bab ii - hendra prijatna – pikir, dzikir, … · web viewkajian pustaka p osisi g uru a bad k...

91
BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Posisi Guru Abad Ke-21 Hakikat pendidikan menurut UU No. 20 Tahun 2003 : “Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlakmulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan Negara”. (pasal 1 ayat 1 UU No. 20 Tahun 2003). Sedangkan Fungsi Pendidikan Nasional:Pasal 3 UU No. 20 tahun 2003, tertulis: “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa”.Sedangkan dalam UU No. 20 Tahun 2003 yang tertulis dalam pasal yang sama (pasal 3) dengan tujuan pendidikan nasional, tertulis : “... bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar 22

Upload: phunghanh

Post on 03-Mar-2019

214 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

BAB IIKAJIAN PUSTAKA

A. Posisi Guru Abad Ke-21

Hakikat pendidikan menurut UU No. 20 Tahun 2003 : “Pendidikan adalah

usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana dan proses pembelajaran agar

peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan

spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlakmulia, serta

ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan Negara”. (pasal 1 ayat 1

UU No. 20 Tahun 2003).

Sedangkan Fungsi Pendidikan Nasional:Pasal 3 UU No. 20 tahun 2003, tertulis:

“Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak

serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan

bangsa”.Sedangkan dalam UU No. 20 Tahun 2003 yang tertulis dalam pasal yang sama

(pasal 3) dengan tujuan pendidikan nasional, tertulis : “... bertujuan untuk

berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan

bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,

kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab”.

Selanjutnya mengacu pada Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

pasal 31 ayat (2) menggariskan bahwa:“Pemerintah mengusahakan dan

menyelenggarakan satu sistem pengajaran nasional” (pasal 31 ayat (2)) dan

“Pemerintah memajukan kebudayaan nasional Indonesia” (Pasal 32). Ini berarti bahwa

dalam proses transformasi budaya, perilaku hidup sosial kemasyarakatan yang kelak

akan dilakoni oleh siswa; kedudukan sekolah sangatlah strategis untuk merealisasikan

22

hakikat dan tujuan pendidikan nasional seperti yang dikehendaki undang-undang

tersebut di atas. Tetapi sayang sejak proklamasi sistem persekolahan kita belum

sepenuhnya diberi kemampuan untuk berperan sebagai pusat pembudayaan tetapi tidak

lebih dari tempat untuk “mendengar, mencatat, dan menghafal”. Suatu tradisi sekolah

yang dijaman penjajahan merupakan tradisinya sekolahuntuk kaum pribumi, yaitu

Sekolah Desa, dan bukan tradisi sekolah yang melahirkan Sukarno, Hatta, Syahrir, dan

para “Founding Fathers” sebagai pemikir dan pembaharu.

Memasuki abad ke-21 kita memiliki UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem

Pendidikan Nasional dan UU No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen yang dalam

pandangan Soedijarto memuat filosofi pendidikan yang memungkinkan sekolah dapat

berperanan sebagai pusat pembudayaan dan mendudukkan guru untuk berperanan ikut

“moulding the craracters and mind of the young generation”.

Secara umum untuk menerjemahkan sekolah sebagai pusat pembudayaan dan

membangun peradaban, maka posisi guru sangat strategis untuk memainkan peran dan

tugas keprofesionalan untuk turut memodeling seluruh potensi peserta didik dari

berbagai latar belakang, suku, ras, budaya dan agama peserta didik.

Hal tersebut di atas oleh Soedijarto dalam materi perkuliahan dapat dijelaskan

sebagai “the learning proses” yaitu:

1. Guru harus memiliki kemampuan merencanakan pembelajaran (membuat SAP,

GBPP dan sebagainya).

2. Guru harus memiliki kemampuan mengembangkan pembelajaran (konten, isi,

materi).

3. Guru harus memiliki kemampuan management (pengelolaan kelas).

4. Guru harus memiliki kemampuan mengevaluasi (memberikan penilaian)

23

5. Guru harus memiliki kemampuan mendiagnosis (membimbing, mendidik,

mengarahkan, memetakan, memberikan resep terhadap kelemahan dan kelebihan

para peserta didik).

Berangkat dari the learning proses tersebut di atas, diharapkan sekolah sebagai

wahana proses pembudayaan dalam proses transformasi budaya (mencerdaskan

kehidupan bangsa).

Dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan nasional, pemerintah khususnya

melalui Depdiknas terus menerus berupaya melakukan berbagai perubahan dan

pembaharuan sistem pendidikan kita. Salah satu upaya yang sudah dan sedang

dilakukan, yaitu berkaitan dengan faktor guru. Lahirnya Undang-Undang No. 14 tahun

2005 tentang Guru dan Dosen dan Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 tentang

Standar Nasional Pendidikan, pada dasarnya merupakan kebijakan pemerintah yang

didalamnya memuat usaha pemerintah untuk menata dan memperbaiki mutu guru di

Indonesia. Michael G. Fullan yang dikutip oleh Suyanto dan Djihad Hisyam (2000)

mengemukakan bahwa “educational change depends on what teachers do and

think…”. Pendapat tersebut mengisyaratkan bahwa perubahan dan pembaharuan sistem

pendidikan sangat bergantung pada “what teachers do and think “. atau dengan kata

lain bergantung pada penguasaan kompetensi guru.

Jika diamati lebih jauh tentang realita kompetensi guru saat ini agaknya masih

beragam. Sudarwan Danim (2002) mengungkapkan bahwa salah satu ciri krisis

pendidikan di Indonesia adalah guru belum mampu menunjukkan kinerja (work

performance) yang memadai. Hal ini menunjukkan bahwa kinerja guru belum

sepenuhnya ditopang oleh derajat penguasaan kompetensi yang memadai, oleh karena

itu perlu adanya upaya yang komprehensif guna meningkatkan kompetensi guru.

24

B. Kompetensi Guru

Majid (2005:6) menjelaskan kompetensi yang dimiliki oleh setiap guru akan

menunjukkan kualitas guru dalam mengajar. Kompetensi tersebut akan terwujud dalam

bentuk penguasaan pengetahuan dan profesional dalam menjalankan fungsinya sebagai

guru. Diyakini Robotham (1996:27), kompetensi yang diperlukan oleh seseorang

tersebut dapat diperoleh baik melalui pendidikan formal maupun pengalaman.

Syah (2000:229) mengemukakan pengertian dasar kompetensi adalah

kemampuan atau kecakapan. Usman (1994:1) mengemukakan kompentensi berarti

suatu hal yang menggambarkan kualifikasi atau kemampuan seseorang, baik yang

kualitatif maupun yang kuantitatif. McAhsan (1981:45), sebagaimana dikutip oleh

Mulyasa (2003:38) mengemukakan bahwa kompetensi: “…is a knowledge, skills, and

abilities or capabilities that a person achieves, which become part of his or her being

to the extent he or she can satisfactorily perform particular cognitive, affective, and

psychomotor behaviors”. Dalam hal ini, kompetensi diartikan sebagai pengetahuan,

keterampilan, dan kemampuan yang dikuasai oleh seseorang yang telah menjadi bagian

dari dirinya, sehingga ia dapat melakukan perilaku-perilaku kognitif, afektif, dan

psikomotorik dengan sebaik-baiknya. Sejalan dengan itu Finch & Crunkilton

(1979:222), sebagaimana dikutip oleh Mulyasa (2003:38) mengartikan kompetensi

sebagai penguasaan terhadap suatu tugas, keterampilan, sikap, dan apresiasi yang

diperlukan untuk menunjang keberhasilan. Sofo (1999:123) mengemukakan “A

competency is composed of skill, knowledge, and attitude, but in particular the

consistent applications of those skill, knowledge, and attitude to the standard of

performance required in employment”.  Dengan kata lain kompetensi tidak hanya

25

mengandung pengetahuan, keterampilan dan sikap, namun yang penting adalah

penerapan dari pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang diperlukan tersebut dalam

pekerjaan. Robbins (2001:37) menyebut kompetensi sebagai ability, yaitu kapasitas

seseorang individu untuk mengerjakan berbagai tugas dalam suatu pekerjaan.

Selanjutnya dikatakan bahwa kemampuan individu dibentuk oleh dua faktor,

yaitu faktor kemampuan intelektual dan kemampuan fisik. Kemampuan intelektual

adalah kemampuan yang diperlukan untuk melakukan kegiatan mental sedangkan

kemampuan fisik adalah kemampuan yang di perlukan untuk melakukan tugas-tugas

yang menuntut stamina, kecekatan, kekuatan, dan keterampilan.Spencer & Spencer

(1993:9) mengatakan “Competency is underlying characteristic of an individual that is

causally related to criterion-reference effective and/or superior performance in a job

or situation”.

Jadi kompetensi adalah karakteristik dasar seseorang yang berkaitan dengan

kinerja berkriteria efektif dan atau unggul dalam suatu pekerjaan dan situasi tertentu.

Selanjutnya Spencer & Spencer menjelaskan, kompetensi dikatakan underlying

characteristic karena karakteristik merupakan bagian yang mendalam dan melekat pada

kepribadian seseorang dan dapat memprediksi berbagai situasi dan jenis pekerjaan.

Dikatakan causally related, karena kompetensi menyebabkan atau memprediksi

perilaku dan kinerja. Dikatakan criterion-referenced, karena kompetensi itu benar-

benar memprediksi siapa-siapa saja yang kinerjanya baik atau buruk, berdasarkan

kriteria atau standar tertentu. Muhaimin (2004:151) menjelaskan kompetensi adalah

seperangkat tindakan intelegen penuh tanggung jawab yang harus dimiliki seseorang

sebagai syarat untuk dianggap mampu melaksankan tugas-tugas dalam bidang

pekerjaan tertentu. Sifat intelegen harus  ditunjukan sebagai kemahiran, ketetapan, dan

26

keberhasilan bertindak. Sifat tanggung jawab harus ditunjukkan sebagai kebenaran

tindakan baik dipandang dari sudut ilmu pengetahuan, teknologi maupun etika.

Depdiknas (2004:7) merumuskan definisi kompetensi sebagai pengetahuan,

keterampilan, dan nilai-nilai dasar yang direfleksikan dalam kebiasaan berfikir dan

bertindak.Menurut Syah (2000:230), “kompetensi” adalah kemampuan, kecakapan,

keadaan berwenang, atau memenuhi syarat menurut ketentuan hukum. Selanjutnya

masih menurut Syah, dikemukakan bahwa kompetensi guru adalah kemampuan

seorang guru dalam melaksanakan kewajiban-kewajibannya secara bertanggung jawab

dan layak. Jadi kompetensi profesional guru dapat diartikan sebagai kemampuan dan

kewenangan guru dalam menjalankan profesi keguruannya. Guru yang kompeten dan

profesional adalah guru piawi dalam melaksanakan profesinya.Berdasarkan uraian di

atas kompetensi guru dapat didefinisikan sebagai penguasaan terhadap pengetahuan,

keterampilan, nilai dan sikap yang direfleksikan dalam kebiasaan berpikir dan

bertindak dalam menjalankan profesi sebagai guru.

Menurut pendapat Spencer (1993) dalam Somantri (2004), Kompetensi adalah

karakteristik dasar manusia yang dari bukti-bukti pengalaman nyata ditemukan

mempengaruhi, atau dapat dignakan untuk memperkirakan prestasi kerja di tempat

kerja atau kemampuan mengatasi persoalan pada suatu sitasi tertentu.

Pendapat lain tentang kompetensi dikemukakan oleh Djojonegoro (1996),

kompetensi adalah kemampuan nyata yang diperlihatkan seseorang menyangkut

pengetahuan, sikap dan keterampilan untuk memecahkan berbagai persoalan hidupnya

secara kreatif, inovatif dan bertanggung jawab.

Dari kedua pendapat diatas, tampak bahwa kompetensi mengandung paling

tidak tiga makna yang paling esensial. Pertama, Kompetensi menggambarkan

27

kemampuan actual manusia. Kedua, Kompetensi menggambarkan perilaku dan

performasi seseorang. Ketiga, derajat kompetensi seseorang ditentukan oleh factor

bakat, minat, motivasi, sikap, pengetahuan, keterampilan, kematangan dan lingkungan

fisik, sosial, dan ekonomi dimana seseorang berada.

Istilah kompetensi guru mempunyai banyak makna, Broke dan Stone

(1995), dalam Mulyasa (2008 : 25) mengemukakan Bahwa Kompetensi guru sebagai

… descriptive of qualitative of nature of teacher appears to be entirely meaningful…

Kompetensi guru merupakan gambaran kualitatif tentang harkat perilaku guru yang

penuh arti. Sementara Charles (1994) mengemukakan bahwa : competency as rational

performance whinch satisfactorily meets the objective for a desired condition

(kompetensi merupakan perilaku yang rasional untuk diharapkan).

