evaluasi program hipertensi

63
Evaluasi Program Penyakit Tidak Menular KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat segala rahmat dan pertolonganNya sehingga penulis dapat menyelesaikan evaluasi program ini tepat pada waktunya. Evaluasi program ini disusun dalam rangka memenuhi tugas di bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas Pelita Harapan periode 22 Juli 2013 – 14 September 2013. Selama kepaniteraan di bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat ini, penulis mendapat kesempatan untuk melaksanakan kepaniteraan di Puskesmas Curug. Hal ini dapat terlaksana berkat adanya kerja sama antara Fakultas Kedokteran Universitas Pelita Harapan dengan Dinas Kesehatan Kabupaten Tangerang – Puskesmas Curug. Berkat bantuan modal bimbingan dan pengarahan yang diberikan sebelum dan selama kepaniteraan ini, penulis mencoba menyusun evaluasi program yang berjudul “Faktor- Faktor Yang Mempengaruhi Pasien Tidak Patuh Dalam Mengkonsumsi Obat Antihipertensi”. Laporan ini hanya merupakan gambaran kasar dari pelaksanaan program tersebut. Tentunya masih banyak faktor lain yang ikut menentukan keberhasilan dan kegagalan laporan evaluasi program ini yang tidak dapat disebutkan dalam laporan ini karena keterbatasan penulis. Namun penulis mengharapkan agar laporan ini dapat bermanfaat bagi Puskesmas Curug sebagai pembanding ataupun masukan dalam rangka meningkatkan 1

Upload: pusparina-oeniasih

Post on 27-Oct-2015

245 views

Category:

Documents


55 download

DESCRIPTION

evaluasi program tugas ilmu kesehatan masyarakat

TRANSCRIPT

Page 1: evaluasi program hipertensi

Evaluasi ProgramPenyakit Tidak Menular

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat

segala rahmat dan pertolonganNya sehingga penulis dapat menyelesaikan evaluasi

program ini tepat pada waktunya. Evaluasi program ini disusun dalam rangka

memenuhi tugas di bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas

Pelita Harapan periode 22 Juli 2013 – 14 September 2013.

Selama kepaniteraan di bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat ini, penulis

mendapat kesempatan untuk melaksanakan kepaniteraan di Puskesmas Curug. Hal ini

dapat terlaksana berkat adanya kerja sama antara Fakultas Kedokteran Universitas Pelita

Harapan dengan Dinas Kesehatan Kabupaten Tangerang – Puskesmas Curug.

Berkat bantuan modal bimbingan dan pengarahan yang diberikan sebelum dan selama

kepaniteraan ini, penulis mencoba menyusun evaluasi program yang berjudul “Faktor-

Faktor Yang Mempengaruhi Pasien Tidak Patuh Dalam Mengkonsumsi Obat

Antihipertensi”. Laporan ini hanya merupakan gambaran kasar dari pelaksanaan

program tersebut. Tentunya masih banyak faktor lain yang ikut menentukan

keberhasilan dan kegagalan laporan evaluasi program ini yang tidak dapat disebutkan

dalam laporan ini karena keterbatasan penulis. Namun penulis mengharapkan agar

laporan ini dapat bermanfaat bagi Puskesmas Curug sebagai pembanding ataupun

masukan dalam rangka meningkatkan pelayanan kesehatan bagi masyarakat di wilayah

Puskesmas Curug, terutama bagi pasien hipertensi.

Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-

besarnya atas kerjasama serta bantuan moril maupun materiil yang telah diberikan

kepada penulis selama penyusunan laporan ini. Ucapan terima kasih penulis sampaikan

khususnya kepada:

1. Pimpinan beserta staff Dinas Kesehatan Tangerang

2. Pimpinan beserta staff Puskesmas Curug

3. Pimpinan beserta staff Fakultas Kedokteran Universitas Pelita Harapan

4. Koordinator bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran

Universitas Pelita Harapan

5. Semua pihak yang telah membantu meluangkan waktu, tenaga, pikiran, baik

secara langsung maupun tidak langsung, selama prose’s penyusunan laporan

evaluasi program ini.

1

Page 2: evaluasi program hipertensi

Evaluasi ProgramPenyakit Tidak Menular

Akhir kata, penulis mohon maaf apabila terdapat kesalahan dalam penyusunan

laporan evaluasi program ini, juga selama menjalankan kepaniteraan klinik Ilmu

Kesehatan Masyarakat di Puskesmas Curug. Penulis juga menyadari bahwa laporan

evaluasi program ini masih jauh dari sempurna, mengingat terbatasnya kemampuan dan

waktu yang ada. Walaupun demikian, penulis telah berusaha menyusun laporan ini

dengan sebaik-baiknya, agar nantinya dapat bermanfaat untuk meningkatkan pelayanan

kesehatan di masyarakat. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang

dapat membangun. Besar harapan penulis bahwa laporan ini dapat menjadi manfaat bagi

kita semua.

Tangerang, September 2013

Penulis

2

Page 3: evaluasi program hipertensi

Evaluasi ProgramPenyakit Tidak Menular

ABSTRAK

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kepatuhan Pasien Hipertensi Dalam

Mengkonsumsi Obat-Obatan Anti Hipertensi Di Wilayah Puskesmas Curug

Cynthia Sabrina; Pusparina Oeniasih

Universitas Pelita Harapan – Puskesmas Curug

Latar Belakang

Penyakit hipertensi merupakan penyakit kronik yang banyak diderita terutama

pada usia pre lansia dan lansia. Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas)

2007 yang dilakukan di Indonesia menunjukkan bahwa proporsi penyebab kematian

tertinggi adalah penyakit tidak menular yaitu, penyakit kardiovaskuler (31,9%)

termasuk hipertensi (6,8%) dan stroke (15,4%). Prevalensi hipertensi di Indonesia yang

berdasarkan pengukuran dan riwayat penyakit adalah 32,2%. Sementara itu,

berdasarkan data sepuluh besar penyakit di Puskesmas Curug periode tahun 2012,

penyakit hipertensi berada pada posisi ke enam dengan angka 1530 pasien penderita

hipertensi. Di samping karena prevalensinya yang tinggi, penyakit hipertensi ini

juga dapat menyebabkan komplikasi-komplikasi yang membahayakan.

Komplikasi-komplikasi tersebut sebenarnya dapat dihindari dengan cara

mengontrol tekanan darah dan dengan patuh pada pengobatan hipertensi.

Metode

Penulis menggunakan jenis penelitian deskriptif dengan mengambil sampel secara

purposive sampling dimana hasil jumlah sampel minimal yang didapat dengan

menggunakan rumus adalah sebesar 97 orang. Kemudian penulis memutuskan

untuk mengambil sampel sebanyak 100 orang dari pasien hipertensi yang tidak

patuh dalam mengkonsumsi obat anti hipertensi selama kurun waktu 26 Agustus

2013 – 7 September 2013. Analisis yang digunakan adalah distribusi frekuensi.

Yang dinilai dari program ini adalah factor apa saja yang menyebabkan pasien

tidak patuh dalam mengkonsumsi obat anti hipertensi dan dari factor-faktor

tersebut akan didapatkan 3 faktor terbanyak.

3

Page 4: evaluasi program hipertensi

Evaluasi ProgramPenyakit Tidak Menular

Kesimpulan

Dari hasil distribusi frekuensi, didapatkan 3 faktor terbanyak yang mempengaruhi

tingkat kepatuhan pasien dalam mengkonsumsi obat anti hipertensi, yaitu factor

pengetahuan, gejala, dan motivasi. Didapatkan juga bahwa 87% pasien memiliki

pengetahuan yang kurang terhadap hipertensi, 72% pasien hanya patuh minum

obat apabila merasakan gejala hipertensi, dan 65% memiliki motivasi yang kurang

dalam kepatuhan minum obat anti hipertensi.

4

Page 5: evaluasi program hipertensi

Evaluasi ProgramPenyakit Tidak Menular

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah kondisi medis kronis dengan tekanan

darah arteri meningkat. Peningkatan ini menyebabkan jantung harus bekerja lebih keras

dari biasanya untuk mengedarkan darah melalui pembuluh darah. Tekanan darah normal

pada saat istirahat adalah dalam kisaran sistolik (bacaan atas) 100–140 mmHg dan

diastolik (bacaan bawah) 60–90 mmHg. Tekanan darah tinggi terjadi bila terus-menerus

berada pada 140/90 mmHg atau lebih. Penderita hipertensi tidak terkontrol memiliki

resiko signifikan terhadap berbagai macam komplikasi termasuk, penyakit jantung

koroner (PJK), penyakit serebrovaskuler, hypertensive retinopathy, chronic kidney

disease (CKD), dan kematian kardiovaskuler.

