bab ii chf ira

41
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Definisi Gagal jantung didefinisikan sebagai kondisi dimana jantung tidak lagi dapat memompakan cukup darah ke jaringan tubuh. Keadaan ini dapat timbul dengan atau tanpa penyakit jantung. Gangguan fungsi jantung dapat berupa gangguan fungsi diastolik atau sistolik, gangguan irama jantung, atau ketidaksesuaian preload dan afterload. Keadaan ini dapat menyebabkan kematian pada (Santoso A, Erwinanto, Munawar M, Suryawan R, Rifqi S, Soerianata S. Diagnosis dan tatalaksana praktis gagal jantung akut. 2007). Gagal jantung kongestif adalah sindrom klinis (sekumpulan tanda dan gejala) ditandai dengan sesak nafas dan fatique (saat istirahat atau aktifitas) yang disebabkan oleh kelainan struktur atau fungsi jantung. 5 Ada juga sumber yang mengatakan bahwa gagal jantung adalah penyakit di mana aksi pemompaan

Upload: zahira-amody

Post on 24-Jul-2015

75 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II chf ira

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Gagal jantung didefinisikan sebagai kondisi dimana jantung

tidak lagi dapat memompakan cukup darah ke jaringan tubuh.

Keadaan ini dapat timbul dengan atau tanpa penyakit jantung.

Gangguan fungsi jantung dapat berupa gangguan fungsi diastolik atau

sistolik, gangguan irama jantung, atau ketidaksesuaian preload dan

afterload. Keadaan ini dapat menyebabkan kematian pada (Santoso A,

Erwinanto, Munawar M, Suryawan R, Rifqi S, Soerianata S. Diagnosis

dan tatalaksana praktis gagal jantung akut. 2007).

Gagal jantung kongestif adalah sindrom klinis (sekumpulan tanda

dan gejala) ditandai dengan sesak nafas dan fatique (saat istirahat

atau aktifitas) yang disebabkan oleh kelainan struktur atau fungsi

jantung.5 Ada juga sumber yang mengatakan bahwa gagal jantung

adalah penyakit di mana aksi pemompaan jantung menjadi kurang

kuat, seperti yang telah diuraikan sebelumnya. Artinya, jantung tidak

memompa darah sebagaimana mestinya. Ketika ini terjadi, darah tidak

bergerak efisien melalui sistem peredaran darah dan mulai membuat

cadangan, meningkatkan tekanan di dalam pembuluh darah dan

memaksa cairan dari pembuluh darah ke jaringan tubuh (O'Brien,

Terrence. Congestive Heart Failure. South Carolina: Medical University

of South Carolina: 2006. Available from URL:

Page 2: BAB II chf ira

http://www.emedicinehealth.com/congestive_heart_failure/article_em.h

tm. Diakses pada tanggal 4 Februari 2011.)

B. Anatomi/Fisiologi

Jantung terletak dalam ruang mediastinum rongga dada, yaitu

diatara paru. Perikardium yang meliputi jantung terdiri dari dua lapisan;

lapisan dalam (perikardium viseralis) dan lapisan luar (perikardium

parietalis). Kedua lapisan perikardium ini dipisahkan oleh sedikit cairan

pelumas, yang mengurangi gesekan akibat pemompaan jantung.

Perikardium parietalis melekat ke depan pada sternum, ke belakang

pada kolumna vetebralis, dan ke bawah pada diafragma. Perlekatan ini

menyebabkan jantung terletak stabil di tempatnya. Perikardium viseralis

melekat secara langsung pada permukaan jantung. Perikardium juga

melindungi terhadap penyebaran infeksi atau neoplasma dari organ-

organ sekitarnya ke jantung. Jantung terdiri dari 3 lapisan yakni lapisan

terluar (epikardium), lapisan tengah merupakan lapisan otot yang

disebut miokardium, dan lapisan terdalam merupakan lapisan endotel

yang disebut endokardium.

Ruangan jantung bagian atas (atrium) dan pembuuh darah besar

(arteria pulmonaris dan aorta) membentuk dasar jantung. Atrium secara

anatomi terpisah dari ruangan jantung sebelah bawah (ventrikel) oleh

suatu annulus fibrosus (tempat terletaknya keempat katup jantung dan

tempat melekatnya katup maupun otot). Secara fungsional jantung

dibagi menjadi pompa sisi kanan dan sisi kiri, yang memompa darah

Page 3: BAB II chf ira

vena ke sirkulasi paru, dan darah bersih ke peredaran darah sistemik.

Pembagian fungsi ini mempermudah konseptualisasi urutan aliran

darah secara anatomi: vena kava, atrium kanan, ventrikel kanan, arteria

pulmonalis, paru, vena pulmonalis, atrium kiri, ventrikel kiri, aorta,

arteria, arteriola, kapiler, venula, vena, vena kava.

Gambar II.1. (A) Hubungan anatomi jantung dan struktur di sekitarnya. Inset menunjukkan lapisan jantung dan pericardium. (B) Skematik aliran darah melalui sistem kardiovaskular. (Sumber : Price, Sylvia A. dan Lorraine M. Wilson. 2005, Patofisiologi: konsep klinis proses-proses penyakit, Ed. 4, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta, hal: 518).

(B)(A)

Page 4: BAB II chf ira

Atrium Kanan yang berdinding tipis ini berfungsi sebagai tempat

penyimpanan darah, dan sebagai penyalur darah dari vena-vena sirkulasi

sistemik yang mengalir ke ventikel kanan. Darah yang berasal dari

pembuluh vena ini masuk ke dalam atrium kanan melalui vena kava

superior, vena kana inferior, dan sinus koronarius. Dalam muara vena

kava tidak terdapat katup-katup sejati. Yang memisahkan vena kava dari

atrium jantung ini hanyalah lipatan katup atau pita otot yang rudimenter.

