bab ii edit_21
TRANSCRIPT
5
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Sistem Kontrol
Sistem kontrol adalah metode untuk mengatur atau mengendalikan satu
atau beberapa parameter/besaran variabel sehingga berada pada nilai atau dalam
suatu rentang nilai (range) tertentu. Suatu sistem kontrol yang baik dan handal
sangat diperlukan untuk memenuhi tuntutan dunia industri modern yang
menginginkan proses kerja yang aman, cepat serta efisien untuk menghasilkan
produk dengan kualitas dan kuantitas yang baik dalam waktu tertentu. Otomatisasi
sangat membantu dalam hal kelancaran operasional, keamanan (investasi,
lingkungan), ekonomi (biaya produksi), mutu produk, dll. Di bawah ini
merupakan contoh dari kontrol plant [6].
Tabel 2.1 Contoh Sistem Kontrol Plant Orde 1 dan Plant Orde 2
Persamaan
Dasar/ Fungsi
Alih
Contoh Sistem Kontrol Kurva
( )
( )
( )
( )
0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 200
0.5
1
1.5
2
2.5
3
3.5
4
4.5
5
Time (second)
0 5 10 15 20 25 300
0.5
1
1.5
2
2.5
3
3.5
4
4.5
5
Time (second)
6
2.2 Sistem Kontrol Otomatis
Sistem kontrol otomatis adalah suatu sistem yang bekerja mengendalikan
suatu proses tanpa adanya campur tangan manusia secara langsung. Dengan
semakin majunya perkembangan teknologi, kontrol otomatis menjadi bagian
penting yang tidak terpisahkan dari dunia industri modern saat ini. Terdapat dua
jenis sistem yang dikenal pada sistem kendali/kontrol otomatis yaitu :
2.2.1 Sistem Pengendalian Loop Terbuka
Sistem pengendalian loop terbuka yaitu sistem pengendalian yang
outputnya tidak mempengaruhi aksi kendali berikutnya. Pada sistem ini tidak
terdapat feedback, sehingga sistem tidak dapat membandingkan keluarannya
terhadap set point. Dengan begitu apabila terjadi ketidaksesuaian/error antara
keluaran yang ada dengan keluaran yang diinginkan (set point), sistem tidak dapat
memberikan sinyal koreksi untuk memperbaikinya. Untuk mengembalikan
kembali sistem ke keadaan awal/setpointnya harus dilakukan kalibrasi.
Kelebihan sistem ini diantaranya konstruksinya sederhana, tidak
memerlukan banyak komponen sehingga lebih ekonomis, tidak memiliki
persoalan stabilitas, dll. Sedangkan kelemahanya diantaranya adalah keluaran
sistem kemungkinan besar berbeda dengan yang diinginkan, kalibrasi harus sering
dilakukan, dll .
Controller Actuator PLANTSet- Point
KeluaranR(s)- C(s)-
Gambar 2.1 Diagram Blok Sistem Kontrol Loop Terbuka
2.2.2 Sistem Pengendalian Loop Tertutup
Pada sistem pengendalian loop tertutup terdapat feedback dari output,
sehingga output dapat dibandingkan dengan hasil yang diinginkan (set point).
Sehingga apabila terdapat deviasi antara output dengan set point, deviasi tersebut
7
akan menjadi correction signal yang diinputkan ke pengendali. Setelah pengendali
menerima sinyal koreksi, maka pengendali mengubah nilai manipulated variable,
sehingga nilai variabel terkontrol sama denan setpoint atau setidaknya mendekati
nilai setpoint dengan error sekecil mungkin.
Seperti yang sudah dijelaskan diatas, diagram blok sistem pengendalian
loop tertutup memiliki feed back. Perhatikan gambar di bawah ini.
Controller Actuator PLANT
Sensor
-+
Error ManipulatedVariabel
Disturbances
R(s)
Set- Point
Summator
E(s)Keluaran
C(s)
Gambar 2.2 Diagram Blok Sistem Kontrol Loop Tertutup
Dibandingkan dengan loop terbuka kelebihan dari sistem ini diantaranya
adalah dapat mengatasi ketidakpastian karakteristik plant dan hubungan antara
masukan dan keluaran dari plant, ketelitian dapat selalu terjaga, dll. Disamping
kelebihan itu, ada beberapa kekurangan dari sistem ini, yaitu perlengkapan lebih
rumit jadi lebih mahal, instalasi sulit, respon cenderung berosilasi hingga
mencapai keadaan steady statenya.