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 14 tahun 2005 tentang Guru

dan Dosen, dijelaskan bahwa : “Kompetensi adalah seperangkat pengetahuan,

Keterampilan, dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati,dan dikuasai oleh guru atau

dosen dalam melaksanakan tugas keprofesionalan”.

Dari uraian tersebut, Nampak bahwa kompetensi mengacu pada kemampuan

melaksanakan sesuatu yang diperoleh melalui pendidikan; kompetensi guru merujuk

kepada performance dan perbuatan yang rasional untuk memenuhi spesifikasi tertentu

di dalam pelaksanaan tugas-tugas pendidikan.

Dikatakan rasional karena mempunyai arah dan tujuan, sedangkan

performance merupakan perilaku nyata dalam arti tidak hanya dapat diamati, tetapi

mencakup sesuatu yang tidak kasat mata.

Standar kompetensi dapat dimanfaatkan oleh beberapa organisasi/lembaga/

institsi yang berkaitan dengan pengembangan sumber daya manusia, sesuai dengan

28

kebutuhan masing-masing. Untuk institusi pendidikan dan pelatihan; memberikan

informasi untuk pengembangan program dan kurikulum, sebagai acuan dalam

penyelenggaraan pelatihan, penilaian dan sertifikasi.

Bloom menyatakan, bahwa dalam proses pembelajaran manusia dikenal

dalam tiga aspek yaitu : aspek pengetahuan (cognitive), aspek keterampilan

(Psychomotor) dan aspek sikap atau nilai-nilai (affective).

Jabaran aspek pengetahuan mulai dari kemampuan; sekedar mengingat data

(knowledge) memahami dan dapat mendefinisikan masalah dalam bahasa sendiri

(comprehension), menerapkan konsep dalam situasi-situasi baru (application),

menganalisis yaitu mengenali adanya susunan dan keterkaitan antara bagian-bagian

dari suatu (analysis), mensintesa yaitu menyusun unsur-unsur menjadi konsep baru

(synthesis), sampai mampu menimbang baik buruk nilai sebuah konsep (evaluation).

Jabaran aspek Psychomotor memiliki beberapa sub aspek seperti; mampu

melaksanakan suatu kegiatan dengan petunjuk inderawi (perception), kesediaan

bertindak secara mental, fisik dan emosi, tindakan yang masih belajar (guided

response), tindakan yang sudah terkuasai (mechanism), tindakan yang sudah otomatis

diluar sadar (compex response), menyesuaikan tindakan untuk keperluan khusus

(adaptation), menciptakan tindakan baru yang lebih baik (origination).

Jabaran aspek sikap dapat dibagi atas beberapa sub aspek yaitu ; kesiapan

dan kesediaan menyimak (receiving phenomena), ikut serta secara aktif (responding to

phenomena ), pembentukan nilai dalam diri seseorang dari sekedar ikut sampai bersedia

secara penuh, menyusun nilai-nilai dalam prioritas (organization), dan memiliki sistem

nilai yang sudah baku (charactersation) .

29

Dengan demikian dapatlah disepakati bahwa standar kompetensi merupakan

kesepakatan-kesepakatan tentang kompetensi yang diperlukan pada suatu bidang

pekerjaan oleh seluruh stakeholder di bidangnya. Dengan pernyataan lain yang

dimaksud dengan standar kompetensi adalah perumusan tentang kemampuan yang

harus dimiliki seseorang untuk melakukan suatu tugas atau pekerjaan yang didasari atas

pengetahuan, keterampilan dan sikap kerja sesuai denan unjuk kerja yang

dipersyaratkan. Yang secara umum memuat kompetensi kunci (keterampilan umum)

yang diperlukan agar kriteria unjuk kerja tercapai pada tingkatan kinerja yang

dipersyaratkan untuk peran/fungsi pada suatu pekerjaan.

C. Dimensi-dimensi Kompetensi Guru

Ada beberapa pedoman implementasi kurikulum yang perlu disiapkan dan

diperlukan guru, menurut Ghufron (2005 : 89) antara lain : pedoman penyusunan

silabus, pembelajaran, sistem penilaian, dan lain-lain. Setiap pedoman memuat tata cara

perancangan, implementasi dan evaluasi kegiatan. Dalam jurnal penelitian Sugiarto

(2003 : 117) menyatakan kualitas hasil belajar berkualitas menuntut pengelolaan

pembelajaran yang juga berkualitas. Guru dituntut untuk memiliki sekurang-kurangnya

tiga kompetensi pokok yaitu kemampuan merencanakan, melaksanakan dan

mengevaluasi pembelajaran. Dari penelitian Sutama (2005 : 153 - 154) menuturkan di

dalam kompetensi guru dalam pembelajaran tersebut terdapat aspek-aspek; (1) terampil

menyusun rencana pengajaran, (2) menyusun program pembelajaran, (3) terampil

melaksanakan prosedur mengajar, (4) terampil mengelola pembelajaran, (5)

mengembangkan teknik dan media pembelajaran, (6) terampil melakukan evaluasi

30

pembelajaran, (7) mampu menganalisis penilaian hasil belajar, (8) mampu

memecahkan kesulitan pembelajaran, dan (9) mampu menganalisis kebijakan Diknas.

Kompetensi (competency) didefinisikan dengan berbagai cara, namun pada

dasarnya kompetensi merupakan kebulatan penguasaan pengetahuan, ketrampilan, dan

sikap yang ditampilkan melalui unjuk kerja, yang diharapkan bisa dicapai seseorang

setelah menyelesaikan suatu program pendidikan. Sementara itu, menurut Keputusan

Menteri Pendidikan Nasional No 045/U/2002, kompetensi diartikan sebagai

seperangkat tindakan cerdas dan penuh tanggung jawab yang dimiliki seseorang

sebagai syarat untuk dianggap mampu oleh masyarakat dalam melaksanakan tugas-

tugas sesuai dengan pekerjaan tertentu.

Louise Moqvist (2003) mengemukakan bahwa “competency has been defined in

the light of actual circumstances relating to the individual and work. Sementara itu,

dari Trainning Agency sebagaimana disampaikan Len Holmes (1992) menyebutkan

bahwa : ” A competence is a description of something which a person who works in a

given occupational area should be able to do. It is a description of an action, behaviour

or outcome which a person should be able to demonstrate.”

Dari kedua pendapat di atas kita dapat menarik benang merah bahwa

kompetensi pada dasarnya merupakan gambaran tentang apa yang seyogyanya dapat

dilakukan (be able to do) seseorang dalam suatu pekerjaan, berupa kegiatan, perilaku

dan hasil yang seyogyanya dapat ditampilkan atau ditunjukkan.

Agar dapat melakukan (be able to do) sesuatu dalam pekerjaannya, tentu saja

seseorang harus memiliki kemampuan (ability) dalam bentuk pengetahuan

(knowledge), sikap (attitude) dan keterampilan (skill) yang sesuai dengan bidang

pekerjaannya.

31

Mengacu pada pengertian kompetensi di atas, maka dalam hal ini kompetensi

guru dapat dimaknai sebagai gambaran tentang apa yang seyogyanya dapat dilakukan

seseorang guru dalam melaksanakan pekerjaannya, baik berupa kegiatan, berperilaku

maupun hasil yang dapat ditunjukkan..

Lebih jauh, Raka Joni sebagaimana dikutip oleh Suyanto dan Djihad Hisyam

(2000) mengemukakan tiga jenis kompetensi guru, yaitu :

1. Kompetensi profesional; memiliki pengetahuan yang luas dari bidang studi

yang diajarkannya, memilih dan menggunakan berbagai metode mengajar di

dalam proses belajar mengajar yang diselenggarakannya.

2. Kompetensi kemasyarakatan; mampu berkomunikasi, baik dengan siswa,

sesama guru, maupun masyarakat luas.

3. Kompetensi personal; yaitu memiliki kepribadian yang mantap dan patut

diteladani. Dengan demikian, seorang guru akan mampu menjadi seorang

pemimpin yang menjalankan peran : ing ngarso sung tulada, ing madya mangun

karsa, tut wuri handayani

Sebagai pembanding, dari National Board for Profesional Teaching Skill (2002)

telah merumuskan standar kompetensi bagi guru di Amerika, yang menjadi dasar bagi

guru untuk mendapatkan sertifikasi guru, dengan rumusan What Teachers Should Know

and Be Able to Do, didalamnya terdiri dari lima proposisi utama, yaitu:

1. Teachers are Committed to Students and Their Learning yang mencakup : (a)

penghargaan guru terhadap perbedaan individual siswa, (b) pemahaman guru

tentang perkembangan belajar siswa, (c) perlakuan guru terhadap seluruh siswa

secara adil, dan (d) misi guru dalam memperluas cakrawala berfikir siswa.

32

2. Teachers Know the Subjects They Teach and How to Teach Those Subjects to

Students mencakup : (a) apresiasi guru tentang pemahaman materi mata

pelajaran untuk dikreasikan, disusun dan dihubungkan dengan mata pelajaran

lain, (b) kemampuan guru untuk menyampaikan materi pelajaran (c)

mengembangkan usaha untuk memperoleh pengetahuan dengan berbagai cara

(multiple path).

3. Teachers are Responsible for Managing and Monitoring Student Learning

mencakup: (a) penggunaan berbagai metode dalam pencapaian tujuan

pembelajaran, (b) menyusun proses pembelajaran dalam berbagai setting

kelompok (group setting), kemampuan untuk memberikan ganjaran (reward)

atas keberhasilan siswa, (c) menilai kemajuan siswa secara teratur, dan (d)

kesadaran akan tujuan utama pembelajaran.

4. Teachers Think Systematically About Their Practice and Learn from Experience

mencakup: (a) Guru secara terus menerus menguji diri untuk memilih

keputusan-keputusan terbaik, (b) guru meminta saran dari pihak lain dan

melakukan berbagai riset tentang pendidikan untuk meningkatkan praktek

pembelajaran.

5. Teachers are Members of Learning Communities mencakup : (a) guru

memberikan kontribusi terhadap efektivitas sekolah melalui kolaborasi dengan

kalangan profesional lainnya, (b) guru bekerja sama dengan tua orang siswa, (c)

guru dapat menarik keuntungan dari berbagai sumber daya masyarakat.

Secara esensial, ketiga pendapat di atas tidak menunjukkan adanya perbedaan

yang prinsipil. Letak perbedaannya hanya pada cara pengelompokkannya. Isi rincian

kompetensi pedagodik yang disampaikan oleh Depdiknas, menurut Raka Joni sudah

33

teramu dalam kompetensi profesional. Sementara dari NBPTS tidak mengenal adanya

pengelompokan jenis kompetensi, tetapi langsung memaparkan tentang aspek-aspek

kemampuan yang seyogyanya dikuasai guru.

Sejalan dengan tantangan kehidupan global, peran dan tanggung jawab guru

pada masa mendatang akan semakin kompleks, sehingga menuntut guru untuk

senantiasa melakukan berbagai peningkatan dan penyesuaian penguasaan

kompetensinya. Guru harus harus lebih dinamis dan kreatif dalam mengembangkan

proses pembelajaran siswa. Guru di masa mendatang tidak lagi menjadi satu-satunya

orang yang paling well informed terhadap berbagai informasi dan pengetahuan yang

sedang berkembang dan berinteraksi dengan manusia di jagat raya ini. Di masa depan,

guru bukan satu-satunya orang yang lebih pandai di tengah-tengah siswanya. Jika guru

tidak memahami mekanisme dan pola penyebaran informasi yang demikian cepat, ia

akan terpuruk secara profesional. Kalau hal ini terjadi, ia akan kehilangan kepercayaan

baik dari siswa, orang tua maupun masyarakat. Untuk menghadapi tantangan

profesionalitas tersebut, guru perlu berfikir secara antisipatif dan proaktif. Artinya, guru

harus melakukan pembaruan ilmu dan pengetahuan yang dimilikinya secara terus

menerus.

Menurut PP RI No 19/2005 tentang Standar Nasional Pendidikan Pasal 28,

pendidik adalah agen pembelajatan yang harus memiliki empat jenis kompetensi, yakni

kompetensi pedagogik, kepribadian, profesional, dan sosial.

1. Kompetensi Pedagogik

Kompetensi pedagogik merupakan kemampuan yang berkenaan dengan

pemahaman peserta didik dan pengelola pembelajaran yang mendidik dan

dialogis. Secara subtantif kompetensi ini mencakup kemampuan pemahaman

34

terhadap peserta didik, perancangan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi

hasil belajar, dan pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan

berbagai potensi yang dimilikinya.

