bab ii - · pdf fileuntuk itu, penyelenggara harus ... konsep diri (self-concept),...

35
10 BAB II LANDASAN TEORI DAN HIPOTESIS TINDAKAN A. Landasan Teori 1. Hakekat In-On-In-On Plus TB a. Pengertian In-On-In-On In-On-In-On merupakan jenis kegiatan pelatihan yang dilaksanakan secara bertahap meliputi in-service learning, on-service learning, in-service learning, dan on-service learning. Kegiatan ini merupakan pengembangan dari kegiatan yang umum dilakukan yaitu In-On-In Service Learning. Dalam dunia pendidikan kegiatan ini biasanya dalam program On the Job Training (OJT). McKenna (2000:213) mengatakan bahwa On the Job Training (OJT) merupakan pelatihan dalam jam kerja yang berhubungan dengan praktik-praktik kerja. Apabila dianalogikan dalam dunia pendidikan bentuk disebut On the Job Learning yang dapat dilakukan untuk guru, kepala sekolah, tenaga tata usaha, maupun pengawas sekolah. Pelatihan ini bertujuan untuk mempraktikkan segala informasi yang berkaitan tentang pembelajaran. Memperkuat pendapat tersebut Mathis (2002:25) mengemukakan bahwa bentuk pelatihan yang paling umum untuk semua tingkatan di dalam organisasi adalah pelatihan di tempat kerja yang dikenal dengan On the Job Training (OJT). Melengkapi pendapat tersebut, Sedarmayanti (2009:167) menyatakan bahwa salah satu

Upload: lelien

Post on 17-Feb-2018

222 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

10

BAB II

LANDASAN TEORI DAN HIPOTESIS TINDAKAN

A. Landasan Teori

1. Hakekat In-On-In-On Plus TB

a. Pengertian In-On-In-On

In-On-In-On merupakan jenis kegiatan pelatihan yang

dilaksanakan secara bertahap meliputi in-service learning, on-service

learning, in-service learning, dan on-service learning. Kegiatan ini

merupakan pengembangan dari kegiatan yang umum dilakukan yaitu

In-On-In Service Learning. Dalam dunia pendidikan kegiatan ini

biasanya dalam program On the Job Training (OJT). McKenna

(2000:213) mengatakan bahwa On the Job Training (OJT) merupakan

pelatihan dalam jam kerja yang berhubungan dengan praktik-praktik

kerja. Apabila dianalogikan dalam dunia pendidikan bentuk disebut On

the Job Learning yang dapat dilakukan untuk guru, kepala sekolah,

tenaga tata usaha, maupun pengawas sekolah. Pelatihan ini bertujuan

untuk mempraktikkan segala informasi yang berkaitan tentang

pembelajaran. Memperkuat pendapat tersebut Mathis (2002:25)

mengemukakan bahwa bentuk pelatihan yang paling umum untuk

semua tingkatan di dalam organisasi adalah pelatihan di tempat kerja

yang dikenal dengan On the Job Training (OJT). Melengkapi pendapat

tersebut, Sedarmayanti (2009:167) menyatakan bahwa salah satu

11

pelatihan yang diperlukan bagi karyawan dalam melaksanakan tugas

dikenal dengan In Service Training. Pelatihan In Service Training

merupakan pelatihan yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan

dalam melaksanakan pekerjaan.

Dalam bahasa umum kegiatan pelatihan dikenal dengan nama

workshop. Untuk lebih mengetahui tentang kegiatan In-On-In-On,

maka akan dipaparkan lebih lanjut berkaitan dengan workshop. Kata

workshop berasal dari bahasa Inggris yang berarti lokakarya yang

mengandung pengertian suatu acara di mana beberapa orang

berkumpul untuk memecahkan masalah tertentu dan mencari

solusinya. Sebuah lokakarya adalah pertemuan ilmiah yang kecil.

Lokakarya adalah pertemuan antara para ahli (pakar) untuk membahas

masalah praktis atau yang bersangkutan dengan pelaksanaan dalam

bidang keahliannya (Http://Bestariabadi. Blogspot. Co.Id diakses 16

Maret 2015).

Namun, kata workshop sudah sangat familier terdengar di

kalangan umum, utamanya pada kalangan akademis sehingga kata

workshop lebih sering dipakai dibandingkan dengan kata lokakarya.

Workshop atau lokakarya merupakan salah satu metode yang dapat

ditempuh pengawas dalam melakukan supervisi manajerial. Metode ini

tentunya bersifat kelompok dan dapat melibatkan beberapa kepala

sekolah, wakil kepala sekolah dan/atau perwakilan komite sekolah.

Penyelenggaraan disesuaikan dengan tujuan atau urgensinya, dan dapat

12

diselenggarakan bersama dengan pengawas maupun kepala sekolah

atau organisasi sejenis lainnya (Depdiknaas, 2008:21). Secara umum

workshop adalah suatu pertemuan antara para ahli untuk membahas

masalah praktis atau yang bersangkutan dengan pelaksanaan dalam

bidang keahliannya, atau sanggar kerjanya, dan pertemuannya bersifat

ilmiah dengan skala yang kecil. Kegiatan workshop merupakan

kegiatan yang sering dilakukan oleh berbagai kalangan dan meliputi

berbagai bidang.

Workshop biasanya terdiri dari pimpinan workshop, anggota,

dan nara sumber. Di kalangan pendidikan, kegiatan workshop sangat

sering dan bermanfaat, terlebih dengan adanya kegiatan pengembangan

keprofesian berkelanjutan (PKB). Kegiatan workshop sangat

bermanfaat sehingga banyak pihak yang sering menyelenggarakan

kegiatan tersebut. Informasi yang didapat dari workshop akan

membantu dalam menjalani suatu kegiatan yang tentunya sesuai

dengan materi yang dibahas dari workshop tersebut. Materi kegiatan

workshop biasanya ditentukan oleh lembaga yang menyelenggarakan

kegiatan, seperti forum guru biasanya membahas tentang proses

pembelajaran dan penilaian, forum kepala sekolah membahas tentang

kegiatan manajerial, kewirausahaan, maupun kegiatan supervisi kepala

sekolah. Kegiatan workshop juga merupakan salah satu metode yang

dapat ditempuh pengawas dalam melakukan supervisi manajerial yang

13

bersifat kelompok yang melibatkan beberapa kepala sekolah, wakil

kepala sekolah, maupun tenaga tata usaha.

Dalam menyelenggarakan workshop biasanya disesuaikan

dengan tujuan, dan sasaran yang akan dicapai. Kegiatannya dapat

diselenggarakan pada forum kelompok kerja kepala sekolah, kelompok

kerja kepala tata usaha, maupun di MGMP guru. Misalnya pengawas

dapat mengambil inisiatif untuk mengadakan workshop tentang

peningkatan kompetensi guru, supervisi kepala sekolah, kepala

perpustakaan, kepala laboratorium, maupun tenaga kependidikan

lainnya.

b. Jenis Workshop

Dalam praktiknya, kegiatan workshop sendiri memiliki jenis

yang dapat ditinjau dari beberapa aspek. Pembagian jenis workshop

tersebut hanya digunakan sebagai suatu cara untuk memudahkan dalam

penggolongan dan mempelajarinya. Dalam dunia pendidikan hal

semacam ini biasanya dibahas dalam beberapa materi, namun banyak

masyarakat yang tidak mengetahui tentang pembagian atau jenis

workshop tersebut. Walaupun berbeda jenis, namun tujuan dari

workshop ialah untuk memperoleh informasi melalui pengalaman

langsung dan saling menyampaikan informasi. Penggolongan jenis

workshop berdasarkan beberapa hal antara lain sebagai berikut.

