bab ii

17
3 BAB II PEMBAHASAN II.1. Ekosistem Pantai Daerah pantai merupakan daerah perbatasan antara ekosistem laut dan ekosistem darat. Karena hempasan gelombang dan hembusan angin maka pasir dari pantai membentuk gundukan ke arah darat. Setelah gundukan pasir itu biasanya terdapat hutan yang dinamakan hutan pantai. Tumbahan pada hutan pantai cukup beragam. Tumbuhan tersebut bergerombol membentuk unit-unit tertentu sesuai dengan habitatnya. Suatu unit vegetasi yang terbentuk karena habitatnya disebut formasi. Setiap formasi diberi nama sesuai dengan spesies tumbuhan yang paling dominan. Berdasarkan susunan vegetasinya, ekosistem hutan pantai dapat dibedakan menjadi 2, yaitu formasi Pres-Caprae dan formasi Baringtonia. 1. Formasi Pres-Caprae Pada formasi ini, tumbuhan yang dominan adalah Ipomeea pres-caprae, tumbuhan lainnya adalah Vigna, Spinifex littoreus (rumput angin), Canavalia maritime, Euphorbia atoto, Pandanus tectorius (pandan), Crinum asiaticum (bakung), Scaevola frutescens (babakoan).

Upload: mas-fendy-afif

Post on 07-Feb-2016

10 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

BAB II

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II

3

BAB II

PEMBAHASAN

II.1. Ekosistem Pantai

Daerah pantai merupakan daerah perbatasan antara ekosistem laut dan

ekosistem darat. Karena hempasan gelombang dan hembusan angin maka pasir

dari pantai membentuk gundukan ke arah darat. Setelah gundukan pasir itu

biasanya terdapat hutan yang dinamakan hutan pantai.

Tumbahan pada hutan pantai cukup beragam. Tumbuhan tersebut

bergerombol membentuk unit-unit tertentu sesuai dengan habitatnya. Suatu unit

vegetasi yang terbentuk karena habitatnya disebut formasi. Setiap formasi diberi

nama sesuai dengan spesies tumbuhan yang paling dominan.

Berdasarkan susunan vegetasinya, ekosistem hutan pantai dapat dibedakan

menjadi 2, yaitu formasi Pres-Caprae dan formasi Baringtonia.

1. Formasi Pres-Caprae

Pada formasi ini, tumbuhan yang dominan adalah Ipomeea pres-caprae,

tumbuhan lainnya adalah Vigna, Spinifex littoreus (rumput angin),

Canavalia maritime, Euphorbia atoto, Pandanus tectorius (pandan),

Crinum asiaticum (bakung), Scaevola frutescens (babakoan).

Page 2: BAB II

4

2. Formasi Baringtonia

Vegetasi dominan adalah pohon Baringtonia (butun), tumbuhan lainnya

adalah Callophylum inophylum (nyamplung), Erythrina, Hernandia,

Hibiscus tiliaceus (waru laut), Terminalia catapa (ketapang).

Di daerah pasang surut sendiri dapat terbentak hutan, yaitu hutan bakau.

Hutan bakau biasanya sangat sukar ditempuh manusia karena banyaknya akar dan

dasarnya terdiri atas lumpur.

II.2. Ekosistem Laut

Ekosistem air laut luasnya lebih dari 2/3 permukaan bumi ( + 70 % ),

karena luasnya dan potensinya sangat besar, ekosistem laut menjadi perhatian

orang banyak, khususnya yang berkaitan dengan Revolusi Biru.

Ciri-ciri:

1. Memiliki kadar mineral yang tinggi, ion terbanyak ialah Cl`(55%),

namun kadar garam di laut bervariasi, ada yang tinggi (seperti di

daerah tropika) dan ada yang rendah (di laut beriklim dingin).

2. Ekosistem air laut tidak dipengaruhi oleh iklim dan cuaca.

Page 3: BAB II

5

II.2.1. Pembagian Daerah Ekosistem Air Laut

1. Daerah litoral / daerah pasang surut:

Daerah litoral adalah daerah yang langsung berbatasan dengan darat.