2. Kompetensi Kepribadian

Kompetensi kepribadian merupakan kemampuan personal yang mencerminkan

kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif dan berwibawa, menjadi teladan

bagi peserta didik, dan berakhlak mulia.

3. Kompetensi Profesional

Kompetensi profesional merupakan kemampuan yang berkenaan dengan

penguasaan materi pembelajaran bidang studi secara luas dan mendalam yang

mencakup penguasaan substansi isi materi kurikulum mata pelajaran di sekolah

dan substansi keilmuan yang menaungi materi kurikulum tersebut, serta

menambah wawasan keilmuan sebagai guru.

4. Kompetensi Sosial

Kompetensi sosial berkenaan dengan kemampuan pendidik sebagai bagian dari

masyarakat untuk berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta

didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua / wali peserta didik, dan

masyarakat sekitar.

Keempat rumpun kompetensi tersebut mencerminkan standar kompetensi

pendidik/guru yang masih bersifat umum dan perlu dikemas dengan menempatkan

manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa yang beriman dan bertaqwa,

dan sebagai warga negara Indonesia yang memiliki kesadaran akan pentingnya

memperkuat identitas dan semangat kebangsaan, sikap demokratis dan tanggung jawab.

35

Menurut Undang-undang No.14 tahun 2005 tentang Guru Dan Dosen pasal 10

ayat (1) kompetensi guru meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian,

kompetensi sosial, dan kompetensi profesional yang diperoleh melalui pendidikan

profesi.

1. Kompetensi Pedagogik

Dalam Undang-undang No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen 

dikemukakan kompetensi pedagogik adalah “kemampuan mengelola pembelajaran

peserta didik”.  Depdiknas (2004:9) menyebut kompetensi ini dengan “kompetensi

pengelolaan pembelajaran. Kompetensi ini  dapat dilihat dari kemampuan

merencanakan program belajar mengajar, kemampuan melaksanakan interaksi atau

mengelola proses belajar mengajar, dan kemampuan melakukan penilaian.Kompetensi

Menyusun Rencana Pembelajaran. Menurut Joni (1984:12), kemampuan merencanakan

program belajar mengajar mencakup kemampuan: (1) merencanakan pengorganisasian

bahan-bahan pengajaran, (2) merencanakan pengelolaan kegiatan belajar mengajar, (3)

merencanakan pengelolaan kelas, (4) merencanakan penggunaan media dan sumber

pengajaran; dan (5) merencanakan penilaian prestasi siswa untuk kepentingan

pengajaran.Depdiknas (2004:9) mengemukakan kompetensi penyusunan rencana

pembelajaran meliputi (1) mampu mendeskripsikan tujuan, (2) mampu memilih materi,

(3) mampu mengorganisir materi, (4) mampu menentukan metode/strategi

pembelajaran, (5) mampu menentukan sumber belajar/media/alat peraga pembelajaran,

(6)  mampu menyusun perangkat penilaian, (7) mampu menentukan teknik penilaian,

dan (8) mampu mengalokasikan waktu.Berdasarkan uraian di atas, merencanakan

program belajar mengajar merupakan proyeksi guru mengenai kegiatan yang harus

36

dilakukan siswa selama pembelajaran berlangsung, yang mencakup: merumuskan

tujuan, menguraikan deskripsi satuan bahasan, merancang kegiatan belajar mengajar,

memilih berbagai media dan sumber belajar, dan merencanakan penilaian penguasaan

tujuan.

a. Kompetensi Melaksanakan Proses Belajar Mengajar

Melaksanakan proses belajar mengajar merupakan tahap pelaksanaan

program yang telah disusun. Dalam kegiatan ini kemampuan yang di tuntut

adalah keaktifan guru menciptakan dan menumbuhkan kegiatan siswa belajar

sesuai dengan rencana yang telah disusun. Guru harus dapat mengambil

keputusan atas dasar penilaian yang tepat, apakah kegiatan belajar mengajar

dicukupkan, apakah metodenya diubah, apakah kegiatan yang lalu perlu

diulang, manakala siswa belum dapat mencapai tujuan-tujuan pembelajaran.

Pada tahap ini disamping pengetahuan teori belajar mengajar,

pengetahuan tentang siswa, diperlukan pula kemahiran dan keterampilan  teknik

belajar, misalnya: prinsip-prinsip mengajar, penggunaan alat bantu pengajaran,

penggunaan metode mengajar, dan keterampilan menilai hasil belajar siswa.

Yutmini (1992:13)  mengemukakan, persyaratan kemampuan yang harus di

miliki guru dalam melaksanakan proses belajar mengajar meliputi kemampuan:

(1) menggunakan metode belajar, media pelajaran, dan bahan latihan yang

sesuai dengan tujuan pelajaran, (2) mendemonstrasikan penguasaan mata

pelajaran dan perlengkapan pengajaran, (3) berkomunikasi dengan siswa, (4)

mendemonstrasikan berbagai metode mengajar, dan (5) melaksanakan evaluasi

proses belajar mengajar. Hal serupa dikemukakan oleh Harahap (1982:32) yang

37

menyatakan, kemampuan yang harus dimiliki guru dalam melaksanakan

program mengajar adalah mencakup kemampuan: (1) memotivasi siswa belajar

sejak saat membuka sampai menutup pelajaran, (2) mengarahkan tujuan

pengajaran, (3) menyajikan bahan pelajaran dengan metode yang relevan

dengan tujuan pengajaran, (4) melakukan pemantapan belajar, (5) menggunakan

alat-alat bantu pengajaran dengan baik dan benar, (6) melaksanakan layanan

bimbingan penyuluhan, (7) memperbaiki program belajar mengajar, dan (8)

melaksanakan hasil penilaian belajar.Dalam pelaksanaan proses belajar

mengajar menyangkut pengelolaan pembelajaran, dalam menyampaikan materi

pelajaran harus dilakukan secara terencana dan sistematis, sehingga tujuan

pengajaran dapat dikuasai oleh siswa secara efektif dan efisien.

Kemampuan-kemampuan yang harus dimiliki guru dalam melaksanakan

kegiatan belajar mengajar terlihat dalam mengidentifikasi karakteristik dan

kemampuan awal siswa, kemudian mendiagnosis, menilai dan merespon setiap

perubahan perilaku siswa. Depdiknas (2004:9) mengemukakan kompetensi

melaksanakan proses belajar mengajar meliputi (1) membuka pelajaran, (2)

menyajikan materi, (3) menggunakan media dan metode, (4) menggunakan alat

peraga, (5) menggunakan bahasa yang komunikatif, (6) memotivasi siswa, (7)

mengorganisasi kegiatan, (8) berinteraksi dengan siswa secara komunikatif, (9)

menyimpulkan pelajaran, (10) memberikan umpan balik, (11) melaksanakan

penilaian, dan (12) menggunakan waktu.

Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa melaksanakan proses belajar

mengajar merupakan sesuatu kegiatan dimana berlangsung hubungan antara

manusia, dengan tujuan membantu perkembangan dan menolong keterlibatan

38

siswa dalam pembelajaran. Pada dasarnya melaksanakan proses belajar

mengajar adalah menciptakan lingkungan dan suasana yang dapat menimbulkan

perubahan struktur kognitif para siswa.

b. Kompetensi Melaksanakan Penilaian Proses Belajar Mengajar

Menurut Sutisna (1993:212), penilaian proses belajar mengajar

dilaksanakan untuk mengetahui keberhasilan perencanaan kegiatan belajar

mengajar yang telah disusun dan dilaksanakan. Penilaian diartikan sebagai

proses yang menentukan betapa baik organisasi program atau kegiatan yang

dilaksanakan untuk mencapai maksud-maksud yang telah ditetapkan. Commite

dalam Wirawan (2002:22) menjelaskan, evaluasi merupakan bagian yang tidak

terpisahkan dari setiap upaya manusia, evaluasi yang baik akan menyebarkan

pemahaman dan perbaikan pendidikan, sedangkan evaluasi yang salah akan

merugikan pendidikan.

Tujuan utama melaksanakan evaluasi dalam proses belajar mengajar

adalah untuk mendapatkan informasi yang akurat mengenai tingkat pencapaian

tujuan instruksional oleh siswa, sehingga tindak lanjut hasil belajar akan dapat

diupayakan dan dilaksanakan. Dengan demikian, melaksanakan penilaian

proses belajar mengajar merupakan bagian tugas guru yang harus dilaksanakan

setelah kegiatan pembelajaran berlangsung dengan tujuan untuk mengetahui

tingkat keberhasilan siswa mencapai tujuan pembelajaran, sehingga dapat

diupayakan tindak lanjut hasil belajar siswa.

Depdiknas (2004:9) mengemukakan  kompetensi penilaian belajar

peserta didik, meliputi (1) mampu memilih soal berdasarkan tingkat kesukaran,

39

(2) mampu memilih soal berdasarkan tingkat pembeda, (3) mampu

memperbaiki soal yang tidak valid, (4) mampu memeriksa jawab, (5) mampu

mengklasifikasi hasil-hasil penilaian, (6) mampu mengolah dan menganalisis

hasil penilaian, (7) mampu membuat interpretasi kecenderungan hasil penilaian,

(8)  mampu menentukan korelasi soal berdasarkan hasil penilaian, (9) mampu

mengidentifikasi tingkat variasi hasil penilaian,  (10) mampu menyimpulkan 

dari hasil penilaian secara jelas dan logis, (11) mampu menyusun program

tindak lanjut hasil penilaian, (12) mengklasifikasi kemampuan siswa, (13)

mampu mengidentifikasi kebutuhan tindak lanjut hasil penilaian, (14) mampu

melaksanakan tindak lanjut, (15) mampu mengevaluasi hasil tindak lanjut,  dan

(16) mampu menganalisis hasil evaluasi program tindak lanjut hasil

penilaian.Berdasarkan uraian di atas kompetensi pedagogik tercermin dari

indikator (1) kemampuan merencanakan program belajar mengajar, (2)

kemampuan melaksanakan interaksi atau mengelola proses belajar mengajar,

dan (3) kemampuan melakukan penilaian.

2. Kompetensi Pribadi

Guru sebagai tenaga pendidik yang tugas utamanya mengajar, memiliki

karakteristik kepribadian yang sangat berpengaruh terhadap keberhasilan

pengembangan sumber daya manusia.  Kepribadian yang mantap dari sosok seorang

guru akan memberikan teladan yang baik terhadap anak didik maupun masyarakatnya,

sehingga guru akan tampil sebagai sosok yang patut “digugu” (ditaati

nasehat/ucapan/perintahnya) dan “ditiru” (di contoh sikap dan

perilakunya).Kepribadian guru merupakan faktor terpenting bagi keberhasilan belajar

40

anak didik. Dalam kaitan ini, Zakiah Darajat dalam Syah (2000:225-226)  menegaskan

bahwa kepribadian itulah yang akan menentukan apakah ia menjadi pendidik dan

pembina yang baik bagi anak didiknya, ataukah akan menjadi perusak atau penghancur

bagi masa depan anak didiknya terutama bagi anak didik yang masih kecil (tingkat

dasar) dan mereka yang sedang mengalami kegoncangan jiwa (tingkat menengah).

Karakteristik kepribadian yang berkaitan dengan keberhasilan guru dalam

menggeluti profesinya adalah meliputi fleksibilitas kognitif dan keterbukaan psikologis.

Fleksibilitas kognitif atau keluwesan ranah cipta merupakan kemampuan berpikir yang

diikuti dengan tindakan secara simultan dan memadai dalam situasi tertentu. Guru yang

fleksibel pada umumnya ditandai dengan adanya keterbukaan berpikir dan beradaptasi.

Selain itu, ia memiliki resistensi atau daya tahan terhadap ketertutupan ranah cipta yang

prematur dalam pengamatan dan pengenalan.

Dalam Undang-undang Guru dan Dosen dikemukakan kompetensi kepribadian

adalah “kemampuan kepribadian yang mantap, berakhlak mulia, arif, dan berwibawa

serta menjadi teladan peserta didik”. Surya (2003:138) menyebut kompetensi

kepribadian ini sebagai kompetensi personal, yaitu kemampuan pribadi seorang guru

yang diperlukan agar dapat menjadi guru yang baik. Kompetensi personal ini

mencakup kemampuan pribadi yang berkenaan dengan pemahaman diri, penerimaan

diri, pengarahan diri, dan perwujudan diri. Gumelar dan Dahyat (2002:127) merujuk

pada pendapat Asian Institut for Teacher Education, mengemukakan kompetensi

pribadi meliputi (1) pengetahuan tentang adat istiadat baik sosial maupun agama, (2)

pengetahuan tentang budaya dan tradisi, (3) pengetahuan tentang inti demokrasi, (4)

pengetahuan tentang estetika, (5) memiliki apresiasi dan kesadaran sosial, (6) memiliki

sikap yang benar terhadap pengetahuan dan pekerjaan, (7) setia terhadap harkat dan

41

martabat manusia. Sedangkan kompetensi guru secara lebih khusus lagi adalah bersikap

empati, terbuka, berwibawa, bertanggung jawab dan mampu menilai diri pribadi.