14

1) Jenis workshop ditentukan berdasarkan lembaga/organisasi yang

melaksanakan, dan sifat kerjanya. Pengelompokan workshop yang

didasarkan pada aspek ini disesuaikan/tergantung pada lembaga

atau organisasi yang menyelenggarakan. Misalnya, workshop

tentang pengembangan dan implementasi kurikulum di sekolah.

Ruang lingkup yang dibahas adalah seputar problematika

pengembangan dan pelaksanaan kurikulum yang ada di sekolah

(Depdiknas 2008:21).

2) Jenis workshop ditinjau dari sifatnya dapat digolongkan menjadi

dua. Yang pertama adalah workshop yang bersifat mengikat yang

diadakan oleh suatu organisasi atau kelompok tertentu yang

membicarakan masalah program kerja yang sudah dilaksanakan dan

menentukan langkah lanjutan yang hasilnya mengikat peserta

workshop. Misalnya workshop tentang nilai kriteria ketuntasan

minimal. Yang kedua adalah workshop yang bersifat tidak mengikat

yang diadakan oleh orang-orang tertentu yang membicarakan

masalah faktual yang muncul di masyarakat untuk memperoleh

pemecahannya dan hasilnya tidak mengikat peserta, seperti

workshop sekolah sehat.

3) Jenis workshop ditinjau dari aspek waktu pelaksanaannya dapat

digolongkan menjadi dua, yaitu workshop beruntun yang dilakukan

dalam dekade tertentu secara terus-menerus atau tidak terputus.

Kebanyakan workshop ini dilaksanakan selama tiga hari berturut-

15

turut. Workshop berkala yang dilakukan dalam waktu yang

memiliki jangka waktu tertentu. Misalnya dilakukan dalam jangka

waktu mingguan atau bulanan. Hal ini dikenal dengan in–on–in

Service Learning atau secara lengkapnya adalah in–service

learning, on–service learning, in–service learning (in–on–in).

4) Ditinjau dari model pelatihan yang bisa dilaksanakan. Menurut

Hamalik (2007) ada dua macam, yaitu model komunikasi ekspositif,

yaitu sistem pelaksanaanya satu arah (tanggung jawab untuk

mentransferkan informasi terletak pada pelatih), dan sistem dua arah

(terdapat pola balikan untuk memeriksa apakah peserta menerima

informasi dengan tepat). Model kedua, yaitu model komunikasi

discovery yang dilaksanakan dengan ceramah reflektif (pendekatan

berdasarkan penyajian satu arah oleh penyaji dan discovery

terbimbing (pendekatan melibatkan para peserta untuk menjawab

pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh penyaji). Dua Model

tersebut dapat disebut model direktif dan partisipatif.

5) Ditinjau dari tempat pelaksanaannya metode pelatihan dapat

dikelompokan menjadi dua sebagai berikut.

a) On the job training atau pelatihan di tempat kerja. Metodenya

seperti demonstrasi, praktik langsung, metode mengerjakan

sendiri, dan rotasi kerja.

16

b) Off the job training atau pelatihan di luar tempat kerja. Metode

dalam pelatihan ini, seperti role play atau permainan peran dan

diskusi.

Dari berbagai jenis workshop yang ada, model/jenis apa yang

akan dipakai tergantung dari berbagai pertimbangan seperti jumlah

dan siapa pesertanya, kehematan dalam pembiayaan, materi program,

tersedianya fasilitas tertentu, kemampuan peserta, kemampuan penyaji

serta tujuan yang akan dicapai karena tiap-tiap metode atau cara

tersebut mempunyai kelebihan dan kekurangan. Bahkan satu model

dapat dikolaborasi dengan model lain, atau dapat dikembangkan

berdasarkan kebutuhan.

c. Model Pengembangan Kepala Sekolah

Berbagai kegiatan pengembangan diri dapat dilakukan baik

dengan cara mengadakan sendiri di sekolahnya ataupun mengikuti

kegiatan yang sudah ada di luar sekolah. Kegiatan pengembangan

kepala sekolah yang dapat ditempuh, antara lain sebagai berikut.

1) Inhouse Training (IHT)

Kegiatan IHT dapat dilaksanakan di sekolah dengan pertimbangan

bahwa kegiatan tersebut dapat digunakan untuk meningkatkan

kemampuan dan kompetensi bersama guru lain yang memiliki

kompetensi sesuai dengan tugasnya sebagai guru. Dengan strategi

17

ini diharapkan dapat lebih menghemat waktu, biaya, dan dapat

mendayagunakan potensi yang ada di sekolahnya.

2) Pembinaan Internal oleh Sekolah

Kegiatan ini dapat dilaksanakan oleh kepala sekolah dan guru yang

memiliki kewenangan membina, melalui rapat dinas, rotasi tugas

mengajar, pemberian tugas-tugas internal tambahan, diskusi dengan

rekan sejawat, dan sejenisnya.

3) Pendidikan Lanjut

Kegiatan ini merupakan alternatif bagi pembinaan profesi guru dan

kepala sekolah di masa mendatang dengan memberikan tugas

belajar, baik di dalam maupun di luar negeri, bagi guru dan kepala

sekolah yang mempunyai prestasi. Pelaksanaan pendidikan lanjut

ini akan menghasilkan guru-guru pembina dan kepala sekolah yang

dapat membantu guru dan kepala sekolah lain dalam upaya

pengembangan profesinya.

4) Program Magang

Program magang adalah pelatihan yang dilaksanakan di

institusi/industri yang relevan dalam rangka meningkatkan

kompetensi profesional guru dan kepala sekolah. Program magang

biasanya dilakukan untuk guru kejuruan dan dapat dilakukan selama

periode tertentu. Misalnya magang di industri otomotif dan yang

sejenisnya. Program magang dipilih sebagai alternatif pembinaan

dengan alasan bahwa keterampilan tertentu, khususnya bagi guru

18

dan kepala sekolah sekolah kejuruan memerlukan pengalaman

nyata.

5) Kemitraan Sekolah

Kegiatan kemitraan sekolah dapat dilaksanakan dengan bekerja

sama lintas institusi pemerintah atau swasta dalam keahlian tertentu.

Pelaksanaannya dapat dilakukan di sekolah atau di tempat mitra

sekolah. Kegiatan ini dipilih biasanya karena ada beberapa keunikan

atau kelebihan yang dimiliki mitra yang dapat dimanfaatkan oleh

guru dan kepala sekolah yang mengikuti pelatihan untuk

meningkatkan kompetensi profesionalnya.

