bab ii
DESCRIPTION
PUSTAKA BENGKOANGTRANSCRIPT
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Tanaman bengkuang (Pachyrrhizus erosus) dikenal baik oleh masyarakat
kita. Umbi tanaman bengkuang biasa dimanfaatkan sebagai buah atau bagian dari
beberapa jenis masakan. Umbi tersebut bisa dimakan segar, dibuat rujak, ataupun
asinan. Kulit umbinya tipis berwarna kuning pucat dan bagian dalamnya berwarna
putih dengan cairan segar agak manis. Umbinya mengandung gula dan pati serta
forfor dan kalsium. Umbi ini memiliki efek pendingin karena mengandung kadar air
86-90% (Assaori, 2010). Bengkuang merupakan tanaman yang memiliki banyak
fungsi. Umbi bengkuang juga mengandung agen pemutih (whitening agent) yang
dapat memutihkan dan menghilangkan tanda hitam dan pigmentasi di kulit.
Bengkuang juga mengandung vitamin C dan senyawa fenol yang dapat befungsi
sebagai sumber antioksidan bagi tubuh.
Bengkuang (Pachyrhizus spp.= yam bean) adalah tanaman polong
termasuk hortikultura yang mempunyai potensi yang sangat baik untuk
dikembangkan karena manfaat dari tanaman bengkuang ini sangat banyak
diantaranya adalah: 1) umbi bengkuang mengandung inulin yang tidak dapat
dicerna sehingga dapat digunakan sebagai pengganti gula, 2) dapat diolah sebagai
bahan makan, 3) sebagai bahan dasar obat untuk penyakit kanker, diabetes
mellitus, nyeri perut, 4) sebagai bahan dasar kosmetik (Astawan, 2010)
Bengkuang merupakan tanaman polong yang memiliki potensi industri
yang cukup besar. Hasil analisis 100 g umbi segar memperlihatkan bahwa
bengkuang (Pachyrhizus erosus) memiliki kandungan air sebesar 78%–94%, 2.1
g–10.7 g pati, 1 g–2.2 g protein, 0.1 g–0.8 g lemak, 14 g–21 g vitamin C, dan 22
kalori – 58 kalori energi (Sorensen, 1996). Berdasarkan asumsi rata-rata hasil 35 t/
ha, bobot kering berkisar 6%–22% per 100 g ubi segar, kandungan pati 50%
bahan kering dan protein 10%, kandungan pati dan protein yang dihasilkan oleh
bengkuang per hektarnya mencapai 1.05 t – 3.85 t pati dan 0.21 t – 0.77 t protein.
Fakta ini mengindikasikan bahwa bengkuang sebenarnya merupakan sumber pati
dan protein yang cukup potensial, oleh karena itu, industri tepung kaya protein
berbasis bengkuang sangat memungkinkan untuk dikembangkan (de Melo dkk.,
1994).
Proses pembuatan tepung bengkuang dengan cara pengeringan.
Pengeringan merupakan proses pengeluaran air dari suatu bahan menuju
kandungan air kesetimbangan dengan udara sekeliling karena ada perbedaan
kandungan uap air antara media pengering dengan bahan yang dikeringkan.
Pengeringan diartikan juga sebagai proses pemisahan atau pengeluaran air dari
suatu bahan yang jumlahnya relatif kecil dengan menggunakan panas, atau
diartikan sebagai suatu penerapan panas dalam kondisi terkendali, untuk
mengeluarkan sebagian air dalam bahan pangan melalui evaporasi. Operasi
pengeringan ini dapat dilakukan dengan cara menghembuskan udara atau gas
panas yang tidak jenuh pada bahan yang akan dikeringkan (Effendi, 2009).
Dengan adanya aliran udara maka udara yang sudah jenuh dapat diganti oleh
udara kering sehingga proses pengeringan berjalan terus.
Proses pengeringan bahan pangan dapat dilakukan secara alami dengan
bantuan energi matahari, pengangin-anginan, dan dengan menggunakan alat
pengering. Masing-masing metode pengeringan mempunyai kelebihan dan
kekurangan. Pengeringan menggunakan sinar matahari tergantung kepada cuaca.