Johnson sebagaimana dikutip Anwar (2004:63) mengemukakan kemampuan personal

guru, mencakup (1) penampilan sikap yang positif terhadap keseluruhan tugasnya

sebagai guru, dan terhadap keseluruhan situasi pendidikan beserta unsur-unsurnya, (2)

pemahaman, penghayatan dan penampilan nilai-nilai yang seyogyanya dianut oleh

seorang guru, (3) kepribadian, nilai, sikap hidup ditampilkan dalam upaya untuk

menjadikan dirinya sebagai panutan dan teladan bagi para siswanya. Arikunto

(1993:239) mengemukakan kompetensi personal mengharuskan guru memiliki

kepribadian yang mantap sehingga menjadi sumber inspirasi bagi subyek didik, dan

patut diteladani oleh siswa.Berdasarkan uraian di atas, kompetensi kepribadian guru

tercermin dari indikator (1) sikap, dan (2) keteladanan.

3. Kompetensi Profesional

Menurut Undang-undang No. 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen,

kompetensi profesional adalah “kemampuan penguasaan materi pelajaran secara luas

dan mendalam”. Surya (2003:138) mengemukakan kompetensi profesional adalah

berbagai kemampuan yang diperlukan agar dapat mewujudkan dirinya sebagai guru

profesional. Kompetensi profesional meliputi kepakaran atau keahlian dalam bidangnya

yaitu penguasaan bahan yang harus diajarkannya beserta metodenya, rasa tanggung

jawab akan tugasnya dan rasa kebersamaan dengan sejawat guru lainnya.

Gumelar dan Dahyat (2002:127) merujuk pada pendapat Asian Institut for

Teacher Education, mengemukakan kompetensi profesional guru mencakup

kemampuan dalam hal (1) mengerti dan dapat menerapkan landasan pendidikan baik

42

filosofis, psikologis, dan sebagainya, (2) mengerti dan menerapkan teori belajar sesuai

dengan tingkat perkembangan perilaku peserta didik, (3) mampu menangani mata

pelajaran atau bidang studi yang ditugaskan kepadanya, (4) mengerti dan dapat

menerapkan metode mengajar yang sesuai, (5) mampu menggunakan berbagai alat

pelajaran dan media serta fasilitas belajar lain, (6) mampu mengorganisasikan dan

melaksanakan program pengajaran, (7) mampu melaksanakan evaluasi belajar dan (8)

mampu menumbuhkan motivasi peserta didik. Johnson sebagaimana dikutip Anwar

(2004:63) mengemukakan kemampuan profesional mencakup (1) penguasaan pelajaran

yang terkini  atas penguasaan bahan yang harus diajarkan, dan konsep-konsep dasar

keilmuan bahan yang diajarkan tersebut, (2) penguasaan dan penghayatan atas landasan

dan wawasan kependidikan dan keguruan, (3) penguasaan proses-proses kependidikan,

keguruan dan pembelajaran siswa. Arikunto (1993:239) mengemukakan kompetensi

profesional mengharuskan guru memiliki pengetahuan yang luas dan dalam tentang

subject matter (bidang studi)  yang akan diajarkan serta penguasaan metodologi yaitu

menguasai konsep teoretik, maupun memilih metode yang tepat dan mampu

menggunakannya dalam proses belajar mengajar.

Depdiknas (2004:9) mengemukakan kompetensi profesional meliputi (1)

pengembangan profesi, pemahaman wawasan, dan penguasaan bahan kajian

akademik.Pengembangan profesi meliputi (1) mengikuti informasi perkembangan iptek

yang mendukung profesi melalui berbagai kegiatan ilmiah, (2) mengalihbahasakan

buku pelajaran/karya ilmiah, (3) mengembangkan berbagai model pembelajaran, (4)

menulis makalah, (5) menulis/menyusun diktat pelajaran, (6) menulis buku pelajaran,

(7) menulis modul, (8) menulis karya ilmiah, (9) melakukan penelitian ilmiah (action

research), (10) menemukan teknologi tepat guna, (11) membuat alat peraga/media, (12)

43

menciptakan karya seni, (13) mengikuti pelatihan terakreditasi, (14) mengikuti

pendidikan kualifikasi, dan (15) mengikuti kegiatan pengembangan

kurikulum.Pemahaman wawasan meliputi (1) memahami visi dan misi, (2) memahami

hubungan pendidikan dengan pengajaran, (3) memahami konsep pendidikan dasar dan

menengah, (4) memahami fungsi sekolah, (5) mengidentifikasi permasalahan umum

pendidikan dalam hal proses dan hasil belajar, (6) membangun sistem yang

menunjukkan keterkaitan pendidikan dan luar sekolah.Penguasaan bahan kajian

akademik meliputi (1) memahami struktur pengetahuan, (2) menguasai substansi

materi, (3) menguasai substansi kekuasaan sesuai dengan jenis pelayanan yang

dibutuhkan siswa.Berdasarkan uraian di atas, kompetensi profesional guru tercermin

dari indikator (1) kemampuan penguasaan materi pelajaran, (2) kemampuan penelitian

dan penyusunan karya ilmiah, (3) kemampuan pengembangan profesi, dan (4)

pemahaman terhadap wawasan dan landasan pendidikan.

4. Kompetensi Sosial

Guru yang efektif adalah guru yang mampu membawa siswanya dengan

berhasil mencapai tujuan pengajaran. Mengajar di depan kelas merupakan perwujudan

interaksi dalam proses komunikasi. Menurut Undang-undang Guru dan Dosen

kompetensi sosial adalah “kemampuan guru untuk berkomunikasi dan berinteraksi

secara efektif dan efisien dengan peserta didik, sesama guru, orangtua/wali peserta

didik, dan masyarakat sekitar”. Surya (2003:138) mengemukakan kompetensi sosial

adalah kemampuan yang diperlukan oleh seseorang agar berhasil dalam berhubungan

dengan orang lain. Dalam kompetensi sosial ini termasuk keterampilan dalam interaksi

sosial dan melaksanakan tanggung jawab sosial.

44

Gumelar dan Dahyat (2002:127) merujuk pada pendapat Asian Institut for

Teacher Education, menjelaskan kompetensi sosial guru adalah salah satu daya atau

kemampuan guru untuk mempersiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat

yang baik serta kemampuan untuk mendidik, membimbing masyarakat dalam

menghadapi kehidupan di masa yang akan datang.

Untuk dapat melaksanakan peran sosial kemasyarakatan, guru harus memiliki

kompetensi (1) aspek normatif kependidikan, yaitu untuk menjadi guru yang baik tidak

cukup digantungkan kepada bakat, kecerdasan, dan kecakapan saja, tetapi juga harus

beritikad baik sehingga hal ini bertautan dengan norma yang dijadikan landasan dalam

melaksanakan tugasnya, (2) pertimbangan sebelum memilih jabatan guru, dan (3)

mempunyai program yang menjurus untuk meningkatkan kemajuan masyarakat dan

kemajuan pendidikan. Johnson sebagaimana dikutip Anwar (2004:63) mengemukakan

kemampuan sosial mencakup kemampuan untuk menyesuaikan diri kepada tuntutan

kerja dan lingkungan sekitar pada waktu membawakan tugasnya sebagai guru.

Arikunto (1993:239) mengemukakan kompetensi sosial mengharuskan guru

memiliki kemampuan komunikasi sosial baik dengan peserta didik, sesama guru,

kepala sekolah, pegawai tata usaha, bahkan dengan anggota masyarakat.Berdasarkan

uraian di atas, kompetensi sosial guru tercermin melalui indikator (1) interaksi guru

dengan siswa, (2) interaksi guru dengan kepala sekolah, (3) interaksi guru dengan rekan

kerja, (4) interaksi guru dengan orang tua siswa, dan (5) interaksi guru dengan

masyarakat.

45

D. Karakteristik Kompetensi

Untuk dapat mengenal dan memahami secara mendalam tentang kompetensi

serta ciri atau karakteristik yang melatarbelakanginya, berikut ini akan dikemukakan

beberapa karakteristik kompetensi menurut para pakar, dan pandangan mereka.

Menurut pendapat Somantri (2004), karakteristik kompetensi meliputi lima

aspek yaitu

1. Motif, yaitu apa yang mendorong perilaku yang mengarah dan dipilih untuk

melakukan kegiatan atau tujuan tertentu.

2. Sifat atau ciri bawaan, meliputi ciri fisik dan reaksi-reaksi yang bersifat tetap

terhadap situasi atau informasi.

3. Konsep diri, meliputi sikap, nilai atau self image dari orang-orang.

4. Pengetahuan , yaitu informasi yang dimiliki orang-orang khususnya pada bidang

yang spesifik.

5. Keterampilan, yaitu kemampuan untuk mengerjakan atau melaksanakan tugas-tugas

fisik dan mental tertentu.

Pendapat lain yang dikemukakan oleh Lazarus (1985), karakteristik kompetensi

meliputi aspek fisik, psikhis, dan kontribusi kedua aspek tertentu untuk menyelesaikan

tugas-tugas tertentu pula. Dikaitkan dengan lima karakteristik yang dikemukakan

Somantri seperti tersebut di atas, tampak bahwa Lazarus mengemukakan karakteristik

kompetensi bersifat umum, tetapi sebenarnya tidak jauh berbeda dengan apa yang

dikemukakan Somantri diatas.

46

E. Faktor yang Mempengaruhi Kompetensi Individu

Melalui studi literatur ditemukan bahwa ternyata terdapat begitu banyak faktor

yang berpengaruh terhadap kompetensi individu. Lazarus (1985), Hall (1978). Norton

(1987), dan More (1990) sepakat bahwa factor yang mempengaruhi kompetensi

individu meliputi: “bakat, sikap, minat, motivasi, nilai, cita-cita, cara pandang,

pengetahuan, keterampilan, lingkunga (fisik dan non fisik), kesempatan, niat baik,

kesungguhan hati, kesetiaan terhadap visi pribadi atau impian yang ingin diwujudkan,

dan bantuan orang lain.

Menurut Mulyasa, (2008: 187-192) uji kompetensi guru, baik secara teoritis

maupun secara praktis memiliki manfaat yang sangat penting, terutama dalam rangka

meningkatkan kualitas pendidikan melalui peningkatan kualitas guru. Yakni ;

1. Sebagai alat untuk mengembangkan standar kemampuan professional guru.

Berdasarkan hasil uji dapat diketahui kemampuan rata-rata para guru, aspek

mana yang perlu ditingkatkan, dan siapa yang perlu mendapat pembinaan secara

kontinyu, serta siapa yang telah mencapai standar kemampuan minimal.

2. Merupakan alat seleksi penerimaan guru.

Banyaknya calon guru mengakibatkan perlunya seleksi penerimaan guru untuk

memilih guru sesuai dengan kebutuhan. Untuk keperluan tersebut perlu

ditetapkan kriteria secara umum kompetensi-kompetensi dasar yang perlu

dipenuhi sebagai syarat untuk menjadi guru.

47

3. Untuk mengelompokan guru.

Berdasarkan hasil uji kompetensi, guru-guru dapat dikelompokan berdasarkan

hasilnya, misalnya kelompok tinggi, kelompok sedang dan kelompok kurang

sehingga perhatian dan pembinaan dapat meningkatkan kompetensinya.

4. Sebagai bahan acuan dalam mengembangkan kurikulum

Keberhasilan pendidikan tercermin dalam kualitas pembelajaran, dan

keterlibatan peserta didik dalam proses pembelajaran. Hal ini harus dijadikan

acuan oleh lembaga yang mempersiapkan calon guru atau calon tenaga

kependidikan, karena keberhasilan tersebut terletak pada berbagai komponen

dalm proses pendidikan di lembaga pendidikan.

5. Merupakan alat pembinaan guru.

Untuk memperoleh guru yang kreatif, professional, dan menyenangkan dalam

menjalankan tugas dan fungsinya, perlu ditetapkan jenis kompetensi yang perlu

dipenuhi sebagai syarat agar seseorang dapat diterima menjadi guru. Setiap guru

yang memenuhi syarat diharapkan berhasil dalam mengemban tugas dan

fungsinya, dan mampu meningkatkan kualitas pembelajaran.

