bab ii flash and fire point awalin.pdf
DESCRIPTION
flash and fire pointTRANSCRIPT
II-1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Dasar Teori
II.1.1 Definisi Flash dan Fire Point
Flash Point atau titik nyala dari suatu minyak adalah suhu terendah dimana minyak
dipanasi dengan peralatan standar hingga menghasilkan uap yang dapat dinyalakan dal;am
pencampuran dengan udara.
Titik Nyala secara prinsip ditentukan untuk mengetahui bahaya terbakar produk-
produk Minyak bumi. Denagn diketahui titik yala suatu produk minyak pelumas, kita dapat
mengetahui kondisi maksimum yang dapat dihadapai minyak pelumas tersebut. Salah satu
contoh dari pentingnya informasi ini adalah untuk menentukan jenis minyak pelumas yang
tepat untuk digunakan didalam system hidrolik tekanan tinggi seperti pada pesawat terbang
atau pada alat penempa bertekanan tinggi, dimana kebocoran minyak dari saluran pipa dapat
menyebabnkan terjadinya musibah dengan adanya kontak dari minyak yang tumpah dengan
logam yang sangat panas.
Titik nyala merupakan sifat fisika minyak yang sangat penting yang harus diketahui
dari produk-produk hasil pengolahan minyak bumi, baik itu minyak pelumas, bahan baker
maupun produk lainnya. Dengan diketahi titik nyala suatu produk minyak kita dapat
menerapkan produk tersebut dengan tepat. Hal ini berartimemberikan perlindungan pada
mesin yang menggunakan dan memberikan keamanan pada orang yang menangani.
Fire Point atau Titik api bahan bakar adalah suhu di mana ia akan terus menyala
selama minimal 5 detik setelah kunci kontak dengan api terbuka. Pada titik nyala, suhu yang
lebih rendah, suatu zat akan terbakar sebentar, tetapi uap tidak mungkin dihasilkan pada
tingkat untuk mempertahankan api. Tabel Sebagian besar sifat material hanya akan
mencantumkan poin materi flash, tetapi secara umum titik api dapat diasumsikan sekitar 10 °
C lebih tinggi dari titik flash. Namun, ini ada pengganti untuk pengujian jika titik api adalah
keamanan critical.This adalah titik di mana oksidasi minyak pelumas dimulai
Titik nyala (flash point) dan titik api (fire point) merupakan salah satu parameter penting yang
diukur untuk mengetahui spesifikasi suatu bahan bakar.
Definisi Flash Point dan Fire Point menurut metode uji standar ASTM (American
Standart For Testing Material) adalah sebagai berikut:
Bab II Tinjauan Pustaka
Laboratorium Teknik Pembakaran
II-2
Flash point didefinisikan sebagai sebagai suhu terendah yang terkoreksi dengan
tekanan barometer pada 101,3 kpa (760 mmhg) ,dimana penggunaan nyala uji
menyebabkan uap dari sampel menyala pada kondisi pengujian tertentu.
Fire Point didefinisikan sebagai suhu terendah dimana sampel terbakar secara terus
menerus selama lima detik.
II.I.2. Metodologi dan Alat Ukur flash Point dan fire Point
Setiap cairan memiliki tekanan uap, yang merupakan fungsi dari suhu yang cair.
Dengan meningkatnya suhu, kenaikan tekanan uap. Dengan meningkatnya tekanan uap,
konsentrasi uap dari cairan yang mudah terbakar di udara meningkat. Oleh karena itu, suhu
menentukan konsentrasi uap dari cairan yang mudah terbakar di udara. Sebuah konsentrasi
tertentu uap di udara diperlukan untuk mempertahankan pembakaran, dan konsentrasi yang
berbeda untuk setiap cairan yang mudah terbakar. Titik nyala dari cairan yang mudah terbakar
adalah suhu terendah dimana akan ada uap mudah terbakar cukup untuk menyalakan jika
sebuah sumber pengapian diterapkan.
