bab ii

19
BAB II TINJAUAN TEORI 2.1 Anatomi dan Fisiologi Lidah Lidah dilekatkan pada dasar mulut oleh frenulum lingua. Lidah berfungsi untuk menggerakkan makanan saat dikunyah atau ditelan, untuk pengecapan dan dalam produksi wicara. a. Otot-otot ekstrinsik lidah berawal pada tulang dan jaringsn diluar lidah serta berfungsi dalam pergerakan lidah secara keseluruhan. b. Otot-otot intrinsik lidah memiliki serabut yang menghadap keberbagai arah untuk membentuk sudut satu sama lain. Ini memberikan mobilitas yang besar pada lidah. c. Papila adalah elevasi jaringan mukosa dan jaringan ikat pada permukaan dorsal lidah. Papila-papila ini menyebabkan tekstur lidah menjadi kasar. 1. Papila fungiformis dan papila sirkumvalata memiliki kuncup- kuncup pengecap. 2. Sekresi berair dari kelenjar Von Ebner, terletak di otot lidah, bercampur dengan makanan pada permukaan lidah dan membantu pengecapan rasa. d. Tonsil-tonsil lingua adalah agregasi jaringan limfoid pada sepertiga bagian belakang lidah (Sloane, 2003). Gambar anatomi Lidah Lidah secara anatomi terbagi atas 3 bagian, yakni : 1. Apek linguae (ujung lidah) 2. Corpus linguae (badan lidah)

Upload: fenni-oktri

Post on 30-Jan-2016

219 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

karsinoma lidah

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II

BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1  Anatomi dan Fisiologi Lidah

Lidah dilekatkan pada dasar mulut oleh frenulum lingua. Lidah berfungsi untuk

menggerakkan makanan saat dikunyah atau ditelan, untuk pengecapan dan dalam produksi

wicara.

a.       Otot-otot ekstrinsik lidah berawal pada tulang dan jaringsn diluar lidah serta berfungsi dalam

pergerakan lidah secara keseluruhan.

b.      Otot-otot intrinsik lidah memiliki serabut yang menghadap keberbagai arah untuk

membentuk sudut satu sama lain. Ini memberikan mobilitas yang besar pada lidah.

c.       Papila adalah elevasi jaringan mukosa dan jaringan ikat pada permukaan dorsal lidah. Papila-

papila ini menyebabkan tekstur lidah menjadi kasar.

1.      Papila fungiformis dan papila sirkumvalata memiliki kuncup-kuncup pengecap.

2.      Sekresi berair dari kelenjar Von Ebner, terletak di otot lidah, bercampur dengan makanan

pada permukaan lidah dan membantu pengecapan rasa.

d.      Tonsil-tonsil lingua adalah agregasi jaringan limfoid pada sepertiga bagian belakang lidah

(Sloane, 2003).

Gambar anatomi Lidah

Lidah secara anatomi terbagi atas 3 bagian, yakni :

1. Apek linguae (ujung lidah)

2. Corpus linguae (badan lidah)

3. Radix linguae (akar lidah)

a) Struktur-struktur Superficial Dari Lidah

Membran mukosa yang melapisi lidah yaitu dipunggung lidah, dipinggir kanan dan

kiri dan disebelah muka terdapat tonjolan yang kecil-kecil disebut dengan papillae. Dasarnya

papillae ini terdapat kuncup-kuncup pengecap sehingga kita dapat menerima / merasa cita

rasa. Ada empat macam yaitu: papillae filiformes, papillae fungiformes, papillae

circumvallatae dan papillae foliatae.

Area dibawah lidah disebut dasar mulut. Membran mukosa disini bersifat licin, elastis dan

banyak terdapat pembuluh darah yang menyebabkan lidah ini mudah bergerak, serta pada

Page 2: BAB II

mukosa dasar mulut tidak terdapat papillae. Dasar mulut dibatasi oleh otot-otot lidah dan

otot-otot dasar mulut yang insertionya disebelah dalam mandibula. Disebelah dalam

mandibula ini terdapat kelenjar-kelenjar ludah sublingualis dan submandibularis.