Sejak tahun 1990an, American Heart Association (AHA) telah berusaha untuk

memperbaiki terapi untuk penyakit hipertensi dan mengendalikan faktor resiko untuk

komplikasi terhadap sistem kardiovaskuler yang disertai dengan hipertensi tidak

terkontrol. Di luar daripada hal tersebut, diperkirakan 22.7 juta pasien dengan hipertensi

tidak mendapatkan pengobatan yang memadai, serta sebagian besar pasien yang diobati

secara aktif tetap memerlukan intervensi klinis tambahan untuk dapat mencapai tekanan

darah yang direkomendasikan.

Berdasarkan data AHA (2005-2006), 29% orang dewasa yang berusia 20 tahun

ke aras memiliki hipertensi tidak terkontrol dan 68% di antaranya mendapatkan terapi

antihipertensi. Namun, hanya 64% penderita hipertensi yang berhasil mencapai tekanan

darah yang direkomendasi. Sedangkan berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar

(Riskesdas) 2007 yang dilakukan di Indonesia menunjukkan bahwa proporsi penyebab

kematian tertinggi adalah penyakit tidak menular yaitu, penyakit kardiovaskuler

(31,9%) termasuk hipertensi (6,8%) dan stroke (15,4%). Prevalensi hipertensi di

Indonesia yang berdasarkan pengukuran dan riwayat penyakit adalah 32,2%. Sementara

itu, berdasarkan data sepuluh besar penyakit di Puskesmas Curug periode tahun 2012,

penyakit hipertensi berada pada posisi ke enam dengan angka 1530 pasien penderita

hipertensi.

5

Page 6: evaluasi program hipertensi

Evaluasi ProgramPenyakit Tidak Menular

Berkaitan dengan hal-hal tersebut, maka perlu dilakukan kajian data mengenai

tingkat kepatuhan minum obat anti hipertensi pada penderita hipertensi yang

mendapatkan pengobatan langsung di pusat-pusat kesehatan salah satunya, di cakupan

wilayah Puskesmas Curug.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apakah faktor-faktor yang menyebabkan pasien tidak patuh mengkonsumsi obat

antihipertensi di Puskesmas Curug?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Mengetahui faktor-faktor penyebab pasien hipertensi tidak patuh

mengkonsumsi obat-obatan antihipertensi.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Memperoleh informasi mengenai faktor penyebab terbanyak pasien

tidak patuh minum obat hipertensi di Puskesmas Curug

2. Menentukan alternatif jalan keluar dari permasalahan dalam program

kesehatan hipertensi di Puskesmas Curug

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat bagi Peneliti

Bagi mahasiswa, sebagai sarana pembelajaran dalam menerapkan

metodologi penelitian ilmiah dalam lingkup puskesmas. Penelitian ini juga

dapat melatih kemampuan mahasiswa dalam mengidentifikasi,

menganalisa, dan menetapkan prioritas permasalahan, mencari alternatif

penyelesaian dari suatu masalah dan memutuskan penyelesaiannya.

1.4.2 Manfaat bagi Puskesmas

Memberikan informasi mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi

angka kejadian hipertensi di wilayah kerja puskesmas, dan faktor-faktor

risiko yang berpengaruh, sehingga dapat membantu meningkatkan

efektivitas pelaksanaan program puskesmas dan memberikan alternatif

6

Page 7: evaluasi program hipertensi

Evaluasi ProgramPenyakit Tidak Menular

penyelesaian masalah hipertensi pasien di Puskesmas Curug.

1.4.3 Manfaat bagi Universitas

Sebagai referensi untuk pengembangan pendidikan dan ilmu

pengetahuan khususnya mengenai penyebab ketidakpatuhan minum obat

pada pasien dengan penyakit hipertensi.

1.4.4 Manfaat bagi Masyarakat

Menjadi bahan informasi bagi masyarakat dalam meningkatkan

kesadaran bahwa hipertensi memiliki peranan yang penting bagi

kesehatan.

7

Page 8: evaluasi program hipertensi

Evaluasi ProgramPenyakit Tidak Menular

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Hipertensi

2.1.1 Definisi

Hipertensi adalah kondisi medis kronis dengan tekanan darah di arteri

yang meningkat. Peningkatan ini menyebabkan jantung harus bekerja lebih keras

dari biasanya untuk mengedarkan darah melalui pembuluh darah. Tekanan darah

melibatkan dua pengukuran, sistolik dan diastolik, tergantung apakah otot

jantung berkontraksi (sistole) atau berelaksasi di antara denyut (diastole).

Tekanan darah normal pada saat istirahat adalah dalam kisaran sistolik (bacaan

atas) 100–140 mmHg dan diastolik (bacaan bawah) 60–90 mmHg. Tekanan

darah tinggi terjadi bila terus-menerus berada pada 140/90 mmHg atau lebih.

2.1.2 Patofisiologi

Bagi kebanyakan orang dengan hipertensi esensial (primer), peningkatan

resistensi terhadap aliran darah (resistensi perifer total) bertanggung jawab atas

tekanan yang tinggi itu sementara curah jantung tetap normal. Ada bukti bahwa

beberapa orang muda yang menderita prahipertensi atau “hipertensi perbatasan”

memiliki curah jantung yang tinggi, denyut jantung meningkat, dan resistensi

perifer yang normal. Kondisi ini disebut sebagai hipertensi perbatasan

hiperkinetik. Para penderita ini mengembangkan fitur yang khas dari hipertensi

esensial tetap di kemudian hari saat curah jantung menurun dan resistensi perifer

meningkat seiring bertambahnya usia. Masih diperdebatkan apakah pola ini

biasa dialami oleh semua orang yang pada akhirnya mengalami hipertensi.

Peningkatan resistensi perifer pada hipertensi tetap terutama disebabkan oleh

8

Page 9: evaluasi program hipertensi

Evaluasi ProgramPenyakit Tidak Menular

penyempitan struktur arteri dan arteriol kecil. Penurunan jumlah atau kepadatan

pembuluh kapiler juga bisa ikut berperan dalam resistensi perifer. Hipertensi

juga dikaitkan dengan penurunan kelenturan vena perifer, yang bisa

meningkatkan venous return (volume darah yang kembali ke jantung),

meningkatkan preload jantung, dan akhirnya menyebabkan disfungsi diastolik.

Masih belum jelas apakah peningkatan konstriksi aktif pembuluh darah

memegang peranan dalam hipertensi esensial.

Tekanan nadi (perbedaan antara tekanan darah sistolik dan diastolik)

sering meningkat pada orang lanjut usia dengan hipertensi. Pada keadaan ini

dapat terjadi tekanan sistolik sangat tinggi di atas normal, tetapi tekanan

diastolik mungkin normal atau rendah. Kondisi ini disebut hipertensi sistolik

terisolasi. Tekanan nadi yang tinggi pada orang lanjut usia dengan hipertensi

atau hipertensi sistolik terisolasi disebabkan karena peningkatan kekakuan arteri,

yang biasanya menyertai penuaan dan dapat diperberat oleh tekanan darah

tinggi.

Banyak mekanisme yang sudah diajukan sebagai penyebab peningkatan

resistensi yang ditemukan dalam sistem arteri pada hipertensi. Sebagian besar

bukti menunjukkan keterlibatan salah satu atau kedua penyebab berikut:

Gangguan dalam penanganan garam dan air pada ginjal, khususnya

gangguan sistem renin-angiotensin intrarenal

Abnormalitas sistem saraf simpatis

Mekanisme tersebut tidak berdiri sendiri dan tampaknya keduanya ikut

berperan sampai batas tertentu dalam kebanyakan kasus hipertensi esensial. Juga

diduga bahwa disfungsi endotel (gangguan fungsi dinding pembuluh darah)

dan peradangan vaskular juga ikut berperan dalam meningkatkan resistensi

perifer dan kerusakan pembuluh darah pada hipertensi.

2.1.3 Klasifikasi

2.1.3.1 Hipertensi primer

Hipertensi primer (esensial) adalah jenis hipertensi yang paling

umum, meliputi sebanyak 90–95% dari seluruh kasus hipertensi. Dalam

hampir semua masyarakat kontemporer, tekanan darah meningkat

seiring penuaan dan risiko untuk menjadi hipertensi di kemudian hari

9

Page 10: evaluasi program hipertensi

Evaluasi ProgramPenyakit Tidak Menular

cukup tinggi. Hipertensi diakibatkan oleh interaksi gen yang kompleks

dan faktor lingkungan. Berbagai gen yang sering ditemukan sedikit

berpengaruh pada tekanan darah, sudah diidentifikasi, demikian juga

beberapa gen yang jarang yang berpengaruh besar pada tekanan

darah tetapi dasar genetik dari hipertensi masih belum sepenuhnya

dimengerti. Beberapa faktor lingkungan mempengaruhi tekanan darah.

