bab ii
TRANSCRIPT
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Pneumonia
A. Definisi
Pneumonia adalah radang parenkim paru dimana asinus berisi cairan dan
sel radang, dengan atau tanpa disertai infiltrasi sel radang kedalam rongga
interstitium. Terjadinya pneumonia pada anak sering kali terjadi bersamaan
dengan infeksi akut pada bronkus. Secara anatomis pneumonia pada bagian
lobularis disebut dengan bronkopneumonia (1). WHO mendefinisikan pneumonia
hanya berdasarkan penemuan klinis yang didapat pada pemeriksaan inspeksi dan
frekuensi pernapasan (7 buku ppm).
B. Etiologi
Berbagai mikroorganisme dapat menyebabkan pneumonia, antara lain
virus, jamur dan bakteri. Streptococcus pneumonia merupakan penyebab tersering
pneumonia bakterial pada semua kelompok umur. Virus lebih sering ditemukan
pada anak kurang dari 5 tahun. Respiratory Syncytial Virus (RSV) merupakan
virus penyebab tersering pada anak kurang dari 3 tahun. Pada umur yang lebih
muda, adenovirus, parainfluenza virus dan influenza virus juga ditemukan.
Mycoplasma pneumonia dan Chlamydia pneumonia lebih sering ditemukan pada
anak diatas 10 tahun (7).
3
C. Epidemiologi
Di seluruh dunia terjadi 1,6 sampai 2,2 juta kematian anak-balita karena
pneumonia setiap tahun, sebagian besar terjadi di negara berkembang, 70%
terdapat di Afrika dan Asia Tenggara. WHO tahun 2005 melaporkan proporsi
penyebab kematian anak-balita di negara berkembang adalah pneumonia 19%,
diare 17%, malaria 8% dan campak 4% . Di samping itu terdapat 37% penyebab
kematian-neonatus, 26% di antaranya disebabkan oleh infeksi berat yaitu sepsis,
meningitis dan pneumonia yang secara klinis sukar dibedakan satu sama lain.
Data di atas menunjukkan bahwa pneumonia berkontribusi besar sebagai
penyebab kematian anak-balita. WHO memperkirakan insidens pneumonia anak-
balita di negara berkembang adalah 0,29 episode per anak-tahun atau 151,8 juta
kasus pneumonia/ tahun, 8,7% (13, 1 juta) di antaranya merupakan pneumonia
berat dan perlu rawat-inap (2).
D. Gejala Klinis
Secara umum gejala dan tanda pneumonia dapat dikelompokkan menjadi (1):
1. Manifestasi nonspesifik berupa infeksi saluran napas bagian atas, panas tinggi
39-40 °C, kadang-kadang sampai kejang, sakit kepala, gelisah dan keluhan gastro
intestinal.
2. Gejala pada saluran napas bawah ialah sesak napas, “air hunger”, takipneu,
merintih, napas cuping hidung, batuk dan sianosis.
3. Tanda pneumonia adalah perkusi fremitus melemah, suara napas lemah, dan ronki
halus pada auskultasi.
4. Retraksi “chest indrawing” bersama dengan peningkatan frekuensi napas
4
merupakan tanda klinik pneumonia yang bermakna.
5. Darah, menunjukkan leukositosis dengan dominasi PMN (15.000-40.000/mm3)
pada kausa bakterial.
6. Foto rontgen thorax dapat ditemukan bercak-bercak infiltrat tersebar satu atau
beberapa lobus paru.
E. Diagnosis
Diagnosis pneumonia ditegakkan berdasarkan riwayat penyakit,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Diagnosis etiologi berdasarkan
pemeriksaan mikrobiologi atau sebagai dasar terapi yang optimal untuk
menegakkan diagnosis dan penatalaksanaan, WHO membagi pneumonia atas:
1. Pneumonia sangat berat
Bila dijumpai sianotik sentral dan anak tidak sanggup minum sehingga harus
dirawat di rumah sakit.