6) Belajar Jarak Jauh

Belajar jarak jauh dapat dipilih sebagai cara untuk meningkatkan

keprofesian berkelanjutan tanpa menghadirkan instruktur dan

peserta pelatihan dalam satu tempat tertentu, melainkan dengan

sistem pelatihan melalui internet dan sejenisnya. Ini dilakukan

dengan pertimbangan bahwa sekolah berada di daerah terpencil

sehingga tetap dapat mengikuti pelatihan di tempat pembinaan yang

telah ditunjuk, seperti di kabupaten atau provinsi.

7) Kursus Singkat di LPTK atau Lembaga Pendidikan Lainnya

Kegiatan kursus ini dilaksanakan di LPTK atau lembaga pendidikan

lainnya dapat digunakan untuk meningkatkan kompetensi guru dan

kepala sekolah dalam beberapa kemampuan, seperti menyusun

penilaian, menyusun kurikulum baru, membuat program kerja,

19

melakukan penelitian tindakan kelas, menyusun karya ilmiah, dan

lain sebagainya.

Selain kegiatan di atas untuk mengembangkan kompetensi

yang harus dimiliki kepala sekolah juga dapat melaksanakan kegiatan

lainnya dengan cara mengikuti kegiatan seperti berikut.

1) Diskusi masalah pembelajaran dan atau pendidikan

Kegiatan ini dapat dilaksanakan secara berkala di forum

MKKS/MGMP dengan mengambil topik sesuai dengan masalah

yang dialami di sekolahnya. Melalui diskusi berkala diharapkan

kepala sekolah dapat memecahkan masalah yang dihadapi berkaitan

dengan proses pembelajaran maupun manajerial kepala sekolah

ataupun masalah peningkatan kompetensi dan pengembangan

karirnya.

2) Seminar

Mengikuti kegiatan seminar dapat sebagai alternatif pembinaan

berkelanjutan profesi kepala sekolah dalam meningkatkan

kompetensinya. Kegiatan ini memberikan peluang kepada kepala

sekolah untuk berinteraksi secara ilmiah dengan teman seprofesinya

berkaitan dengan hal-hal terkini dalam upaya peningkatan kualitas

pendidikan.

3) Workshop

Workshop dilakukan untuk menghasilkan produk yang bermanfaat

bagi pembelajaran, peningkatan kompetensi maupun pengembangan

20

karier kepala sekolah. Workshop dapat dilakukan misalnya dalam

kegiatan menyusun kurikulum sekolah, analisis kurikulum,

pengembangan alat penilaian, pembuatan RKS, meningkatkan

kompetensi supervisi, dan sebagainya.

4) Penelitian

Penelitian dapat dilakukan kepala sekolah dalam bentuk penelitian

tindakan kelas atau penelitian tindakan sekolah, penelitian

eksperimen, penelitian pengembangan, dan jenis yang lain dalam

rangka peningkatan mutu pendidikan.

Dari berbagai cara yang dapat ditempuh untuk mengembangkan

kompetensi guru dan kepala sekolah, cara workshop/lokakarya dipilih dan

akan diuraikan lebih lengkap pada karya ilmiah ini.

d. In-On-In-On Plus TB

Kegiatan In-On-In-On Plus TB atau kepanjangan dari In-Service

Learning (ISL), On-Service Learning (OSL), In-Service Learning (ISL)

On-Service Learning (OSL) Pendampingan Langsung Bersiklus,

Terprogram dan Berkelanjutan adalah merupakan salah satu model

pengembangan dari workshop in-on-in yang sudah ada dan sering

dipakai. Kegiataan ini merupakan salah satu model peningkatan

kompetensi kepala sekolah/guru yang cara pelaksanaannya dengan

mengkombinasikan antara kegiatan workshop dan praktek di lapangan

yang mendapatkan pendampingan dari pengawas secara langsung,

21

bersiklus, terprogram dan berkelanjutan. Kegiatan In-On-In-On Plus

TB dimulai dengan ISL pertama, dimana para peserta pelatihan

diberikan materi yang berkaitan dengan topik yang akan dibahas secara

berkelompok/individu. Kegiatan tersebut juga dapat berupa pelatihan

praktik yang nantinya sebagai bekal pada kegiatan OSL.

Pada kegiatan OSL, peserta turun ke lapangan dengan

mempraktekkan materi pada kegiatan ISL, dan mencatat berbagai

temuan dan kendala untuk dibawa pada pertemuan ISL kedua. Temuan

dapat berupa ketidaksesuaian antara materi pelatihan dengan kondisi di

lapangan, maupun kendala yang dihadapai berkaitan dengan penerapan

teori/materi yang didapatkan pada ISL pertama. Pada pertemuan ISL ke

dua, peserta melaporkan kegiatannya di OSL dalam bentuk laporan

secara tertulis, maupun presentasi, baik secara individu maupun

perwakilan kelompok. Kegiatan tersebut membahas beberapa temuan,

baik di lapangan maupun kelas yang nantinya dicarikan solusinya.

Pada saat pelaksanaan di sekolah, maupun pelaporan hasil

pelaksanaan, kegiatan didampingi oleh pengawas yang menjadi

pembinanya. Demikian kegiatan dilaksanakan secara bersiklus,

sehingga nantinya kembali dari in ke on ke in dan ke on lagi. Untuk

jelasnya dapat tergambar sebagai berikut.

22

Gambar 2.1Prosedur Pelaksanaan In-On-In-On Plus TB

Dari gambar 2.1 tersebut, maka kegiatan model tersebut

memerlukan waktu yang tidak sebentar sehingga kegiatan dapat berjalan

dengan baik. Untuk itu, penyelenggara harus mempertimbangkan dengan

matang apabila akan melaksanakan dengan model tersebut.

Ada beberapa kelebihan dan kekurangan dalam pelaksanaan In-On-

In-On Plus TB. Kelebihannya antara lain lebih aplikatif dan langsung

dapat dirasakan manfaatnya. Selain itu peserta dapat langsung mengetahui

kelemahan yang ada untuk dicarikan solusinya. Kekurangannya antara lain

memerlukan waktu yang relatif lama sehingga kadangkala apabila tidak

memiliki cukup waktu akan menjadi kendala. Dari beberapa kelebihan dan

kekurangan tersebut dapat digunakan sebagai pertimbangan dalam

Pendam

pinganPengawas

ISL KE 1 Pemberian materiberkaitan dengan supervisi

akademik secarabersamaan oleh pengawas

OSL KE 1

Pelaksanaan supervisiakademik dengan

didampingipengawas/peneliti di

sekolahnya

ISL KE 2 Pemaparan hasilsupervisi akademik dengan

teman kepala sekolahlainnya didampingi

pengawas

OSL KE 2

Pelaksanaan supervisiakademik dengan

didampingipengawas/peneliti di

sekolahnya

menentukan suatu model kegiatan. Kelebih

terlihat pada gambar berikut ini.

Kelebihan dan KekuranganMengingat

model In-On-

kegiatan workshop

mudah dicapai. Hal tersebut

dipraktikkan pada kegiatan nyata.

