bab ii

Upload: madesriwahyuni

Post on 06-Mar-2016

3 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

BHD

TRANSCRIPT

BAB IPENDAHULUAN

1.1 Latar BelakangDewasa ini kejadian serangan jantung maupun kecalakan sangat meningkat khususnya dinegara berkembang seperti Indonesia. Berdasarkan Survai Kesehatan Rumah Sakit (SKRT) serangan jantung (heart attack) merupakan urutan kedua yang menyebabkan kematian dan kecelakaan merupakan urutan yang ketiga penyebab kematian di Indonesia. Basic Life Support (BLS) atau dalam bahasa Indonesia dikenal sebagai Bantuan Hidup Dasar (BHD) merupakan usaha yang dilakukan untuk mempertahankan kehidupan pada saat pasien atau korban mengalami keadaan yang mengancam jiwa. Di luar negeri BLS/BHD ini sebenarnya sudah banyak diajarkan pada orang-orang awam atau orang-orang awam khusus, namun sepertinya hal ini masih sangat jarang diketahui oleh masyarakat Indonesia.Basic Life Support merupakan usaha untuk mempertahankan kehidupan saat penderita mengalami keadaan yang mengancam nyawa dan atau alat gerak. Pada kondisi napas dan denyut jantung berhenti maka sirkulasi darah dan transportasi oksigen berhenti, sehingga dalam waktu singkat organ-organ tubuh terutama organ fital akan mengalami kekurangan oksigen yang berakibat fatal bagi korban dan mengalami kerusakan.Organ yang paling cepat mengalami kerusakan adalah otak, karena otak hanya akan mampu bertahan jika ada asupan gula/glukosa dan oksigen. Jika dalam waktu lebih dari 10 menit otak tidak mendapat asupan oksigen dan glukosa maka otak akan mengalami kematian secara permanen. Kematian otak berarti pula kematian si korban. Oleh karena itu GOLDEN PERIOD (waktu emas) pada korban yang mengalami henti napas dan henti jantung adalah dibawah 10 menit.Artinya dalam watu kurang dari 10 menit penderita yang mengalami henti napas dan henti jantung harus sudah mulai mendapatkan pertolongan.Jika tidak, maka harapan hidup si korban sangat kecil.Adapun pertolongan yang harus dilakukan pada penderita yang mengalami henti napas dan henti jantung adalah dengan melakukan resusitasi jantung paru (RJP).Resusitasi jantung paru (RJP) merupakan usaha yang dilakukan untuk mengembalikan fungsi pernafasan dan atau sirkulasi pada henti nafas (respiratory arrest) dan atau henti jantung (cardiac arrest). Resusitasi jantung paru otak dibagi dalam tiga fase :bantuan hidup dasar, bantuan hidup lanjut, bantuan hidup jangka lama. Namun pada pembahasan kali ini lebih difokuskan pada Bantuan Hidup Dasar.

1.2 Rumusan Masalah1. Apakah pengertian BHD?2. Apakah tujuan pemberian BHD?3. Apakah indikasi diberikannya BHD?4. Bagaimana konsep BHD menurut AHA 2010?

1.3 Tujuan Penulisan1. Tujuan UmumMakalah ini disusun agar mahasiswa mengetahui dan memahami tentang Bantuan Hidup Dasar.2. Tujuan Khusus1) Memahami pengertian dari Bantuan Hidup Dasar (BHD).2) Mengetahui indikasi dari Bantuan Hidup Dasar (BHD).3) Mengetahui tujuan dari Bantuan Hidup Dasar (BHD).4) Memahami Konsep Bantuan Hidup Dasar (BHD) Menurut AHA Tahun 2010.

