bab ii - hendra prijatna – pikir, dzikir, … · web viewkajian pustaka p osisi g uru a bad k...
TRANSCRIPT
BAB IIKAJIAN PUSTAKA
A. Posisi Guru Abad Ke-21
Hakikat pendidikan menurut UU No. 20 Tahun 2003 : “Pendidikan adalah
usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana dan proses pembelajaran agar
peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan
spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlakmulia, serta
ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan Negara”. (pasal 1 ayat 1
UU No. 20 Tahun 2003).
Sedangkan Fungsi Pendidikan Nasional:Pasal 3 UU No. 20 tahun 2003, tertulis:
“Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak
serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan
bangsa”.Sedangkan dalam UU No. 20 Tahun 2003 yang tertulis dalam pasal yang sama
(pasal 3) dengan tujuan pendidikan nasional, tertulis : “... bertujuan untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab”.
Selanjutnya mengacu pada Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
pasal 31 ayat (2) menggariskan bahwa:“Pemerintah mengusahakan dan
menyelenggarakan satu sistem pengajaran nasional” (pasal 31 ayat (2)) dan
“Pemerintah memajukan kebudayaan nasional Indonesia” (Pasal 32). Ini berarti bahwa
dalam proses transformasi budaya, perilaku hidup sosial kemasyarakatan yang kelak
akan dilakoni oleh siswa; kedudukan sekolah sangatlah strategis untuk merealisasikan
22
hakikat dan tujuan pendidikan nasional seperti yang dikehendaki undang-undang
tersebut di atas. Tetapi sayang sejak proklamasi sistem persekolahan kita belum
sepenuhnya diberi kemampuan untuk berperan sebagai pusat pembudayaan tetapi tidak
lebih dari tempat untuk “mendengar, mencatat, dan menghafal”. Suatu tradisi sekolah
yang dijaman penjajahan merupakan tradisinya sekolahuntuk kaum pribumi, yaitu
Sekolah Desa, dan bukan tradisi sekolah yang melahirkan Sukarno, Hatta, Syahrir, dan
para “Founding Fathers” sebagai pemikir dan pembaharu.
Memasuki abad ke-21 kita memiliki UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional dan UU No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen yang dalam
pandangan Soedijarto memuat filosofi pendidikan yang memungkinkan sekolah dapat
berperanan sebagai pusat pembudayaan dan mendudukkan guru untuk berperanan ikut
“moulding the craracters and mind of the young generation”.
Secara umum untuk menerjemahkan sekolah sebagai pusat pembudayaan dan
membangun peradaban, maka posisi guru sangat strategis untuk memainkan peran dan
tugas keprofesionalan untuk turut memodeling seluruh potensi peserta didik dari
berbagai latar belakang, suku, ras, budaya dan agama peserta didik.
Hal tersebut di atas oleh Soedijarto dalam materi perkuliahan dapat dijelaskan
sebagai “the learning proses” yaitu:
1. Guru harus memiliki kemampuan merencanakan pembelajaran (membuat SAP,
GBPP dan sebagainya).
2. Guru harus memiliki kemampuan mengembangkan pembelajaran (konten, isi,
materi).
3. Guru harus memiliki kemampuan management (pengelolaan kelas).
4. Guru harus memiliki kemampuan mengevaluasi (memberikan penilaian)
23
5. Guru harus memiliki kemampuan mendiagnosis (membimbing, mendidik,
mengarahkan, memetakan, memberikan resep terhadap kelemahan dan kelebihan
para peserta didik).
Berangkat dari the learning proses tersebut di atas, diharapkan sekolah sebagai
wahana proses pembudayaan dalam proses transformasi budaya (mencerdaskan
kehidupan bangsa).
Dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan nasional, pemerintah khususnya
melalui Depdiknas terus menerus berupaya melakukan berbagai perubahan dan
pembaharuan sistem pendidikan kita. Salah satu upaya yang sudah dan sedang
dilakukan, yaitu berkaitan dengan faktor guru. Lahirnya Undang-Undang No. 14 tahun
2005 tentang Guru dan Dosen dan Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 tentang
Standar Nasional Pendidikan, pada dasarnya merupakan kebijakan pemerintah yang
didalamnya memuat usaha pemerintah untuk menata dan memperbaiki mutu guru di
Indonesia. Michael G. Fullan yang dikutip oleh Suyanto dan Djihad Hisyam (2000)
mengemukakan bahwa “educational change depends on what teachers do and
think…”. Pendapat tersebut mengisyaratkan bahwa perubahan dan pembaharuan sistem
pendidikan sangat bergantung pada “what teachers do and think “. atau dengan kata
lain bergantung pada penguasaan kompetensi guru.
Jika diamati lebih jauh tentang realita kompetensi guru saat ini agaknya masih
beragam. Sudarwan Danim (2002) mengungkapkan bahwa salah satu ciri krisis
pendidikan di Indonesia adalah guru belum mampu menunjukkan kinerja (work
performance) yang memadai. Hal ini menunjukkan bahwa kinerja guru belum
sepenuhnya ditopang oleh derajat penguasaan kompetensi yang memadai, oleh karena
itu perlu adanya upaya yang komprehensif guna meningkatkan kompetensi guru.
24
B. Kompetensi Guru
Majid (2005:6) menjelaskan kompetensi yang dimiliki oleh setiap guru akan
menunjukkan kualitas guru dalam mengajar. Kompetensi tersebut akan terwujud dalam
bentuk penguasaan pengetahuan dan profesional dalam menjalankan fungsinya sebagai
guru. Diyakini Robotham (1996:27), kompetensi yang diperlukan oleh seseorang
tersebut dapat diperoleh baik melalui pendidikan formal maupun pengalaman.
Syah (2000:229) mengemukakan pengertian dasar kompetensi adalah
kemampuan atau kecakapan. Usman (1994:1) mengemukakan kompentensi berarti
suatu hal yang menggambarkan kualifikasi atau kemampuan seseorang, baik yang
kualitatif maupun yang kuantitatif. McAhsan (1981:45), sebagaimana dikutip oleh
Mulyasa (2003:38) mengemukakan bahwa kompetensi: “…is a knowledge, skills, and
abilities or capabilities that a person achieves, which become part of his or her being
to the extent he or she can satisfactorily perform particular cognitive, affective, and
psychomotor behaviors”. Dalam hal ini, kompetensi diartikan sebagai pengetahuan,
keterampilan, dan kemampuan yang dikuasai oleh seseorang yang telah menjadi bagian
dari dirinya, sehingga ia dapat melakukan perilaku-perilaku kognitif, afektif, dan
psikomotorik dengan sebaik-baiknya. Sejalan dengan itu Finch & Crunkilton
(1979:222), sebagaimana dikutip oleh Mulyasa (2003:38) mengartikan kompetensi
sebagai penguasaan terhadap suatu tugas, keterampilan, sikap, dan apresiasi yang
diperlukan untuk menunjang keberhasilan. Sofo (1999:123) mengemukakan “A
competency is composed of skill, knowledge, and attitude, but in particular the
consistent applications of those skill, knowledge, and attitude to the standard of
performance required in employment”. Dengan kata lain kompetensi tidak hanya
25
mengandung pengetahuan, keterampilan dan sikap, namun yang penting adalah
penerapan dari pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang diperlukan tersebut dalam
pekerjaan. Robbins (2001:37) menyebut kompetensi sebagai ability, yaitu kapasitas
seseorang individu untuk mengerjakan berbagai tugas dalam suatu pekerjaan.
Selanjutnya dikatakan bahwa kemampuan individu dibentuk oleh dua faktor,
yaitu faktor kemampuan intelektual dan kemampuan fisik. Kemampuan intelektual
adalah kemampuan yang diperlukan untuk melakukan kegiatan mental sedangkan
kemampuan fisik adalah kemampuan yang di perlukan untuk melakukan tugas-tugas
yang menuntut stamina, kecekatan, kekuatan, dan keterampilan.Spencer & Spencer
(1993:9) mengatakan “Competency is underlying characteristic of an individual that is
causally related to criterion-reference effective and/or superior performance in a job
or situation”.
Jadi kompetensi adalah karakteristik dasar seseorang yang berkaitan dengan
kinerja berkriteria efektif dan atau unggul dalam suatu pekerjaan dan situasi tertentu.
Selanjutnya Spencer & Spencer menjelaskan, kompetensi dikatakan underlying
characteristic karena karakteristik merupakan bagian yang mendalam dan melekat pada
kepribadian seseorang dan dapat memprediksi berbagai situasi dan jenis pekerjaan.
Dikatakan causally related, karena kompetensi menyebabkan atau memprediksi
perilaku dan kinerja. Dikatakan criterion-referenced, karena kompetensi itu benar-
benar memprediksi siapa-siapa saja yang kinerjanya baik atau buruk, berdasarkan
kriteria atau standar tertentu. Muhaimin (2004:151) menjelaskan kompetensi adalah
seperangkat tindakan intelegen penuh tanggung jawab yang harus dimiliki seseorang
sebagai syarat untuk dianggap mampu melaksankan tugas-tugas dalam bidang
pekerjaan tertentu. Sifat intelegen harus ditunjukan sebagai kemahiran, ketetapan, dan
26
keberhasilan bertindak. Sifat tanggung jawab harus ditunjukkan sebagai kebenaran
tindakan baik dipandang dari sudut ilmu pengetahuan, teknologi maupun etika.
Depdiknas (2004:7) merumuskan definisi kompetensi sebagai pengetahuan,
keterampilan, dan nilai-nilai dasar yang direfleksikan dalam kebiasaan berfikir dan
bertindak.Menurut Syah (2000:230), “kompetensi” adalah kemampuan, kecakapan,
keadaan berwenang, atau memenuhi syarat menurut ketentuan hukum. Selanjutnya
masih menurut Syah, dikemukakan bahwa kompetensi guru adalah kemampuan
seorang guru dalam melaksanakan kewajiban-kewajibannya secara bertanggung jawab
dan layak. Jadi kompetensi profesional guru dapat diartikan sebagai kemampuan dan
kewenangan guru dalam menjalankan profesi keguruannya. Guru yang kompeten dan
profesional adalah guru piawi dalam melaksanakan profesinya.Berdasarkan uraian di
atas kompetensi guru dapat didefinisikan sebagai penguasaan terhadap pengetahuan,
keterampilan, nilai dan sikap yang direfleksikan dalam kebiasaan berpikir dan
bertindak dalam menjalankan profesi sebagai guru.
Menurut pendapat Spencer (1993) dalam Somantri (2004), Kompetensi adalah
karakteristik dasar manusia yang dari bukti-bukti pengalaman nyata ditemukan
mempengaruhi, atau dapat dignakan untuk memperkirakan prestasi kerja di tempat
kerja atau kemampuan mengatasi persoalan pada suatu sitasi tertentu.
Pendapat lain tentang kompetensi dikemukakan oleh Djojonegoro (1996),
kompetensi adalah kemampuan nyata yang diperlihatkan seseorang menyangkut
pengetahuan, sikap dan keterampilan untuk memecahkan berbagai persoalan hidupnya
secara kreatif, inovatif dan bertanggung jawab.
Dari kedua pendapat diatas, tampak bahwa kompetensi mengandung paling
tidak tiga makna yang paling esensial. Pertama, Kompetensi menggambarkan
27
kemampuan actual manusia. Kedua, Kompetensi menggambarkan perilaku dan
performasi seseorang. Ketiga, derajat kompetensi seseorang ditentukan oleh factor
bakat, minat, motivasi, sikap, pengetahuan, keterampilan, kematangan dan lingkungan
fisik, sosial, dan ekonomi dimana seseorang berada.
Istilah kompetensi guru mempunyai banyak makna, Broke dan Stone
(1995), dalam Mulyasa (2008 : 25) mengemukakan Bahwa Kompetensi guru sebagai
… descriptive of qualitative of nature of teacher appears to be entirely meaningful…
Kompetensi guru merupakan gambaran kualitatif tentang harkat perilaku guru yang
penuh arti. Sementara Charles (1994) mengemukakan bahwa : competency as rational
performance whinch satisfactorily meets the objective for a desired condition
(kompetensi merupakan perilaku yang rasional untuk diharapkan).
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 14 tahun 2005 tentang Guru
dan Dosen, dijelaskan bahwa : “Kompetensi adalah seperangkat pengetahuan,
Keterampilan, dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati,dan dikuasai oleh guru atau
dosen dalam melaksanakan tugas keprofesionalan”.