2. Hakikat Kompetensi S

a. Pengertian Kompetensi

Secara umum pengertian kompetensi adalah karakteristik dasar

yang dapat dihubungkan dengan peningkatan kinerja individu

yang terdiri dari pengetahuan (

Materi pelatihan langsung dapatdiaplikasikan di lapangan/sekolah

Peserta masih mempunyai motivasiuntuk mempraktikan hasil pelatihan

Hasil pelatihan langsung dapatdiketemukan kekuatan dan

kelemahannya

Penyelenggara dapat dengan cepatmengetahui daya serap peserta pada

tataran aplikasi

Tingkat kemanfaatannya lebihbanayak dirasakan

KELEBIHAN

menentukan suatu model kegiatan. Kelebihan dan kekurangan seperti

at pada gambar berikut ini.

Gambar 2.2

Kelebihan dan Kekurangan In-On-In-On Plus TBMengingat lebih banyak kelebihan dibanding kelemahan

-In-On Plus TB ini patut untuk diujicobakan pada berbagai

workshop di berbagai instansi sehingga tujuan kegiatan akan

mudah dicapai. Hal tersebut karena materi yang diterima langsung

an pada kegiatan nyata.

Kompetensi Supervisi Akademik Kepala Sekolah

Pengertian Kompetensi

Secara umum pengertian kompetensi adalah karakteristik dasar

yang dapat dihubungkan dengan peningkatan kinerja individu

yang terdiri dari pengetahuan (knowledge), keterampilan (

Materi pelatihan langsung dapatdiaplikasikan di lapangan/sekolah

Peserta masih mempunyai motivasiuntuk mempraktikan hasil pelatihan

Hasil pelatihan langsung dapatdiketemukan kekuatan dan

kelemahannya

Penyelenggara dapat dengan cepatmengetahui daya serap peserta pada

tataran aplikasi

Tingkat kemanfaatannya lebihbanayak dirasakan

Peserta dituntut memiliki keterampilanyang lebih, tidak sekedar mengikuti, namun

juga harus dapat mempraktikkan

Peserta/penyelenggara harus memilikilokasi untuk dapat mempaktikan hasil

pelatihan

Tidak dapat dilakukan untuk semuakalangan muda sampai peserta

dewasa

Memerlukan waktu, dan tenaga, bahkan kadangkala beaya yang lebih

banyak

KELEBIHAN KEKURANGAN

23

an dan kekurangan seperti

Plus TBdibanding kelemahannya, maka

ini patut untuk diujicobakan pada berbagai

si sehingga tujuan kegiatan akan

yang diterima langsung

upervisi Akademik Kepala Sekolah

Secara umum pengertian kompetensi adalah karakteristik dasar

yang dapat dihubungkan dengan peningkatan kinerja individu atau tim,

), keterampilan (skill), dan

Peserta dituntut memiliki keterampilanyang lebih, tidak sekedar mengikuti, namun

juga harus dapat mempraktikkan

Peserta/penyelenggara harus memilikilokasi untuk dapat mempaktikan hasil

pelatihan

Tidak dapat dilakukan untuk semuakalangan muda sampai peserta

dewasa

Memerlukan waktu, dan tenaga, bahkan kadangkala beaya yang lebih

banyak

KEKURANGAN

24

kemampuan (abilities). Kompetensi mendasari pada seseorang dan

menunjukkan cara-cara bertindak, berpikir, atau menggeneralisasikan

situasi secara layak dalam jangka panjang. Kompetensi merupakan

bagian dari kepribadian seseorang yang telah tertanam dan berlangsung

lama dan dapat memprediksi perilaku dalam berbagai tugas dan situasi

kerja. Dalam pembelajaran biasanya pengertian kompetensi

dihubungkan dengan guru, atau kepala sekolah.

Pengertian kompetensi kepala sekolah dapat diartikan sebagai

kemampuan dasar bagi seorang kepala sekolah dalam menguasai

pengetahuan, keterampilan, nilai, dan sikap yang direfleksikan dalam

kebiasaan berfikir dan bertindak dalam menjalankan tugas dan

kewajibannya sebagai seorang kepala di sekolahnya.

Dalam Undang-Undang Republik Indonesia nomor 14 tahun

2005 tentang guru dan dosen pengertian kompetensi adalah

seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang harus dimiliki,

dihayati, dan dikuasai oleh guru atau dosen dalam melaksanakan tugas

keprofesionalannya. Hal tersebut selaras dengan Peraturan Pemerintah

nomor 74 tahun 2008 pasal 3 ayat 1, yaitu kompetensi guru meliputi

tiga hal yang berkaitan dengan pengetahuan, keterampilan, dan

perilaku, dan ketiganya harus dimiliki, dihayati dan dikuasai oleh guru

dalam menjalankan tugasnya.

Ada lima tipe karakteristik kompetensi. Kelima tipe itu

dijelaskan sebagai berikut.

25

1) Motif-motif (motives), yaitu sesuatu yang secara konsisten

dipikirkan dan diinginkan, yang menyebabkan tindakan.

2) Ciri-ciri (traits), karakteristik fisik dan respon-respon yang

konsisten terhadap situasi atau informasi.

3) Konsep diri (self-concept), sikap-sikap, nilai-nilai atau gambaran

tentang diri sendiri seseorang.

4) Pengetahuan (knowledge), informasi yang dimiliki seseorang

dalam area spesifik tertentu.

5) Keterampilan (skill), kecakapan seseorang untuk menampilkan

tugas fisik atau tugas mental tertentu.

Dari kelima karakteristik tersebut, dapat dikelompokkan pada

dua level kompetensi, yaitu yang dapat dilihat dan dikembangkan,

disebut permukaan (surface), seperti pengetahuan dan keterampilan,

dan bagian yang tidak dapat dilihat dan sulit dikembangkan disebut

sebagai sentral atau inti kepribadian (core personality), seperti sifat-

sifat, motif, sikap dan nilai-nilai. Kompetensi diperlukan dalam rangka

melaksanakan tugas keprofesiannya. Profesi berhubungan dengan

pekerjaan, atau mata pencaharian seseorang. Sudarwan (2002:23)

mendefinisikan profesionalisme adalah komitmen para anggota suatu

profesi untuk meningkatkan kemampuan profesionalnya dan secara

terus-menerus mengembangkan strategi-strategi yang digunakannya

dalam melakukan pekerjaan sesuai dengan profesinya. Pendapat lain

dikemukakan oleh Freidson (1970) dalam Sagala (2002:199) yang

26

mengemukakan bahwa profesionalisme adalah “sebagai komitmen

untuk ide-ide professional dan karir”. Pendapat lain disempurnakan

oleh Surya (2007:214) bahwa profesionalisme merupakan sebutan

yang mengacu pada sikap mental dalam bentuk komitmen dari para

anggota suatu profesi untuk senantiasa mewujudkan dan meningkatkan

kualitas profesionlnya. Dari uraian tersebut maka kompetensi

merupakan prasyarat untuk dapat melaksanakan tugas profesinya

secara profesional.

b. Pengertian Supervisi

Supervisi berasal dari dua kata, yaitu super dan vision. Super

artinya atas atau lebih, sedangkan vision artinya lihat/tilik atau awasi.