1.4 Sistematika PenulisanBAB I PendahuluanBAB II PembahasanBAB III Penutup

BAB IIPEMBAHASAN

2.1Definisi Bantuan Hidup Dasar (Basic Life Support)Bantuan hidup dasar (Basuc life support) adalah usaha yang dilakukan untuk menjaga jalan napas (airway) tetap terbuka, menunjang pernapasan dan sirkulasi dan tanpa menggunakan alat-alat bantu (Soerianata, 1996).Istilah basuc life support mengacu pada mempertahankan jalan nafas dan sirkulasi. Basuc life support ini terdiri dari beberapa elemen: penyelamatan pernapasan (juga dikenal dengan pernapasan dari mulut ke mulut) dan kompresi dada eksternal. Jika semua digabungkan maka digunakan istilah Resusitasi Jantung Paru (RJP) (Handley, 1997). Bantuan hidup dasar adalah tindakan darurat untuk membebaskan jalan napas, membantu pernapasan dan mempertahankan sirkulasi darah tanpa menggunakan alat bantu (Alkatiri, 2007).Usaha yang dilakukan untuk mempertahankan hidup pada saat penderita mengalami keadaan yang mengancam nyawa dan bila bantuan hidup ini tanpa memakai cairan intra vena, obat, maupun kejut listrik maka dikenal sebagai Bantuan Hidup Dasar (Basic Life Support) (Berg, 2010).

2.2Tujuan Bantuan Hidup DasarTindakan Basic life support (BLS) memiliki berbagai macam tujuan, diantaranya yaitu :1. Mempertahankan dan mengembalikan fungsi oksigenasi organ organ vital (otak, jantung dan paru).2. Mempertahankan hidup dan mencegah kematian.3. Mencegah komplikasi yang bisa timbul akibat kecelakaan.4. Mencegah tindakan yang dapat membahayakan korban.5. Melindungi orang yang tidak sadar.6. Mencegah berhentinya sirkulasi atau berhentinya respirasi.7. Memberikan bantuan eksternal terhadap sirkulasi dan ventilasi dari korban yang mengalami henti jantung atau henti napas melalui Resusitasi Jantung Paru (RJP).

2.3Indikasi Bantuan Hidup DasarTindakan Resusitasi Jantung Paru (RJP) yang terkandung didalam bantuan hidup dasar sangat penting terutama pada pasien dengan cardiac arrest karena fibrilasi ventrikel yang terjadi di luar rumah sakit, pasien di rumah sakit dengan fibrilasi ventrikel primer dan penyakit jantung iskemi, pasien dengan hipotermi, overdosis, obstruksi jalan napas atau primary respiratory arrest. (Alkatri dkk., 2007).1. Henti nafas (respiratory arrest)Henti napas ditandai dengan tidak adanya gerakan dada dan aliran udara pernapasan dari korban / pasien. Henti napas merupakan kasus yang harus dilakukan tindakan Bantuan Hidup Dasar. Henti napas dapat terjadi pada keadaan :a. Tenggelam.b. Stroke.c. Obstruksi jalan napas.d. Epiglotitis.e. Overdosis obat-obatan.f. Tersengat listrik.g. Infark miokard.h. Tersambar petir.i. Koma akibat berbagai macam kasus.Pada awal henti napas oksigen masih dapat masuk ke dalam darah untuk beberapa menit dan jantung masih dapat mensirkulasikan darah ke otak dan organ vital lainnya, jika pada keadaan ini diberikan bantuan napas akan sangat bermanfaat agar korban dapat tetap hidup dan mencegah henti jantung.

2. Henti jantung (cardiac arrest)Pada saat terjadi henti jantung secara langsung akan terjadi henti sirkulasi. Henti sirkulasi ini akan dengan cepat menyebabkan otak dan organ vital kekurangan oksigen. Pernapasan yang terganggu (tersengal-sengal) merupakan tanda awal akan terjadinya henti jantung.Penyebab henti jantung adalah :a. Cardiac1) Penyakit Jantung Koroner2) Aritmia3) Kelainan Katup Jantung4) Tamponade jantung5) Pecahnya Aorta b. Extra Cardiac1) Sumbatan Jalan Nafas2) Gagal nafas 3) Gangguan Elektrolit4) Syok5) Overdosis Obat6) Keracunan

