bab ii - · pdf fileuntuk itu, penyelenggara harus ... konsep diri (self-concept),...
TRANSCRIPT
10
BAB II
LANDASAN TEORI DAN HIPOTESIS TINDAKAN
A. Landasan Teori
1. Hakekat In-On-In-On Plus TB
a. Pengertian In-On-In-On
In-On-In-On merupakan jenis kegiatan pelatihan yang
dilaksanakan secara bertahap meliputi in-service learning, on-service
learning, in-service learning, dan on-service learning. Kegiatan ini
merupakan pengembangan dari kegiatan yang umum dilakukan yaitu
In-On-In Service Learning. Dalam dunia pendidikan kegiatan ini
biasanya dalam program On the Job Training (OJT). McKenna
(2000:213) mengatakan bahwa On the Job Training (OJT) merupakan
pelatihan dalam jam kerja yang berhubungan dengan praktik-praktik
kerja. Apabila dianalogikan dalam dunia pendidikan bentuk disebut On
the Job Learning yang dapat dilakukan untuk guru, kepala sekolah,
tenaga tata usaha, maupun pengawas sekolah. Pelatihan ini bertujuan
untuk mempraktikkan segala informasi yang berkaitan tentang
pembelajaran. Memperkuat pendapat tersebut Mathis (2002:25)
mengemukakan bahwa bentuk pelatihan yang paling umum untuk
semua tingkatan di dalam organisasi adalah pelatihan di tempat kerja
yang dikenal dengan On the Job Training (OJT). Melengkapi pendapat
tersebut, Sedarmayanti (2009:167) menyatakan bahwa salah satu
11
pelatihan yang diperlukan bagi karyawan dalam melaksanakan tugas
dikenal dengan In Service Training. Pelatihan In Service Training
merupakan pelatihan yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan
dalam melaksanakan pekerjaan.
Dalam bahasa umum kegiatan pelatihan dikenal dengan nama
workshop. Untuk lebih mengetahui tentang kegiatan In-On-In-On,
maka akan dipaparkan lebih lanjut berkaitan dengan workshop. Kata
workshop berasal dari bahasa Inggris yang berarti lokakarya yang
mengandung pengertian suatu acara di mana beberapa orang
berkumpul untuk memecahkan masalah tertentu dan mencari
solusinya. Sebuah lokakarya adalah pertemuan ilmiah yang kecil.
Lokakarya adalah pertemuan antara para ahli (pakar) untuk membahas
masalah praktis atau yang bersangkutan dengan pelaksanaan dalam
bidang keahliannya (Http://Bestariabadi. Blogspot. Co.Id diakses 16
Maret 2015).
Namun, kata workshop sudah sangat familier terdengar di
kalangan umum, utamanya pada kalangan akademis sehingga kata
workshop lebih sering dipakai dibandingkan dengan kata lokakarya.
Workshop atau lokakarya merupakan salah satu metode yang dapat
ditempuh pengawas dalam melakukan supervisi manajerial. Metode ini
tentunya bersifat kelompok dan dapat melibatkan beberapa kepala
sekolah, wakil kepala sekolah dan/atau perwakilan komite sekolah.
Penyelenggaraan disesuaikan dengan tujuan atau urgensinya, dan dapat
12
diselenggarakan bersama dengan pengawas maupun kepala sekolah
atau organisasi sejenis lainnya (Depdiknaas, 2008:21). Secara umum
workshop adalah suatu pertemuan antara para ahli untuk membahas
masalah praktis atau yang bersangkutan dengan pelaksanaan dalam
bidang keahliannya, atau sanggar kerjanya, dan pertemuannya bersifat
ilmiah dengan skala yang kecil. Kegiatan workshop merupakan
kegiatan yang sering dilakukan oleh berbagai kalangan dan meliputi
berbagai bidang.
Workshop biasanya terdiri dari pimpinan workshop, anggota,
dan nara sumber. Di kalangan pendidikan, kegiatan workshop sangat
sering dan bermanfaat, terlebih dengan adanya kegiatan pengembangan
keprofesian berkelanjutan (PKB). Kegiatan workshop sangat
bermanfaat sehingga banyak pihak yang sering menyelenggarakan
kegiatan tersebut. Informasi yang didapat dari workshop akan
membantu dalam menjalani suatu kegiatan yang tentunya sesuai
dengan materi yang dibahas dari workshop tersebut. Materi kegiatan
workshop biasanya ditentukan oleh lembaga yang menyelenggarakan
kegiatan, seperti forum guru biasanya membahas tentang proses
pembelajaran dan penilaian, forum kepala sekolah membahas tentang
kegiatan manajerial, kewirausahaan, maupun kegiatan supervisi kepala
sekolah. Kegiatan workshop juga merupakan salah satu metode yang
dapat ditempuh pengawas dalam melakukan supervisi manajerial yang
13
bersifat kelompok yang melibatkan beberapa kepala sekolah, wakil
kepala sekolah, maupun tenaga tata usaha.
Dalam menyelenggarakan workshop biasanya disesuaikan
dengan tujuan, dan sasaran yang akan dicapai. Kegiatannya dapat
diselenggarakan pada forum kelompok kerja kepala sekolah, kelompok
kerja kepala tata usaha, maupun di MGMP guru. Misalnya pengawas
dapat mengambil inisiatif untuk mengadakan workshop tentang
peningkatan kompetensi guru, supervisi kepala sekolah, kepala
perpustakaan, kepala laboratorium, maupun tenaga kependidikan
lainnya.
b. Jenis Workshop
Dalam praktiknya, kegiatan workshop sendiri memiliki jenis
yang dapat ditinjau dari beberapa aspek. Pembagian jenis workshop
tersebut hanya digunakan sebagai suatu cara untuk memudahkan dalam
penggolongan dan mempelajarinya. Dalam dunia pendidikan hal
semacam ini biasanya dibahas dalam beberapa materi, namun banyak
masyarakat yang tidak mengetahui tentang pembagian atau jenis
workshop tersebut. Walaupun berbeda jenis, namun tujuan dari
workshop ialah untuk memperoleh informasi melalui pengalaman
langsung dan saling menyampaikan informasi. Penggolongan jenis
workshop berdasarkan beberapa hal antara lain sebagai berikut.
14
1) Jenis workshop ditentukan berdasarkan lembaga/organisasi yang
melaksanakan, dan sifat kerjanya. Pengelompokan workshop yang
didasarkan pada aspek ini disesuaikan/tergantung pada lembaga
atau organisasi yang menyelenggarakan. Misalnya, workshop
tentang pengembangan dan implementasi kurikulum di sekolah.
Ruang lingkup yang dibahas adalah seputar problematika
pengembangan dan pelaksanaan kurikulum yang ada di sekolah
(Depdiknas 2008:21).