Kalau dipadukan dua kata tersebut terkandung arti bahwa seorang

supervisor mempunyai kedudukan atau posisi lebih dari orang yang

disupervisi yang tugasnya adalah melihat, menilik atau mengawasi

orang-orang yang disupervisi (Amatembun,1981:1). Kegiatan supervisi

dilakukan dalam bentuk kepengawasan.

Pengertian supervisi lain adalah usaha dari petugas-petugas

sekolah dalam memimpin guru dan petugas lainnya dalam

memperbaiki pengajaran, termasuk menstimulasi, menyeleksi

pertumbuhan jabatan dan perkembangan guru-guru serta merevisi

tujuan-tujuan pendidikan, bahan pengajaran dan metode serta evaluasi

pengajaran (Sahertian 2000:17). Lebih lanjut Mantja (2007:73)

27

mengatakan bahwa supervisi diartikan sebagai kegiatan supervisor

(jabatan resmi) yang dilakukan untuk perbaikan proses belajar

mengajar. Pengertian supervisi diperbaharui oleh Sutjiaputra (2008:24)

sebagai bantuan dalam pengembangan situasi belajar mengajar agar

memperoleh kondisi yang lebih baik. Meskipun tujuan akhirnya tertuju

pada hasil belajar siswa, namun yang diutamakan dalam supervisi

adalah bantuan kepada guru. Ada dua tujuan yang harus diwujudkan

oleh supervisi, yaitu perbaikan (guru dan murid) dan peningkatan mutu

pendidikan. Dari beberapa pendapat tersebut maka dapat ditarik

kesimpulan bahwa kegiatan supervisi selalu dilakukan oleh orang yang

dianggap lebih mengatahui kepada orang yang lain untuk membantu

dan memperbaiki kinerjanya dalam rangka mencapai tujuan yang lebih

baik.

Kegiatan supervisi dapat dilakukan di berbagai bidang, seperti

perdagangan, pemerintahan, perindustrian, dan salah satu di antaranya

dalam bidang pendidikan. Supervisi pendidikan adalah kegiatan yang

dilakukan dalam bentuk pembinaan ke arah perbaikan situasi

pendidikan, yang berupa bimbingan atau tuntunan perbaikan situasi

pendidikan, termasuk pengajaran pada umumnya dan peningkatan

mutu mengajar dan belajar pada khususnya. Pengertian tersebut

meliputi kegiatan guru, kepala sekolah, maupun tenaga kependidikan

lainnya, dalam mendukung proses pembelajaran.

28

Siswanto (2002) menyebutkan beberapa prinsip umum dalam

supervisi diantaranya adalah supervisi merupakan bagian terpadu dari

program pendidikan yang berbentuk kerja sama dan kelompok.

1) Seluruh tenaga pendidik dan tenaga kependidikan di sekolah

membutuhkan serta terkait dengan supervisi. Oleh karena itu,

supervisi hendaknya memberi keuntungan bagi seluruh tenaga

pendidik dan tenaga kependidikan dalam pengembangan proses

pembelajaran, serta pelaksanaan administrasi sekolah.

2) Supervisi hendaknya membantu menjelasakan tujuan dan sasaran

pendidikan dan membimbing implementasinya dalam pembelajaran,

yang didukung dengan administrasi yang memadai.

3) Supervisi hendaknya membantu sikap dan hubungan manusiawi

antar komponen yang ada di sekolah dan mendorong

berkembangnya hubungan masyarakat yang lebih efektif.

c. Fungsi Supervisi

Dalam kegiatannya, supervisi mempunyai beberapa fungsi.

Menurut Gregorio (1966) dalam buku Metode dan Teknik Supervisi

(Depdiknas 2008:6) ada lima fungsi utama supervisi, yaitu sebagai

inspeksi, penelitian, pelatihan, bimbingan dan penilaian. Dari kelima

fungsi tersebut dapat diuraikan sebagai berikut.

1) Fungsi inspeksi berperan dalam mempelajari keadaan dan kondisi

sekolah, dan pada lembaga terkait, maka tugas seorang supevisor

29

antara lain berperan dalam melakukan penelitian mengenai keadaan

sekolah secara keseluruhan baik pada guru, siswa, kurikulum tujuan

belajar maupun metode mengajar. Sasaran inspeksi adalah

menemukan permasalahan dengan cara melakukan observasi,

interview, angket, pertemuan-pertemuan, dan daftar isian.

2) Fungsi penelitian adalah mencari jalan keluar dari permasalahan

yang berhubungan dengan tugas yang sedang dihadapi, dan

penelitian ini dilakukan sesuai dengan prosedur ilmiah, yakni

merumuskan masalah yang akan diteliti, mengumpulkan data,

mengolah data, dan melakukan analisa guna menarik suatu

kesimpulan atas apa yang berkembang dalam menyusun strategi

keluar dari permasalahan di atas.

3) Fungsi pelatihan merupakan salah satu usaha untuk meningkatkan

keterampilan guru/kepala sekolah dalam suatu bidang. Dalam

pelatihan diperkenalkan kepada guru cara-cara baru yang lebih

sesuai dalam melaksanakan suatu proses pembelajaran, dan jenis

pelatihan yang dapat dipergunakan antara lain melalui demonstrasi

mengajar, workshop, seminar, observasi, individual, dan group

conference, serta kunjungan supervisi.

4) Fungsi bimbingan sendiri diartikan sebagai usaha untuk mendorong

guru baik secara perorangan maupun kelompok agar mereka mau

melakukan berbagai perbaikan dalam menjalankan tugasnya.

Kegiatan bimbingan dilakukan dengan cara membangkitkan

30

kemauan, memberi semangat, mengarahkan dan merangsang untuk

melakukan percobaan, serta membantu menerapkan sebuah

prosedur mengajar yang baru.

5) Fungsi penilaian adalah untuk mengukur tingkat kemajuan yang

diinginkan, seberapa besar telah dicapai dan penilaian ini dilakukan

dengan berbagai cara, seperti tes, penetapan standar, penilaian

kemajuan belajar siswa, melihat perkembangan hasil penilaian

sekolah serta prosedur lain yang berorientasi pada peningkatan

mutu pendidikan.

d. Kompetensi Kepala Sekolah

Pada Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 13 Tahun

2007 tentang Standar Kepala Sekolah/Madrasah, ada 5 dimensi

kompetensi yang harus dimiliki seorang kepala sekolah. Kompetensi

tersebut mencakup kompetensi kepribadian, kompetensi manajerial,

kompetensi kewirausahaan, kompetensi supervisi, dan kompetensi

sosial. Dari dimensi kompetensi tersebut, terbagi menjadi

subkompetensi yang terdiri dari kompetensi kepribadian berjumlah 6,

kompetensi manajerial berjumlah 16, kompetensi kewirausahaan

berjumlah 5, kompetensi supervisi berjumlah 3, dan kompetensi sosial

berjumlah 3 subkompetensi.

31

Dari semua kompetensi tersebut di atas, kompetensi yang akan

diuraikan hanya pada kompetensi supervisi yang meliputi hal-hal

berikut.