Suhu, kelembaban, maupun kecepatan udara tidak dapat diatur, sehingga produk
pengeringan tidak seragam. Dengan pengeringan alami ini, mutu bahan yang
kering hasil penjemuran umumnya lebih rendah daripada hasil pengeringan
dengan alat. Hal ini disebabkan waktu pengeringan yang lama, keadaan
pengeringan, dan sanitasi tidak dapat dijaga dan diawasi, sehingga kemungkinan-
kemungkinan terjadinya kerusakan selama pengeringan sangat besar (Effendi,
2009).
Dalam proses pengeringan, kandungan air dipisahkan dari bahan padat
biasanya diangkut oleh medium pengering (pemanas) dan dapat juga
menggunakan udara yang mengalir. Adanya udara kering akan mempercepat
besar gaya dorong air keluar dari struktur bahan. Daya pendorong sehingga dapat
terjadi pemisahan air pada proses pengeringan adalah adanya beda konsentrasi air
pada media pengering dengan permukaan padatan, dibantu tersedianya energi
panas yang cukup (Perry, 2008).
Dalam pengeringan bahan pangan diinginkan kecepatan pengeringan yang
maksimum. Berbagai cara dilakukan untuk mempercepat perpindahan massa dan
perpindahan panas selama proses pengeringan. Terdapat beberapa faktor yang
mempengaruhi kecepatan pengeringan, antara lain luas permukaan bahan, suhu,
kecepatan pergerakan udara, dan lama pengeringan (Estiasih dan Ahmadi, 2009).
1. Luas Permukaan Bahan
Kecepatan pengeringan akan semakin cepat jika luas permukaan bahan
diperbesar. Hal ini dapat dilakukan dengan memotong bahan yang akan
dikeringkan menjadi bagian yang lebih kecil. Dalam proses pengeringan, air
menguap melalui permukaan bahan, sedangkan air yang berada di bagian
tengah bahan akan menuju ke bagian permukaan dan kemudian menguap.
Luas permukaan bahan yang besar menyebabkan permukaan yang berkontak
dengan medium pemanas menjadi lebih banyak, air lebih mudah mendifusi
atau menguap dari bahan sehingga bahan menjadi lebih cepat kering.
(Estiasih dan Ahmadi, 2009).
2. Beda Suhu dengan Udara sekitarnya
Semakin besar perbedaan suhu antara medium pemanas dengan bahan yang
dipanaskan, makin cepat perpindahan panas ke dalam bahan sehingga akan
mempercepat penguapan air dari bahan pangan (Estiasih dan Ahmadi, 2009).
Jadi semakin tinggi suhu pengeringan maka proses pengeringan akan semakin
cepat. Apabila suhu pengeringan yang dipakai terlalu tinggi, dapat
menyebabkan kerusakan pada bahan yang tidak tahan terhadap suhu tinggi
(Effendi, 2009).
3. Kecepatan Alir Udara Pengering
Faktor lain yang harus diperhatikan jika menggunakan udara sebagai medium
pemanas adalah kecepatan pergerakan udara. Dengan adanya udara yang
bergerak, uap air dari permukaan bahan akan hilang, sehingga akan mencegah
permukaan bahan menjadi jenuh yang pada akhirnya dapat menghambat
proses penghilangan air dari permukaan bahan. Dengan adanya sirkulasi
udara yang baik disekitar tempat pengeringan, maka uap air akan semakin
mudah dan cepat terbawa oleh udara pengering, sehingga proses pengeringan
akan semakin cepat (Estiasih dan Ahmadi, 2009).
Dalam pemilihan alat pengering yang akan digunakan untuk melakukan
proses pengeringan tergantung dari beberapa faktor, antara lain bentuk bahan yang
akan dikeringkan (berupa butiran atau berbentuk lembaran), jenis pengering
(beroperasi secara batch atau kontinyu), cara kontak udara pengering dengan
bahan yang akan dikeringkan, sifat bahan yang akan dikeringkan (dapat tahan atau
tidak terhadap suhu pengeringan yang tinggi), dan sifat ketahanan bahan terhadap
kontaminasi dari luar (udara), kontak antara udara pengering dengan bahan bisa
langsung atau tidak langsung (Pramudono, 1988). Pengeringan yang dipakai
dalam penelitian ini adalah pengeringan buatan menggunakan oven jenis tray
dryer.