2.4 Konsep BHD Menurut The American Heart Association (AHA) 2010Tanggal 18 oktober 2010 lalu AHA (American Hearth Association) mengumumkan perubahan prosedur CPR (Cardio Pulmonary Resuscitation) atau dalam bahasa Indonesia disebut RJP (Resusitasi Jantung Paru) yang berbeda dari prosedur sebelumnya yang sudah dipakai dalam 40 tahun terakhir. Perubahan tersebut ada dalam sistematikanya, yaitu sebelumnya menggunakan A-B-C (Airway-Breathing-Circulation) sekarang menjadi C-A-B (Circulation Airway Breathing).Namun perubahan yang ditetapkan AHA tersebut hanya berlaku pada orang dewasa, anak, dan bayi.Perubahan tersebut tidak berlaku pada neonatus.Perubahan tersebut menurut AHA adalah mendahulukan pemberian kompresi dada dari pada membuka jalan napas dan memberikan napas buatan pada penderita henti jantung.Hal ini didasarkan pada pertimbangan bahwa teknik kompresi dada lebih diperlukan untuk mensirkulasikan sesegera mungkin oksigen keseluruh tubuh terutama organ-organ vital seperti otak, paru, jantung dan lain-lain.Menurut penelitian AHA, beberapa menit setelah penderita mengalami henti jantung masih terdapat oksigen pada paru-paru dan sirkulasi darah. Oleh karena itu memulai kompresi dada lebih dahulu diharapkan akan memompa darah yang mengandung oksigen ke otak dan jantung sesegera mungkin. Kompresi dada dilakukan pada tahap awal selama 30 detik sebelum melakukan pembukaan jalan napas (Airway) dan pemberian napar buatan (bretahing) seperti prosedur yang lama.AHA selalu mengadakan review guidelines CPR setiap 5 tahun sekali. Perubahan dan review terakhir dilakukan pada tahun 2005 dimana terjadi perubahan perbandingan kompresi dari 15 : 2 menjadi 30 : 2.Dengan perubahan ini AHA merekomendasikan agar segera mensosialisasikan perubahan ini kepada petugas medis, instruktur pelatihan, petugas p3k dan masayarakat umum.Setelah mengevaluasi berbagai penelitian yang telah dipublikasi selama lima tahun terakhir AHA mengeluarkan Panduan RJP 2010. Fokus utama RJP 2010 ini adalah kualitas kompresi dada.Berikut ini adalah beberapa perbedaan antara Panduan RJP 2005 dengan RJP 2010.1) Bukan Lagi ABC, Melainkan CABa) AHA 2010 (new)A change in the 2010 AHA Guidelines for CPR and ECC is to reccomend the initiation of chest compression before ventilation.b) AHA 2005 (old)The sequence of adult CPR began with opening of the airway, checking for normal breathing, and then delivering 2 rescue breaths followed by cycles of 30 chest compressions and 2 breaths.Sebelumnya dalam pedoman pertolongan pertama, kita mengenal ABC : Airway, Breathing, Circulation (Chest Compression) yaitu buka jalan nafas, bantuan pernafasan, dan kompresi dada. Pada saat ini, prioritas utama adalah Circulation baru setelah itu tatalaksana difokuskan pada Airway dan selanjutnya Breathing. Satu-satunya pengecualian adalah hanya untuk bayi baru lahir (neonatus), karena penyebab tersering pada bayi baru lahir yang tidak sadarkan diri dan tidak bernafas adalah karena masalah jalan nafas (asfiksia). Sedangkan untuk yang lainnya, termasuk RJP pada bayi, anak, ataupun orang dewasa biasanya adalah masalah Circulation kecuali bila kita menyaksikan sendiri korban tidak sadarkan diri karena masalah selain Circulation harus menerima kompresi dada sebelum kitaberpikir memberikan bantuan jalan nafas.2) Tidak Ada Lagi Look, Listen, And Feela) AHA 2010 (new)Look, listen, and feel for breathing was removed from the sequence for assessment of breathing after opening the airway. The healthcare provider briefly checks for breathing when checking responsiveness to detect signs of cardiac arrest. After delivery of 30 compressions, the home rescuer opens the victims airway and delivers 2 breaths.b) AHA 2005 (old)Look, listen, and feel for breathing was used to assess breathing after the airway was opened.Kunci utama menyelamatkan seseorang dengan henti jantung adalah Bertindak bukan Menilai.Telepon ambulan segera saat kita melihat korban tidak sadar dan tidak bernafas dengan baik (gasping). Percayalah pada nyali Anda. Jika Anda mencoba menilai korban bernapas atau tidak dengan mendekatkan