Radiasi matahari, variasi temperatur dan salinitas mempunyai pengaruh yang

lebih berarti untuk daerah ini dibandingkan dengan daerah laut lainnya. Biota

yang hidup di daerah ini antara lain: ganggang yang hidup sebagai bentos,

teripang, binatang laut, udang, kepiting, cacing laut.

2. Daerah neritik:

Daerah neritik merupakan daerah laut dangkal, daerah ini masih dapat

ditembus cahaya sampai ke dasar, kedalaman daerah ini dapat mencapai 200 m.

Biota yang hidup di daerah ini adalah plankton, nekton, neston dan bentos.

3. Daerah basial atau daerah remang-remang:

Kedalamannya antara 200 - 2000 m, sudah tidak ada produsen. Hewannya

berupa nekton.

4. Daerah abisal:

Daerah abisal adalah daerah laut yang kedalamannya lebih dari 2000 m.

Daerah ini gelap sepanjang masa, tidak terdapat produsen.

Page 4: BAB II

6

Berdasarkan intensitas cahayanya, ekosistem laut dibedakan menjadi 3 bagian:

1. Daerah fotik: daerah laut yang masIh dapat ditembus cahaya matahari,

kedalaman maksimum 200 m.

2. Daerah twilight: daerah remang-remang, tidak efektif untuk kegiatan

fotosintesis, kedalaman antara 200 - 2000 m.

3. Daerah afotik: daerah yang tidak tembus cahaya matahari, kedalaman

lebih dari 2000 m.

II.2.2. Komunitas di Dalam Ekosistem Air Laut

Menurut fungsinya, komponen biotik ekosistem laut dapat dibedakan

menjadi 4, yaitu:

1. Produsen

Terdiri atas fitoplankton dan ganggang laut lainnya.

2. Konsumen

Terdiri atas berbagai jenis hewan. Hampir semua filum hewan ditemukan

di dalam ekosistem laut.

3. Zooplankton

Terdiri atas bakteri dan hewan-hewan pemakan bangkai atau sampah.

Pada ekosistem laut dalam, yaitu pada daerah batial dan abisal merupakan

daerah gelap sepanjang masa. Di daerah tersebut tidak berlangsung kegiatan

fotosintesis, berarti tidak ada produsen, sehingga yang ditemukan hanya

konsumen dan dekompos saja. Ekosistem laut dalam merupakan suatu ekosistem

yang tidak lengkap.

Page 5: BAB II

7

Adaptasi biota laut terhadap lingkungan yang berkadar garam tinggi :

Pada hewan dan tumbuhan tingkat rendah tekanan osmosisnya kurang

lebih sama dengan tekanan osmosis air laut sehingga tidak terlalu mengalami

kesulitan untuk beradaptasi. Tetapi bagaimanakah dengan hewan tingat tinggi,

seperti ikan yang mempunyai tekanan osmosis jauh lebih rendah daripada tekanan

osmosis air laut. Cara ikan beradaptasi dengan kondisi seperti itu adalah:

a. Banyak minum

b. Air masuk ke jaringan secara osmosis melalui usus

c. Sedikit mengeluarkan urine

d. Pengeluaran air terjadi secara osmosis

e. Garam-garam dikeluarkan secara aktif melalui insang

II.3. Macam-Macam Biologi Pasang Surut

II.3.1. Flora

1. Mangrove

Page 6: BAB II

8

Kata mangrove merupakan perpaduan bahasa Melayu manggi-manggi dan

bahasa Arab el-gurm menjadi mang-gurm, keduanya sama-sama berarti Avicennia

(api-api), pelatinan nama Ibnu Sina, seorang dokter Arab yang banyak

mengidentifikasi manfaat obat tumbuhan mangrove (Jayatissa dkk., 2002; Ng dan

Sivasothi, 2001). Sedang menurut MacNae (1968) kata mangrove merupakan

perpaduan bahasa Portugis mangue(tumbuhan laut) dan bahasa Inggris grove

(semak-belukar), menjadi mangrove yakni semak-belukar yang tumbuh di tepi

laut.

