bab ii kajian pustaka 2.1. evaluasi program · 2020. 10. 12. · 17 bab ii kajian pustaka . 2.1....
TRANSCRIPT
17
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1. Evaluasi Program
2.1.1. Pengertian Evaluasi Program
Kata evaluasi berasal dari bahasa inggris yaitu
evaluation yang berarti ujian. Evaluasi merupakan proses
pengumpulan data, untuk menentukan sejauh mana tujuan
program dapat tercapai. Evaluasi merupakan alat yang
digunakan untuk menganalisis dan menilai fenomena ilmu
pengetahuan, sebagai cabang ilmu pengetahuan, ilmu
evaluasi didukung oleh sejumlah teori. Evaluasi pada
umumnya ditujukan untuk menilai sejauh mana keefektifan
kebijakan/ program guna dipertanggung jawabkan kepada
yang berwenang, evaluasi dapat digunakan untuk mengukur
sejauh mana tujuan tercapai serta sejauh mana kesenjangan
antara harapan dengan fakta dilapangan. Menurut
Anderson dalam Winarno (2008:166), “Secara Umum
Evaluasi Dapat Dikatakan Sebagai Kegiatan Yang
Menyangkut Estimasi, Atau Penilaian Kebijakan Yang
18
Mencakup Substansi, Implementasi Dan Dampak
Pelaksanaan Kebijakan Tersebut”.
Menurut Stufflebeam dalam Arikunto Dan Jabar
(2010:1) mendefinisikan bahwa “Evaluasi Merupakan
Penggambaran Proses, Mencari Dan Memberikan Informasi
Yang Berguna Untuk Para Pengambil Keputusan Dalam
Menentukan Alternatif Keputusan”.
Dari beberapa pendapat ahli yang telah dikemukakan
diatas, dapat disimpulkan bahwa evaluasi adalah proses
penilaian dan penggambaran yang mencakup substansi
untuk memperoleh hasil akhir dari kegiatan, serta untuk
menyajikan informasi sebagai hasil dari suatu keputusan.
Ada beberapa pengertian tentang program, program
adalah suatu rencana yang akan dilaksanakan, yang
melibatkan berbagai unit yang berisikan kebijakan serta
rangkaian kegiatan yang harus dilakukan dalam waktu yang
ditentukan. Menurut arikunto (2004:2), program dapat
dipahami dalam dua pengertian yaitu : 1). Pengertian secara
umum yang dapat diartikan sebagai rencana atau rancangan
19
kegiatan yang akan dilakukan dikemudian hari; 2).
Pengertian secara khusus dihubungkan dengan evaluasi
yang berarti satu kesatuan atau unit kegiatan yang
merupakan implementasi suatu kebijakan, berlangsung
dalam proses berkesinambungan dan terjadi dalam
organisasi yang melibatkan sekelompok orang.
Menurut Isaac dan Michael (1984:6), sebuah program
yang dilaksanakan harus diakhiri dengan evaluasi, hal ini
dikarenakan untuk melihat apakah program tersebut
berhasil menjalankan fungsi sebagaimana yang telah
ditetapkan sebelumnya. Terdapat tiga tahap rangkaian
evaluasi program menurut Isaac dan Michael yaitu : a).
menyatakan pertanyaan serta mengspesifikasikan informasi
yang akan diperoleh; b). mencari data yang relevan dengan
penelitian, dan ; c). menyediakan informasi yang
dibutuhkan pihak pengambil keputusan untuk melanjutkan,
memperbaiki atau menghentikan program.
Dari beberapa pendapat ahli yang telah dipaparkan
diatas, dapat disimpulkan bahwa program merupakan
20
rangkaian kegiatan yang dilaksanakan secara
berkesinambungan dengan waktu pelaksanaan yang di
tentukan, program tidak hanya terdiri dari satu kegiatan,
namun merupakan serangkaian kegiatan yang menjadi satu
kesatuan yang membentuk suatu sistem yang saling terkait
satu dan yang lainnya, dan dilaksanakan oleh sekelompok
orang.
Evaluasi program merupakan suatu rangkaian
kegiatan yang dilakukan secara sadar dengan tujuan untuk
menilai/mengukur tingkat keberhasilan suatu program.
Menurut arikunto (2009:5), melakukan evaluasi program
merupakan kegiatan yang dilakukan untuk mengetahui
apakah tujuan pendidikan telah terealisasi, evaluasi program
merupakan upaya menyediakan informasi yang akan
disampaikan kepada pengambil keputusan.
Dari pendapat yang telah dipaparkan ahli diatas, dapat
disimpulkan bahwa evaluasi program merupakan kegiatan
yang dilakukan dengan tujuan untuk melihat hasil atau
21
manfaat serta dampak dari kegiatan atau program yang telah
dilaksanakan.
2.1.2. Tujuan Evaluasi Program
Menurut arikunto (2004:13), evaluasi mempunyai dua
tujuan yaitu tujuan umum diarahkan pada program secara
menyeluruh, dan tujuan khusus difokuskan pada tiap-tiap
komponen.