Kusumastuti (2010), melakukan penelitian dengan pengeringan labu
kuning dengan variabel peubah suhu dan waktu, dengan variasi suhu 60oC, 70oC
dan 80oC dan pengeringan dilakukan sampai mendapatkan berat konstan. Laju
pengeringan pada berbagai temperatur semakin lama akan semakin menurun.
Titik optimum laju pengeringan terjadi pada menit ke 30. Pengeringan pada
variabel temperatur 60oC mempunyai berat konstan yaitu 28,87 gram dengan
kadar air 14,44%, Pengeringan pada variabel temperatur 70oC mempunyai berat
konstan 22,78 gram dengan kadar air 11,39% dan pengeringan pada variabel
temperatur 80oC mempunyai berat konstan 21,15 gram dengan kadar air 10,58%.
Suatu benda padat yang basah apabila dikontakkan dengan udara dengan
kelembaban yang lebih rendah dari kandungan uap air benda padat tersebut, maka
benda padat itu, maka benda padat tersebut akan melepaskan sebagian airnya
sampai keadaan setimbang dengan kandungan uap air udara pengering. Udara
yang digunakan dalam proses pengeringan tidak berada dalam keadaan benar-
benar kering, tetapi mengandung uap air dan mempunyai kelembaban relatif
tertentu. Jika udara mempunyai kelembaban yang lebih besar dari benda padat
yang berkeseimbangan dengan udara itu, maka benda padat akan menyerap uap
air dari udara sampai terjadi keseimbangan. Pada pengeringan menggunakan
udara dengan kelembaban tertentu, kandungan uap air dalam zat padat yang
keluar dari alat pengering tidak dapat kurang dari batas kesetimbangan kandungan
uap air bahan yang dikeringkan terhadap udara pengering (McCabe, 2001).
Menurut Geankoplis (1983), kurva kecepatan pengeringan diperoleh dari
data berat total dari bahan basah (bahan kering dan kandungan air) pada setiap
waktu (t) dalam periode pengeringan. Kadar air dalam suatu bahan yang
dikeringkan dapat ditentukan dengan menggunakan kadar air berbasis kering:
.........................(1)
dengan :
Xt = kadar air
M = berat padatan basah (padatan kering dan air), kg
MK = berat padatan kering, kg
Dalam kondisi pengeringan yang konstan, nilai kandungan air kesetimbangan X*
(kg air kesetimbangan/kg padatan kering) dapat ditetapkan. Dengan menggunakan
data X* maka nilai kandungan air bebas (free moisture content, X) dapat dihitung
dari persamaan sebagai berikut:
X = Xt – X* ………………(2)
Dengan menggunakan data yang terhitung dari persamaan (2), dapat dibuat
hubungan antara kandungan air bebas (X) sebagai fungsi waktu pengeringan (t).
Untuk mendapatkan kurva kecepatan pengeringan dari data tersebut, dilakukan
perhitungan mencari nilai perubahan kandungan air yang hilang X dalam waktu
selama t. Kecepatan pengeringan (R) dapat dituliskan sebagai berikut
(Geankoplis, 1983) :
………………(3)
dengan :
R = kecepatan pengeringan, kg H2O/m2 s
MK = berat padatan kering, kg padatan kering
A = luas permukaan padatan yang berkontak dengan udara pengering, m2
X = kandungan air dalam padatan, gram air/gram padatan kering
t = waktu pengeringan, jam
Untuk mendapatkan nilai kecepatan pengeringan dapat juga dengan cara
menentukan nilai dX/dt pada setiap t, dan nilai R dapat dihitung menggunakan
persamaan (4).
………………(4)
Persamaan (4) di atas diselesaikan dengan cara mengintegralkan menggunakan
kondisi batas pada saat t1 = 0, nilai X = X1, dan pada saat t2 = t nilai X = X2 ,
sehingga diperoleh persamaan (7).