Oleh karena itu peningkatan tekanan atrium kanan akibat bendungan

darah di sisi kanan jantung akan dibalikkan kembali kedalam vena

sirkulasi sistemik.

Atrium Kiri menerima darah teroksigenasi dari paru-paru melalui

keempat vena pulmonalis dan atrium kiri tidak terdapat katup sejati. Oleh

karena itu, perubahan tekanan atrium kiri mudah membalik secara

retrogard ke dalam pembuluh paru-paru. Peningkatan akut tekanan atrium

kiri akan menyebabkan bendungan paru. Atrium kiri memiliki dinding yang

tipis dan bertekanan rendah. Darah mengalir dari atrium kiri ke dalam

ventrikel kiri melalui katup mitralis.

Ventrikel Kanan berbentuk bulan sabit yang unik, guna

menghasilkan kontraksi bertekanan rendah yang cukup untuk mengalirkan

darah ke dalam arteria pulmonalis.

Ventrikel Kiri harus menghasilkan tekanan yang cukup tinggi untuk

mengatasi tahanan sirkulasi sistemik, dan mempertahankan aliran darah

kejaringan perifer. Ventrikel kiri mempunyai otot-otot yang tebal dengan

Page 5: BAB II chf ira

bentuk yang menyerupai lingkaran sehingga mempermudah pembentukan

tekanan tinggi selama ventrikel berkontraksi.

Katup Jantung berfungsi untuk mempertahankan aliran darah

searah melalui bilik-bilik jantung. Ada dua jenis katup; katup

arterioventrikularis yang memisahkan atrium dengan ventrikel, dan katup

semilunaris yang memisahkan arteria pulmonalis dan aorta dari ventrikel

yang bersangkutan. Katup-katup ini membuka dan menutup secara pasif,

menanggapi perubahan tekanan dan volume dalam bilik dan pembuluh

darah jantung.

Katup arterioventrikularis terdiri atas katup trikuspidalis dan katup

mitralis. Katup trikuspidalis yang terletak antara atrium dan ventrikel kanan

mempunyai tiga buah daun katup. Katup mitralis yang memisahkan atrium

dan ventrikel, merupakan katup bikuspidalis dengan dua buah daun katup.

Katup seminularis. Kedua katup semilunaris sama bentuknya ,

katup ini terdiri dari tiga daun katup simetris menyerupai corong yang

terlambat kuat pada annulus fibrosus. Katup aorta terletak antara ventrikel

kiri dan aorta, sedangkan katup pulmonalis. Katup seminularis mencegah

aliran kembali darah dari aorta atau arteria pulmonalis ke dalam ventrikel,

sewaktu ventrikel dalam keadaan istirahat.

Sistem Konduksi memiliki jaringan dengan sifat-sifat :

Otomatisasi : kemampuan untuk menimbulkan impuls secara spontan.

Ritmisasi : pembangkitan impuls yang teratur

Konduktivitas : kemampuan menghantarkan impuls

Page 6: BAB II chf ira

Gambar II.3. Sistem konduksi jantung. (Sumber : Price, Sylvia A. dan Lorraine M. Wilson. 2005, Patofisiologi: konsep klinis proses-proses penyakit, Ed. 4, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta, hal: 520).

Daya rangsang : kemampuan berespon terhadap stimulasi

Impuls jantung berasal dari nodus SA dan bergerak melalui sistem

hantaran berikut: melalui jalur interatrium dan internodus, ke nodus AV,

melalui berkas his, melalui cabang berkas kanan dan kiri dan melalui

sistem purkinje.

Penghantaran impuls jantung melalui nodus AV relatif

lambat.Keterlambatan ini memungkinkan sinkronisasi kontraksi atrium

sebelum kontraksi ventrikel, sehigga mengoptimalkan pengisian ventrikel

dan untuk melindungi ventrikel dari banyaknya impuls atrial abnormal.

Nodus SA, nodus AV dan serat purkinje mampu menghasilkan

impuls secara spontan (otomatis). Impuls ditimbulkan lebih cepat pada

nodus SA, sehingga nodus SA adalah pacemaker dominan pada jantung.

Page 7: BAB II chf ira

Sirkulasi Sistemik menyuplai darah ke semua jaringan tubuh

dengan pengecualian pada paru. Sebanyak 84% volume darah yang

tersisa terdapat dalam jantung dan paru. Sirkulasi sistemik terbagi menjadi

5 kategori berdasarkan anatomi dan fungsinya, antara lain: arteria,

arteriola, kapiler, venula, dan vena.

Sirkulasi Koroner. Efisiensi jantung sebagai pompa bergantung

pada nutrisi dan oksigenisasi otot jantung melalui sirkulai koroner.

Sirkulasi koroner meliputi seluruh permukaan epikardium jantung,

membawa oksigen dan nutrisi ke miokardium melalui cabang-cabang

intramiokardial yang kecil-kecil.

Arteria koronaria utama adalah yang arteria koronaria kanan

(RCA) dan arteria koronaria utama kiri. arteria koronaria utama kiri

bercabang menjadi arteri desenden anterior kiri dan arteria sirkumfleksa

kiri. Arteria koronaria terdiridari 3 lapisan : intima, media, dan adventitia.

Intima adalah bagian terdalam dinding arteri yang mengalami kontak

langsung dengan suplai darah. Intima teridiri dari sel endotel yang

berfungsi sebagai sawar antara aliran darah dan dinding pembuluh darah

bagian dalam, melindungi integritas dinding arteri dan menyekresi zat

vasoaktif yang mempengaruhi vasodilatasi dan vasokontriksi. Media terdiri

dari sel otot polos yang memberikan respon terhadap zat vasoaktif

dengan melakukan kontraksi atau dilatasi. Adventitia memeberikan

kekuatan bagi dinding pembuluh darah dn terdiri atas berkas fibril kolagen,

serabut elastis, fibroblast, dan beberapa sel-sel otot polos.