2.3 Macam – Macam Pengendali
Dalam sistem kendali dikenal beberapa macam pengendali yang berfungsi
untuk mereduksi error. Pengendali ini kerja dengan mengeluarkan aksi kendali
yang berupa sinyal kontrol yang beraksi berdasarkan error yang terjadi. Macam
pengendali yang umum digunakan, antara lain :
1. Pengendali ON/OFF
2. Pengendali P (Proporsional)
3. Pengendali I (Integral)
4. Pengendali D (Derivatif)
8
Pada proyek akhir ini jenis pegendali yang akan digunakan adalah
Pengendali PID (Proportinal, Integral, dan Derivatif). Oleh karena itu pembahasan
akan terfokus dan lebih rinci mengenai Pengendali PID tersebut
2.3.1 Sistem Kontrol PID
Menggunakan sistem kontrol PID berarti sama dengan menggunakan tiga
tipe pengendali berbeda yaitu, pengendali proportional, pengendali integral dan
pengendali derivative. Dalam penerapannya masing-masing tipe kendali dapat
bekerja sendiri maupun kombinasi antara dua atau tiga tipe pengendali sekaligus.
Masing-masing tipe kendali tersebut memiliki karakteristik yang berbeda dan
diharapkan dapat saling melengkapi satu sama lain.
Dalam melakukan tuning terhadap parameter sistem kontrol PID dilakukan
dengan metoda coba- coba atau (trial & error). Hal ini disebabkan karena
parameter Kp, Ki dan Kd tidak independent. Untuk mendapatkan aksi kontrol
yang baik diperlukan langkah coba-coba dengan kombinasi antara P, I dan D
sampai ditemukan nilai Kp, Ki dan Kd seperti yang diiginkan.
Tabel 2.2 Tanggapan sistem kontrol PID terhadap perubahan parameter
Close
Loop
Respons
Rise Time
Overshoot
Down
Time
Error
Steady
State
Proporsional (Kp) Menurun Meningkat Perubahan
Kecil
Menurun
Integral (Ki) Menurun Meningkat Meningkat Hilang
Derivative (Kd) Perubahan Kecil Menurun Menurun Perubahan
Kecil
9
2.3.1.1 Kontroler Proporsional (P)
Pengendali proposional memiliki pengertian bahwa besarnya aksi kontrol
yang dikeluarkan oleh pengendali sebanding/proposional dengan besarnya error
yang terjadi dengan faktor pengali tertentu. Secara lebih sederhana dapat
dikatakan, bahwa keluaran pengendali proporsional merupakan perkalian
antara konstanta proporsional dengan masukannya. Perubahan pada sinyal
masukan akan segera menyebabkan sistem secara langsung mengubah
keluarannya sebesar konstanta pengalinya.
Kp
-+
R(s)
Set- Point
Summator
E(s) C(s)
Output
Gambar 2.3 Diagram Blok Pengendali Proposional
( )
( ) ....................................................................................................(2.1)
Gambar 2.4 Grafik Respon Pengendali P Orde 1 dan Orde 2
Karakteristik kontroler proporsional yang harus diperhatikan ketika
kontroler tersebut diterapkan pada suatu sistem :
1. Jika nilai Kp kecil, kontroler proporsional hanya mampu melakukan
koreksi kesalahan yang kecil, sehingga akan menghasilkan respon sistem
yang lambat.
10
2. Jika nilai Kp dinaikkan, respon sistem menunjukkan semakin cepat
mencapai keadaan mantapnya.
3. Namun jika nilai Kp diperbesar sehingga mencapai harga yang berlebihan,
akan mengakibatkan sistem bekerja tidak stabil, atau respon sistem akan
berosilasi.
2.3.1.2 Kontroler Integral (I)
Alat kendali integral (I) mengeluarkan aksi kontrol yang sebanding dengan
integral dari kesalahan/error. Dibandingkan alat Pengendali P, pengendali ini
mampu mereduksi error steady state menjadi nol. Dibandingkan alat kendali multi
posisi, alat kendali ini mempunyai sifat, yang antara keluaran dan masukannya
mempunyai hubungan kontinyu.
Tidak seperti pada alat kendali ON/OFF atau multi posisi yang
mempunyai histerisis (daerah netral) yaitu daerah dimana perubahan sinyal
masukan (error) tidak mempengaruhi sinyal keluaran. Pada alat kendali integral,
laju perubahan keluaran alat kendali adalah berbanding lurus terhadap sinyal error
atau keluaran berbanding lurus terhadap integrasi sinyal error.