1) Merencanakan program supervisi akademik dalam rangka

peningkatan profesionalisme guru.

2) Melaksanakan supervisi akademik terhadap guru dengan

menggunakan pendekatan dan teknik supervisi yang tepat.

3) Menindaklanjuti hasil supervisi akademik terhadap guru dalam rangka

peningkatan profesionalisme guru.

Dalam kegiatan di sekolah, kepala sekolah melakukan dua kegiatan

supervisi, yaitu supervisi manajerial dan supervisi akademik.

a) Supervisi manajerial adalah kegiatan pemantauan dan pembinaan

terhadap pelaksanaan, pengelolaan dan administrasi di sekolah. Fokus

supervisi ini ditujukan pada pelaksanaan manajemen sekolah, yang

antara lain meliputi: 1) manajemen kurikulum dan pembelajaran, 2)

kesiswaan, 3) sarana dan prasarana, 4) ketenagaan, 5) keuangan, 6)

hubungan sekolah dengan masyarakat, dan 7) layanan khusus.

Fungsi supervisi manajerial adalah untuk mendorong berbagai

unsur yang mendukung dan terkait dengan layanan pembelajaran.

Tujuannya supaya delapan layanan pendidikan dapat dilaksanakan

dengan efektif, dan menghasilkan mutu pendidikan secara maksimal.

b) Supervisi akademik adalah serangkaian kegiatan membantu guru

mengembangkan kemampuannya mengelola proses pembelajaran

32

untuk mencapai tujuan pembelajaran. Makna supervisi akademik

bukan menilai kinerja guru dalam mengelola proses pembelajaran, tapi

bertujuan membantu guru mengembangkan kemampuan

profesionalismenya. Kegiatannya dapat berupa membantu guru

mengembangkan kompetensinya, mengembangkan kurikulum,

mengembangkan kelompok kerja guru, dan membimbing penelitian

tindakan kelas. Dalam Permenpan RB nomor 16 tahun 2009 tentang

Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya, kegiatan supervisi

akademik antara lain membantu guru dalam hal 1) menyusun

kurikulum pembelajaran pada satuan pendidikan; 2) menyusun silabus

pembelajaran; 3) menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran; 4)

melaksanakan kegiatan pembelajaran; 5) menyusun alat ukur/soal

sesuai mata pelajaran; 6) menilai dan mengevaluasi proses dan hasil

belajar pada mata pelajaran yang diampunya; 7) menganalisis hasil

penilaian pembelajaran; 8) melaksanakan pembelajaran/perbaikan dan

pengayaan dengan memanfaatkan hasil penilaian dan evaluasi; 9)

melaksanakan pengembangan diri; dan 10) membuat publikasi ilmiah

dan karya inovatif.

Dalam kegiatan supervisi akademik, rangkaian kegiatan

membantu guru mengembangkan kemampuannya mengelola proses

pembelajaran, dan menilai unjuk kerja guru dalam mengelola proses

pembelajaran merupakan salah satu kegiatan yang tidak bisa

dihindarkan prosesnya (Sergiovanni 1987:36). Penilaian unjuk kerja

33

guru dalam mengelola proses pembelajaran sebagai suatu proses

pemberian estimasi kualitas unjuk kerja guru dalam mengelola proses

pembelajaran, merupakan bagian integral dari serangkaian kegiatan

supervisi akademik. Apabila supervisi akademik merupakan

serangkaian kegiatan membantu guru mengembangkan

kemampuannya, dalam pelaksanaannya terlebih dahulu perlu diadakan

penilaian kemampuan guru sehingga bisa ditetapkan aspek yang perlu

dikembangkan dan cara mengembangkannya.

Ada tiga konsep pokok (kunci) dalam pengertian supervisi

akademik.

1) Kegiatan supervisi akademik harus secara langsung mempengaruhi

dan mengembangkan perilaku dan persepsi guru dalam mengelola

proses pembelajaran. Kegiatan supervisi akademik jangan

diasumsikan secara sempit, hanya ada satu cara terbaik yang bisa

diaplikasikan dalam semua kegiatan pengembangan perilaku guru.

Tidak ada satupun perilaku supervisi akademik yang baik dan cocok

bagi semua guru (Glickman 1981:36). Jadi, tingkat kemampuan,

kebutuhan, minat, dan kematangan profesional serta karakteristik

personal guru lainnya harus dijadikan dasar pertimbangan dalam

mengembangkan dan mengimplementasikan program supervisi

akademik.

2) Perilaku supervisor dalam membantu guru mengembangkan

kemampuannya harus didesain secara benar sehingga jelas waktu

34

mulai dan berakhirnya program pengembangan tersebut. Desain

tersebut terwujud dalam bentuk program supervisi akademik yang

mengarah pada tujuan tertentu. Oleh karena supervisi akademik

merupakan tanggung jawab bersama antara supervisor dan guru,

alangkah baiknya jika programnya didesain bersama antara

supervisor dan guru.

3) Tujuan akhir supervisi akademik adalah agar guru semakin mampu

memfasilitasi belajar bagi murid-muridnya.

e. Kompetensi Supervisi Akademik Kepala Sekolah

Kepala sekolah adalah seorang guru yang diberi tugas tambahan

sebagai kepala sekolah. Selain bertugas sebagai guru yang mengajar,

kepala sekolah mempunyai tiga tugas pokok meliputi tugas supervisi,

manajerial, dan kewirausahaan.

Kepala sekolah berasal dari dua kata, yaitu kepala dan sekolah.

Kata kepala dapat diartikan ketua atau pemimpin dalam suatu organisasi

atau sebuah lembaga. Sekolah adalah sebuah lembaga tempat terjadinya

proses pembelajaran. Jadi, secara umum kepala sekolah dapat diartikan

pemimpin sekolah atau suatu lembaga tempat terjadinya proses

pembelajaran. Wahjosumidjo (2002:83) mengartikan bahwa kepala

sekolah adalah seorang tenaga fungsional guru yang diberi tugas untuk

memimpin suatu sekolah dimana diselenggarakan proses belajar

mengajar, atau tempat terjadinya interaksi antara guru yang memberi

35

pelajaran dan murid yang menerima pelajaran. Sementara Rahman

(2006:106) mengungkapkan bahwa kepala sekolah adalah seorang guru

(jabatan fungsional) yang diangkat untuk menduduki jabatan struktural

(kepala sekolah) di sekolah. Dari pendapat tersebut maka dapat

disimpulkan bahwa seorang kepala sekolah pada dasarnya adalah seorang

guru yang mendapat tugas lain untuk memimpin dalam suatu organisasi

yang bernama sekolah.

Dalam perspektif kebijakan pendidikan nasional (Depdiknas 2008),

terdapat tujuh peran utama kepala sekolah, yaitu sebagai (1) educator

(pendidik), (2) manajer, (3) administrator, (4) supervisor (penyelia), (5)

leader (pemimpin), (6) pencipta iklim kerja, dan (7) wirausahawan. Dari

ketujuh peran kepala sekolah tersebut, dapat dikelompokkan menjadi tiga

tugas yang terurai sebagai berikut.