2) Jenis workshop ditinjau dari sifatnya dapat digolongkan menjadi
dua. Yang pertama adalah workshop yang bersifat mengikat yang
diadakan oleh suatu organisasi atau kelompok tertentu yang
membicarakan masalah program kerja yang sudah dilaksanakan dan
menentukan langkah lanjutan yang hasilnya mengikat peserta
workshop. Misalnya workshop tentang nilai kriteria ketuntasan
minimal. Yang kedua adalah workshop yang bersifat tidak mengikat
yang diadakan oleh orang-orang tertentu yang membicarakan
masalah faktual yang muncul di masyarakat untuk memperoleh
pemecahannya dan hasilnya tidak mengikat peserta, seperti
workshop sekolah sehat.
3) Jenis workshop ditinjau dari aspek waktu pelaksanaannya dapat
digolongkan menjadi dua, yaitu workshop beruntun yang dilakukan
dalam dekade tertentu secara terus-menerus atau tidak terputus.
Kebanyakan workshop ini dilaksanakan selama tiga hari berturut-
15
turut. Workshop berkala yang dilakukan dalam waktu yang
memiliki jangka waktu tertentu. Misalnya dilakukan dalam jangka
waktu mingguan atau bulanan. Hal ini dikenal dengan in–on–in
Service Learning atau secara lengkapnya adalah in–service
learning, on–service learning, in–service learning (in–on–in).
4) Ditinjau dari model pelatihan yang bisa dilaksanakan. Menurut
Hamalik (2007) ada dua macam, yaitu model komunikasi ekspositif,
yaitu sistem pelaksanaanya satu arah (tanggung jawab untuk
mentransferkan informasi terletak pada pelatih), dan sistem dua arah
(terdapat pola balikan untuk memeriksa apakah peserta menerima
informasi dengan tepat). Model kedua, yaitu model komunikasi
discovery yang dilaksanakan dengan ceramah reflektif (pendekatan
berdasarkan penyajian satu arah oleh penyaji dan discovery
terbimbing (pendekatan melibatkan para peserta untuk menjawab
pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh penyaji). Dua Model
tersebut dapat disebut model direktif dan partisipatif.
5) Ditinjau dari tempat pelaksanaannya metode pelatihan dapat
dikelompokan menjadi dua sebagai berikut.
a) On the job training atau pelatihan di tempat kerja. Metodenya
seperti demonstrasi, praktik langsung, metode mengerjakan
sendiri, dan rotasi kerja.
16
b) Off the job training atau pelatihan di luar tempat kerja. Metode
dalam pelatihan ini, seperti role play atau permainan peran dan
diskusi.
Dari berbagai jenis workshop yang ada, model/jenis apa yang
akan dipakai tergantung dari berbagai pertimbangan seperti jumlah
dan siapa pesertanya, kehematan dalam pembiayaan, materi program,
tersedianya fasilitas tertentu, kemampuan peserta, kemampuan penyaji
serta tujuan yang akan dicapai karena tiap-tiap metode atau cara
tersebut mempunyai kelebihan dan kekurangan. Bahkan satu model
dapat dikolaborasi dengan model lain, atau dapat dikembangkan
berdasarkan kebutuhan.
c. Model Pengembangan Kepala Sekolah
Berbagai kegiatan pengembangan diri dapat dilakukan baik
dengan cara mengadakan sendiri di sekolahnya ataupun mengikuti
kegiatan yang sudah ada di luar sekolah. Kegiatan pengembangan
kepala sekolah yang dapat ditempuh, antara lain sebagai berikut.
1) Inhouse Training (IHT)
Kegiatan IHT dapat dilaksanakan di sekolah dengan pertimbangan
bahwa kegiatan tersebut dapat digunakan untuk meningkatkan
kemampuan dan kompetensi bersama guru lain yang memiliki
kompetensi sesuai dengan tugasnya sebagai guru. Dengan strategi
17
ini diharapkan dapat lebih menghemat waktu, biaya, dan dapat
mendayagunakan potensi yang ada di sekolahnya.
2) Pembinaan Internal oleh Sekolah
Kegiatan ini dapat dilaksanakan oleh kepala sekolah dan guru yang
memiliki kewenangan membina, melalui rapat dinas, rotasi tugas
mengajar, pemberian tugas-tugas internal tambahan, diskusi dengan
rekan sejawat, dan sejenisnya.
3) Pendidikan Lanjut
Kegiatan ini merupakan alternatif bagi pembinaan profesi guru dan
kepala sekolah di masa mendatang dengan memberikan tugas
belajar, baik di dalam maupun di luar negeri, bagi guru dan kepala
sekolah yang mempunyai prestasi. Pelaksanaan pendidikan lanjut
ini akan menghasilkan guru-guru pembina dan kepala sekolah yang
dapat membantu guru dan kepala sekolah lain dalam upaya
pengembangan profesinya.
4) Program Magang
Program magang adalah pelatihan yang dilaksanakan di
institusi/industri yang relevan dalam rangka meningkatkan
kompetensi profesional guru dan kepala sekolah. Program magang
biasanya dilakukan untuk guru kejuruan dan dapat dilakukan selama
periode tertentu. Misalnya magang di industri otomotif dan yang
sejenisnya. Program magang dipilih sebagai alternatif pembinaan
dengan alasan bahwa keterampilan tertentu, khususnya bagi guru
18
dan kepala sekolah sekolah kejuruan memerlukan pengalaman
nyata.
5) Kemitraan Sekolah
Kegiatan kemitraan sekolah dapat dilaksanakan dengan bekerja
sama lintas institusi pemerintah atau swasta dalam keahlian tertentu.
Pelaksanaannya dapat dilakukan di sekolah atau di tempat mitra
sekolah. Kegiatan ini dipilih biasanya karena ada beberapa keunikan
atau kelebihan yang dimiliki mitra yang dapat dimanfaatkan oleh
guru dan kepala sekolah yang mengikuti pelatihan untuk
meningkatkan kompetensi profesionalnya.
6) Belajar Jarak Jauh
Belajar jarak jauh dapat dipilih sebagai cara untuk meningkatkan
keprofesian berkelanjutan tanpa menghadirkan instruktur dan
peserta pelatihan dalam satu tempat tertentu, melainkan dengan
sistem pelatihan melalui internet dan sejenisnya. Ini dilakukan
dengan pertimbangan bahwa sekolah berada di daerah terpencil
sehingga tetap dapat mengikuti pelatihan di tempat pembinaan yang
telah ditunjuk, seperti di kabupaten atau provinsi.
7) Kursus Singkat di LPTK atau Lembaga Pendidikan Lainnya
Kegiatan kursus ini dilaksanakan di LPTK atau lembaga pendidikan
lainnya dapat digunakan untuk meningkatkan kompetensi guru dan
kepala sekolah dalam beberapa kemampuan, seperti menyusun
penilaian, menyusun kurikulum baru, membuat program kerja,
19
melakukan penelitian tindakan kelas, menyusun karya ilmiah, dan
lain sebagainya.