Kata mangrove mempunyai dua arti, pertama sebagai komunitas, yaitu

komunitas atau masyarakat tumbuhan atau hutan yang tahan terhadap kadar

garam/ salinitas (pasang surut air laut); dan kedua sebagai individu spesies

(Macnae, 1968 dalam Supriharyono, 2000). Supaya tidak rancu, Macnae

menggunakan istilah “mangal” apabila berkaitan dengan komunitas hutan dan

“mangrove” untuk individu tumbuhan.

Hutan mangrove oleh masyarakat sering disebut pula dengan hutan bakau

atau hutan payau. Namun menurut Khazali (1998), penyebutan mangrove sebagai

bakau nampaknya kurang tepat karena bakau merupakan salah satu nama

kelompok jenis tumbuhan yang ada di mangrove.

Dalam bahasa Inggris kata mangrove digunakan baik untuk komunitas

tumbuhan yang tumbuh di daerah pasang-surut . Sedangkan dalam bahasa

Portugis kata mangrove digunakan untuk menyatakan individu spesies tumbuhan,

sedangkan kata mangal untuk menyatakan komunitas tumbuhan tersebut. FAO

Page 7: BAB II

9

(1982; 1994), merekomendasikan penggunaan kata mangrove baik untuk individu

spesies tumbuhan maupun komunitas tumbuhan di daerah pasang surut.

Hutan mangrove adalah sebutan untuk sekelompok tumbuhan yang hidup

di daerah pasang surut pantai. Menurut Nybakken (1992), hutan mangrove adalah

sebutan umum yang digunakan untuk menggambarkan suatu varietas komunitas

pantai tropik yang didominasi oleh beberapa spesies pohon-pohon yang khas atau

semak-semak yang mempunyai kemampuan untuk tumbuh dalam perairan asin.

Hutan mangrove meliputi pohon-pohon dan semak yang tergolong ke dalam 8

famili, dan terdiri atas 12 genera tumbuhan berbunga : Avicennie, Sonneratia,

Rhyzophora, Bruguiera, Ceriops, Xylocarpus, Lummitzera, Laguncularia,

Aegiceras, Aegiatilis, Snaeda, dan Conocarpus (Bengen, 2000).

Hutan mangrove dikenal juga dengan istilah tidal forest, coastal woodland,

vloedbosschen, atau juga hutan payau. Kita sering menyebut hutan di pinggir

pantai tersebut sebagai hutan bakau. Sebenarnya, hutan tersebut lebih tepat

dinamakan hutan mangrove. Istilah ‘mangrove’ digunakan sebagai pengganti

istilah bakau untuk menghindarkan kemungkinan salah pengertian dengan hutan

yang terdiri atas pohon bakau Rhizophora spp. Karena bukan hanya pohon bakau

yang tumbuh di sana. Selain bakau, terdapat banyak jenis tumbuhan lain yang

hidup di dalamnya. Suatu uraian ringkas menyangkut jenis klasifikasi hutan

mangrove berdasarkan geomorfologi ditunjukkan sebagai berikut :

Page 8: BAB II

10

1. Overwash mangrove forest

Mangrove merah merupakan jenis yang dominan di pulau ini yang

sering dibanjiri dan dibilas oleh pasang, menghasilkan ekspor bahan

organik dengan tingkat yang tinggi. Tinggi pohon maksimum adalah

sekitar 7 m.

2. Fringe mangrove forest

Mangrove fringe ini ditemukan sepanjang terusan air, digambarkan

sepanjang garis pantai yang tingginya lebih dari rata-rata pasang naik.

Ketinggian mangrove maksimum adalah sekitar 10 m.