pipi Anda pada mulut korban, itu boleh-boleh saja. Tapi tetap saja sang korban tidak bernafas dan tindakan look listen and feel ini hanya akan menghabiskan waktu.3) Tidak Ada Lagi Resque Breatha) AHA 2010 (new)Beginning CPR with 30 compressions rather than 2 ventilations leads to a shorter delay to first compressionResque breath adalah tindakan pemberian napas buatan sebanyak dua kali setelah kita mengetahui bahwa korban henti napas (setelah Look, Listen, and Feel). Pada AHA 2010, hal ini sudah dihilangkan karena terbukti menyita waktu yang cukup banyak sehingga terjadi penundaan pemberian kompresi dada.4) Kompresi Dada Lebih Dalam Lagia) AHA 2010 (new)The adult sternum should be depressed at least 2 inches (5 cm)b) AHA 2005 (old)The adult sternum should be depressed 11/2 to 2 inches (approximately 4 to 5 cm).Pada pedoman RJP sebelumnya, kedalaman kompresi dada adalah 1 2 inchi (45 cm), namun sekarang AHA merekomendasikan untuk melakukan kompresi dada dengan kedalaman minimal 2 inchi (5 cm).5) Kompresi Dada Lebih Cepat Lagia) AHA 2010 (new)It is reasonable for lay rescuers and healthcare providers to perform chest compressions at a rate of at least 100x/min.b) AHA 2005 (old)Compress at a rate of about 100x/min.AHA mengganti redaksi kalimat disini sebelumnya tertulis: tekan dada sekitar 100 kompresi/ menit. Sekarang AHA merekomendasikan kita untuk kompresi dada minimal 100 kompresi/ menit. Pada kecepatan ini, 30 kompresi membutuhkan waktu 18 detik.6) Hands Only CPRa) AHA 2010 (new)Hands-Only (compression-only) bystander CPR substantially improves survival following adult out-of-hospital cardiac arrests compared with no bystander CPR.AHA mendorong RJP seperti ini pada tahun 2008. Dan pada pedoman tahun 2010 pun AHA masuh menginginkan agar penolong yang tidak terlatih melakukan Hands Only CPR pada korban dewasa yang pingsan di depan mereka. Pertanyaan terbesar adalah: apa yang harus dilakukan penolong tidak terlatih pada korban yang tidak pingsan di depan mereka dan korban yang bukan dewasa? AHA memang tidak memberikan jawaban tentang hal ini, namun ada saran sederhana disini: berikan Hands Only CPR, karena berbuat sesuatu lebih baik daripada tidak berbuat sama sekali.7) Pengaktivasian Emergency Response System (ERS)a) AHA 2010 (new)Check for response while looking at the patient to determine if breathing is absent or not normal. Suspect cardiac arrest if victim is not breathing or only gasping.b) AHA 2005 (old)Activated the emergency response system after finding an unresponsive victim, then returned to the victim and opened the airway and checked for breathing or abnormal breathing.Pada pedoman AHA yang baru, pengaktivasian ERS seperti meminta pertolongan orang di sekitar, menelepon ambulans, ataupun menyuruh orang untuk memanggil bantuan tetap menjadi prioritas, akan tetapi sebelumnya telah dilakukan pemeriksaan kesadaran dan ada tidaknya henti nafas (terlihat tidak ada nafas/ gasping) secara simultan dan cepat.8) Jangan Berhenti Kompresi Dadaa) AHA 2010 (new)The preponderance of efficacy data suggests that limiting the frequency and duration of interruptions in chest compressions may improve clinically meaningful outcomes in cardiac arrest patients.Setiap penghentian kompresi dada berarti menghentikan aliran darah ke otak yang mengakibatkan kematian jaringan otak jika aliran darah berhenti terlalu lama.Membutuhkan beberapa kompresi dada untuk mengalurkan darah kembali. AHA menghendaki kita untuk terus melakukan kompresi selama kita bisa atau sampai alat defibrilator otomatis datang dan siap untuk menilai keadaan jantung korban. Jika sudah tiba waktunya untuk pernapasan dari mulut ke mulut, lakukan segera dan segera kembali melakukan kompresi dada. Prinsip Push Hard, Push Fast, Allow complete chest recoil, and Minimize Interruption masih ditekankan disini. Ditambahkan dengan Avoiding excessive ventilation.9) Tidak Dianjurkan Lagi Cricoid Pressurea) AHA 2010 (new)The routine use of cicoid pressure in cardiac arrest is not recommended.b) AHA 2005 (old)Cricoid pressure should be used only if the victim