Faktor gaya hidup yang menurunkan tekanan darah di antaranya

mengurangi asupan garam dalam makanan, meningkatkan konsumsi

buah-buahan dan produk rendah lemak (Pendekatan Diet untuk

Menghentikan Hipertensi (diet DASH)). Olah Raga, penurunan berat

badan ,dan menurunkan asupan alkohol juga membantu menurunkan

tekanan darah. Kemungkinan peranan faktor lain seperti stres, konsumsi

kafein, dan defisiensi Vitamin D kurang begitu jelas. Resistensi insulin,

yang umum ditemukan pada obesitas dan merupakan komponen

darisindrom X (atau sindrom metabolik), juga diduga ikut berperan

dalam mengakibatkan hipertensi. Studi terbaru juga memasukkan

kejadian-kejadian pada awal kehidupan (contohnya, berat lahir rendah,

ibu merokok, dan kurangnya air susu ibu) sebagai faktor risiko bagi

hipertensi esensial dewasa. Namun, mekanisme yang menghubungkan

paparan ini dengan hipertensi dewasa tetap tidak jelas.

2.1.3.2 Hipertensi Sekunder

Hipertensi sekunder terjadi akibat suatu penyebab yang diketahui.

Penyakit ginjal adalah penyebab sekunder tersering dari hipertensi.

Hipertensi juga bisa disebabkan oleh kondisi endokrin, seperti sindrom

Cushing, hipertiroidisme, hipotiroidisme, akromegali, sindrom Conn atau

hiperaldosteronisme, hiperparatiroidisme, dan feokromositoma. Penyebab

lain dari hipertensi sekunder di antaranya obesitas, henti nafas saat

tidur, kehamilan, koarktasio aorta, konsumsi akar manis (licorice) yang

berlebihan, serta obat resep, obat herbal, dan obat-obat terlarang.

2.1.3.3 Hipertensi Krisis

Peningkatan tekanan darah yang sangat tinggi (sistolik lebih atau

sama dengan 180 atau diastolik lebih atau sama dengan 110, kadang

10

Page 11: evaluasi program hipertensi

Evaluasi ProgramPenyakit Tidak Menular

disebut hipertensi maligna atau akselerasi) sering disebut sebagai "krisis

hipertensi." Tekanan darah di atas tingkat ini memiliki risiko yang tinggi

untuk terjadinya komplikasi. Orang dengan tekanan darah pada kisaran

ini mungkin tidak memiliki gejala, tetapi lebih cenderung melaporkan

sakit kepala (22% dari kasus) dan pusing dibandingkan dengan populasi

umum. Gejala lain krisis hipertensi mencakup berkurangnya penglihatan

atau sesak napas karena gagal jantung atau rasa lesu karena gagal

ginjal.Kebanyakan orang dengan krisis hipertensi diketahui memiliki

tekanan darah tinggi, tetapi pemicu tambahan mungkin menyebabkan

peningkatan secara tiba-tiba.

"Hipertensi emergensi", sebelumnya disebut sebagai "hipertensi

maligna", terjadi saat terdapat bukti kerusakan langsung pada satu organ

atau lebih sebagai akibat meningkatnya tekanan darah. Kerusakan ini

bisa mencakup ensefalopati hipertensi, disebabkan oleh pembengkakan

dan gangguan fungsi otak, dan ditandai oleh sakit kepala dan gangguan

kesadaran (kebingungan atau rasa kantuk). Papiledema retina

dan perdarahan fundus serta eksudat adalah tanda lain kerusakan organ

target. Nyeri dada dapat merupakan tanda kerusakan otot jantung (yang

bisa berlanjut menjadi serangan jantung) atau kadang diseksi aorta,

robeknya dinding dalamaorta. Sesak napas, batuk, dan ekspektorasi

dahak bernoda darah adalah ciri khas edema paru. Kondisi ini adalah

pembengkakan jaringan paru akibat gagal ventrikel kiri,

ketidakmampuan ventrikel kiri jantung untuk memompa cukup darah

dari paru-paru ke sistem arteri. Penurunan fungsi ginjal secara cepat

(cedera ginjal akut/acute kidney injury) dan anemia hemolitik

mikroangiopati (penghancuran sel-sel darah) juga mungkin terjadi. Pada

situasi ini, harus dilakukan penurunan tekanan darah secara cepat untuk

menghentikan kerusakan organ yang sedang terjadi. Sebaliknya, tidak ada

bukti bahwa tekanan darah perlu diturunkan secara cepat dalam keadaan

hipertensi emergensi bila tidak ada bukti kerusakan organ target.

Penurunan tekanan darah yang terlalu agresif bukan berarti tidak ada

risiko. Penggunaan obat-obatan oral untuk menurunkan tekanan darah

11

Page 12: evaluasi program hipertensi

Evaluasi ProgramPenyakit Tidak Menular

secara bertahap selama 24 sampai 48 jam dianjurkan dalam kedaruratan

hipertensi.

2.1.4 Gejala dan Tanda Klinis

Hipertensi jarang menunjukkan gejala, dan pengenalannya biasanya

melalui screening, atau saat mencari penanganan medis untuk masalah

kesehatan yang tidak berkaitan. Beberapa orang dengan tekanan darah tinggi

melaporkan sakit kepala (terutama di bagian belakang kepala dan pada pagi

hari), serta pusing, vertigo, tinitus (dengung atau desis di dalam telinga),

gangguan penglihatan atau pingsan.

Pada pemeriksaan fisik, didapatkan tekanan darah di atas 120 (sistole)

dan 80 (diastole), berdasarkan tahapannya dibagi di dalam table berikut ;

Selain dari hasil pemeriksaan tekanan darah, hipertensi juga dicurigai

ketika terdeteksi adanya retinopati hipertensi pada pemeriksaan fundus optik di

belakang mata dengan menggunakan oftalmoskop. Biasanya beratnya perubahan

retinopati hipertensi dibagi atas tingkat I-IV, walaupun jenis yang lebih ringan

mungkin sulit dibedakan antara satu dan lainnya. Hasil oftalmoskopi juga dapat

memberi petunjuk berapa lama seseorang telah mengalami hipertensi.

2.1.5 Diagnosis

Diagnosis hipertensi ditegakkan saat pasien menderita tekanan darah

tinggi secara persisten. Biasanya, untuk menegakkan diagnosis diperlukan tiga

kali pengukuran sfigmomanometer yang berbeda dengan interval satu bulan.

12

Page 13: evaluasi program hipertensi

Evaluasi ProgramPenyakit Tidak Menular

Pemeriksaan awal pasien dengan hipertensi mencakup anamnesis dan

pemeriksaan fisik lengkap. Dengan tersedianya pemantauan tekanan darah

ambulatori 24 jam dan alat pengukur tekanan darah di rumah, demi menghindari

kekeliruan diagnosis pada pasien dengan hipertensi white coat (jenis hipertensi

yang disebabkan oleh stres saat bertemu dokter atau berada dalam suasana

medis) telah dihasilkan suatu perubahan protokol.

Hipertensi primer atau esensial lebih umum pada orang dewasa dan

memiliki berbagai faktor risiko, di antaranya obesitas dan riwayat hipertensi

dalam keluarga.Pemeriksaan laboratorium juga dapat dilakukan untuk

mengidentifikasi kemungkinan penyebab hipertensi sekunder, dan untuk

menentukan apakah hipertensi menyebabkan kerusakan pada jantung, mata, dan

ginjal. Pemeriksaan tambahan untuk diabetes dan kadar kolesterol

tinggi dilakukan karena kondisi ini merupakan faktor risiko terjadinya penyakit

jantung dan mungkin memerlukan penanganan.

Kadar kreatinin darah diukur untuk menilai adanya gangguan ginjal,

yang mungkin merupakan penyebab atau akibat dari hipertensi. Kadar kreatinin

darah saja dapat memberikan dugaan yang terlalu tinggi untuk laju filtrasi

glomerulus. Panduan terkini menganjurkan penggunaan rumus prediktif seperti

formula Modification of Diet in Renal Disease (MDRD) untuk memperkirakan

laju filtrasi glomerulus (eGFR). eGFR juga dapat memberikan nilai awal/dasar

fungsi ginjal yang dapat digunakan untuk memonitor efek samping obat

antihipertensi tertentu pada fungsi ginjal. Pemeriksaan protein pada sampel urin

digunakan juga sebagai indikator sekunder penyakit ginjal.