b) Otot-otot Pada Lidah

otot-otot ekstrinsik melekatkan lidah ke bagian eksternal yaitu hioglosus, genioglosus,

palatoglosus, pharingoglosus dan stiloglusus. Otot-otot intrinsik ini berjalan vertikal,

transversal dan longirudinal. Dengan struktur otot ekstrinsik dan intrinsik memungkinkan

lidah untuk bergerak lincah (Suyatno, 2010)

c) Persarafan Pada Lidah

Otot-otot lidah di inervasi oleh nervus hipoglosus (N.XII). Sensasi untuk perabaan

(touch sensation) dari lidah 2/3 depan dibawah oleh N. Trigeminus (N. V cabang lingualis)

dan dari 1/3 belakang lidah dibawah olhe N Glosopharingeus (N. IX). Sensasi untuk

pengecapan (taste sensation) dari 2/3 depan dibawah oleh N. Fasialis (VII) dan dari 1/3

belakang lidah melalui N. Glosopharingeus. Vaskularisasi lidah terutama disediakan oleh

arteri lingualis(Suyatno, 2010).

d) Aliran Limfa Pada Lidah

Aliran limfa disini penting oleh karena berhubungan dengan penyebaran dini

carcinoma lidah.Penyaluran limfe melalui lingua terjadi melalui 4 jalur :

1) Limfe dari bagian 1/3 posterior lingua disalurkan ke cervikalis profunda superior dikedua

sisi.

2) Limfe dari bagian medial 2/3 anterior lingua disalurkan langsung ke cervicalis profunda

inferior.

3) Limfe dari bagian lateral 2/3 anterior lingua disalurkan ke submandibularis

4) Limfe dari ujung lingua disalurkan ke submentalis

2.2  Pengertian Kanker Lidah

Karsinoma lidah adalah suatu tumor yang terjadi didasar mulut, kadang-kadang

meluas kearah lidah dan menyebabkan gangguan mobilitas lidah (Van de Velde, 1999).

Kanker lidah (2/3 anterior). Sebagian besar (40%) dari kanker rongga mulut adalah kanker

lidah. Lokasi tumor paling sering adalah tepi lateral pada perbatasan antara bagian tengah

dengan 1/3 belakang lidah.

Page 3: BAB II

Kanker lidah adalah suatu neoplasma maligna yang timbul dari jaringan epitel mukosa

lidah dengan selnya berbentuk squamous cell carcinoma (cell epitel gepeng berlapis), juga

beberapa penyakit-penyakit tertentu (premaligna). Kanker ganas ini dapat menginfiltrasi ke

daerah sekitarnya, disamping itu dapat melakukan metastase secara limfogen dan hematogen.

2.3                 ETIOLOGI

Kanker rongga mulut memiliki penyebab yang multifaktorial dan suatu proses yang

terdiri dari beberapa langkah yang melibatkan inisiasi, promosi dan perkembangan tumor.

Secara garis besar, etiologi kanker lidah:

1. Tembakau: 80% penderita kanker lidah adalah perokok. Risiko perokok adalah 5-9 kali lebih

besar dibandingkan bukan perokok.

2.   Alkoholisme: peminum berat mempunyai risiko 30 kali lebih besar dan efeknya sinergis

dengan merokok.

3.   Infeksi virus dalam rongga mulut: Human papilloma virus (HPV) khususnya HPV 16 dan

HPV 18.

4.   Oral hygiene yang jelek.

5.   Sunburn: iritasi sinar matahari dan iritasi kronis lainnya.

6.   Gaya hidup: kebiasaan mengunyah sirih.

2.4  PATOFISIOLOGI

Dasar lidah memainkan peran penting dalam berbicara dan menelan. Selama fase

faring menelan, makanan dan cairan yang mendorong ke arah oropharingdari rongga mulut

oleh lidah dan otot-otot pengunyahan. Laring terangkat, efektif menekan katub tenggorok dan

memaksa makanan, cair, dan air liur kedalam kerongkongan hypopharynx.

Meskipun laring menghasilkan suara, lidah dan faring adalah organ utama yang

membentuk suara. Kerugian jaringan dari dasar daerah lidah mencegah penutupan yang

kedap air dengan laring selama tindakan menelan. Ketidaksesuaian ini memungkinkan

makanan dan cairan untuk melarikan diridalam faring dan laring, koreografer dengan hati-

hati mengubah reflex menelan dan sering mengakibatkan aspirasi. Baik neurologis penurunan

dan perubahan dalam tindakan terkoordinasi menelan dari penyakit berbahaya didaerah ini

dapat merusak mempengaruhi pada kemampuan berbicara dan menelan.