Page 8: BAB II chf ira

Sirkulasi Paru. Pembuluh darah paru mempunyai dinding yang

lebih tipis dengan sedikit otot polos dibandingkan dengan pembuluh darah

sistemik. Oleh karena itu, sirkulasi paru lebih mudah teregang dan

resistensinya terhadap aliran darah lebih kecil. Besarnya tekanan dalam

sirkulasi paru kira-kira seperlima tekanan dalam sirkulasi sistemik. Dinding

pembuluh darah paru jauh lebih kecil reaksinya terhadap pengaruh

otonom dan humoral, namun perubahan kadar O2 dan CO2 dalam darah

dan alveoli mampu mengubah aliran darah yang melalui pembuluh paru.

Perbedaan-perbedaan ini menyebabkan sirkulasi paru benar-benar tepat

memenuhi fungsi fisiologis yaitu untuk mengambil O2 dan melepaskan

CO2.

Persarafan Sistem Kardiovaskular. Sistem kardiovaskular

banyak dipersarafi oleh serabut-serabut sistem saraf otonam. Sistem saraf

otonom dapat dibagi menjadi sistem saraf parasimpatis dan simpatis

dengan efek yang berlawana dan bekerja bertolak belakang untuk

mempengaruhi perubahan pada denyut jantung. Stimulasi parasimpatis

melalui nervus vagus menurunkan pembakaran nodus SA, menurunkan

kecepatan konduksi melewati nodus AV dan menurunkan daya kontraksi

atrium. Inhibisi sistem saraf parasimpatis menimbulkan efek yang

berlawanan.

Saraf simpatis meluas ke sistem konduksi, miokardium, dan sel otot

polos pembuluh darah. Stimulasi sistem saraf simpatis menyebabkan

pelepasan norepinefrin dan epinefrin dari medulla adrenal. Zat ini secara

Page 9: BAB II chf ira

selektof terikat pada reseptor α dan reseptor β1 dan β2 untuk menimbulkan

vasokontriksi pembuluh darah, peningkatan pembakaran nodus SA,

peningkatan kecepatan konduksi melalui nodus AV, dan peningkatan daya

kontraksi ventrikal. Inhibisi sistem saraf simpatis menimbulkan efek yang

berlawanan.

Fisiologi Jantung

Siklus jantung terdiri dari urutan peristiwa listrik dan mekanik yang

saling terkait. Gelombang rangsangan listrik tersebar dari nodus SA

melalui sistem konduksi menuju miokardium untuk merangsang kontraksi

otot. Rangsangan listrik ini disebut sebagai depolarisasi, dan diikuti

pemulihan listrik kembali yang disebut repolarisasi. Respon mekaniknya

adalah sistolik (kontraksi otot) dan diastolik (relaksasi otot).

Eksitasi listrik dalam jantung bergantung pada perpindahan Na+, K+,

dan Ca2+ melewati sel membran jantung. Perpindahan ion ini

menyebabkan perbedaan listrik melewati membrane sel, yang secara

grafik dapat ditunjukkan sebagai potensial aksi. Dua jenis potensial aksi

utama-respon cepat dan lambat-digolongkan berdasarkan kekuatan

depolarisasi primer baik saluran Na+ cepat atau saluran Ca2+ lambat.

Potensial aksi respon lambat dijumpai pada sel otot atrium dan ventrikel

serta serabut purkinje. Potensial aksi respon lambat dijumapi pada nudus

SA dan AV.

Periode refrakter efektis atau absolute dan periode refrakter relative

menunjukkan fase potensial aksi pada saat kesulitan menstimulasi ulang

Page 10: BAB II chf ira

sel jantung. EKG memperlihatkan aktivitas listrik simultan pada sel

jantung. Nodus SA, nodus AV, dan serabut purkinje mampu melakukan

eksitasi sendiri (automatis). Nodus SA merupakan pacemaker jantung

yang dominan pada jantung, karena mampu mengeksitasi diri sendiri

dengan laju yang lebih cepat dari pada nodus AV dan serabut purkinje.

Namun demikian, apabila nodus SA mengalami cedera, nodus AV dan

serabut purkinje mengambil alih peran pacemarker tetapi dengan laju

yang lebih perlahan. Kecepatan intrinsic nodus AV dan serabut purkinje

masing-masing secara berurutan adalah 40-60 denyut per menit dan 15-

40 denyut per menit.

Kontraksi jantung mengandalkan hubungan antara miofilamen aktin

dan miosin. Kalsium diperlukan untuk terjadinya hubungan ini dan tersedia

bagi sel selama fase puncak (plateu) potensial aksi. Hubungan anatara

stimulasi listrik dan kontraksi mekanis jantung ini disebut gabungan

eksitasi-kontraksi. Siklus jantung menerangkan urutan kontaksi ventrikel

dan pengosongan (sistolik) serta relaksasi dan pengisian ventrikel

(diastolik).

Aliran darah satu arah melalui jantung bergantung pada adanya

katup jantung, yang membuka dan menutup sebagai respons terhadap

perbedaan yang timbul. Curah jantung merupakan jumlah darah yang

dipompa oleh masing-masing ventrikel permenit. Curah jantung rata-rata

adalah 5L/menit. Namun demikian, curah jantung bervariasi untuk

memenuhi kebutuhan oksigen dan nutrisi bagi jaringan perifer. Kebutuhan

Page 11: BAB II chf ira

curah jantung bervariasi sesuai ukuran tubuh, sehingga indikator yang

lebih akurat untuk fungsi jantung adalah indeks jantung ( cardiac index ).