Titik nyala (flash point) dan titik api (fire point) merupakan salah satu parameter
penting yang diukur untuk mengetahui spesifikasi suatu bahan bakar. Titik nyala (flash point)
adalah temperatur dimana timbul sejumlah uap yang apabila bercampur dengan udara
membentuk suatu campuran yang mudah menyala. Titik nyala dapat diukur dengan jalan
melewatkan nyala api pada bahan bakar yang dipanaskan secara teratur. Titik nyala
merupakan sifat bahan bakar yang digunakan untuk prosedur penyimpanan agar aman dari
bahaya kebakaran. Semakin tinggi titik nyala suatu pelumas berarti semakin aman dalam
penggunaan dan penyimpanan. Metode standar untuk pengukuran titik nyala adalah ASTM
D- 92.
Titik api (fire point) adalah temperatur dimana bahan bakar cair yang dipanaskan pada
keadaan baku dapat terbakar selama waktu sekurang-kurangnya 5 detik. Titik nyala (flash
point) adalah karakteristik tunggal zat yang mudah terbakar yang digunakan untuk menaksir
sifat suatu bahan. Flash point yang rendah dapat menjadi indikasi adanya bahan yang sangat
volatile dalam cairan. Titik api yang digunakan untuk menaksir risiko dari kemampuan bahan
untuk mendukung pembakaran. Nilai-nilai ini juga mempengaruhi bagaimana bahan bakar
cair dikirimkan, disimpan, dan dibuang (Kennedy, 1990).
Macam-macam metode untuk menetukan flash dan fire point
1. Open Flash point
Laboratorium Teknik Pembakaran
Bab II Tinjauan Pustaka
II-3
Flash point dari suatu cairan ditentukan dalam wadah dimana tes
nyala dilakukan secara berkala di atas suatu permukaan.
Dalam perangkat cup terbuka sampel yang terkandung dalam cangkir terbuka yang
dipanaskan, dan pada interval nyala dibawa atas permukaan. Titik nyala diukur sebenarnya
akan bervariasi dengan ketinggian nyala api di atas permukaan cairan, dan pada ketinggian
yang cukup suhu titik nyala diukur akan bertepatan dengan titik api. Contoh paling dikenal
adalah Cleveland cup terbuka (COC).
2. Closed Flash point
Flash point dari suatu cairan ditentukan dalam wadah tertutup. Ada dua jenis penguji
cangkir tertutup: non-ekuilibrium, seperti Pensky-Martens mana uap di atas cairan
tidak berada dalam kesetimbangan suhu dengan cairan, dan keseimbangan, seperti Skala
Kecil (umumnya dikenal sebagai Setaflash) di mana uap yang dianggap dalam
keseimbangan suhu dengan cairan. Dalam kedua jenis cangkir ditutup dengan tutup
melalui mana sumber api dapat diperkenalkan. Penguji cangkir tertutup biasanya
memberikan nilai lebih rendah untuk titik nyala dari cangkir terbuka (biasanya 5-10 ° C
lebih rendah, atau 9-18 ° F lebih rendah) dan merupakan pendekatan yang lebih baik untuk
suhu di mana tekanan uap mencapai batas bawah yang mudah terbakar.
Untuk menentukan Flash Point dan Fire Point dari bahan bakar, beberapa metode
yang sering digunakan adalah Metode “TAG CLOSED TESTER” menurut ASTM D 56-82,
Metode “PENSKY-MARTENS CLOSED TESTER” menurut ASTM D 93-34, dan Metode
“CAWAN TERBUKA CLEVELAND” menurut ASTM D 92-36. Untuk lebih jelasnya akan
diterangkan di bawah ini :
1. Metode “TAG CLOSED TESTER” menurut ASTM D 56-79.
Metode ini digunakan untuk menentukan Flash Point dan Fire Point dari bahan baker
yang mempunyai viskositas di bawah 5,5 cst pada 40oC atau 9,5 cst pada 25
oC yang tidak
mengandung padatan terlarut, dan tidak mempunyai kecenderungan membentuk lapisan
dipermukaan selama proses pengujian.
2. Metode “PENSKY-MARTENS CLOSED TESTER” menurut ASTM D 93-80.
Metode ini digunakan untuk menentukan Flash Point dan Fire Point dari bahan bakar
yang mempunyai viskositas dibawah 5,5 cst pada 40oC atau 9,5 cst pada 25
oC yang
mengandung padatan terlarut, dan yang mempunyai kecenderungan membentuk lapisan
dipermukaan selama proses pengujian.