Sedangkan tujuan evaluasi program menurut
Mulyatiningsih, (2011:114). Evaluasi program dilakukan
dengan tujuan sebagai berikut :
1. Menunjukan sumbangan program terhadap
pencapaian tujuan suatu organisasi, hasil
evaluasi ini penting untuk pengembangan
program yang sama ditempat yang lain.
2. Mengambil keputusan mengenai keberlanjutan
sebuah program, apakah program perlu
diteruskan, diperbaiki atau dihentikan.
Menurut pendapat ahli diatas dapat disimpulkan
bahwa tujuan evaluasi program merupakan suatu kegiatan
untuk mengetahui suatu keadaan dari sebuah program
apakah program tersebut dapat tetap digunakan untuk
22
diteruskan sebagai bahan pengembangan ditempat lain,
diteruskan namun diperbaiki terlebih dahulu atau dihentikan
untuk tidak digunakan lagi.
Suatu program dalam keterlaksanaannya harus
senantiasa dilakukan evaluasi, untuk dapat melihat sejauh
mana ketercapaian dalam implementasi program tersebut,
apakah berhasil atau tidaknya. Kefektifitasan program yang
berjalan, tidak dapat diukur jika tidak dilakukan evaluasi
program. Dengan demikian kebijakan yang berhubungan
dengan program harus didukung oleh data, karenanya
informasi dan data merupakan bahan rekomendasi bagi
pengambil kebijakan, untuk memutuskan apakah program
tersebut dapat dilanjutkan, diperbaiki atau dihentikan. Jadi
dapat disimpulkan bahwa evaluasi program adalah upaya
untuk mengetahui/ mengukur ketercapaian sampai
sejauhmana sebuah kebijakan tersebut dapat
terimplementasikan.
23
2.1.3. Manfaat Evaluasi Program
Kegiatan evaluasi tidak dapat dipisahkan dalam
pengambilan keputusan dan kebijakan lanjut dari suatu
program, dari hasil evaluasi program, para pengambil
keputusan akan menentukan tindak lanjut dari program
yang sedang atau telah dilaksanakan.
Menurut arikunto (2012:22), Empat kebijakan yang
dapat diambil berdasarkan hasil dalam pelaksanaan sebuah
program, yaitu :
1) Menghentikan program karena dipandang bahwa
program tersebut tidak ada manfaatnya, atau tidak
dapat terlaksana sebagaimana yang diharapkan,
2) Merevisi program karena pada bagian-bagian
terdapat yang kurang sesuai dengan harapan.
3) Melanjutkan program karena pelaksanaan program
menunjukan bahwa segala sesuatu telah berjalan
sesuai dengan harapan, dan memberikan hasil
yang bermanfaat,
4) Desimilasi atau menyebarluaskan program
(melaksanakan program ditempat-tempat lain atau
mengulangi lagi program dilain waktu), karena
program berhasil dilaksanakan dengan baik, maka
sangat baik jika dilaksanakan di tempat lain atau
diulangi dilain waktu.
Dari paparan beberapa pendapat ahli diatas, dapat
disimpulkan bahwa kegiatan evaluasi tidak dapat
24
dipisahkan dari sebuah kebijakan atau program, guna
pengambilan keputusan dan kebijakan mengenai
keberlanjutan program, karena akan sangat menentukan
apakah program yang sedang dilaksanakan atau telah
dilaksanakan dapat dilanjutkan di tempat lain, dilaksanakan
kembali dilain waktu atau pun dihentikan.
2.2. Model Evaluasi Program CIPP
Menurut wirawan (2011:80), yang menjelaskan ada
bermacam-macam jenis model evaluasi program, yaitu : 1).
Model Evaluasi Program Berbasis Tujuan, 2). Model
Evaluasi Berbasis Tujuan, 3). Model Evaluasi Formatif Dan
Sumatif Dan Model Evaluasi Program CIPP. Dalam hal ini
peneliti hendak menggunakan model evaluasi CIPP maka
berikut akan dipaparkan tentang model evaluasi CIPP.
Wirawan (2012:92), menggambarkan bagan konteks
dan evaluasi masukan, evaluasi proses dan evaluasi produk
(CIPP) adalah sebagai berikut :
25
Tabel 2.1.
Bagan Evaluasi CIPP
Menurut Endang Mulyatiningsih (2013:120), CIPP
merupakan singkatan dari context, input, process dan
product yang dikembangkan oleh Stufflebeam pada tahun
1960an. CIPP mempunyai tujuan untuk membantu evaluator
dalam mengevaluasi program, proyek atau institusi. Dalam
hal ini berarti CIPP merupakan model evaluasi yang
dilakukan secara komperhensif untuk memahami aktivitas
Konteks
1.Berupaya untuk
mencari jawaban
atas apa yang
perlu dilakukan ?
2.Waktu
pelaksanaan
sebelum program
diterima.
3.Keputusan
Perencanaan
Program
Input
1.Berupaya untuk
mencari jawaban
atas pertanyaan
apa yang harus
dilakukan ?