Selain kegiatan di atas untuk mengembangkan kompetensi
yang harus dimiliki kepala sekolah juga dapat melaksanakan kegiatan
lainnya dengan cara mengikuti kegiatan seperti berikut.
1) Diskusi masalah pembelajaran dan atau pendidikan
Kegiatan ini dapat dilaksanakan secara berkala di forum
MKKS/MGMP dengan mengambil topik sesuai dengan masalah
yang dialami di sekolahnya. Melalui diskusi berkala diharapkan
kepala sekolah dapat memecahkan masalah yang dihadapi berkaitan
dengan proses pembelajaran maupun manajerial kepala sekolah
ataupun masalah peningkatan kompetensi dan pengembangan
karirnya.
2) Seminar
Mengikuti kegiatan seminar dapat sebagai alternatif pembinaan
berkelanjutan profesi kepala sekolah dalam meningkatkan
kompetensinya. Kegiatan ini memberikan peluang kepada kepala
sekolah untuk berinteraksi secara ilmiah dengan teman seprofesinya
berkaitan dengan hal-hal terkini dalam upaya peningkatan kualitas
pendidikan.
3) Workshop
Workshop dilakukan untuk menghasilkan produk yang bermanfaat
bagi pembelajaran, peningkatan kompetensi maupun pengembangan
20
karier kepala sekolah. Workshop dapat dilakukan misalnya dalam
kegiatan menyusun kurikulum sekolah, analisis kurikulum,
pengembangan alat penilaian, pembuatan RKS, meningkatkan
kompetensi supervisi, dan sebagainya.
4) Penelitian
Penelitian dapat dilakukan kepala sekolah dalam bentuk penelitian
tindakan kelas atau penelitian tindakan sekolah, penelitian
eksperimen, penelitian pengembangan, dan jenis yang lain dalam
rangka peningkatan mutu pendidikan.
Dari berbagai cara yang dapat ditempuh untuk mengembangkan
kompetensi guru dan kepala sekolah, cara workshop/lokakarya dipilih dan
akan diuraikan lebih lengkap pada karya ilmiah ini.
d. In-On-In-On Plus TB
Kegiatan In-On-In-On Plus TB atau kepanjangan dari In-Service
Learning (ISL), On-Service Learning (OSL), In-Service Learning (ISL)
On-Service Learning (OSL) Pendampingan Langsung Bersiklus,
Terprogram dan Berkelanjutan adalah merupakan salah satu model
pengembangan dari workshop in-on-in yang sudah ada dan sering
dipakai. Kegiataan ini merupakan salah satu model peningkatan
kompetensi kepala sekolah/guru yang cara pelaksanaannya dengan
mengkombinasikan antara kegiatan workshop dan praktek di lapangan
yang mendapatkan pendampingan dari pengawas secara langsung,
21
bersiklus, terprogram dan berkelanjutan. Kegiatan In-On-In-On Plus
TB dimulai dengan ISL pertama, dimana para peserta pelatihan
diberikan materi yang berkaitan dengan topik yang akan dibahas secara
berkelompok/individu. Kegiatan tersebut juga dapat berupa pelatihan
praktik yang nantinya sebagai bekal pada kegiatan OSL.
Pada kegiatan OSL, peserta turun ke lapangan dengan
mempraktekkan materi pada kegiatan ISL, dan mencatat berbagai
temuan dan kendala untuk dibawa pada pertemuan ISL kedua. Temuan
dapat berupa ketidaksesuaian antara materi pelatihan dengan kondisi di
lapangan, maupun kendala yang dihadapai berkaitan dengan penerapan
teori/materi yang didapatkan pada ISL pertama. Pada pertemuan ISL ke
dua, peserta melaporkan kegiatannya di OSL dalam bentuk laporan
secara tertulis, maupun presentasi, baik secara individu maupun
perwakilan kelompok. Kegiatan tersebut membahas beberapa temuan,
baik di lapangan maupun kelas yang nantinya dicarikan solusinya.
Pada saat pelaksanaan di sekolah, maupun pelaporan hasil
pelaksanaan, kegiatan didampingi oleh pengawas yang menjadi
pembinanya. Demikian kegiatan dilaksanakan secara bersiklus,
sehingga nantinya kembali dari in ke on ke in dan ke on lagi. Untuk
jelasnya dapat tergambar sebagai berikut.
22
Gambar 2.1Prosedur Pelaksanaan In-On-In-On Plus TB
Dari gambar 2.1 tersebut, maka kegiatan model tersebut
memerlukan waktu yang tidak sebentar sehingga kegiatan dapat berjalan
dengan baik. Untuk itu, penyelenggara harus mempertimbangkan dengan
matang apabila akan melaksanakan dengan model tersebut.
Ada beberapa kelebihan dan kekurangan dalam pelaksanaan In-On-
In-On Plus TB. Kelebihannya antara lain lebih aplikatif dan langsung
dapat dirasakan manfaatnya. Selain itu peserta dapat langsung mengetahui
kelemahan yang ada untuk dicarikan solusinya. Kekurangannya antara lain
memerlukan waktu yang relatif lama sehingga kadangkala apabila tidak
memiliki cukup waktu akan menjadi kendala. Dari beberapa kelebihan dan
kekurangan tersebut dapat digunakan sebagai pertimbangan dalam
Pendam
pinganPengawas
ISL KE 1 Pemberian materiberkaitan dengan supervisi
akademik secarabersamaan oleh pengawas
OSL KE 1
Pelaksanaan supervisiakademik dengan
didampingipengawas/peneliti di
sekolahnya
ISL KE 2 Pemaparan hasilsupervisi akademik dengan
teman kepala sekolahlainnya didampingi
pengawas
OSL KE 2
Pelaksanaan supervisiakademik dengan
didampingipengawas/peneliti di
sekolahnya
menentukan suatu model kegiatan. Kelebih
terlihat pada gambar berikut ini.
Kelebihan dan KekuranganMengingat
model In-On-
kegiatan workshop
mudah dicapai. Hal tersebut
dipraktikkan pada kegiatan nyata.
2. Hakikat Kompetensi S
a. Pengertian Kompetensi
Secara umum pengertian kompetensi adalah karakteristik dasar
yang dapat dihubungkan dengan peningkatan kinerja individu
yang terdiri dari pengetahuan (
Materi pelatihan langsung dapatdiaplikasikan di lapangan/sekolah
Peserta masih mempunyai motivasiuntuk mempraktikan hasil pelatihan
Hasil pelatihan langsung dapatdiketemukan kekuatan dan
kelemahannya
Penyelenggara dapat dengan cepatmengetahui daya serap peserta pada
tataran aplikasi
Tingkat kemanfaatannya lebihbanayak dirasakan
KELEBIHAN
menentukan suatu model kegiatan. Kelebihan dan kekurangan seperti
at pada gambar berikut ini.
