bab ii edit_21

27
5 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Sistem Kontrol Sistem kontrol adalah metode untuk mengatur atau mengendalikan satu atau beberapa parameter/besaran variabel sehingga berada pada nilai atau dalam suatu rentang nilai (range) tertentu. Suatu sistem kontrol yang baik dan handal sangat diperlukan untuk memenuhi tuntutan dunia industri modern yang menginginkan proses kerja yang aman, cepat serta efisien untuk menghasilkan produk dengan kualitas dan kuantitas yang baik dalam waktu tertentu. Otomatisasi sangat membantu dalam hal kelancaran operasional, keamanan (investasi, lingkungan), ekonomi (biaya produksi), mutu produk, dll. Di bawah ini merupakan contoh dari kontrol plant [6]. Tabel 2.1 Contoh Sistem Kontrol Plant Orde 1 dan Plant Orde 2 Persamaan Dasar/ Fungsi Alih Contoh Sistem Kontrol Kurva () () () () 0 2 4 6 8 10 12 0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5 5 Time (second) 0 5 10 15 0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5 5 Time (second)

Upload: tofa-le-grand-homme

Post on 25-Jul-2015

98 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II edit_21

5

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Sistem Kontrol

Sistem kontrol adalah metode untuk mengatur atau mengendalikan satu

atau beberapa parameter/besaran variabel sehingga berada pada nilai atau dalam

suatu rentang nilai (range) tertentu. Suatu sistem kontrol yang baik dan handal

sangat diperlukan untuk memenuhi tuntutan dunia industri modern yang

menginginkan proses kerja yang aman, cepat serta efisien untuk menghasilkan

produk dengan kualitas dan kuantitas yang baik dalam waktu tertentu. Otomatisasi

sangat membantu dalam hal kelancaran operasional, keamanan (investasi,

lingkungan), ekonomi (biaya produksi), mutu produk, dll. Di bawah ini

merupakan contoh dari kontrol plant [6].

Tabel 2.1 Contoh Sistem Kontrol Plant Orde 1 dan Plant Orde 2

Persamaan

Dasar/ Fungsi

Alih

Contoh Sistem Kontrol Kurva

( )

( )

( )

( )

0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 200

0.5

1

1.5

2

2.5

3

3.5

4

4.5

5

Time (second)

0 5 10 15 20 25 300

0.5

1

1.5

2

2.5

3

3.5

4

4.5

5

Time (second)

Page 2: BAB II edit_21

6

2.2 Sistem Kontrol Otomatis

Sistem kontrol otomatis adalah suatu sistem yang bekerja mengendalikan

suatu proses tanpa adanya campur tangan manusia secara langsung. Dengan

semakin majunya perkembangan teknologi, kontrol otomatis menjadi bagian

penting yang tidak terpisahkan dari dunia industri modern saat ini. Terdapat dua

jenis sistem yang dikenal pada sistem kendali/kontrol otomatis yaitu :

2.2.1 Sistem Pengendalian Loop Terbuka

Sistem pengendalian loop terbuka yaitu sistem pengendalian yang

outputnya tidak mempengaruhi aksi kendali berikutnya. Pada sistem ini tidak

terdapat feedback, sehingga sistem tidak dapat membandingkan keluarannya

terhadap set point. Dengan begitu apabila terjadi ketidaksesuaian/error antara

keluaran yang ada dengan keluaran yang diinginkan (set point), sistem tidak dapat

memberikan sinyal koreksi untuk memperbaikinya. Untuk mengembalikan

kembali sistem ke keadaan awal/setpointnya harus dilakukan kalibrasi.

Kelebihan sistem ini diantaranya konstruksinya sederhana, tidak

memerlukan banyak komponen sehingga lebih ekonomis, tidak memiliki

persoalan stabilitas, dll. Sedangkan kelemahanya diantaranya adalah keluaran

sistem kemungkinan besar berbeda dengan yang diinginkan, kalibrasi harus sering

dilakukan, dll .

Controller Actuator PLANTSet- Point

KeluaranR(s)- C(s)-

Gambar 2.1 Diagram Blok Sistem Kontrol Loop Terbuka

2.2.2 Sistem Pengendalian Loop Tertutup

Pada sistem pengendalian loop tertutup terdapat feedback dari output,

sehingga output dapat dibandingkan dengan hasil yang diinginkan (set point).

Sehingga apabila terdapat deviasi antara output dengan set point, deviasi tersebut

Page 3: BAB II edit_21

7

akan menjadi correction signal yang diinputkan ke pengendali. Setelah pengendali

menerima sinyal koreksi, maka pengendali mengubah nilai manipulated variable,

sehingga nilai variabel terkontrol sama denan setpoint atau setidaknya mendekati

nilai setpoint dengan error sekecil mungkin.