Apabila sinyal kesalahan tidak mengalami perubahan, keluaran akan
menjaga keadaan seperti sebelum terjadinya perubahan masukan. Sinyal keluaran
kontroler integral merupakan luas bidang yang dibentuk oleh kurva kesalahan
penggerak. Sinyal keluaran akan berharga sama dengan harga sebelumnya
ketika sinyal kesalahan berharga nol. Gambar 2.5 menunjukkan contoh sinyal
kesalahan yang disulutkan ke dalam kontroller integral dan keluaran kontroller
integral terhadap perubahan sinyal kesalahan tersebut. Dan gambar 2.6
menunjukkan blok diagram antara besaran kesal ahan dengan keluaran suatu
kontroller integral [3].
11
Gambar 2.5 Kurva Sinyal Kesalahan e(t) Terhadap t Dan Kurva u(t) Terhadap t Pada
Pembangkit Kesalahan Nol
Ki/s
-+
R(s)
Set- Point
Summator
E(s) C(s)
Output
Gambar 2.6 Blok Diagram Hubungan Antara Besaran Kesalahan Dengan Kontroler Integral
( )
.....................................................................................................(2.2)
Pengaruh perubahan konstanta integral terhadap keluaran integral
ditunjukkan oleh Gambar 2.7. Ketika sinyal kesalahan berlipat ganda, maka nilai
laju perubahan keluaran kontroler berubah menjadi dua kali dari semula. Jika
nilai konstanta integrator berubah menjadi lebih besar, sinyal kesalahan yang
relatif kecil dapat mengakibatkan laju keluaran menjadi besar.
Gambar 2.7 Perubahan Keluaran Sebagai Akibat Penguatan dan Kesalahan
12
Dalam penerapannya, kontroler integral mempunyai beberapa karakteristik
sebagai berikut:
1. Keluaran kontroler membutuhkan selang waktu tertentu, sehingga
kontroler integral cenderung memperlambat respon.
2. Ketika sinyal kesalahan berharga nol, keluaran kontroler akan
bertahan pada nilai sebelumnya.
3. Jika sinyal kesalahan tidak berharga nol, keluaran akan menunjukkan
kenaikan atau penurunan yang dipengaruhi oleh besarnya sinyal kesalahan
dan nilai Ki .
4. Konstanta integral (Ki) yang berharga besar akan mempercepat
hilangnya offset. Tetapi semakin besar nilai konstanta Ki akan
mengakibatkan peningkatan osilasi sinyal keluaran kontroler (keadaan
yang tidak stabil).
2.3.1.3 Kontroler Derivatif (D)
Keluaran kontroler derivatif memiliki sifat seperti halnya suatu
operasi diferensial. Perubahan yang mendadak pada masukan kontroler, akan
mengakibatkan perubahan yang sangat besar dan cepat. Gambar 2 . 8
menunjukkan blok diagram yang menggambarkan hubungan antara sinyal
kesalahan dengan keluaran kontroller. Dan gambar 2.9 menyatakan hubungan
antara sinyal masukan dengan sinyal keluaran kontroller derivatif [1].
Ki/s + Td.s
-+
R(s)
Set- Point
Summator
E(s) C(s)
Output
Gambar 2.8 Blok Diagram Kontroler Derivative
13
Gambar 2.9 Kurva Waktu Hubungan Input-Output Kontroler Derivative
Gambar 2.9 menyatakan hubungan antara sinyal masukan dengan
sinyal keluaran kontroler derivative. Ketika masukannya tidak mengalami
perubahan, keluaran kontroler juga tidak mengalami perubahan, sedangkan
apabila sinyal masukan berubah mendadak dan menaik (berbentuk fungsi
step), keluaran menghasilkan sinyal berbentuk impuls. Jika sinyal masukan
berubah naik secara perlahan (fungsi ramp), keluarannya justru merupakan
fungsi step yang besar magnitudnya sangat dipengaruhi oleh kecepatan naik
dari fungsi ramp dan faktor time constan derivativnya Td .
Karakteristik kontroler derivatif adalah sebagai berikut:
1. Kontroler ini tidak dapat menghasilkan keluaran bila tidak ada
perubahan pada masukannya (berupa sinyal kesalahan).
2. Jika sinyal kesalahan berubah terhadap waktu, maka keluaran yang
dihasilkan kontroler bergantung pada nilai Td dan laju perubahan
sinyal kesalahan.