Gambar 2.2
Kelebihan dan Kekurangan In-On-In-On Plus TBMengingat lebih banyak kelebihan dibanding kelemahan
-In-On Plus TB ini patut untuk diujicobakan pada berbagai
workshop di berbagai instansi sehingga tujuan kegiatan akan
mudah dicapai. Hal tersebut karena materi yang diterima langsung
an pada kegiatan nyata.
Kompetensi Supervisi Akademik Kepala Sekolah
Pengertian Kompetensi
Secara umum pengertian kompetensi adalah karakteristik dasar
yang dapat dihubungkan dengan peningkatan kinerja individu
yang terdiri dari pengetahuan (knowledge), keterampilan (
Materi pelatihan langsung dapatdiaplikasikan di lapangan/sekolah
Peserta masih mempunyai motivasiuntuk mempraktikan hasil pelatihan
Hasil pelatihan langsung dapatdiketemukan kekuatan dan
kelemahannya
Penyelenggara dapat dengan cepatmengetahui daya serap peserta pada
tataran aplikasi
Tingkat kemanfaatannya lebihbanayak dirasakan
Peserta dituntut memiliki keterampilanyang lebih, tidak sekedar mengikuti, namun
juga harus dapat mempraktikkan
Peserta/penyelenggara harus memilikilokasi untuk dapat mempaktikan hasil
pelatihan
Tidak dapat dilakukan untuk semuakalangan muda sampai peserta
dewasa
Memerlukan waktu, dan tenaga, bahkan kadangkala beaya yang lebih
banyak
KELEBIHAN KEKURANGAN
23
an dan kekurangan seperti
Plus TBdibanding kelemahannya, maka
ini patut untuk diujicobakan pada berbagai
si sehingga tujuan kegiatan akan
yang diterima langsung
upervisi Akademik Kepala Sekolah
Secara umum pengertian kompetensi adalah karakteristik dasar
yang dapat dihubungkan dengan peningkatan kinerja individu atau tim,
), keterampilan (skill), dan
Peserta dituntut memiliki keterampilanyang lebih, tidak sekedar mengikuti, namun
juga harus dapat mempraktikkan
Peserta/penyelenggara harus memilikilokasi untuk dapat mempaktikan hasil
pelatihan
Tidak dapat dilakukan untuk semuakalangan muda sampai peserta
dewasa
Memerlukan waktu, dan tenaga, bahkan kadangkala beaya yang lebih
banyak
KEKURANGAN
24
kemampuan (abilities). Kompetensi mendasari pada seseorang dan
menunjukkan cara-cara bertindak, berpikir, atau menggeneralisasikan
situasi secara layak dalam jangka panjang. Kompetensi merupakan
bagian dari kepribadian seseorang yang telah tertanam dan berlangsung
lama dan dapat memprediksi perilaku dalam berbagai tugas dan situasi
kerja. Dalam pembelajaran biasanya pengertian kompetensi
dihubungkan dengan guru, atau kepala sekolah.
Pengertian kompetensi kepala sekolah dapat diartikan sebagai
kemampuan dasar bagi seorang kepala sekolah dalam menguasai
pengetahuan, keterampilan, nilai, dan sikap yang direfleksikan dalam
kebiasaan berfikir dan bertindak dalam menjalankan tugas dan
kewajibannya sebagai seorang kepala di sekolahnya.
Dalam Undang-Undang Republik Indonesia nomor 14 tahun
2005 tentang guru dan dosen pengertian kompetensi adalah
seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang harus dimiliki,
dihayati, dan dikuasai oleh guru atau dosen dalam melaksanakan tugas
keprofesionalannya. Hal tersebut selaras dengan Peraturan Pemerintah
nomor 74 tahun 2008 pasal 3 ayat 1, yaitu kompetensi guru meliputi
tiga hal yang berkaitan dengan pengetahuan, keterampilan, dan
perilaku, dan ketiganya harus dimiliki, dihayati dan dikuasai oleh guru
dalam menjalankan tugasnya.
Ada lima tipe karakteristik kompetensi. Kelima tipe itu
dijelaskan sebagai berikut.
25
1) Motif-motif (motives), yaitu sesuatu yang secara konsisten
dipikirkan dan diinginkan, yang menyebabkan tindakan.
2) Ciri-ciri (traits), karakteristik fisik dan respon-respon yang
konsisten terhadap situasi atau informasi.
3) Konsep diri (self-concept), sikap-sikap, nilai-nilai atau gambaran
tentang diri sendiri seseorang.
4) Pengetahuan (knowledge), informasi yang dimiliki seseorang
dalam area spesifik tertentu.
5) Keterampilan (skill), kecakapan seseorang untuk menampilkan
tugas fisik atau tugas mental tertentu.
Dari kelima karakteristik tersebut, dapat dikelompokkan pada
dua level kompetensi, yaitu yang dapat dilihat dan dikembangkan,
disebut permukaan (surface), seperti pengetahuan dan keterampilan,
dan bagian yang tidak dapat dilihat dan sulit dikembangkan disebut
sebagai sentral atau inti kepribadian (core personality), seperti sifat-
sifat, motif, sikap dan nilai-nilai. Kompetensi diperlukan dalam rangka
melaksanakan tugas keprofesiannya. Profesi berhubungan dengan
pekerjaan, atau mata pencaharian seseorang. Sudarwan (2002:23)
mendefinisikan profesionalisme adalah komitmen para anggota suatu
profesi untuk meningkatkan kemampuan profesionalnya dan secara
terus-menerus mengembangkan strategi-strategi yang digunakannya
dalam melakukan pekerjaan sesuai dengan profesinya. Pendapat lain
dikemukakan oleh Freidson (1970) dalam Sagala (2002:199) yang
26
mengemukakan bahwa profesionalisme adalah “sebagai komitmen
untuk ide-ide professional dan karir”. Pendapat lain disempurnakan
oleh Surya (2007:214) bahwa profesionalisme merupakan sebutan
yang mengacu pada sikap mental dalam bentuk komitmen dari para
anggota suatu profesi untuk senantiasa mewujudkan dan meningkatkan
kualitas profesionlnya. Dari uraian tersebut maka kompetensi
merupakan prasyarat untuk dapat melaksanakan tugas profesinya
secara profesional.
b. Pengertian Supervisi
Supervisi berasal dari dua kata, yaitu super dan vision. Super
artinya atas atau lebih, sedangkan vision artinya lihat/tilik atau awasi.
Kalau dipadukan dua kata tersebut terkandung arti bahwa seorang
supervisor mempunyai kedudukan atau posisi lebih dari orang yang
disupervisi yang tugasnya adalah melihat, menilik atau mengawasi
orang-orang yang disupervisi (Amatembun,1981:1). Kegiatan supervisi
dilakukan dalam bentuk kepengawasan.