Seperti yang sudah dijelaskan diatas, diagram blok sistem pengendalian

loop tertutup memiliki feed back. Perhatikan gambar di bawah ini.

Controller Actuator PLANT

Sensor

-+

Error ManipulatedVariabel

Disturbances

R(s)

Set- Point

Summator

E(s)Keluaran

C(s)

Gambar 2.2 Diagram Blok Sistem Kontrol Loop Tertutup

Dibandingkan dengan loop terbuka kelebihan dari sistem ini diantaranya

adalah dapat mengatasi ketidakpastian karakteristik plant dan hubungan antara

masukan dan keluaran dari plant, ketelitian dapat selalu terjaga, dll. Disamping

kelebihan itu, ada beberapa kekurangan dari sistem ini, yaitu perlengkapan lebih

rumit jadi lebih mahal, instalasi sulit, respon cenderung berosilasi hingga

mencapai keadaan steady statenya.

2.3 Macam – Macam Pengendali

Dalam sistem kendali dikenal beberapa macam pengendali yang berfungsi

untuk mereduksi error. Pengendali ini kerja dengan mengeluarkan aksi kendali

yang berupa sinyal kontrol yang beraksi berdasarkan error yang terjadi. Macam

pengendali yang umum digunakan, antara lain :

1. Pengendali ON/OFF

2. Pengendali P (Proporsional)

3. Pengendali I (Integral)

4. Pengendali D (Derivatif)

Page 4: BAB II edit_21

8

Pada proyek akhir ini jenis pegendali yang akan digunakan adalah

Pengendali PID (Proportinal, Integral, dan Derivatif). Oleh karena itu pembahasan

akan terfokus dan lebih rinci mengenai Pengendali PID tersebut

2.3.1 Sistem Kontrol PID

Menggunakan sistem kontrol PID berarti sama dengan menggunakan tiga

tipe pengendali berbeda yaitu, pengendali proportional, pengendali integral dan

pengendali derivative. Dalam penerapannya masing-masing tipe kendali dapat

bekerja sendiri maupun kombinasi antara dua atau tiga tipe pengendali sekaligus.

Masing-masing tipe kendali tersebut memiliki karakteristik yang berbeda dan

diharapkan dapat saling melengkapi satu sama lain.

Dalam melakukan tuning terhadap parameter sistem kontrol PID dilakukan

dengan metoda coba- coba atau (trial & error). Hal ini disebabkan karena

parameter Kp, Ki dan Kd tidak independent. Untuk mendapatkan aksi kontrol

yang baik diperlukan langkah coba-coba dengan kombinasi antara P, I dan D

sampai ditemukan nilai Kp, Ki dan Kd seperti yang diiginkan.

Tabel 2.2 Tanggapan sistem kontrol PID terhadap perubahan parameter

Close

Loop

Respons

Rise Time

Overshoot

Down

Time

Error

Steady

State

Proporsional (Kp) Menurun Meningkat Perubahan

Kecil

Menurun

Integral (Ki) Menurun Meningkat Meningkat Hilang

Derivative (Kd) Perubahan Kecil Menurun Menurun Perubahan

Kecil

Page 5: BAB II edit_21

9

2.3.1.1 Kontroler Proporsional (P)

Pengendali proposional memiliki pengertian bahwa besarnya aksi kontrol

yang dikeluarkan oleh pengendali sebanding/proposional dengan besarnya error

yang terjadi dengan faktor pengali tertentu. Secara lebih sederhana dapat

dikatakan, bahwa keluaran pengendali proporsional merupakan perkalian

antara konstanta proporsional dengan masukannya. Perubahan pada sinyal

masukan akan segera menyebabkan sistem secara langsung mengubah

keluarannya sebesar konstanta pengalinya.

Kp

-+

R(s)

Set- Point

Summator

E(s) C(s)

Output

Gambar 2.3 Diagram Blok Pengendali Proposional

( )

( ) ....................................................................................................(2.1)

Gambar 2.4 Grafik Respon Pengendali P Orde 1 dan Orde 2

Karakteristik kontroler proporsional yang harus diperhatikan ketika

kontroler tersebut diterapkan pada suatu sistem :

1. Jika nilai Kp kecil, kontroler proporsional hanya mampu melakukan

koreksi kesalahan yang kecil, sehingga akan menghasilkan respon sistem

yang lambat.

Page 6: BAB II edit_21

10

2. Jika nilai Kp dinaikkan, respon sistem menunjukkan semakin cepat

mencapai keadaan mantapnya.

3. Namun jika nilai Kp diperbesar sehingga mencapai harga yang berlebihan,

akan mengakibatkan sistem bekerja tidak stabil, atau respon sistem akan

berosilasi.