Index jantung diperoleh dengan membagi curah jantung dengan luas

permukaan tubuh. Curah jantung ditentukan melalui hubungan nadi

dengan volume sekuncup (CO = nadi x SV). Volume sekuncup ditentukan

oleh interaksi 3 variabel yakni beban awal, beban akhir dan kontraktilitas.

Beban awal adalah derajat peregangan miokardium tepat sebelum

kontraksi. Dalam batas fisiologis, semakin besar regangan serat

miokardium pada akhir diastolic, maka akan semakin kuat kekuatan

kontraksi selama diastolik (Mekanisme Frank-Starling). Sedangkan beban

akhir merupakan tegangan serabut miokardium untuk berkontraksi dan

memompa darah.

Faktor-faktor yang meningkatkan beban akhir dapat menurunkan

volume sekuncup. Kontraktilitas yaitu merupakan herediter serabut

miokardium untuk berkontraksi, tidak bergantung pada beban akhir dan

awal, namun bergantung pada kadar kalsium intasel.

Aliran darah melalui pembuluh darah bergantung pada 2 variabel

yang berlawanan. Perbedaan tekanan antara 2 ujung pembuluh dan

resistensi terhadap aliran. Hubungan variable ini, paling baik ditujukan

oleh hokum Ohm : Q = Δ P / R ( Q= aliran darah, Δ P = perbedaan

tekanan, dan R = resistensi). Berdasarkan hokum ohm, aliran darah atau

curah jantung, merupakan fungsi perbedaan tekanan dalam sistem

pembuluh darah {(tekanan darah arteri rata-rata “mean arterial pressure”,

Page 12: BAB II chf ira

MAP) – (tekanan atrium kanan “right atrial pressure”, RAP)} dan keadaan

pembuluh resistan (arterial). Ringkasnya, menurut Ohm Q = Δ P / R,

aliran berbanding lurus secara langsung dengan perbedaan tekanan dan

berbanding terbalik dengan resistensi vaskular. Perbedaan tekanan pada

ujung arteri dan vena sirkulasi menentukan perbedaan tekanan.

Resistensi merupakan merupakan fungsi utama dari radius pembuluh

darah, yang sangat berubah pada tingkat alveolar. Dari ketiga variabel

dalam rumus ini, resistensi merupakan satu-satunya variabel yang tidak

dapat diukur secara langsung. Namun resistensi dapat diperhitungkan

dengan rumus aljabar seperti : R = Δ P / Q. Dengan mengukur MAP, RAP,

dan curah jantung (Cardiac aoutput, CO), dapat diukur resistensi

pembuluh darah sistemik.

Dilatasi arteriol menyebabkan penurunan resistansi dan

peningkatan aliran darah. Sebaliknya kontriksi arteriol menyebabkan

peningkata resistansi dan penurunan aliran darah. Aliran darah melalui

perifer dipengaruhi oleh mekanisme pengaturan ekstrinsik dan intrinsik.

Mekanisme pengaturan ekstrinsik yang terutama adalah sistem saraf

simpatis. Pengaturan intrinsik aliran darah diatur oleh keadaan jaringan

lokal dan sangat penting dalam optimaliasi aliran darah ke otak dan

jantung. Jantung memiliki kemampuan untuk meningkatkan kapasitas

pompanya pada saat istirahat dengan mengubah frekuensi denyut jantung

dan kekuatan kontraksi, keduanya dikendalikan oleh sistem saraf

simpatis.

Page 13: BAB II chf ira

C. Etiologi

(*Harbanu H Mariyono, **Anwar Santoso *Bagian/SMF Ilmu Penyakit

Dalam, FK Unud/ RSUP Sanglah, Denpasar *Bagian/SMF Kardiologi

FK Unud/ RSUP Sanglah, Denpasar J Peny Dalam, Volume 8 Nomor

3 Bulan September 2007) Mariyono, Harbanu M, Gagal Jantung,

Bagian Kardiologi FK Unud, RSUP Sanglah, Denpasar, 2010

Gagal jantung dapat disebabkan oleh banyak hal. Secara

epidemiologi cukup penting untung mengetahui penyebab dari gagal

jantung, di Negara berkembang penyakit arteri koroner dan hipertensi

merupakan penyebab terbanyak sedangkan di negara berkembang

yang menjadi penyebab terbanyak adalah penyakit jantung katup dan

penyakit jantung akibat malnutrisi.4 Pada beberapa keadaan sangat

sulit untuk menentukan penyebab dari gagal jantung. Terutama pada

keadaan yang terjadi bersamaan pada penderita.

Penyakit jantung koroner pada Framingham Study dikatakan

sebagai penyebab gagal jantung pada 46% laki-laki dan 27% pada

wanita.4 Faktor risiko koroner seperti diabetes dan merokok juga

merupakan faktor yang dapat berpengaruh pada perkembangan dari

gagal jantung. Selain itu berat badan serta tingginya rasio kolesterol

total dengan kolesterol HDL juga dikatakan sebagai faktor risiko

independen perkembangan gagal jantung.

Page 14: BAB II chf ira

Hipertensi telah dibuktikan meningkat-kan risiko terjadinya gagal

jantung pada beberapa penelitian. Hipertensi dapat menyebabkan

gagal jantung melalui beberapa mekanisme, termasuk hipertrofi

ventrikel kiri. Hipertensi ventrikel kiri dikaitkan dengan disfungsi

ventrikel kiri sistolik dan diastolik dan meningkatkan risiko terjadinya

infark miokard, serta memudahkan untuk terjadinya aritmia baik itu

aritmia atrial maupun aritmia ventrikel. Ekokardiografi yang

menunjukkan hipertrofi ventrikel kiri berhubungan kuat dengan

perkembangan gagal jantung.4

Kardiomiopati didefinisikan sebagai penyakit pada otot jantung

yang bukan disebabkan oleh penyakit koroner, hipertensi, maupun

penyakit jantung kongenital, katup ataupun penyakit pada perikardial.

