bab ii

46
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tuberkulosis 2.1.1. Pengertian Tuberkulosis (TB) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium Tuberculosis. Sebagian besar kuman tuberkulosis menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya. 9 2.1.2. Etiologi Tuberkulosis disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. Bakteri ini berbentuk batang atau agak bengkok dengan ukuran 0,2-0,4 x 1-4 μm (Hiswani, 2004). Basil Mycobacterium tuberculosis hidup sebagai bakteri intraseluler sehingga daya pertahanan tubuh terpenting terhadap kuman dilakukan sistem imunitas seluler terutama berkaitan dengan reaksi hipersensitivitas tipe 4 (tipe lambat). Masa inkubasi sejak terinfeksi sampai lesi primer atau reaksi uji tuberkulin menjadi bermakna adalah 4-12 minggu. 10 M. tuberculosis tidak tahan panas dan akan mati pada suhu 6°C selama 15-20 menit. Dalam dahak, M. tuberculosis dapat bertahan selama 20-30 jam. Basil yang berada dalam percikan dahak dapat bertahan hidup 8-10 jam. 5

Upload: risnawati-wahab

Post on 21-Dec-2015

6 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

n

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tuberkulosis

2.1.1. Pengertian

Tuberkulosis (TB) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh kuman

Mycobacterium Tuberculosis. Sebagian besar kuman tuberkulosis menyerang

paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya.9

2.1.2. Etiologi

Tuberkulosis disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. Bakteri ini

berbentuk batang atau agak bengkok dengan ukuran 0,2-0,4 x 1-4 μm (Hiswani,

2004). Basil Mycobacterium tuberculosis hidup sebagai bakteri intraseluler

sehingga daya pertahanan tubuh terpenting terhadap kuman dilakukan sistem

imunitas seluler terutama berkaitan dengan reaksi hipersensitivitas tipe 4 (tipe

lambat). Masa inkubasi sejak terinfeksi sampai lesi primer atau reaksi uji

tuberkulin menjadi bermakna adalah 4-12 minggu.10

M. tuberculosis tidak tahan panas dan akan mati pada suhu 6°C selama 15-20

menit. Dalam dahak, M. tuberculosis dapat bertahan selama 20-30 jam. Basil yang

berada dalam percikan dahak dapat bertahan hidup 8-10 jam. Selain itu, M.

tuberculosis juga tahan terhadap berbagai desinfektan seperti fenol 5%, asam

sulfat 15%, asam sitrat 3%, dan NaOH 4%. Namun, M. tuberculosis dapat

dihancurkan oleh alkohol 80% dalam waktu 2-10 menit.11

2.1.3. Situasi TB di Indonesia

a. Epidemiologi

Indonesia sekarang berada pada ranking kelima negara dengan beban

TB tertinggi di dunia. Estimasi prevalensi TB semua kasus adalah sebesar

5

Page 2: BAB II

6

680.000 dan estimasi insidensi berjumlah 460.000 kasus baru per tahun.

Jumlah kematian akibat TB diperkirakan 64.000 kematian per tahunnya.1

Angka MDR-TB diperkirakan sebesar 2% dari seluruh kasus TB baru

(lebih rendah dari estimasi di tingkat regional sebesar 4%) dan 20% dari

kasus TB dengan pengobatan ulang. Diperkirakan terdapat sekitar 6.300

kasus MDR TB setiap tahunnya.12

Meskpun memiliki beban penyakit TB yang tinggi, Indonesia

merupakan negara pertama diantara High Burden Country (HBC) di

wilayah WHO South-East Asian yang mampu mencapai target global TB

untuk deteksi kasus dan keberhasilan pengobatan pada tahun 2006. Pada

tahun 2013, ditemukan jumlah kasus baru BTA positif (BTA+) sebanyak

196.310 kasus, menurun bila dibandingkan kasus baru BTA+ yang

ditemukan tahun 2012 yang sebesar 202.301 kasus.12

Gambar 2.1. Proporsi BTA+ di antara seluruh kasus TB Paru di Indonesia

tahun 2008-20135

Gambar 2.1. memperlihatkan bahwa sampai dengant ahun 2013

proporsi pasien baru BTA+ di antara seluruh kasus belum menapai target

yang diharapkan meskipun tidak terlalu jauh berada di bawah target

minimal yang sebesar 65%. Hal itu mengindikasikan kurangnya prioritas

menemukan kasus BTA+. Namun, sebanyak 18 provinsi (54,55%)