Squamous sel carcinoma pada lidah sering timbul pada daerah epithelium yang tidak

normal, tetapi selain keadaan tersebut dan mudahnya dilakukan pemeriksaan mulut, lesi

sering tumbuh menjadi lesi yang besar sebelum pasien akhirnya datang ke dokter gigi. Secara

Page 4: BAB II

histologis tumor terdiri dari lapisan atau kelompok sel-sel eosinopilik yang sering disertai

dengan kumparan keratinasi. Menurut tanda histology, tumor termasuk dalam derajat I-IV

(Broder). Lesi yang agak jinak adalah kelompok pertama yang disebut carcinoma verukcus

oleh Ackerman. Pada kelompok ini, sel tumor masuk, membentuk massa papileferuspada

permukaan. Tumor bersifat pasif pada daerah permukaannya, tetapi jarang meluas ke tulang

dan tidak mempunyai anak sebar. Lidah mempunyai susunan pembuluh limfe yang kaya, hal

ini akan mempercepat metastase kelenjar getah bening dan dimungkinkan oleh susunan

pembuluh limfe yang saling berhubungan kanan dan kiri.

Tumor yang agak jinak cenderung membentuk massa papiliferus dengan penyebaran

ringan kejaringan didekatnya. Tumor paling ganas menyebar cukup dalam serta cepat ke

jaringan didekatnya dengan penyebaran permukaan yang kecil, terlihat sebagai ulser nekrotik

yang dalam. Sebagian besar lesi yang terlihat terletak diantara kedua batas tersebut dengan

daerah nekrose yang dangkal pada bagian tengah lesi tepi yang terlipat serta sedikit menonjol.

Walaupun terdapat penyebaran local yang besar, tetapi anak sebar tetap berjalan. Metastase

haematogenus terjadi pada tahap selanjutnya.

2.5  MANIFESTASI KLINIS

1.      Tanda awal umumnya berupa ulkus tanpa nyeri yang tidak sembuh-sembuh. Kemudian

membesar dan menekan atau menginfiltrsi jaringan sekita yang megakibatkan nyeri lokal,

otalgia ipsilateral dan nyeri mandibula (Suyatno, 2010).

2.      Infiltrasi ke otot-otot ini mengakibatkan gerakan lidah terbatas sehingga proses menelan

bolus makanan dan bicara terganggu. Kanker ini dapat menginfiltrasi jaringan sekitarnya

seperti dasar mulut (floor of mouth, FOM), dasar lidah dan tonsil (Suyatno, 2010).

3.      Sejalan dengan kemajuan kanker pasien dapat mengeluhkan nyeri tekan, kesulitan

mengunyah, menelan, dan berbicara, batuk dengan sputum bersemu darah atau terjadi

pembesaran nodus limfe servikal. (Baughman Diane C, 2000).

Bagian THT FKUI-RSCM dipakai stadium tumor (1992):

T = Menggambarkan kedaan tumor primer

T 1= Tumor terbatas pada 1 lokasi di lidah

T 2= Tumor meluas lebih dari 1 lokasi, tetapi masih di lidah.

T 3 = Tumor meluas ke retrofaring.

T 4 = Tumor meluas ke tengkorak tanpa atau sudah mengenai saraf-saraf otak.

N = Menggambarkan keadaan kelenjar limfe regional.

N0 = Tidak ada pembesaran kelenjar

Page 5: BAB II

N 1 = Terdapat pembesaran sebuah kelenjar homolateral yang masih digerakkan dengan

diameter ≤ 3cm

N 2 = Terdapat pembesaran sebuah kelenjar kontralateral/bilateral dan masih dapat

digerakkan, diameter antara 3-6 cm.

N3 = Terdapat pembesaran kelenjar baik homolateral, kontralateral atau bilateral yang

melekat pada jaringan sekitarnya atau dengan diameter lebih dari 6 cm.