3. Riverine mangrove forest

Kelompok ini mungkin adalah hutan yang tinggi letaknya sepanjang

daerah pasang surut sungai dan teluk, merupakan daerah pembilasan

reguler. Ketiga jenis bakau, yaitu putih (Laguncularia racemosa),

hitam (Avicennia germinans) dan mangrove merah (Rhizophora

mangle) adalah terdapat di dalamnya. Tingginya rata- rata dapat

mencapai 18-20 m.

4. Basin mangrove forest

Kelompok ini biasanya adalah jenis yang kerdil terletak di bagian

dalam rawa Karena tekanan runoff terestrial yang menyebabkan

terbentuknya cekungan atau terusan ke arah pantai. Bakau merah

terdapat dimana ada pasang surut yang membilas tetapi ke arah yang

Page 9: BAB II

11

lebih dekat pulau, mangrove putih dan hitam lebih mendominasi.

Pohon dapat mencapai tinggi 15 m.

5. Hammock forest

Biasanya serupa dengan tipe (4) di atas tetapi mereka ditemukan pada

lokasi sedikit lebih tinggi dari area yang melingkupi. Semua jenis ada

tetapi tingginya jarang lebih dari 5 m.

6. Scrub or dwarf forest

Jenis komunitas ini secara khas ditemukan di pinggiran yang rendah.

Semua dari tiga jenis ditemukan tetapi jarang melebihi 1.5 m ( 4.9

kaki). Nutrient merupakan faktor pembatas.

Dalam bahasa Indonesia hutan mangrove disebut juga hutan pasang surut,

hutan payau, rawa-rawa payau atau hutan bakau. Istilah yang sering digunakan

adalah hutan mangrove, hutan bakau, atau hutan payau (Kartawinata, 1979; SNM,

2003), namun untuk menghindari kesalahan literasi dianjurkan penggunaan istilah

mangrove karena bakau adalah nama lokal untuk anggota genus Rhizophora,

sementara hutan mangrove disusun oleh banyak genus dan spesies tumbuhan

lainnya. Oleh karena itu, penyebutan hutan mangrove dengan hutan bakau

sebaiknya dihindari (SNM, 2003). Sedangkan ekosistem mangrove yaitu suatu

sistem di alam tempat berlangsungnya kehidupan yang mencerminkan hubungan

timbal balik antara makhluk hidup dengan lingkungannya dan diantara makhluk

hidup itu sendiri, terdapat pada wilayah pesisir, terpengaruh pasang surut air laut,

Page 10: BAB II

12

dan didominasi oleh spesies pohon atau semak yang khas dan mampu tumbuh

dalam perairan asin/payau (Santoso, 2000).

Ekosistem mangrove bersifat khas, baik karena adanya pelumpuran yang

mengakibatkan kurangnya aerasi tanah; salinitas tanahnya yang tinggi; serta

mengalami daur penggenangan oleh pasang-surut air laut. Hanya sedikit jenis

tumbuhan yang bertahan hidup di tempat semacam ini, dan jenis-jenis ini

kebanyakan bersifat khas hutan bakau karena telah melewati proses adaptasi dan

evolusi.

Kebanyakan orang menyamakan antara istilah mangrove dan bakau, pada

dasarnya keduanya adalah berbeda, istilah mangrove tidak selalu diperuntukkan

bagi kelompok spesies dengan klasifikasi taksonomi tertentu saja, tetapi

dideskripsikan mencakup semua tanaman tropis yang bersifat halophytic atau

toleran terhadap garam.

Tanaman yang mampu tumbuh di tanah basah lunak, habitat air laut dan

terkena fluktuasi pasang surut. Sebagai tambahan, tanaman tersebut mempunyai

cara reproduksi dengan mengembangkan buah vivipar yang bertunas (seed

germination) semasa masih berada pada pohon induknya. Mangrove dalam

ekologi tumbuhan digunakan untuk semak dan pohon yang tumbuh di daerah

intertidal dan subtidal dangkal di rawa pasang tropika dan subtropika.