Bab II Tinjauan Pustaka
Laboratorium Teknik Pembakaran
II-4
3. Metode “CAWAN TERBUKA CLEVELAND” menurut ASTM D 92-36.
Metode ini digunakan untuk menentukan Flash Point dan Fire Point semua produk
minyak bumi yang mempunyai Flash Point pada pengujian cawan terbuka dibawah 179oF
( 79oC ) kecuali minyak bakar.
Mekanisme terjadinya flash point
Setiap cairan yang mudah terbakar memiliki tekanan uap, yang merupakan fungsi dari
temperatur suatu bahan bakar cair. Dengan naiknya suhu, maka tekanan uap akan mengalami
kenaikan, dengan meningkatnya tekanan uap, konsentrasi penguapan cairan yang mudah
terbakar di udara meningkat, karena itu suhu yang menentukan konsentrasi penguapan cairan
yang mudah terbakar di udara dalam kondisi kesetimbangan. Cairan yang mudah terbakar
yang berbeda membutuhkan konsentrasi yang berbeda dari bahan bakar di udara untuk
mempertahankan pembakaran. Titik nyala adalah suhu minimum di mana ada konsentrasi
yang cukup dari penguapan bahan bakar di udara untuk menyebarkan pembakaran setelah
sumber pengapian dinyalakan.
Metode Pengujian Flash Point dan Fire Point berdasarkan ASTM D92-05A adalah
sebagi berikut :
1. Isi tempat sampel (cup) sampai tanda batas pengisian. Suhu sampel dan tempatnya tidak
boleh melebihi 56°C (100°F) di bawah titik nyala yang diharapkan.
2. Apabila sampel yang akan diuji dalam bentuk padat, maka perlu dicairkan sehingga perlu
dipanaskan terlebih dahulu pada suhu yang tidak boleh melebihi 56°C (100°F).
3. Pastikan panas awalnya akan naik 5-6°C (9-30°F)/menit. Apabila suhu sampel sekitar
56°C(100°F) panasnya perlu diturunkan sampai suhu 28°C (50°F) dengan kecepatan 5-6°C
(9-11°F)/menit.
4. Pada suhu 28°C(50°F) terakhir terjadi kenaikan suhu dari suhu sebelumnya, pada kondisi
ini perlu dijaga dari terganggunya pengujian oleh uap ataupun busa.
5. Catat pengamatan sebagai titik nyala, ketika asap muncul dan menyebar di seluruh
permukaan sampel.
6. Untuk menentukan titik api, lanjutkan pemanasan yang dilakukan pada sampel setelah
diketahui titik nyalanya, sehingga terjadi peningkatan suhu 5-6°C(9-11°F)/menit.
Melanjutkan pemanasan hingga terjadi nyala api selama minimal 5 detik.
7. Catat suhu titik api yang terdeteksi pada saat sampel menyala.
Laboratorium Teknik Pembakaran
Bab II Tinjauan Pustaka
II-5
8. Ketika peralatan selesai digunakan, untuk keamanan peralatan
usahakan suhunya kurang dari 60°C(140°F), kemudian bersihkan tempat sampel (cup)
sesuai dengan prosedur.
Ketelitian untuk Flash Point dan Fire Point menurut metode ASTM D 92-05A adalah :
a. Repeatability
- Flash Point : 15oF(8
oC)
- Fire Point : 15oF(8
oC)
b. Reproduceability
- Flash Point : 30oF(17
oC)
- Fire Point : 25oF(14
oC)
Untuk mengoreksi Flash Point dan Fire Point digunakan persamaan sebagai berikut :
Flash Point dan Fire Point terkoreksi
= )760(06,0 PF
Atau
= )760(03,0 PC
Dimana :
F = Flash Point dan Fire Point teramati dalam 5oF terdekat
C = Flash Point dan Fire Point teramati dalam 2oC terdekat.
P = Tekanan barometer, mmHg.
Manfaat dan penggunaan dari penetapan Flash Point dan Fire Point produk-produk
dari minyak bumi menurut metode uji ASTM D 92-05A antara lain adalah sebagai berikut :
1. Flash Point dapat digunakan untuk mengukur kecenderungan sample untuk membentuk
campuran yang mudah menyala jika ada udara di bawah kondisi terkontrol. Ini
merupakan satu-satunya sifat bahan bakar yang harus dipertimbangkan dalam
memperkirakan timbulnya bahaya kebakaran pada bahan bakar tersebut.