Pemeriksaan Elektrokardiogram (EKG/ECG) dilakukan untuk

memeriksa tanda-tanda adanya beban yang berlebihan pada jantung akibat

tekanan darah tinggi. Pemeriksaan ini juga dapat menunjukkan adanya

penebalan dinding jantung (hipertrofi ventrikel kiri) atau tanda bahwa jantung

pernah mengalami gangguan ringan seperti serangan jantung tanpa gejala (silent

heart attack). Pemeriksaan foto Röntgen dada atau ekokardiogram juga dapat

dilakukan untuk melihat tanda pembesaran atau kerusakan pada jantung. 

2.1.6 Tatalaksana

2.1.6.1 Non-medikamentosa

13

Page 14: evaluasi program hipertensi

Evaluasi ProgramPenyakit Tidak Menular

Dianjurkan perubahan gaya hidup untuk menurunkan tekanan

darah, sebelum memulai terapi obat. Pedoman British Hypertension

Society 2004 mengajukan perubahan gaya hidup yang konsisten dengan

pedoman dari US National High BP Education Program tahun 2002

untuk pencegahan utama bagi hipertensi sebagai berikut:

Menjaga berat badan normal (misalnya, indeks massa tubuh 20–

25 kg/m2).

Mengurangi asupan diet yang mengandung natrium sampai <100 mmol/

hari (<6 g natrium klorida atau <2,4 g natrium per hari).

Melakukan aktivitas fisik aerobik secara teratur, misalnya jalan cepat

(≥30 menit per hari, pada hampir setiap hari dalam seminggu).

Batasi konsumsi alkohol tidak lebih dari 3 unit/hari pada laki-laki dan

tidak lebih dari 2 unit/hari pada perempuan.

Mengonsumsi makanan yang kaya buah dan sayuran (misalnya,

sedikitnya lima porsi per hari).

Perubahan gaya hidup yang efektif dapat menurunkan tekanan

darah setara dengan masing-masing obat antihipertensi. Kombinasi dari

dua atau lebih perubahan gaya hidup dapat memberikan hasil lebih baik.

2.1.6.2 Medikamentosa

Saat ini tersedia beberapa golongan obat yang secara keseluruhan

disebut obat antihipertensi, untuk pengobatan hipertensi. Risiko

kardiovaskuler (termasuk risiko infark miokard dan stroke) dan hasil

pemeriksaan tekanan darah menjadi pertimbangan ketika meresepkan

obat. Jika pengobatan dimulai, Seventh Joint National Committee on

High Blood Pressure (JNC-7) dari National Heart, Lung, and Blood

Institute menyarankan agar dokter memonitor respons pasien terhadap

pengobatan serta menilai apakah terjadi efek samping akibat obat yang

digunakan. Penurunan tekanan darah sebesar 5 mmHg dapat mengurangi

risiko stroke sebesar 34% dan risiko penyakit jantung iskemik hingga

21%. Penurunan tekanan darah juga dapat mengurangi

kemungkinan demensia, gagal jantung, danmortalitas yang disebabkan

oleh penyakit kardiovaskuler.

14

Page 15: evaluasi program hipertensi

Evaluasi ProgramPenyakit Tidak Menular

Pengobatan harus ditujukan untuk mengurangi tekanan darah

hingga kurang dari 140/90 mmHg untuk sebagian besar orang, dan lebih

rendah lagi untuk mereka yang memiliki diabetes atau penyakit ginjal.

Sejumlah praktisi medis menyarankan agar tekanan darah dijaga pada

level di bawah 120/80 mmHg. Jika tekanan darah yang diharapkan tidak

tercapai, maka diperlukan pengobatan lebih lanjut.

Pedoman mengenai pilihan obat dan cara terbaik untuk

menentukan pengobatan untuk berbagai sub-kelompok pun berubah

seiring berjalannya waktu dan berbeda-beda di berbagai negara. Para ahli

berbeda pendapat mengenai pengobatan terbaik untuk hipertensi.

Pedoman Kolaborasi Cochrane, World Health Organization, dan

Amerika Serikat mendukung diuretik golongan tiazid dosis rendah

sebagai terapi pilihan untuk lini pertama. Pedoman di Inggris

menekankan penghambat kanal kalsium (calcium channel blocker/CCB)

untuk orang yang berusia di atas 55 tahun atau yang berdarah Afrika atau

Karibia. Pedoman ini menyarankan penghambat enzim konversi

angiotensin (angiotensin-converting enzyme inhibitor/ACEI) yang

merupakan obat pilihan yang dianjurkan untuk pengobatan lini pertama

pasien berusia muda. Di Jepang, pengobatan dianggap wajar apabila

dimulai dengan satu dari 6 golongan obat termasuk: CCB, ACEI/ARB,

diuretik tiazid,penghambat reseptor beta, dan penghambat reseptor alfa.

Di Kanada semua obat ini, kecuali penghambat reseptor alfa, dianjurkan

sebagai lini pertama yang dapat digunakan.

Banyak orang memerlukan lebih dari satu obat untuk

mengendalikan hipertensi mereka. Pedoman JNC7 dan ESH-

ESC menyarankan untuk memulai pengobatan dengan dua macam obat

apabila tekanan darah lebih dari 20 mmHg di atas target tekanan darah

sistolik atau lebih dari 10 mmHg di atas target diastolik. Kombinasi yang

lebih dipilih adalah penghambat sistem renin–angiotensin dengan

antagonis kalsium, atau penghambat sistem renin–angiotensin dengan

diuretik. Kombinasi yang dapat digunakan adalah sebagai berikut:

Penghambat kanal kalsium dengan diuretik

Penghambat beta dengan diuretik

15

Page 16: evaluasi program hipertensi

Evaluasi ProgramPenyakit Tidak Menular

Penghambat kanal kalsium dihidropiridin dengan penghambat reseptor

beta

Penghambat kanal kalsium dihidropiridin dengan verapamil atau

diltiazem

Kombinasi yang tidak boleh digunakan adalah sebagai berikut:

Penghambat kanal kalsium non-dihidropiridin (seperti verapamil atau

diltiazem) dengan penghambat reseptor beta

Dua jenis penghambat sistem renin–angiotensin (contohnya, penghambat

enzim konversi angiotensin + penghambat reseptor angiotensin)

Penghambat sistem renin–angiotensin dan penghambat reseptor beta

Penghambat reseptor beta dan obat anti-adrenergik. [73]

Hindari kombinasi penghambat ACE atau antagonis reseptor

angiotensin II, diuretik, dan OAINS (termasuk penghambat COX-2

selektif dan obat bebas tanpa resep seperti ibuprofen) jika tidak

mendesak, karena tingginya risiko gagal ginjal akut. Istilah awam dari

kombinasi ini adalah "triple whammy" dalam literatur kesehatan

Australia. Tersedia tablet yang mengandung kombinasi tetap dari dua

golongan obat tersebut. Meskipun nyaman dikonsumsi, obat-obatan

tersebut sebaiknya tidak diberikan untuk pasien yang biasa menjalani

terapi dengan komponen obat tunggal.

2.1.7 Komplikasi

Hipertensi adalah faktor risiko yang bisa dicegah yang terpenting bagi

kematian prematur di seluruh dunia. Hipertensi meningkatkan risiko penyakit

jantung iskemik strokes, penyakit periferal vaskular, dan penyakit

kardiovaskular lain, termasuk gagal jantung, aneurisma aorta, aterosklerosis

difus, dan emboli paru. Hipertensi juga merupakan faktor risiko

terjadinya gangguan kognitif, demensia, dan penyakit ginjal kronik. Komplikasi

lain di antaranya:

Retinopati Hipertensi

Nefropati hipertensi

2.2 Kepatuhan

2.2.1 Definisi

16

Page 17: evaluasi program hipertensi

Evaluasi ProgramPenyakit Tidak Menular

Kepatuhan adalah derajat dimana pasien mengikuti anjuran klinis dari

dokter yang mengobatinya (Caplan dkk, 1997). Kepatuhan berasal dari kata patuh

yaitu suka menurut perintah, taat kepada perintah/aturan dan disiplin yaitu

ketaatan melakukan sesuatu yang dianjurkan atau yang ditetapkan (kamus Besar

Bahasa Indonesia). Menurut Haynes (1997), kepatuhan adalah secara sederhana

sebagai perluasan perilaku individu yang berhubungan dengan minum obat,

mengikuti diet dan merubah gaya hidup yang sesuai dengan petunjuk medis.