2.Waktu
pelaksanaan
sebelum program
dimulai.
3.Keputusan
penstrukturan
program
Proses
1.Berupaya
untuk mencari
jawaban atas
pertanyaan apa
program sedang
dilaksanakan ?
2.Waktu
pelaksanaan
ketika program
dilaksanakan
3.Keputusan
pelaksanaan
Produk
1.Berupaya
untuk mencari
jawaban atas
pertanyaan
apakah program
sukses ?
2.Waktu
pelaksanaan
ketika program
selesai
3.Keputusan
resikel ya/tidak
program harus
diresikel
26
program, mulai dari ide program dimunculkan sampai pada
hasil yang dicapai setelah program dilaksanakan.
Dalam model evaluasi CIPP terdapat komponen-
komponen evaluasi yaitu sebagai berikut :
a. Context evaluation
Evaluasi konteks merupakan upaya untuk
menggambarkan kebutuhan, tujuan pemenuhan
dan karakteristik yang melaksanakan. Seorang
evaluator harus dapat menentukan perioritas
kebutuhan dan memilih tujuan yang paling
menunjang keberhasilan program.
b. Input evaluation
Evaluasi masukan merupakan kegiatan
mempertimbangkan kemampuan awal atau kondisi
awal yang dimiliki oleh unit untuk melaksanakan
suatu program.
c. Process evaluation
Evaluasi proses menunjukan apa (what), siapa
(who), dan kapan (when), serta sejauhmana
program dilaksanakan dan terlaksana sesuai
dengan rencana.
d. Product evaluation
Evaluasi produk merupakan tahapan akhir dari
serangkaian evaluasi program yang akan diketahui
ketercapaian tujuan, kesesuaian proses dengan
pencapaian tujuan serta ketepatan dalam tindakan
yang diberikan, dan dampak dari keterlaksanaan
program.
Evaluasi program regrouping sekolah, dinilai
membutuhkan jenis model yang sesuai dalam melakukan
evaluasi terhadap program tersebut. Model evaluasi CIPP
27
dianggap tepat untuk melakukan evaluasi terhadap program
regrouping sekolah, pemilihan model CIPP dilihat dari
beberapa aspek yaitu : 1). Model CIPP memiliki langkah-
langkah yang jelas, dalam pengungkapan setiap urutan
program, 2). Penulis dapat melakukan analisa secara detail
mulai dari hal yang melatarbelakangi penyelenggaraan
program (context), kemudian perencanaan program (input),
pelaksanaan program (process) hingga produk yang
dihasilkan dari penyelenggaraan program (product), 3).
Model CIPP sudah dikenal dan banyak digunakan oleh para
evaluator program, 4). Evaluasi CIPP dapat memberikan
rekomendasi atas keberadaan program.
Oleh karena itu program regrouping sekolah di SD
Negeri Dukuh 04 dan SD Negeri Mangunsari 02 dievaluasi
menggunakan model Evaluasi CIPP.
28
2.3. Penggabungan (Regrouping) Sekolah
2.3.1. Pengertian Penggabungan (Regrouping) Sekolah
Regrouping merupakan kata lain dari
merger/penggabungan, menurut Adrian Sutedi (2007:85),
“Merger Sebagai Suatu Bentuk Penggabungan Dua Badan
Usaha, Badan Usaha Yang Satu Tetap Ada Dan Yang
Satunya Dibubarkan Secara Hukum, Dan Nama Perusahaan
Yang Digunakan Adalah Nama Perusahaan Yang
Eksis/Tetap Ada”. Dalam pengertian lain Wibisono
(2006:2), mendefinisikan “Merger Merupakan
Penggabungan Dua Badan Usaha Yang Relativ Berimbang,
Sehingga Terjadi Kombinasi Yang Saling Membantu”.
Istilah merger ini juga digunakan dalam dunia
pendidikan merger/ penggabungan dalam dunia pendidikan
ditujukan untuk perampingan jumlah sekolah. Jumlah
sekolah yang cukup banyak jika dibandingkan dengan
peserta didik yang kurang memadai, mengakibatkan
terjadinya pemborosan pada biaya pendidikan dan sarana
prasarana pendidikan. Oleh karena itu pemerintah
29
mengupayakan membentuk kebijakan sebagai usaha
perampingan sekolah dengan tujuan mengurangi
pemborosan biaya pendidikan dan sarana prasarana
pendidikan dengan nama regrouping sekolah.
Dari paparan beberapa pendapat ahli diatas dapat
disimpulkan bahwa merger merupakan usaha yang
dilakukan dengan menggabungkan dua badan usaha atau
lebih, menjadi satu kesatuan agar badan usaha tetap eksis
atau tetap berdiri namun salah satu badan usaha ada yang
ditutup dengan ketentuan dasar hukum, dan nama badan
usaha yang digunakan adalah nama badan usaha yang tetap
eksis. Penggabungan dua badan usaha atau lebih,
mengharuskan adanya peleburan aset secara menyeluruh
kedalam badan usaha yang tetap berdiri/eksis tersebut.