2. Flash Point diperlukan dalam pelayaran dan peraturan keamanan bahan bakar yang akan
ditransport untuk mendefinisikan bahan-bahan yang mudah menyala dan juga mudah
terbakar, seseorang seharusnya tetap mengacu pada aturan – aturan khusus yang terkait
pada definisi yang tepat dari penggolongan bahan-bahan tersebut diatas.
3. Flash Point dapat menunjukkan adanya bahan yang mudah menguap dan mudah terbakar
Bab II Tinjauan Pustaka
Laboratorium Teknik Pembakaran
II-6
didalam suatu bahan yang relatif tidak mudah untuk menguap ataupun relatif tidak mudah
untuk terbakar.
4. Fire Point dapat juga digunakan untuk mengukur karakteristik dari sample untuk
mendukung proses pembakran.
Produk minyak bumi yang biasanya ditetapkan nilai flash poin dan fire point adalah sebagai
berikut :
BIOSOLAR
Biosolar adalah bahan bakar diesel yang terbuat dari unsur Hayati-Nabati non fosil,
biosolar tersebut mengandung 5% Fatty Acid Methyl Ester (FAME) dan 95% solar murni
bersubsidi.
(http://www.lintasberita.com/Nasional/Berita-Lokal/kerja-keras-biosolar-adalah-energi-
kita.(page1)
Keunggulan dari bahan bakar biosolar :
1. Ramah lingkungan
2. Pembakarannya bersih
3. Biodegradable
4. Mudah dikemas dan disimpan
5. Merupakan bahan bakar yang dapat diperbarui.
6. Pemakaian Biosolar itu lebih hemat dari pada solar biasa. misalnya satu liter solar biasa
bisa sampai 9,76 km, sedangkan Biosolar bisa mencapai 10,14 km.
(http://asiksmansa.blogspot.com/2010/03/biosolar-vs-solar.html).(page2)
Tabel II.1.2.1 Spesifikasi Biosolar
Sifat Satuan Min Maks Met.ASTM
Berat jenis 150C
Warna ASTM
Angka setana
Indeks setana
Viskositas 400C
Titik tuang
Kg/m3
-
-
-
Mm2/sec
oC
815
-
48
45
2,0
-
870
3
-
-
5,0
18
D 1298
D 1500
D 613-95
D 4737-96a
D 445-97
D 97
Laboratorium Teknik Pembakaran
Bab II Tinjauan Pustaka
II-7
Kandungan sulfur
Korosi bilah
tembaga
Residu karbon
Titik nyala
% m/m
Menit
% m/m
0C
-
-
-
60
0,35
No. 1
0,1
-
D 2622-98
D 130-94
D 4530-93
D93-99c
(http://www.pertamina.com/uploads/download/BIOSolar.pdf).(page4)
Biosolar mempunyai titik nyala minimum 60 °C sehingga untuk penyimpanan di dalam
ruangan harus memperhatikan sistem ventilasi. Penyimpanan di tangki timbun harus
memperhatikan persyaratan sesuai dengan klarifikasinya. Uap yang mudah terbakar dapat
terbentuk walaupun disimpan pada temperatur di bawah titik nyala. Jauhkan dari bahan –
bahan yang mudah terbakar. Tempat penyimpanan harus di grounding dan bonding serta
dilengkapi dengan pressure vacuum valve dan flame arrester. Jauhkan dari bahan yang mudah
terbakar, api, listrik atau sumber listrik lainnya.
Apabila biosolar digunakan pada ruangan yang relatif tertutup maka harus dilengkapi dengan
ventilasi keluar (exhaust fan). Ventilasi dan peralatan yang dipakai harus bersifat kedap gas
(http://www.pertamina.com/uploads/download/BIOSolar.pdf).(page4)
SOLAR
Solar adalah salah satu produk dari minyak bumi yang mempunyai titik didih antara
250oC sampai dengan 350
oC. Solar digunakan sebagai bahan bakar mesin diesel. Kualitas
solar sebagai bahan bakar motor diesel putaran tinggi sanagat menetukan kelancaran operasi,
cara kerja, usia motor, dan kebersihan sisa pembuangan dari motor diesel. Secara umum
observasi yang bisa dilakukan terhadap bahan bakar diesel adalah :
- angka oktane yang relatif tinggi
- volatility harus baik agar terjadi pembakaran sempurna
- volatilnya harus tinggi agar mempermudah penyalan , angka octane tinggi
sehingga temperatur penyalaan rendah.