Dari uraian tersebut, Nampak bahwa kompetensi mengacu pada kemampuan
melaksanakan sesuatu yang diperoleh melalui pendidikan; kompetensi guru merujuk
kepada performance dan perbuatan yang rasional untuk memenuhi spesifikasi tertentu
di dalam pelaksanaan tugas-tugas pendidikan.
Dikatakan rasional karena mempunyai arah dan tujuan, sedangkan
performance merupakan perilaku nyata dalam arti tidak hanya dapat diamati, tetapi
mencakup sesuatu yang tidak kasat mata.
Standar kompetensi dapat dimanfaatkan oleh beberapa organisasi/lembaga/
institsi yang berkaitan dengan pengembangan sumber daya manusia, sesuai dengan
28
kebutuhan masing-masing. Untuk institusi pendidikan dan pelatihan; memberikan
informasi untuk pengembangan program dan kurikulum, sebagai acuan dalam
penyelenggaraan pelatihan, penilaian dan sertifikasi.
Bloom menyatakan, bahwa dalam proses pembelajaran manusia dikenal
dalam tiga aspek yaitu : aspek pengetahuan (cognitive), aspek keterampilan
(Psychomotor) dan aspek sikap atau nilai-nilai (affective).
Jabaran aspek pengetahuan mulai dari kemampuan; sekedar mengingat data
(knowledge) memahami dan dapat mendefinisikan masalah dalam bahasa sendiri
(comprehension), menerapkan konsep dalam situasi-situasi baru (application),
menganalisis yaitu mengenali adanya susunan dan keterkaitan antara bagian-bagian
dari suatu (analysis), mensintesa yaitu menyusun unsur-unsur menjadi konsep baru
(synthesis), sampai mampu menimbang baik buruk nilai sebuah konsep (evaluation).
Jabaran aspek Psychomotor memiliki beberapa sub aspek seperti; mampu
melaksanakan suatu kegiatan dengan petunjuk inderawi (perception), kesediaan
bertindak secara mental, fisik dan emosi, tindakan yang masih belajar (guided
response), tindakan yang sudah terkuasai (mechanism), tindakan yang sudah otomatis
diluar sadar (compex response), menyesuaikan tindakan untuk keperluan khusus
(adaptation), menciptakan tindakan baru yang lebih baik (origination).
Jabaran aspek sikap dapat dibagi atas beberapa sub aspek yaitu ; kesiapan
dan kesediaan menyimak (receiving phenomena), ikut serta secara aktif (responding to
phenomena ), pembentukan nilai dalam diri seseorang dari sekedar ikut sampai bersedia
secara penuh, menyusun nilai-nilai dalam prioritas (organization), dan memiliki sistem
nilai yang sudah baku (charactersation) .
29
Dengan demikian dapatlah disepakati bahwa standar kompetensi merupakan
kesepakatan-kesepakatan tentang kompetensi yang diperlukan pada suatu bidang
pekerjaan oleh seluruh stakeholder di bidangnya. Dengan pernyataan lain yang
dimaksud dengan standar kompetensi adalah perumusan tentang kemampuan yang
harus dimiliki seseorang untuk melakukan suatu tugas atau pekerjaan yang didasari atas
pengetahuan, keterampilan dan sikap kerja sesuai denan unjuk kerja yang
dipersyaratkan. Yang secara umum memuat kompetensi kunci (keterampilan umum)
yang diperlukan agar kriteria unjuk kerja tercapai pada tingkatan kinerja yang
dipersyaratkan untuk peran/fungsi pada suatu pekerjaan.
C. Dimensi-dimensi Kompetensi Guru
Ada beberapa pedoman implementasi kurikulum yang perlu disiapkan dan
diperlukan guru, menurut Ghufron (2005 : 89) antara lain : pedoman penyusunan
silabus, pembelajaran, sistem penilaian, dan lain-lain. Setiap pedoman memuat tata cara
perancangan, implementasi dan evaluasi kegiatan. Dalam jurnal penelitian Sugiarto
(2003 : 117) menyatakan kualitas hasil belajar berkualitas menuntut pengelolaan
pembelajaran yang juga berkualitas. Guru dituntut untuk memiliki sekurang-kurangnya
tiga kompetensi pokok yaitu kemampuan merencanakan, melaksanakan dan
mengevaluasi pembelajaran. Dari penelitian Sutama (2005 : 153 - 154) menuturkan di
dalam kompetensi guru dalam pembelajaran tersebut terdapat aspek-aspek; (1) terampil
menyusun rencana pengajaran, (2) menyusun program pembelajaran, (3) terampil
melaksanakan prosedur mengajar, (4) terampil mengelola pembelajaran, (5)
mengembangkan teknik dan media pembelajaran, (6) terampil melakukan evaluasi
30
pembelajaran, (7) mampu menganalisis penilaian hasil belajar, (8) mampu
memecahkan kesulitan pembelajaran, dan (9) mampu menganalisis kebijakan Diknas.
Kompetensi (competency) didefinisikan dengan berbagai cara, namun pada
dasarnya kompetensi merupakan kebulatan penguasaan pengetahuan, ketrampilan, dan
sikap yang ditampilkan melalui unjuk kerja, yang diharapkan bisa dicapai seseorang
setelah menyelesaikan suatu program pendidikan. Sementara itu, menurut Keputusan
Menteri Pendidikan Nasional No 045/U/2002, kompetensi diartikan sebagai
seperangkat tindakan cerdas dan penuh tanggung jawab yang dimiliki seseorang
sebagai syarat untuk dianggap mampu oleh masyarakat dalam melaksanakan tugas-
tugas sesuai dengan pekerjaan tertentu.
Louise Moqvist (2003) mengemukakan bahwa “competency has been defined in
the light of actual circumstances relating to the individual and work. Sementara itu,
dari Trainning Agency sebagaimana disampaikan Len Holmes (1992) menyebutkan
bahwa : ” A competence is a description of something which a person who works in a
given occupational area should be able to do. It is a description of an action, behaviour
or outcome which a person should be able to demonstrate.”
Dari kedua pendapat di atas kita dapat menarik benang merah bahwa
kompetensi pada dasarnya merupakan gambaran tentang apa yang seyogyanya dapat
dilakukan (be able to do) seseorang dalam suatu pekerjaan, berupa kegiatan, perilaku
dan hasil yang seyogyanya dapat ditampilkan atau ditunjukkan.
Agar dapat melakukan (be able to do) sesuatu dalam pekerjaannya, tentu saja
seseorang harus memiliki kemampuan (ability) dalam bentuk pengetahuan
(knowledge), sikap (attitude) dan keterampilan (skill) yang sesuai dengan bidang
pekerjaannya.
31
Mengacu pada pengertian kompetensi di atas, maka dalam hal ini kompetensi
guru dapat dimaknai sebagai gambaran tentang apa yang seyogyanya dapat dilakukan
seseorang guru dalam melaksanakan pekerjaannya, baik berupa kegiatan, berperilaku
maupun hasil yang dapat ditunjukkan..
Lebih jauh, Raka Joni sebagaimana dikutip oleh Suyanto dan Djihad Hisyam
(2000) mengemukakan tiga jenis kompetensi guru, yaitu :
1. Kompetensi profesional; memiliki pengetahuan yang luas dari bidang studi
yang diajarkannya, memilih dan menggunakan berbagai metode mengajar di
dalam proses belajar mengajar yang diselenggarakannya.
2. Kompetensi kemasyarakatan; mampu berkomunikasi, baik dengan siswa,
sesama guru, maupun masyarakat luas.
3. Kompetensi personal; yaitu memiliki kepribadian yang mantap dan patut
diteladani. Dengan demikian, seorang guru akan mampu menjadi seorang
pemimpin yang menjalankan peran : ing ngarso sung tulada, ing madya mangun
karsa, tut wuri handayani
Sebagai pembanding, dari National Board for Profesional Teaching Skill (2002)
telah merumuskan standar kompetensi bagi guru di Amerika, yang menjadi dasar bagi
guru untuk mendapatkan sertifikasi guru, dengan rumusan What Teachers Should Know
and Be Able to Do, didalamnya terdiri dari lima proposisi utama, yaitu:
1. Teachers are Committed to Students and Their Learning yang mencakup : (a)
penghargaan guru terhadap perbedaan individual siswa, (b) pemahaman guru
tentang perkembangan belajar siswa, (c) perlakuan guru terhadap seluruh siswa
secara adil, dan (d) misi guru dalam memperluas cakrawala berfikir siswa.
32
2. Teachers Know the Subjects They Teach and How to Teach Those Subjects to
Students mencakup : (a) apresiasi guru tentang pemahaman materi mata
pelajaran untuk dikreasikan, disusun dan dihubungkan dengan mata pelajaran
lain, (b) kemampuan guru untuk menyampaikan materi pelajaran (c)
mengembangkan usaha untuk memperoleh pengetahuan dengan berbagai cara
(multiple path).
3. Teachers are Responsible for Managing and Monitoring Student Learning
mencakup: (a) penggunaan berbagai metode dalam pencapaian tujuan
pembelajaran, (b) menyusun proses pembelajaran dalam berbagai setting
kelompok (group setting), kemampuan untuk memberikan ganjaran (reward)
atas keberhasilan siswa, (c) menilai kemajuan siswa secara teratur, dan (d)
kesadaran akan tujuan utama pembelajaran.
4. Teachers Think Systematically About Their Practice and Learn from Experience
mencakup: (a) Guru secara terus menerus menguji diri untuk memilih
keputusan-keputusan terbaik, (b) guru meminta saran dari pihak lain dan
melakukan berbagai riset tentang pendidikan untuk meningkatkan praktek
pembelajaran.
5. Teachers are Members of Learning Communities mencakup : (a) guru
memberikan kontribusi terhadap efektivitas sekolah melalui kolaborasi dengan
kalangan profesional lainnya, (b) guru bekerja sama dengan tua orang siswa, (c)
guru dapat menarik keuntungan dari berbagai sumber daya masyarakat.
Secara esensial, ketiga pendapat di atas tidak menunjukkan adanya perbedaan
yang prinsipil. Letak perbedaannya hanya pada cara pengelompokkannya. Isi rincian
kompetensi pedagodik yang disampaikan oleh Depdiknas, menurut Raka Joni sudah
33
teramu dalam kompetensi profesional. Sementara dari NBPTS tidak mengenal adanya
pengelompokan jenis kompetensi, tetapi langsung memaparkan tentang aspek-aspek
kemampuan yang seyogyanya dikuasai guru.
Sejalan dengan tantangan kehidupan global, peran dan tanggung jawab guru
pada masa mendatang akan semakin kompleks, sehingga menuntut guru untuk
senantiasa melakukan berbagai peningkatan dan penyesuaian penguasaan
kompetensinya. Guru harus harus lebih dinamis dan kreatif dalam mengembangkan
proses pembelajaran siswa. Guru di masa mendatang tidak lagi menjadi satu-satunya
orang yang paling well informed terhadap berbagai informasi dan pengetahuan yang
sedang berkembang dan berinteraksi dengan manusia di jagat raya ini. Di masa depan,
guru bukan satu-satunya orang yang lebih pandai di tengah-tengah siswanya. Jika guru
tidak memahami mekanisme dan pola penyebaran informasi yang demikian cepat, ia
akan terpuruk secara profesional. Kalau hal ini terjadi, ia akan kehilangan kepercayaan
baik dari siswa, orang tua maupun masyarakat. Untuk menghadapi tantangan
profesionalitas tersebut, guru perlu berfikir secara antisipatif dan proaktif. Artinya, guru
harus melakukan pembaruan ilmu dan pengetahuan yang dimilikinya secara terus
menerus.
Menurut PP RI No 19/2005 tentang Standar Nasional Pendidikan Pasal 28,
pendidik adalah agen pembelajatan yang harus memiliki empat jenis kompetensi, yakni
kompetensi pedagogik, kepribadian, profesional, dan sosial.
1. Kompetensi Pedagogik
Kompetensi pedagogik merupakan kemampuan yang berkenaan dengan
pemahaman peserta didik dan pengelola pembelajaran yang mendidik dan
dialogis. Secara subtantif kompetensi ini mencakup kemampuan pemahaman
34
terhadap peserta didik, perancangan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi
hasil belajar, dan pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan
berbagai potensi yang dimilikinya.
2. Kompetensi Kepribadian
Kompetensi kepribadian merupakan kemampuan personal yang mencerminkan
kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif dan berwibawa, menjadi teladan
bagi peserta didik, dan berakhlak mulia.
3. Kompetensi Profesional
Kompetensi profesional merupakan kemampuan yang berkenaan dengan
penguasaan materi pembelajaran bidang studi secara luas dan mendalam yang
mencakup penguasaan substansi isi materi kurikulum mata pelajaran di sekolah
dan substansi keilmuan yang menaungi materi kurikulum tersebut, serta
menambah wawasan keilmuan sebagai guru.