provinsi telah mencapai target tersebut. 5

Page 3: BAB II

7

Gambar 2.2. Angka notifikasi kasus BTA+ dan seluruh kasus per 100.000

penduduk tahun 2008-20135

Gambar 2.2. menunjukkan angka notifikasi kasus baru Tb paru BTA+

dan angka notifikasi seluruh kasus TB per 100.000 penduduk dari tahun

2008-2013. Angka notifikasi kasus BTA+ pada tahun 2013 di Indonesia

sebesar 81,0 per 100.000 penduduk.5

Gambar 2.3. Angka kesembuhan dan keberhasilan pengobatan TB BTA+

di Indonesia tahun 2008-20135

Pada gambar 2.3. terlihat perkembanga angka keberhasilan pengobatan

tahun 2008-2013. Pada tahun 2013 angka keberhasilan pengobatan sebesar

Page 4: BAB II

8

90,5%, tetapi angka kesembuhan menurun menjadi 82,8% dari tahun

sebelumnya. WHO menetapkan standar angka kesembuhan sebesar 85%.

Dengan demikian pada tahun 2013, Indonesia belum mencapai standar

tersebut. 5

b. Pengatahuan, sikap dan perilaku

Hasil survei prevalensi TB (2004) mengenai pengetahuan, sikap, dan

perilaku menunjukkan bahwa 96% keluarga merawat anggota keluarga

yang menderita TB dan hanya 13% yang menyeembunyikan keberadaan

mereka. Meskpiun, 76% keluarga pernah mendengar tentang TB dan 85%

mengetahun TB dapat disembuhkan, akan tetapi hanya 26% yang dapat

menyebutkan dua tanda dan gejala utama TB. Cara penularan TB

dipahami oleh 51% keluarga dan hanya 19% yang mengetahui bahwa

tersedia obat TB gratis.12

Mitos yang terkait dengan penularan TB masih dijumpai di masyarakat.

Stigma TB di masyarakat terutama dapat dikurangi dengan meningkatkan

pengetahuan dan persepsi masyarakat mengenai TB, mengurangi mitos-

mitos TB melalui kampanye pada kelompok tertentu dan membuat materi

penyuluhan yang sesuai dengan budaya setempat.12

2.1.4. Kebijakan Global dan Regional

a. Rencana strategis global pengendalian TB 2006-2015 dan rencana

strategis global pengendalian TB 2011-2015.

Di tingkat global, Stop TB Partnership sebagai bentuk kemitraan

global, mendukung negara-negara untuk meningkatkan upaya

pemberantarasn TB, mempercepat penurunan angka kematian dan

kesakitan akibat TB, serta penyebaran TB di seluruh dunia. Stop TB

Partnership telah mengembangkan rencana global pengendalian TB tahun

2011-2015 dan menetapkan target dalam pencapaian Tujuan

Pembangunan Milenium untuk TB.8

Visi Stop TB Partership adalah dunia bebas TB, yang akan dicapai

melalui misi sebagai berikut12:

Page 5: BAB II

9

1) Menjamin akses terhadap diagnosis, pengobatan yang efektif dan

kesembuhan bagi setiap pasien TB.

2) Menghentikan penularan TB.

3) Mengurangi ketidakadilan dalam beban sosial dan ekonomi akibat TB.

4) Mengembangkan dan menerapkan berbagai strategi preventif, upaya

diagnosis dan pengobatan baru lainnya untuk menghentikan TB.