Menurut Cramer, kepatuhan penderita dapat dibedakan menjadi:1

Kepatuhan Penuh

Pada keadaan ini penderita tidak hanya berobat secara teratur sesuai batas waktu

yang ditetapkan melainkan juga patuh memakai obat secara teratur sesuai

petunjuk.

Penderita yang Tidak Patuh

Yaitu penderita yang putus berobat atau tidak menggunakan obat sama sekali.

2.2.2 Cara Mengukur Kepatuhan

Beberapa ahli mengemukakan cara mengukur kepatuhan berobat antara lain

pengukuran kepatuhan berobat yang dinyatakan oleh Sacket, dkk (1985) dan

Sarafino (1990). Sacket, dkk (1985) menyatakan bahwa kepatuhan berobat dapat

diketahui melalui 7 cara yaitu: keputusan dokter yang didasarkan pada hasil

pemeriksaan, pengamatan terhadap jadwal pengobatan, penilaian pada tujuan

pengobatan, perhitungan jumlah tablet/pil pada akhir pengobatan, pengukuran

kadar obat dalam darah dan urin, wawancara pada pasien dan pengisian formulir

khusus. Pernyataan Sarafino (1990) hampir sama dengan Sacket yaitu kepatuhan

berobat pasien dapat diketahui melalui tiga cara yaitu perhitungan sisa obat secara

manual, perhitungan sisa obat berdasarkan suatu alat elektronik serta pengukuran

berdasarkan biokimia (kadar obat) dalam darah/urin).

Cara mengukur kepatuhan:2

17

Page 18: evaluasi program hipertensi

Evaluasi ProgramPenyakit Tidak Menular

Beberapa prediktor yang menyebabkan rendahnya kepatuhan minum obat:2

2.2.3 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kepatuhan

18

Page 19: evaluasi program hipertensi

Evaluasi ProgramPenyakit Tidak Menular

Menurut (Niven, 2008) faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat

kepatuhan adalah:3

Akomodasi (Biaya Transportasi)

Suatu usaha harus dilakukan untuk memahami ciri kepribadian klien yang dapat

mempengaruhi kepatuhan pengobatan adalah jarak dan waktu, biasanya pasien

cenderung malas melakukan pengobatan pada tempat yang jauh.

Gejala Penyakit

Keteraturan pasien melakukan pengobatan juga dipengaruhi oleh keluhan yang

dirasakan oleh pasien. Keluhan yang diderita akan membuat pasien semakin aktif

dalam kunjungan pengobatan.

Meningkatkan interaksi profesional kesehatan dengan klien

Meningkatkan interaksi profesional kesehatan dengan klien adalah suatu hal

penting untuk memberikan umpan balik pada klien setelah memperoleh infomasi

tentang diagnosis. Suatu penjelasan penyebab penyakit dan bagaimana

pengobatan dapat meningkatkan kepatuhan, semakin baik pelayanan yang

diberikan tenaga kesehatan, semakin teratur pula pasien melakukan kunjungan

pengobatan.

Pengetahuan4,5

Pengetahuan merupakan hasil tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan

pengindraan terhadap suatu obyek tertentu, dari pengalaman dan penelitian

terbukti bahwa perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng dari

pada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan (Notoatmodjo, 2007).

Menurut fungsinya pengetahuan merupakan dorongan dasar untuk ingin tahu,

untuk mencari penalaran, dan untuk mengorganisasikan pengalamannya. Adanya

unsur pengalaman yang semula tidak konsisten dengan apa yang diketahui oleh

individu akan disusun, ditata kembali atau diubah sedemikian rupa, sehingga

tercapai suatu konsistensi. Semakin tinggi tingkat pengetahuan, semakin baik pula

pasien dalam mengikuti pengobatan (Azwar, 2007).

Dukungan Keluarga6

Keluarga adalah unit terkecil masyarakat yang terdiri atas 2 orang atau lebih,

adanya ikatan persaudaraan atau pertalian darah, hidup dalam satu rumah tangga

berinteraksi satu sama lain, mempertahankan satu kebudayaan (Effendy, 2006).

Pasien yang sedang sakit sangat membutuhkan dukungan dari orang-orang

terdekatnya, yaitu keluarga, dukungan dapat ditujukan melalui sikap yaitu dengan:

19

Page 20: evaluasi program hipertensi

Evaluasi ProgramPenyakit Tidak Menular

o Memberikan perhatian, misalnya mempertahankan makanan meliputi porsi,

jenis, frekuensi dalam sehari-hari serta kecukupan gizi.

o Mengingatkan, misalnya kapan penderita harus minum obat, kapan istirahat

serta kapan saatnya kontrol.

o Menyiapkan obat yang harus diminum oleh pasien.

o Memberikan motivasi pada pasien untuk datang ke balai pengobatan.

Efek Samping Pengobatan

Efek samping obat yang dirasakan pasien, terutama pasien penyakit kronik yang

harus mengkonsumsi obat dalam jangka panjang, juga turut berperan dalam

menentukan keteraturan pasien mengkonsumsi obatnya. Apabila pasien merasa

terganggu dengan efek samping obat yang dikonsumsinya, maka pasien akan

malas untuk melanjutkan pengobatannya.

Motivasi

Keinginan pasien untuk sembuh merupakan salah satu motivasi yang kuat untuk

membantu kepatuhan pasien dalam pengobatannya. Dengan motivasi yang kuat,

maka pasien tidak akan beralasan seperti sibuk, lupa, atau tidak punya waktu

dalam meneruskan pengobatannya.

Biaya Pengobatan

Biaya pengobatan yang besar juga akan menjadi penghambat bagi pasien untuk

meneruskan pengobatannya.

Kemauan Membayar

Pasien dengan penyakit kronik harus teratur dan rutin untuk melakukan

pengobatan jangka panjang. Kebanyakan pasien akan merasa keberatan apabila

harus membayar terus menerus untuk melanjutkan pengobatannya.

%6%.

20

Page 21: evaluasi program hipertensi

Evaluasi ProgramPenyakit Tidak Menular

BAB III

WILAYAH KERJA

3.1 Profil Puskesmas Curug

Wilayah kerja Puskesmas Curug terletak di barat daya Kabupaten Tangerang

dengan luas wilayah 2.537.000 ha. Yang meliputi 6 desa, 47 RW dan 165 RT.4

Wilayah curug merupakan daerah industri dengan keadaan tanah yang datar dan

subur. Ketinggian permukaan tanah sekitar 41 m dari permukaan laut dan rata-rata

curah hujan 68,5 mm/bulan.4

Sarana penghubung dari desa ke kecamatan atau ke Puskesmas Curug pada

umumnya menggunakan kendaraan roda empat, roda dua, becak dan sepeda.jarak dari

ibu kota kabupaten kurang lebih 10 km, dengan keadaan jalan yang cukup baik.

Adapun batas wilayah kerja Puskesmas Curug adalah sebagai berikut :

Batas Utara : Kecamatan Jati Uwung

21

Page 22: evaluasi program hipertensi

Evaluasi ProgramPenyakit Tidak Menular

Batas Selatan : Kecamatan Legok

Batas Timur : Kecamatan Cikupa

Batas Barat : Kecamatan Kelapa Dua

Gambar 3.1 Lokasi Kecamatan Curug dalam Kabupaten Tangerang

Wilayah kerja Puskesmas Curug meliputi :

1. Desa Curug Kulon

2. Desa Cukanggalih

3. Desa Curug Wetan

4. Desa Sukabakti

5. Desa Kadu

6. Desa Kadu Jaya

Puskesmas Curug memiliki satu buah puskesmas pembantu yang terdapat di

Desa Cukanggalih, yang beroperasi setiap hari senin, rabu dan jumat.

3.2 Data Demografi

Jumlah penduduk kecamatan Curug, hingga akhir Desember 2012 tercatat

sebanyak 92.889 jiwa yang terdiri dari 46.747 laki-laki dan 46.142 perempuan. Adapun

desa dengan kepadatan penduduk tertinggi berturut-turut adalah Sukabakti, Curug

Kulon, Kadu, Curug Wetan, Kadu Jaya, dan Cukanggalih.