Kardiomiopati dibedakan menjadi empat kategori fungsional : dilatasi

(kongestif), hipertrofik, restriktif dan obliterasi. Kardiomiopati dilatasi

merupakan penyakit otot jantung dimana terjadi dilatasi abnormal pada

ventrikel kiri dengan atau tanpa dilatasi ventrikel kanan. Penyebabnya

antara lain miokarditis virus, penyakit pada jaringan ikat seperti SLE,

sindrom Churg-Strauss dan poliarteritis nodosa. Kardiomiopati

hipertrofik dapat merupakan penyakit keturunan (autosomal dominan)

meski secara sporadik masih memungkinkan. Ditandai dengan adanya

kelainan pada serabut miokard dengan gambaran khas hipertrofi

septum yang asimetris yang berhubungan dengan obstruksi outflow

aorta (kardiomiopati hipertrofik obstruktif). Kardiomiopati restriktif

Page 15: BAB II chf ira

ditandai dengan kekakuan serta compliance ventrikel yang buruk, tidak

membesar dan dihubungkan dengan kelainan fungsi diastolic

(relaksasi) yang menghambat pengisian ventrikel.4,5

Penyakit katup sering disebabkan oleh penyakit jantung rematik,

walaupun saat ini sudah mulai berkurang kejadiannya di negara maju.

Penyebab utama terjadinya gagal jantung adalah regurgitasi mitral dan

stenosis aorta. Regusitasi mitral (dan regurgitasi aorta) menyebabkan

kelebihan beban volume (peningkatan preload) sedangkan stenosis

aorta menimbulkan beban tekanan (peningkatan afterload).

Aritmia sering ditemukan pada pasien dengan gagal jantung dan

dihubungkan dengan kelainan struktural termasuk hipertofi ventrikel kiri

pada penderita hipertensi. Atrial fibrilasi dan gagal jantung seringkali

timbul bersamaan.

Alkohol dapat berefek secara langsung pada jantung, menimbulkan

gagal jantung akut maupun gagal jantung akibat aritmia (tersering atrial

fibrilasi). Konsumsi alkohol yang berlebihan dapat menyebabkan

kardiomiopati dilatasi (penyakit otot jantung alkoholik). Alkohol

menyebabkan gagal jantung 2 – 3% dari kasus. Alkohol juga dapat

menyebabkan gangguan nutrisi dan defisiensi tiamin. Obat – obatan

juga dapat menyebabkan gagal jantung. Obat kemoterapi seperti

doxorubicin dan obat antivirus seperti zidofudin juga dapat

menyebabkan gagal jantung akibat efek toksik langsung terhadap otot

jantung.

Page 16: BAB II chf ira

D. Patofisiologi

Gagal jantung merupakan kelainan multisitem dimana terjadi

gangguan pada jantung, otot skelet dan fungsi ginjal, stimulasi sistem

saraf simpatis serta perubahan neurohormonal yang kompleks.

Pada disfungsi sistolik terjadi gangguan pada ventrikel kiri yang

menyebabkan terjadinya penurunan cardiac output. Hal ini

menyebabkan.

Aktivasi mekanisme kompensasi neurohormonal, sistem Renin –

Angiotensin – Aldosteron (sistem RAA) serta kadar vasopresin dan

natriuretic peptide yang bertujuan untuk memperbaiki lingkungan

jantung sehingga aktivitas jantung dapat terjaga.

Aktivasi sistem simpatis melalui tekanan pada baroreseptor

menjaga cardiac output dengan meningkatkan denyut jantung,

meningkatkan kontraktilitas serta vasokonstriksi perifer (peningkatan

katekolamin). Apabila hal ini timbul berkelanjutan dapat menyeababkan

gangguan pada fungsi jantung. Aktivasi simpatis yang berlebihan dapat

menyebabkan terjadinya apoptosis miosit, hipertofi dan nekrosis

miokard fokal.

Aktivasi sistem simpatis melalui tekanan pada baroreseptor

menjaga cardiac output dengan meningkatkan denyut jantung,

meningkatkan kontraktilitas serta vasokonstriksi perifer (peningkatan

katekolamin). Apabila hal ini timbul berkelanjutan dapat menyeababkan

gangguan pada fungsi jantung. Aktivasi simpatis yang berlebihan dapat

Page 17: BAB II chf ira

menyebabkan terjadinya apoptosis miosit, hipertofi dan nekrosis

miokard fokal.

Stimulasi sistem RAA menyebabkan penigkatan konsentrasi renin,

angiotensin II plasma dan aldosteron. Angiotensin II merupakan

vasokonstriktor renal yang poten (arteriol eferen) dan sirkulasi sistemik

yang merangsang pelepasan noradrenalin dari pusat saraf simpatis,

menghambat tonus vagal dan merangsang pelepasan aldosteron.

Aldosteron akan menyebabkan retensi natrium dan air serta

meningkatkan sekresi kalium. Angiotensin II juga memiliki efek pada

miosit serta berperan pada disfungsi endotel pada gagal jantung.