3. Kontroler derivatif mempunyai karakteristik untuk mendahului,
sehingga kontroler ini dapat menghasilkan sinyal koreksi yang
signifikan sebelum error menjadi sangat besar. Jadi kontroler
derivatifl dapat mengantisipasi terjadinya error, memberikan aksi
yang bersifat korektif, dan cenderung meningkatkan stabilitas sistem .
Berdasarkan karakteristik kontroler tersebut, kontroler derivatif
umumnya dipakai untuk mempercepat respon awal suatu sistem, tetapi tidak
memperkecil kesalahan pada keadaan tunaknya. Kerja kontrolller derivatif
14
hanyalah efektif pada lingkup yang sempit, yaitu pada periode peralihan. Oleh
sebab itu kontroler derivatif tidak pernah digunakan tanpa ada kontroler lain
sebuah sistem.
2.3.1.4 Pengendali PID (Proporsional Integral Derivatif)
Pengendali proporsional–integral-derivatif (PID) adalah kombinasi dari
pengendali proporsional (P) dengan pengendali integral (I) dan derivativ (D).
Gambar 2.10 Diagram Blok Pengendali PID Pada Sistem Kendali Loop Tertutup
Hubungan sinyal kontrol dengan sinyal kesalahan pada pengendali PID
dapat dinyatakan sebagai berikut:
( ) * ( )
∫ ( )
( )+.........……………………........(2.2)
Atau dalam bentuk fungsi transfer sebagai berikut : ( )
( ) (
) ................................................................................(2.3)
Kp adalah penguatan proporsional, T1 adalah time constant integral dan Td
adalah taime constant derivative. Ketiga parameter ini dapat diset harganya. Time
constant integral mengatur aksi pengendalian integral namun pengubahan
penguatan proporsional mempengaruhi kedua bagian aksi pengendalian, yakni
bagian proporsional dan bagian integral. Dalam alat pengendalian integral,
parameter pengendaliannya biasa juga dinyatakan dengan laju reset (reset rate)
atau Ki yang merupakan kebalikan dari waktu integral Ti. Laju reset ini adalah
berapa kali per menit aksi bagian pengendalian proporsional menjadi dua kali
lipat. Sementara time constant derivatif akan mempercepat kontroller untuk
mengeluarkan aksi kendali saat terjadi perubahan nilai error. Untuk memperjelas
15
pengertian waktu integral dapat dilihat dalam penjelasan tanggapan step alat
pengendalian.
Karakteristik Pengendali PI :
1) Efek P : mempercepat respons dan terjadi offset (proses berorde tinggi Kp
yang terlalu besar akan menimbulkan osilasi)
2) Efek I : menghilangkan offset, respon lambat
3) Efek D : respon cepat untuk mengatasi perubahan error, namun wilayah
kerjanya sangat sempit yaitu hanya saat terjadi perubahan error saja.
4) Efek P I : respons cukup cepat, offset hilang. Pada proses beorde tinggi
dan mengandung waktu tunda (delay time). Pemilihan PI yang tidak tepat
akan membuat sistem tidak stabil.
5) Efek P I D : respon cepat, offset hilang dan pada plant orde tinggi yang
mengandung waktu tunda sistem tetap stabil.
2.4 Tanggapan Sistem Kendali secara Umum
Ketelitian adalah mengenai deviasi keluaran sebenarnya terhadap nilai
yang diinginkan. Umumnya unuk menjaga ketelitian suatu sistem agar outputnya
sesuai dengan yang diinginkan, maka dilakukan pengendalian terhadap sistem
tersebut.
Kestabilan adalah suatu sistem dikatakan stabil jika keluarannya tetap pada
nilai tertentu dalam jangka waktu yang ditetapkan setelah diberi masukan.
Keluaran suatu sistem tak stabil akan terus naik atau dan turun hingga kondisi
break down.
Kecepatan respon (response) adalah mengukur kecepatan keluaran dalam
menanggapi perubahan nilai masukan. Pada sistem orde dua, tanggapan sistem
kendali terbagi menjadi tiga berdasarkan konstanta peredamannya, yaitu sistem
kurang teredam/under damped (ζ < 1), teredam kritis/critical damped (ζ = 1) dan
teredam lebih/over damped (ζ > 1).
16
Gambar 2.11 Kurva Peredaman
2.4.1 Tanggapan Transien
Tanggapan transien adalah tanggapan sistem yang berlangsung dari awal
dikenai perubahan masukan atau gangguan sampai keadaan akhir atau kondisi
tunak (steady state).