1) Tugas Supervisi

Tugas supervisi dilakukan terhadap kinerja guru, laboran, pustakawan,

dan staf tata usaha. Kegiatan tersebut bertujuan untuk menjamin agar

kinerja mereka selalu terpantau dan bekerja dengan baik sehingga

proses pembelajaran dapat berlangsung dengan baik, dan hasil

pendidikan dapat maksimal. Kegiatannya meliputi membuat

perencanaan, pelaksanaan, dan tindak lanjut supervisi. Kegiatan

supervisi pelaksanannya melalui tindakan kunjungan kelas, bertatap

muka dan berbicara dengan guru, peserta didik, dan orang tua,

mengikuti perkembangan masyarakat di sekolah, dan segala peristiwa

36

yang terjadi berkaitan dengan pendidikan dalam rangka melaksanakan

tanggungjawabnya (Olivia, 1992).

2) Tugas Manajerial

Kegiatan manajerial berkaitan dengan mengelola berbagai sumber yang ada

di sekolah sehingga semua sumber daya dapat dimanfaatkan secara optimal

untuk mencapai tujuan pendidikan yang telah diprogramkan. Berbagai

sumber di sekolah, seperti guru, perpustakaan, laboratorium, bengkel,

ketatausahaan, komite sekolah, sarana prasarana, mapun pendanaan dari

pemerintah, masyarakat, maupun sumber lain. Kegiatan manajerial meliputi

penyusunan perencanaan, pengelolaan, dan pelaporan komponen delapan

standar pendidikan seperti yang terdapat dalam peraturan daerah, peraturan

menteri, peraturan pemerintah, dan undang-undang yang berkaitan dengan

pendidikan.

3) Tugas Kewirausahaan

Tugas yang ketiga ini bertujuan agar sekolah yang dipimpinnya memiliki

sumber daya dan dana yang mampu mendukung jalannya kegiatan di

sekolah, dan agar semua warga sekolah mempunyai budaya perilaku

wirausaha, utamanya pada para siswanya.

3. Hakikat Persepsi

a. Pengertian Persepsi

Pengertian persepsi menurut Bootzin dkk. (1986:625) adalah

perasaan, pikiran dan niat orang yang mempengaruhi perilaku mereka.

37

Pendapat senada dikemukakan oleh Westen (1992:111) bahwa persepsi

merupakan proses yang terkait erat yang diorganisasi dan ditafsirkan

otak. Dalam hal ini persepsi sebagai proses aktif yang

mengorganisasikan dan menafsirkan sensasi yang mengarah pada

proses, dan organ-organ indera tubuh membentuk informasi tentang

lingkungannya. Pendapat tersebut dikuatkan oleh Fielman (1999:126)

bahwa persepsi adalah proses konstruktif dimana kita menerima

stimulus yang ada dan berusaha memahami. Moskowitz dan Ogel

(dalam Walgito, 2003:54) memperjelas pengertian persepsi yang

merupakan proses integrasi dari individu terhadap stimulus yang

diterimanya. Dan disempurnakan oleh Passer dan Smith (2004:110)

bahwa persepsi merupakan apa yang indera beritahu terhadap proses

aktif dalam mengorganisasikan masukan stimulus dan menghasilkan

makna.

Dari pendapat di atas maka dapat dsimpulkan bahwa persepsi

merupakan proses pengorganisasian, penginterpretasian dan mengolah

informasi dari lingkungan terhadap stimulus yang diterima oleh

organisme atau individu melalui alat indra dan diteruskan ke otak

sehingga merupakan sesuatu yang berarti dan merupakan aktivitas

yang terintegrasi dalam diri individu yang menghasilkan suatu

tindakan. Persepsi berupa tanggapan langsung tentang sesuatu objek

yang menimbulkan tindakan.

38

b. Aspek-aspek yang Mempengaruhi Persepsi

Beberapa ahli menyebutkan beberapa aspek yang dapat

mempengaruhi persepsi. Shaw (1987:16) menyebutkan bahwa terdapat

dua faktor yang menjadi syarat berlangsungnya suatu persepsi yaitu,

variabel struktural dan variabel horizontal. Variabel struktural atau

faktor situasional berasal dari sifat rangsang fisik dan efek-efek syaraf

yang ditimbulkan oleh sistem syaraf individu (neurofisiologic process).

Variabel horizontal atau fungsional berasal dari dalam diri si pengamat

(perseptor), seperti kebutuhan (needs), suasana hati (mood),

pengalaman masa lampau dan sifat-sifat individual lainnya termasuk

yang disebut sebagai faktor personal. Variabel struktural seperti

intensitas, frekuensi, dan jumlah rangsang pada dasarnya sama dengan

rangsang eksternal yang menunjuk pada keadaan rangsang luar yang

dipersepsi.

Westen (1992:154) menggambarkan aspek-aspek persepsi

berupa (1) organisasi, (2) interpretasi, dan (3) atensi. Persepsi

mengorganisasikan rangkaian berkesinambungan pada sensasi menjadi

unit-unit bermakna. Dalam organisasi, persepsi memerlukan interpretasi

informasi yang diorganisasikan, sedangkan atensi itu melibatkan proses

memori, pikiran, kesadaran, motivasi dan emosi. Westen juga

menyebutkan prinsip-prinsip bentuk persepsi yang melibatkan teori

psikologi “Gestalt” berupa kesamaan, kedekatan, kesinambungan,

kesederhanaan, dan penutupan. Kesamaan berarti pemikiran mengarah

39

pada elemen-elemen sejenis menjadi satu dalam pemahaman, kedekatan

berarti sesuatu yang hampir sama, sedangkan berkesinambungan

merupakan proses pengertian dalam mengorganisasikan stimulus pada

pola yang berkelanjutan. Kesederhanaan adalah memahami pola-pola

yang mudah, dan penutupan berarti memahami objek secara lengkap.

Lebih lanjut, Smeets dan Brenner (1995:19) menghubungkan

persepsi dan tindakan yang didasarkan informasi visual yang sama. Ada

perbedaan antara aspek posisi dan kecepatan dalam memahami

informasi. Adapun Ivry dan Hazeltine (1995:8) menghubungkan

persepsi dan hasil terhadap mekanisme. Ternyata tugas-tugas persepsi

dan hasil sulit menggunakan mekanisme waktu yang sama. Pada

variabel fungsional, rangsang dari dalam diri individu yang

mempersepsi merupakan faktor penentu dalam membuat keputusan

untuk berbuat atau tidak. Jadi faktor fungsional inilah yang dapat

menyebabkan perbedaan persepsi pada setiap orang terhadap objek

yang sama. Penentu persepsi bukan dari jenis dan bentuk rangsangnya,

tetapi karakteristik dari orang yang memberikan respon pada rangsang

tersebut. Karena itu persepsi bersifat selektif secara fungsional, yakni

objek yang memenuhi, dan subjek yang melakukan persepsi. Dari

berbagai kepala sekolah tentu akan muncul pula persepsi yang berbeda-

beda. Perbedaan persepsi ini bukan dikarenakan faktor tugas yang

diberikan, melainkan juga dari sudut pandang yang dipengaruhi oleh

40

pengalaman, motivasi, serta situasi saat orang tersebut

mempersepsikannya.