Terdapat tiga bentuk natriuretic peptide yang berstruktur hampir

sama yeng memiliki efek yang luas terhadap jantung, ginjal dan

susunan saraf pusat. Atrial Natriuretic Peptide (ANP) dihasilkan di

atrium sebagai respon terhadap peregangan menyebabkan natriuresis

dan vasodilatsi. Pada manusia Brain Natriuretic Peptide (BNO) juga

dihasilkan di jantung, khususnya pada ventrikel, kerjanya mirip dengan

ANP. C-type natriuretic peptide terbatas pada endotel pembuluh darah

dan susunan saraf pusat, efek terhadap natriuresis dan vasodilatasi

minimal. Atrial dan brain natriuretic peptide meningkat sebagai respon

terhadap ekspansi volume dan kelebihan tekanan dan bekerja

antagonis terhadap angiotensin II pada tonus vaskuler, sekresi

ladosteron dan reabsorbsi natrium di tubulus renal. Karena peningkatan

natriuretic peptide pada gagal jantung, maka banyak penelitian yang

Page 18: BAB II chf ira

menunjukkan perannya sebagai marker diagnostik dan prognosis,

bahkan telah digunakan sebagai terapi pada penderita gagal jantung.

Vasopressin merupakan hormon antidiuretik yang meningkat

kadarnya pada gagal jantung kronik yang berat. Kadar yang tinggi juga

didpatkan pada pemberian diuretik yang akan menyebabkan

hiponatremia.

Endotelin disekresikan oleh sel endotel pembuluh darah dan

merupakan peptide vasokonstriktor yang poten menyebabkan efek

vasokonstriksi pada pembuluh darah ginjal, yang bertanggung jawab

atas retensi natrium. Konsentrasi endotelin-1 plasma akan semakin

meningkat sesuai dengan derajat gagal jantung. Selain itu juga

berhubungan dengan tekanan pulmonary artery capillary wedge

pressure, perlu perawatan dan kematian. Telah dikembangkan

endotelin-1 antagonis sebagai obat kardioprotektor yang bekerja

menghambat terjadinya remodelling vaskular dan miokardial akibat

endotelin. Disfungsi diastolik merupakan akibat gangguan relaksasi

miokard, dengan kekakuan dinding ventrikel dan berkurangnya

compliance ventrikel kiri menyebabkan gangguan pada pengisian

ventrikel saat diastolik. Penyebab tersering adalah penyakit jantung

koroner, hipertensi dengan hipertrofi ventrikel kiri dan kardiomiopati

hipertrofik, selain penyebab lain seperti infiltrasi pada penyakit jantung

amiloid. Walaupun masih kontroversial, dikatakan 30 – 40 % penderita

gagal jantung memiliki kontraksi ventrikel yang masih normal. Pada

Page 19: BAB II chf ira

penderita gagal jantung sering ditemukan disfungsi sistolik dan diastolic

yang timbul bersamaan meski dapat timbul sendiri.

Page 20: BAB II chf ira

E. Klasifikasi

New York Heart Association (NYHA) membuat klasifikasi fungsional dalam 4

kelas.

Tabel II.1 Klasifikasi Gagal Jantung Kongestif

Tahap ACC/AHA Kelas Fungsional NYHA

Tahap Deskripsi Kelas Deskripsi

A Pasien berisiko tinggi mengalami gagal jantung, karena adanya kondisi penyebab gagal jantung. Pasien-pasien tersebut tidak mengalami abnormalitas struktural atau fungsional pericardium, miokardium atau katup jantung yang teridentifikasi dan tidak pernah menunjukkan tanda-tanda atau gejala-gejala gagal jantung

Tidak adaperbandingan

kelasfungsional

B Pasien yang telah mengalamipenyakit jantung struktural, yang menyebabkan gangguan jantung tapi belum pernah menunjukkan tanda-tanda atau gejala-gejala gagal jantung

I (ringan) Tidak ada batasan aktivitas fisik. Aktivitas fisik biasa tidak menyebabkan fatigue, palpitasi, atau dispnea yang tidak semestinya

C Pasien yang memiliki atau sebelumnya pernah memiliki gejala-gejala gagal jantung, yang disebabkan penyakit jantung struktural

II (ringan) Sedikit keterbatasan aktivitas fisik. Nyaman saat beristirahat, tapi aktivitas fisik biasa menghasilkan fatigue, palpitasi, atau dispnea

Lanjutan Tabel II.1Klasifikasi Gagal Jantung Kongestif

Page 21: BAB II chf ira

TahaHA Kelas Fungsional NYHA

Tahap Deskripsi Kelas Deskripsi

II (sedang) Ditandai keterbatasan aktivitas fisik. Nyaman saat istirahat, tapi aktivitas yang lebih sedikit dari biasa mengakibatkan fatigue, palpitasi atau dispnea

D Pasien dengan penyakit jantungstruktural tingkat lanjut dan gejala-gejala gagal jantung pada istirahat, walaupun terapi medis maksimal dan membutuhkan intervensikhusus

IV (parah) Tidak dapat melakukan aktivitas fisik dengan nyaman. Gejala-gejala insufisiensi kardiak pada istirahat. Jika aktivitas fisik dilakukan, ketidaknyamanan bertambah

F. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan penderita dengan gagal jantung meliputi

penalaksanaan secara nonfarmakologis dan secara farmakologis,

keduanya dibutuhkan karena akan saling melengkapi untuk

penatlaksaan paripurna penderita gagal jantung. Penatalaksanaan

gagal jantung baik itu akut dan kronik ditujukan untuk memperbaiki

gejala dan progosis, meskipun penatalaksanaan secara individual

tergantung dari etiologi serta beratnya kondisi. Sehingga semakin cepat

kita mengetahui penyebab gagal jantung akan semakin baik

prognosisnya.