Tabel 3.1 Jumlah Desa, Luas Wilayah, Jumlah Penduduk, Jumlah Rumah Tangga

Kecamatan Curug Kabupaten Tangerang, Tahun 2012

NO DESA LUAS JUMLAH JUMLAH RATA-RATA KEPADATAN

22

Page 23: evaluasi program hipertensi

Evaluasi ProgramPenyakit Tidak Menular

WILAYAH

(km2)PENDUDUK

RUMAH

TANGGA

JIWA PER

RUMAH

TANGGA

PENDUDUK/

km2

1. CURUG KULON 34,282 17,109 3,447 6 409

2. CURUG WETAN 36,000 10,748 2,246 5 376

3. CUKANGGALIH 40,100 11,626 2,603 5 255

4. SUKABAKTI 34.282 13,832 6,029 2 417

5. KADU 62,400 19,987 6,959 4 385

6. KADU JAYA 39,328 19,587 4,389 4 361

TOTAL 246,392 92,889 25673 20 366

Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa Desa Sukabakti mempunyai jumlah penduduk

paling besar. Sedangkan jumlah penduduk paling sedikit adalah Desa Cukanggalih.

23

Page 24: evaluasi program hipertensi

Evaluasi ProgramPenyakit Tidak Menular

Tabel 3.2 Klasifikasi Penduduk Menurut Umur dan Jenis Kelamin

No. Umur

JUMLAH

PENDUDUK

Laki-laki Perempuan Jumlah

1 0 – 4 3,368 3,147 6,515

2 5 – 9 4,093 4,949 9,042

3 10 – 14 3,790 3,853 7,643

4 15 – 19 3,911 4,778 8,689

5 20 – 24 3,878 3,739 7,617

6 25 – 29 4,085 3,791 7,876

7 30 – 34 4,227 3,893 8,120

8 35 – 39 4,114 3,438 7,552

9 40 – 44 3,647 3,316 6,963

10 45 – 49 2,842 3,173 6,015

11 50 – 54 2,569 2,607 5,176

12 55 – 59 2,372 2,064 4,436

13 60 – 64 1,569 1,605 3,174

14 65 – 69 1,194 980 2,174

15 70 – 74 828 634 1,462

16 75+ 260 175 435

Jumlah

Kecamatan 46,747 46,142 92,889

24

Page 25: evaluasi program hipertensi

Evaluasi ProgramPenyakit Tidak Menular

Grafik 3.1 Jumlah Penduduk Berdasarkan Usia dan Jenis Kelamin

Puskesmas Curug Tahun 2012

0-4 Th 5-14 Th 15-44 Th 45-64 Th > 65 Th

LAKI-LAKI 3568 8583 25262 10214 2482

PEREMPUAN 3447 8902 23655 9853 1901

2,500

7,500

12,500

17,500

22,500

27,500

3.3 Data Sosial Ekonomi

Berdasarkan data Kecamatan Curug tahun 2012, sebagian besar mata

pencaharian penduduk dengan usia produktif di Kecamatan Curug adalah

buruh pabrik, pedagang, petani, dan usaha jasa lainnya, dengan tingkat

pendapatan yang berbeda-beda.

3.4 Tingkat Pendidikan

Berdasarkan data dari Kecamatan Curug pada tahun 2012, bahwa

tingkat pendidikan masyarakat masih cukup rendah. Hal ini bisa dilihat dari

besarnya persentase penduduk yang memiliki pendidikan rendah (tidak

menamatkan pendidikan dasar 9 tahun), tidak sekolah 21,152 (25%), tidak

tamat SD 15,428 (18%), tamat SD 15,246 (18%), SLTP 15,002 (17%), SLTA

15,090 (18%), Ak/Diploma 2,147 (2%), Universitas 1,869 (2%), hal ini

menunjukan tingkat pendidikan wilayah Puskesmas Curug masih rendah dan

dapat dilihat pada diagram di bawah ini :

25

Page 26: evaluasi program hipertensi

Evaluasi ProgramPenyakit Tidak Menular

Diagram 3.1 Tingkat Pendidikan Penduduk Kecamatan Curug Tahun 2012

3.5 Tenaga Kerja

Tenaga kesehatan adalah faktor terpenting dalam meningkatkan

pelayanan kesehatan. Pemenuhan kebutuhan tenaga kesehatan harus

diperhatikan sesuai dengan rasio dan proporsinya. Angka proporsi kurang

mendukung di Puskesmas Curug pada tahun 2012.

Tabel 3.3 Jumlah Tenaga Puskesmas Curug berdasarkan Jenis

Ketenagaan dan Status Kepegawaian, Tahun 2012

NO

.

KATEGORI

TENAGA

STATUS

JUMLAHPNS PTT/

TKK

LAIN-

LAIN

1. Kepala Puskesmas 1 - - 1

2. Dokter Umum 3 4 - 7

3. Dokter Gigi 2 - - 2

4. Tata Usaha 1 - - 1

5. Perawat 12 - 3 15

6. Bidan 9 5 - 14

7. Pekarya 5 - - 5

26

Page 27: evaluasi program hipertensi

Evaluasi ProgramPenyakit Tidak Menular

Kebersihan

8. Sanitarian 1 - - 1

9. TPG 1 - - 1

10. Rekam medic - - - -

11. Fisiotheraphy - - - -

12. Asisten Apoteker 1 - - 1

13. Honorer - - 5 5

JUMLAH 36 7 8 51

3.6 Fasilitas Kesehatan

Komponen yang sangat penting dalam sumber daya adalah sarana yang cukup

secara jumlah/kuantitas dan kualitas bangunan yang menggambarkan unit sarana

pelayanan kesehatan yang bermutu baik bangunan utama, pendukung dan sanitasi

kesehatan lingkungan. Pembangunan sarana kesehatan harus dilengkapi dengan

peralatan medis yang memadai, peralatan non-medis, peralatan laboratorium beserta

reagensia, alat pengolah data kesehatan, peralatan komunikasi, kendaraan roda empat

dan roda dua.

Unit pelayanan kesehatan dibagi atas beberapa katagori yaitu Pusat Kesehatan

Masyarakat (Puskesmas), Pusat Kesehatan Masyarakat Pembantu (Pustu) dan unit

pelayanan teknis kesehatan lainnya, setiap pembangunan unit-unit pelayanan yang ada

harus dapat memenuhi keterjangkauan akses pengguna layanan, pembangunan unit

pelayanan kesehatan berdasarkan katagori harus dapat berpedoman terhadap populasi

penduduk yang akan dilayani sehingga fungsi unit pelayanan kesehatan dapat berjalan

sesuai dengan target yang diharapkan. Selain fasilitas pelayanan kesehatan yang

sudah ada juga harus dibangun dan dikembangkan fasilitas pelayanan berbasis

masyarakat antara lain Pondok Bersalin Desa (Polindes), Pos Kesehatan Desa

(Poskesdes) dan Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu).

27

Page 28: evaluasi program hipertensi

Evaluasi ProgramPenyakit Tidak Menular

Table 3.4

Sarana dan Prasarana Yang ada di Puskesmas Curug Tahun 2012

NO JENIS SARANA KESEHATAN JUMLAH

1. Puskesmas 1

2. Puskesmas Pembantu 1

3. Puskesmas Keliling 1

4. Rumah Sakit Swasta 1

5. Rumah Bersalin 4

6. Balai Pengobatan 10

7. Praktek Dokter Umum Swasta 12

8. Apotek 3

9. Toko Obat 1

10. Pos UKK 2

11. Posyandu 62

12. Poskesdes 2

3.7 Pembiayaan Kesehatan

Pembiayaan terhadap pelayanan kesehatan merupakan salah satu faktor utama

dalam peningkatan pelayanan, baik untuk pengadaan barang maupun transport

petugas. Sumber biaya yang diperoleh Puskesmas Curug untuk menunjang

pelaksanaan kegiatan dan peningkatan kinerja Puskesmas selain berasal dari APBD

Kabupaten, retribusi Puskesmas juga didapat dari Program Jamkesmas.

3.8 Denah Puskesmas Curug

Puskesmas Curug adalah Puskesmas perawatan yang dibangun di atas

tanah seluas ± 1.000 m2. Bangunan Puskesmas terdiri dari satu ruang unit

gawat darurat, satu ruang KIA, empat ruang balai pengobatan (balai

pengobatan dewasa, anak, lansia, dan balai pengobatan gigi), satu ruang

imunisasi dan gizi, satu ruang kesehatan lingkungan, satu ruang konsultasi

paru, satu ruang apotek, empat kamar rawat, satu kamar bersalin, dua ruang

28

Page 29: evaluasi program hipertensi

RUMAH DINAS

RUMAH DINAS

RUMAH DINAS

GEDUNG RAWAT INAP

GEDUNG RAWAT JALAN

RUMAH RONTGEN

RUMAH LAB

RUMAH PARU

MUSHOLLA

Evaluasi ProgramPenyakit Tidak Menular

tata usaha, satu ruang kepala puskesmas, satu ruang dokter, tiga buah rumah

dinas.