is deeply unconscious, and it usually requires a third rescuer not involved in rescue breaths or compressions.Cricoid pressure dapat menghambat atau mencegah pemasangan jalan nafas yang lebih adekuat dan ternyata aspirasi tetap dapat terjadi walaupun sudah dilakukan cricoid pressure. Cricoid pressure merupakan suatu metode penekanan tulang rawan krikoid yang dilakukan pada korban dengan tingkat kesadaran sangat rendah, hal ini pada pedoman AHA 2005 diyakini dapat mencegah terjadinya aspirasi dan hanya boleh dilakukan bila terdapat penolong ketiga yang tidak terlibat dalam pemberian nafas buatan ataupun kompresi dada.10) Pemberian Precordial Thumpa) AHA 2010 (new)The precordial thump should not be used for unwitnessed out-of-hospital cardiac arrest. The precordial thump may be considered for patients with witnessed, monitored, unstable VT (including pulseless VT) if a defibrillator is not immediately ready for use, but it should not delay CPR and shock delivery.b) AHA 2005 (old)No recommendation was provided previously.Pada beberapa kasus dilaporkan bahwa precordial thump dapat mengembalikan irama ventricular tachyarrhytmias ke irama sinus. Akan tetapi pada sejumlah besar kasus lainnya, precordial thump tidak berhasil mengembalikan korban dengan ventricular fibrillation ke irama sinus atau kondisi Return of Spontaneous Circulation (ROSC). Kemudian terdapat banyak laporan yang menyebutkan terjadinya komplikasi akibat pemberian precordial thump seperti fraktur sternum, osteomyelitis, stroke, dan bahkan bisa mencetuskan aritmia yang ganas pada korban dewasa dan anak-anak. Pemberian precordial thump boleh dipertimbangkan untuk dilakukan pada pasien dengan VT yang disaksikan, termonitor, tidak stabil, dan bila defibrilator tidak dapat disediakan dengan segera. Dan yang paling penting adalah precordial thump tidak boleh menunda pemberian RJP atau defibrilasi.Alasan untuk perubahan sistem ABC menjadi CAB adalah :1) Henti jantung terjadi sebagian besar pada dewasa. Angka keberhasilan kelangsungan hidup tertinggi dari pasien segala umur yang dilaporkan adalah henti jantung dan ritme Ventricular Fibrilation (VF) atau pulseless Ventrivular Tachycardia (VT). Pada pasien tersebut elemen RJP yang paling penting adalah kompresi dada (chest compression) dan defibrilasi otomatis segera (early defibrillation).2) Pada langkah A-B-C yang terdahulu kompresi dada seringkali tertunda karena proses pembukaan jalan nafas (airway) untuk memberikan ventilasi mulut ke mulut atau mengambil alat pemisah atau alat pernafasan lainnya. Dengan mengganti langkah menjadi C-A-B maka kompresi dada akan dilakukan lebih awal dan ventilasi hanya sedikit tertunda satu siklus kompresi dada (30 kali kompresi dada secara ideal dilakukan sekitar 18 detik).3) Kurang dari 50% orang yang mengalami henti jantung mendapatkan RJP dari orang sekitarnya. Ada banyak kemungkinan penyebab hal ini namun salah satu yang menjadi alasan adalah dalam algoritma A-B-C, pembebasan jalan nafas dan ventilasi mulut ke mulut dalam Airway adalah prosedur yang kebanyakan ditemukan paling sulit bagi orang awam. Memulai dengan kompresi dada diharapkan dapat menyederhanakan prosedur sehingga semakin banyak korban yang bisa mendapatkan RJP. Untuk orang yang enggan melakukan ventilasi mulut ke mulut setidaknya dapat melakukan kompresi dada.Penggunaan Sistem ABC Saat ini :1. Pada korban tenggelam atau henti nafas maka petugas sebaiknya melakukan RJP konvensional (A-B-C) sebanyak 5 siklus (sekitar 2 menit) sebelum mengaktivasi sistem respon darurat. 2. Pada bayi baru lahir, penyebab arrest kebanyakan adalah pada sistem pernafasan maka RJP sebaiknya dilakukan dengan siklus A-B-C kecuali terdapat penyebab jantung yang diketahui.BLS (basic life support / bantuan hidup dasar) 2010 AHA menekankan empat aspek fundamental meliputi mengenali dengan segera korban yang mengalami henti jantung, segera meminta bantuan gawat darurat, segera dilakukan resusitasi jantung paru (RJP) yang berkualitas tinggi dan segera dilakukan defibrilasi jantung menggunakan AED (Automatic External Defibrilator).