4. Kompetensi Sosial
Kompetensi sosial berkenaan dengan kemampuan pendidik sebagai bagian dari
masyarakat untuk berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta
didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua / wali peserta didik, dan
masyarakat sekitar.
Keempat rumpun kompetensi tersebut mencerminkan standar kompetensi
pendidik/guru yang masih bersifat umum dan perlu dikemas dengan menempatkan
manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa yang beriman dan bertaqwa,
dan sebagai warga negara Indonesia yang memiliki kesadaran akan pentingnya
memperkuat identitas dan semangat kebangsaan, sikap demokratis dan tanggung jawab.
35
Menurut Undang-undang No.14 tahun 2005 tentang Guru Dan Dosen pasal 10
ayat (1) kompetensi guru meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian,
kompetensi sosial, dan kompetensi profesional yang diperoleh melalui pendidikan
profesi.
1. Kompetensi Pedagogik
Dalam Undang-undang No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen
dikemukakan kompetensi pedagogik adalah “kemampuan mengelola pembelajaran
peserta didik”. Depdiknas (2004:9) menyebut kompetensi ini dengan “kompetensi
pengelolaan pembelajaran. Kompetensi ini dapat dilihat dari kemampuan
merencanakan program belajar mengajar, kemampuan melaksanakan interaksi atau
mengelola proses belajar mengajar, dan kemampuan melakukan penilaian.Kompetensi
Menyusun Rencana Pembelajaran. Menurut Joni (1984:12), kemampuan merencanakan
program belajar mengajar mencakup kemampuan: (1) merencanakan pengorganisasian
bahan-bahan pengajaran, (2) merencanakan pengelolaan kegiatan belajar mengajar, (3)
merencanakan pengelolaan kelas, (4) merencanakan penggunaan media dan sumber
pengajaran; dan (5) merencanakan penilaian prestasi siswa untuk kepentingan
pengajaran.Depdiknas (2004:9) mengemukakan kompetensi penyusunan rencana
pembelajaran meliputi (1) mampu mendeskripsikan tujuan, (2) mampu memilih materi,
(3) mampu mengorganisir materi, (4) mampu menentukan metode/strategi
pembelajaran, (5) mampu menentukan sumber belajar/media/alat peraga pembelajaran,
(6) mampu menyusun perangkat penilaian, (7) mampu menentukan teknik penilaian,
dan (8) mampu mengalokasikan waktu.Berdasarkan uraian di atas, merencanakan
program belajar mengajar merupakan proyeksi guru mengenai kegiatan yang harus
36
dilakukan siswa selama pembelajaran berlangsung, yang mencakup: merumuskan
tujuan, menguraikan deskripsi satuan bahasan, merancang kegiatan belajar mengajar,
memilih berbagai media dan sumber belajar, dan merencanakan penilaian penguasaan
tujuan.
a. Kompetensi Melaksanakan Proses Belajar Mengajar
Melaksanakan proses belajar mengajar merupakan tahap pelaksanaan
program yang telah disusun. Dalam kegiatan ini kemampuan yang di tuntut
adalah keaktifan guru menciptakan dan menumbuhkan kegiatan siswa belajar
sesuai dengan rencana yang telah disusun. Guru harus dapat mengambil
keputusan atas dasar penilaian yang tepat, apakah kegiatan belajar mengajar
dicukupkan, apakah metodenya diubah, apakah kegiatan yang lalu perlu
diulang, manakala siswa belum dapat mencapai tujuan-tujuan pembelajaran.
Pada tahap ini disamping pengetahuan teori belajar mengajar,
pengetahuan tentang siswa, diperlukan pula kemahiran dan keterampilan teknik
belajar, misalnya: prinsip-prinsip mengajar, penggunaan alat bantu pengajaran,
penggunaan metode mengajar, dan keterampilan menilai hasil belajar siswa.
Yutmini (1992:13) mengemukakan, persyaratan kemampuan yang harus di
miliki guru dalam melaksanakan proses belajar mengajar meliputi kemampuan:
(1) menggunakan metode belajar, media pelajaran, dan bahan latihan yang
sesuai dengan tujuan pelajaran, (2) mendemonstrasikan penguasaan mata
pelajaran dan perlengkapan pengajaran, (3) berkomunikasi dengan siswa, (4)
mendemonstrasikan berbagai metode mengajar, dan (5) melaksanakan evaluasi
proses belajar mengajar. Hal serupa dikemukakan oleh Harahap (1982:32) yang
37
menyatakan, kemampuan yang harus dimiliki guru dalam melaksanakan
program mengajar adalah mencakup kemampuan: (1) memotivasi siswa belajar
sejak saat membuka sampai menutup pelajaran, (2) mengarahkan tujuan
pengajaran, (3) menyajikan bahan pelajaran dengan metode yang relevan
dengan tujuan pengajaran, (4) melakukan pemantapan belajar, (5) menggunakan
alat-alat bantu pengajaran dengan baik dan benar, (6) melaksanakan layanan
bimbingan penyuluhan, (7) memperbaiki program belajar mengajar, dan (8)
melaksanakan hasil penilaian belajar.Dalam pelaksanaan proses belajar
mengajar menyangkut pengelolaan pembelajaran, dalam menyampaikan materi
pelajaran harus dilakukan secara terencana dan sistematis, sehingga tujuan
pengajaran dapat dikuasai oleh siswa secara efektif dan efisien.
Kemampuan-kemampuan yang harus dimiliki guru dalam melaksanakan
kegiatan belajar mengajar terlihat dalam mengidentifikasi karakteristik dan
kemampuan awal siswa, kemudian mendiagnosis, menilai dan merespon setiap
perubahan perilaku siswa. Depdiknas (2004:9) mengemukakan kompetensi
melaksanakan proses belajar mengajar meliputi (1) membuka pelajaran, (2)
menyajikan materi, (3) menggunakan media dan metode, (4) menggunakan alat
peraga, (5) menggunakan bahasa yang komunikatif, (6) memotivasi siswa, (7)
mengorganisasi kegiatan, (8) berinteraksi dengan siswa secara komunikatif, (9)
menyimpulkan pelajaran, (10) memberikan umpan balik, (11) melaksanakan
penilaian, dan (12) menggunakan waktu.
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa melaksanakan proses belajar
mengajar merupakan sesuatu kegiatan dimana berlangsung hubungan antara
manusia, dengan tujuan membantu perkembangan dan menolong keterlibatan
38
siswa dalam pembelajaran. Pada dasarnya melaksanakan proses belajar
mengajar adalah menciptakan lingkungan dan suasana yang dapat menimbulkan
perubahan struktur kognitif para siswa.
b. Kompetensi Melaksanakan Penilaian Proses Belajar Mengajar
Menurut Sutisna (1993:212), penilaian proses belajar mengajar
dilaksanakan untuk mengetahui keberhasilan perencanaan kegiatan belajar
mengajar yang telah disusun dan dilaksanakan. Penilaian diartikan sebagai
proses yang menentukan betapa baik organisasi program atau kegiatan yang
dilaksanakan untuk mencapai maksud-maksud yang telah ditetapkan. Commite
dalam Wirawan (2002:22) menjelaskan, evaluasi merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari setiap upaya manusia, evaluasi yang baik akan menyebarkan
pemahaman dan perbaikan pendidikan, sedangkan evaluasi yang salah akan
merugikan pendidikan.
Tujuan utama melaksanakan evaluasi dalam proses belajar mengajar
adalah untuk mendapatkan informasi yang akurat mengenai tingkat pencapaian
tujuan instruksional oleh siswa, sehingga tindak lanjut hasil belajar akan dapat
diupayakan dan dilaksanakan. Dengan demikian, melaksanakan penilaian
proses belajar mengajar merupakan bagian tugas guru yang harus dilaksanakan
setelah kegiatan pembelajaran berlangsung dengan tujuan untuk mengetahui
tingkat keberhasilan siswa mencapai tujuan pembelajaran, sehingga dapat
diupayakan tindak lanjut hasil belajar siswa.
Depdiknas (2004:9) mengemukakan kompetensi penilaian belajar
peserta didik, meliputi (1) mampu memilih soal berdasarkan tingkat kesukaran,
39
(2) mampu memilih soal berdasarkan tingkat pembeda, (3) mampu
memperbaiki soal yang tidak valid, (4) mampu memeriksa jawab, (5) mampu
mengklasifikasi hasil-hasil penilaian, (6) mampu mengolah dan menganalisis
hasil penilaian, (7) mampu membuat interpretasi kecenderungan hasil penilaian,
(8) mampu menentukan korelasi soal berdasarkan hasil penilaian, (9) mampu
mengidentifikasi tingkat variasi hasil penilaian, (10) mampu menyimpulkan
dari hasil penilaian secara jelas dan logis, (11) mampu menyusun program
tindak lanjut hasil penilaian, (12) mengklasifikasi kemampuan siswa, (13)
mampu mengidentifikasi kebutuhan tindak lanjut hasil penilaian, (14) mampu
melaksanakan tindak lanjut, (15) mampu mengevaluasi hasil tindak lanjut, dan
(16) mampu menganalisis hasil evaluasi program tindak lanjut hasil
penilaian.Berdasarkan uraian di atas kompetensi pedagogik tercermin dari
indikator (1) kemampuan merencanakan program belajar mengajar, (2)
kemampuan melaksanakan interaksi atau mengelola proses belajar mengajar,
dan (3) kemampuan melakukan penilaian.
2. Kompetensi Pribadi
Guru sebagai tenaga pendidik yang tugas utamanya mengajar, memiliki
karakteristik kepribadian yang sangat berpengaruh terhadap keberhasilan
pengembangan sumber daya manusia. Kepribadian yang mantap dari sosok seorang
guru akan memberikan teladan yang baik terhadap anak didik maupun masyarakatnya,
sehingga guru akan tampil sebagai sosok yang patut “digugu” (ditaati
nasehat/ucapan/perintahnya) dan “ditiru” (di contoh sikap dan
perilakunya).Kepribadian guru merupakan faktor terpenting bagi keberhasilan belajar
40
anak didik. Dalam kaitan ini, Zakiah Darajat dalam Syah (2000:225-226) menegaskan
bahwa kepribadian itulah yang akan menentukan apakah ia menjadi pendidik dan
pembina yang baik bagi anak didiknya, ataukah akan menjadi perusak atau penghancur
bagi masa depan anak didiknya terutama bagi anak didik yang masih kecil (tingkat
dasar) dan mereka yang sedang mengalami kegoncangan jiwa (tingkat menengah).
Karakteristik kepribadian yang berkaitan dengan keberhasilan guru dalam
menggeluti profesinya adalah meliputi fleksibilitas kognitif dan keterbukaan psikologis.
Fleksibilitas kognitif atau keluwesan ranah cipta merupakan kemampuan berpikir yang
diikuti dengan tindakan secara simultan dan memadai dalam situasi tertentu. Guru yang
fleksibel pada umumnya ditandai dengan adanya keterbukaan berpikir dan beradaptasi.
Selain itu, ia memiliki resistensi atau daya tahan terhadap ketertutupan ranah cipta yang
prematur dalam pengamatan dan pengenalan.
Dalam Undang-undang Guru dan Dosen dikemukakan kompetensi kepribadian
adalah “kemampuan kepribadian yang mantap, berakhlak mulia, arif, dan berwibawa
serta menjadi teladan peserta didik”. Surya (2003:138) menyebut kompetensi
kepribadian ini sebagai kompetensi personal, yaitu kemampuan pribadi seorang guru
yang diperlukan agar dapat menjadi guru yang baik. Kompetensi personal ini
mencakup kemampuan pribadi yang berkenaan dengan pemahaman diri, penerimaan
diri, pengarahan diri, dan perwujudan diri. Gumelar dan Dahyat (2002:127) merujuk
pada pendapat Asian Institut for Teacher Education, mengemukakan kompetensi
pribadi meliputi (1) pengetahuan tentang adat istiadat baik sosial maupun agama, (2)
pengetahuan tentang budaya dan tradisi, (3) pengetahuan tentang inti demokrasi, (4)
pengetahuan tentang estetika, (5) memiliki apresiasi dan kesadaran sosial, (6) memiliki
sikap yang benar terhadap pengetahuan dan pekerjaan, (7) setia terhadap harkat dan
41
martabat manusia. Sedangkan kompetensi guru secara lebih khusus lagi adalah bersikap
empati, terbuka, berwibawa, bertanggung jawab dan mampu menilai diri pribadi.