Dasar dari pelaksanaan penggabungan (regrouping)
sekolah adalah Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor
421.2/2501/Bangda/1998 tentang “Pedoman Pelaksanaan
Penggabungan (Regrouping) Sekolah Dasar”. Yang
menjelaskan : “1). Penggabungan (Regrouping) SD adalah
30
usaha penyatuan dua unit SD atau lebih menjadi satu
kelembagaan (institusi) SD dan diselenggarakan dalam satu
pengelolaan; 2). Lingkup penggabungan SD Meliputi SD
yang terdapat antar desa/kelurahan yang sama dan atau di
desa/kelurahan yang berbatasan dan atau antar kecamatan
yang berbatasan; 3). Sekolah Dasar kemudian disingkat SD
adalah bentuk satuan pendidikan dasar milik pemerintah,
yang menyelenggarakan program pendidikan enam tahun;
4). SD inti adalah SD yang terpilih antara beberapa SD
dalam satu gugus sekolah yang berfungsi sebagai pusat
pengembangan didalam gugus SD tersebut; 5). SD imbas
adalah anggota satu gugus sekolah yang menjadi binaan SD
inti; 6). SD kecil adalah SD didaerah terpencil yang belum
memenuhi syarat pembakuan”. Dan Peraturan Gubernur
Jawa Tengah No. 4 Tahun 2012 yang diantaranya juga
mengatur kewenangan melakukan penggabungan
(regrouping) sekolah.
Dari paparan pendapat ahli yang telah dikemukakan
diatas, berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri dan
31
Peraturan Gubernur Jawa Tengah No.56 Tahun 2013
tentang “Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Daerah No. 4
Tahun 2012 tentang “Penyelenggaraan Pendidikan”. Yang
didalamnya terdapat “Kewenangan Melakukan
Penggabungan (Regrouping) sekolah”, dapat disimpulkan
bahwa, Penggabungan (Regrouping) Sekolah merupakan
proses penyatuan dua atau lebih satuan pendidikan, untuk
mencapai pengelolaan yang efektif dan efisien, sebagai
upaya dalam meningkatkan mutu pelayanan pendidikan,
sesuai dengan standar minimal sekolah yang berlaku secara
Nasional. Terdapat 5 (lima) kriteria keberhasilan
pelaksanaan penggabungan (regrouping) sekolah
berdasarkan, Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor
421.2/2501/Bangda/1998 tentang “Pedoman Pelaksanaan
Penggabungan (Regrouping) Sekolah Dasar”. adalah
sebagai berikut : 1). Terpenuhinya jumlah tenaga pendidik;
2). Peningkatan mutu pendidikan; 3). Peningkatan efisiensi
biaya pendidikan; 4). Efektivitas penyelenggaraan
32
pendidikan; dan 5). Pembukaan/ pendirian SMP kecil/SMP
kelas jauh untuk memanfaatkan sekolah yang ditinggalkan.
2.3.2. Tujuan Penggabungan (Regrouping) Sekolah
Tujuan regrouping sekolah di Indonesia tertuang
dalam surat yang diterbitkan oleh Departemen Dalam
Negeri Republik Indonesia Nomor
421.2/2501/Bangda/1998 tentang “Pelaksanaan
Penggabungan (Regrouping) Sekolah”. Yang menyatakan
“Kegiatan Penggabungan (Regrouping) Bertujuan Untuk
Mengatasi Permasalahan Guru, Peningkatan Mutu
Pendidikan, Efisiensi Biaya Bagi Perawatan Gedung
Sekolah, Dan Sekolah Yang Ditinggalkan Dimungkinkan
Penggunaannya Untuk Rencana Pembukaan SMP
Kecil/SMP Kelas Jauh Atau Setara Dengan Sekolah
Lanjutan Sesuai Dengan Kebutuhan Setempat Untuk
Menampung Lulusan Sekolah Dasar”. Dan Peraturan
Gubernur Jawa Tengah No.56 Tahun 2013 tentang
“Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Daerah No. 4 Tahun 2012
33
tentang “Penyelenggaraan Pendidikan”. Yang didalamnya
terdapat “Kewenangan Melakukan Penggabungan
(Regrouping) sekolah”.
Berdasarkan dasar hukum yang menjadi rujukan
pelaksanaan program regrouping sekolah, sudah jelas
dipaparkan bahwa dasar hukum sebagai pedoman
pelaksanaan program penggabungan (regrouping) sekolah,
harus dilaksanakan agar tujuan program dapat tercapai.
2.3.3. Konsep Pelaksanaan Penggabungan (Regrouping)
Sekolah
Penggabungan (regrouping) sekolah, diterbitkan oleh
Menteri Dalam Negeri, pada tanggal 16 November 1998
tentang “Pedoman Pelaksanaan Penggabungan
(Regrouping) Sekolah”. Yang ditujukan kepada Gubernur
seluruh Indonesia, yang menjelaskan bahwa :1).