Gambar 2.12 Kurva Tanggapan Sistem
Beberapa Parameter yang penting untuk diketahui dalam tanggapan
Transien, yaitu
1) Waktu tunda (Delay Time), adalah waktu yang diperlukan sistem untuk
mencapai separuh dari harga akhirnya untuk pertama kali
2) Waktu naik (Rise Time), adalah waktu yang diperlukan sistem untuk naik
dari 10% sampai 90% nilai akhir.
17
3) Waktu puncak (Peak Time), adalah waktu yang diperlukan sistem untuk
mencapai puncak pertama kali
4) Persen Overshoot, adalah perbandingan nilai puncak maksimum dengan nilai
akhir yang dinyatakan dalam bentuk
5) %OS=
x 100%
6) Waktu penetapan (Settling Time), adalah waktu yang diperlukan sistem untuk
mencapai nilai ±2% dari nilai keadaan tunak (Steady State).
7) Kesalahan keadaan tunak (Steady State Error), adalah perbedaan antara
keluaran yang dicapai saat tunak dengan nilai yang diinginkan.
2.4.2 Metode Ziegler-Nichols
Metode penalaan Ziegler-Nichols adalah suatu metode eksperimen yang
digunakan untuk menentukan konstanta PID. Metode ini pertama kali
diperkenalkan oleh John G. Ziegler dan Nathaniel B. Nichols pada tahun 1942.
Metode ini dilakukan berdasarkan percobaan, dengan memberikan input step pada
sistem, lalu mengamati hasilnya. Dengan menggunakan metode ini, model
matematis sistem tidak diperlukan lagi karena dengan menggunakan data yang
berupa kurva output, tuning parameter PID sudah dapat dilakukan. Metode
Ziegler-Nichols ditujukan untuk menghasilkan tanggapan sistem dengan
Overshoot maksimum sebesar 25% yang dapat dilihat pada gambar 2.13
Gambar 2.13 Kurva Tanggapan Undak Dengan Maksimum Overshoot 25%
18
Metode ini didasarkan terhadap reaksi sistem rangkaian terbuka. Plant
sebagai rangkaian terbuka diberi sinyal fungsi step. Apabila plant minimal tidak
mengandung unsur integrator ataupun pole-pole kompleks, reaksi sistem akan
berbentuk S. Gambar 2.14 menunjukkan kurva berbentuk S tersebut. Kelemahan
metode ini terletak pada ketidakmampuannya untuk plant integrator maupun plant
yang memiliki pole kompleks [7].
Gambar 2.14 Kurva Respon Berbentuk S
L = Dead Time
T=ΔP = Perubahan dari Manipulating Element
Kurva berbentuk S mempunyai dua konstanta, waktu mati L dan waktu
tunda T. Dari Gambar 2.14 terlihat bahwa kurva reaksi berubah naik, setelah
selang waktu L. Sedangkan waktu tunda menggambarkan perubahan kurva setelah
mencapai 66% dari keadaan steady statenya. Pada kurva dibuat suatu garis yang
bersinggungan dengan garis kurva. Garis singgung itu akan memotong dengan
sumbu absis dan garis maksimum. Perpotongan garis singgung dengan sumbu
absis merupakan ukuran waktu mati, dan perpotongan dengan garis maksimum
merupakan waktu tunda yang diukur dari titik waktu L.
Penalaan parameter PID didasarkan perolehan kedua konstanta itu.
Zeigler-Nichols melakukan eksperimen dan menyarankan parameter penyetelan
nilai Kp, Ki, dan Kd dengan didasarkan pada kedua parameter tersebut. Tabel 2.3
merupakan rumusan penalaan parameter PID berdasarkan cara kurva reaksi.
19
Prosedur praktisnya sebagai berikut :
Berikan input step pada sistem
Dapatkan kurva respon berbentuk S
Tentukan nilai L dan T dari kurva tersebut
Masukkan nilai L dan T kedalam tabel berikut untuk mendapatkaan
nilai Kp, Ti dan Td.