2.3.1.2 Kontroler Integral (I)

Alat kendali integral (I) mengeluarkan aksi kontrol yang sebanding dengan

integral dari kesalahan/error. Dibandingkan alat Pengendali P, pengendali ini

mampu mereduksi error steady state menjadi nol. Dibandingkan alat kendali multi

posisi, alat kendali ini mempunyai sifat, yang antara keluaran dan masukannya

mempunyai hubungan kontinyu.

Tidak seperti pada alat kendali ON/OFF atau multi posisi yang

mempunyai histerisis (daerah netral) yaitu daerah dimana perubahan sinyal

masukan (error) tidak mempengaruhi sinyal keluaran. Pada alat kendali integral,

laju perubahan keluaran alat kendali adalah berbanding lurus terhadap sinyal error

atau keluaran berbanding lurus terhadap integrasi sinyal error.

Apabila sinyal kesalahan tidak mengalami perubahan, keluaran akan

menjaga keadaan seperti sebelum terjadinya perubahan masukan. Sinyal keluaran

kontroler integral merupakan luas bidang yang dibentuk oleh kurva kesalahan

penggerak. Sinyal keluaran akan berharga sama dengan harga sebelumnya

ketika sinyal kesalahan berharga nol. Gambar 2.5 menunjukkan contoh sinyal

kesalahan yang disulutkan ke dalam kontroller integral dan keluaran kontroller

integral terhadap perubahan sinyal kesalahan tersebut. Dan gambar 2.6

menunjukkan blok diagram antara besaran kesal ahan dengan keluaran suatu

kontroller integral [3].

Page 7: BAB II edit_21

11

Gambar 2.5 Kurva Sinyal Kesalahan e(t) Terhadap t Dan Kurva u(t) Terhadap t Pada

Pembangkit Kesalahan Nol

Ki/s

-+

R(s)

Set- Point

Summator

E(s) C(s)

Output

Gambar 2.6 Blok Diagram Hubungan Antara Besaran Kesalahan Dengan Kontroler Integral

( )

.....................................................................................................(2.2)

Pengaruh perubahan konstanta integral terhadap keluaran integral

ditunjukkan oleh Gambar 2.7. Ketika sinyal kesalahan berlipat ganda, maka nilai

laju perubahan keluaran kontroler berubah menjadi dua kali dari semula. Jika

nilai konstanta integrator berubah menjadi lebih besar, sinyal kesalahan yang

relatif kecil dapat mengakibatkan laju keluaran menjadi besar.

Gambar 2.7 Perubahan Keluaran Sebagai Akibat Penguatan dan Kesalahan

Page 8: BAB II edit_21

12

Dalam penerapannya, kontroler integral mempunyai beberapa karakteristik

sebagai berikut:

1. Keluaran kontroler membutuhkan selang waktu tertentu, sehingga

kontroler integral cenderung memperlambat respon.

2. Ketika sinyal kesalahan berharga nol, keluaran kontroler akan

bertahan pada nilai sebelumnya.

3. Jika sinyal kesalahan tidak berharga nol, keluaran akan menunjukkan

kenaikan atau penurunan yang dipengaruhi oleh besarnya sinyal kesalahan

dan nilai Ki .

4. Konstanta integral (Ki) yang berharga besar akan mempercepat

hilangnya offset. Tetapi semakin besar nilai konstanta Ki akan

mengakibatkan peningkatan osilasi sinyal keluaran kontroler (keadaan

yang tidak stabil).

2.3.1.3 Kontroler Derivatif (D)

Keluaran kontroler derivatif memiliki sifat seperti halnya suatu

operasi diferensial. Perubahan yang mendadak pada masukan kontroler, akan

mengakibatkan perubahan yang sangat besar dan cepat. Gambar 2 . 8

menunjukkan blok diagram yang menggambarkan hubungan antara sinyal

kesalahan dengan keluaran kontroller. Dan gambar 2.9 menyatakan hubungan

antara sinyal masukan dengan sinyal keluaran kontroller derivatif [1].

Ki/s + Td.s

-+

R(s)

Set- Point

Summator

E(s) C(s)

Output

Gambar 2.8 Blok Diagram Kontroler Derivative

Page 9: BAB II edit_21

13

Gambar 2.9 Kurva Waktu Hubungan Input-Output Kontroler Derivative

Gambar 2.9 menyatakan hubungan antara sinyal masukan dengan

sinyal keluaran kontroler derivative. Ketika masukannya tidak mengalami

perubahan, keluaran kontroler juga tidak mengalami perubahan, sedangkan

apabila sinyal masukan berubah mendadak dan menaik (berbentuk fungsi

step), keluaran menghasilkan sinyal berbentuk impuls. Jika sinyal masukan

berubah naik secara perlahan (fungsi ramp), keluarannya justru merupakan

fungsi step yang besar magnitudnya sangat dipengaruhi oleh kecepatan naik

dari fungsi ramp dan faktor time constan derivativnya Td .

