhi belajar adalah keadaan
keluarga, keadaan sekolah dan lingkungan masyarakat.
2.1.4 Ilmu Pengetahuan Alam
1. Pengertian IPA
Hakikat ilmu pengetahuan Alam (IPA) adalah ilmu yang mempelajari
tentang fenomena alam dan segala sesuatu yang ada di alam. IPA merupakan
pengetahuan yang ilmiah, yaitu pengetahuan yang diperoleh secara ilmiah. Hal ini
sebagaimana yang dikemukakan oleh Powler (Khalimah, 2010). Proses
pembelajaran IPA menekankan pada pemberian pengalaman langsung untuk
mengembangkan kompetensi agar menjelajahi dan memahami alam sekitar secara
ilmiah, Usman Samatowa (2006). Pendidikan IPA adalah lebih dari sekedar
kumpulan yang dinamakan fakta. IPA merupakan kumpulan pengetahuan dan
juga proses. Pembelajaran IPA di sekolah di harapkan memberi berbagai
pengalaman pada anak yang mengijinkan mereka melakukan berbagai
penelusuran ilmiah yang relevan, Agus. S. (Khalimah, 2010).
Secara sistematis, Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berkaitan dengan cara
mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya
21
penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau
prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Pendidikan
IPA diharapkan dapat menjadi wahana bagi peserta didik untuk mempelajari diri
sendiri dan alam sekitar, serta prospek pengembangan lebih lanjut dalam
menerapkannya di dalam kehidupan sehari-hari. Pendidikan IPA dapat
dimasukkan dalam klasifikasi ilmu pendidikan karena dimensi pendidikan IPA
sangat luas dan sekurang-kurangnya meliputi unsur-unsur (nilai-nilai) sosial
budaya, etika, moral dan agama. Oleh sebab itu, belajar IPA bukan hanya sekedar
memahami konsep ilmiah dan aplikasi dalam masyarakat, melainkan juga untuk
mengembangkan berbagai nilai yang terkandung dalam dimensi Pendidikan IPA.
Dan dari penjelasan di atas dapat disimpulkan Pengertian IPA, IPA
merupakan ilmu yang mempelajari tentang segala sesuatu yang terdapat di alam,
baik itu zat yang terkandung atau gejala yang terdapat di alam. IPA merupakan
pengetahuan mempunyai kebenaran melalui metode ilmiah baik secara induktif
ataupun deduktif, dengan ciri: objektif, metodik, sistimatis, universal, dan tentatif.
2. Pembelajaran IPA
Pendidikan IPA adalah IPA lebih dari sekedar kumpulan yang dinamakan
fakta. IPA merupakan kumpulan pengetahuan dan juga proses. Pembelajaran IPA
di sekolah diharapkan memberi berbagai pengalaman pada anak yang mengijinkan
mereka melakukan berbagai penelusuran ilmiah yang relevan, KTSP (2006).
Pandangan konstruktivis dalam pembelajaran mengatakan, bahwa anak-
anak diberi kesempatan agar menggunakan strateginya sendiri dalam belajar
secara sadar, sedangkan guru yang membimbing siswa ke tingkat pengetahuan
yang lebih tinggi, (Abruscato, 1999). Ide pokoknya adalah siswa secara aktif
membangun pengetahuan mereka sendiri, otak siswa sebagai mediator, yaitu
memproses masukan dari dunia luar dan menentukan apa yang mereka pelajari.
Pembelajaran merupakan kerja mental aktif, bukan menerima pengajaran dari
guru secara pasif. Dalam kerja mental siswa, guru memegang peranan penting
dengan cara memberikan dukungan, tantangan berfikir, melayani sebagai pelatih
22
atau model, namun siswa tetap merupakan kunci pembelajaran Von Glaserfelt
(Paul Suparno, 1997: 67).
Menurut teori perkembangan kognitif Piaget (Wiji Suwarno 2008: 58)
bahwa anak membangun sendiri skemanya serta membangun konsep-konsep
melalui pengalaman- pengalamannya. Piaget membedakan perkembangan
kognitif seorang anak menjadi empat taraf, yaitu 1) taraf sensori motor (0- 2 th),
(2) taraf pra-operasional (2- 7 th), (3) taraf operasional konkrit (7- 11 th), dan (4)
taraf operasional formal (11- 15 th). Walaupun ada perbedaan individual dalam
hal kemajuan perkembangan, tetapi teori Piaget mengasumsikan bahwa seluruh
siswa tumbuh dan melewati urutan perkembangan yang sama, namun
pertumbuhan itu berlangsung pada kecepatan yang berbeda. Perkembangan
kognitif sebagian besar bergantung seberapa jauh anak memanipulasi dan aktif
berinteraksi dengan lingkungan. Piaget (dalam Wiji Suwarno, 2008: 58)
menyatakan peran guru sebagai fasilitator, bukan sebagai pemberi informasi.