Penggabungan (regrouping) sekolah dasar adalah usaha
penyatuan dua unit SD atau lebih menjadi satu kelembagaan
(institusi) SD dan diselenggarakan dalam satu pengelolaan;
2). Lingkup penggabungan SD Meliputi SD yang terdapat
34
antar desa/kelurahan yang sama dan atau di desa/kelurahan
yang berbatasan dan atau antar kecamatan yang berbatasan;
3). Sekolah Dasar kemudian disingkat SD adalah bentuk
satuan pendidikan dasar milik pemerintah, yang
menyelenggarakan program pendidikan enam tahun; 4). SD
inti adalah SD yang terpilih antara beberapa SD dalam satu
gugus sekolah yang berfungsi sebagai pusat pengembangan
didalam gugus SD tersebut; 5). SD imbas adalah anggota
satu gugus sekolah yang menjadi binaan SD inti; 6). SD
kecil adalah SD didaerah terpencil yang belum memenuhi
syarat pembakuan”. Dan Peraturan Gubernur Jawa Tengah
No.56 Tahun 2013 tentang “Petunjuk Pelaksanaan
Peraturan Daerah No. 4 Tahun 2012 tentang
“Penyelenggaraan Pendidikan”. Yang didalamnya terdapat
“Kewenangan Melakukan Penggabungan (Regrouping)
sekolah”.
35
2.4. Penilitian Relevan
Penelitian tentang evaluasi program penggabungan
(regrouping) sekolah dasar ini, relevan dengan beberapa
penelitian terdahulu yang pernah dilakukan. Namun
penelitian dikaji dari sisi yang berbeda dan tetap dalam
ruang lingkup pelaksanaan program regrouping sekolah.
Seperti halnya penelitian yang dilakukan oleh Jihan Amalia
Syahidah. (2013), dalam penelitiannya yang berjudul
“Evaluasi Kebijakan Penggabungan Sekolah Dasar Negeri
Pekalongan”. Penelitian yang dilakukan adalah penelitian
evaluasi dengan model kualitatif, penelitian ini membahas
tentang kebijakan penggabungan sekolah dasar dikota
pekalongan yang terbagi menjadi dua, yaitu : 1). Kebijakan
murni berdasarkan satu kawasan dalam pencapaian
efektifitas dan efisiensi kebijakan dan hasilnya sudah dapat
dikatakan berhasil karena baik input, actor maupun factor
pendukungnya telah terpenuhi, sehingga proses
implementasi kebijakan tidak mengalami kesulitan; 2).
Kebijakan berdasarkan manajemen yang dimiliki, terdapat
36
banyak kendala dalam pencapaian efektifitas dan efisiensi,
dari 8 (delapan) sekolah yang diteliti hasilnya manajemen
efektifitas belum dapat tercapai karena beban ganda yang
dilimpahkan kepada kepala-kepala sekolah, yang
menjadikan kepala sekolah justru memiliki kendala dalam
membagi waktu dan menjalankan program untuk dua
sekolah.
Penelitian Rani Widiowati, (2014). Penelitiannya
berjudul “Scholl Resillency and capital of Regrouping
policy after merapi eruption in the special district of
Yogyakarta Indonesia”. Penelitian ini menggunakan model
analisis deskriptif kualitatif secara interaktif dan
berkelanjutan. Hasil dari penelitian yang dilakukan ini
menunjukan adanya kendala dalam pelaksanaan regrouping
dan adanya faktor yang mendukung pelaksanaan
regrouping. Dari segi kendala pelaksanaan program
regrouping, banyak hal yang terjadi baik dari proses
pelaksanaan hingga terlaksananya regrouping. Terdapat
kendala pada awal proses negosiasi manfaat dan kerugian
37
yang dirasakan warga sekolah, namun dalam hal ini pilhak
sekolah menanggapi secara positif dengan adanya kebijakan
regrouping sekolah dengan berbagai pertimbangan antara
lain : keamanan, keselamatan, tempat tinggal siswa dan
efektifitas kerja pasca gunung merapi, kebijakan regrouping
ini bertujuan untuk membangun resillensi sekolah pasca
erupsi agar proses belajar mengajar menjadi efektif dan
efisien. Faktor pendukung program regrouping sekolah
adalah pemerintah daerah, beberapa bantuan dalam bentuk
dana dalam pembuatan gedung sekolah baru untuk SD
Negeri Umbulharjo 02, kemauan dari masing-masing guru
sekolah untuk mendukung kebijakan regrouping demi
lancarnya proses belajar mengajar pasca erupsi gunung
merapi, guru bersedia memberikan pendampingan kepada
siswa dan senantiasa memberikan nasihat dan dukungan
kepada siswa agar siswa dapat beradaptasi terhadap
lingkungan sekolah yang baru. Fakor yang menjadi
penghambat pelaksanaan program regrouping adalah
pengetahuan guru yang kurang luas mengenai pemulihan
38
psikologis anak pasca erupsi gunung merapi, beban kerja
guru yang bertambah, problem internal dari guru itu sendiri
karena kurannya kreatifitas dan inovasi guru dalam
mengajar, sehingga dalam membangun resillensi tidak
optimal.