Pengertian supervisi lain adalah usaha dari petugas-petugas
sekolah dalam memimpin guru dan petugas lainnya dalam
memperbaiki pengajaran, termasuk menstimulasi, menyeleksi
pertumbuhan jabatan dan perkembangan guru-guru serta merevisi
tujuan-tujuan pendidikan, bahan pengajaran dan metode serta evaluasi
pengajaran (Sahertian 2000:17). Lebih lanjut Mantja (2007:73)
27
mengatakan bahwa supervisi diartikan sebagai kegiatan supervisor
(jabatan resmi) yang dilakukan untuk perbaikan proses belajar
mengajar. Pengertian supervisi diperbaharui oleh Sutjiaputra (2008:24)
sebagai bantuan dalam pengembangan situasi belajar mengajar agar
memperoleh kondisi yang lebih baik. Meskipun tujuan akhirnya tertuju
pada hasil belajar siswa, namun yang diutamakan dalam supervisi
adalah bantuan kepada guru. Ada dua tujuan yang harus diwujudkan
oleh supervisi, yaitu perbaikan (guru dan murid) dan peningkatan mutu
pendidikan. Dari beberapa pendapat tersebut maka dapat ditarik
kesimpulan bahwa kegiatan supervisi selalu dilakukan oleh orang yang
dianggap lebih mengatahui kepada orang yang lain untuk membantu
dan memperbaiki kinerjanya dalam rangka mencapai tujuan yang lebih
baik.
Kegiatan supervisi dapat dilakukan di berbagai bidang, seperti
perdagangan, pemerintahan, perindustrian, dan salah satu di antaranya
dalam bidang pendidikan. Supervisi pendidikan adalah kegiatan yang
dilakukan dalam bentuk pembinaan ke arah perbaikan situasi
pendidikan, yang berupa bimbingan atau tuntunan perbaikan situasi
pendidikan, termasuk pengajaran pada umumnya dan peningkatan
mutu mengajar dan belajar pada khususnya. Pengertian tersebut
meliputi kegiatan guru, kepala sekolah, maupun tenaga kependidikan
lainnya, dalam mendukung proses pembelajaran.
28
Siswanto (2002) menyebutkan beberapa prinsip umum dalam
supervisi diantaranya adalah supervisi merupakan bagian terpadu dari
program pendidikan yang berbentuk kerja sama dan kelompok.
1) Seluruh tenaga pendidik dan tenaga kependidikan di sekolah
membutuhkan serta terkait dengan supervisi. Oleh karena itu,
supervisi hendaknya memberi keuntungan bagi seluruh tenaga
pendidik dan tenaga kependidikan dalam pengembangan proses
pembelajaran, serta pelaksanaan administrasi sekolah.
2) Supervisi hendaknya membantu menjelasakan tujuan dan sasaran
pendidikan dan membimbing implementasinya dalam pembelajaran,
yang didukung dengan administrasi yang memadai.
3) Supervisi hendaknya membantu sikap dan hubungan manusiawi
antar komponen yang ada di sekolah dan mendorong
berkembangnya hubungan masyarakat yang lebih efektif.
c. Fungsi Supervisi
Dalam kegiatannya, supervisi mempunyai beberapa fungsi.
Menurut Gregorio (1966) dalam buku Metode dan Teknik Supervisi
(Depdiknas 2008:6) ada lima fungsi utama supervisi, yaitu sebagai
inspeksi, penelitian, pelatihan, bimbingan dan penilaian. Dari kelima
fungsi tersebut dapat diuraikan sebagai berikut.
1) Fungsi inspeksi berperan dalam mempelajari keadaan dan kondisi
sekolah, dan pada lembaga terkait, maka tugas seorang supevisor
29
antara lain berperan dalam melakukan penelitian mengenai keadaan
sekolah secara keseluruhan baik pada guru, siswa, kurikulum tujuan
belajar maupun metode mengajar. Sasaran inspeksi adalah
menemukan permasalahan dengan cara melakukan observasi,
interview, angket, pertemuan-pertemuan, dan daftar isian.
2) Fungsi penelitian adalah mencari jalan keluar dari permasalahan
yang berhubungan dengan tugas yang sedang dihadapi, dan
penelitian ini dilakukan sesuai dengan prosedur ilmiah, yakni
merumuskan masalah yang akan diteliti, mengumpulkan data,
mengolah data, dan melakukan analisa guna menarik suatu
kesimpulan atas apa yang berkembang dalam menyusun strategi
keluar dari permasalahan di atas.
3) Fungsi pelatihan merupakan salah satu usaha untuk meningkatkan
keterampilan guru/kepala sekolah dalam suatu bidang. Dalam
pelatihan diperkenalkan kepada guru cara-cara baru yang lebih
sesuai dalam melaksanakan suatu proses pembelajaran, dan jenis
pelatihan yang dapat dipergunakan antara lain melalui demonstrasi
mengajar, workshop, seminar, observasi, individual, dan group
conference, serta kunjungan supervisi.
4) Fungsi bimbingan sendiri diartikan sebagai usaha untuk mendorong
guru baik secara perorangan maupun kelompok agar mereka mau
melakukan berbagai perbaikan dalam menjalankan tugasnya.
Kegiatan bimbingan dilakukan dengan cara membangkitkan
30
kemauan, memberi semangat, mengarahkan dan merangsang untuk
melakukan percobaan, serta membantu menerapkan sebuah
prosedur mengajar yang baru.
5) Fungsi penilaian adalah untuk mengukur tingkat kemajuan yang
diinginkan, seberapa besar telah dicapai dan penilaian ini dilakukan
dengan berbagai cara, seperti tes, penetapan standar, penilaian
kemajuan belajar siswa, melihat perkembangan hasil penilaian
sekolah serta prosedur lain yang berorientasi pada peningkatan
mutu pendidikan.
d. Kompetensi Kepala Sekolah
Pada Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 13 Tahun
2007 tentang Standar Kepala Sekolah/Madrasah, ada 5 dimensi
kompetensi yang harus dimiliki seorang kepala sekolah. Kompetensi
tersebut mencakup kompetensi kepribadian, kompetensi manajerial,
kompetensi kewirausahaan, kompetensi supervisi, dan kompetensi
sosial. Dari dimensi kompetensi tersebut, terbagi menjadi
subkompetensi yang terdiri dari kompetensi kepribadian berjumlah 6,
kompetensi manajerial berjumlah 16, kompetensi kewirausahaan
berjumlah 5, kompetensi supervisi berjumlah 3, dan kompetensi sosial
berjumlah 3 subkompetensi.
31
Dari semua kompetensi tersebut di atas, kompetensi yang akan
diuraikan hanya pada kompetensi supervisi yang meliputi hal-hal
berikut.
1) Merencanakan program supervisi akademik dalam rangka
peningkatan profesionalisme guru.
2) Melaksanakan supervisi akademik terhadap guru dengan
menggunakan pendekatan dan teknik supervisi yang tepat.
3) Menindaklanjuti hasil supervisi akademik terhadap guru dalam rangka
peningkatan profesionalisme guru.