Karakteristik kontroler derivatif adalah sebagai berikut:

1. Kontroler ini tidak dapat menghasilkan keluaran bila tidak ada

perubahan pada masukannya (berupa sinyal kesalahan).

2. Jika sinyal kesalahan berubah terhadap waktu, maka keluaran yang

dihasilkan kontroler bergantung pada nilai Td dan laju perubahan

sinyal kesalahan.

3. Kontroler derivatif mempunyai karakteristik untuk mendahului,

sehingga kontroler ini dapat menghasilkan sinyal koreksi yang

signifikan sebelum error menjadi sangat besar. Jadi kontroler

derivatifl dapat mengantisipasi terjadinya error, memberikan aksi

yang bersifat korektif, dan cenderung meningkatkan stabilitas sistem .

Berdasarkan karakteristik kontroler tersebut, kontroler derivatif

umumnya dipakai untuk mempercepat respon awal suatu sistem, tetapi tidak

memperkecil kesalahan pada keadaan tunaknya. Kerja kontrolller derivatif

Page 10: BAB II edit_21

14

hanyalah efektif pada lingkup yang sempit, yaitu pada periode peralihan. Oleh

sebab itu kontroler derivatif tidak pernah digunakan tanpa ada kontroler lain

sebuah sistem.

2.3.1.4 Pengendali PID (Proporsional Integral Derivatif)

Pengendali proporsional–integral-derivatif (PID) adalah kombinasi dari

pengendali proporsional (P) dengan pengendali integral (I) dan derivativ (D).

Gambar 2.10 Diagram Blok Pengendali PID Pada Sistem Kendali Loop Tertutup

Hubungan sinyal kontrol dengan sinyal kesalahan pada pengendali PID

dapat dinyatakan sebagai berikut:

( ) * ( )

∫ ( )

( )+.........……………………........(2.2)

Atau dalam bentuk fungsi transfer sebagai berikut : ( )

( ) (

) ................................................................................(2.3)

Kp adalah penguatan proporsional, T1 adalah time constant integral dan Td

adalah taime constant derivative. Ketiga parameter ini dapat diset harganya. Time

constant integral mengatur aksi pengendalian integral namun pengubahan

penguatan proporsional mempengaruhi kedua bagian aksi pengendalian, yakni

bagian proporsional dan bagian integral. Dalam alat pengendalian integral,

parameter pengendaliannya biasa juga dinyatakan dengan laju reset (reset rate)

atau Ki yang merupakan kebalikan dari waktu integral Ti. Laju reset ini adalah

berapa kali per menit aksi bagian pengendalian proporsional menjadi dua kali

lipat. Sementara time constant derivatif akan mempercepat kontroller untuk

mengeluarkan aksi kendali saat terjadi perubahan nilai error. Untuk memperjelas

Page 11: BAB II edit_21

15

pengertian waktu integral dapat dilihat dalam penjelasan tanggapan step alat

pengendalian.

Karakteristik Pengendali PI :

1) Efek P : mempercepat respons dan terjadi offset (proses berorde tinggi Kp

yang terlalu besar akan menimbulkan osilasi)

2) Efek I : menghilangkan offset, respon lambat

3) Efek D : respon cepat untuk mengatasi perubahan error, namun wilayah

kerjanya sangat sempit yaitu hanya saat terjadi perubahan error saja.

4) Efek P I : respons cukup cepat, offset hilang. Pada proses beorde tinggi

dan mengandung waktu tunda (delay time). Pemilihan PI yang tidak tepat

akan membuat sistem tidak stabil.

5) Efek P I D : respon cepat, offset hilang dan pada plant orde tinggi yang

mengandung waktu tunda sistem tetap stabil.

2.4 Tanggapan Sistem Kendali secara Umum

Ketelitian adalah mengenai deviasi keluaran sebenarnya terhadap nilai

yang diinginkan. Umumnya unuk menjaga ketelitian suatu sistem agar outputnya

sesuai dengan yang diinginkan, maka dilakukan pengendalian terhadap sistem

tersebut.

Kestabilan adalah suatu sistem dikatakan stabil jika keluarannya tetap pada

nilai tertentu dalam jangka waktu yang ditetapkan setelah diberi masukan.

Keluaran suatu sistem tak stabil akan terus naik atau dan turun hingga kondisi

break down.