Penelitian Claire Hills (2013), penelitian yang
berjudul “Close Be Closed To Want Extent Can School
Clorsures And Mergers Be Contested And Negotiated ?”.
penelitian ini dilakukan di new zeland hasil penelitian ini
menunjukan bahwa masyarakat menghargai sekolah sebagai
kekayaan budaya, dan siap berjuang keras untuk sekolah.
Pelajaran dari kementrian pendidikan untuk mengamati
“Institute Of Education Professor Roger Openshaw” yang
mengatakan dalam penelitian ini bahwa merger sekolah
atau penutupan sekolah telah lama diperdebatkan. Dari
penelitian yang dilakukan Clarie Hills dapat disimpulkan
bahwa penelitian tentang merger sekolah ini signifikan
dalam memperdalam pemahaman kita tentang dampak dari
pengambilan keputusan pendidikan dimasyarakat.
39
Penelitian Maria Tri Erowati (2017), yang berjudul
“Evaluasi Program Regrouping Sekolah Dasar Negeri”.
Penelitian ini menunjukan hasil tentang proses regrouping
sekolah di SDN Tukang 01 dan 02, terlaksana secara alami,
atas inisiatif stakeholder sekolah, jauh sebelum surat
keputusan regrouping sekolah dari bupati diterbitkan.
Penggabungan (regrouping) sekolah di SDN Tukang 01 dan
02 dilaksanakan melalui beberapa tahapan yaitu :
sosialisasi, pembentukan panitia, pelaksanaan regrouping
dan terbitnya SK regrouping sekolah. Regrouping sekolah
di SDN Tukang 01 dan 02 dilaksanakan berdasarkan
beberapa faktor diantaranya adanya peraturan/ Undang-
Undang yang mengatur tentang program regrouping,
kurangnya jumlah peserta didik, dan kondisi lingkungan
sekolah. Hasil dari pelaksanaan program regrouping
sekolah di SDN Tukang 01 dan 02 menimbulkan dampak
positif dan negatif, adapun dampak positif nya adalah : 1).
Menjawab kebutuhan tenaga pendidik yang kurang; 2).
Memenuhi jumlah peserta didik yang sesuai dengan standar
40
peningkatan mutu pendidikan; 3). Meningkatnya sarana
prasarana yang dimiliki sekolah khususnya alat peraga
sebagai penunjang proses belajar mengajar; 4). Adanya
peningkatan prestasi sekolah; 5). Efektifnya penggunaan
dana sekolah. Adapun dampak negatifnya dirasakan oleh
guru PNS yang dimutasikan kesekolah-sekolah yang
mempunyai jarak lebih jauh dari tempat tinggal, guru
honorer sekolah kehilangan jam mengajar dan harus
mencari sekolah baru, serta alumni sekolah harus
meluangkan waktu dan mengeluarkan dana lebih untuk
melakukan legalisir ijazah, karena harus melegalisir di
Dinas Pendidikan Kabupaten Semarang. Dari penelitian
yang dilakukan oleh Maria Tri Erowati dapat ditarik
kesimpulan bahwa telah tercapainya tujuan program
regrouping sekolah efektifitas dan efisiensi terjadi dalam
pengelolaan tenaga pendidik, serta pengelolaan keuangan
dan adanya peningkatan mutu pendidikan disekolah, namun
terdapat beberapa hal yang belum tercapai satu diantaranya
adalah pengelolaan sarana prasarana.
41
Penelitian Sudiyono (2014), yang berjudul
“Pelaksanaan Program Regrouping Sekolah Dasar Undaan
Tengah Kecamatan Undaan Kudus”. penelitian ini
dilakukan menggunakan penelitian kualitatif, adapun hasil
dari penelitian ini menunjukan beberapa hal, diantaranya
sebagai berikut : 1). Karakteristik manejemen sekolah
program regrouping di SD Undaan Tengah Kecamatan
Undaan Kudus; 2). Pelaksanaan program penggabungan
(regrouping) sekolah berjalan dengan sangat baik, sesuai
dengan tujuan yang diharapkan dari pelaksanaan program,
pengelolaan sekolah menjadi lebih efektif dan efisien
sehingga proses pembelajaran mampu mencapai standar
mutu pendidikan, peningkatan sarana prasarana meskipun
perlu perbaikan dan pengadaan; 3). Kendala pelaksanaan
program penggabungan (regrouping) sekolah yang tidak
signifikan dapat terpecahkan dengan baik.