2. Pneumonia berat
Bila dijumpai adanya retraksi tanpa sianosis dan anak masih sanggup minum.
3. Pneumonia
Bila dijumpai adanya retraksi ditemukan napas cepat dengan kriteria:
- Lebih 60 x/menit untuk bayi umur kurang dari 2 bulan
- Lebih 50 x/menit untuk anak umur lebih dari 2 bulan sampai 1 tahun
- Lebih 40 x/menit untuk anak umur 1 tahun sampai 5 tahun, pada kasus
yang terakhir ini tidak perlu dirawat, cukup diberikan antibiotik oral.
5
F. Penatalaksanaan
Pada penderita yang dirawat, penatalaksanaan dibagi atas penatalaksaan
umum dan pengobatan kausal.
1. Penatalaksanaan Umum
– Pemberian oksigen melalui kateter hidung atau masker
– Pemberian cairan yang adekuat. Cairan rumatan diberikan mengandung
gula dan elektrolit yang cukup. Jumlah cairan sesuai berat badan dan status
hidrasi. Pasien yang mengalami sesak berat dpaat dipuasakan, apabila
sesak berkurang maka asupan oral dapat diberikan.
2. Pengobatan Kausal
Golongan betalaktam (penisilin, sefalosforin, karbapenem dan
monobaktam) merupakan jenis-jenis antibiotika yang sudah dikenal cukup
luas. Biasanya digunakan untuk terapi pneumonia yang disebabkan oleh
bakteri seprti Streptococcus pneumoniae dan Staphylococcus aureus. Pada
kasus yang berat diberikan golongan sefalosforin sebagai pilihan, terutama
apabila penyebabnya belum diketahui. Pada kasus yang ringan sedang dipilih
golongan penisilin. Terapi antibiotik diteruskan selama 7 hingga 10 hari pada
pasien dengan pneumonia tanpa komplikasi, meskipun tidak ada studi control
mengenai lama terapi antibiotik yang optimal.
Pada neonatus dan bayi kecil, terapi awal antibiotik intravena harus
dimulai sesegera mungkin. Oleh karena pada neonatus dan bayi kecil sering
terjadi sepsis dan meningitis, antibiotika yang direkomendasikan adalah
antibiotik spectrum luas seperti kombinasi betalaktam/klavulanat dengan
6
aminoglikosid atau sefalosforin generasi ketiga. Bila keadaan sudah stabil,
antibiotika dapat diganti dengan pemberian oral selama 10 hari.
Pada balita dan anak yang lebih besar, antibiotika yang direkomendasikan
adalah golongan betalaktam tanpa klavulanat. Pada kasus yang lebih berat
diberikan betalaktam/klavulanat dikombinasikan dengan makrolid baru intravena,
atau sefalosforin generasi ketiga. Bila pasien sudah tidak demam atau keadaan
stabil, antibiotika dapat diganti dengan pemberian oral dan berobat jalan.
Pemilihan antibiotika lini pertama dapat menggunakan golongan betalaktam atau
kloramfenikol. Pada pneumonia yang tidak responsif terhadap betalaktam dan
kloramfenikol dapat diberikan antibiotika lain seperti gentamisin, amikasin atau
sefalosforin.
Pada keadaan imunokompromais (gizi buruk, penyakit jantung bawaan,
gangguan neuromuscular, keganasan, pengobatan steroid jangka panjang, fibrosis
kistik, infeksi HIV) pemberian antibiotika harus segera dimulai ketika tanda awal
pneumonia didapatkan, yakni dengan pilihan sefalosforin generasi ketiga (1).
Campak (morbili)
A. Definisi
Campak juga dikenal dengan nama morbili atau morbillia dan rubeola
(bahasa Latin), yang kemudian dalam bahasa Jerman disebut dengan nama
masern, dalam bahasa Islandia dikenal dengan nama mislingar dan measles dalam
bahasa Inggris. Campak adalah penyakit infeksi yang sangat menular yang
disebabkan oleh virus dengan gejala-gejala eksantem akut, demam, kadang kataral
selaput lendir dan saluran pernapasan, gejala-gejala mata, kemudian diikuti erupsi
7
makulopapula yang berwarna merah dan diakhiri dengan deskuamasi dari kulit
(chapter ii campak).