Tumbuhan ini selalu hijau dan terdiri dari bermacam-macam campuran

apa yang mempunyai nilai ekonomis.Sedangkan untuk Istilah “bakau” adalah

sebutan bagi jenis utama pohon Rhizophora sp. yang dominan hidup di habitat

Page 11: BAB II

13

pantai. Walaupun tidak sama dengan istilah mangrove banyak orang atau

penduduk awam menyebut hutan mangrove sebagai hutan bakau atau secara

singkat disebut bakau. Disebut pula hutan payau karena hutannya tumbuh di atas

tanah yang selalu tergenang oleh air payau.

2. Padang Lamun (Seagrass)

Lamun merupakan tumbuhan berbunga yang beradaptasi hidup terbenam

dalam laut. Tumbuhan ini terdiri dari atas akar, daun dan tangkai-tangkai merayap

(rhoizome). Lamun hidup pada peraiaan dangkal yang agak berpasir dan sering

dijumpai di terumbu karang. Pada tempat yang terlindung lamun berkembang

dengan baik dan menutupi suatu kawasan yang luas sehingga membentuk padang

lamun. Secara ekologis lamun berfungsi sebagai produsen primer, pendaur zat

Page 12: BAB II

14

hara, tempat berpijah, dan mencari makan berbagai jenis biota laut, stabilisator

dasar, perangkap sedimen dan penahan abrasi. Jenis-jenis lamun yang terdapat

diperaiaran pesisir adalah halodude pinifolia, halodude ulinevis, thalassia

hemprichii, enhalus acroides, syringodium isotifolium, cymodecea serrulata dan

cymodeceae rontunandata.

Adapun ciri-ciri tumbuhan lamun antara lain :

1. Mampu hidup dan dapat menyesuaikan diri terhadap air asin atau garam.

2. Dapat hidup dan berkembang biak di air

3. Daunnya mengandung banyak udara agar mudah mengapung di bawah

permukaan air laut.

4. Memiliki system perakaran yang kuat dan kokoh.

5. Dalam satu tumbuhan hanya ada bunga jantan saja atau bunga betina saja.

6. Mampu melakukan penyerbukan di dalam air.

7. Buahnya terendam dalam air.

Penyebaran Tanaman Lamun :

Zona penyebaran lamun secara umun berkesinambungan, namun biasa

terdapat perbedaan pada komposisi jenisnya maupun luas daerah penutupannya.

Pola penyebaran lamun sangat tergantung pada tofografi dasar pantai, kandungan

nutrient dasar perairan, dan beberapa faktor fisik dan kimia lainnya. Kadang

terlihat pola penyebaran yang tidak merata dengan kepadatan merata yang relatif

rendah dan bahkan terdapat semacam ruang-ruang kosong di tengah padang

lamun yang tidak tertumbuhi oleh lamun. Kadang juga terlihat pola penyebaran

Page 13: BAB II

15

yang berkelompok-kelompok. Namun juga terdapat banyak pola penyebaran yang

merata tumbuh hampir pada seluruh garis pantai dengan kepadatan yang sedang

dan bahkan tinggi.

Parameter lingkungan utama yang mempengaruhi distribusi dan

pertumbuhan ekosistem padang lamun adalah sebagai berikut:

a.aKecerahan

b.aTemperatur

c.aSalinitas

d.aSubstrat

e.aKecepatan Arus Perairan

Peran dan Fungsi Lamun

a. Sebagai habitat bagi berbagai biota laut.

b. Penghasil detritus dan zat hara yang berguna sebagai makanan bagi

mahluk hidup lainnya.

c. Juntaian lamun juga berguna sebagai pelindung dari sengatan matahari

bagi penghuni ekosistem lamun.

d. Sumber makanan bagi penyu hijau, penyu sisik, bulu babi, bintang laut,

dan dugong.

e. Melindungi dasar perairan dari erosi.

f. Daun lamun yang lebat dapat memperlambat gerakan air yang

disebabkan oleh ombak dan arus sehingga menyebabkan perairan disekitarnya

menjadi tenang.