M = Metastasis jauh

M 0 = Tidak ada metastasis jauh

M 1 = Terdapat metastasis jauh.

Stadium I:

T1 N0 M0

Stadium II:

T2 N0 M0

Stadium III:

T1/T2/T3 N1 M0

Atau T3 N0 M0

Stadium IV:

T4 N0/N1 M0

Atau T1/T2/T3/T4 N2/N3 M0

Atau T1/T2/T3/T4 N0/N1/N2/N3 M1

2.6  Pemeriksaan Diagnosis

1.      CT-scan atau MRI dilakukan untuk menilai detail lokasi tumor, luas ekstensi tumor primer.

2.      USG hepar, Foto thorax dan bone scan untuk evaluasi adanya metastasis jauh.

3.      Biopsi

-       FNAB ( Fine Needle Apiration Biopsy), dilakukan pada tumor primer yang metastasis ke

kelenjar getah bening leher.

Page 6: BAB II

-          Biopsi insisi atau biopsi cakot (punch) dilakukan bila tumor besar (>1 cm)

-       Biopsi eksisi dilakukan pada tumor yang kecil ( 1 cm atau kurang) (Suyatno, 2010).

2.7  PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan bervariasi dengan sifat dari lesi, cara yang dipilih dokter, dan

pilihan pasien:

1.      Lesi kecil (T1, T2) terapi utama adalah pembedahan dan radioterapi. Radioterapi mungkin

dapat memberiikan hasil kuratif pada lesi T1 dan T2 dengan preservasi struktur anatomi dan

fungsi yang normal. Namun radioterapi sering menimbulkan kompllikasi berupa edema lidah

yang memerlukan trakeostomi, xerostomia, disgeusia dan osteoradionekrosis, hal ini

mengakibatkan tindakan kurang diminati (Suyatno, 2010).

Komplikasi akut yang dapat terjadi adalah:

1.        Mukositis : Mukositis oral merupakan inflamasi pada mukosa mulut berupa eritema dan adanya

ulser yang biasanya ditemukan pada pasien yang mendapatkan terapi kanker. Biasanya pasien

mengeluhkan rasa sakit pada mulutnya dan dapat mempengaruhi nutrisi serta kualitas hidup

pasien.

2.        Kandidiasis : Pasien radioterapi sangat mudah terjadi infeksi opurtunistik berupa kandidiasis

oral yang disebabkan oleh jamur yaitu Candida albicans. Infeksi kandida ditemukan sebanyak

17-29% pada pasien yang menerima radioterapi.

3.        Dysgeusia adalah respon awal berupa hilangnya rasa pengecapan, dimana salah satunya dapat

disebabkan oleh terapi radiasi.

4.        Xerostomia : Xerostomia atau mulut kering dikeluhkan sebanyak 80% pasien yang menerima

radioterapi. Xerostomia juga dikeluhkan sampai radioterapi telah selesai dengan rata-rata 251 hari

setelah radioterapi. Bahkan tetap dikeluhkan setelah 12-18 bulan setelah radioterapi tergantung

pada dosis yang diterima kelenjar saliva dan volume jaringan kelenjar yang menerima radiasi.

Komplikasi kronis adalah:

1.      Karies gigi : Karies gigi dapat terjadi pada pasien yang menerima radioterapi. Karies gigi akibat

paparan radiasi atau yang sering disebut dengan karies radiasi adalah bentuk yang paling

destruktif dari karies gigi, dimana mempunyai onset dan progresi yang cepat. Karies gigi biasanya

terbentuk dan berkembang pada 3-6 bulan setelah terapi radiasi dan mengalami kerusakan yang

lengkap pada semua gigi pada periode 3-5 tahun.

2.      Osteoradionekrosis : Osteoradionekrosis (ORN) merupakan efek kronis yang penting pada

radioterapi. Osteoradionekrosis adalah nekrose iskemik tulang yang disebabkan oleh radiasi yang

menyebabkan rasa sakit karena kehilangan banyak struktur tulang.