- Kandungan belerang , abu, dan residu harus memenuhi standartagar tidak
terkorosi
- Mudah mengalir dan nilai Flash Point (titik nyala) tinggi supaya aman.
Solar didalam penggunaannya juga harus memenuhi syarat-syarat tertentu, yaitu :
1. Syarat Penyalaan.
Bab II Tinjauan Pustaka
Laboratorium Teknik Pembakaran
II-8
Sifat penyalaan dalam bahan bakar diesel dinilai dengan angka setana yang diukur dengan
mesin pengukur standart. Dengan sifat penyalaan yang sesuai dengan kebutuhan mesin,
akan terjadi pembakaran yang teratur tanpa adanya ketukan. Sifat penyalaan ini dapat juga
ditentukan berdasarkan indeks setana yang diperoleh dari pemeriksaan dan dihitung tanpa
menggunakan mesin penghitung standart.
2. Syarat Penguapan.
Sifat penguapan suatu bahan bakar dapat diketahui dari nilai Flash Point serta uji
penyulingan (destilasi) yang menunjukkan kemampuan dari suatu bahan bakar.
3. Syarat Pemompaan dan Penyemprotan.
Minyak solar harus cukup cair dan encer agar mudah dalam pemompaan dan dalam
penyemprotan. Untuk itu, viskositas titik tuang dan titik keruh ditentukan batas–batasnya.
4. Syarat kebersihan.
Syarat kebersihan solar perlu diperhatikan agar tidak mengganggu kelancaran dari aliran
dan juga pembakaran. Dalam hal ini kandungan air dan adanya sedimen diberi batasan
yang maksimum. Demikian juga untuk kandungan belerang dan residu karbon (arang
pembakaran).
Tabel II.1.2.2 Spesifikasi Solar.
Sifat Satuan Min Maks Met.ASTM
Berat jenis
Warna ASTM
Angka setana
Indeks setana
Viskositas kinematik
Viskositas SSU
Titik tuang
Kandungan belerang
Korosi bilah
Tembaga
Residu karbon
Titik nyala
Distilasi 40 % evap.
60/60 oF
-
-
-
100oF,cst
100oF,dt
oF
% berat
3jam/100oC
% berat
oF
oC
0,82
-
45
48
1,6
3,5
-
-
-
-
150
40
0,87
3
-
-
5,8
45
65
0,5
No. 1
-
-
-
D 1295
D 1500
D 613
D 976
D 445
D 88
D 97
D 1551
-
D 189
D 93
D 86
(http://www.pertamina.com/uploads/download/Solar.pdf).(page4)
Laboratorium Teknik Pembakaran
Bab II Tinjauan Pustaka
II-9
II.2 Aplikasi Industri
Pengujian Karakteristik Fisika Biogasoline Sebagai Bahan Bakar
Alternatif Pengganti Bensin Murni
Sumber energi utama yang digunakan di berbagai negara saat ini adalah minyak bumi yang
diolah menjadi berbagai jenis bahan bakar, seperti: elpiji, solar, bensin, minyak tanah, parafin,
dll. Semakin banyak eksploitasi yang dilakukan terhadap minyak bumi, maka keberadaan
minyak bumi dari hari ke hari semakin terancam. Hal ini dikarenakan minyak bumi
merupakan sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui, dan jumlahnya yang berada di
alam terbatas, sehingga untuk memperoleh suatu minyak bumi diperlukan proses yang
memakan waktu sampai jutaan tahun lamanya. Selain itu peningkatan harga minyak bumi
akan memberikan dampak yang besar bagi pembangunan bangsa Indonesia. Konsumsi BBM
yang mencapai 1,3 juta/barel tidak seimbang dengan produksinya yang nilainya sekitar 1
juta/barel sehingga terdapat defisit yang harus dipenuhi melalui impor. Menurut data ESDM
(2006) cadangan minyak Indonesia hanya tersisa sekitar 9 milliar barel. Apabila terus
dikonsumsi tanpa ditemukannya cadangan minyak baru, diperkirakan cadangan minyak ini
akan habis dalam dua dekade mendatang. Selain itu Indonesia merupakan negara paling boros
energi jika dibanding dengan banyak negara di dunia seperti Perancis, AS, Kanada, Jepang,
Inggris, Jerman, bahkan juga dengan Malaysia dan Thailand, dimana 51,66 persen kebutuhan
energinya dipasok dari minyak. (sumber : www.antara.co.id).