Gambar 3.2 Denah Puskesmas Curug

Gambar 3.3 Denah lantai 1 gedung rawat jalan

Gambar 3.4 Denah lantai 2 gedung rawat jalan

Puskesmas Curug memiliki fasilitas rawat inap dan memiliki satu unit gedung rawat

inap dengan kapasitas 11 tempat tidur yang terdiri dari:

29

Page 30: evaluasi program hipertensi

Evaluasi ProgramPenyakit Tidak Menular

2 buah tempat tidur untuk anak

6 buah tempat tidur untuk dewasa (3 laki-laki dan 3 perempuan)

3 buah tempat tidur untuk nifas dan persalinan

Gambar 3.5 Denah gedung rawat inap

30

Page 31: evaluasi program hipertensi

Evaluasi ProgramPenyakit Tidak Menular

BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN

4.1 Kerangka Teori

Gejala Penyakit

Pengetahuan

MotivasiHubungan Pasien-Dokter

Dukungan Keluarga

Biaya Transport

asi

Efek Samping

Pengobatan

Biaya Pengobata

nKemauan Membaya

r

Kepatuhan Minum

Obat

Lifestyle

Penyakit

Penyerta

Hipertensi

TerkontrolHipertens

i Tidak Terkontr

ol

31

Page 32: evaluasi program hipertensi

Evaluasi ProgramPenyakit Tidak Menular

4.2 Design Penelitian

Jenis penelitian yang penulis gunakan adalah penelitian deskriptif. Pengumpulan data

peneliti lakukan dengan cara survey wawancara menggunakan kuisioner untuk

mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi tingkat kepatuhan pasien

terhadap konsumsi obat anti hipertensi pada pasien berusia 45 tahun ke atas di

Puskesmas Curug.

4.3 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Curug. Pengumpulan data dimulai

pada tanggal 26 Agustus 2013 sampai dengan 7 September 2013.

4.4 Populasi dan Sampel Penelitian

Penelitian dilakukan terhadap populasi pasien dengan usia 45 tahun ke atas dengan

diagnosa hipertensi yang berobat di Puskesmas Curug. Sampel yang akan diambil

berasal dari populasi penelitian yang memenuhi kriteria inklusif.

4.5 Kriteria Sampel

a. Kriteria Inklusif

- Usia 45 tahun ke atas

- Pasien sudah didiagnosis hipertensi sebelumnya

- Pasien sudah pernah diberikan obat anti hipertensi

- Pasien tidak patuh meminum obat anti hipertensi

- Bersedia menjadi responden.

b. Kriteria Eksklusi

- Usia di bawah 45 tahun

- Pasien baru pertama kali didiagnosa hipertensi

- Pasien belum pernah diberikan obat anti hipertensi

- Pasien patuh dalam mengkonsumsi obat anti hipertensi

- Menolak menjadi responden.

32

Page 33: evaluasi program hipertensi

Evaluasi ProgramPenyakit Tidak Menular

4.6 Jumlah Sampel

Untuk menentukan besar sample, pengevaluasi menggunakan rumus untuk

menghitung sample tunggal untuk estimasi proporsi suatu populasi, sebagai berikut:

di mana n = besar sampel minimum

Z = tingkat kesalahan 0,05; maka Z=1,96

P = proporsi penyakit atau keadaan yang akan dicari;

karena Px Q mempunyai nilai paling tinggi bila P =

0,50, maka pada populasi ini dipergunakan P = 0,50

d = tingkat ketepatan absolut yang dikehendaki

(ditetapkan) = 0,10

Dengan demikian nilai-nilai di atas pada rumus, diperoleh:

Peneliti menentukan berapa banyak sampel yang ingin dinilai, yakni sebesar 100

orang dari Puskesmas Curug dengan menggunakan teknik purposive sampling.

4.7 Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan survei dengan mewawancarai

pasien secara lisan berdasarkan kuisioner dan dengan melakukan pengukuran tekanan

darah.

4.8 Alur Penelitian

Peneliti melakukan pemilihan sample secara purposive sampling di Puskesmas Curug.

Satu populasi dengan total 100 orang pasien dengan criteria laki-laki atau perempuan,

berusia 45 tahun ke atas, telah didiagnosis memiliki hipertensi dan telah diberikan

33

Page 34: evaluasi program hipertensi

Evaluasi ProgramPenyakit Tidak Menular

obat anti hipertensi, namun tidak patuh dalam meminum obat anti hipertensi,

kemudian dilakukan wawancara untuk mengetahui factor apa saja yang menyebabkan

pasien tidak patuh dalam mengkonsumsi obat anti hipertensi. Populasi akan

diwawancarai dan diperiksa langsung di tempat dengan menggunakan kuisioner dan

tensimeter.

4.9 Definisi Operasional

No

.

Variabel Definisi

Operasional

Cara Ukur Alat

Ukur

Hasil

Ukur

Skala

1. Pengetahuan

Terhadap

Hipertensi

Mengetahui

hipertensi

adalah penyakit

yang dapat

menimbulkan

komplikasi

serius dan dapat

dikontrol

dengan minum

obat anti

hipertensi

sesuai instruksi

dokter.

Wawancara Kuisioner Ya Nominal

2. Gejala

Penyakit

Hipertensi

Minum obat

anti hipertensi

hanya ketika

merasakan

keluhan.

Wawancara Kuisioner Ya Nominal

3. Motivasi Memiliki

semangat dan

keinginan kuat

untuk sembuh.

Wawancara Kuisioner Ya Nominal

34

Page 35: evaluasi program hipertensi

Evaluasi ProgramPenyakit Tidak Menular

4.10 Permasalahan Etik

Selama penelitian ini berjalan, tidak didapatkan adanya permasalahan etik karena

penelitian ini dilakukan atas dasar persetujuan pasien dengan menjawab sewaktu

wawancara dilakukan.

4.11 Limitasi

Dalam penelitian ini terdapat limitasi yaitu tidak dapat diketahui apakah ada hal-hal

lainnya yang tidak dikeluhkan pasien yang dapat berpengaruh dalam menurunkan

tingkat kepatuhan pasien.

35

Page 36: evaluasi program hipertensi

Evaluasi ProgramPenyakit Tidak Menular

BAB V

ANALISA DAN PEMBAHASAN

5.1 Analisa

Peneliti mengambil sampel sebanyak 100 orang dari wilayah Puskesmas Curug,

sampel tersebut ditetapkan berdasarkan hasil wawancara. Dari data yang terkumpul

dilakukan penghitungan distribusi frekuens

5.1.1 Karakteristik Responden

Untuk mengetahui gambaran distribusi frekuensi responden mengenai faktor

apa saja yang menyebabkan responden tidak patuh dalam mengkonsumsi obat

anti hipertensi, dapat dilihat melalui tabel berikut ini:

Tabel 5.1 Distribusi Faktor Pengetahuan Responden

Pengetahuan Frekuensi (orang) Persentase (%) Persentase

Kumulatif (%)

Kurang 87 87 87

Cukup 13 13 100

Total 100 100

Tabel 5.2 Distribusi Faktor Gejala Penyakit Responden

Gejala Frekuensi (orang) Persentase (%) Persentase

Kumulatif (%)

Hanya patuh bila

merasakan gejala

72 72 72

Patuh bukan karena

merasakan gejala

28 28 100

Total 100 100

Tabel 5.3 Distribusi Faktor Motivasi Responden

Motivasi Frekuensi (orang) Persentase (%) Persentase

Kumulatif (%)