Johnson sebagaimana dikutip Anwar (2004:63) mengemukakan kemampuan personal
guru, mencakup (1) penampilan sikap yang positif terhadap keseluruhan tugasnya
sebagai guru, dan terhadap keseluruhan situasi pendidikan beserta unsur-unsurnya, (2)
pemahaman, penghayatan dan penampilan nilai-nilai yang seyogyanya dianut oleh
seorang guru, (3) kepribadian, nilai, sikap hidup ditampilkan dalam upaya untuk
menjadikan dirinya sebagai panutan dan teladan bagi para siswanya. Arikunto
(1993:239) mengemukakan kompetensi personal mengharuskan guru memiliki
kepribadian yang mantap sehingga menjadi sumber inspirasi bagi subyek didik, dan
patut diteladani oleh siswa.Berdasarkan uraian di atas, kompetensi kepribadian guru
tercermin dari indikator (1) sikap, dan (2) keteladanan.
3. Kompetensi Profesional
Menurut Undang-undang No. 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen,
kompetensi profesional adalah “kemampuan penguasaan materi pelajaran secara luas
dan mendalam”. Surya (2003:138) mengemukakan kompetensi profesional adalah
berbagai kemampuan yang diperlukan agar dapat mewujudkan dirinya sebagai guru
profesional. Kompetensi profesional meliputi kepakaran atau keahlian dalam bidangnya
yaitu penguasaan bahan yang harus diajarkannya beserta metodenya, rasa tanggung
jawab akan tugasnya dan rasa kebersamaan dengan sejawat guru lainnya.
Gumelar dan Dahyat (2002:127) merujuk pada pendapat Asian Institut for
Teacher Education, mengemukakan kompetensi profesional guru mencakup
kemampuan dalam hal (1) mengerti dan dapat menerapkan landasan pendidikan baik
42
filosofis, psikologis, dan sebagainya, (2) mengerti dan menerapkan teori belajar sesuai
dengan tingkat perkembangan perilaku peserta didik, (3) mampu menangani mata
pelajaran atau bidang studi yang ditugaskan kepadanya, (4) mengerti dan dapat
menerapkan metode mengajar yang sesuai, (5) mampu menggunakan berbagai alat
pelajaran dan media serta fasilitas belajar lain, (6) mampu mengorganisasikan dan
melaksanakan program pengajaran, (7) mampu melaksanakan evaluasi belajar dan (8)
mampu menumbuhkan motivasi peserta didik. Johnson sebagaimana dikutip Anwar
(2004:63) mengemukakan kemampuan profesional mencakup (1) penguasaan pelajaran
yang terkini atas penguasaan bahan yang harus diajarkan, dan konsep-konsep dasar
keilmuan bahan yang diajarkan tersebut, (2) penguasaan dan penghayatan atas landasan
dan wawasan kependidikan dan keguruan, (3) penguasaan proses-proses kependidikan,
keguruan dan pembelajaran siswa. Arikunto (1993:239) mengemukakan kompetensi
profesional mengharuskan guru memiliki pengetahuan yang luas dan dalam tentang
subject matter (bidang studi) yang akan diajarkan serta penguasaan metodologi yaitu
menguasai konsep teoretik, maupun memilih metode yang tepat dan mampu
menggunakannya dalam proses belajar mengajar.
Depdiknas (2004:9) mengemukakan kompetensi profesional meliputi (1)
pengembangan profesi, pemahaman wawasan, dan penguasaan bahan kajian
akademik.Pengembangan profesi meliputi (1) mengikuti informasi perkembangan iptek
yang mendukung profesi melalui berbagai kegiatan ilmiah, (2) mengalihbahasakan
buku pelajaran/karya ilmiah, (3) mengembangkan berbagai model pembelajaran, (4)
menulis makalah, (5) menulis/menyusun diktat pelajaran, (6) menulis buku pelajaran,
(7) menulis modul, (8) menulis karya ilmiah, (9) melakukan penelitian ilmiah (action
research), (10) menemukan teknologi tepat guna, (11) membuat alat peraga/media, (12)
43
menciptakan karya seni, (13) mengikuti pelatihan terakreditasi, (14) mengikuti
pendidikan kualifikasi, dan (15) mengikuti kegiatan pengembangan
kurikulum.Pemahaman wawasan meliputi (1) memahami visi dan misi, (2) memahami
hubungan pendidikan dengan pengajaran, (3) memahami konsep pendidikan dasar dan
menengah, (4) memahami fungsi sekolah, (5) mengidentifikasi permasalahan umum
pendidikan dalam hal proses dan hasil belajar, (6) membangun sistem yang
menunjukkan keterkaitan pendidikan dan luar sekolah.Penguasaan bahan kajian
akademik meliputi (1) memahami struktur pengetahuan, (2) menguasai substansi
materi, (3) menguasai substansi kekuasaan sesuai dengan jenis pelayanan yang
dibutuhkan siswa.Berdasarkan uraian di atas, kompetensi profesional guru tercermin
dari indikator (1) kemampuan penguasaan materi pelajaran, (2) kemampuan penelitian
dan penyusunan karya ilmiah, (3) kemampuan pengembangan profesi, dan (4)
pemahaman terhadap wawasan dan landasan pendidikan.
4. Kompetensi Sosial
Guru yang efektif adalah guru yang mampu membawa siswanya dengan
berhasil mencapai tujuan pengajaran. Mengajar di depan kelas merupakan perwujudan
interaksi dalam proses komunikasi. Menurut Undang-undang Guru dan Dosen
kompetensi sosial adalah “kemampuan guru untuk berkomunikasi dan berinteraksi
secara efektif dan efisien dengan peserta didik, sesama guru, orangtua/wali peserta
didik, dan masyarakat sekitar”. Surya (2003:138) mengemukakan kompetensi sosial
adalah kemampuan yang diperlukan oleh seseorang agar berhasil dalam berhubungan
dengan orang lain. Dalam kompetensi sosial ini termasuk keterampilan dalam interaksi
sosial dan melaksanakan tanggung jawab sosial.
44
Gumelar dan Dahyat (2002:127) merujuk pada pendapat Asian Institut for
Teacher Education, menjelaskan kompetensi sosial guru adalah salah satu daya atau
kemampuan guru untuk mempersiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat
yang baik serta kemampuan untuk mendidik, membimbing masyarakat dalam
menghadapi kehidupan di masa yang akan datang.
Untuk dapat melaksanakan peran sosial kemasyarakatan, guru harus memiliki
kompetensi (1) aspek normatif kependidikan, yaitu untuk menjadi guru yang baik tidak
cukup digantungkan kepada bakat, kecerdasan, dan kecakapan saja, tetapi juga harus
beritikad baik sehingga hal ini bertautan dengan norma yang dijadikan landasan dalam
melaksanakan tugasnya, (2) pertimbangan sebelum memilih jabatan guru, dan (3)
mempunyai program yang menjurus untuk meningkatkan kemajuan masyarakat dan
kemajuan pendidikan. Johnson sebagaimana dikutip Anwar (2004:63) mengemukakan
kemampuan sosial mencakup kemampuan untuk menyesuaikan diri kepada tuntutan
kerja dan lingkungan sekitar pada waktu membawakan tugasnya sebagai guru.
Arikunto (1993:239) mengemukakan kompetensi sosial mengharuskan guru
memiliki kemampuan komunikasi sosial baik dengan peserta didik, sesama guru,
kepala sekolah, pegawai tata usaha, bahkan dengan anggota masyarakat.Berdasarkan
uraian di atas, kompetensi sosial guru tercermin melalui indikator (1) interaksi guru
dengan siswa, (2) interaksi guru dengan kepala sekolah, (3) interaksi guru dengan rekan
kerja, (4) interaksi guru dengan orang tua siswa, dan (5) interaksi guru dengan
masyarakat.
45
D. Karakteristik Kompetensi
Untuk dapat mengenal dan memahami secara mendalam tentang kompetensi
serta ciri atau karakteristik yang melatarbelakanginya, berikut ini akan dikemukakan
beberapa karakteristik kompetensi menurut para pakar, dan pandangan mereka.
Menurut pendapat Somantri (2004), karakteristik kompetensi meliputi lima
aspek yaitu
1. Motif, yaitu apa yang mendorong perilaku yang mengarah dan dipilih untuk
melakukan kegiatan atau tujuan tertentu.
2. Sifat atau ciri bawaan, meliputi ciri fisik dan reaksi-reaksi yang bersifat tetap
terhadap situasi atau informasi.
3. Konsep diri, meliputi sikap, nilai atau self image dari orang-orang.
4. Pengetahuan , yaitu informasi yang dimiliki orang-orang khususnya pada bidang
yang spesifik.
5. Keterampilan, yaitu kemampuan untuk mengerjakan atau melaksanakan tugas-tugas
fisik dan mental tertentu.
Pendapat lain yang dikemukakan oleh Lazarus (1985), karakteristik kompetensi
meliputi aspek fisik, psikhis, dan kontribusi kedua aspek tertentu untuk menyelesaikan
tugas-tugas tertentu pula. Dikaitkan dengan lima karakteristik yang dikemukakan
Somantri seperti tersebut di atas, tampak bahwa Lazarus mengemukakan karakteristik
kompetensi bersifat umum, tetapi sebenarnya tidak jauh berbeda dengan apa yang
dikemukakan Somantri diatas.
46
E. Faktor yang Mempengaruhi Kompetensi Individu
Melalui studi literatur ditemukan bahwa ternyata terdapat begitu banyak faktor
yang berpengaruh terhadap kompetensi individu. Lazarus (1985), Hall (1978). Norton
(1987), dan More (1990) sepakat bahwa factor yang mempengaruhi kompetensi
individu meliputi: “bakat, sikap, minat, motivasi, nilai, cita-cita, cara pandang,
pengetahuan, keterampilan, lingkunga (fisik dan non fisik), kesempatan, niat baik,
kesungguhan hati, kesetiaan terhadap visi pribadi atau impian yang ingin diwujudkan,
dan bantuan orang lain.
Menurut Mulyasa, (2008: 187-192) uji kompetensi guru, baik secara teoritis
maupun secara praktis memiliki manfaat yang sangat penting, terutama dalam rangka
meningkatkan kualitas pendidikan melalui peningkatan kualitas guru. Yakni ;
1. Sebagai alat untuk mengembangkan standar kemampuan professional guru.
Berdasarkan hasil uji dapat diketahui kemampuan rata-rata para guru, aspek
mana yang perlu ditingkatkan, dan siapa yang perlu mendapat pembinaan secara
kontinyu, serta siapa yang telah mencapai standar kemampuan minimal.
2. Merupakan alat seleksi penerimaan guru.
Banyaknya calon guru mengakibatkan perlunya seleksi penerimaan guru untuk
memilih guru sesuai dengan kebutuhan. Untuk keperluan tersebut perlu
ditetapkan kriteria secara umum kompetensi-kompetensi dasar yang perlu
dipenuhi sebagai syarat untuk menjadi guru.
47
3. Untuk mengelompokan guru.
Berdasarkan hasil uji kompetensi, guru-guru dapat dikelompokan berdasarkan
hasilnya, misalnya kelompok tinggi, kelompok sedang dan kelompok kurang
sehingga perhatian dan pembinaan dapat meningkatkan kompetensinya.
4. Sebagai bahan acuan dalam mengembangkan kurikulum
Keberhasilan pendidikan tercermin dalam kualitas pembelajaran, dan
keterlibatan peserta didik dalam proses pembelajaran. Hal ini harus dijadikan
acuan oleh lembaga yang mempersiapkan calon guru atau calon tenaga
kependidikan, karena keberhasilan tersebut terletak pada berbagai komponen
dalm proses pendidikan di lembaga pendidikan.
5. Merupakan alat pembinaan guru.
Untuk memperoleh guru yang kreatif, professional, dan menyenangkan dalam
menjalankan tugas dan fungsinya, perlu ditetapkan jenis kompetensi yang perlu
dipenuhi sebagai syarat agar seseorang dapat diterima menjadi guru. Setiap guru
yang memenuhi syarat diharapkan berhasil dalam mengemban tugas dan
fungsinya, dan mampu meningkatkan kualitas pembelajaran.
6. Mendorong kegiatan dan hasil belajar
Kegiatan pembelajaran, dan hasil belajar peserta didik tidak saja ditentukan oleh
manajemen sekolah, kurikulum, sarana dan prasarana pembelajaran, tetapi
sebagian besar ditentukan oleh guru. Oleh karena itu, uji kompetensi guru akan
mendorong terciptanya kegiatan dan hasil belajar yang optimal, karena guru
yang teruji kompetensinya akan senantiasa menyesuaikan dengan
perkembangan kebutuhan dan pembelajaran.