Kecepatan respon (response) adalah mengukur kecepatan keluaran dalam

menanggapi perubahan nilai masukan. Pada sistem orde dua, tanggapan sistem

kendali terbagi menjadi tiga berdasarkan konstanta peredamannya, yaitu sistem

kurang teredam/under damped (ζ < 1), teredam kritis/critical damped (ζ = 1) dan

teredam lebih/over damped (ζ > 1).

Page 12: BAB II edit_21

16

Gambar 2.11 Kurva Peredaman

2.4.1 Tanggapan Transien

Tanggapan transien adalah tanggapan sistem yang berlangsung dari awal

dikenai perubahan masukan atau gangguan sampai keadaan akhir atau kondisi

tunak (steady state).

Gambar 2.12 Kurva Tanggapan Sistem

Beberapa Parameter yang penting untuk diketahui dalam tanggapan

Transien, yaitu

1) Waktu tunda (Delay Time), adalah waktu yang diperlukan sistem untuk

mencapai separuh dari harga akhirnya untuk pertama kali

2) Waktu naik (Rise Time), adalah waktu yang diperlukan sistem untuk naik

dari 10% sampai 90% nilai akhir.

Page 13: BAB II edit_21

17

3) Waktu puncak (Peak Time), adalah waktu yang diperlukan sistem untuk

mencapai puncak pertama kali

4) Persen Overshoot, adalah perbandingan nilai puncak maksimum dengan nilai

akhir yang dinyatakan dalam bentuk

5) %OS=

x 100%

6) Waktu penetapan (Settling Time), adalah waktu yang diperlukan sistem untuk

mencapai nilai ±2% dari nilai keadaan tunak (Steady State).

7) Kesalahan keadaan tunak (Steady State Error), adalah perbedaan antara

keluaran yang dicapai saat tunak dengan nilai yang diinginkan.

2.4.2 Metode Ziegler-Nichols

Metode penalaan Ziegler-Nichols adalah suatu metode eksperimen yang

digunakan untuk menentukan konstanta PID. Metode ini pertama kali

diperkenalkan oleh John G. Ziegler dan Nathaniel B. Nichols pada tahun 1942.

Metode ini dilakukan berdasarkan percobaan, dengan memberikan input step pada

sistem, lalu mengamati hasilnya. Dengan menggunakan metode ini, model

matematis sistem tidak diperlukan lagi karena dengan menggunakan data yang

berupa kurva output, tuning parameter PID sudah dapat dilakukan. Metode

Ziegler-Nichols ditujukan untuk menghasilkan tanggapan sistem dengan

Overshoot maksimum sebesar 25% yang dapat dilihat pada gambar 2.13

Gambar 2.13 Kurva Tanggapan Undak Dengan Maksimum Overshoot 25%

Page 14: BAB II edit_21

18

Metode ini didasarkan terhadap reaksi sistem rangkaian terbuka. Plant

sebagai rangkaian terbuka diberi sinyal fungsi step. Apabila plant minimal tidak

mengandung unsur integrator ataupun pole-pole kompleks, reaksi sistem akan

berbentuk S. Gambar 2.14 menunjukkan kurva berbentuk S tersebut. Kelemahan

metode ini terletak pada ketidakmampuannya untuk plant integrator maupun plant

yang memiliki pole kompleks [7].

Gambar 2.14 Kurva Respon Berbentuk S

L = Dead Time

T=ΔP = Perubahan dari Manipulating Element

Kurva berbentuk S mempunyai dua konstanta, waktu mati L dan waktu

tunda T. Dari Gambar 2.14 terlihat bahwa kurva reaksi berubah naik, setelah

selang waktu L. Sedangkan waktu tunda menggambarkan perubahan kurva setelah

mencapai 66% dari keadaan steady statenya. Pada kurva dibuat suatu garis yang

bersinggungan dengan garis kurva. Garis singgung itu akan memotong dengan

sumbu absis dan garis maksimum. Perpotongan garis singgung dengan sumbu

absis merupakan ukuran waktu mati, dan perpotongan dengan garis maksimum

merupakan waktu tunda yang diukur dari titik waktu L.

Penalaan parameter PID didasarkan perolehan kedua konstanta itu.

Zeigler-Nichols melakukan eksperimen dan menyarankan parameter penyetelan

nilai Kp, Ki, dan Kd dengan didasarkan pada kedua parameter tersebut. Tabel 2.3

merupakan rumusan penalaan parameter PID berdasarkan cara kurva reaksi.

Page 15: BAB II edit_21

19

Prosedur praktisnya sebagai berikut :

Berikan input step pada sistem

Dapatkan kurva respon berbentuk S

Tentukan nilai L dan T dari kurva tersebut

Masukkan nilai L dan T kedalam tabel berikut untuk mendapatkaan

nilai Kp, Ti dan Td.