Algoritma BLS 2010

Berikut ini merupakan beberapa uraian penjelasan dari skema alur (Alogaritma) BLS 2010.1. AMANPastikan kondisi aman bagi penolong maupun korban.Resusitasi Jantung Paru (RJP) dilakukan pada permukaan yang keras dan rata.2. CEK RESPONCek respon korban sadar atau tidak. Bisa dengan menepuk dan memanggil korban secara keras misal Pak.. pak..! serta merangsang respon nyeri dengan cubitan di bawah bahu depan korban. Langkah ini dilakukan sambil mengobservasi nafas korban secara visual dengan cara melihat naik-turunya dinding dada. Bila korban tak sadar dan secara visual terlihat nafas lemah atau tidak ada maka lanjutkan langkah berikutnya3. AKTIFKAN SISTEM BANTUAN GAWAT DARURAT

Bertujuan untuk memanggil bantuan petugas kesehatan yang lebih berwenang atau bantuan mengambilkan AED untuk defibrilasi jantung. Bisa dilakukan dengan teriak Tolong atau Tolong ambilkan AED atau menelpon nomor gawat darurat.Salah satu poin penting dalam BLS 2010 ini adalah penggunaan AED untuk defibrilasi jantung, karena penggunaan AED terbukti mampu meningkatkan tingkat keberhasilan BLS.4. RJP BERKUALITAS TINGGI (HIGH QUALITY CPR)Kaji nadi karotis korban (dewasa) dengan cara meletakan dua jari atau lebih di tengah leher kemudian geser ke tepi sambil sedikit ditekan untuk meraba adanya nadi karotis. Pengkajian nadi maksimal 10 detik, bila melebihi waktu tersebut tidak ditemukan maka dianggap nadi tidak ada.