48
Secara garis besar terdapat dua elemen kompetensi guru yaitu dari kondisi
internal dan kondisi eksternal. Dari laporan penelitian Sutama (2005:160) menyatakan,
kondisi internal guru dapat berupa kemampuan, kecakapan interpersonal, serta
kecakapan teknis. Sedangkan kondisi eksternal berupa kondisikondisi yang berada di
luar kendali guru. Menurut Slamet (1991) disebutkan bahwa salah satu elemen yang
memberi sumbangan besar terhadap sekolah yang efektif adalah guru yang berkualitas
yaitu guru yang bermutu dan beretos kerja andal.
Dalam makalahnya Wijoyo (2002:9) menuturkan penentu kompetensi guru
yang jarang dipermasalahkan adalah “pengalaman”, padahal ini soal yang sangat
menentukan dalam perjalanan hidup apalagi karir seseorang., sekaligus menentukan
tinggi rendahnya derajat mutu dan relevansi pendidikan. Istilah kerennya “jam terbang”
dan sering dikaitkan dengan “track record”. Celakanya pengalaman sering disalah
artikan sebagai “masa kerja”. Orang yang lama masa kerjanya otomatis dianggap
banyak pengalamannya, dan lebih gawat lagi salah arti ini dilembagakan dalam
peraturan kepegawaian negeri sipil. Setiap 4 tahun PNS berhak naik pangkat meskipun
belum tentu dia menunjukkan pengalaman prestasi yang memadai. Padahal,
pengalaman sama sekali bukan masa kerja, melainkan nilai-nilai hasil observasi kritis
seseorang terhadap peristiwa sekililingnya yang direkonstruksi dan
dikonsolidasikannya. Pengalaman tidak selalu tergantung pada masa kerja atau usia
seseorang.
Dari jurnal penelitian Sugiarto (2003:122) dinyatakan bahwa untuk memperoleh
kemampuan guru mengelola pembelajaran yang tinggi, harus didukung oleh motivasi
kerja, etos kerja, pengalaman mengajar yang banyak, jenis dan lama penataran yang
banyak dan tingkat pendidikan yang tinggi. Dari penelitian Sutama (2005:157–158)
49
ditemukan bahwa partisipasi aktif dalam MGMP dapat meningkatkan kinerja atau
kompetensi guru. Sedangkan dari penelitian Djumali (2005:42) dinyatakan bahwa
faktor penghasilan merupakan faktor utama bagi peningkatan kinerja atau kompetensi
guru. Banyak faktor yang dapat mempengaruhi kompetensi guru dalam pembelajaran.
Menurut peneliti, ada beberapa faktor yang strategis dalam arti sangat dominan
mempengaruhi kompetensi guru yang dapat diamati dan diukur, serta secara umum
dimiliki dan dilakukan guru, antara lain : etos kerja, pengalaman mengajar, pendidikan,
kesejahteraan, status kepegawaian, beban mengajar, keterlibatan dalam MGMP, dan
sarana prasarana sekolah.
F. Standar Kompetensi Guru Geografi Pada Sekolah Menengah
Dalam proses pembelajaran yang lebih berpusat pada peserta didik (child
centered learning) diperlukan adanya kemampuan guru untuk mengembangkan potensi
peserta didik/siswa dan memfasilitasi kebutuhan belajarnya sehingga peserta didik
mampu mengembangkan potensinya secara sistematis, dan terarah dalam lingkungan
belajar yang kondusif. Untuk itu diperlukan guru yang berfungsi sebagai fasilitator
belajar yang memiliki kepakaran, kemampuan operasional, komitmen, dan tanggung
jawab profesional harus memiliki ciri-ciri; menguasai substansi bidang tertentu secara
mendalam dan luas, dapat melaksanakan pembelajaran dan penilaian yang mendidik,
berkepribadian, dan memiliki komitmen dan perhatian terhadap perkembangan peserta
didik maupun berjiwa inovatif dan adaptif terhadap perubahan pendidikan.
Substansi bidang studi dan konteks pembelajaran selalu berkembang dan
berubah menurut dimensi ruang dan waktu, oleh karenanya dituntut untuk selalu
50
meningkatkan kompetensinya. Untuk itu, guru memiliki kemampuan untuk menggali
informasi kependidikan dan bidang studi dari berbagai sumber, termasuk dari sumber
elektronik dan pertemuan ilmiah, serta melakukan kajian atau penelitian untuk
menunjang pembelajaran yang mendidik.
Kompetensi bagi guru Geografi adalah kebulatan pengetahuan, keterampilan,
dan seperangkat tindakan cerdas, penuh tanggung-jawab, yang dimiliki seseorang
sebagai syarat untuk dianggap mampu oleh masyarakat dalam melaksanakan tugas-
tugas dalam bidang pendidikan dan pembelajaran Geografi. Jika mengacu kepada
empat kompetensi bagi Guru, maka kompetensi yang spesifik dan terkait dengan tugas
guru Geografi adalah kompetensi pedagogik dan kompetensi profesional.
Kompetensi pedagogik bagi guru Geografi adalah kemampuan mengelola
pembelajaran peserta didik yang meliputi pemahaman terhadap peserta didik,
perancangan dan pelaksanaan pembelajaran Geografi, dan mengembangkan peserta
didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya.
Sedangkan kompentensi profesional adalah penguasaan materi pembelajaran
pendidikan Geografi secara luas dan mendalam melalui penguasaan substansi keilmuan
studi Geografi dan materi kurikulum mata pelajaran Geografi, yang memungkinkan
membimbing peserta didik memenuhi standar kompetensi yang ditetapkan dalam
Standar Nasional Pendidikan.
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) Nomor 16 Tahun 2007
tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru ditegaskan bahwa setiap
guru wajib memenuhi standar kualifikasi akademik dan kompetensi guru yang berlaku
secara nasional. Kompetensi guru meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi
kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi professional. Di dalam permendiknas
51
tersebut dirinci kompetensi inti guru dan kompetensi guru dalam mata pelajaran adalah
sebagai berikut :
a. Kompetensi Pedagodik
1. Menguasai karakteristik peserta didik dari aspek fisik, moral, spiritual, sosial,
kultural, emosional, dan intelektual
1.1 Memahami karakteristik peserta didik yang berkaitan dengan aspek fisik,
intelektual, sosial-emosional, moral, spiritual, dan latar belakang sosial-
budaya
1.2 Mengidentifikasi potensi peserta didik dalam mata pelajaran yang diampu.
1.3 Mengidentifikasi bekal-ajar awal peserta didik dalam mata pelajaran yang
diampu
1.4 Mengidentifikasi kesulitan belajar peserta didik dalam mata pelajaran yang
diampu
2. Menguasai teori belajar dan prinsip-prinsip pembelajaran yang mendidik
2.1 Memahami berbagai teori belajar dan prinsip-prinsip pembelajaran yang
mendidik terkait dengan mata pelajaran yang diampu
3. Mengembangkan kurikulum yang terkait dengan mata pelajaran yang diampu
3.1 Memahami prinsip-prinsip pengembangan kurikulum.
3.2 Menentukan tujuan pembelajaran yang diampu.
3.3 Menentukan pengalaman belajar yang sesuai untuk mencapai tujuan
pembelajaran yang diampu.
3.4 Memilih materi pembelajaran yang diampu yang terkait dengan pengalaman
belajar dan tujuan pembelajaran
52
3.5 Menata materi pembelajaran secara benar sesuai dengan pendekatan yang
dipilih dan karakteristik peserta didik
3.6 Mengembangkan indikator dan instrumen penilaian
4. Menyelenggarakan pembelajaran yang mendidik
4.1. Memahami prinsip-prinsip perancangan pembelajaran yang mendidik.
4.2. Mengembangkan komponen-komponen rancangan pembelajaran.
4.3. Menyusun rancangan pembelajaran yang lengkap, baik untuk kegiatan di
dalam kelas, laboratorium, maupun lapangan
4.4. Melaksanakan pembelajaran yang mendidik di kelas, di laboratorium, dan
di lapangan dengan memperhatikan standar keamanan yang dipersyaratkan
4.5. Menggunakan media pembelajaran dan sumber belajar yang relevan dengan
karakteristik peserta didik dan mata pelajaran yang diampu untuk mencapai
tujuan pembelajaran secara utuh
4.6. Mengambil keputusan transaksional dalam pembelajaran yang diampu
sesuai dengan situasi yang berkembang
5. Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk kepentingan
pembelajaran.
5.1. Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi dalam pembelajaran
yang diampu.
6. Memfasilitasi pengembangan potensi peserta didik untuk mengaktualisasikan
berbagai potensi yang dimiliki
6.1 Menyediakan berbagai kegiatan pembelajaran untuk mendorong peserta
didik mencapai prestasi secara optimal.
53
6.2. Menyediakan berbagai kegiatan pembelajaran untuk mengaktualisasikan
potensi peserta didik, termasuk kreativitasnya
7. Berkomunikasi secara efektif, empatik, dan santun dengan peserta didik.
7.1.Memahami berbagai strategi berkomunikasi yang efektif, empatik, dan
santun, secara lisan, tulisan, dan/atau bentuk lain.
7.2. Berkomunikasi secara efektif, empatik, dan santun dengan peserta didik
dengan bahasa yang khas dalam interaksi kegiatan/permainan yang mendidik
yang terbangun secara siklikal dari (a) penyiapan kondisi psikologis peserta
didik untuk ambil bagian dalam permainan melalui bujukan dan contoh, (b)
ajakan kepada peserta didik untuk ambil bagian, (c) respons peserta didik
terhadap ajakan guru, dan (d) reaksi guru terhadap respons peserta didik, dan
seterusnya.
8.Menyelenggarakan penilaian dan evaluasi proses dan hasil belajar
8.1 Memahami prinsip-prinsip penilaian dan evaluasi proses dan hasil belajar
sesuai dengan karakteristik mata pelajaran yang diampu.
8.2. Menentukan aspek-aspek proses dan hasil belajar yang penting untuk dinilai
dan dievaluasi sesuai dengan karakteristik mata pelajaran yang diampu
8.3. Menentukan prosedur penilaian dan evaluasi proses dan hasil belajar
8.4. Mengembangkan instrumen penilaian dan evaluasi proses dan hasil belajar.
8.5. Mengadministrasikan penilaian proses dan hasil belajar secara berkesinam-
bungan dengan mengunakan berbagai instrumen.
8.6. Menganalisis hasil penilaian proses dan hasil belajar untuk berbagai tujuan
8.7. Melakukan evaluasi proses dan hasil belajar
54
9. Memanfaatkan hasil penilaian dan evaluasi untuk kepentingan pembelajaran
9.1. Menggunakan informasi hasil penilaian dan evaluasi untuk menentukan
ketuntasan belajar
9.2. Menggunakan informasi hasil penilaian dan evaluasi untuk merancang
program remedial dan pengayaan
9.3. Mengkomunikasikan hasil penilaian dan evaluasi kepada pemangku
kepentingan.
9.4. Memanfaatkan informasi hasil penilaian dan evaluasi pembelajaran untuk
meningkatkan kualitas pembelajaran.
10. Melakukan tindakan reflektif untuk peningkatan kualitas pembelajaran.
10.1. Melakukan refleksi terhadap pembelajaran yang telah dilaksanakan.
10.2 Memanfaatkan hasil refleksi untuk perbaikan dan pengembangan
pembelajaran dalam mata pelajaran yang diampu
10.3. Melakukan penelitian tindakan kelas untuk meningkatkan kualitas
pembelajaran dalam mata pelajaran yang diampu.
b. Kompetensi Kepribadian
11. Bertindak sesuai dengan norma agama, hukum, sosial, dan kebudayaan nasional
Indonesia.
11.1. Menghargai peserta didik tanpa membedakan keyakinan yang dianut, suku,
adat-istiadat, daerah asal, dan gender.
11.2. Bersikap sesuai dengan norma agama yang dianut, hukum dan sosial yang
berlaku dalam masyarakat, dan kebudayaan nasional Indonesia yang
beragam.
55
12. Menampilkan diri sebagai pribadi yang jujur, berakhlak mulia, dan teladan bagi
peserta didik dan masyarakat.
12.1. Berperilaku jujur, tegas, dan manusiawi.
12.2. Berperilaku yang mencerminkan ketakwaan dan akhlak mulia.
12.3. Berperilaku yang dapat diteladan oleh peserta didik dan anggota masyarakat
di sekitarnya.