Tabel 2.3 Penalaan Paramater PID Dengan Metode RangkaianTerbuka

Tipe Kendali Kp Ti Td

P

∞ 0

PI

0

PID

2L 0,5L

Tabel 2.4 Penalaan Paramater PID Dengan Metode Rangkaian Tertutup

Tipe kendali Kp Ti Td

P 0,5 Kcr ∞ 0

PI 0,45 Kcr

0

PID 0,6 Kcr 0,5 Pcr 0,125 Pcr

2.5 Operasional Amplifier

Operasional Amplifier sebenarnya dikembangkan dari amplifier

diferensial yang digunakan untuk membandingkan dua buah sinyal input. Susunan

rangkaian amplifier operasional/operational amplifiers (op-amp) yang

ditransistorisasi menjadikannya sangat cocok untuk integrasis, sehingga tersedia

berbagai jenis op-amp dalam paket IC. Perhatikanlah op-amp yang terkompensasi

Page 16: BAB II edit_21

20

secara internal. Seperti SN 72741 (biasa dikatakan 741) yang dapat dibandingkan

dengan amplifier sederhana bertransistor tunggal seperti pada gambar 2.16.

Gambar 2.15 Perbandingan Antara Amplifier Transistor dan Op-Amp.

Kedua amplifier ini memerlukan hanya lima buah sambungan untuk input,

output, dan suplai daya, tetapi op-amp memiliki kelebihan hampir dalam semua

hal. Misalnya, kemampuan d.c-nya melebihi 200.000, sedangkan amplifier

transistor hanya 100; impedans input-nya 2MΩ, sedangkan amplifier transistor

mendekat 20KΩ, dan impedansi outputnya-nya 100Ω, sedangkan amplifier

transistor mendekati 10 KΩ. Selain itu harga sebuah op-amp IC dapat lebih

menguntungkan. Parameter – parameter op-amp yang ideal adalah:

1. Kemampuan penguatannya;

2. Lebar gelombang ;

3. Impedansi input yang tidak terbatas ;

4. Arus input, offset, dan impedansi output nol.

Hampir semua amplifier memiliki rangkaian input yang terdiri dari

sepasang transistor bipolar dengan bentuk pasangan berekor panjang. Tentu saja

diperlukan arus basis tertentu untuk menjaganya agar tetap terbias. Walaupun

transistor input itu terpasang sangat baik, tidaklah mungkin mencocokannya

dengan sempurna. Oleh karena itu, akan terdapat offset tegangan input dan offset

arus input yang kecil (VIO dan IIO). Sama dengan itu impedansi input diferensial

diantara basis-basis input akan lebih rendah daripada infinitas

Page 17: BAB II edit_21

21

(ketidakterhinggaan) dan impedansi output amplifier akan lebih besar daripada nol

[5].

. 2.5.1 Inverting Amplifier

Pada rangkaian inverting amplifier, input non-inverting dihubungkan ke

ground sedangkan input inverting sebagai masukan. Dengan mengasumsikan,

bahwa op-amp mempunyai open loop gain yang tidak berhingga, maka perbedaan

tegangan antara input inverting dan input non-inverting sama dengan nol (Ed=0).

Pada kondisi ini, input inverting disebut virtual ground. Arus yang mengalir pada

Ri adalah VIN/R1 dan arus pada RF adalah VOUT/RF.

Gambar 2.16 Rangkaian Pembalik (Inverting Amplifier)

Penguatan tegangan pada inverting amplifier sama dengan nilai resistor

feedback dibagi dengan nilai resistor input. Tanda minus menunjukkan adanya

perbedaan fasa antara input dan output [4].

...........................................................................................(2.5)

............................................................................................(2.6)

2.5.2 Non-Inverting Amplifier

Penguat non-inverting adalah penguat yang keluarannya sefasa dengan

masukannya serta memenuhi hubungan Rf tertentu dengan Ri. Diagram rangkaian

penguat non-inverting dapat dilihat pada gambar2.17.

Page 18: BAB II edit_21

22

Gambar 2.17 Non-Inverting Amplifier

Apabila diasumsikan tegangan antara tegangan terminal inverting (-) dan

non-inverting (+) adalah 0 volt, berarti tegangan keluarannya sama dengan Vi.

Arus yang mengalir pada Ri sama dengan arus yang mengalir pada Rf, yaitu:

.............................................................................................................. (2.7)

(

) ...................................................................................... (2.8)

atau

(

) ............................................................................................ (2.9)

2.5.3 Penguat Differensial

Penguat differensial digunakan untuk memperkuat sinyal-sinyal kecil yang

teredam dalam sinyal-sinyal yang jauh lebih besar. Penguat ini dibangun oleh

empat tahanan presisi (1%) dan sebuah op-amp, seperti terlihat pada gambar 2.18.