B. Etiologi
Virus campak termasuk dalam golongan Paramyxovirus berbentuk bulat,
tepi kasar dan bergaris tengah 140 nm dan dibungkus oleh selubung luar yang
terdiri dari lemak dan protein. Virus ini termasuk dalam RNA virus (pdt).
C. Patogenesis
Penularan lewat droplet terjadi 1 sampai 2 hari sebelum timbul gejala
klinis hingga 4 hari setelah timbul ruam. Virus setelah masuk kelenjar limfatik
lokal kemudian menyeberang ke jaringan limfoletikuler dan menyerang sel
mononuclear sehingga terbentuk sel berinti raksasa. Setelah itu virus menyebar ke
epitel saluran napas, konjungtiva, kulit, kandung kemih dan usus yang
menimbulkan nekrosis pada epitel tersebut (pdt).
D. Gejala Klinis
Virus campak mempunyai masa inkubasi 10 hingga 12 hari, dan penyakit
ini memiliki tiga stadium klinis, yaitu:
1. Stadium prodormal, pada stadium ini gejala tidak khas antara lain demam,
batuk, pilek, mata merah (konjungtivitis), anoreksia, malaise dan
ditemukannya gejala khas yaitu timbulnya enamtem dimukosa bukal (bercak
koplik) ini merupakan tanda patognomonis untuk campak.
8
2. Stadium kataral (erupsi/eksantem), pada stadium ini ditandai dengan
timbulnya ruam yang dimulai dari belakang telinga menyebar ke wajah,
badan, lengan, kaki dan seluruh tubuh. Ruam ini bersifat diskret.
3. Stadium konvalesen (penyembuhan), gejala mulai mereda, ruam akan berubah
dari kemerahan menjadi kehitaman (hiperpigmentasi) kemudi mengelupas dan
menghilang.
E. Laboratorium
Pada hapusan darah tepi tidak khas, kadang-kadang dijumpai jumlah
leukosit yang menurun disertai dengan limfositosis relatif. Serologi bisa
ditemukan IgM campak yang spesifik. Diagnosis hanya berdasarkan gejala klinis,
sedangkan laboratorium tidak khas.
F. Penatalaksanaan
Simptomatik: antipiretik, antitusiv, akspektoran atau antikonvulsi bila
terjadi kejang. Anak harus diberikan cukup cairan dan nutrisi. Vitamin A 100.000
UI peroral dua hari berturut-turut. Pada campak tanpa komplikasi bisa dirawat di
rumah. Bila terjadi komplikasi maka pengobatan sesuai dengan komplikasinya.
Pasien yang dirawat harus diisolasi.
G. Komplikasi
Pada penderita campak dapat terjadi komplikasi yang terjadi sebagai
akibat replikasi virus atau karena superinfeksi bakteri antara lain
bronkopneumonia, kejang demam, ensefalitis, Subacute Sclerosing Panensefalitis
(SSPE), otitis media dan diare.
9
Gizi Buruk
A. Kurang Energi Protein (KEP)
Gizi merupakan nutrisi yang diperlukan oleh manusia setiap harinya. Gizi
adalah elemen yang terdapat dalam makanan dan dapat dimanfaatkan secara
langsung oleh tubuh seperti halnya karbohidrat, protein, lemak, vitamin, mineral,
dan air (5). Gizi buruk adalah kedaan kurang gizi tingkat berat pada balita
berdasarkan perhitungan antropometri dan ditemukannnya tanda-tanda klinis gizi
buruk (6).