Guru perlu menciptakan lingkungan belajar yang kondusif bagi siswa-siswanya
dan membantu siswa menghubungkan antara apa yang sudah diketahui siswa
dengan apa yang sedang dan akan dipelajari (Abruscato, 1999). Prinsip-prinsip
Piaget dalam pengajaran diterapkan dalam program-program yang menekankan
pembelajaran melalui penemuan dan pengalaman-pengalaman nyata dan
pemanipulasian alat, bahan, atau media belajar yang lain serta peranan guru
sebagai fasilitator yang mempersiapkan lingkungan dan memungkinkan siswa
dapat memperoleh berbagai pengalaman belajar.
Dari uraian di atas, satu prinsip paling penting dalam pendidikan adalah
bahwa guru tidak dapat hanya sekedar memberikan pengetahuan kepada siswa
agar secara sadar menggunakan strategi mereka sendiri untuk belajar. Guru dapat
memberikan kepada siswa atau peserta didik pemahaman yang lebih tinggi,
dengan catatan siswa sendirilah yang harus membangun pengetahuan mereka
sendiri. Tugas guru bukan lagi sebagai pentransfer pengetahuan dari otaknya
kepada otak siswa. Tugas guru berubah menjadi lebih sebagai fasilitator yang
membantu agar siswa sendiri belajar dan menekuni bahan yaitu dengan
menggunakan ketrampilan proses.
23
Terdapat Implikasi teori kognitif Piaget pada pendidikan yaitu:
1. Memusatkan perhatian kepada berfikir atau proses mental anak, tidak sekedar
kepada hasilnya. Selain kebenaran jawaban siswa, guru harus memahami
proses yang digunakan anak sehingga sampai pada jawaban tersebut.
Pengalaman-pengalaman belajar yang sesuai dikembangkan dengan
memperhatikan tahap fungsi kognitif dan hanya jika guru penuh perhatian
terhadap metode yang digunakan siswa untuk sampai pada kesimpulan tertentu,
barulah dapat dikatakan guruberada dalam posisi memberikan pengalaman
yang dimaksud.
2. Mengutamakan peran siswa dalam berinisiatif sendiri dan keterlibatan aktif
dalam kegiatan belajar. Dalam kelas, Piaget menekankan bahwa pengajaran
pengetahuan jadi (ready made knowledge) tidak mendapat tekanan, melainkan
anak didorong menemukan sendiri pengetahuan itu melalui interaksi spontan
dengan lingkungan. Oleh karena itu, selain mengajar mempersiapkan
beranekaragam kegiatan secara langsung dengan dunia fisik.
3. Memaklumi akan adanya perbedaan individual dalam hal kemajuan
perkembangan. Teori Piaget mengasumsikan bahwa seluruh siswa tumbuh dan
melewati urutan perkembangan yang sama, namun pertumbuhan itu
berlangsung pada kecepatan yang berbeda.
Menurut uraian di atas dapat disimpulkan ketrampilan proses dalam
pembelajaran IPA.
24
Tabel 2.2
Kesimpulan Ketrampilan Proses Pembelajaran IPA
Ketrampilan
Proses IPA
Definisi
Mengamati Mempergunakan semua indera menyadari adanya objek
atau alat bantu untuk memperluas pengamatan.
Mengklasifikasikan Menyusun atau mendistribusikan objek, kejadian, atau
informasi dalam golongan-golongan menurut satu
sistem.
Membuat model Memperagakan informasi dengan mempergunakan alat
atau ilustrasi grafik atau alat-alat lain.
Merumuskan
hipotesis
Menyusun suatu pernyataan yang bersifat tentatif yang
merupakan jawaban sementara.
Membuat
generalisasi
Menarik kesimpulan dari hal-hal yang khusus.
Membuat inferensi Membuat kesimpulan berdasarkan pengetahuan yang
dimiliki untuk menjelaskan pengetahuan.
Menginterpretasikan
data
Menganalisis data yang didapat dan
mengorganisasikannya dengan cara menentukan pola
yang nyata atau menentukan keterhubungan antara data-
data.
Mengambil
keputusan
Mengidentifikasi alternatif-alternatif dan memilih
tindakan-tindakan alternatif setelah mendasarkan
penentuan pada alasan yang tepat.
2.2 Kajian Hasil Penelitian yang Relevan
Hasil penelitian yang relevan atau yang hampir sama dengan penelitian ini
adalah “ Pembelajaran Inovatif Pemanfaatan Outbond Sains Sebagai Sarana
dalam Mewujudkan Meaningfull Learning” oleh Agus Rosmanto, tahun 2009.