Pada penguat ini terdapat dua terminal, input (-) dan (+) yang dihubungkan ke

terminal op-amp terdekat.

Sumber masukan penguat differensial ada 2, yaitu E1 dan E2. Jika E2

dihubung singkat, maka E1 mendapat penguatan pembalik sebesar -mR/R = -m.

Karena tegangan keluaran akibat E1 adalah -mE1.

Jika E1 dihubung singkat, maka E2 akan terbagi antara R dan mR, sehingga

terminal positif dari opamp menerima tegangan sebesar mendapat penguatan

Page 19: BAB II edit_21

23

pembalik sebesar -mR/R = -m. Karena tegangan keluaran akibat E1 adalah -

mE2/(1+m), dengan penguatan sebesar (1+m) [4].

Gambar 2.18 Rangkaian Penguat Differensial

Karena itu tegangan keluaran akibat E1 adalah:

.......................................................................................(2.10)

Dengan demikian jika E1 dan E2 sama-sama dimasukan, maka tegangan

keluaran Vo adalah:

........................................................................(2.11)

Dari persamaan diatas, dapat dilihat bahwa tegangan keluaran dari Penguat

differensial sebanding dengan perbedaan tegangan masukan E1 dan E2. Pengali ini

adalah merupakan gain differensial yang ditentukan oleh perbandingan

tahanannya.

2.5.4 Integrator

Rangkaian integrator digunakan untuk mencari nilai hasil integrasi dari

sinyal input (Gambar 2.19).

Page 20: BAB II edit_21

24

Gambar 2.19 Rangkaian Integrator

Rangkaian integrator memiliki penguatan tegangan sebesar:

..........................................................................................(2.12)

Bentuk 1/RAC harus sesuai dengan masukan frekuensi minimum yang diharapkan:

...........................................................................................(2.13)

2.5.5 Summing Amplifier

Summing amplifier adalah rangkaian yang digunakan untuk menjumlahkan

dua tegangan input atau lebih.

Gambar 2.20 Rangkaian Summing Amplifier

Rangkaian summing amplifier menjumlahkan dua penguatan tegangan

atau lebih. Penguatan tegangan 1 adalah :

...............................................................................................................(2.14)

Page 21: BAB II edit_21

25

Penguatan tegangan 2 adalah :

................................................................................................(2.15)

Penguatan tegangan total dari summing amplifier adalah :

..............................................................................................................(2.16)

2.6 LabVIEW

LabVIEW merupakan sebuah software bahasa pemrograman yang dibuat

oleh National Instrument. Nama LabVIEW sendiri merupakan kependekan dari

Laboratory Virtual Instrumentation Engineering Workbench. Aplikasi

pemrograman yang satu ini tidak seperti aplikasi sejenis yang menggunakan basis

text layaknya pada Visual Basic, Turbo C++, Delphi dll. Namun, pada LabVIEW

program dibuat dengan menggunakan bahasa pemrograman berbasis grafis,

sehingga membuat sebuah program instrumentasi lebih mudah dan cepat. Aplikasi

ini digunakan unuk membuat berbagai program data acquisition, serta control and

instrumentation system. LabVIEW dapat dihubungkan dengan hardware

(perangkat keras) seperti data acquisition (DAQ), image acquisition, motion

control dan input/output yang compatible terhadap LabVIEW.

Gambar 2.21 LabVIEW

Page 22: BAB II edit_21

26

2.6.1 Virtual Instrument

Program yang dibuat menggunakan LabVIEW disebut virtual instrument

(VI), karena fungsi dan tampilannya dapat merepresentasikan tiruan sebuah

instrumen yang sesungguhnya. Sebuah VI terdiri atas sebuah front panel, block

diagram dan beberapa icon yang dirangkai pada front panel dan block diagram.

2.6.1.1 Front Panel

Front panel adalah salah satu dari dua window sebuah virtual instrumen.

Front Panel dapat dianalogikan sebagai ruang kemudi dari sebuah VI. Saat anda

menjalankan sebuah VI, maka agar anda dapat memasukkan ke dalam program

berjalan harus terdapat front panel. Pada front panel ini pula, anda dapat melihat

hasil output dari program anda. Sederhananya, dapat dikatakan bahwa front panel

adalah window dimana seorang user dapat berinteraksi dengan program. Dalam

pembuatan sebuah VI, di front panel inilah disusun beberapa icon control dan

indicator yang diperlukan sebagai interface dari VI tersebut.