6. Mendorong kegiatan dan hasil belajar

Kegiatan pembelajaran, dan hasil belajar peserta didik tidak saja ditentukan oleh

manajemen sekolah, kurikulum, sarana dan prasarana pembelajaran, tetapi

sebagian besar ditentukan oleh guru. Oleh karena itu, uji kompetensi guru akan

mendorong terciptanya kegiatan dan hasil belajar yang optimal, karena guru

yang teruji kompetensinya akan senantiasa menyesuaikan dengan

perkembangan kebutuhan dan pembelajaran.

48

Secara garis besar terdapat dua elemen kompetensi guru yaitu dari kondisi

internal dan kondisi eksternal. Dari laporan penelitian Sutama (2005:160) menyatakan,

kondisi internal guru dapat berupa kemampuan, kecakapan interpersonal, serta

kecakapan teknis. Sedangkan kondisi eksternal berupa kondisikondisi yang berada di

luar kendali guru. Menurut Slamet (1991) disebutkan bahwa salah satu elemen yang

memberi sumbangan besar terhadap sekolah yang efektif adalah guru yang berkualitas

yaitu guru yang bermutu dan beretos kerja andal.

Dalam makalahnya Wijoyo (2002:9) menuturkan penentu kompetensi guru

yang jarang dipermasalahkan adalah “pengalaman”, padahal ini soal yang sangat

menentukan dalam perjalanan hidup apalagi karir seseorang., sekaligus menentukan

tinggi rendahnya derajat mutu dan relevansi pendidikan. Istilah kerennya “jam terbang”

dan sering dikaitkan dengan “track record”. Celakanya pengalaman sering disalah

artikan sebagai “masa kerja”. Orang yang lama masa kerjanya otomatis dianggap

banyak pengalamannya, dan lebih gawat lagi salah arti ini dilembagakan dalam

peraturan kepegawaian negeri sipil. Setiap 4 tahun PNS berhak naik pangkat meskipun

belum tentu dia menunjukkan pengalaman prestasi yang memadai. Padahal,

pengalaman sama sekali bukan masa kerja, melainkan nilai-nilai hasil observasi kritis

seseorang terhadap peristiwa sekililingnya yang direkonstruksi dan

dikonsolidasikannya. Pengalaman tidak selalu tergantung pada masa kerja atau usia

seseorang.

Dari jurnal penelitian Sugiarto (2003:122) dinyatakan bahwa untuk memperoleh

kemampuan guru mengelola pembelajaran yang tinggi, harus didukung oleh motivasi

kerja, etos kerja, pengalaman mengajar yang banyak, jenis dan lama penataran yang

banyak dan tingkat pendidikan yang tinggi. Dari penelitian Sutama (2005:157–158)

49

ditemukan bahwa partisipasi aktif dalam MGMP dapat meningkatkan kinerja atau

kompetensi guru. Sedangkan dari penelitian Djumali (2005:42) dinyatakan bahwa

faktor penghasilan merupakan faktor utama bagi peningkatan kinerja atau kompetensi

guru. Banyak faktor yang dapat mempengaruhi kompetensi guru dalam pembelajaran.

Menurut peneliti, ada beberapa faktor yang strategis dalam arti sangat dominan

mempengaruhi kompetensi guru yang dapat diamati dan diukur, serta secara umum

dimiliki dan dilakukan guru, antara lain : etos kerja, pengalaman mengajar, pendidikan,

kesejahteraan, status kepegawaian, beban mengajar, keterlibatan dalam MGMP, dan

sarana prasarana sekolah.

F. Standar Kompetensi Guru Geografi Pada Sekolah Menengah

Dalam proses pembelajaran yang lebih berpusat pada peserta didik (child

centered learning) diperlukan adanya kemampuan guru untuk mengembangkan potensi

peserta didik/siswa dan memfasilitasi kebutuhan belajarnya sehingga peserta didik

mampu mengembangkan potensinya secara sistematis, dan terarah dalam lingkungan

belajar yang kondusif. Untuk itu diperlukan guru yang berfungsi sebagai fasilitator

belajar yang memiliki kepakaran, kemampuan operasional, komitmen, dan tanggung

jawab profesional harus memiliki ciri-ciri; menguasai substansi bidang tertentu secara

mendalam dan luas, dapat melaksanakan pembelajaran dan penilaian yang mendidik,

berkepribadian, dan memiliki komitmen dan perhatian terhadap perkembangan peserta

didik maupun berjiwa inovatif dan adaptif terhadap perubahan pendidikan.

Substansi bidang studi dan konteks pembelajaran selalu berkembang dan

berubah menurut dimensi ruang dan waktu, oleh karenanya dituntut untuk selalu

50

meningkatkan kompetensinya. Untuk itu, guru memiliki kemampuan untuk menggali

informasi kependidikan dan bidang studi dari berbagai sumber, termasuk dari sumber

elektronik dan pertemuan ilmiah, serta melakukan kajian atau penelitian untuk

menunjang pembelajaran yang mendidik.

Kompetensi bagi guru Geografi adalah kebulatan pengetahuan, keterampilan,

dan seperangkat tindakan cerdas, penuh tanggung-jawab, yang dimiliki seseorang

sebagai syarat untuk dianggap mampu oleh masyarakat dalam melaksanakan tugas-

tugas dalam bidang pendidikan dan pembelajaran Geografi. Jika mengacu kepada

empat kompetensi bagi Guru, maka kompetensi yang spesifik dan terkait dengan tugas

guru Geografi adalah kompetensi pedagogik dan kompetensi profesional.

Kompetensi pedagogik bagi guru Geografi adalah kemampuan mengelola

pembelajaran peserta didik yang meliputi pemahaman terhadap peserta didik,

perancangan dan pelaksanaan pembelajaran Geografi, dan mengembangkan peserta

didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya.

Sedangkan kompentensi profesional adalah penguasaan materi pembelajaran

pendidikan Geografi secara luas dan mendalam melalui penguasaan substansi keilmuan

studi Geografi dan materi kurikulum mata pelajaran Geografi, yang memungkinkan

membimbing peserta didik memenuhi standar kompetensi yang ditetapkan dalam

Standar Nasional Pendidikan.

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) Nomor 16 Tahun 2007

tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru ditegaskan bahwa setiap

guru wajib memenuhi standar kualifikasi akademik dan kompetensi guru yang berlaku

secara nasional. Kompetensi guru meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi

kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi professional. Di dalam permendiknas

51

tersebut dirinci kompetensi inti guru dan kompetensi guru dalam mata pelajaran adalah

sebagai berikut :

a. Kompetensi Pedagodik

1. Menguasai karakteristik peserta didik dari aspek fisik, moral, spiritual, sosial,

kultural, emosional, dan intelektual

1.1 Memahami karakteristik peserta didik yang berkaitan dengan aspek fisik,

intelektual, sosial-emosional, moral, spiritual, dan latar belakang sosial-

budaya

1.2 Mengidentifikasi potensi peserta didik dalam mata pelajaran yang diampu.

1.3 Mengidentifikasi bekal-ajar awal peserta didik dalam mata pelajaran yang

diampu

1.4 Mengidentifikasi kesulitan belajar peserta didik dalam mata pelajaran yang

diampu

2. Menguasai teori belajar dan prinsip-prinsip pembelajaran yang mendidik

2.1 Memahami berbagai teori belajar dan prinsip-prinsip pembelajaran yang

mendidik terkait dengan mata pelajaran yang diampu

3. Mengembangkan kurikulum yang terkait dengan mata pelajaran yang diampu

3.1 Memahami prinsip-prinsip pengembangan kurikulum.

3.2 Menentukan tujuan pembelajaran yang diampu.

3.3 Menentukan pengalaman belajar yang sesuai untuk mencapai tujuan

pembelajaran yang diampu.

3.4 Memilih materi pembelajaran yang diampu yang terkait dengan pengalaman

belajar dan tujuan pembelajaran

52

3.5 Menata materi pembelajaran secara benar sesuai dengan pendekatan yang

dipilih dan karakteristik peserta didik

3.6 Mengembangkan indikator dan instrumen penilaian

4. Menyelenggarakan pembelajaran yang mendidik

4.1. Memahami prinsip-prinsip perancangan pembelajaran yang mendidik.

4.2. Mengembangkan komponen-komponen rancangan pembelajaran.

4.3. Menyusun rancangan pembelajaran yang lengkap, baik untuk kegiatan di

dalam kelas, laboratorium, maupun lapangan

4.4. Melaksanakan pembelajaran yang mendidik di kelas, di laboratorium, dan

di lapangan dengan memperhatikan standar keamanan yang dipersyaratkan

4.5. Menggunakan media pembelajaran dan sumber belajar yang relevan dengan

karakteristik peserta didik dan mata pelajaran yang diampu untuk mencapai

tujuan pembelajaran secara utuh

4.6. Mengambil keputusan transaksional dalam pembelajaran yang diampu

sesuai dengan situasi yang berkembang

5. Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk kepentingan

pembelajaran.

5.1. Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi dalam pembelajaran

yang diampu.

6. Memfasilitasi pengembangan potensi peserta didik untuk mengaktualisasikan

berbagai potensi yang dimiliki

6.1 Menyediakan berbagai kegiatan pembelajaran untuk mendorong peserta

didik mencapai prestasi secara optimal.

53

6.2. Menyediakan berbagai kegiatan pembelajaran untuk mengaktualisasikan

potensi peserta didik, termasuk kreativitasnya

7. Berkomunikasi secara efektif, empatik, dan santun dengan peserta didik.

7.1.Memahami berbagai strategi berkomunikasi yang efektif, empatik, dan

santun, secara lisan, tulisan, dan/atau bentuk lain.

7.2. Berkomunikasi secara efektif, empatik, dan santun dengan peserta didik

dengan bahasa yang khas dalam interaksi kegiatan/permainan yang mendidik

yang terbangun secara siklikal dari (a) penyiapan kondisi psikologis peserta

didik untuk ambil bagian dalam permainan melalui bujukan dan contoh, (b)

ajakan kepada peserta didik untuk ambil bagian, (c) respons peserta didik

terhadap ajakan guru, dan (d) reaksi guru terhadap respons peserta didik, dan

seterusnya.

8.Menyelenggarakan penilaian dan evaluasi proses dan hasil belajar

8.1 Memahami prinsip-prinsip penilaian dan evaluasi proses dan hasil belajar

sesuai dengan karakteristik mata pelajaran yang diampu.

8.2. Menentukan aspek-aspek proses dan hasil belajar yang penting untuk dinilai

dan dievaluasi sesuai dengan karakteristik mata pelajaran yang diampu

8.3. Menentukan prosedur penilaian dan evaluasi proses dan hasil belajar

8.4. Mengembangkan instrumen penilaian dan evaluasi proses dan hasil belajar.

8.5. Mengadministrasikan penilaian proses dan hasil belajar secara berkesinam-

bungan dengan mengunakan berbagai instrumen.

8.6. Menganalisis hasil penilaian proses dan hasil belajar untuk berbagai tujuan

8.7. Melakukan evaluasi proses dan hasil belajar

54

9. Memanfaatkan hasil penilaian dan evaluasi untuk kepentingan pembelajaran

9.1. Menggunakan informasi hasil penilaian dan evaluasi untuk menentukan

ketuntasan belajar

9.2. Menggunakan informasi hasil penilaian dan evaluasi untuk merancang

program remedial dan pengayaan

9.3. Mengkomunikasikan hasil penilaian dan evaluasi kepada pemangku

kepentingan.

9.4. Memanfaatkan informasi hasil penilaian dan evaluasi pembelajaran untuk

meningkatkan kualitas pembelajaran.

10. Melakukan tindakan reflektif untuk peningkatan kualitas pembelajaran.

10.1. Melakukan refleksi terhadap pembelajaran yang telah dilaksanakan.

10.2 Memanfaatkan hasil refleksi untuk perbaikan dan pengembangan

pembelajaran dalam mata pelajaran yang diampu

10.3. Melakukan penelitian tindakan kelas untuk meningkatkan kualitas

pembelajaran dalam mata pelajaran yang diampu.

b. Kompetensi Kepribadian

11. Bertindak sesuai dengan norma agama, hukum, sosial, dan kebudayaan nasional

Indonesia.

11.1. Menghargai peserta didik tanpa membedakan keyakinan yang dianut, suku,

adat-istiadat, daerah asal, dan gender.

11.2. Bersikap sesuai dengan norma agama yang dianut, hukum dan sosial yang

berlaku dalam masyarakat, dan kebudayaan nasional Indonesia yang

beragam.

55

12. Menampilkan diri sebagai pribadi yang jujur, berakhlak mulia, dan teladan bagi

peserta didik dan masyarakat.