Page 7: BAB II

3.      Nekrose pada jaringan lunak : Komplikasi oral kronis lain yang dapat terjadi adalah nekrose

pada jaringan lunak, dimana 95% kasus dari osteoradionekrosis berhubungan dengan nekrose

pada jaringan lunak. Nekrose jaringan lunak didefinisikan sebagai ulser yang terdapat pada

jaringan yang terradiasi, tanpa adanya proses keganasan (maligna). Evaluasi secara teratur

penting dilakukan sampai nekrose berkurang, karena tidak ada kemungkinan terjadinya

kekambuhan. Timbulnya nekrose pada jaringan lunak ini berhubungan dengan dosis, waktu, dan

volume kelenjar yang terradiasi.

Reaksi akut terjadi selama terapi dan biasanya bersifat reversibel, sedangkan reaksi

yang bersifat kronis biasanya terjadi menahun dan bersifat irreversibel.

2.      Terapi pembedahan pada kanker lidah adalah eksisi luas dengan batas sayatan bebas tumor

(konfirmasi potong beku). Tindakan ini memerlukan partial glosectomy dan umumnya pasca

operasi fungsi baik. Lokal kontrol untuk 5 tahun pada T1 adalah 85% dan T2 adalah 80%.

Pada T3 dan T4 terapi utama adalah pembedahan. Hasil kuratif hanya bisa dicapai dangan

reseksi en bloc yang komplet daris emua tumor dan jaringan sekitar dengan sayatan secara

mikroskopis bebas tumor. RND (Radical Neck Dissection) harus dilakukan pada klinis N

positif, RND adalah pengangkatan kelenjar getah bening leher level I sampai V, musculus

sternokleidomastoid, vena jugularis interna, dan nervus assesoris (en bloc). Batas diseksi,

superior adalah musculus trapezius, anterior adalah tepi lateral musculus sternohiod dan batas

bagian dalam adalah fasia servikal yang menutupi musculus levator scapulae dan scalenus.

SND (selective neck dissection) level 1-3 dilakukan pada N0 SND harus dilakukan oleh

tingginya insiden occult metastasis kelenjar getah bening leher. SND adalah pengangkatan

kelenjar getah bening pada level tertentu yang mempunyai risiko tinggi metastasis dengan

mempertahankan nervus assesorius, vena jugularis interna dan musculus sternokleidomastoid.

Pembedahan memberikan kuratifitas yang lebih baik dibandigkan radioterapi dan

memungkinkan untuk evaluasi patologi dari faktor prognositik. Terkadang dibutuhkan

rekonstruksi langsung (myocutaneous flap atau vacular free flap) untuk mempertahankan

fungsi dan kosmetik (Suyatno, 2010).

Reseksi pembedahan pada kanker mulut mencakup mandibulectomi parsial,

hemiglossectomi atau total glossectomi, dan resection bagian dasar mulut dengan buccal

mukosa. Prosedur pembedahan mencakup pembedahan leher dengan pengangkatan otot leher

lain, vena jugularis interna, kelenjar gondok, kelenjar submandibular, dan saraf spinal

tambahan. Penanganan pasien yang menderita kanker mulut dikelola oleh seluruh tim

kesehatan. Rujukan pada terapi bicara, terapi pekerjaan, psikolog, dan ahli diet sangat penting

karena berhubungan dengan masalah yang mungkin muncul berikut ini yaitu komunikasi

Page 8: BAB II

verbal, mengunyah, dan menelan yang membawa perubahan tampilan diri serta harga diri.

(Charlene J. Reeves, 2001).

3.    Kemoterapi

Pemberian kemoterapi pada kanker nasofaring diindikasikan pada kasus penyebaran

ke kelenjar getah bening leher, metastasis jauh dan kasus-kasus residif. Kemoterapi dapat

diberikan sebelum (neoadjuvan), selama (concurrent) atau setelah (adjuvan) pemberian

kemoterapi. Regimen keomterapi aktif antara lain: cisplatin, 5-fluorouracil (5-FU),

doxorubicin, epirubicin, bleomycin, mitoxantron, methotrexate dan alkaloid vinca.