Malnutrisi yaitu gizi buruk atau Kurang Energi Protein (KEP) merupakan
masalah yang membutuhkan perhatian khusus terutama di negara berkembang,
yang merupakan faktor risiko penting terjadinya kesakitan dan kematian pada
balita. Di Indonesia KEP juga menjadi masalah kesehatan penting dan darurat di
masyarakat terutama anak balita. Kasus kematian balita akibat gizi buruk kembali
berulang, terjadi secara masif dengan wilayah sebaran yang hampir merata di
seluruh tanah air (7).
Kurang Energi Protein (KEP) adalah manifestasi dari kurangnya asupan
protein dan energi dalam makanan sehari-hari yang tidak memenuhi AKG dan
biasanya juga disertai adanya kekurangan dari beberapa nutrisi lainnya. Disebut
malnutrisi primer apabila kejadian KEP akibat kekurangan asupan nutrisi yang
umumnya didasari oleh masalah sosisal ekonomi, pendidikan serta rendahnya
pengetahuan dibidang gizi. Malnutrisi sekunder bila kondisi masalah nutrisi
seperti diatas disebabkan adanya penyakit utama, seperti kelainan bawaan, infeksi
kronis ataupun kelainan pencernaan dan metabolik, yang mengakibatkan
10
kebutuhan nutrisi meningkat, namun penyerapan nutrisi menurun dan atau
meningkatnya kehilangan nutrisi.
Makanan yang tidak adekuat akan menyebabkan mobilisasi berbagai
cadangan makanan untuk menghasilkan kalori demi penyelamatan hidup, dimulai
dengan pembakaran karbohidrat kemudian cadangan lemak serta protein melalui
proses katabolik. Jika terjadi stres katabolik (infeksi) maka kebutuhan akan
protein akan meningkat sehingga dapat menyebabkan defisiensi protein yang
relative. Apabila kondisi ini terjadi pada saat status gizi masih diatas -3 SD (-2
hingga -3 SD), maka terjadilah kwashiorkor (malnutrisi akut/ decompensated
malnutrition).jika stres katabolik ini terjadi pada saat status gizi dibawah -3 SD
maka akan terjadi marasmikkwashiorkor, apabila kondisi ini terus dapat
beradaptasi samapi dibawah -3 SD maka terjadilah marasmik. Dengan demikian
pada KEP dapat terjadi gangguan pertumbuhan, atrofi otot, penurunan kadar
albumin serum, penurunan hemoglobin, penurunan sistem kekebalan tubuh serta
penurunan berbagai macam sintesa enzim (1).
Secara klinis KEP terbagi dalam 3 tipe yaitu (1):
- Kwashiorkor (kekurangan protein), ditandai dengan edema yang dapat terjadi
di seluruh tubuh, wajah sembab dan membulat, mata sayu, rambut tipis dan
kemerahan seperti rambut jagung, mudah dicabut dan rontok, cengeng, rewel
dan apatis, hepatomegali, hipotrofi, terdapat crazy pavement dermatosis,
sering disertai penyakit infeksi terutama akut, diare dan anemia.
- Marasmus (kekuranagn karbohidrat/kalori), ditandai dengan sangat kurus,
tampak tulang terbungkus kulit, wajah seprti orang tua, cengeng dan rewel,
11
kulit keriput, jaringan lemak subkutan minimal/tidak ada, perut cekung, iga
gambang, sering disertai penyakit infeksi dan diare.
- Marasmus-kwashiorkor, campuran gejala klinis kwashiorkor dan marasmus.
Klasifikasi pada KEP yakni:
1. KEP ringan : >80-90 % BB ideal terhadap TB (WHO-CDC)
2. KEP sedang : >70-80 % BB ideal terhadap TB (WHO-CDC)
3. KEP berat : <70 % BB ideal terhadap TB (WHO-CDC)
Berikut merupakan alur pelayanan anak gizi buruk di rumah sakit/puskesmas
perawatan:
Gambar 2.1 Alur pelayanan anak gizi buruk di rumah sakit/puskesmas perawatan
12
Jadwal pengobatan dan perawatan anak gizi buruk:
Gambar 2.2 Prosedur penatalaksanaan gizi buruk di rumah sakit/puskesmas perawatan
13