12.1. Berperilaku jujur, tegas, dan manusiawi.

12.2. Berperilaku yang mencerminkan ketakwaan dan akhlak mulia.

12.3. Berperilaku yang dapat diteladan oleh peserta didik dan anggota masyarakat

di sekitarnya.

13.Menampilkan diri sebagai pribadi yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan

berwibawa

13.1. Menampilkan diri sebagai pribadi yang mantap dan stabil

13.2. Menampilkan diri sebagai pribadi yang dewasa, arif, dan berwibawa.

14. Menunjukkan etos kerja, tanggung jawab yang tinggi, rasa bangga menjadi guru,

dan rasa percaya diri

14.1. Menunjukkan etos kerja dan tanggung jawab yang tinggi.

14.2.Bangga menjadi guru dan percaya pada diri sendiri.

14.3. Bekerja mandiri secara profesional.

15.Menjunjung tinggi kode etik profesi guru

15.1.Memahami kode etik profesi guru.

15.2. Menerapkan kode etik profesi guru. Berperilaku sesuai dengan kode etik

profesi guru

c. Kompetensi Sosial

16. Bersikap inklusif, bertindak objektif, serta tidak diskriminatif karena

pertimbangan jenis kelamin, agama, ras, kondisi fisik, latar belakang keluarga,

dan status sosial ekonomi

56

16.1 Bersikap inklusif dan objektif terhadap peserta didik, teman sejawat dan

lingkungan sekitar dalam melaksanakan pembelajaran.

16.2.Tidak bersikap diskriminatif terhadap peserta didik, teman sejawat, orang tua

peserta didik dan lingkungan sekolah karena perbedaan agama, suku, jenis

kelamin, latar belakang keluarga, dan status sosial-ekonomi

17. Berkomunikasi secara efektif, empatik, dan santun dengan sesama pendidik,

tenaga kependidikan, orang tua, dan masyaraka

17.1. Berkomunikasi dengan teman sejawat dan komunitas ilmiah lainnya secara

santun, empatik dan efektif.

17.2. Berkomunikasi dengan orang tua peserta didik dan masyarakat secara

santun, empatik, dan efektif tentang program pembelajaran dan kemajuan

peserta didik.

17.3.Mengikutsertakan orang tua peserta didik dan masyarakat dalam program

pembelajaran dan dalam mengatasi kesulitan belajar peserta didik.

18. Beradaptasi di tempat bertugas di seluruh wilayah Republik Indonesia yang

memiliki keragaman sosial budaya.

18.1. Beradaptasi dengan lingkungan tempat bekerja dalam rangka meningkatkan

efektivitas sebagai pendidik.

18.2.Melaksanakan berbagai program dalam lingkungan kerja untuk

mengembangkan dan meningkatkan kualitas pendidikan di daerah yang

bersangkutan

19. Berkomunikasi dengan komunitas profesi sendiri dan profesi lain secara lisan

dan tulisan atau bentuk lain

57

19.1. Berkomunikasi dengan teman sejawat, profesi ilmiah, dan komunitas ilmiah

lainnya melalui berbagai media dalam rangka meningkatkan kualitas

pembelajaran.

19.2.Mengkomunikasikan hasil-hasil inovasi pembelajaran kepada komunitas

profesi sendiri secara lisan dan tulisan maupun bentuk lain.

d. Kompetensi Profesional

20. Menguasai materi, struktur, konsep, dan pola pikir keilmuan yang mendukung

mata pelajaran yang diampu

21. Menguasai standar kompetensi dan kompetensi dasar mata pelajaran yang

diampu.

21.1 Memahami standar kompetensi mata pelajaran yang diampu.

21.2.Memahami kompetensi dasar mata pelajaran yang diampu.

21.3.Memahami tujuan pembelajaran yang diampu.

22. Mengembangkan materi pembelajaran yang diampu secara kreatif

22.1. Memilih materi pembelajaran yang diampu sesuai dengan tingkat

perkembangan peserta didik.

22.2. Mengolah materi pelajaran yang diampu secara kreatif sesuai dengan tingkat

perkembangan peserta didik

23. Mengembangkan keprofesionalan secara berkelanjutan dengan melakukan

tindakan reflektif

23.1.Melakukan refleksi terhadap kinerja sendiri secara terus menerus.

23.2.Memanfaatkan hasil refleksi dalam rangka peningkatan keprofesionalan.

23.3.Melakukan penelitian tindakan kelas untuk peningkatan keprofesionalan.

23.4.Mengikuti kemajuan zaman dengan belajar dari berbagai sumber.

58

24.Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk mengembangkan diri

24.1. Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi dalam berkomunikasi.

24.2. Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk pengembangan

diri

G. Kinerja Guru

1. Pengertian Kinerja

Secara etimologis, kinerja (Performance) berarti unjuk kerja (Badudu, 1994:34).

Kinerja adalah sesuatu yang dicapai, prestasi yang diperlihatkan atau kemampuan kerja

(Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Depdikbud,

1994:503).

Mitchel (1987:474) mengemukakan suatu rumusan bahwa kinerja (performace)

dibentuk oleh motivasi (motivation) dan kecakapan (ability).

Prestasi kerja atau penampilan kerja (performance) menurut Nanang Fattah

(1996:19) adalah sebagai ungkapan kemampuan yang didasari oleh pengetahuan, sikap

dan keterampilan dan motivasi dalam menghasilkan sesuatu.

Musyawarah dan Mukaram (1999:103) mengemukakan bahwa unjuk kerja adalah

pencapaian prestasi seseorang berkenaan dengan tugas-tugas yang dibebankan

kepadanya.

Penilaian prestasi kerja menurut Amirullah dan Rindyah (2002:137) merupakan

hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seseorang karyawan dalam

melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya.

Prawirosentono (1999:2) merumuskan pengertian perfomance adalah hasil kerja

yang dapat dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang dalam suatu organisasi,

59

sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing, dalam rangka upaya

mencapai tujuan organisasi bersangkutan secara legal, tidak melanggar hukum dan

sesuai dengan moral maupun etika.

Apabila menunjuk kepada pendapat tersebut, maka kinerja guru merupakan hasil

kerja yang dicapai oleh seseorang guru sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab

masing-masing, dalam rangka upaya mencapai tujuan organisasi bersangkutan secara

ilegal, tidak melanggar hukum dan sesuai dengan moral maupun etika.

Apabila merujuk kepada pendapat tersebut, maka kinerja guru merupakan hasil

kerja yang dicapai oleh seorang sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing-

masing yang didasari oleh pengetahuan, sikap, keterampilan dan motivasi dalam

melakukan tugas dan kewajiban.

2. Penilaian Kinerja Guru

Menurut Schuler dan Jackson (1999:3) penilaian kinerja (performance appreisal)

mengacu pada suatu sistem formal berstruktur yang mengukur, menilai, dan

mempengaruhi sifat-sifat yang berkaitan dengan pekerjaan, perilaku, dan hasil

termasuk tingkat ketidakhadiran.

Penilaian kinerja menurut Prawirosentono (1999:217) adalah suatu proses

penilaian formal atas hasil kerja seseorang karyawan yang dilaksanakan oleh seorang

penilai, dimana hasilnya disampailkan kepada karyawan itu sendiri, dimasukan ke

dalam file dokumen pegawai.

Sedangkan Gary (1997:2) mendefinisikan penilaian kerja sebagai prosedur apa

saja yang meliputi (1) penetapan standar kinerja; (2) penilaian kinerja aktual karyawan

dalam berhubungan dengan standar-standar ini; (3) memberi umpan balik kepada

60

karyawan dengan tujuan memotivasi orang tersebut untuk menghilangkan kemerosotan

kinerja atau terus berkinerja lebih tinggi lagi.

Marwansah dan Mukaram (2000:103) mengemukakan bahwa penilaian unjuk

kerja adalah uraian sistematik tentang kekuatan/kelebihan dan kelemahan yang

berkaitan dengan pekerjaan seseorang atau sebuah kelompok.

Dengan demikian berdasarkan pengertian mengenai penilaian kinerja tersebut di

atas, maka penilaian kinerja guru dapat dirumuskan sebagai suatu proses secara formal

dan tersetuktur yang dilaksanakan oleh pihak penilai sebagai umpan balik bagi para

guru dalam melaksanakan tugasnya dan sebagai bahan informasi bagi lembaga

pendidikan yang bersangkutan.

3. Proses Penilaian Kinerja

Gary (1997:3) mengemukakan bahwa penilaian kinerja terdiri dari tiga langkah,

yaitu: mendefinisikan pekerjaan, menilai kinerja, dan memberikan impan balik.

Sedangkan Schuler dan Jackson (1999:11) berpendapat bahwa dalam penilaian

kinerja terdiri dari tiga jenis kriteria kinerja, yaitu:

a. Kriteria berdasarkan sifat, yaitu memusatkan diri pada karakteristik pribadi seorang

karyawan, loyalitas, keandalan, kemampuan berkomunikasi, dan keterampilan

memimpin. Jenis kriteria ini memusatkan diri pada bagaimana seseorang, bukan

apa yang dicapai atau tudak dicapai seseorang dalam pekerjaannya.

b. Kriteria berdasarkan perilaku, yaitu terfokus pada bagaimana pekerjaan

dilaksanakan. Kriteria ini penting bagi pekerjaan yang membutuhkan hubungan

atar personal.

61

c. Kriteria berdasarkan hasil, yaitu terfokus pada apa yang dicapai atau dihasilkan

ketimbang bagaimana sesuatu dicapai atau dihasilkan. Kriteria ini sering dikritik

karena meninggalkan aspek kritis pekerjaan yang penting, seperti kualitas.

Dalam melakukan proses penilaian unjuk kerja menurut Mondy dan Neo (1990)

yang dikutif olek Marwansyah dan Mukaram (2000:108) mengemukakan ada lima

langkah dalam proses Penilaian Unjuk Kerja (PUK), yaitu:

a. Mengidentifikasi tujuan spesifik penilaian unjuk kerja. Contoh tujuan spesifik ini

adalah: mempromosikan karyawan, mengidentifikasikan kebutuhan pelatihan,

mendiagnosis masalah-masalah yang dialami karyawan.

b. Menentukan tugas-tugas yang harus dijalankan dalam pekerjaan (analisis jabatan).

Jika analisis jabatan sudah dilakukan, pada tahap ini cukup dilakukan upaya untuk

memutakhirkan atau melengkapi informasi hasil analisis jabatan.

c. Memeriksa tugas-tugas yang dijalani. Pada tiap tahap ini, penilaian memeriksa

tugas-tugas yang dilaksanakan oleh tiap-tiap pekerja dengan berpedoman pada

deskripsi jabatan.

d. Menilai unjuk kerja. Setelah memeriksa tugas-tugas, penilai memberikan nilai

untuk tiap-tiap unsur jabatan yang diperiksa atau diamati.

e. Membicarakan hasil penilaian dengan karyawan. Pada tahap terakhir ini, penilai

hendaknya menyampaikan dan mendiskusikan hasil penilaian kepada kar yawan

yang dinilai. Karyawan yang dinilai dapat mengklarifikasikan hasil nilai dan bila

perlu bisa mengajukan keberatan atas hasil penilaian.

Untuk kepentingan proses penilaian kinerja, maka penilai seharusnya dilakukan

oleh orang-orang yang memiliki kesempatan untuk benar-benar mengamati perilaku

secara langsung. Menurut Marwansyah dan Mukaram (2000:108) bahwa ada beberapa

62

kemungkinan tentang siapa yang dapat melakukan penilaian kerja, yaitu; atasan

langsung, bawahan, rekan kerja, penilaian kelompok, penilaian oleh diri sendiri, dan

kombinasi.

Sedang menurut Schuler dan Jachson (1999:15) mengemukkakan bahwa sumber-

sumber dan penilaian kinerja dapat diperoleh penilaian karyawan yang sendiri

(bersangkutan), rekan sejawat atau anggota tim, bawahan, pelanggan, dan melalui hasil

pantauan komputer.

Berdasarkan pendapat tersebut bila diaplikasikan pada penilaian kualitas kinerja

guru maka sumber-sumber yang merupakan data penilaian kinerja dapat diperoleh dari:

(1) Kepala sekolah sebagai atasan; (2) Guru yang bersangkutan; (3) Guru-guru dan staf

lainnya yang ada disekolah; (4) orang tua siswa; (5) hasil pantauan melalui data-data

(dokumentasi) sekolah yang bersangkutan.