Target yang ditetapkan Stop TB Partnership sebagai tonggak

pencapaian utama adalah12:

1) Pada tahun 2015, beban global penyakit TB (prevalensi dan mortalitas)

akan relative berkurang sebesar 50% dibandingan tahun 1990, dan

setidanya 70% orang yang terinfeksi TB dapat dideteksi degan strategi

DOTS dan 85% diantaranya dinyatakan sembuh.

2) Pada tahun 2050 TB bukan lagi merupakan masalah kesehatan

masyarakat global.

Selain itu, Stop TB Partnership juga mempunyai komitmen untuk

mencapai target dalam Tujuan Pembangunan Milenium, seperti yang

disebutkan pada tujuan 6 target 8 (“to have halted and begun to reverse

the incidence of TB”) pada tahun 2015.

Tujuan tersebut akan dicapai dengan strategi ganda yang akan

dikembangan dalam waktu 10 tahun ke depan, yaitu akselerasi

pengembangan dan penggunaan metode yang lebih baik untuk

implementasi rekomendasi Stop TB yang baru berdasarkan strategi DOTS

dengan standar pelayanan mengacu pada International Standard fot TB

Care (ISTC).

Tujuan yang ingin dicapai dalam Rencana Global 2006-2015 adalah

untuk13:

1) Meningkatkan dan memperluas pemanfaatan strategi untuk

menghentikan penularan TB dengan cara meningkatkan akses

terhadap diagnosis yang akurat dan pengobatan yang efektif dengan

akselerasi pelaksanaan DOTS untuk mencapai target global dalam

Page 6: BAB II

10

pengendalian TB dan meningkatkan ketersediaan, keterjangkauan dan

kualitas obat anti TB.

2) Menyusun strategi untuk menghadapi berbagai tantangan dengan cara

mengadaptasi DOTS untuk mencegah, menangani TB dengan

resistensi OAT (MDR-TB) dan menurunkan dampak TB/HIV.

3) Mempercepat upaya elliminasi TB dengan cara meningkatkan

penelitian dan pengembangan untuk berbagai alat diagnostik, obat dan

vaksin baru, serta meningkatkan penerapan metode baru dan

menjamin pemanfaatan, akses dan keterjangkauannya.

b. Rencana strategi regional Asia Tenggara

Kawasan Asia Tenggara dengan lima dari 22 negara dengan beban

penyakit TB yang tertinggi di dunia, 35% dari seluruh kasus TB di dunia

berasal dari wilayah ini. Program pengendalian TB di wilayah ini telah

menunjukkan kemajuan nyata dalam upaya penemuan kasus dan tingkat

keberhasilan pengobatan yang telah mencapi target lebih dari 85%.

Meskipun demikian, terdapat berbagai tantangan baru, seperti halnya

penyedia pelayanan yang belum menerapkan strategi DOTS, perluasan

epidemi HIV dan cakupan surveilens resistensi obat yang masih rendah.12

Rencana strategi regional Asia Tenggara untuk pengendalian TB 2006-

2010 disusun berdasarkan rencana global, pencapaian dan tantangan di

Asia Tenggara serta prioritas utama di masa depan. Negara-negara di

kawasan ini didorong untuk memfokuskan kegiatannya dengan strategi

sebagai berikut13:

1) Meningkatkan dan memperuas pelayanan DOTS yang berkualitas agar

dapat menjangkau seluruh pasien TB, meningkatkan tingkat

penemuan kasus dan keberhasilan pengobatan

2) Menetapkan intervensi untuk menghadapi tantangan TB/HIV dan

MDR-TB

3) Memperkuat kemitraan dalam menyediakan akses dan standar

pelayanan yang diperluas bagi seluruh pasien TB

4) Berkontribusi dalam penguatan sistem kesehatan

Page 7: BAB II

11

Tingkat resistensi OAT di wilayah ini masih < 3%, akan tetapi jumlah

pasien TB di wilayah ini sangat besar. Oleh karenanya, pencegahan

meningkatkan kasus TB yang resisten obat menjadi prioritas penting.

