bab ii

8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA Kebanyakan monosakarida memiliki empat, lima, atau enam karbon. Banyak monosakarida di alam mempunyai empat, lima, atau enam karbon. D-triosa ialah tetrosa alami yang mengandung empat karbon, fungsi aldehida menggolongkan treosa sebagai aldotetrosa. Dua karbon pada treosa, yaitu karbon-2 dan karbon-3, memiliki empat gugus berbeda, jadi treosa mempunyai dua karbon asimetri. Proyeksi fisher dari setiap isomer mempunyai dua gugus –OH pada kedua pusat asimetrinya, satu di sebelah kiri dan satu di kanan. Struktur D dan L-treosa seperti suatu benda dengan bayangan cerminnya. Tetapi, karena ada dua karbon asimetri dalam molekul gula berkarbon empat, masih ada sepasang stereoisomer dapat dibentuk, yaitu stereoisomer D dan L-eritrosa (Wilbraham dan Matta, 1992). D-arabinosa dan D-xilosa adalah gula berkarbon lima yang dijumpai dalam tumbuhan. Kedua gula ini selalu berikatan dengan sesamanya untuk membentuk semacam polimer dengan sejumlah unit ulangan. D-arabinosa kadang-

Upload: asriandy-ramadhan

Post on 07-Apr-2016

6 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

bab 2

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Kebanyakan monosakarida memiliki empat, lima, atau enam karbon. Banyak

monosakarida di alam mempunyai empat, lima, atau enam karbon. D-triosa ialah

tetrosa alami yang mengandung empat karbon, fungsi aldehida menggolongkan treosa

sebagai aldotetrosa. Dua karbon pada treosa, yaitu karbon-2 dan karbon-3, memiliki

empat gugus berbeda, jadi treosa mempunyai dua karbon asimetri. Proyeksi fisher

dari setiap isomer mempunyai dua gugus –OH pada kedua pusat asimetrinya, satu di

sebelah kiri dan satu di kanan. Struktur D dan L-treosa seperti suatu benda dengan

bayangan cerminnya. Tetapi, karena ada dua karbon asimetri dalam molekul gula

berkarbon empat, masih ada sepasang stereoisomer dapat dibentuk, yaitu

stereoisomer D dan L-eritrosa (Wilbraham dan Matta, 1992).

D-arabinosa dan D-xilosa adalah gula berkarbon lima yang dijumpai dalam

tumbuhan. Kedua gula ini selalu berikatan dengan sesamanya untuk membentuk

semacam polimer dengan sejumlah unit ulangan. D-arabinosa kadang-kadang disebut

juga dengan gula pektin. Pektin adalah polisakarida yang tersusun dari gula ini,

membentuk gel yang berguna dalam pembuatan agar-agar. Karena berasal dari kayu,

D-xilosa kadang-kadang dinamakan gula kayu. Sejauh ini, aldopentosa yang paling

penting ialah D-ribosa dan D-2-deoksiribosa, yaitu senyawa berhubungan yang

kekurangan gugus –OH pada karbon 2. Kedua gula ini adalah bagian terpadu dari

bahan yang diwariskan, yaitu asam ribonukleat (RNA) dan asam deoksiribonukleat

(DNA) (Wilbraham dan Matta, 1992).

Gula alam kebanyakan heksosa, tetapi gula dengan jumlah karbon yang

berlainan terdapat juga dalam banyak produk. Ada juga gula dengan gugus fungsi

Page 2: BAB II

atau penyulih yang berbeda, hal ini mengakibatkan adanya senyawa gula yang

beragam seperti aldosa, ketosa, gula amino, gula deoksi, asam gula, alkohol gula,

gula asetilasi atau metilasi, dan gula anhidro (Deman, 1997).

Gula aldehida berkarbon enam, atau aldoheksosa teridiri dari empat atom

asimetri. Bentuk D dari glukosa memainkan peranan pokok dalam gizi semua spesies,

termasuk manusia. D-glukosa melimpah dalam tumbuhan dan hewan, bergantung

pada sumbernya dapat dinamakan gula anggur, gula jagung, dan gula darah. Air seni

mengandung sedikit D-glukosa, tetapi konsentrasinya sangat tinggi pada penderita

diabetes melitus. Larutan D-glukosa memutar cahaya terkutub bidang ke kanan,

karena itu D-glukosa juga dikenal sebagai dekstrosa. D-manosa dan D-galaktosa di

alam selalu dijumpai berbentuk polisakarida, tidak pernah dalam bentuk bebas.