Dalam kegiatan di sekolah, kepala sekolah melakukan dua kegiatan
supervisi, yaitu supervisi manajerial dan supervisi akademik.
a) Supervisi manajerial adalah kegiatan pemantauan dan pembinaan
terhadap pelaksanaan, pengelolaan dan administrasi di sekolah. Fokus
supervisi ini ditujukan pada pelaksanaan manajemen sekolah, yang
antara lain meliputi: 1) manajemen kurikulum dan pembelajaran, 2)
kesiswaan, 3) sarana dan prasarana, 4) ketenagaan, 5) keuangan, 6)
hubungan sekolah dengan masyarakat, dan 7) layanan khusus.
Fungsi supervisi manajerial adalah untuk mendorong berbagai
unsur yang mendukung dan terkait dengan layanan pembelajaran.
Tujuannya supaya delapan layanan pendidikan dapat dilaksanakan
dengan efektif, dan menghasilkan mutu pendidikan secara maksimal.
b) Supervisi akademik adalah serangkaian kegiatan membantu guru
mengembangkan kemampuannya mengelola proses pembelajaran
32
untuk mencapai tujuan pembelajaran. Makna supervisi akademik
bukan menilai kinerja guru dalam mengelola proses pembelajaran, tapi
bertujuan membantu guru mengembangkan kemampuan
profesionalismenya. Kegiatannya dapat berupa membantu guru
mengembangkan kompetensinya, mengembangkan kurikulum,
mengembangkan kelompok kerja guru, dan membimbing penelitian
tindakan kelas. Dalam Permenpan RB nomor 16 tahun 2009 tentang
Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya, kegiatan supervisi
akademik antara lain membantu guru dalam hal 1) menyusun
kurikulum pembelajaran pada satuan pendidikan; 2) menyusun silabus
pembelajaran; 3) menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran; 4)
melaksanakan kegiatan pembelajaran; 5) menyusun alat ukur/soal
sesuai mata pelajaran; 6) menilai dan mengevaluasi proses dan hasil
belajar pada mata pelajaran yang diampunya; 7) menganalisis hasil
penilaian pembelajaran; 8) melaksanakan pembelajaran/perbaikan dan
pengayaan dengan memanfaatkan hasil penilaian dan evaluasi; 9)
melaksanakan pengembangan diri; dan 10) membuat publikasi ilmiah
dan karya inovatif.
Dalam kegiatan supervisi akademik, rangkaian kegiatan
membantu guru mengembangkan kemampuannya mengelola proses
pembelajaran, dan menilai unjuk kerja guru dalam mengelola proses
pembelajaran merupakan salah satu kegiatan yang tidak bisa
dihindarkan prosesnya (Sergiovanni 1987:36). Penilaian unjuk kerja
33
guru dalam mengelola proses pembelajaran sebagai suatu proses
pemberian estimasi kualitas unjuk kerja guru dalam mengelola proses
pembelajaran, merupakan bagian integral dari serangkaian kegiatan
supervisi akademik. Apabila supervisi akademik merupakan
serangkaian kegiatan membantu guru mengembangkan
kemampuannya, dalam pelaksanaannya terlebih dahulu perlu diadakan
penilaian kemampuan guru sehingga bisa ditetapkan aspek yang perlu
dikembangkan dan cara mengembangkannya.
Ada tiga konsep pokok (kunci) dalam pengertian supervisi
akademik.
1) Kegiatan supervisi akademik harus secara langsung mempengaruhi
dan mengembangkan perilaku dan persepsi guru dalam mengelola
proses pembelajaran. Kegiatan supervisi akademik jangan
diasumsikan secara sempit, hanya ada satu cara terbaik yang bisa
diaplikasikan dalam semua kegiatan pengembangan perilaku guru.
Tidak ada satupun perilaku supervisi akademik yang baik dan cocok
bagi semua guru (Glickman 1981:36). Jadi, tingkat kemampuan,
kebutuhan, minat, dan kematangan profesional serta karakteristik
personal guru lainnya harus dijadikan dasar pertimbangan dalam
mengembangkan dan mengimplementasikan program supervisi
akademik.
2) Perilaku supervisor dalam membantu guru mengembangkan
kemampuannya harus didesain secara benar sehingga jelas waktu
34
mulai dan berakhirnya program pengembangan tersebut. Desain
tersebut terwujud dalam bentuk program supervisi akademik yang
mengarah pada tujuan tertentu. Oleh karena supervisi akademik
merupakan tanggung jawab bersama antara supervisor dan guru,
alangkah baiknya jika programnya didesain bersama antara
supervisor dan guru.
3) Tujuan akhir supervisi akademik adalah agar guru semakin mampu
memfasilitasi belajar bagi murid-muridnya.
e. Kompetensi Supervisi Akademik Kepala Sekolah
Kepala sekolah adalah seorang guru yang diberi tugas tambahan
sebagai kepala sekolah. Selain bertugas sebagai guru yang mengajar,
kepala sekolah mempunyai tiga tugas pokok meliputi tugas supervisi,
manajerial, dan kewirausahaan.
Kepala sekolah berasal dari dua kata, yaitu kepala dan sekolah.
Kata kepala dapat diartikan ketua atau pemimpin dalam suatu organisasi
atau sebuah lembaga. Sekolah adalah sebuah lembaga tempat terjadinya
proses pembelajaran. Jadi, secara umum kepala sekolah dapat diartikan
pemimpin sekolah atau suatu lembaga tempat terjadinya proses
pembelajaran. Wahjosumidjo (2002:83) mengartikan bahwa kepala
sekolah adalah seorang tenaga fungsional guru yang diberi tugas untuk
memimpin suatu sekolah dimana diselenggarakan proses belajar
mengajar, atau tempat terjadinya interaksi antara guru yang memberi
35
pelajaran dan murid yang menerima pelajaran. Sementara Rahman
(2006:106) mengungkapkan bahwa kepala sekolah adalah seorang guru
(jabatan fungsional) yang diangkat untuk menduduki jabatan struktural
(kepala sekolah) di sekolah. Dari pendapat tersebut maka dapat
disimpulkan bahwa seorang kepala sekolah pada dasarnya adalah seorang
guru yang mendapat tugas lain untuk memimpin dalam suatu organisasi
yang bernama sekolah.
Dalam perspektif kebijakan pendidikan nasional (Depdiknas 2008),
terdapat tujuh peran utama kepala sekolah, yaitu sebagai (1) educator
(pendidik), (2) manajer, (3) administrator, (4) supervisor (penyelia), (5)
leader (pemimpin), (6) pencipta iklim kerja, dan (7) wirausahawan. Dari
ketujuh peran kepala sekolah tersebut, dapat dikelompokkan menjadi tiga
tugas yang terurai sebagai berikut.