Dasar pemberian kemoterapi neoadjuvan/ induksi kemoterapi dengan radioterapi ada

2. Pertama: reduksi sitotoksik tumor primer dan kelenjar dapat meningkatkan kontrol

lokoregional. Kedua: eradikasi mirometastase sistemik pada stadium dini dapat mengurangi

relaps metastasis jauh. Pemberian kemoterapi saat siklus radioterapi (concominant)

menawarkan potensi sensitivitas tumor terhadap radiasi dan juga kemungkinan eradikasi

mikrometastase. Akan tetapi juga menawarkan peningkatan resiko toksisitas. Tujuan

kemoterapi adjuvan yang diberikan setelah radioterapi adalah untuk mengurangi tingginya

tingkat kegagalan terhadap metastase jauh.

Sampai sekarang regimen dengan dasar platinum merupakan standart kemoterapi

pada pasien kanker nasofaring dengan metastase, terapi lini pertama yang paling banyak

digunakan adalah kombinasi cisplatin dan 5-FU, yang mencapai rasio respon 66%-76%.

Kombinasi platinum dengan bahan baru seperti gemcitabine atau paclitaxel telah

menunjuukan respon yang baik. Adapun efek samping dari kemoterapi antara lain : efek

toksix pada sumsum tulang dan dapat mengakibatkan neutropenia, trombositopenia, anemia,

infeksi telinga tengah, sinusitis, faringitis, diare, perdarahan ulkus gastrointestinal(melena,

hematemesis), stomatitis, mual muntah, alopesia, sterilitas(kemandulan sementara atau

permanen).

2.8  Prognosis

Karsinoma lidah yang kecil tanpa ada metastasis kelenjar getah bening adalah baik.

Namun bila sudah ada metastasis ke kelanjar getah benning prognosanya memburuk. Untuk

lesi T1 dan T2 rata-rata disease free survival 5 tahun adalah 80-90 % dengan terapi kuratif.

Rata-rta survival 5 tahuan untuk stadium III dan IV adalah 30-50%. Adanya metastasis ke

kelenjar getah bening leher menurunkan survival 15-30%. Unutk evaluasi prognosis dan hasil

terapi yang lebih baik, beberapa penelitian memperhatikan faktor pertumbuhan dan tumor

Page 9: BAB II

marker. Over ekspresi dari EGFR (epidermal growth factor) yang sangat bermanfaat untuk

memprediksikan hasil terapi dan survival (Suyatno, 2010).

BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

3.1  PENGKAJIAN

1.      Identitas Pasien

Nama, umur, jenis kelamin, suku bangsa, pendidikan, pekerjaan, nomor register, tanggal

masuk, dan nama penanggung jawab pasien elama dirawat.

2.      Riwayat kesehatan

a)   Keluhan utama

Luka pada lidah yang tidak sembuh-sembuh.

b)   Riwayat penyakit sekarang

Luka pada lidah yang tidak sembuh-sembuh. Kemudian membesar dan menekan atau

menginfiltrsi jaringan sekita yang megakibatkan nyeri lokal, otalgia ipsilateral dan nyeri

mandibula.

c)   Riwayat penyakit dahulu

1.      Tembakau: 80% penderita kanker lidah adalah perokok. Risiko perokok adalah 5-9 kali lebih

besar dibandingkan bukan perokok.

2.      Alkoholisme: peminum berat mempunyai risiko 30 kali lebih besar dan efeknya sinergis

dengan merokok.

3.      Infeksi virus dalam rongga mulut: Human papilloma virus (HPV) khususnya HPV 16 dan

HPV 18.

4.      Oral hygiene yang jelek.

Page 10: BAB II

3.      Pemeriksaan fisik

B1 (Breathing)

Sesak napas, RR meningkat, penggunaan otot bantu pernafasaan.

B2 (Blood)

Takikardia, Hipertensi (nyeri hebat).

B3 (Brain)

Gangguan saraf IX & X (penurunan reflek menelan), saraf XII (gerakan lidah terganggu.

B4 (Bladder)

Dalam batas normal

B5 (Bowel)

Anoreksia, nafsu makan menurun, nyeri telan, perubahan berat badan.

B6 (Bone)

Dalam batas normal.

4.      Pemeriksaan diagnostik

a)   Ultrasound yaitu dipakai untuk menilai massa superficial.

b)   CT scan dan Magnetic Resonance Imaging (MRI) yaitu digunakan untuk lesi lebih dalam dan

menilai struktur lebih dalam pada tumor dan menunjukkan apakah terdapat metastase atau

tidak. (Charlene J. Reeves, 2001)

3.2  DIAGNOSA KEPERAWATAN

1.      Nyeri (akut) berhubungan dengan ulkus pada lidah akibat kanker.

2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penyumbatan orofaring akibat

pembesaran tumor.