………………(5)
………………(6)
………………(7)
dengan :
X1 = kandungan air bebas awal
X2 = kandungan air bebas akhir
Tipe kurva pengeringan sangat berkaitan dengan mekanisme bagaimana
suatu pengeringan berlangsung. Salah satu tipe kurva pengeringan yang
dinyatakan dengan grafik hubungan antara kandungan uap air terhadap kecepatan
pengeringan seperti terlihat pada Gambar 1 (Foust, et al.,2004).
Gambar 1. Kurva Pengeringan, Kecepatan Pengeringan sebagai Fungsi dari
Kandungan Uap Air
Laju pengeringan dalam proses pengeringan suatu bahan pangan
mempunyai arti penting, karena laju pengeringan menggambarkan bagaimana
cepatnya pengeringan tersebut berlangsung. Laju pengeringan diperlukan untuk
merencanakan waktu pengeringan dan memperkirakan ukuran alat yang
digunakan untuk pengeringan suatu bahan tertentu. Tahap pengeringan dalam
kurva pengeringan dapat dibagi menjadi beberapa tahap (Effendi, 2009), yaitu:
a. tahap penyesuaian akibat pemanasan bahan sampai terjadi penguapan
(garis AB),
b. tahap kecepatan pengeringan konstan, dimulai dari B ke C,
c. tahap kecepatan pengeringan menurun pertama dimulai dari C ke D, dan
d. tahap kecepatan pengeringan menurun kedua dimulai dari D ke E.
Kandungan air pada saat akhir dari kecepatan pengeringan tetap disebut
kandungan air kritis (Nc). Pada titik ini, pergerakan cairan menuju permukaan
padatan menjadi tidak dapat cukup untuk menggantikan cairan yang menguap.
Pada saat periode pengeringan yang tetap, X1 dan X2 mempunyai nilai yang lebih
besar dari nilai kandungan air kritis Xc sehingga R = Rc (Geankoplis, 1983). Waktu
untuk mencapai kandungan air kritis (tC) didefinisikan dalam persamaan (8)
sebagai berikut:
………………(8)
Pada tahapan pengeringan dengan kecepatan tetap, permukaan padatan yang
berkontak dengan aliran udara pengering masih basah. Pengeringan bahan terjadi
karena transfer massa dari uap air dari permukaan bahan yang jenuh melalui
lapisan film udara ke badan udara atau lingkungan. Kecepatan penghilangan air
(pengeringan) dikontrol oleh kecepatan transfer panas ke permukaan, yang
dilengkapi panas laten penguapan air. Pada keadaan steady state, kecepatan
transfer massa sama dengan kecepatan transfer panas. Pada proses pengeringan
bahan pangan menggunakan aliran udara panas sebagai medium pengering ini,
untuk menurunkan persamaan pengeringan diasumsikan perpindahan panas yang
terjadi adalah perpindahan panas konveksi dari aliran gas panas ke permukaan
padatan, sedangkan perpindahan panas yang terjadi secara konduksi dan radiasi
dapat diabaikan. Persamaan yang digunakan untuk mengevaluasi jumlah panas
yang diperlukan adalah sebagai berikut:
………………(9)
dengan:
q : jumlah panas, W (J/s)
h : koefisien perpindahan panas, Btu/jam °F
TW : suhu bola basah, °F
TD : suhu bola kering, °F
Sedangkan panas yang diperlukan untuk menguapkan air dari bahan yang
dikeringkan persatuan waktu pengeringan persatuan luas (pada periode kecepatan
pengeringan tetap), dengan mengabaikan perubahan panas sensible, dapat
dinyatakan dalam persamaan sebagai berikut:
………………(10)
Dengan menggunakan persamaan (9) dan persamaan (10), maka harga koefisien
transfer panas dapat dievaluasi dengan menggunakan persamaan sebagai berikut :
………………(11)
dengan:
q / A : jumlah panas per satuan luas, J/s.m2
h : koefisien perpindahan panas, W/m2 K atau J/s.m2 K
λW : panas laten penguapan, J/kg
TW : suhu bola basah, °C
TD : suhu bola kering, °C