Dari beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa

persepsi memiliki aspek-aspek terkait yang kompleks yang melibatkan

aspek-aspek psikologi tertentu seperti tindakan, organisasi, interpretasi,

atensi dan “Gestalt prinsip”. Di samping itu persepsi juga memerlukan

aspek-aspek biologi seperti sistem syaraf sensoris dan otak dalam

mengorganisasikan dan menafsirkan informasi. Dengan demikian

aspek-aspek psikologi dan biologi dalam persepsi membentuk suatu

rangkaian peristiwa terpadu dari masukan/stimulus, proses, dan

hasil/respon sebagai suatu sistem mekanisme informasi dan

pengetahuan yang mempengaruhi tindakan dan perilaku manusia.

c. Hubungan Persepsi dengan Pelaksanaan Tugas

Persepsi mempengaruhi sikap guru dan kepala sekolah dalam

melaksanakan tugasnya. Persepsi juga mempengaruhi sikap dalam

menyiapkan tugas yang akan dilakukan. Sikap sangat menentukan

motivasi bekerja sehingga persepsi kepala sekolah terhadap supervisi

akademik akan sangat berpengaruh pada persiapan maupun pelaksanaan

kegiatan tersebut. Begitu juga persepsi guru akan memberikan

konstribusi positif dalam melaksanakan pembelajaran, sikap dan

motivasi yang positif yang akan mempengaruhi keberhasilan proses

pembelajaran, sedangkan sikap dan motivasi yang negatif akan

menghambatnya.

41

Sears (1987:53) mengatakan bahwa terdapat lima prinsip dasar

tentang persepsi, yaitu (1) persepsi cenderung relatif dan bukan mutlak,

(2) selektif, (3) mempunyai tatanan, (4) dipengaruhi oleh harapan dan

kesiapan, dan (5) persepsi seseorang atau kelompok dapat jauh berbeda

dengan persepsi orang atau kelompok lain sekalipun situasinya sama.

Dengan demikian, konsep dasar persepsi berhubungan erat dengan

kesanggupan melaksanakan tugas yang didasari dengan harapan dan

kesiapan. Dari kesanggupan tersebut akan mempermudah seseorang

mencapai keberhasilan. Hal ini akan terjadi pula pada diri kepala

sekolah dalam melaksanakan supervisi baik akademik maupun

manajerial.

Berdasarkan uraian di atas dapat dirumuskan bahwa persepsi

kepala sekolah dan guru yang bersifat positif akan mempengaruhi

keberhasilan tugasnya dalam mengelola sekolah, maupun pembelajaran,

sedangkan persepsi kepala sekolah dan guru yang bersifat negatif akan

menghambat pengelolaan sekolah dan pembelajaran yang berakibat

gagalnya usaha untuk meningkatkan kualitas pendidikan di sekolahnya.

B. Penelitian yang Relevan

Ada beberapa penelitian yang relavan dengan penelitian ini, seperti

yang dilakukan Utomo pengawas dari Kendal dengan judul “Upaya

Peningkatan Kinerja KS dalam Supervisi Akademik melalui Bimbingan

Terprogram di Sekolah Binaan pada Semester Gasal Tahun 2011/2012”.

Pada penelitian tersebut ada peningkatan sekitar 8 kali dari kondisi awal.

42

Penelitian yang dilakukan oleh Santoso dengan judul “Peningkatan

Keterampilan Mengelola Kelas melalui Supervisi Klinis pada Guru Kelas

VI/A dan Guru Kelas VI/B di SD Negeri Rejowinangun Semester I Tahun

2011/2012” dengan hasil adanya peningkatan kemampuan guru dalam

pengelolaan kelas sebesar 12%, yaitu dari 74% menjadi 86%.

Pada penelitian yang dilakukan oleh Hari Kartini Setyawati,

pengawas dari Banyumas dengan judul “Optimalisasi Kemampuan Guru

dalam Melaksanakan Pembelajaran Berbasis Pakem melalui Supervisi

Klinis bagi Guru Kelas V (Lima) Se-Gugus Puntadewa Unit Pendidikan

Kecamatan Somagede” dengan hasil adanya peningkatan skor proses

pembelajaran dari 49 menjadi 67 pada siklus 1, dan 78 pada siklus 2

sehingga total kenaikan sebesar 29%. Proses supervisi klinis dengan

partisipasi aktif pengawas dari kondisi awal belum dilaksanakan (0),

menjadi dilaksanakan dengan skor keberhasilan 18 pada siklus 1 dan 29

pada siklus 2 sehingga total kenaikan 96%.

Penelitian yang dilakukan Waluyo dengan judul “Optimalisasi

Kemampuan Kepala Sekolah dalam Menyusun Kurikulum Sekolah

Menggunakan Workshop Terprogram bagi Kepala Sekolah Swasta Binaan

Se Kabupaten Temanggung Semester Satu Tahun Pelajaran 2012/2013”

dapat meningkatkan kemampuan menyusun kurikulum sebesar 39,8 dari

50,2 menjadi 90. Peningkatan tersebut terjadi dari kondisi prasiklus

sebesar 50,2, meningkat pada siklus pertama sebesar 68, dan pada siklus

kedua menjadi 90.

43

C. Kerangka Berpikir

Untuk memudahkan alur dalam menjawab permasalahan pada

penelitian ini, maka disusun kerangka berpikir. Hal tersebut akan

membantu logika untuk mengurai dan mencari solusi dan cara

pemecahannya. Dalam penelitian ini kerangka berpikir dari sebelum

tindakan, tindakan, dan setelah tindakan serta cara pemecahannya baik

pada siklus satu maupun siklus kedua adalah seperti pada gambar 2.3

sebagai berikut.

Gambar 2.3Kerangka Berpikir Penelitian

In-On-In-On Plus TB

Partisipatif

Dilatih danDidampingi

Direktif

Kompetensi

dan Persepsi“Supermik”

Rendah

Kompetensidan Persepsi

“Supermik”Tinggi

44

Dari gambar 2.3 tersebut, persepsi dan kompetensi supervisi

akademik kepala sekolah yang sebelum melakukan kegiatan workshop

masih rendah, dan belum sesuai dengan yang diharapkan maka dengan

mengikuti In-On-In-On Plus, akan meningkat, bahkan dapat lebih tinggi

dari yang diharapkan.

D. Hipotesis Tindakan

Berdasarkan berbagai teori dan referensi yang ada, maka peneliti

menyusun hipotesis tindakan untuk dicari pembuktianya. Dalam penelitian

ini ada dua hipotesis tindakan yang akan dibuktikan sebagai berikut.

1. Ada peningkatan kompetensi supervisi akademik kepala sekolah

setelah diberikan In-On-In-On Plus TB di Kabupaten Temanggung

sebesar 80.

2. Ada perubahan persepsi yang lebih baik kepala sekolah binaan

terhadap pelaksanaan supervisi akademik setelah diberikan In-On-In-

On Plus TB.