Tabel 2.3 Penalaan Paramater PID Dengan Metode RangkaianTerbuka
Tipe Kendali Kp Ti Td
P
∞ 0
PI
0
PID
2L 0,5L
Tabel 2.4 Penalaan Paramater PID Dengan Metode Rangkaian Tertutup
Tipe kendali Kp Ti Td
P 0,5 Kcr ∞ 0
PI 0,45 Kcr
0
PID 0,6 Kcr 0,5 Pcr 0,125 Pcr
2.5 Operasional Amplifier
Operasional Amplifier sebenarnya dikembangkan dari amplifier
diferensial yang digunakan untuk membandingkan dua buah sinyal input. Susunan
rangkaian amplifier operasional/operational amplifiers (op-amp) yang
ditransistorisasi menjadikannya sangat cocok untuk integrasis, sehingga tersedia
berbagai jenis op-amp dalam paket IC. Perhatikanlah op-amp yang terkompensasi
20
secara internal. Seperti SN 72741 (biasa dikatakan 741) yang dapat dibandingkan
dengan amplifier sederhana bertransistor tunggal seperti pada gambar 2.16.
Gambar 2.15 Perbandingan Antara Amplifier Transistor dan Op-Amp.
Kedua amplifier ini memerlukan hanya lima buah sambungan untuk input,
output, dan suplai daya, tetapi op-amp memiliki kelebihan hampir dalam semua
hal. Misalnya, kemampuan d.c-nya melebihi 200.000, sedangkan amplifier
transistor hanya 100; impedans input-nya 2MΩ, sedangkan amplifier transistor
mendekat 20KΩ, dan impedansi outputnya-nya 100Ω, sedangkan amplifier
transistor mendekati 10 KΩ. Selain itu harga sebuah op-amp IC dapat lebih
menguntungkan. Parameter – parameter op-amp yang ideal adalah:
1. Kemampuan penguatannya;
2. Lebar gelombang ;
3. Impedansi input yang tidak terbatas ;
4. Arus input, offset, dan impedansi output nol.
Hampir semua amplifier memiliki rangkaian input yang terdiri dari
sepasang transistor bipolar dengan bentuk pasangan berekor panjang. Tentu saja
diperlukan arus basis tertentu untuk menjaganya agar tetap terbias. Walaupun
transistor input itu terpasang sangat baik, tidaklah mungkin mencocokannya
dengan sempurna. Oleh karena itu, akan terdapat offset tegangan input dan offset
arus input yang kecil (VIO dan IIO). Sama dengan itu impedansi input diferensial
diantara basis-basis input akan lebih rendah daripada infinitas
21
(ketidakterhinggaan) dan impedansi output amplifier akan lebih besar daripada nol
[5].
. 2.5.1 Inverting Amplifier
Pada rangkaian inverting amplifier, input non-inverting dihubungkan ke
ground sedangkan input inverting sebagai masukan. Dengan mengasumsikan,
bahwa op-amp mempunyai open loop gain yang tidak berhingga, maka perbedaan
tegangan antara input inverting dan input non-inverting sama dengan nol (Ed=0).
Pada kondisi ini, input inverting disebut virtual ground. Arus yang mengalir pada
Ri adalah VIN/R1 dan arus pada RF adalah VOUT/RF.
Gambar 2.16 Rangkaian Pembalik (Inverting Amplifier)
Penguatan tegangan pada inverting amplifier sama dengan nilai resistor
feedback dibagi dengan nilai resistor input. Tanda minus menunjukkan adanya
perbedaan fasa antara input dan output [4].
...........................................................................................(2.5)
............................................................................................(2.6)
2.5.2 Non-Inverting Amplifier
Penguat non-inverting adalah penguat yang keluarannya sefasa dengan
masukannya serta memenuhi hubungan Rf tertentu dengan Ri. Diagram rangkaian
penguat non-inverting dapat dilihat pada gambar2.17.
22
Gambar 2.17 Non-Inverting Amplifier
Apabila diasumsikan tegangan antara tegangan terminal inverting (-) dan
non-inverting (+) adalah 0 volt, berarti tegangan keluarannya sama dengan Vi.
Arus yang mengalir pada Ri sama dengan arus yang mengalir pada Rf, yaitu:
.............................................................................................................. (2.7)
(
) ...................................................................................... (2.8)
atau
(
) ............................................................................................ (2.9)
2.5.3 Penguat Differensial
Penguat differensial digunakan untuk memperkuat sinyal-sinyal kecil yang
teredam dalam sinyal-sinyal yang jauh lebih besar. Penguat ini dibangun oleh
empat tahanan presisi (1%) dan sebuah op-amp, seperti terlihat pada gambar 2.18.
Pada penguat ini terdapat dua terminal, input (-) dan (+) yang dihubungkan ke
terminal op-amp terdekat.