Penatalaksanaan non farmakologis yang dapat dikerjakan antara

lain adalah dengan menjelaskan kepada pasien mengenai penyakitnya,

pengobatan serta pertolongan yang dapat dilakukan sendiri. Perubahan

gaya hidup seperti pengaturan nutrisi dan penurunan berat badan pada

Page 22: BAB II chf ira

penderita dengan kegemukan. Pembatasan asupan garam, konsumsi

alkohol, serta pembatasan asupan cairan perlu dianjurkan pada

penderita terutama pada kasus gagal jantung kongestif berat. Penderita

juga dianjurkan untuk berolahraga karena mempunyai efek yang positif

terhadap otot skeletal, fungsi otonom, endotel serta neurohormonal dan

juga terhadap sensitifitas terhadap insulin meskipun efek terhadap

kelengsungan hidup belum dapat dibuktikan. Gagal jantung kronis

dapat dicetuskan oleh infeksi paru, sehingga vaksinasi terhadap

influenza dan pneumococal perlu dipertimbangkan. Profilaksis

antibiotik pada operasi dan prosedur gigi diperlukan terutama pada

penderita dengan penyakit katup primer maupun pengguna katup

prostesis.

Penatalaksanaan gagal jantung kronis meliputi penatalaksaan non

farmakologis dan farmakologis. Gagal jantung kronis bisa

terkompensasi ataupun dekompensasi. Gagal jantung terkompensasi

biasanya stabil, dengan tanda retensi air dan edema paru tidak

dijumpai. Dekompensasi berarti terdapat gangguan yang mungkin

timbul adalah episode udema paru akut maupun malaise, penurunan

toleransi latihan dan sesak nafas saat aktifitas. Penatalaksaan ditujukan

Gagal Jantung untuk menghilangkan gejala dan memperbaiki kualitas

hidup. Tujuan lainnya adalah untuk memperbaiki prognosis serta

penurunan angka rawat.

Page 23: BAB II chf ira

Obat – obat yang biasa digunakan untuk gagal jantung kronis

antara lain: diuretik (loop dan thiazide), angiotensin converting enzyme

inhibitors, blocker (carvedilol, bisoprolol, metoprolol), digoxin,

spironolakton, vasodilator (hydralazine /nitrat), antikoagulan, antiaritmia,

serta obat positif inotropik.

Pada penderita yang memerlukan perawatan, restriksi cairan (1,5 –

2 l/hari) dan pembatasan asupan garam dianjurkan pada pasien. Tirah

baring jangka pendek dapat membantu perbaikan gejala karena

mengurangi metabolisme serta meningkatkan perfusi ginjal. Pemberian

heparin subkutan perlu diberikan pada penderita dengan imobilitas.

Pemberian antikoagulan diberikan pada penderita dengan fibrilasi

atrium, gangguan fungsi sistolik berat dengan dilatasi ventrikel.

Penderita gagal jantung akut datang dengan gambaran klinis

dispneu, takikardia serta cemas, pada kasus yang lebih berat penderita

tampak pucat dan hipotensi. Adanya trias hipotensi (tekanan darah

sistolik < 90 mmHg), oliguria serta cardiac output yang rendah

menunjukkan bahwa penderita dalam kondisi syok kardiogenik. Gagal

jantung akut yang berat serta syok kardiogenik biasanya timbul pada

infark miokard luas, aritmia yang menetap (fibrilasi atrium maupun

ventrikel) atau adanya problem mekanis seperti ruptur otot papilari akut

maupun defek septum ventrikel pasca infark.

Gagal jantung akut yang berat merupakan kondisi emergensi

dimana memerlukan penatalaksanaan yang tepat termasuk mengetahui

Page 24: BAB II chf ira

penyebab, perbaikan hemodinamik, menghilangan kongesti paru, dan

perbaikan oksigenasi jaringan.

Menempatkan penderita dengan posisi duduk dengan pemberian

oksigen konsentrasi tinggi dengan masker sebagai tindakan pertama

yang dapat dilakukan. Monitoring gejala serta produksi kencing yang

akurat dengan kateterisasi urin serta oksigenasi jaringan dilakukan di

ruangan khusus. Base excess menunjukkan perfusi jaringan, semakin

rendah menunjukkan adanya asidosis laktat akibat metabolisme anerob

dan merupakan prognosa yang buruk. Koreksi hipoperfusi memperbaiki

asidosis, pemberian bikarbonat hanya diberikan pada kasus yang

refrakter.

Pemberian loop diuretik intravena seperti furosemid akan

menyebabkan venodilatasi yang akan memperbaiki gejala walaupun

belum ada diuresis. Loop diuretik juga meningkatkan produksi

prostaglandin vasdilator renal. Efek ini dihambat oleh prostaglandin

inhibitor seperti obat antiflamasi nonsteroid, sehingga harus dihindari

bila memungkinkan.

Opioid parenteral seperti morfin atau diamorfin penting dalam

penatalaksanaan gagal jantung akut berat karena dapat menurunkan

kecemasan, nyeri dan stress, serta menurunkan kebutuhan oksigen.

Opiat juga menurunkan preload dan tekanan pengisian ventrikel serta

udem paru. Dosis pemberian 2 – 3 mg intravena dan dapat diulang

sesuai kebutuhan.

Page 25: BAB II chf ira

Pemberian nitrat (sublingual, buccal dan intravenus) mengurangi

preload serta tekanan pengisian ventrikel dan berguna untuk pasien

dengan angina serta gagal jantung. Pada dosis rendah bertindak

sebagai vasodilator vena dan pada dosis yang lebih tinggi

menyebabkan vasodilatasi arteri termasuk arteri koroner. Sehingga

dosis pemberian harus adekuat sehingga terjadi keseimbangan antara

dilatasi vena dan arteri tanpa mengganggu perfusi jaringan.

Kekurangannya adalah teleransi terutama pada pemberian intravena

dosis tinggi, sehingga pemberiannya hanya 16 – 24 jam.

Sodium nitropusside dapat digunakan sebagai vasodilator yang

diberikan pada gagal jantung refrakter, diberikan pada pasien gagal

jantung yang disertai krisis hipertensi. Pemberian nitropusside dihindari

pada gagal ginjal berat dan gangguan fungsi hati. Dosis 0,3 – 0,5

μg/kg/menit.