Secara umum, kemajuan program pengendalian TB di wilayah Asia

Tenggara akan berpengaruh terhadap keberhasilan global dalam program

pengendalian TB.12

c. Upaya pengendalian TB di Indonesia

Sejalan dengan meningkatnya kasus TB, pada awal tahun 1990-an

WHO dan IUATLD mengembangkan strategi pengendalian TB yang

dikenal sebagai strategi Directly Observed Treatment Short-course

(DOTS). Strategi DOTS terdiri dari 5 komponen kunci, yaitu9:

1) Komitmen politis, dengan peningkatan dan kesinambungan

pendanaan.

2) Penemuan kasus melalui pemeriksaan dahak mikroskopis yang

terjamin mutunya.

3) Pengobatan yang standar, dengan supervisi dan dukungan bagi pasien.

4) Sistem pengelolaan dan ketersediaan OAT yang efektif.

5) Sistem monitoring, pencatatan dan pelaporan yang mampu

memberikan penilaian terhadap hasil pengobatan pasien dan kinerja

program.

WHO telah merekomendasikan strategi DOTS sebagai strategi dalam

pengendalian TB sejak tahun 1995. Bank Dunia menyatakan strategi

DOTS sebagai salah satu intervensi kesehatan yang secara ekonomis

sangat efektif (cost-effective). Fokus utama DOTS adalah penemuan dan

penyembuhan pasien, prioritas diberikan kepada pasien TB tipe menular.

Strategi ini akan memutuskan rantai penularan TB dan dengan demikian

menurunkan insidens TB di masyarakat. Menemukan dan menyembuhkan

pasien merupakan cara terbaik dalam upaya pencegahan penularan TB.9

Strategi umum program pengendalian TB 2011-2014 adalah ekspansi.

Fase ekspansi pada periode 2011-2014 ini bertujuan untuk konsolidasi

program dan akselerasi implementasi inisiatif-inisiatif baru sesuai

Page 8: BAB II

12

dengan strategi Stop TB terbaru, yaitu Menuju Akses Universal:

pelayanan DOTS harus tersedia untuk seluruh pasien TB, tanpa

memandang latar belakang sosial ekonomi, karakteristik demografi,

wilayah geografi dan kondisi klinis. Pelayanan DOTS yang bermutu tinggi

bagi kelompok-kelompok yang rentan (misalnya anak, daerah kumuh

perkotaan, wanita, masyarakat miskin dan tidak tercakup asuransi) harus

mendapat prioritas tinggi.9

Strategi nasional program pengendalian TB nasional terdiri dari 7

strategi, terdiri dari 4 strategi umum dan didukung oleh 3 strategi

fungsional. Tujuh strategi ini berkesinambungan dengan strategi nasional

sebelumnya, dengan rumusan strategi yang mempertajam respons terhadap

tantangan pada saat ini. Strategi nasional program pengendalian TB

nasional sebagai berikut12:

1) Memperluas dan meningkatkan pelayanan DOTS yang bermutu.

2) Menghadapi tantangan TB/HIV, MDR-TB, TB anak dan kebutuhan

masyarakat miskin, serta rentan lainnya.

3) Melibatkan seluruh penyedia pelayanan pemerintah, masyarakat

(sukarela), perusahaan dan swasta melalui pendekatan Pelayanan TB

Terpadu Pemerintah dan Swasta (Public-Private Mix) dan menjamin

kepatuhan terhadap Standar Internasional Penatalaksanaan TB

(International Standards for TB Care).

4) Memberdayakan masyarakat dan pasien TB.

5) Memberikan kontribusi dalam penguatan sistem kesehatan dan

manajemen program pengendalian TB.

6) Mendorong komitmen pemerintah pusat dan daerah terhadap program

TB

7) Mendorong penelitian, pengembangan dan pemanfaatan informasi

strategis.