Penelitian Ika Purwaningsih (2014), tentang
“Implementasi Kebijakan Regrouping Sekolah Dasar Di
kabupaten Purworejo”. Penelitian yang dilakukan ini
42
menggunakan motode kualitatif dengan jenis penelitian
etinografi, dan dengan tujuan mendeskripsikan
implementasi kebijakan dari program regrouping sekolah
dasar, serta melakukan evaluasi dan monitoring terhadap
implementasi program regrouping sekolah dasar di
Kabupaten Purworejo. Adapun hasil dari penelitian ini
menunjukan bahwa implementasi kebijakan program
regrouping disekolah dasar, diawali dengan pendataan
sekolah-sekolah dasar, yang selanjutnya dipetakan
berdasarkan skala perioritas oleh tim penggabungan
(regrouping) dan penghapusan sekolah. Monitoring
dilaksanakan secara non formal insidental, dalam upaya
menjaga pelaksanaan regrouping sekolah, agar sesuai
dengan tujuan yang telah di tetapkan dan strategi yang
digunakan, Evaluasi program regrouping sekolah yang
dilakukan menunjukan hasil ketercapaian dari tujuan yang
telah ditetapkan, yaitu pemenuhan standar minimal
pelayanan pendidikan, efisiensi anggaran, efektivitas
43
penyelenggaraan pendidikan dan adanya peningkatan mutu
pendidikan baik dari segi akademis maupun non akademis.
Penelitian Puji Waluyo (2014), penelitian yang
berjudul “Pelaksanaan Regrouping Sekolah Dasar 1 Undaan
Tengah Kecamatan Undaan Kudus”. penelitian ini
dilakukan menggunakan metode deskriptif kualitatif, dan
dengan tujuan untuk mengungkap bagaimana sebenarnya
mekanisme pelaksanaan program regrouping sekolah dasar
1 di Undaan Tengah Kecamatan Undaan Kudus. yang
menjadi pokok permasalahan dalam penelitian ini adalah
karakteristik pelaksanaan program regrouping dengan fokus
karakteristik manejemen pelaksanaan pembelajaran,
kendala dan hasil setelah adanya regrouping. Sumber data
dari penelitian ini diperoleh dari informan dan dokumen
pengumpulan data, dan melakukan observasi langsung
(wawancara). Hasilnya menunjukan bahwa program
regrouping sekolah yang dilaksanakan di sekolah dasar 1
Undaan Tengah Kecamatan Undaan Kudus berjalan sesuai
dengan harapan, pengelolaan manajemen sekolah menjadi
44
lebih efektif dan efisien serta pembelajaran dapat mencapai
standar ketetapan mutu pendidikan, dan sarana prasarana
sekolah telah mengalami peningkatan.
Penelitian Dian Natalia Wigatiningrum dan Moch
Alip Blue Dolphin Playskool (2015) penelitian yang
dilakukan ini berjudul “The Effectiveness Of Elementary
Schools in Bambanglipirnp Bantul Regency”. Penelitian ini
adalah penelitian evaluasi discrepancy dengan data
kualitatif dan kuantitatif, penelitian ini bertujuan
mengungkap keefektifan penggabungan (regrouping)
sekolah dasar (SD) di Kecamatan Bambanglipuro, Bantul
yaitu di SD Panggang, SD Sribit, SD Grogol, SD Tulasan,
dan SD Plebengan. Sumber data yang diperoleh dari kepala
sekolah, guru dan orang tua siswa, data dikumpulkan
melalui wawancara, observasi studi dokumentasi dan
analisis secara deskriptif. Hasil penelitian ini menunjukan
bahwa penggabungan (regrouping) sekolah dasar di
kecamatan Bambanglipuro, dapat menghemat alokasi dana
gaji guru dan pegawai sebesar RP. 1.466.629,00 per tahun,
45
regrouping sekolah ini juga meningkatkan jumlah siswa
tiap rombel dan tiap sekolah, meningkatnya jumlah
pengunjung perpustakaan, ketersediaan, kelengkapan,
pemeliharaan dan kondisi sarana prasarana seperti LCD per
ruang kelas, menjadi terpenuhi, meningkatnya pengguna
fasilitas sekolah, pemberdayaan guru, ekstrakurikuler, serta
ketersediaan computer secara keseluruhan meningkat.
Penelitian Teguh Triwiyanto, (2017) “Regrouping Of
Schools Within One Complex And Teacher Redistribution
To Attain Equitable Management And Distribution Of
Teachers”. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan
dan mengeksplorasi pengelompokan sekolah dalam satu
kompleks dan redistribusi guru, untuk pencapaian tujuan
manajemen dan distribusi guru yang merata. Lokasi
penelitian terletak di kabupaten Ngawi, Jawa Timur.
Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara mendalam
terhadap pokok penelitian, observasi dan dokumentasi.
Analisis data dilakukan secara kualitatif. Hasil penelitian
menunjukan bahwa, pengelompokan sekolah dalam satu
46
kompleks, dan redistribusi guru di sekolah dasar, dilakukan
karena tidak efisiennya manajemen sekolah dasar, rasio
guru dan siswa sudah cukup, namun permintaan guru baru
selalu terjadi setiap tahun. Ada juga manajemen sekolah
skala kecil yang tidak memadai, dan ada guru mata
pelajaran yang memiliki kekurangan jam mengajar di
tingkat SMP, serta ada guru yang memilki jam mengajar
berlebihan di unit pendidikan lainnya. Masalah-masalah
seperti itu timbul karena belum optimalnya manajemen
distribusi guru.