Sumber masukan penguat differensial ada 2, yaitu E1 dan E2. Jika E2
dihubung singkat, maka E1 mendapat penguatan pembalik sebesar -mR/R = -m.
Karena tegangan keluaran akibat E1 adalah -mE1.
Jika E1 dihubung singkat, maka E2 akan terbagi antara R dan mR, sehingga
terminal positif dari opamp menerima tegangan sebesar mendapat penguatan
23
pembalik sebesar -mR/R = -m. Karena tegangan keluaran akibat E1 adalah -
mE2/(1+m), dengan penguatan sebesar (1+m) [4].
Gambar 2.18 Rangkaian Penguat Differensial
Karena itu tegangan keluaran akibat E1 adalah:
.......................................................................................(2.10)
Dengan demikian jika E1 dan E2 sama-sama dimasukan, maka tegangan
keluaran Vo adalah:
........................................................................(2.11)
Dari persamaan diatas, dapat dilihat bahwa tegangan keluaran dari Penguat
differensial sebanding dengan perbedaan tegangan masukan E1 dan E2. Pengali ini
adalah merupakan gain differensial yang ditentukan oleh perbandingan
tahanannya.
2.5.4 Integrator
Rangkaian integrator digunakan untuk mencari nilai hasil integrasi dari
sinyal input (Gambar 2.19).
24
Gambar 2.19 Rangkaian Integrator
Rangkaian integrator memiliki penguatan tegangan sebesar:
∫
..........................................................................................(2.12)
Bentuk 1/RAC harus sesuai dengan masukan frekuensi minimum yang diharapkan:
...........................................................................................(2.13)
2.5.5 Summing Amplifier
Summing amplifier adalah rangkaian yang digunakan untuk menjumlahkan
dua tegangan input atau lebih.
Gambar 2.20 Rangkaian Summing Amplifier
Rangkaian summing amplifier menjumlahkan dua penguatan tegangan
atau lebih. Penguatan tegangan 1 adalah :
...............................................................................................................(2.14)
25
Penguatan tegangan 2 adalah :
................................................................................................(2.15)
Penguatan tegangan total dari summing amplifier adalah :
..............................................................................................................(2.16)
2.6 LabVIEW
LabVIEW merupakan sebuah software bahasa pemrograman yang dibuat
oleh National Instrument. Nama LabVIEW sendiri merupakan kependekan dari
Laboratory Virtual Instrumentation Engineering Workbench. Aplikasi
pemrograman yang satu ini tidak seperti aplikasi sejenis yang menggunakan basis
text layaknya pada Visual Basic, Turbo C++, Delphi dll. Namun, pada LabVIEW
program dibuat dengan menggunakan bahasa pemrograman berbasis grafis,
sehingga membuat sebuah program instrumentasi lebih mudah dan cepat. Aplikasi
ini digunakan unuk membuat berbagai program data acquisition, serta control and
instrumentation system. LabVIEW dapat dihubungkan dengan hardware
(perangkat keras) seperti data acquisition (DAQ), image acquisition, motion
control dan input/output yang compatible terhadap LabVIEW.
Gambar 2.21 LabVIEW
26
2.6.1 Virtual Instrument
Program yang dibuat menggunakan LabVIEW disebut virtual instrument
(VI), karena fungsi dan tampilannya dapat merepresentasikan tiruan sebuah
instrumen yang sesungguhnya. Sebuah VI terdiri atas sebuah front panel, block
diagram dan beberapa icon yang dirangkai pada front panel dan block diagram.
2.6.1.1 Front Panel
Front panel adalah salah satu dari dua window sebuah virtual instrumen.
Front Panel dapat dianalogikan sebagai ruang kemudi dari sebuah VI. Saat anda
menjalankan sebuah VI, maka agar anda dapat memasukkan ke dalam program
berjalan harus terdapat front panel. Pada front panel ini pula, anda dapat melihat
hasil output dari program anda. Sederhananya, dapat dikatakan bahwa front panel
adalah window dimana seorang user dapat berinteraksi dengan program. Dalam
pembuatan sebuah VI, di front panel inilah disusun beberapa icon control dan
indicator yang diperlukan sebagai interface dari VI tersebut.