Penilaian kinerja sangat bermanfaat besar terutama untuk pencapaian tujuan suatu

organisasi, dan penerapan waktu penilaiannya harus dilakukan sesuai dengan periode

yang telah ditentukan. Schuler dan Jackson (1999:14) mengemukakan bahwa untuk

pengukuran kinerja harus mencerminkan pertimbangan strategis. Sehingga penerapan

waktu untuk penilaian kinerja ini dapat melalui dua aspek, yaitu menurut lamanya

siklus dan tanggal penilaian.

Adapun penerapan waktu penilaian berdasarkan siklus terdiridari:

a. Tipe siklus reguler, yaitu peninjauan kinerja formal dengan interval enam bulan

sampai satu tahun.

b. Periode evaluasi berdasarkan rentang waktu pekerjaan yang dialami., yaitu lama

waktu yang dibutuhkan untuk mengenali tingkat kinerja seseorang yang sedang

melaksanakan pekerjaan.

63

c. Periode evaluasi berdasarkan tujuan penelitian, yaitu untuk tujuan komunikasi dan

evaluasi, fokusnya harus pada kinerja karyawan saat ini selama satu periode

kinerja.

Selanjutnya untuk melakukan penilaian kinerja, Schuler dan Jackson (1999:20)

mengemukakan bahwa penilaian kinerja ini dapat dilKUKn melalui format sebagai

berikut:

a. Penilaian yang Mengacu Pada Norma. Format kerja yang mengacu pada norma

dapat dilakukan melalui: (1) Rangking Langsung, (2) Rangking Alternatif, (3)

Perbandingan Berpasangan, (4) Metode Distribusi Paksaan.

b. Format Standar Absolut. Format ini memungkinkan penilai mengevaluasi kinerja

dalam kaitannya dengan kriteria tertentu, dengan konsekuensi format ini dapat

memberi rating yang sama persis kepada dua orang atau dua unit. Format Standar

Absolut terdiri dari: (1) Skala Rating Grafik, (2) Skala Rating Bobot Menurut

Prilaku, (3) Skala Standar Campuran, (4) Skala Pengamatan Perilaku.

c. Format Berdasarkan Output. Format ini berpusat pada hasil pekerjaan sebagai

kriteria utama, yang terdiri dari empat jenis yaitu: (1) Manajemen Berdasarkan

Sasaran, (2) Pendekatan Standar Kinerja, (3) Pendekatan Indeks Langsung, (4)

Catatan Prestasi.

d. Format Penilaian Kinerja Baru. Format penilaian ini disesuaikan dengan keperluan

suatu organisasi, dan merupakan hasil usaha identifikasi persoalan dan

karakteristik dalan suatu organisasi.

Sedangkan menurut Amirullah dan Rindyah (2002:137-138) mengemukakan

bahwa dalam melakukan penilain prestasi kerja, kriteria utama dalam memilih metode

penilaian prestasi kerja adalah terpenuhinya kriteria reliabilitas dan validitas.

64

Menurutnya kedua kriteria tersebut yang sangat penting yang harus terpenuhi untuk

menjamin legalitas dari hasil peniaian. Dan untuk penggunaan metode dalam penilain

prestasi kerja ini, ada beberapa metode yang bisa digunakan yaitu: (1) Skala Penilaian

Grafis (graphic rating scale), (2) metode pemangkatan (rangking methods), (3)

Cheklist yang berbobot (weighted checlists), dan (4) ceriteria yang menjelaskan

(descriptive essays).

4. Tujuan dan Kegunaan Penilaian Kinerja

Penilaian kinerja (performance appraisal) merupakan proses melalui nama

organisasi-organisasi mengevaluasi dan menilai prestasi kerja karyawan. Menurut

Handoko (1996:135-137) “Bahwa dalam sebuah organisasi para karyawan memerlukan

umpan balik upaya-upaya mereka”. Salah satu kegiatan yang dapat memberikan umpan

balik kepada para karyawan tentang pelaksanaan pekerjaan mereka adalah dengan

melakukan penilaian prestasi kerja (performance appraisal). Adapun kegunaannya

menurut Handoko adalah sebagai berikut:

a. Perbaikan Prestasi Kerja. Umpan balik pelaksanaan kerja memungkinkan

karyawan, manajer dan departemen personalia dapat membetulkan kegiatan-

kegiatan mereka untuk memperbaiki prestasi.

b. Penyesuaian-penyesuaian Kompensasi. Evaluasi prestasi kerja membantu para

pengambil keputusan dalam menentukan kenaikan upah, pemberian bonus dan

kompensasi lainnya.

c. Keputusan-keputusan Penempatan. Promosi, transfer dan demosi biasanya

didasarkan pada prestasi kerja masa lalu atau antisipasinya. Promosi sering

merupakan bentuk penghargaan terhadap pestasi kerja masa lalu.

65

d. Kebutuhan-kebutuhan Latihan dan Pengembangan. Prestasi kerja yang jelek

mungkin menunjukan kebutuhan latihan. Demikian juga, prestasi yang baik

mungkin mencerminkan potensi yang harus dikembangkan.

e. Perencanaan dan Pengembangan Karier. Umpan balik prestasi mengarahkan

keputusan-keputusan karier, yaitu tentang jalur karier tertentu yang harus diteliti.

f. Penyimpangan-penyimpangan Proses Staffing. Prestasi kerja yang baik atau jelek

mencerminkan kekuatan atau kelemahan prosedur staffing departemen personalia.

g. Ketidak akuratan Informasional. Prestasi kerja yang jelek mungkin menujukan

kesalahan-kesalan dalam informasi analisis jabatan rencana-rencana sumber daya

manusia, atau komponen-komponen lain sistem informasi manajemen personalia.

Menggantungkan diri pada informasi yang tidak akurat dapat menyebabkan

keputusan-keputusan personalia yang diambil tidak tepat.

h. Kesalahan-kesalahan Desain Pekerjaan. Prestasi kerja yang jelek mungkin

merupakan suatu tanda kesalahan dalam mendesain pekerjaan. Penilaian prestsi

membantu diagnosa kesalahan-kesalahan tersebut.

i. Kesempatan Kerja yang Adil. Penilaian prestasi kerja secara akurat akan menjamin

keputusan-keputusan penempatan internal diambil tanpa diskriminasi.

j. Tantangan-tantangan Eksternal. Kadang-kadang prestasi kerja dipengaruhi oleh

faktor-faktor diluar lingkungan kerja, seperti keluarga, kesehatan, kondisi finansial

atau masalah-masalah pribadi lainnya. Dengan demikian pihak yang berwenang

dalam penilain mungkin dapat menawarkan bantuan.

Sedangkan menurut Marwansyah dan Mukaram (2000:106) mengemukakan

bahwa:

Tujuan umum sistem penilain unjuk kerja adalah: (1) untuk meningkatkan unjuk kerja karyawan dengan cara membant mereka agar dapat menyadari dan menggunakan

66

seluruh potensi mereka dalam mewujudkan tujuan-tujuan organisasi, dan (2) untuk memberikan informasi kepada karyawan dan manajer sebagai dasar untuk mengembil keputusan yang berkaitan dengan pekerjaan.

Schuler dan Jackson (1999:3-4) mengemukakan tujuan dan pentingnya penilain

kinerja dan mengidentifikasinya menjadi dua puluh macam tujuan informasi kinerja

yang dikelompokan dalam empat katagori yaitu sebagai berikut:

a. Evaluasi yang menentukan perbandingan antar orang, meliputi:

i. Administrasi gaji

ii. Pengakuan kinerja individu

iii. Identifikasi kinerja yang buruk

iv. Keputusan Promosi

v. Keputusan retensi dan pemutusan kontrak kerja

vi. Pemberhentian

b. Pengembangan yang menekankan perubahan-perubahan dalam diri seseorang

dengan berjalannya waktu, meliputi:

vii. Umpan balik kinerja

viii. Identifikasi kekuatan dan kelemahan individu

ix. Penentuan transfer dan penugasan

x. Identifikasi kebutuhan dan pelatihan individu

c. Pemeliharaan Sistem, meliputi:

xi. Pengembangan tujuan korporasi dan individu

xii. Evaluasi pencapaian sasaran oleh individu, tim atau unit usaha strategis

xiii. Perencanaan sumberdaya manusia

xiv. Penentuan kebutuhan pelatihan organisasi

xv. Pengokohan struktur wewenang

67

xvi. Identifikasi kebutuhan pengembangan organisasi

xvii. Audit sistem sumber daya manusia

d. Dokumentasi, meliputi:

xviii. Dokumentasi keputusan-keputusan manajemen sumber daya manusia

xix. Pemenuhan persyaratan legal manajemen sumber daya manusia

xx. Kriteria unjuk pengujian validitas

Penilaian kinerja menurrut Tohari (2002:249) memiliki manfaat antara lain

adalah: 1) program Perbaikan, 2) Promosi, 3) Kompensasi, 4) Pelatihan dan

Pengembangan, 5) Replacement, 6) Desain Pekerjaan, 7) Menghilangkan Kecemburuan

Sosial, 8) Kompetisi (menumbuhkan persaingan yang sehat diantara karyawan).

5. Permasalahan dalam Penilaian Kinerja

Dalam melakukan kinerja karyawan biasanya ada beberapa kendala dan

hambatan. Sejalan dengan hal tersebut ada beberapa pendapat para ahli diantaranya

Gary (1997:20) yang mengemukakan bahwa ada lima masalah utama yang dapat

merusak alat penilaian seperti pada skala penilain grafik, yaitu; (1) Standar yang tidak

jelas, (2) Efek halo, (3) Kecenderungan central, (4) Terlalu longgar atau terlalu keras

(dari pihak penyedia), (5) Prasangka (bias).

Begitu juga menurut Marwansyah daanMukaram (1999:10) mengemukakan

bahwa masalah-masalah yang timbul dalam penilaian unjuk kerja adalah: (1) Kurang

Objektif, (2) Kesalahan “Halo” (Hallo Error), Penilaian terlalu Longgar (Leniency),

Penilaian terlalu Ketat (Strictness), (4) Kecenderungan memberikan Nilai Tengah

(Central Tendency), (5) Bias Perilaku Terbaru (Recent Behavior Bias).

68

Handoko (2000:140) mengemukakan bahwa penilain sering tidak berhasil untuk

tidak melibatkan emosionalnya dalam menilai prestasi kerja karyawan. Hal tersebut

menyebabkan evolusi menjadi bias. Berbagai bias penilaian yang paling umum terjadi

adalah: (1) Halo effect, (2) Kesalahan Kecenderungan terpusat, (3) Bias terlalu lunak

atau terlalu keras, (4) Prasangka pribadi, (5) Pengaruh kesan terakhir. Sedangkan

menurut Tohari (2002:251-254) mengemukakan bahwa kendala atau hambatan dalam

melakukan penilaian prestasi kerja adalah: (1) Hallo effect, (2) tidak serius, (3) Recency

effect, (4) Kolusi dan nepotisme.

Berdasarkan beberapa pendapat tersebut maka kendala dan hambatan yang

biasanya muncul dalam penilaian kinerja adalah: (1) Standar Yang Tidak Jelas, (2)

Hallo effet, (3) terlalu longgar (leniency) atau terlalu ketat (Strictness), (4)

kecenderungan sentral terpusat, (5) prasangka pribadi, (6) Pengaruh kesan terakhir

(Recency Effect). Berbagai distorsi tersebut menurut beberapa ahli dapat dikurangi

melalui pemberian latihan bagi para penilai, umpan balik, dan pemilihan tehnik-tehnik

menilaian kinerja secara tepat.

H. Pengaruh Kompetensi Guru Terhadap Kinerja Guru.

Michael G. Fullan yang dikutip oleh Suyanto dan Djihad Hisyam (2000)

mengemukakan bahwa “educational change depends on what teachers do and

think…”. Pendapat tersebut mengisyaratkan bahwa perubahan dan pembaharuan sistem

pendidikan sangat bergantung pada “what teachers do and think “. atau dengan kata

lain bergantung pada penguasaan kompetensi guru. Sejalan pendapat Epon Ningrum,

69

dalam tulisannya “Pemetaan Kualifikasi Kompetensi Guru Geografi bagi peningkatan

Profesionalitas” ( http://blog.tp.ac.id/ ) Guru adalah menjadi salah satu komponen

pembelajaran yang harus memenuhi standar tenaga pendidik, yakni memiliki

kualifikasi akademik minimal sarjana (S1) dan atau D4. Guru dalam melaksanakan

tugasnya sebagai agen pembelajaran harus memiliki empat kompetensi yakni:

Kompetensi pedagogik, kompetensi professional, kompetensi kepribadian, dan

Kompetensi Sosial. Mereka merupakan tenaga professional yang bertugas

merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran,

melakukan pembimbingan dan pelatihan.