1) Tugas Supervisi
Tugas supervisi dilakukan terhadap kinerja guru, laboran, pustakawan,
dan staf tata usaha. Kegiatan tersebut bertujuan untuk menjamin agar
kinerja mereka selalu terpantau dan bekerja dengan baik sehingga
proses pembelajaran dapat berlangsung dengan baik, dan hasil
pendidikan dapat maksimal. Kegiatannya meliputi membuat
perencanaan, pelaksanaan, dan tindak lanjut supervisi. Kegiatan
supervisi pelaksanannya melalui tindakan kunjungan kelas, bertatap
muka dan berbicara dengan guru, peserta didik, dan orang tua,
mengikuti perkembangan masyarakat di sekolah, dan segala peristiwa
36
yang terjadi berkaitan dengan pendidikan dalam rangka melaksanakan
tanggungjawabnya (Olivia, 1992).
2) Tugas Manajerial
Kegiatan manajerial berkaitan dengan mengelola berbagai sumber yang ada
di sekolah sehingga semua sumber daya dapat dimanfaatkan secara optimal
untuk mencapai tujuan pendidikan yang telah diprogramkan. Berbagai
sumber di sekolah, seperti guru, perpustakaan, laboratorium, bengkel,
ketatausahaan, komite sekolah, sarana prasarana, mapun pendanaan dari
pemerintah, masyarakat, maupun sumber lain. Kegiatan manajerial meliputi
penyusunan perencanaan, pengelolaan, dan pelaporan komponen delapan
standar pendidikan seperti yang terdapat dalam peraturan daerah, peraturan
menteri, peraturan pemerintah, dan undang-undang yang berkaitan dengan
pendidikan.
3) Tugas Kewirausahaan
Tugas yang ketiga ini bertujuan agar sekolah yang dipimpinnya memiliki
sumber daya dan dana yang mampu mendukung jalannya kegiatan di
sekolah, dan agar semua warga sekolah mempunyai budaya perilaku
wirausaha, utamanya pada para siswanya.
3. Hakikat Persepsi
a. Pengertian Persepsi
Pengertian persepsi menurut Bootzin dkk. (1986:625) adalah
perasaan, pikiran dan niat orang yang mempengaruhi perilaku mereka.
37
Pendapat senada dikemukakan oleh Westen (1992:111) bahwa persepsi
merupakan proses yang terkait erat yang diorganisasi dan ditafsirkan
otak. Dalam hal ini persepsi sebagai proses aktif yang
mengorganisasikan dan menafsirkan sensasi yang mengarah pada
proses, dan organ-organ indera tubuh membentuk informasi tentang
lingkungannya. Pendapat tersebut dikuatkan oleh Fielman (1999:126)
bahwa persepsi adalah proses konstruktif dimana kita menerima
stimulus yang ada dan berusaha memahami. Moskowitz dan Ogel
(dalam Walgito, 2003:54) memperjelas pengertian persepsi yang
merupakan proses integrasi dari individu terhadap stimulus yang
diterimanya. Dan disempurnakan oleh Passer dan Smith (2004:110)
bahwa persepsi merupakan apa yang indera beritahu terhadap proses
aktif dalam mengorganisasikan masukan stimulus dan menghasilkan
makna.
Dari pendapat di atas maka dapat dsimpulkan bahwa persepsi
merupakan proses pengorganisasian, penginterpretasian dan mengolah
informasi dari lingkungan terhadap stimulus yang diterima oleh
organisme atau individu melalui alat indra dan diteruskan ke otak
sehingga merupakan sesuatu yang berarti dan merupakan aktivitas
yang terintegrasi dalam diri individu yang menghasilkan suatu
tindakan. Persepsi berupa tanggapan langsung tentang sesuatu objek
yang menimbulkan tindakan.
38
b. Aspek-aspek yang Mempengaruhi Persepsi
Beberapa ahli menyebutkan beberapa aspek yang dapat
mempengaruhi persepsi. Shaw (1987:16) menyebutkan bahwa terdapat
dua faktor yang menjadi syarat berlangsungnya suatu persepsi yaitu,
variabel struktural dan variabel horizontal. Variabel struktural atau
faktor situasional berasal dari sifat rangsang fisik dan efek-efek syaraf
yang ditimbulkan oleh sistem syaraf individu (neurofisiologic process).
Variabel horizontal atau fungsional berasal dari dalam diri si pengamat
(perseptor), seperti kebutuhan (needs), suasana hati (mood),
pengalaman masa lampau dan sifat-sifat individual lainnya termasuk
yang disebut sebagai faktor personal. Variabel struktural seperti
intensitas, frekuensi, dan jumlah rangsang pada dasarnya sama dengan
rangsang eksternal yang menunjuk pada keadaan rangsang luar yang
dipersepsi.
Westen (1992:154) menggambarkan aspek-aspek persepsi
berupa (1) organisasi, (2) interpretasi, dan (3) atensi. Persepsi
mengorganisasikan rangkaian berkesinambungan pada sensasi menjadi
unit-unit bermakna. Dalam organisasi, persepsi memerlukan interpretasi
informasi yang diorganisasikan, sedangkan atensi itu melibatkan proses
memori, pikiran, kesadaran, motivasi dan emosi. Westen juga
menyebutkan prinsip-prinsip bentuk persepsi yang melibatkan teori
psikologi “Gestalt” berupa kesamaan, kedekatan, kesinambungan,
kesederhanaan, dan penutupan. Kesamaan berarti pemikiran mengarah
39
pada elemen-elemen sejenis menjadi satu dalam pemahaman, kedekatan
berarti sesuatu yang hampir sama, sedangkan berkesinambungan
merupakan proses pengertian dalam mengorganisasikan stimulus pada
pola yang berkelanjutan. Kesederhanaan adalah memahami pola-pola
yang mudah, dan penutupan berarti memahami objek secara lengkap.
Lebih lanjut, Smeets dan Brenner (1995:19) menghubungkan
persepsi dan tindakan yang didasarkan informasi visual yang sama. Ada
perbedaan antara aspek posisi dan kecepatan dalam memahami
informasi. Adapun Ivry dan Hazeltine (1995:8) menghubungkan
persepsi dan hasil terhadap mekanisme. Ternyata tugas-tugas persepsi
dan hasil sulit menggunakan mekanisme waktu yang sama. Pada
variabel fungsional, rangsang dari dalam diri individu yang
mempersepsi merupakan faktor penentu dalam membuat keputusan
untuk berbuat atau tidak. Jadi faktor fungsional inilah yang dapat
menyebabkan perbedaan persepsi pada setiap orang terhadap objek
yang sama. Penentu persepsi bukan dari jenis dan bentuk rangsangnya,
tetapi karakteristik dari orang yang memberikan respon pada rangsang
tersebut. Karena itu persepsi bersifat selektif secara fungsional, yakni
objek yang memenuhi, dan subjek yang melakukan persepsi. Dari
berbagai kepala sekolah tentu akan muncul pula persepsi yang berbeda-
beda. Perbedaan persepsi ini bukan dikarenakan faktor tugas yang
diberikan, melainkan juga dari sudut pandang yang dipengaruhi oleh
40
pengalaman, motivasi, serta situasi saat orang tersebut
mempersepsikannya.