Gambar 2.22 Front Panel

Page 23: BAB II edit_21

27

2.6.1.2 Block Diagram

Sebagai window kedua dari sebuah VI, disinilah di tempatkan source code

dalam bentuk obyek grafis yang menjalankan program VI tersebut ketika

dieksekusi. Jadi, dapat dianalogikan bahwa block diagram adalan enggine atau

mesin dari sebuah VI. Pada block diagram ini anda dapat menyusun blok-blok

fungsi sesuai kebutuhan lalu menyambungkannya satu sama lain dengan wiring

line.

Gambar 2.23 Block Diagram

2.6.1.3 Controls Palette

Controls palette adalah kumpulan library kontrol dan indikator yang siap

diletakkan pada front panel. Dari sinilah kita dapat mengakses numeric controls,

numeric indicators, graphs, charts, boolean controls and indicators dan lain

sebagainya. Untuk menampilkannya, klik View lalu pilih Controls palette atau

dengan klik kanan pada area kerja front panel.

Page 24: BAB II edit_21

28

Gambar 2.24 Controls Palette

2.6.1.4 Function Palette

Functions palette adalah kumpulan library fungsi-fungsi dalam bentuk

blok atau gambar yang siap dirangkai pada lembar kerja block diagram. Untuk

menampilkannya, pilih View pada taksbar yang terdapat di block diagram, lalu

pilih Functions palette atau dengan klik kanan pada area lembar kerja block

diagram.

Gambar 2.25 Function Palette

Page 25: BAB II edit_21

29

2.7 DAQ

DAQ adalah kependekan dari data acquisition, yang merupakan hardware

untuk akuisisi data. Yaitu, untuk menghubungkan antara obyek yang diukur

ataupun dikontrol dengan perangkat digital. DAQ yang akan dijelaskan disini

adalah produksi dari MCC (Measurement Computing Corporation) yaitu MCC

DAQ USB-1208LS. USB-1208LS memiliki kelengkapan berupa delapan analog

input, dua analog output 10 -bit, 16 terminal digital I/O dan sebuah 32-bit external

event counter.

Gambar 2.26 8-channel single-ended mode pin out

Dari gambar diatas dapat dilihat layout dari penempatan terminal-terminal

USB-1208LS.

Untuk bagian atas sebagai berikut :

Page 26: BAB II edit_21

30

Delapan analog input : CH0 IN sampai CH7 IN

Dua analog output : D/A OUT 0 dan D/A OUT 1

Sebuah sumber eksternal trigger : TRIG_IN

Sebuah external event counter : CTR

Tujuh buah Ground connection : GND

Sebuah calibration terminal : CAL

Bagian bawah terdapat :

16 digital I/O : Port A0 sampai Port A7 dan Port B0 sampai Port B7

Sebuah power connection : PC +5 V

Tiga buah Ground connection : GND

Range tegangan input untuk terminal analog input pada mode single ended adalah

+ 10 V.

2.7 ADC/DAC

ADC merupakan kependekan dari Analog to Digital Converter yaitu,

pengkonversi sinyal analog menjadi sinyal digital agar hasil penginderaan dapat

dibaca sebagai sinyal digital. Sementara DAC adalah kependekan dari Digital to

Analog Converter yaitu, pengkonversi sinyal digital menjadi sinyal analog. Sinyal

analog adalah sinyal/gelombang kontinyu, sementara sinyal digital berupa sinyal

diskrit atau on/off. Karena sebagian besar sinyal yang terdapat di alam adalah

berupa sinyal analog maka, diperlukan ADC untuk mengkonversi sinyal-sinyal

tersebut menjadi sinyal digital sehingga bisa digunakan untuk process

information. Sedangkan konversi dari digital ke analog terkadang diperlukan

untuk menerapkan kembali sinyal yang telah diproses secara digital ke dalam

bentuk analog.

Konversi dari analog ke digital dilakukan dengan sampling/pencuplikan

yaitu mengkonversi suatu sinyal fungsi waktu kontinyu kedalam fungsi waktu

diskrit. Atau dapat diartikan mencacah suatu sinyal analog menjadi beberapa

bagian sehingga menjadi sinyal digital. Untuk mendapatkan hasil pembacaan yang

baik, sampling time minimal adalah 1/10 panjang gelombang.

Page 27: BAB II edit_21

31

Gambar 2.27 Sampling waveform

Dalam metode sampling harus memperhatikan beberapa hal. Pertama

adalah periode atau rentang waktu sampling harus sama. Kedua, lebar atau lama

waktu sampling harus konstan

( ) ( )................................................................................................(2.17)

Dimana :

X(n) = Sinyal digital ke n hasil penyamplingan

( ) = Sinyal analog yang disampling ke n dengan periode T

000

001

010

011

100

101

110

111

Volts

T, sec

3-Bit Representation

of Waveform

16-Bit representation

of Waveform