Bensin merupakan bahan bakar kendaraan saat ini. Sebagai bahan bakar utama untuk
kendaraan bermotor ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi bensin sebagai bahan
bakar yaitu :
1. Mudah bercampur dengan udara dan terdistribusi merata di dalam intake manifold.
2. Tahan terhadap detonasi atau knocking.
3. Tidak mudah terbakar sendiri sebelum waktu yang di tentukan (preignition).
4. Tidak memiliki kecenderungan menurunkan efisiensi volumetris dari mesin.
5. Mudah ditangani.
6. Murah dan mudah didapat.
7. Menghasilkan pembakaran yang bersih, tanpa menyisakan korosi pada komponen
peralatan mesin.
8. Memiliki nilai kalor yang cukup tinggi.
Bab II Tinjauan Pustaka
Laboratorium Teknik Pembakaran
II-10
9. Tidak membentuk gum dan varnish yang dapat merusak komponen mesin.
Etanol dipasaran dikenal dengan nama alkohol. Etanol memiliki rumus molekul
C2H5OH. Etanol atau etil alcohol adalah cairan tak berwarna dengan karakteristik antara lain
mudah terbakar, larut dalam air, biodegradable, tidak karsinogenik, dan jika terjadi
pencemaran tidak memberikan dampak lingkungan yang signifikan. Penggunaan etanol
sebagai bahan bakar bernilai oktan tinggi atau aditif peningkat bilangan oktan pada bahan
bakar sebenarnya sudah dilakukan sejak abad 19. Mula-mula etanol digunakan untuk bahan
bakar lampu pada masa sebelum perang saudara di Amerika Serikat. Kemudian pada tahun
1860 Nikolaus Otto menggunakan bahan bakar etanol dalam mengembangkan mesin
kendaraan dengan siklus Otto. Mobil Model T karya Henry Ford yang diluncurkan pada tahun
1908 dirancang untuk menggunakan bahan bakar etanol atau gasoline. Namun karena
harganya yang sangat tinggi, etanol kalah bersaing dengan bahan bakar yang terbuat dari
minyak bumi. Harga minyak bumi yang membumbung belakangan ini membuat orang
kembali mempertimbangkan etanol untuk dijadikan bahan bakar kendaraan.
Flash Point dan Fire Point
Adapun langkah langkah pengujiannya adalah:
1. Sampel dimasukkan ke dalam cawan, kemudian letakkan cawan pada alat, tutupnya
dipasang, stirrer dihubungkan dengan motor pengaduk, dan thermometer dipasang dengan
baik.
2. Setelah alat-alat dipasang dengan baik, maka stop kontak dipasang.
3. Nyala api pemandu (pilot flame) dinyalakan dari aliran bahan bakar elpiji dengan panjang
nyala ± 4 mm dan disiapkan di mulut penutup celah (shutter).
4. Pemanas dinyalakan hingga suhu bahan bakar naik tidak lebih dari 5 0C per menit (prediksi
dahulu karakteristik bahan bakar ).
5. Alat penutup celah (shutter) dioperasikan sehingga api pemandu turun/masuk ke dalam
cawan/cup dan biarkan ± 2 detik, setelah itu kembalikan shutter pada posisi semula.
6. Ulangi prosedur diatas untuk setiap kenaikan 40C menit hingga titik nyala / flash point dan
titik bakar / fire point tercapai.
7. Apabila ketika api pemandu masuk kedalam cairan uap bahan bakar tersulut dengan cepat
maka suhu yang terbaca pada thermometer adalah flash point bahan bakar uji.
8. Apabila saat api pemandu masuk kedalam cairan uap bahan bakar terbakar secara kontinyu
maka suhu yang terbaca pada thermometer adalah fire point bahan bakar uji.
9. Pengulangan pengujian dilakukan 3 kali.
Laboratorium Teknik Pembakaran
Bab II Tinjauan Pustaka
II-11