Strategi 1 sampai dengan strategi 4 merupakan strategi umum, dimana

strategi ini harus didukung oleh strategi fungsional yang terdapat pada

Page 9: BAB II

13

strategi 5 sampai dengan strategi 7 untuk memperkuat fungsi-fungsi

manajerial dalam program pengendalian TB.12

Pada tahun 2013 muncul usulan dari beberapa negara anggota WHO

yang mengusulkan adanya strategi baru untuk mengendalikan TB yang

mampu menahan laju infeksi baru, mencegah kematian akibat TB,

mengurangi dampak ekonomi akibat TB dan mampu meletakkan landasan

ke arah eliminasi TB. Eliminasi TB akan tercapai bila angka insidensi TB

berhasil diturunkan mencapai 1 kasus TB per 1 juta penduduk, sedangkan

kondisi yang memungkinkan pencapaian eliminasi TB (pra eliminasi)

adalah bila angka insidensi mampu dikurangi menjadi 10 per 100.000

penduduk. Dengan angka insidensi globaltahun 2012 mencapai 122 per

100.000 penduduk dan penurunan angka insidensi sebesar 1-2% setahun

maka TB akan memasuki kondisi pra eliminasi pada tahun 2160. Untuk itu

perlu ditetapkan strategi baru yang lebih komprehensif bagi pengendalian

TB secara global.9

Pada sidang WHA ke 67 tahun 2014 ditetapkan resolusi mengenai

strategi pengendalian TB global pasca 2015 yang bertujuan untuk

menghentikan epidemi global TB pada tahun 2035 yang ditandai dengan9:

1) Penurunan angka kematian akibat TB sebesar 95% dari angka tahun

2015.

2) Penurunan angka insidensi TB sebesar 90% (menjadi 10/100.000

penduduk)

Strategi tersebut dituangkan dalam 3 pilar strategi utama dan

komponen-komponennya yaitu9:

1) Integrasi layanan TB berpusat pada pasien dan upaya pencegahan TB

a) Diagnosis TB sedini mungkin, termasuk uji kepekaan OAT bagi

semua dan penapisan TB secara sistematis bagi kontak dan

kelompok populasi beresiko tinggi.

b) Pengobatan untuk semua pasien TB, termasuk untuk penderita

resistan obat dengan disertai dukungan yang berpusat pada

kebutuhan pasien (patient-centred support)

Page 10: BAB II

14

c) Kegiatan kolaborasi TB/HIV dan tata laksana komorbid TB yang

lain.

d) Upaya pemberian pengobatan pencegahan pada kelompok rentan

dan beresiko tinggi serta pemberian vaksinasi untuk mencegah

TB.

2) Kebijakan dan sistem pendukung yang berani dan jelas.

a) Komitmen politis yang diwujudkan dalam pemenuhan kebutuhan

layanan dan pencegahan TB.

b) Keterlibatan aktif masyarakat, organisasi\sosial kemasyarakatan

dan pemberi layanan kesehatan baik pemerintah maupun swasta.

c) Penerapan layanan kesehatan semesta (universal health coverage)

dan kerangka kebijakan lain yang mendukung pengendalian TB

seperti wajib lapor, registrasi vital, tata kelola dan penggunaan

obat rasional serta pengendalian infeksi.

d) Jaminan sosial, pengentasan kemiskinan dan kegiatan lain untuk

mengurangi dampak determinan sosial terhadap TB.

3) Intensifikasi riset dan inovasi

a) Penemuan, pengembangan dan penerapan secara cepat alat,

metode intervensi dan strategi baru pengendalian TB.

b) Pengembangan riset untuk optimalisasi pelaksanaan kegiatandan

merangsang inovasi-inovasi baru untuk mempercepat

pengembangan program pengendalian TB.