36

Page 37: evaluasi program hipertensi

Evaluasi ProgramPenyakit Tidak Menular

Kurang 65 65 65

Kuat 35 35 100

Total 100 100

5.2 Hasil Evaluasi

No. Variabel Tolok Ukur Penyajian

Data

Kesenjangan

1. Masukan (Input)

A. Petugas

1. Jumlah :

Dokter

Perawat

2. Motivasi

3. Kompetensi

Petugas yang

menangani penyakit

hipertensi

Ada

Cukup

7 orang

15 orang

Kurang

Cukup

Tidak Ada

Tidak Ada

Ada

Tidak Ada

B. Sarana

Tidak Habis Pakai

1. Gedung

2. BP

3. Alat

4. Penyuluhan

Ada

Ada

Ada

Ada

Ada

Ada

Ada

Ada

Tidak Ada

Tidak Ada

Tidak Ada

Tidak Ada

Habis Pakai

1.Obat antihipertensi

a. Ace-inhibitor

b. Calcium channel

blocker

c. Diuretik

Ada

Ada

Ada

Ada

Ada

Ada

Tidak Ada

Tidak Ada

Tidak Ada

C. Dana

Dana promosi

kesehatan untuk

pencegahan dan

Ada Tidak Ada Ada

37

Page 38: evaluasi program hipertensi

Evaluasi ProgramPenyakit Tidak Menular

penanggulangan

hipertensi secara

berkala

D. Metode

1. Pengukuran

tekanan darah

2. Edukasi

hipertensi secara

berkala

3. Penanganan

a. Observasi

b. Pemberian obat

antihipertensi

Ada

Ada

Ada

Ada

Ada

Tidak Ada

Ada

Ada

Tidak ada

Ada

Tidak Ada

Tidak Ada

2. Proses (Process)

A. Perencanaan

Penyusunan program

edukasi tentang

hipertensi kepada

pasien

Ada Tidak ada Ada

B. Pengorganisasian

Petugas yang

melaksanakan

pemantauan tekanan

darah secara berkala

Ada Ada Tidak Ada

C. Pelaksanaan

1. Identifikasi

pasien

2. Pengukuran

tekanan darah

secara berkala

3. Edukasi

Ada

Ada

Ada

Ada

Ada

Tidak Ada

Tidak Ada

Tidak Ada

Ada

38

Page 39: evaluasi program hipertensi

Evaluasi ProgramPenyakit Tidak Menular

3. Keluaran (Output)

Kunjungan Meningkatnya

kunjungan

Terdapat

peningkatan

jumlah

kunjungan dari

753 menjadi

1530 pasien

pada tahun

2012

Tidak Ada

4. Lingkungan (Environment)

A. Lingkungan Fisik

Lokasi

B. Lingkungan Non-

Fisik

1. Transportasi

2. Biaya

3. Pengetahuan

4. Gejala

Mudah Dijangkau

Ada

Ada

Cukup

Patuh minum obat

bukan hanya ketika

merasakan gejala

hipertensi

Mudah

Dijangkau

Ada

Ada

87%

responden

memilik

pengetahuan

yang kurang

terhadap

hipertensi

72%

responden

hanya patuh

minum obat

ketika

merasakan

Tidak Ada

Tidak Ada

Tidak Ada

Ada

Ada

39

Page 40: evaluasi program hipertensi

Evaluasi ProgramPenyakit Tidak Menular

5. Motivasi Kuat

gejala

hipertensi

65%

responden

kurang

memiliki

motivasi untuk

patuh

mengkonsumsi

obat

antihipertensi

Ada

5. Dampak (Impact)

Hipertensi terkontrol Peningkatan Belum dapat

dinilai

5.3 Masalah Sesungguhnya

Faktor pengetahuan terhadap penyakit hipertensi, motivasi pasien, dan gejala penyakit

hipertensi, merupakan faktor terbanyak dalam menentukan ketidakpatuhan pasien

dalam mengkonsumsi obat anti hipertensi.

5.4 Penyebab Masalah

- Kurangnya motivasi petugas kesehatan.

- Tidak tersedianya dana untuk promosi pencegahan dan penanggulangan

hipertensi.

- Tidak ada edukasi mengenai hipertensi secara berkala.

- Belum ada penyusunan program edukasi hipertensi.

5.5 Alternatif Jalan Keluar

Cara untuk menyelesaikan masalah adalah dengan cara memperbaiki hal-hal yang

menjadi penyebab timbulnya masalah tersebut, yaitu:

- Memperketat pemantauan terhadap petugas kesehatan dalam menangani

pasien hipertensi yang datang berobat.

40

Page 41: evaluasi program hipertensi

Evaluasi ProgramPenyakit Tidak Menular

- Mengajukan dana untuk promosi pencegahan dan penganggulangan hipertensi.

- Perencanaan program untuk edukasi hipertensi secara berkala serta

penggalakkan program promosi kesehatan penyakit tidak menular terutama

penyakit hipertensi.

41

Page 42: evaluasi program hipertensi

Evaluasi ProgramPenyakit Tidak Menular

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

1. Sebanyak 87 persen responden kurang memiliki pengetahuan mengenai

hipertensi.

2. Sebanyak 72 persen responden hanya mengkonsumsi obat-obatan

antihipertensi bila mengalami gejala penyakit hipertensi.

3. Sebanyak 65 persen responden kurang memiliki motivasi untuk mengkonsumsi

obat-obatan antihipertensi secara teratur.

6.2 Saran

6.2.1 Untuk Puskesmas Curug

1. Petugas kesehatan di puskesmas memberikan pengetahuan yang cukup

pada pasien hipertensi sehingga meningkatkan angka kepatuhan pasien

terhadap pengobatan hipertensi.

2. Petugas kesehatan di puskesmas mengadakan program penyuluhan atau

edukasi secara berkala yang bertujuan agar pasien hipertensi mengetahui

komplikasi yang dapat terjadi akibat hipertensi tidak terkontrol dan

meningkatkan kepatuhan pasien dalam mengkonsumsi obat-obatan

antihipertensi.

6.2.2 Untuk Penderita Hipertensi

1. Pasien ikut serta dalam program penyuluhan ataupun edukasi berkala

yang diadakan oleh puskesmas sehingga pasien memiliki pengetahuan

yang cukup mengenai penyakit hipertensi dan dapat turut serta dalam

program pengendalian penyakit dan penyehatan lingkungan terutama

untuk penyakit hipertensi.

2. Pasien memiliki motivasi yang cukup untuk mengkonsumsi obat-obatan

antihipertensi serta memeriksakan dirinya ke pusat-pusat pelayanan

kesehatan terdekat guna menghindari komplikasi-komplikasi yang dapat

terjadi akibat penyakit hipertensi yang tidak terkontrol.

42

Page 43: evaluasi program hipertensi

Evaluasi ProgramPenyakit Tidak Menular

6.3.3 Untuk Masyarakat Curug

Masyarakat di wilayah Curug mau bekerjasama dalam program

pencegahan dan pengobatan penyakit hipertensi.

6.2.4 Untuk Dinas Kesehatan

Perlunya kebijakan dalam menggalakkan program promosi kesehatan

mengenai faktor-faktor risiko dari penyakit hipertensi serta komplikasinya

untuk meningkatkan kewaspadaan masyarakat terhadap penyakit hipertensi.

43

Page 44: evaluasi program hipertensi

Evaluasi ProgramPenyakit Tidak Menular

DAFTAR PUSTAKA

1. Zycynski TM, Coynes KS. Hypertension and current issues in compliance and

patient outcomes. Curr Hypertens Rep 2000:2:510-14

2. Osterberg L, Blaschke T. Adherence to Medication. N Eng J Med.

2005;353;484-97

3. Niven, Neil. Psikologi kesehatan pengantar untuk perawat dan professional

kesehatan lain. Jakarta: EGC, 2002

4. Notoatmodjo. 2007. Promosi Kesehatan Ilmu Dan Seni. Jakarta : Rineka Cipta

5. Azwar. 2007. Sikap Manusia dan Pengukurannya. Jakarta : PT. Rineka Cipta

6. Effendy. 2005. Keperawatan Keluarga. Jakarta : EGC

7. McPhee J.S, Papadakis A.M. 2011. Current Medical Diagnosis and Treatment

50th edition. United States of America : The McGraw-Hill Companies, Inc.

8. Fauci S.A, et al. 2008. Harrison’s Principles of Internal medicine 17th edition.

United States of America : The McGraw-Hill Companies, Inc.

9. Jennings R.H, Cook S.T. Hypertension : Clinical Practice Update. PSAP-VII.

[Diakses pada : 2 September 2013].

http://www.accp.com/docs/bookstore/psap/p7b01sample01.pdf

10. U.S. Department of Health and Human Services. 2003. Prevention, Detection,

Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure. United States of

America : NHLBI. [Diakses pada : 2 September 2013].

http://www.nhlbi.nih.gov/guidelines/hypertension/express.pdf

11. Rahajeng E, Tuminah S. 2009. Prevalensi Hipertensi dan Determinannya di

Indonesia. Jakarta : IDI. [Diakses pada : 4 September 2013].

indonesia.digitaljournals.org

12. Sekretariat Jenderal Kementerian Kesehatan RI. 2012. Masalah Hipertensi di

Indonesia. Jakarta : Kementerian Kesehatan. [Diakses pada : 4 September

2013]. http://www.depkes.go.id/index.php/berita/press-release/1909-masalah-

hipertensi-di-indonesia.html

44