Dari beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa
persepsi memiliki aspek-aspek terkait yang kompleks yang melibatkan
aspek-aspek psikologi tertentu seperti tindakan, organisasi, interpretasi,
atensi dan “Gestalt prinsip”. Di samping itu persepsi juga memerlukan
aspek-aspek biologi seperti sistem syaraf sensoris dan otak dalam
mengorganisasikan dan menafsirkan informasi. Dengan demikian
aspek-aspek psikologi dan biologi dalam persepsi membentuk suatu
rangkaian peristiwa terpadu dari masukan/stimulus, proses, dan
hasil/respon sebagai suatu sistem mekanisme informasi dan
pengetahuan yang mempengaruhi tindakan dan perilaku manusia.
c. Hubungan Persepsi dengan Pelaksanaan Tugas
Persepsi mempengaruhi sikap guru dan kepala sekolah dalam
melaksanakan tugasnya. Persepsi juga mempengaruhi sikap dalam
menyiapkan tugas yang akan dilakukan. Sikap sangat menentukan
motivasi bekerja sehingga persepsi kepala sekolah terhadap supervisi
akademik akan sangat berpengaruh pada persiapan maupun pelaksanaan
kegiatan tersebut. Begitu juga persepsi guru akan memberikan
konstribusi positif dalam melaksanakan pembelajaran, sikap dan
motivasi yang positif yang akan mempengaruhi keberhasilan proses
pembelajaran, sedangkan sikap dan motivasi yang negatif akan
menghambatnya.
41
Sears (1987:53) mengatakan bahwa terdapat lima prinsip dasar
tentang persepsi, yaitu (1) persepsi cenderung relatif dan bukan mutlak,
(2) selektif, (3) mempunyai tatanan, (4) dipengaruhi oleh harapan dan
kesiapan, dan (5) persepsi seseorang atau kelompok dapat jauh berbeda
dengan persepsi orang atau kelompok lain sekalipun situasinya sama.
Dengan demikian, konsep dasar persepsi berhubungan erat dengan
kesanggupan melaksanakan tugas yang didasari dengan harapan dan
kesiapan. Dari kesanggupan tersebut akan mempermudah seseorang
mencapai keberhasilan. Hal ini akan terjadi pula pada diri kepala
sekolah dalam melaksanakan supervisi baik akademik maupun
manajerial.
Berdasarkan uraian di atas dapat dirumuskan bahwa persepsi
kepala sekolah dan guru yang bersifat positif akan mempengaruhi
keberhasilan tugasnya dalam mengelola sekolah, maupun pembelajaran,
sedangkan persepsi kepala sekolah dan guru yang bersifat negatif akan
menghambat pengelolaan sekolah dan pembelajaran yang berakibat
gagalnya usaha untuk meningkatkan kualitas pendidikan di sekolahnya.
B. Penelitian yang Relevan
Ada beberapa penelitian yang relavan dengan penelitian ini, seperti
yang dilakukan Utomo pengawas dari Kendal dengan judul “Upaya
Peningkatan Kinerja KS dalam Supervisi Akademik melalui Bimbingan
Terprogram di Sekolah Binaan pada Semester Gasal Tahun 2011/2012”.
Pada penelitian tersebut ada peningkatan sekitar 8 kali dari kondisi awal.
42
Penelitian yang dilakukan oleh Santoso dengan judul “Peningkatan
Keterampilan Mengelola Kelas melalui Supervisi Klinis pada Guru Kelas
VI/A dan Guru Kelas VI/B di SD Negeri Rejowinangun Semester I Tahun
2011/2012” dengan hasil adanya peningkatan kemampuan guru dalam
pengelolaan kelas sebesar 12%, yaitu dari 74% menjadi 86%.
Pada penelitian yang dilakukan oleh Hari Kartini Setyawati,
pengawas dari Banyumas dengan judul “Optimalisasi Kemampuan Guru
dalam Melaksanakan Pembelajaran Berbasis Pakem melalui Supervisi
Klinis bagi Guru Kelas V (Lima) Se-Gugus Puntadewa Unit Pendidikan
Kecamatan Somagede” dengan hasil adanya peningkatan skor proses
pembelajaran dari 49 menjadi 67 pada siklus 1, dan 78 pada siklus 2
sehingga total kenaikan sebesar 29%. Proses supervisi klinis dengan
partisipasi aktif pengawas dari kondisi awal belum dilaksanakan (0),
menjadi dilaksanakan dengan skor keberhasilan 18 pada siklus 1 dan 29
pada siklus 2 sehingga total kenaikan 96%.
Penelitian yang dilakukan Waluyo dengan judul “Optimalisasi
Kemampuan Kepala Sekolah dalam Menyusun Kurikulum Sekolah
Menggunakan Workshop Terprogram bagi Kepala Sekolah Swasta Binaan
Se Kabupaten Temanggung Semester Satu Tahun Pelajaran 2012/2013”
dapat meningkatkan kemampuan menyusun kurikulum sebesar 39,8 dari
50,2 menjadi 90. Peningkatan tersebut terjadi dari kondisi prasiklus
sebesar 50,2, meningkat pada siklus pertama sebesar 68, dan pada siklus
kedua menjadi 90.
43
C. Kerangka Berpikir
Untuk memudahkan alur dalam menjawab permasalahan pada
penelitian ini, maka disusun kerangka berpikir. Hal tersebut akan
membantu logika untuk mengurai dan mencari solusi dan cara
pemecahannya. Dalam penelitian ini kerangka berpikir dari sebelum
tindakan, tindakan, dan setelah tindakan serta cara pemecahannya baik
pada siklus satu maupun siklus kedua adalah seperti pada gambar 2.3
sebagai berikut.
Gambar 2.3Kerangka Berpikir Penelitian
In-On-In-On Plus TB
Partisipatif
Dilatih danDidampingi
Direktif
Kompetensi
dan Persepsi“Supermik”
Rendah
Kompetensidan Persepsi
“Supermik”Tinggi
44
Dari gambar 2.3 tersebut, persepsi dan kompetensi supervisi
akademik kepala sekolah yang sebelum melakukan kegiatan workshop
masih rendah, dan belum sesuai dengan yang diharapkan maka dengan
mengikuti In-On-In-On Plus, akan meningkat, bahkan dapat lebih tinggi
dari yang diharapkan.
D. Hipotesis Tindakan
Berdasarkan berbagai teori dan referensi yang ada, maka peneliti
menyusun hipotesis tindakan untuk dicari pembuktianya. Dalam penelitian
ini ada dua hipotesis tindakan yang akan dibuktikan sebagai berikut.
1. Ada peningkatan kompetensi supervisi akademik kepala sekolah
setelah diberikan In-On-In-On Plus TB di Kabupaten Temanggung
sebesar 80.
2. Ada perubahan persepsi yang lebih baik kepala sekolah binaan
terhadap pelaksanaan supervisi akademik setelah diberikan In-On-In-
On Plus TB.