13.Menampilkan diri sebagai pribadi yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan
berwibawa
13.1. Menampilkan diri sebagai pribadi yang mantap dan stabil
13.2. Menampilkan diri sebagai pribadi yang dewasa, arif, dan berwibawa.
14. Menunjukkan etos kerja, tanggung jawab yang tinggi, rasa bangga menjadi guru,
dan rasa percaya diri
14.1. Menunjukkan etos kerja dan tanggung jawab yang tinggi.
14.2.Bangga menjadi guru dan percaya pada diri sendiri.
14.3. Bekerja mandiri secara profesional.
15.Menjunjung tinggi kode etik profesi guru
15.1.Memahami kode etik profesi guru.
15.2. Menerapkan kode etik profesi guru. Berperilaku sesuai dengan kode etik
profesi guru
c. Kompetensi Sosial
16. Bersikap inklusif, bertindak objektif, serta tidak diskriminatif karena
pertimbangan jenis kelamin, agama, ras, kondisi fisik, latar belakang keluarga,
dan status sosial ekonomi
56
16.1 Bersikap inklusif dan objektif terhadap peserta didik, teman sejawat dan
lingkungan sekitar dalam melaksanakan pembelajaran.
16.2.Tidak bersikap diskriminatif terhadap peserta didik, teman sejawat, orang tua
peserta didik dan lingkungan sekolah karena perbedaan agama, suku, jenis
kelamin, latar belakang keluarga, dan status sosial-ekonomi
17. Berkomunikasi secara efektif, empatik, dan santun dengan sesama pendidik,
tenaga kependidikan, orang tua, dan masyaraka
17.1. Berkomunikasi dengan teman sejawat dan komunitas ilmiah lainnya secara
santun, empatik dan efektif.
17.2. Berkomunikasi dengan orang tua peserta didik dan masyarakat secara
santun, empatik, dan efektif tentang program pembelajaran dan kemajuan
peserta didik.
17.3.Mengikutsertakan orang tua peserta didik dan masyarakat dalam program
pembelajaran dan dalam mengatasi kesulitan belajar peserta didik.
18. Beradaptasi di tempat bertugas di seluruh wilayah Republik Indonesia yang
memiliki keragaman sosial budaya.
18.1. Beradaptasi dengan lingkungan tempat bekerja dalam rangka meningkatkan
efektivitas sebagai pendidik.
18.2.Melaksanakan berbagai program dalam lingkungan kerja untuk
mengembangkan dan meningkatkan kualitas pendidikan di daerah yang
bersangkutan
19. Berkomunikasi dengan komunitas profesi sendiri dan profesi lain secara lisan
dan tulisan atau bentuk lain
57
19.1. Berkomunikasi dengan teman sejawat, profesi ilmiah, dan komunitas ilmiah
lainnya melalui berbagai media dalam rangka meningkatkan kualitas
pembelajaran.
19.2.Mengkomunikasikan hasil-hasil inovasi pembelajaran kepada komunitas
profesi sendiri secara lisan dan tulisan maupun bentuk lain.
d. Kompetensi Profesional
20. Menguasai materi, struktur, konsep, dan pola pikir keilmuan yang mendukung
mata pelajaran yang diampu
21. Menguasai standar kompetensi dan kompetensi dasar mata pelajaran yang
diampu.
21.1 Memahami standar kompetensi mata pelajaran yang diampu.
21.2.Memahami kompetensi dasar mata pelajaran yang diampu.
21.3.Memahami tujuan pembelajaran yang diampu.
22. Mengembangkan materi pembelajaran yang diampu secara kreatif
22.1. Memilih materi pembelajaran yang diampu sesuai dengan tingkat
perkembangan peserta didik.
22.2. Mengolah materi pelajaran yang diampu secara kreatif sesuai dengan tingkat
perkembangan peserta didik
23. Mengembangkan keprofesionalan secara berkelanjutan dengan melakukan
tindakan reflektif
23.1.Melakukan refleksi terhadap kinerja sendiri secara terus menerus.
23.2.Memanfaatkan hasil refleksi dalam rangka peningkatan keprofesionalan.
23.3.Melakukan penelitian tindakan kelas untuk peningkatan keprofesionalan.
23.4.Mengikuti kemajuan zaman dengan belajar dari berbagai sumber.
58
24.Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk mengembangkan diri
24.1. Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi dalam berkomunikasi.
24.2. Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk pengembangan
diri
G. Kinerja Guru
1. Pengertian Kinerja
Secara etimologis, kinerja (Performance) berarti unjuk kerja (Badudu, 1994:34).
Kinerja adalah sesuatu yang dicapai, prestasi yang diperlihatkan atau kemampuan kerja
(Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Depdikbud,
1994:503).
Mitchel (1987:474) mengemukakan suatu rumusan bahwa kinerja (performace)
dibentuk oleh motivasi (motivation) dan kecakapan (ability).
Prestasi kerja atau penampilan kerja (performance) menurut Nanang Fattah
(1996:19) adalah sebagai ungkapan kemampuan yang didasari oleh pengetahuan, sikap
dan keterampilan dan motivasi dalam menghasilkan sesuatu.
Musyawarah dan Mukaram (1999:103) mengemukakan bahwa unjuk kerja adalah
pencapaian prestasi seseorang berkenaan dengan tugas-tugas yang dibebankan
kepadanya.
Penilaian prestasi kerja menurut Amirullah dan Rindyah (2002:137) merupakan
hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seseorang karyawan dalam
melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya.
Prawirosentono (1999:2) merumuskan pengertian perfomance adalah hasil kerja
yang dapat dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang dalam suatu organisasi,
59
sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing, dalam rangka upaya
mencapai tujuan organisasi bersangkutan secara legal, tidak melanggar hukum dan
sesuai dengan moral maupun etika.
Apabila menunjuk kepada pendapat tersebut, maka kinerja guru merupakan hasil
kerja yang dicapai oleh seseorang guru sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab
masing-masing, dalam rangka upaya mencapai tujuan organisasi bersangkutan secara
ilegal, tidak melanggar hukum dan sesuai dengan moral maupun etika.
Apabila merujuk kepada pendapat tersebut, maka kinerja guru merupakan hasil
kerja yang dicapai oleh seorang sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing-
masing yang didasari oleh pengetahuan, sikap, keterampilan dan motivasi dalam
melakukan tugas dan kewajiban.
2. Penilaian Kinerja Guru
Menurut Schuler dan Jackson (1999:3) penilaian kinerja (performance appreisal)
mengacu pada suatu sistem formal berstruktur yang mengukur, menilai, dan
mempengaruhi sifat-sifat yang berkaitan dengan pekerjaan, perilaku, dan hasil
termasuk tingkat ketidakhadiran.
Penilaian kinerja menurut Prawirosentono (1999:217) adalah suatu proses
penilaian formal atas hasil kerja seseorang karyawan yang dilaksanakan oleh seorang
penilai, dimana hasilnya disampailkan kepada karyawan itu sendiri, dimasukan ke
dalam file dokumen pegawai.
Sedangkan Gary (1997:2) mendefinisikan penilaian kerja sebagai prosedur apa
saja yang meliputi (1) penetapan standar kinerja; (2) penilaian kinerja aktual karyawan
dalam berhubungan dengan standar-standar ini; (3) memberi umpan balik kepada
60
karyawan dengan tujuan memotivasi orang tersebut untuk menghilangkan kemerosotan
kinerja atau terus berkinerja lebih tinggi lagi.
Marwansah dan Mukaram (2000:103) mengemukakan bahwa penilaian unjuk
kerja adalah uraian sistematik tentang kekuatan/kelebihan dan kelemahan yang
berkaitan dengan pekerjaan seseorang atau sebuah kelompok.
Dengan demikian berdasarkan pengertian mengenai penilaian kinerja tersebut di
atas, maka penilaian kinerja guru dapat dirumuskan sebagai suatu proses secara formal
dan tersetuktur yang dilaksanakan oleh pihak penilai sebagai umpan balik bagi para
guru dalam melaksanakan tugasnya dan sebagai bahan informasi bagi lembaga
pendidikan yang bersangkutan.
3. Proses Penilaian Kinerja
Gary (1997:3) mengemukakan bahwa penilaian kinerja terdiri dari tiga langkah,
yaitu: mendefinisikan pekerjaan, menilai kinerja, dan memberikan impan balik.
Sedangkan Schuler dan Jackson (1999:11) berpendapat bahwa dalam penilaian
kinerja terdiri dari tiga jenis kriteria kinerja, yaitu:
a. Kriteria berdasarkan sifat, yaitu memusatkan diri pada karakteristik pribadi seorang
karyawan, loyalitas, keandalan, kemampuan berkomunikasi, dan keterampilan
memimpin. Jenis kriteria ini memusatkan diri pada bagaimana seseorang, bukan
apa yang dicapai atau tudak dicapai seseorang dalam pekerjaannya.
b. Kriteria berdasarkan perilaku, yaitu terfokus pada bagaimana pekerjaan
dilaksanakan. Kriteria ini penting bagi pekerjaan yang membutuhkan hubungan
atar personal.
61
c. Kriteria berdasarkan hasil, yaitu terfokus pada apa yang dicapai atau dihasilkan
ketimbang bagaimana sesuatu dicapai atau dihasilkan. Kriteria ini sering dikritik
karena meninggalkan aspek kritis pekerjaan yang penting, seperti kualitas.
Dalam melakukan proses penilaian unjuk kerja menurut Mondy dan Neo (1990)
yang dikutif olek Marwansyah dan Mukaram (2000:108) mengemukakan ada lima
langkah dalam proses Penilaian Unjuk Kerja (PUK), yaitu:
a. Mengidentifikasi tujuan spesifik penilaian unjuk kerja. Contoh tujuan spesifik ini
adalah: mempromosikan karyawan, mengidentifikasikan kebutuhan pelatihan,
mendiagnosis masalah-masalah yang dialami karyawan.
b. Menentukan tugas-tugas yang harus dijalankan dalam pekerjaan (analisis jabatan).
Jika analisis jabatan sudah dilakukan, pada tahap ini cukup dilakukan upaya untuk
memutakhirkan atau melengkapi informasi hasil analisis jabatan.
c. Memeriksa tugas-tugas yang dijalani. Pada tiap tahap ini, penilaian memeriksa
tugas-tugas yang dilaksanakan oleh tiap-tiap pekerja dengan berpedoman pada
deskripsi jabatan.
d. Menilai unjuk kerja. Setelah memeriksa tugas-tugas, penilai memberikan nilai
untuk tiap-tiap unsur jabatan yang diperiksa atau diamati.
e. Membicarakan hasil penilaian dengan karyawan. Pada tahap terakhir ini, penilai
hendaknya menyampaikan dan mendiskusikan hasil penilaian kepada kar yawan
yang dinilai. Karyawan yang dinilai dapat mengklarifikasikan hasil nilai dan bila
perlu bisa mengajukan keberatan atas hasil penilaian.
Untuk kepentingan proses penilaian kinerja, maka penilai seharusnya dilakukan
oleh orang-orang yang memiliki kesempatan untuk benar-benar mengamati perilaku
secara langsung. Menurut Marwansyah dan Mukaram (2000:108) bahwa ada beberapa
62
kemungkinan tentang siapa yang dapat melakukan penilaian kerja, yaitu; atasan
langsung, bawahan, rekan kerja, penilaian kelompok, penilaian oleh diri sendiri, dan
kombinasi.
Sedang menurut Schuler dan Jachson (1999:15) mengemukkakan bahwa sumber-
sumber dan penilaian kinerja dapat diperoleh penilaian karyawan yang sendiri
(bersangkutan), rekan sejawat atau anggota tim, bawahan, pelanggan, dan melalui hasil
pantauan komputer.
Berdasarkan pendapat tersebut bila diaplikasikan pada penilaian kualitas kinerja
guru maka sumber-sumber yang merupakan data penilaian kinerja dapat diperoleh dari:
(1) Kepala sekolah sebagai atasan; (2) Guru yang bersangkutan; (3) Guru-guru dan staf
lainnya yang ada disekolah; (4) orang tua siswa; (5) hasil pantauan melalui data-data
(dokumentasi) sekolah yang bersangkutan.
Penilaian kinerja sangat bermanfaat besar terutama untuk pencapaian tujuan suatu
organisasi, dan penerapan waktu penilaiannya harus dilakukan sesuai dengan periode
yang telah ditentukan. Schuler dan Jackson (1999:14) mengemukakan bahwa untuk
pengukuran kinerja harus mencerminkan pertimbangan strategis. Sehingga penerapan
waktu untuk penilaian kinerja ini dapat melalui dua aspek, yaitu menurut lamanya
siklus dan tanggal penilaian.