Page 14: BAB II

16

II.3.2. Fauna

1. Ikan Giru

Ikan giru atau lebih dikenal dengan sebutan ikan badut adalah ikan dari

anak suku Amphiprioninae. Ada dua puluh delapan spesies yang biasa dikenali,

salah satunya adalah genus Premnas, sementara sisanya termasuk dalam genus

Amphiprion. Mereka tersebar di lautan Pasifik, Laut Merah, lautan India, dan

karang besar Australia.

Di alam bebas mereka bersimbiosis dengan anemon laut. Anemon akan

melindungi Ikan badut dari pemangsa dan Ikan badut akan membersihkan

Anemon dengan memakan sisa - sisa makanan Anemon. Ikan badut berwarna

kuning, jingga, kemerahan atau kehitaman. Spesies terbesar mencapai panjang 18

cm, sementara yang terkecil hanya 6 cm.

Page 15: BAB II

17

2. Ular Laut

Ular laut terdiri dari banyak jenis (salah satu di antaranya Erabu) dan

kesemuanya merupakan ular yang memiliki racun yang sangat kuat. (Wikimedia

Comnos, 2007).

Ada sebuah teori yang menyatakan bahwa asal mula ular laut di dunia

berasal dari pulau Borneo (Kalimantan) Indonesia. Ular laut tersebut pada

mulanya adalah ular Welang biasa yang hidup di pantai Pulau Borneo dan

kemudian mulai masuk ke laut lepas untuk mencari ikan dan berevolusi dengan

lingkungannya hingga menjadi ular laut yang kita kenal sekarang ini. (Wikimedia

Comnos, 2007).

Ular laut umumnya hidup terbatas di laut-laut tropis, utamanya di Samudra

India dan sebelah barat Samudra Pasifik. Salah satu jenis ular laut, yaitu ular perut

kuning (Pelamis platurus) ruang hidupnya bahkan mencapai bagian timur

Samudra Pasifik. Sedangkan ular zaitun (Aipysurus laevis) lebih banyak hidup di

karang-karang.

Page 16: BAB II

18

3. Kepiting Bakau

Kepiting bakau (scyllasp) merupakan salah satu komoditas

perikanan yang hidup di perairan pantai khususnya di hutan hutan bakau

(mangrove) dengan sumber daya hutan bakau yang membentang luas di seluruh

kawasan pantai nusantara maka tidak heran jika Indonesia dikenal sebagai

pengekspor kepiting yang cukup besar dibandingkan dengan Negara Negara

produsen kepiting lainnya.

Ada 3 species kepiting bakau , yaitu :

1. Scylla serrata : memiliki warna relative sama dengan lumpur, yaitu

coklat kehitam hitaman pada karapanya dan putih kekuningan pada

abdomennya.

2. Scylla tranquebarica : warna hijau tua dengan kombinasi kuning

sampai orange pada karapasnya dan putih kekuningan pada

abdomenya.

Page 17: BAB II

19

3. Scylla oceanica : lebih didominasi warna cokelat tua dan ukuran

badannya jauh lebih besar.

Dari ketiga species tersebut yang banyak dibudidayakan adalah Scylla

serrata. Hal tersebut disebabkan pertumbuhannya jauh lebih cepat, harga lebih

tinggi dan daya tahan lebih baik dibanding 2 jenis lainnya.

Salah satu cara membudidayakan kepiting bakau adalah dengan

pembesaran dalam keramba yang terbuat dari kayu dan bambu, yang di letakkan

dalam tambak, sehingga tidak mengganggu jenis ikan lain yang dibudidayakan di

tambak tersebut.

Tapi ada catatan untuk memelihara kepiting bakau tersebut, yaitu

diusahakan tidak terlambat dalam pemberian pakan, dan pada saat panen juga

jangan salah hitung waktu, karena bila salah, maka jumlah kepiting yang akan

dipanen akan jauh lebih sedikit dari jumlah benih yang ditanam. Maksudnya

jangan memanen kepiting tersebut pada saat moulting (ganti kulit) lewat, karena

bila terlalu lama maka kepiting yang sedang moulting tersebut akan dimakan oleh

kawannya yang kuat.