D-manosa adalah komponen utama polimer bernamam manan, yang dijumpai dalam

beberapa tanaman. D-fruktosa dan D-glukosa berbeda strukturnya hanya pada pada

karbon 1 dan 2. Laktosa atau gula susu, menyusun 5 % dari susu sapi dan 7 % dari

susu ibu. Laktosa murni diperoleh dari whey (beningan sebagai hasil ikutan produksi

keju). Laktosa tersusun dari satu molekul D-galaktosa dan satu D-glukosa. Ikatan

glukosida diantara gula melibatkan karbon anomerik dari galaktosa, karena itu laktosa

berupa galaktosida, bukan glukosida. Ikatan glikosida di antara bagian D-galaktosa

dan D-glukosa dari laktosa dapat putus oleh enzim laktase. Kekurangan laktase

dijumpai pada bayi keturunan bangsa Arab, bangsa timur, dan Afrika. Orang Eropa

secara statistik paling tidak mengalami kekurangan. Penderita kekurangan laktase bila

mencerna laktosa akan mengalami kejang perut, pembentukan gas perut, dan mencret.

Mengganti susu ibu dengan susu sapi dapat mengatasi gejala ini. Kekurangan laktase

biasanya lebih mempengaruhi orang dewasa dibanding anak-anak karena produksi

laktase menurun dengan bertambahnya usia (Wilbraham dan Matta, 1992).

Page 3: BAB II

Gula pereduksi memberikan uji positif dengan pereaksi Benedict dan

Tollens. Gula non pereduksi adalah yang tidak memberikan uji positif. Uji positif

diperoleh jika gula yang bentuk hemisetal dan hemiketalnya berada dalam

kesetimbangan dengan bentuk terbukanya (Wilbraham dan Matta, 1992).

Sifat mereduksi dari karbohidrat disebabkan oleh adanya gugus aldehida

atau gugus keton bebas atau karena mempunyai gugus –OH (hidroksil) bebas yang

reaktif. Pada molekul glukosa (aldosa), gugus pereduksi terletak pada atom C nomor

1, sedangkan pada fruktosa (ketosa) terletak pada atom nomor 2. Molekul sukrosa

(disakarida) dan poisakarida (amilum, glikogen, dekstrin, dan selulosa) tidak

mempunyai sifat mereduksi karena tidak mempunyai gugus pereduksi. Gugu-gugus

ini sudah saling terikat, sehingga sifat mereduksinya hilang. Sifat sebagai reduktor

atau kemampuan mereduksi dari karbohidrat akan mengubah ion-ion logam, misalnya

ion Cu2+ dari bahan pereaksi menjadi Cu+ yang mengendap sebagai Cu2O berwarna

merah bata. Penentuan kadar gula reduksi dalam suatu contoh karbohidrat dapat

dilakukan dengan beberapa cara, diantaranya dengan titrasi metode Luff Schoorl dan

cara spektrofotometri metode Nelson-Somogyi (Yazid, 1992).

Sebuah spektrofotometer adalah suatu instrumen untuk mengukur

transmitans atau absorbans suatu sampel sebagai fungsi panjang gelombang,

pengukuran terhadap sederetan sampel pada suatu panjang gelombang tunggal dapat

pula dilakukan. Instrumen semacam itu dapat dikelompokkan secara manual atau

merekam atau sebagainya, berkas tunggal atau berkas rangkap. Dalam praktik,

instrumen berkas tunggal biasanya dijalankan secara manual, dan instrumen berkas

rangkap umumnya mencirikan perekaman automatik terhadap spektra absorpsi

(Day dan Underwood, 2002).

Page 4: BAB II

Berdasarkan pada penelitian sebelumnya bahwa, penentuan gula pereduksi

selama ini dilakukan dengan metode pengukuran konvensional seperti metode

osmometri, polarimetri, dan refraktometri maupun berdasarkan reaksi gugus

fungsional dari senyawa sakarida tersebut (seperti metode Luff-Schorl, Seliwanoff,

Nelson-Somogyi dan lainlain). Hasil analisisnya adalah kadar gula pereduksi total

dan tidak dapat menentukan gula pereduksi secara individual. Untuk menganalisis

kadar masing-masing dari gula pereduksi penyusun madu dapat dilakukan dengan

menggunakan metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT). Metode ini

mempunyai beberapa keuntungan antara lain dapat digunakan pada senyawa dengan

bobot molekul besar dan dapat dipakai untuk senyawa yang tidak tahan panas

(Ratnayani dkk, 2008).

Page 5: BAB II

DAFTAR PUSTAKA

Day, R. A., dan Underwood, A.L., 2002, Analisis Kimia Kuantitaif Edisi Keenam, Erlangga, Jakarta.

Deman, J. M., 1997, Kimia Makanan Edisi Kedua, Penerbit ITB, Bandung.

Ratnayani, K., Adhi S. N. M. A. D., dan Gitadewi, I. G. A. M. A. S., 2008, Penentuan Kadar Glukosa Dan Fruktosa Pada Madu Randu Dan Madu Kelengkeng Dengan Metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi, Jurnal Kimia, 2 (2): 77-86.

Wilbraham, A.C., dan Matta, M.S., 1992, Pengantar Kimia Organik dan Hayati, Penerbit ITB, Bandung.

Yazid, E., dan Nursanti, L., 1992, Penuntun Praktikum Biokimia Untuk Mahasiswa Analis, Penerbit Andi, Yogyakarta.