Adapun penerapan waktu penilaian berdasarkan siklus terdiridari:
a. Tipe siklus reguler, yaitu peninjauan kinerja formal dengan interval enam bulan
sampai satu tahun.
b. Periode evaluasi berdasarkan rentang waktu pekerjaan yang dialami., yaitu lama
waktu yang dibutuhkan untuk mengenali tingkat kinerja seseorang yang sedang
melaksanakan pekerjaan.
63
c. Periode evaluasi berdasarkan tujuan penelitian, yaitu untuk tujuan komunikasi dan
evaluasi, fokusnya harus pada kinerja karyawan saat ini selama satu periode
kinerja.
Selanjutnya untuk melakukan penilaian kinerja, Schuler dan Jackson (1999:20)
mengemukakan bahwa penilaian kinerja ini dapat dilKUKn melalui format sebagai
berikut:
a. Penilaian yang Mengacu Pada Norma. Format kerja yang mengacu pada norma
dapat dilakukan melalui: (1) Rangking Langsung, (2) Rangking Alternatif, (3)
Perbandingan Berpasangan, (4) Metode Distribusi Paksaan.
b. Format Standar Absolut. Format ini memungkinkan penilai mengevaluasi kinerja
dalam kaitannya dengan kriteria tertentu, dengan konsekuensi format ini dapat
memberi rating yang sama persis kepada dua orang atau dua unit. Format Standar
Absolut terdiri dari: (1) Skala Rating Grafik, (2) Skala Rating Bobot Menurut
Prilaku, (3) Skala Standar Campuran, (4) Skala Pengamatan Perilaku.
c. Format Berdasarkan Output. Format ini berpusat pada hasil pekerjaan sebagai
kriteria utama, yang terdiri dari empat jenis yaitu: (1) Manajemen Berdasarkan
Sasaran, (2) Pendekatan Standar Kinerja, (3) Pendekatan Indeks Langsung, (4)
Catatan Prestasi.
d. Format Penilaian Kinerja Baru. Format penilaian ini disesuaikan dengan keperluan
suatu organisasi, dan merupakan hasil usaha identifikasi persoalan dan
karakteristik dalan suatu organisasi.
Sedangkan menurut Amirullah dan Rindyah (2002:137-138) mengemukakan
bahwa dalam melakukan penilain prestasi kerja, kriteria utama dalam memilih metode
penilaian prestasi kerja adalah terpenuhinya kriteria reliabilitas dan validitas.
64
Menurutnya kedua kriteria tersebut yang sangat penting yang harus terpenuhi untuk
menjamin legalitas dari hasil peniaian. Dan untuk penggunaan metode dalam penilain
prestasi kerja ini, ada beberapa metode yang bisa digunakan yaitu: (1) Skala Penilaian
Grafis (graphic rating scale), (2) metode pemangkatan (rangking methods), (3)
Cheklist yang berbobot (weighted checlists), dan (4) ceriteria yang menjelaskan
(descriptive essays).
4. Tujuan dan Kegunaan Penilaian Kinerja
Penilaian kinerja (performance appraisal) merupakan proses melalui nama
organisasi-organisasi mengevaluasi dan menilai prestasi kerja karyawan. Menurut
Handoko (1996:135-137) “Bahwa dalam sebuah organisasi para karyawan memerlukan
umpan balik upaya-upaya mereka”. Salah satu kegiatan yang dapat memberikan umpan
balik kepada para karyawan tentang pelaksanaan pekerjaan mereka adalah dengan
melakukan penilaian prestasi kerja (performance appraisal). Adapun kegunaannya
menurut Handoko adalah sebagai berikut:
a. Perbaikan Prestasi Kerja. Umpan balik pelaksanaan kerja memungkinkan
karyawan, manajer dan departemen personalia dapat membetulkan kegiatan-
kegiatan mereka untuk memperbaiki prestasi.
b. Penyesuaian-penyesuaian Kompensasi. Evaluasi prestasi kerja membantu para
pengambil keputusan dalam menentukan kenaikan upah, pemberian bonus dan
kompensasi lainnya.
c. Keputusan-keputusan Penempatan. Promosi, transfer dan demosi biasanya
didasarkan pada prestasi kerja masa lalu atau antisipasinya. Promosi sering
merupakan bentuk penghargaan terhadap pestasi kerja masa lalu.
65
d. Kebutuhan-kebutuhan Latihan dan Pengembangan. Prestasi kerja yang jelek
mungkin menunjukan kebutuhan latihan. Demikian juga, prestasi yang baik
mungkin mencerminkan potensi yang harus dikembangkan.
e. Perencanaan dan Pengembangan Karier. Umpan balik prestasi mengarahkan
keputusan-keputusan karier, yaitu tentang jalur karier tertentu yang harus diteliti.
f. Penyimpangan-penyimpangan Proses Staffing. Prestasi kerja yang baik atau jelek
mencerminkan kekuatan atau kelemahan prosedur staffing departemen personalia.
g. Ketidak akuratan Informasional. Prestasi kerja yang jelek mungkin menujukan
kesalahan-kesalan dalam informasi analisis jabatan rencana-rencana sumber daya
manusia, atau komponen-komponen lain sistem informasi manajemen personalia.
Menggantungkan diri pada informasi yang tidak akurat dapat menyebabkan
keputusan-keputusan personalia yang diambil tidak tepat.
h. Kesalahan-kesalahan Desain Pekerjaan. Prestasi kerja yang jelek mungkin
merupakan suatu tanda kesalahan dalam mendesain pekerjaan. Penilaian prestsi
membantu diagnosa kesalahan-kesalahan tersebut.
i. Kesempatan Kerja yang Adil. Penilaian prestasi kerja secara akurat akan menjamin
keputusan-keputusan penempatan internal diambil tanpa diskriminasi.
j. Tantangan-tantangan Eksternal. Kadang-kadang prestasi kerja dipengaruhi oleh
faktor-faktor diluar lingkungan kerja, seperti keluarga, kesehatan, kondisi finansial
atau masalah-masalah pribadi lainnya. Dengan demikian pihak yang berwenang
dalam penilain mungkin dapat menawarkan bantuan.
Sedangkan menurut Marwansyah dan Mukaram (2000:106) mengemukakan
bahwa:
Tujuan umum sistem penilain unjuk kerja adalah: (1) untuk meningkatkan unjuk kerja karyawan dengan cara membant mereka agar dapat menyadari dan menggunakan
66
seluruh potensi mereka dalam mewujudkan tujuan-tujuan organisasi, dan (2) untuk memberikan informasi kepada karyawan dan manajer sebagai dasar untuk mengembil keputusan yang berkaitan dengan pekerjaan.
Schuler dan Jackson (1999:3-4) mengemukakan tujuan dan pentingnya penilain
kinerja dan mengidentifikasinya menjadi dua puluh macam tujuan informasi kinerja
yang dikelompokan dalam empat katagori yaitu sebagai berikut:
a. Evaluasi yang menentukan perbandingan antar orang, meliputi:
i. Administrasi gaji
ii. Pengakuan kinerja individu
iii. Identifikasi kinerja yang buruk
iv. Keputusan Promosi
v. Keputusan retensi dan pemutusan kontrak kerja
vi. Pemberhentian
b. Pengembangan yang menekankan perubahan-perubahan dalam diri seseorang
dengan berjalannya waktu, meliputi:
vii. Umpan balik kinerja
viii. Identifikasi kekuatan dan kelemahan individu
ix. Penentuan transfer dan penugasan
x. Identifikasi kebutuhan dan pelatihan individu
c. Pemeliharaan Sistem, meliputi:
xi. Pengembangan tujuan korporasi dan individu
xii. Evaluasi pencapaian sasaran oleh individu, tim atau unit usaha strategis
xiii. Perencanaan sumberdaya manusia
xiv. Penentuan kebutuhan pelatihan organisasi
xv. Pengokohan struktur wewenang
67
xvi. Identifikasi kebutuhan pengembangan organisasi
xvii. Audit sistem sumber daya manusia
d. Dokumentasi, meliputi:
xviii. Dokumentasi keputusan-keputusan manajemen sumber daya manusia
xix. Pemenuhan persyaratan legal manajemen sumber daya manusia
xx. Kriteria unjuk pengujian validitas
Penilaian kinerja menurrut Tohari (2002:249) memiliki manfaat antara lain
adalah: 1) program Perbaikan, 2) Promosi, 3) Kompensasi, 4) Pelatihan dan
Pengembangan, 5) Replacement, 6) Desain Pekerjaan, 7) Menghilangkan Kecemburuan
Sosial, 8) Kompetisi (menumbuhkan persaingan yang sehat diantara karyawan).
5. Permasalahan dalam Penilaian Kinerja
Dalam melakukan kinerja karyawan biasanya ada beberapa kendala dan
hambatan. Sejalan dengan hal tersebut ada beberapa pendapat para ahli diantaranya
Gary (1997:20) yang mengemukakan bahwa ada lima masalah utama yang dapat
merusak alat penilaian seperti pada skala penilain grafik, yaitu; (1) Standar yang tidak
jelas, (2) Efek halo, (3) Kecenderungan central, (4) Terlalu longgar atau terlalu keras
(dari pihak penyedia), (5) Prasangka (bias).
Begitu juga menurut Marwansyah daanMukaram (1999:10) mengemukakan
bahwa masalah-masalah yang timbul dalam penilaian unjuk kerja adalah: (1) Kurang
Objektif, (2) Kesalahan “Halo” (Hallo Error), Penilaian terlalu Longgar (Leniency),
Penilaian terlalu Ketat (Strictness), (4) Kecenderungan memberikan Nilai Tengah
(Central Tendency), (5) Bias Perilaku Terbaru (Recent Behavior Bias).
68
Handoko (2000:140) mengemukakan bahwa penilain sering tidak berhasil untuk
tidak melibatkan emosionalnya dalam menilai prestasi kerja karyawan. Hal tersebut
menyebabkan evolusi menjadi bias. Berbagai bias penilaian yang paling umum terjadi
adalah: (1) Halo effect, (2) Kesalahan Kecenderungan terpusat, (3) Bias terlalu lunak
atau terlalu keras, (4) Prasangka pribadi, (5) Pengaruh kesan terakhir. Sedangkan
menurut Tohari (2002:251-254) mengemukakan bahwa kendala atau hambatan dalam
melakukan penilaian prestasi kerja adalah: (1) Hallo effect, (2) tidak serius, (3) Recency
effect, (4) Kolusi dan nepotisme.
Berdasarkan beberapa pendapat tersebut maka kendala dan hambatan yang
biasanya muncul dalam penilaian kinerja adalah: (1) Standar Yang Tidak Jelas, (2)
Hallo effet, (3) terlalu longgar (leniency) atau terlalu ketat (Strictness), (4)
kecenderungan sentral terpusat, (5) prasangka pribadi, (6) Pengaruh kesan terakhir
(Recency Effect). Berbagai distorsi tersebut menurut beberapa ahli dapat dikurangi
melalui pemberian latihan bagi para penilai, umpan balik, dan pemilihan tehnik-tehnik
menilaian kinerja secara tepat.
H. Pengaruh Kompetensi Guru Terhadap Kinerja Guru.
Michael G. Fullan yang dikutip oleh Suyanto dan Djihad Hisyam (2000)
mengemukakan bahwa “educational change depends on what teachers do and
think…”. Pendapat tersebut mengisyaratkan bahwa perubahan dan pembaharuan sistem
pendidikan sangat bergantung pada “what teachers do and think “. atau dengan kata
lain bergantung pada penguasaan kompetensi guru. Sejalan pendapat Epon Ningrum,
69
dalam tulisannya “Pemetaan Kualifikasi Kompetensi Guru Geografi bagi peningkatan
Profesionalitas” ( http://blog.tp.ac.id/ ) Guru adalah menjadi salah satu komponen
pembelajaran yang harus memenuhi standar tenaga pendidik, yakni memiliki
kualifikasi akademik minimal sarjana (S1) dan atau D4. Guru dalam melaksanakan
tugasnya sebagai agen pembelajaran harus memiliki empat kompetensi yakni:
Kompetensi pedagogik, kompetensi professional, kompetensi kepribadian, dan
Kompetensi Sosial. Mereka merupakan tenaga professional yang bertugas
merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran,
melakukan pembimbingan dan pelatihan.
Selanjut Epon menyatakan bagi guru yang memiliki profesionalitas,
pengalaman menjadi wahana pembelajaran bagi peningkatan dan pengembangan diri.