3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kesukaran

menelan.

3.3 INTERVENSI KEPERAWATAN

1. Nyeri (akut) berhubungan dengan ulkus pada lidah akibat kanker.

Tujuan  : Rasa nyeri teratasi atau terkontrol

Kriteria hasil    :

       Mendemonstrasikan penggunaan ketrampilan relaksasi nyeri

       Melaporkan penghilangan nyeri maksimal/kontrol.

Page 11: BAB II

Intervensi:

1. Berikan tindakan kenyamanan (misal: gosok punggung) dan kativitas hiburan (misal:

musik, televisi).

R/ meningkatkan relaksasi dan membantu menfokuskan kembali perhatian.

2. Dorong penggunaan keterampilan manajemen nyeri (misal: teknik relaksasi,

visualisasi).

R/ memungkinkan pasien untuk berpartisipasi secara aktif dan meningkatkan rasa kontrol.

3. Kolaborasi dengan dokter dalam terapi analgesik (morfin, metadon).

R/ nyeri adalah komplikasi sering dari kanker, meskipun respon individu berbeda.

2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penyumbatan orofaring akibat

pembesaran tumor.

Tujuan : perbaikan dalam pola nafas.

Kriteria Hasil : RR 16- 24 x/menit, tidak menggunakan otot bantu pernapasan dan tidak

sesak.

Rencana Tindakan:

1.      Ajarkan pasien pernafasan diafragmatik dan pernafasan bibir

Rasional : Membantu pasien memperpanjang waktu ekspirasi. Dengan teknik ini pasien akan

bernafas lebih efisien dan efektif.

2.      Berikan O2 tambahan

Rasional : membantu menstabilkan pola napas

3.      Berikan dorongan untuk menyelingi aktivitas dan periode istirahat

Rasional : memungkinkan pasien untuk melakukan aktivitas tanpa distres berlebihan.

4.      Berikan dorongan penggunaan pelatihan otot-otot pernafasan jika diharuskan

Rasional : menguatkan dan mengkondisikan otot-otot pernafasan.

3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kesukaran

menelan.

Tujuan : Kebutuhan nutrisi dapat terpenuhi

Page 12: BAB II

Kriteria hasil :

1.    Berat badan meningkat.

2.    Nafsu makan meningkat.

Intervensi:

1. Sesuaikan diet sebelum dan sesudah pemberian obat sesuai dengankesukaan dan toleransi pasien.

R/ Memenuhi kebutuhan nutrisi pasien.

2. Anjurkan pasien untuk mematuhi diet yang telah diprogramkan.

R/ Kepatuhan terhadap diet dapat mencegah komplikasi terjadinya

hipoglikemia/hiperglikemia.

3. Berikan oral hygiene.

R/ Meningkatkan nafsu makan.

4. Dorong pasien untuk makan diet tinggi kalori, kaya nutrien dengan

masukan cairan adekuat.

R/ Jenis makanan ini akan meningkatkan pemenuhan nutrisi tanpa meningkatkan stimulus

pada pencernaan.

5. Kolaborasi dengan spesialis THT untuk pemasangan nasogastrik tube.

R/ Memenuhi kebutuhan nutrisi.

 

Daftar Pustaka

Carpenito, Lynda Juall. (2000). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. EGC. Jakarta.

Doenges, M. G. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3 EGC. Jakarta.

Roezin Averdi. 2004. Ilmu Penyakit Telinga-Hidung-Tenggorok. Jakarta: FKUI.

Roezin, Averdi. 2003. Penatalaksanaan Penyakit dan Kelainan Telinga-Hidung-Tenggorok. Jakarta: FKUI.

Page 13: BAB II

Schrock, Theodore. 1995. Ilmu Bedah (Handbook Of Surgery). Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Sjamsuhidayat. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Sloane, Ethel. 2003. Anatomi dan Fisiologi untuk Pemula. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Suyatno. 2010. Bedah Onkologi Diagnostik dan Terapi. Jakarta: Sagung Seto