Nesiritide adalah peptide natriuretik yang merupakan vasodilator.

Nesiritide adalah BNP rekombinan yang identik dengan yang dihasilkan

ventrikel. Pemberiannya akan memperbaiki hemodinamik dan

neurohormonal, dapat menurunkan aktivitas susunan saraf simpatis

dan menurunkan kadar epinefrin, aldosteron dan endotelin di plasma.

Pemberian intravena menurunkan tekanan pengisian ventrikel tanpa

meningkatkan laju jantung, meningkatkan stroke volume karena

berkurangnya afterload. Dosis pemberiannya adalah bolus 2 μg/kg

dalam 1 menit dilanjutkan dengan infus 0,01 μg/kg/menit.

Page 26: BAB II chf ira

Pemberian inotropik dan inodilator ditujukan pada gagal jantung

akut yang disertai hipotensi dan hipoperfusi perifer. Obat inotropik dan /

atau vasodilator digunakan pada penderita gagal jantung akut dengan

tekanan darah 85 – 100 mmHg. Jika tekanan sistolik < 85 mmHg maka

inotropik dan/atau vasopressor merupakan pilihan. Peningkatan

tekanan darah yang berlebihan akan dapat meningkatkan afterload.

Tekanan darah dianggap cukup memenuhi perfusi jaringan bila tekanan

arteri rata - rata > 65 mmHg.

Pemberian dopamin 2 μg/kg/mnt menyebabkan vasodilatasi

pembuluh darah splanknik dan ginjal. Pada dosis 2 – 5 μg/kg/mnt akan

merangsang reseptor adrenergik beta sehingga terjadi peningkatan laju

dan curah jantung. Pada pemberian 5 – 15 μg/kg/menit akan

merangsang reseptor adrenergik alfa dan beta yang akan

meningkatkan laju jantung serta vasokonstriksi. Pemberian dopamin

akan merangsang reseptor adrenergik 1 dan 2, menyebabkan

berkurangnya tahanan vaskular sistemik (vasodilatasi) dan

meningkatnya kontrkatilitas. Dosis umumnya 2 – 3 μg/kg/mnt, untuk

meningkatkan curah jantung diperlukan dosis 2,5 – 15 μg/kg/mnt.

Pada pasien yang telah mendapat terapi penyekat beta, dosis yang

dibutuhkan lebih tinggi yaitu 15 – 20 μg/kg/mnt.

Phospodiesterase inhibitor menghambat penguraian cyclic-AMP

menjadi AMP sehingga terjadi efek vasodilatasi perifer dan inotropik

jantung. Yang sering digunakan dalam klinik adalah milrinone dan

Page 27: BAB II chf ira

enoximone. Biasanya digunakan untuk terapi penderia gagal jantung

akut dengan hipotensi yang telah mendapat terapi penyekat beta yang

memerlukan inotropik positif. Dosis milrinone intravena 25 μg/kg bolus

10 – 20 menit kemudian infus 0,375 – 075 μg/kg/mnt. Dosis enoximone

0,25 – 0,75 μg/kg bolus kemudian 1,25 – 7,5 μg/kg/mnt.

Pemberian vasopressor ditujukan pada penderita gagal jantung

akut yang disertai syok kardiogenik dengan tekanan darah < 70 mmHg.

Penderita dengan syok kardiogenik biasanya dengan tekanan darah <

90 mmHg atau terjadi penurunan tekanan darah sistolik 30 mmHg

selama 30 menit. Obat yang biasa digunakan adalah epinefrin dan

norepinefrin. Epinefrin diberikan infus kontinyu dengan dosis 0,05 – 0,5

μg/kg/mnt. Norepinefrin diberikan dengan dosis 0,2 – 1 μg/kg/mnt.

Penanganan yang lain adalah terapi penyakit penyerta yang

menyebabkan terjadinya gagal jantung akut de novo atau

dekompensasi. Yang tersering adalah penyakit jantung koroner dan

sindrom koroner akut. Bila penderita datang dengan hipertensi

emergensi pengobatan bertujuan untuk menurunkan preload dan

afterload. Tekanan darah diturunkan dengan menggunakan obat seperti

loop diuretik intravena, nitrat atau nitroprusside intravena maupun

natagonis kalsium intravena (nicardipine). Loop diuretik diberkan pada

penderita dengan tanda kelebihan cairan. Terapi nitrat untuk

menurunkan preload dan afterload, meningkatkan aliran darah koroner.

Nicardipine diberikan pada penderita dengan disfungsi diastolik dengan

Page 28: BAB II chf ira

afterload tinggi. Penderita dengan gagal ginjal diterapi sesuai penyakit

dasar. Aritmia jantung harus diterapi.

Penanganan invasif yang dapat dikerjakan adalah Pompa balon

intra aorta, pemasangan pacu jantung, implantable cardioverter

defibrilator, ventricular assist device. Pompa balon intra aorta ditujukan

pada penderita gagal jantung berat atau syok kardiogenik yang tidak

memberikan respon terhadap pengobatan, disertai regurgitasi mitral

atau ruptur septum interventrikel. Pemasangan pacu jantung bertujuan

untuk mempertahankan laju jantung dan mempertahankan sinkronisasi

atrium dan ventrikel, diindikasikan pada penderita dengan bradikardia

yang simtomatik dan blok atrioventrikular derajat tinggi. Implantable

cardioverter device bertujuan untuk mengatasi fibrilasi ventrikel dan

takikardia ventrikel. Vascular Assist Device merupakan pompa mekanis

yang mengantikan sebagian fungsi ventrikel, indikasi pada penderita

dengan syok kardiogenik yang tidak respon terhadap terapi terutama

inotropik.