Kompetensi sifatnya dinamis, perlu dikembangkan dan ditingkatkan setiap saat, sesuai
dengan tugas, kebutuhan dan perkembangan inovasi pendidikan serta perkembangan
masyarakat. Untuk peningkatan kompetensi profesional guru geografi diperlukan sikap
professional.
Dwi , Kurniawam (2011) dalam skripsi Pengaruh Kompetensi Profesional Dan
Produktivitas Guru Terhadap Hasil Belajar Siswa Program Keahlian Teknik Kendaraan
Ringan Di SMK N 2 Klaten menyatakan hasil penelitian disimpulkan bahwa: (1)
tingkat kompetensi profesional guru berada pada kategori yang tinggi, sebanyak 3 guru
atau 42,9% memiliki kompetensi profesional yang tinggi dan 4 guru atau 57,1%
memilki kompetensi profesional yang sangat tinggi; (2) tingkat produkivitas guru
seluruhnya atau 100% terkategorisasi dalam kelompok yang sangat inggi; (3) hasil
belajar siswa kategori tinggi sebanyak 14,3% dan sebanyak 85,7 berada dalam kategori
sangat tinggi; (4) ada pengaruh dari kompetensi profesional terhadap hasil belajar
70
siswa, hal ini dibuktikan dengan perbedaan rata-rata hasil belajar siswa, yaitu sebesar
8,004 untuk kelompok kompetensi profesional sangat tinggi dan 7,611 untuk kelompok
kompetensi profesional tinggi; (5) ada pengaruh dari produktivitas guru terhadap hasil
belajar siswa, hal ini dibuktikan dengan rerata hasil belajar siswa yang sudah tergolong
tinggi yang diajar oleh guru dengan tingkat produktivitas yang sangat tinggi pula.
Menurut Nawawi dalam Ahmad Barizi (2009:142) : Guru adalah orang yang
pekerjaanya mengajar atau memberikan pelajaran disekolah atau didalam kelas. Secara
lebih khusus guru berarti orang yang bekerja dalam bidang pendidikan dan pengajaran
yang ikut bertanggung jawab dalam membantu anak didik mencapai pendewasaan
masing-masing.
Sedang menurut Sardiman (2005:125) “Guru adalah salah satu komponen
manusiawi dalam proses belajar mengajar, yang ikut berperan dalam usaha
pembentukan sumber daya manusia yang potensial di bidang pembangunan”. Dengan
demikian, guru bukan hanya orang yang sekedar berdiri di depan kelas untuk
menyampaikan materi pengetahuan (mata pelajaran) tertentu, akan tetapi guru adalah
anggota masyarakat yang harus ikut dan berjiwa bebas serta kreatif dalam mengarahkan
perkembangan anak didiknya untuk menjadi anggota masyarakat sebagai orang yang
dewasa dan guru merupakan salah satu unsur di bidang kependidikan harus berperan
secara aktif serta menempatkan kedudukannya sebagai tenaga profesional. Patut diakui
dan diterima bahwa berhubung posisi guru yang sentral dalam penyelenggaraan sistem
persekolahan umumnya dan khususnya kaitannya dengan tugas guru. Tugas dan
tangung jawab tersebut erat kaitanya dengan kompetensi yang disyaratkan untuk
memangku profesi guru. Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia tahun 2006
tentang guru bahwa “Kompetensi adalah seperangkat pengetahuan, ketrampilan, dan
71
perilaku yang harus dimiliki, dihayati dan dikuasai oleh guru dalam melaksanakan
tugas keprofesiannya”. Kompetensi mengajar guru harus sesuai dengan tuntutan
standart tugas yang diemban sehingga dapat memberikan efek positif demi tercapainya
tujuan pembelajaran seperti sikap siswa, ketrampilan siswa dan perubahan prestasi
belajar.
Zakiyah Darajat, dkk (dalam Syaiful Sagala, 2009: 21 ) menyebutkan tidak
sembarangan orang dapat melakukan tugas guru. Tetapi hanya orangorang tertentu
yang memenuhi persyaratan yang dipandang mampu, yakni: (1) bertaqwa kepada Allah
SWT. Dalam hal ini mudah difahami bahwa guru yang tidak bertaqwa akan sulit atau
tidak mungkin bisa mendidik peserta didiknya menjadi orang yang bertaqwa kepada
Allah SWT; (2) berilmu. Guru yang dangkal penguasaan ilmunya, akan mengalami
kesulitan dalam berinteraksi dengan para peserta didiknya, apalagi untuk masa kini dan
yang akan datang; (3) berkelakuan baik. Mengingat tugas guru antara lain untuk
mengembangkan akhlak mulia, maka sudah barang tentu dia harus bias memberikan
contoh akhlak mulia terlebih dahulu kepada anak didiknya. Di antara akhlak mulia
yang harus dicerminkan dalam kehidupannya adalah sikap bersabar menghadapi suatu
persoalan, disiplin dalam menunaikan tugas, jujur dalam menyelesaikan pekerjaan,
bersikap adil kepada semua orang, tidak pilih kasih, mampu menjalin kerjasama dengan
orang lain, gembira memberikan pertolongan kepada orang lain, menunjukkan
kepedulian sosial yang tinggi, dan lain-lain; (4) sehat jasmani. Kesehatan fisik atau
jasmani sangat diperlukan karena membantu kelancaran guru dalam mengabdikan diri
untuk mengajar, mendidik, dan memberikan bimbingan kepada para peserta didik.
Guru memiliki peran yang sangat penting dalam mencapai keberhasilan pendidikan,
72
karena Allah telah menciptakan manusia sebagai makhluk yang berpotensi untuk
mendidik dan dididik.
Menurut penelitian Sudarmaji (2002 : 60).” …….Banyak faktor yang
menentukan suatu sekolah menjadi berkualitas tinggi, tetapi berbagai penelitian tentang
keefektifan mengajar guru, dapat disimpulkan bahwa guru mempunyai pengaruh yang
sangat dominan terhadap pencapaian belajar siswa. Hal ini dapat dipahami karena guru
merupakan sumber daya yang aktif, sedang sumber daya yang lain bersifat pasif.
Sebaik-baik kurikulum, fasilitas, sarana prasarana pembelajaran, tetapi tingkat kualitas
gurunya rendah, akan sulit mendapatkan hasil pendidikan yang berkualitas tinggi.
Pendeknya guru merupakan “proxy utama” terhadap keberhasilan pendidikan.”
Hendri Joprison (2009) menyatakan “Seorang guru harus memiliki kecakapan
dalam proses interaksi belajar mengajar. Dari dasar itu diperlukan kompetensi dalam
mempersiapkan tahapan-tahapan kegiatan belajar mengajar. Kompetensi guru dalam
hal ini tidak hanya berperan untuk meningkatkan prestasi belajar siswa agar lebih aktif
dan gairah dalam belajar. Guru merupakan sentral dalam proses belajar mengajar.
Dalam kegiatan belajar mengajar, interaksi antara guru dan anak didik merupakan
kegiatan yang dominan. Kegiatan itu melibatkan komponen-komponen yang antara
satu dengan yang lainnya saling menyesuaikan dan menunjang dalam pencapaian
tujuan belajar bagi anak didik.
Kehadiran seorang guru dalam proses belajar mengajar tidak dapat digantikan
fungsinya oleh radio, mesin, tape recorder, ataupun oleh komputer yang paling modern
sekalipun masih terlalu banyak unsur-unsur manusiawi seperti sikap, sistem nilai,
perasaan, motivasi, kebiasaan dan lain-lain yang diharapkan merupakan hasil proses
73
pengajaran, akan tetapi tidak dapat dicapai melalui alat-alat tersebut dan guru masih
tetap memegang peranan penting (Nana Sudjana, 1998:12).
Dari konsep di atas, jelaslah bahwa kompetensi guru adalah suatu unsur yang
sangat berpengaruh terhadap keberhasilan belajar siswa. Dengan demikian kompetensi
guru merupakan salah satu unsur yang tidak bisa diabaikan dalam pengelolaan proses
interaksi belajar mengajar.
Kinerja (job performance) dipengaruhi oleh dimensi manusia yang menjadi
penentu dalam kinerja. Sutermeister menjelaskan: "The human contribution to
productivity, or employees job performance are considered to result from: (1) Ability;
(2) Motivation "(Sutermeister, 1976: 11). Dalam penjelasan selanjutnya,
Sutermeister mengemukakan:
"Ability is deemed to result of knowledge and skill. Knowledge, in turn is effected by education, experience, training and interest. Skill is effected by aptitude and personality, as well as by education, experience, trainig, and interest "(Sutermeister, 1976: 11).
Berdasarkan ilustrasi Suterrneister, produktivitas dipengaruhi oleh 32 faktor.
Kurang lebih 10% dari faktor-faktor tersebut adalah faktor teknologi, bahan baku,
layout, dan metode. Sedangkan sisanya, yaitu sekitar 90% ada(ah pengaruh kinerja
pegawai (employees job performance). Kinerja pegawai sendiri sekitar 20%
dipengaruhi oleh kemampuan dan 80% dipengaruhi oleh motivasi. Kemampuan
pegawai meliputi keterampilan dan pengetahuan Keterampilan terdiri atas bakat dan
kepribadian. Sedangkar pengeta'iuan terdiri atas pendidikan, penga1aman,
pelatihan, dan kepentingan (interest). Motivasi pegawai dipengaruhi oleh kondisi
fisik (yang meliputi pencahayaan, temperatur, ventilasi, waktu istirahat, keamanan,
dan musik); kebutuhan individu (yang dipengaruhi oleh kondisi ekonomi umum,
74
pendidikan pribadi individu, waktu istirahat, waktu kerja, tingkat aspirasi, latar
belakang budaya, pendidikan, dan pengalaman); dan kondisi sosial (yang
dipengaruhi oleh kesatuan, kepemimpinan. organisasi informal, organisasi formal,
efisiensi organisasi, iklim kepemimpinan, dan struktur organisasi).
Robins (2000: 190) mengemukakan bahwa kinerja merupakan fungsi dari
interaksi antara kemampuan (ability), motivasi (motivation), dan kesempatan
(opportunity). Sehingga dapat dirumuskan bahwa kinerja (P) = f(A X M X O),
dimana A = kemampuan, O = kesempatan, dan M = Motivasi.
Selanjutnya Winardi (2002) menjelaskan: "Kemampuan di lain pihak,
berhubungan dengan kompetensi tugas seseorang. Perbedaan antara kedua hal,
yakni kompetensi dan motivasi sangat relevan bagi banyak situasi." (Winardi, 2002:
63).
Berbagai kajian dan hasil penelitian yang berhubungan dengan peranan
strategis guru dalam menentukan keberhasilan pendidikan antara lain (Mulyasa,
2008 : 8-9) :
1. Murphy, (1995) menyatakan bahwa keberhasilan pembaharuan sekolah sangat
ditentukan oleh gurunya, karena guru adalah pemimpin pembelajaran,
fasilitator, dan sekaligus merupakan pusta inisiatif pembelajaran.
2. Brand dalam Educational Leadership (1993) menyatakan bahwa “Hampir
semua usaha reformasi pendidikan seperti pembaharuan kurikulum dan
penerapan metode pembelajaran, semuanya tergantung kepada guru. Tanpa
penguasaan materi dan strategi pembelajaran, serta tanpa dapat mendorong
siswanya untuk belajar sungguh-sungguh, segala upaya peningkatan mutu
pendidikan tidak akan mencapai hasil yang maksimal.
75
3. Cheng dan Wong, (1996), melaporkan empat karakteristik sekolah dasar unggul
(berprestasi), yaitu : (1) adanya dukungan pendidikan yang konsisten dari
masyarakat, (2) tingginya derajat profesionalisme di kalangan guru, (3) adanya
tradisi jaminan kualitas (quality assurance) dari sekolah, dan (4) adanya
harapan yang tinggi dari siswa untuk berprestasi.
4. Supriadi (1998 : 178) mengungkapkan bahwa mutu pendidikan yang dinilai dari
prestasi belajar peserta didik sangat ditentukan oleh guru, yaitu 34% pada
negara sedang berkembang, dan 36% pada negara industri.
5. Jalan dan Mustofa, (2001), menyimpulkan bahwa komponen guru sangat
mempengaruhi kualitas pengajaran melalui (1) penyediaan waktu lebih banyak
pada peserta didik, (2) interaksi dengan peserta didik yang lebih intensif/sering,
(3) tingginya tanggung jawab mengajar dari guru. Karena itu baik buruknya
sekolah sangat tergantung pada peran dan fungsi guru.
76