Penelitian Lilis Suryani Oktavia, Nurul Ulfatin, Imron
Arifin, (2017) “Efisiensi Regrouping Sekolah Ditinjau Dari
Peran Stakeholder Untuk Penguatan Pendidikan Karakter”.
Tujuan dari penelitian ini adalah mendeskripsikan dan
menganalisis efisiensi penggabungan sekolah dilihat dari
peran stakeholders untuk penguatan pendidikan karakter.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah
pendekatan kualitatif jenis studi kasus, lokasi penelitian ini
di SD N Babatan I/456 Surabaya. Hasil dari penelitian ini
47
menunjukan bahwa penggabungan (regrouping) sekolah,
memberikan dampak yang berarti pada program penguatan
pendidikan karakter yaitu dengan adanya pembangunan
berupa infrastruktur dan fasilitas penunjang lainnya, akan
tercipta suatu budaya baru yang berkarakter. Hasil analisis
pendekatan kualitatif pada studi kasus ini menunjukan,
bahwa pelibatan tiga pilar sekolah : 1). Sekolah; 2).
Keluarga; 3). Masyarakat, dalam penguatan pendidikan
karakter, akan mampu menanamkan olah hati, olah pikir,
olah rasa dan olah jiwa. Sehingga akan menghasilkan
peserta didik yang tangguh, cerdas dan berkarakter.
Melalui pengalaman penelitian-penelitian terdahulu
terhadap program penggabungan (regrouping) sekolah,
dapat disimpulkan bahwa sekolah-sekolah yang sudah
melaksanakan penggabungan (regrouping) sudah
menjalankan program dengan maksimal dan mendapatkan
hasil sesuai tujuan dari penggabungan (regrouping) sekolah.
walaupun pada sebagian kecil masih terdapat kendala-
kendala yang dihadapi. Oleh karena itu hasil penelitian-
48
penelitian terdahulu ini dapat memberikan rekomendasi
terhadap perbaikan pelaksanaan program penggabungan
(regrouping) sekolah, di sekolah dan dinas pendidikan
dilingkungan terkait.
Sehubungan dengan beberapa penelitian terdahulu
diatas, penelitian program penggabungan (regrouping)
sekolah di SD Negeri Dukuh 04 dan SD Negeri Mangunsari
02 Kecamatan Sidorejo Kota Salatiga, diharap dapat
menunjukan dan menggambarkan sejauh mana pelaksanaan
program penggabungan (regrouping) sekolah. Dengan
demikian hasil evaluasi, dapat memberikan manfaat dan
rekomendasi bagi perbaikan terhadap keberlanjutan
pelaksanaan program.
2.6. Kerangka Berfikir
Kerangka pikir penelitian ini adalah diawali dengan
latar belakang masalah yang ada, kemudian adanya
fenomena yang terjadi dilapangan. Oleh karena itu peneliti
ingin mengevaluasi program penggabungan (regrouping)
49
sekolah, menurut substansi sesuai dengan komponen-
komponen CIPP.
Substansi yang dievaluasi pada komponen context
yang meliputi penilaian terhadap deskripsi kondisi sekolah,
kebutuhan program regrouping sekolah, tujuan regrouping
sekolah dan manfaat program regrouping sekolah.
Substansi evaluasi dari komponen input meliputi penilaian
terhadap proses perencanaan program regrouping, SDM,
dana, Sarpras dan mekanisme implementasi program
regrouping, sementara itu substansi yang dievaluasi dari
komponen process meliputi penilaian terhadap persiapan
program regrouping hingga pelaksanaan program
regrouping sekolah. Dan substransi yang dievaluasi pada
komponen product menilai hal-hal atau perubahan yang
terjadi dalam pelaksanaan program regrouping sekolah,
serta menilai ketercapaian menyeluruh dari pelaksanaan
program regrouping sekolah di SD Negeri Dukuh 04 dan
SD Negeri Mangunsari 02 Kecamatan Sidomukti Kota
50
Salatiga.Kerangka pikir dapat digambarkan dengan diagram
sebagai berikut :
Gambar 2.1
Kerangka Pikir
Peraturan Gubernur Jawa Tengah No.56
Tahun 2013 tentang “Petunjuk Pelaksanaan
Peraturan Daerah No. 4 Tahun 2012 tentang
“Penyelenggaraan Pendidikan”.
Kesimpulan Sebagai Bahan Rekomendasi/
Perbaikan Terhadap Keberlanjutan Program
Penggabungan (Regrouping) Sekolah
Evaluasi program regrouping sekolah di
SD Negeri Dukuh 04 dan SD Negeri
Mangunsari 02
Product
Hasil Evaluasi
Process
Pelaksanaan Program Regrouping Sekolah
di SD Negeri Dukuh 04 dan SD Negeri
Mangunsari 02
Context Input