Bila nadi tidak ada maka secepatnya mulai kompresi dada 30 kali (sekitar 18 detik) dengan cara duduk di samping korban, letakan dua telapak tangan saling menumpu di tengah-tengah dada korban (kurang lebih 2 jari diatasprosesus sipoideus),lengan tegak lurus diatas dada korban dan mulai tekan dinding dada dengan kedalaman 5 cm (dewasa) dengan cepat sambil menghitung kompresi dada.Setelah 30 kali kompresi dada dilanjutkan dengan manuferhead-tilt chin-lift(jaw thrustbila dicurigai trauma leher) untuk membuka jalan nafas. Lanjutkan melakukan 2 kali nafas buatan dengan cara menutup/memencet hidung korban kemudian tiupkan udara dari mulut ke mulut sambil melihat pengembangan dinding dada. Setiap nafas buatan setidaknya mampu mengembangkan dinding dada selama 1 detik. Bila ada peralatan resuscitator nafas maka bantuan nafas dilakukan dengan alat tersebut.Salah satu poin perbaikan pada alur BLS 2010 adalah penekanan padahigh-qualityCPR atau RJP berkualitas tinggi yang didefiniskan dengan1. Kompresi dadaminimal 100 kaliper menit2. Kompresi dada kedalamanminimal 5 cm(dewasa)3. Minimal interupsi/ penghentian kompresi dada. Kompresi dada dilakukan terus selama nadi spontan belum ditemukan. Kompresi dada hanya dihentikan saat memberikan bantuan nafas, AED melakukan analisis dan AED melakukan defibrilasi jantung4. Recoil sempurnayaitu dinding dada kembali ke posisi normal secara penuh sebelum kompresi dada berikutnya5. Menghindari bantuan nafas terlalu sering (avoid hiperventilation)30 kali kompresi dada dan 2 kali bantuan nafas disebut 1 siklus RJP/CPR (resusitasi jantung paru / cardiopulmonary resuscitation), 5 siklus RJP dilakukan selama 2 menit. Setelah 5 siklus RJP dilakukan pengkajian nadi karotis, bila belum ditemukan nadi maka dilanjutkan 5 siklus RJP berikutnya, begitu seterusnya.5. DEFIBRILASI DENGAN AED

Seperti yang sudah disebutkan diatas, segera dilakukan defibrilasi jantung dengan AED merupakan salah satu penekanan pada algoritma BLS AHA 2010.Begitu AED datang maka langsung pasang AED dengan mengikuti petunjuk penggunaan AED (panduan AED langsung dengan perintah suara). AED akan menganalisa apakah korban memerlukan defibrilasi jantung atau tidak, bila memerlukan defibrilasi maka AED akan memandu untuk menekan tombol defibrilasi.Begitu defibrilasi jantung selesai lanjutkan dengan 5 siklus RJP berikutnya. Setelah 5 siklus RJP tersebut, gunakan AED untuk menganalisis nadi korban lagi. Begitu seterusnya sampai ada indikasi penghentian RJP yaitu apabila nadi spontan dan nafas korban kembali normal, bantuan tim ALS (Advance Life Support) / ACLS (Advance Cardiac Life Support) datang atau penolong tidak mampu lagi melakukan RJP.

BAB IIIPENUTUP

3.1 SimpulanDari pembahasan diatas, dapat diambil kesimpulan bahwa Bantuan hidup dasar (BHD)/Basic life support (BLS) adalah Usaha yang dilakukan untuk mempertahankan kehidupan pada saat pasien atau korban mengalami keadaan yang mengancam jiwa. BLS/BHD dilakukan pada pasien yang mengalami henti nafas dan henti jantung untuk mempertahankan hidup pasien. Perbedaan BLS antara tahun 2005 dengan 2010 menurut AHA adalah BLS 2005 masih menggunakan ABC dan pada tahun 2010 diperbaharui menjadi BAC. Langkah-langkah BLS dengan menggunakan sistem BAC dimulai dengan mengecek respon pasien dan diakhiri dengan defribilasi.

3.2 SaranSebagai perawat professional sudah pasti dan harus mengerti, memahami dan mampu melaksanakan Bantuan hidup dasar (BHD)/Basic life support (BLS) dengan atau tanpa bantuan orang lain secara cepat dan tepat karena tindakan kegawatdaruratan sangatlah penting dan dapat terjadi dimana saja. Dalam perkembangan Ilmu kesehatan perawat juga tidak boleh buta dengan perkembangan teknik-teknik terbaru dalam proses keperawatan.16