Gambar 2.22 Front Panel
27
2.6.1.2 Block Diagram
Sebagai window kedua dari sebuah VI, disinilah di tempatkan source code
dalam bentuk obyek grafis yang menjalankan program VI tersebut ketika
dieksekusi. Jadi, dapat dianalogikan bahwa block diagram adalan enggine atau
mesin dari sebuah VI. Pada block diagram ini anda dapat menyusun blok-blok
fungsi sesuai kebutuhan lalu menyambungkannya satu sama lain dengan wiring
line.
Gambar 2.23 Block Diagram
2.6.1.3 Controls Palette
Controls palette adalah kumpulan library kontrol dan indikator yang siap
diletakkan pada front panel. Dari sinilah kita dapat mengakses numeric controls,
numeric indicators, graphs, charts, boolean controls and indicators dan lain
sebagainya. Untuk menampilkannya, klik View lalu pilih Controls palette atau
dengan klik kanan pada area kerja front panel.
28
Gambar 2.24 Controls Palette
2.6.1.4 Function Palette
Functions palette adalah kumpulan library fungsi-fungsi dalam bentuk
blok atau gambar yang siap dirangkai pada lembar kerja block diagram. Untuk
menampilkannya, pilih View pada taksbar yang terdapat di block diagram, lalu
pilih Functions palette atau dengan klik kanan pada area lembar kerja block
diagram.
Gambar 2.25 Function Palette
29
2.7 DAQ
DAQ adalah kependekan dari data acquisition, yang merupakan hardware
untuk akuisisi data. Yaitu, untuk menghubungkan antara obyek yang diukur
ataupun dikontrol dengan perangkat digital. DAQ yang akan dijelaskan disini
adalah produksi dari MCC (Measurement Computing Corporation) yaitu MCC
DAQ USB-1208LS. USB-1208LS memiliki kelengkapan berupa delapan analog
input, dua analog output 10 -bit, 16 terminal digital I/O dan sebuah 32-bit external
event counter.
Gambar 2.26 8-channel single-ended mode pin out
Dari gambar diatas dapat dilihat layout dari penempatan terminal-terminal
USB-1208LS.
Untuk bagian atas sebagai berikut :
30
Delapan analog input : CH0 IN sampai CH7 IN
Dua analog output : D/A OUT 0 dan D/A OUT 1
Sebuah sumber eksternal trigger : TRIG_IN
Sebuah external event counter : CTR
Tujuh buah Ground connection : GND
Sebuah calibration terminal : CAL
Bagian bawah terdapat :
16 digital I/O : Port A0 sampai Port A7 dan Port B0 sampai Port B7
Sebuah power connection : PC +5 V
Tiga buah Ground connection : GND
Range tegangan input untuk terminal analog input pada mode single ended adalah
+ 10 V.
2.7 ADC/DAC
ADC merupakan kependekan dari Analog to Digital Converter yaitu,
pengkonversi sinyal analog menjadi sinyal digital agar hasil penginderaan dapat
dibaca sebagai sinyal digital. Sementara DAC adalah kependekan dari Digital to
Analog Converter yaitu, pengkonversi sinyal digital menjadi sinyal analog. Sinyal
analog adalah sinyal/gelombang kontinyu, sementara sinyal digital berupa sinyal
diskrit atau on/off. Karena sebagian besar sinyal yang terdapat di alam adalah
berupa sinyal analog maka, diperlukan ADC untuk mengkonversi sinyal-sinyal
tersebut menjadi sinyal digital sehingga bisa digunakan untuk process
information. Sedangkan konversi dari digital ke analog terkadang diperlukan
untuk menerapkan kembali sinyal yang telah diproses secara digital ke dalam
bentuk analog.
Konversi dari analog ke digital dilakukan dengan sampling/pencuplikan
yaitu mengkonversi suatu sinyal fungsi waktu kontinyu kedalam fungsi waktu
diskrit. Atau dapat diartikan mencacah suatu sinyal analog menjadi beberapa
bagian sehingga menjadi sinyal digital. Untuk mendapatkan hasil pembacaan yang
baik, sampling time minimal adalah 1/10 panjang gelombang.
31
Gambar 2.27 Sampling waveform
Dalam metode sampling harus memperhatikan beberapa hal. Pertama
adalah periode atau rentang waktu sampling harus sama. Kedua, lebar atau lama
waktu sampling harus konstan
( ) ( )................................................................................................(2.17)
Dimana :
X(n) = Sinyal digital ke n hasil penyamplingan
( ) = Sinyal analog yang disampling ke n dengan periode T
000
001
010
011
100
101
110
111
Volts
T, sec
3-Bit Representation
of Waveform
16-Bit representation
of Waveform