Selanjut Epon menyatakan bagi guru yang memiliki profesionalitas,

pengalaman menjadi wahana pembelajaran bagi peningkatan dan pengembangan diri.

Kompetensi sifatnya dinamis, perlu dikembangkan dan ditingkatkan setiap saat, sesuai

dengan tugas, kebutuhan dan perkembangan inovasi pendidikan serta perkembangan

masyarakat. Untuk peningkatan kompetensi profesional guru geografi diperlukan sikap

professional.

Dwi , Kurniawam (2011) dalam skripsi Pengaruh Kompetensi Profesional Dan

Produktivitas Guru Terhadap Hasil Belajar Siswa Program Keahlian Teknik Kendaraan

Ringan Di SMK N 2 Klaten menyatakan hasil penelitian disimpulkan bahwa: (1)

tingkat kompetensi profesional guru berada pada kategori yang tinggi, sebanyak 3 guru

atau 42,9% memiliki kompetensi profesional yang tinggi dan 4 guru atau 57,1%

memilki kompetensi profesional yang sangat tinggi; (2) tingkat produkivitas guru

seluruhnya atau 100% terkategorisasi dalam kelompok yang sangat inggi; (3) hasil

belajar siswa kategori tinggi sebanyak 14,3% dan sebanyak 85,7 berada dalam kategori

sangat tinggi; (4) ada pengaruh dari kompetensi profesional terhadap hasil belajar

70

siswa, hal ini dibuktikan dengan perbedaan rata-rata hasil belajar siswa, yaitu sebesar

8,004 untuk kelompok kompetensi profesional sangat tinggi dan 7,611 untuk kelompok

kompetensi profesional tinggi; (5) ada pengaruh dari produktivitas guru terhadap hasil

belajar siswa, hal ini dibuktikan dengan rerata hasil belajar siswa yang sudah tergolong

tinggi yang diajar oleh guru dengan tingkat produktivitas yang sangat tinggi pula.

Menurut Nawawi dalam Ahmad Barizi (2009:142) : Guru adalah orang yang

pekerjaanya mengajar atau memberikan pelajaran disekolah atau didalam kelas. Secara

lebih khusus guru berarti orang yang bekerja dalam bidang pendidikan dan pengajaran

yang ikut bertanggung jawab dalam membantu anak didik mencapai pendewasaan

masing-masing.

Sedang menurut Sardiman (2005:125) “Guru adalah salah satu komponen

manusiawi dalam proses belajar mengajar, yang ikut berperan dalam usaha

pembentukan sumber daya manusia yang potensial di bidang pembangunan”. Dengan

demikian, guru bukan hanya orang yang sekedar berdiri di depan kelas untuk

menyampaikan materi pengetahuan (mata pelajaran) tertentu, akan tetapi guru adalah

anggota masyarakat yang harus ikut dan berjiwa bebas serta kreatif dalam mengarahkan

perkembangan anak didiknya untuk menjadi anggota masyarakat sebagai orang yang

dewasa dan guru merupakan salah satu unsur di bidang kependidikan harus berperan

secara aktif serta menempatkan kedudukannya sebagai tenaga profesional. Patut diakui

dan diterima bahwa berhubung posisi guru yang sentral dalam penyelenggaraan sistem

persekolahan umumnya dan khususnya kaitannya dengan tugas guru. Tugas dan

tangung jawab tersebut erat kaitanya dengan kompetensi yang disyaratkan untuk

memangku profesi guru. Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia tahun 2006

tentang guru bahwa “Kompetensi adalah seperangkat pengetahuan, ketrampilan, dan

71

perilaku yang harus dimiliki, dihayati dan dikuasai oleh guru dalam melaksanakan

tugas keprofesiannya”. Kompetensi mengajar guru harus sesuai dengan tuntutan

standart tugas yang diemban sehingga dapat memberikan efek positif demi tercapainya

tujuan pembelajaran seperti sikap siswa, ketrampilan siswa dan perubahan prestasi

belajar.

Zakiyah Darajat, dkk (dalam Syaiful Sagala, 2009: 21 ) menyebutkan tidak

sembarangan orang dapat melakukan tugas guru. Tetapi hanya orangorang tertentu

yang memenuhi persyaratan yang dipandang mampu, yakni: (1) bertaqwa kepada Allah

SWT. Dalam hal ini mudah difahami bahwa guru yang tidak bertaqwa akan sulit atau

tidak mungkin bisa mendidik peserta didiknya menjadi orang yang bertaqwa kepada

Allah SWT; (2) berilmu. Guru yang dangkal penguasaan ilmunya, akan mengalami

kesulitan dalam berinteraksi dengan para peserta didiknya, apalagi untuk masa kini dan

yang akan datang; (3) berkelakuan baik. Mengingat tugas guru antara lain untuk

mengembangkan akhlak mulia, maka sudah barang tentu dia harus bias memberikan

contoh akhlak mulia terlebih dahulu kepada anak didiknya. Di antara akhlak mulia

yang harus dicerminkan dalam kehidupannya adalah sikap bersabar menghadapi suatu

persoalan, disiplin dalam menunaikan tugas, jujur dalam menyelesaikan pekerjaan,

bersikap adil kepada semua orang, tidak pilih kasih, mampu menjalin kerjasama dengan

orang lain, gembira memberikan pertolongan kepada orang lain, menunjukkan

kepedulian sosial yang tinggi, dan lain-lain; (4) sehat jasmani. Kesehatan fisik atau

jasmani sangat diperlukan karena membantu kelancaran guru dalam mengabdikan diri

untuk mengajar, mendidik, dan memberikan bimbingan kepada para peserta didik.

Guru memiliki peran yang sangat penting dalam mencapai keberhasilan pendidikan,

72

karena Allah telah menciptakan manusia sebagai makhluk yang berpotensi untuk

mendidik dan dididik.

Menurut penelitian Sudarmaji (2002 : 60).” …….Banyak faktor yang

menentukan suatu sekolah menjadi berkualitas tinggi, tetapi berbagai penelitian tentang

keefektifan mengajar guru, dapat disimpulkan bahwa guru mempunyai pengaruh yang

sangat dominan terhadap pencapaian belajar siswa. Hal ini dapat dipahami karena guru

merupakan sumber daya yang aktif, sedang sumber daya yang lain bersifat pasif.

Sebaik-baik kurikulum, fasilitas, sarana prasarana pembelajaran, tetapi tingkat kualitas

gurunya rendah, akan sulit mendapatkan hasil pendidikan yang berkualitas tinggi.

Pendeknya guru merupakan “proxy utama” terhadap keberhasilan pendidikan.”

Hendri Joprison (2009) menyatakan “Seorang guru harus memiliki kecakapan

dalam proses interaksi belajar mengajar. Dari dasar itu diperlukan kompetensi dalam

mempersiapkan tahapan-tahapan kegiatan belajar mengajar. Kompetensi guru dalam

hal ini tidak hanya berperan untuk meningkatkan prestasi belajar siswa agar lebih aktif

dan gairah dalam belajar. Guru merupakan sentral dalam proses belajar mengajar.

Dalam kegiatan belajar mengajar, interaksi antara guru dan anak didik merupakan

kegiatan yang dominan. Kegiatan itu melibatkan komponen-komponen yang antara

satu dengan yang lainnya saling menyesuaikan dan menunjang dalam pencapaian

tujuan belajar bagi anak didik.

Kehadiran seorang guru dalam proses belajar mengajar tidak dapat digantikan

fungsinya oleh radio, mesin, tape recorder, ataupun oleh komputer yang paling modern

sekalipun masih terlalu banyak unsur-unsur manusiawi seperti sikap, sistem nilai,

perasaan, motivasi, kebiasaan dan lain-lain yang diharapkan merupakan hasil proses

73

pengajaran, akan tetapi tidak dapat dicapai melalui alat-alat tersebut dan guru masih

tetap memegang peranan penting (Nana Sudjana, 1998:12).

Dari konsep di atas, jelaslah bahwa kompetensi guru adalah suatu unsur yang

sangat berpengaruh terhadap keberhasilan belajar siswa. Dengan demikian kompetensi

guru merupakan salah satu unsur yang tidak bisa diabaikan dalam pengelolaan proses

interaksi belajar mengajar.

Kinerja (job performance) dipengaruhi oleh dimensi manusia yang menjadi

penentu dalam kinerja. Sutermeister menjelaskan: "The human contribution to

productivity, or employees job performance are considered to result from: (1) Ability;

(2) Motivation "(Sutermeister, 1976: 11). Dalam penjelasan selanjutnya,

Sutermeister mengemukakan:

"Ability is deemed to result of knowledge and skill. Knowledge, in turn is effected by education, experience, training and interest. Skill is effected by aptitude and personality, as well as by education, experience, trainig, and interest "(Sutermeister, 1976: 11).

Berdasarkan ilustrasi Suterrneister, produktivitas dipengaruhi oleh 32 faktor.

Kurang lebih 10% dari faktor-faktor tersebut adalah faktor teknologi, bahan baku,

layout, dan metode. Sedangkan sisanya, yaitu sekitar 90% ada(ah pengaruh kinerja

pegawai (employees job performance). Kinerja pegawai sendiri sekitar 20%

dipengaruhi oleh kemampuan dan 80% dipengaruhi oleh motivasi. Kemampuan

pegawai meliputi keterampilan dan pengetahuan Keterampilan terdiri atas bakat dan

kepribadian. Sedangkar pengeta'iuan terdiri atas pendidikan, penga1aman,

pelatihan, dan kepentingan (interest). Motivasi pegawai dipengaruhi oleh kondisi

fisik (yang meliputi pencahayaan, temperatur, ventilasi, waktu istirahat, keamanan,

dan musik); kebutuhan individu (yang dipengaruhi oleh kondisi ekonomi umum,

74

pendidikan pribadi individu, waktu istirahat, waktu kerja, tingkat aspirasi, latar

belakang budaya, pendidikan, dan pengalaman); dan kondisi sosial (yang

dipengaruhi oleh kesatuan, kepemimpinan. organisasi informal, organisasi formal,

efisiensi organisasi, iklim kepemimpinan, dan struktur organisasi).

Robins (2000: 190) mengemukakan bahwa kinerja merupakan fungsi dari

interaksi antara kemampuan (ability), motivasi (motivation), dan kesempatan

(opportunity). Sehingga dapat dirumuskan bahwa kinerja (P) = f(A X M X O),

dimana A = kemampuan, O = kesempatan, dan M = Motivasi.

Selanjutnya Winardi (2002) menjelaskan: "Kemampuan di lain pihak,

berhubungan dengan kompetensi tugas seseorang. Perbedaan antara kedua hal,

yakni kompetensi dan motivasi sangat relevan bagi banyak situasi." (Winardi, 2002:

63).

Berbagai kajian dan hasil penelitian yang berhubungan dengan peranan

strategis guru dalam menentukan keberhasilan pendidikan antara lain (Mulyasa,

2008 : 8-9) :

1. Murphy, (1995) menyatakan bahwa keberhasilan pembaharuan sekolah sangat

ditentukan oleh gurunya, karena guru adalah pemimpin pembelajaran,

fasilitator, dan sekaligus merupakan pusta inisiatif pembelajaran.

2. Brand dalam Educational Leadership (1993) menyatakan bahwa “Hampir

semua usaha reformasi pendidikan seperti pembaharuan kurikulum dan

penerapan metode pembelajaran, semuanya tergantung kepada guru. Tanpa

penguasaan materi dan strategi pembelajaran, serta tanpa dapat mendorong

siswanya untuk belajar sungguh-sungguh, segala upaya peningkatan mutu

pendidikan tidak akan mencapai hasil yang maksimal.

75

3. Cheng dan Wong, (1996), melaporkan empat karakteristik sekolah dasar unggul

(berprestasi), yaitu : (1) adanya dukungan pendidikan yang konsisten dari

masyarakat, (2) tingginya derajat profesionalisme di kalangan guru, (3) adanya

tradisi jaminan kualitas (quality assurance) dari sekolah, dan (4) adanya

harapan yang tinggi dari siswa untuk berprestasi.

4. Supriadi (1998 : 178) mengungkapkan bahwa mutu pendidikan yang dinilai dari

prestasi belajar peserta didik sangat ditentukan oleh guru, yaitu 34% pada

negara sedang berkembang, dan 36% pada negara industri.

5. Jalan dan Mustofa, (2001), menyimpulkan bahwa komponen guru sangat

mempengaruhi kualitas pengajaran melalui (1) penyediaan waktu lebih banyak

pada peserta didik, (2) interaksi dengan peserta didik yang lebih intensif/sering,

(3) tingginya tanggung jawab mengajar dari guru. Karena itu baik buruknya

sekolah sangat tergantung pada peran dan fungsi guru.

76