25
Dalam penelitian “ Pembelajaran Inovatif Pemanfaatan Outbond Sains Sebagai
Sarana dalam Mewujudkan Meaningfull Learning” ini penulis menggunakan
pembelajaran yang berpusat pada siswa (student centered) yang berorientasi pada
pendidikan luar ruang (outbound education), yang sarat dengan permainan yang
menantang, mengandung nilai-nilai pendidikan, dan mendekatkan siswa dengan
alam dalam mata pelajaran Sains/ IPA, dengan tujuan untuk mengembangkan
kemampuan spiritual siswa. Dan di dalam penelitian ini peneliti mengharapkan
pembelajaran dengan pemanfaataan Outbond Sains dapat mewujudkan
Meaningfull Learning atau mewujudkan nilai-nilai spiritual siswa karena
pembelajaran di luar ruang dengan alam sebagai orientasi atau sebagai tempat
belajar, siswa diharapkan mampu menghargai dan memelihara segala sesuatu
ciptaan Tuhan Yang Maha Esa, karena di jaman sekarang orang-orang yang
peduli dengan alam sudah jarang ditemukan. Pembelajaran yang berorientasi pada
alam untuk meningkatkan kepedulian kita terhadap segala ciptaan Tuhan Yang
Maha Esa harus sering dan tetap terus kita terapkan.
Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Agus Rosmanto (2009)
didapatkan bahwa berdasarkan Kurikulum Sains SD, Sains merupakan cara
mencari tahu tentang alam sekitar secara sistematis untuk mengusai pengetahuan,
fakta-fakta, konsep-konsep, prinsip-prinsip, proses penemuan, dan memiliki sikap
ilmiah. Pendidikan Sains bermanfaat bagi siswa untuk mempelajari diri sendiri
dan alam sekitar. Pendidikan Sains menekankan pada pemberian pengalaman
langsung dan kegiatan praktis untuk mengembangkan kompetensi agar siswa
memahami alam sekitar secara ilmiah. Pendidikan Sains diarahkan untuk mencari
tahu dan berbuat sehingga dapat membantu siswa untuk memperoleh pemahaman
yang lebih mendalam tentang alam sekitar. Idealnya, pembelajaran Sains
digunakan sebagai wahana bagi siswa untuk menjadi ilmuwan, terutama siswa
SD. Melalui pembelajaran Sains di sekolah siswa dilatih berpikir, membuat
konsep ataupun dalil melalui pengamatan, dan percobaan. Namun hal tersebut
berbeda dengan realita di lapangan masih terkendala untuk mewujudkan idealita
tersebut. Kajian ini bertujuan menggali bagaimana lingkungan pembelajaran lebih
menarik dengan memunculkan penggunaan pembelajaran inovatif melalui
26
Outbond Sains sebagai sarana mewujudkan meaningful learning. Pada dasarnya,
diskusi ini difokuskan pada kemanfaatan outbond dalam membelajarkan siswa
menjadi manusia seutuhnya, yang dapat menginternalisasikan dimensi spiritual ke
dalam kegiatan belajar siswa.
2.3 Kerangka Berpikir
Adapun alur kerangka pemikiran yang ditujukan untuk mengarahkan
jalannya penelitian agar tidak menyimpang dari pokok-pokok permasalahan,
maka kerangka pemikiran dilukiskan dalam sebuah gambar skema agar penelitian
mempunyai gambaran yang jelas dalam melakukan penelitian. Adapun skema itu
adalah sebagai berikut:
27
Mulanya tingkat pemahaman siswa masih rendah dalam pelajaran IPA
khususnya tentang“Memahami hubungan antara sumber daya alam dengan
lingkungan, teknologi dan masyarakat”, kemudian diadakan tindakan yaitu
penggunaan outdoor activities dengan pengamatan di alam terbuka pada mata
pelajaran IPA dalam memahami hubungan antara sumber daya alam dengan
lingkungan, teknologi dan masyarakat.Siswa mengalami peningkatan pemahaman
dan prestasi belajar dalam memahami hubungan antara sumber daya alam dengan
lingkungan, teknologi dan masyarakat.
2.4 Hipotesis Tindakan
Berdasarkan landasan teori dan kerangka pemikiran, maka dapat
dirumuskan hipotesis penelitian tindakan kelas sebagai berikut: “Jika dalam
proses belajar mengajar guru menggunakan pembelajaran Outdoor activities dapat
meningkatkan hasil belajar IPA kelas IV SDN 02 Kalimanggis Kecamatan
Kaloran, Kabupaten Temanggung”.
Kondisi Awal
Tingkat pemahaman siswa masih rendah dalam
pelajaran IPA khususnya tentang memahami
hubungan antara sumber daya alam dengan
lingkungan, teknologi dan masyarakat.
Diadakan
tindakan
Penggunaan outdoor activities yaitu dengan
pengamatan di alam terbuka pada mata pelajaran IPA
dalammemahami hubungan antara sumber daya alam
dengan lingkungan, teknologi dan masyarakat.
Kondisi Akhir
Pemahaman siswa meningkat dalam memahami
hubungan antara sumber daya alam dengan
lingkungan, teknologi dan masyarakat.