2.1.5. Tatalaksana Pasien TB

a. Penemuan kasus TB

Penemuan pasien bertujuan untuk mendapatkan pasien TB melalui

serangkaikan kegiatan mulai dari penjaringan terhadap terduga pasien TB,

pemeriksaan fisik dan laboratoris, menentukan diagnosis, mentukan

klasifikasi penyakit serta tipe pasien TB, sehingga dapat dilakukan

pengobatan agar sembuh sehingga tidak menularkan penyakitnya kepada

orang lain.9

Page 11: BAB II

15

1) Strategi penemuan

a) Penemuan pasien TB dilakukan secara intensif pada kelompok

populasi terdampak TB dan populasi rentan.

b) Upaya penemuan secara intensif harus didukung dengan kegiatan

promosi yang aktif, sehingga semua terduga TB dapat ditemukan

secara dini.

c) Penjaringan terdupa pasien TB dilakukan di fasilitas kesehatan,

didukung dengan promosi secara aktif oleh petugas kesehatan

bersama masyarakat.

d) Pelibatan semua fasilitas kesehatan dimaksudkan untuk

mempercepat penemuan dan mengurangi keterlambatan

pengobatan.

e) Penemuan secara aktif dapat dilakukan bertahap:

i. Kelompok khusus yang rentan atau berisiko tinggi sakit TB

seperti pada pasien dengan HIV, Diabetes Melitus dan

malnutrisi.

ii. Kelompok yang rentan karena berada di lingkungan yang

berisiko tinggi terjadinya penularan TB, seperti Lapas/rutan,

tempat penampungan pengungsi, daerah kumuh, tempat kerja,

asrama, dan panti jompo.

iii.Anak dibawah umur lima tahun yang kontak dengan pasien TB

iv. Kontak erat dengan pasien TB dan pasien TB resistan obat

f) Penerapan manajeman tatalaksana terpadu bagi pasien dengan

gejala dan tanda yang sama dengan gejala TB, seperti pendekatan

praktis kesehatan paru/Practical Approach to Lung Health (PAL),

manajemen terpadu balita sakit (MTBS), manajeman terpadu

dewasa sakit (MTDS) akan membantu meningkatkan penemuan

pasien TB di faskes, mengurangi terjadinya misopportunity dan

sekaligus dapat meningkatkan mutu layanan.

g) Tahap awal penemuan dilakukan dengan menjaring mereka yang

memiliki gejala14:

Page 12: BAB II

16

i. Gejala utama pasien TB paru adalah batuk berdahak selama 2

minggu atau lebih. Batuk dapat diikuti dengan gejala

tambahan, yaitu dahak bercampur darah, batuk darah, sesak

nafas, badan lemas, nafsu makan menurun, berat badan

menurun, malaise, berkeringat malam hari tanpa kegiatan fisik,

demam meriang lebih dari satu bulan.

ii. Gejala-gejala tersebut di atas dapat dijumpai pula pada

penyakit paru selain TB, seperti bronkiektasis, bronchitis

kronik, asma, kanker paru, dan lain-lain. Mengingat prevalensi

TB di Indonesia saat ini masih tinggi, maka setiap orang yang

datang ke fasyankes dengan gejala tersebut di atas, dianggap

sebagai serorang terduga pasien TB, dan perlu dilakukan

pemeriksaan dahak secara mikroskopis langsung.

2) Pemeriksaan dahak

a) Pemeriksaan dahak berfungsi untuk menegakkan diagnosis,

menilai keberhasilan pengobatna dan menentukan potensi

penularan. Pemeriksaan dahak untuk penegakan diagnosis

dilakukan dengan mengumpulkan 3 contoh uji dahak yang

dikumpulkan dalam dua hari kunjungan yang berurutan berupa

dahak Sewaktu-Pagi-Sewaktu (SPS).14

b) Pemeriksaan biakan

Pemeriksaan biakan untuk identifikasi Mycobacterium tuberculosis

(M.tb)dimaksudkan untuk menegakkan diagnosis pasti TB pada

pasien tertentu, misalnya pasien TB ekstra paru, TB anak dan TB

dengan hasil pemeriksaan dahak mikroskopis langusng BTA

negatif.14

c) Pemeriksaan uji kepekaan obat

Uji kepekaan obat bertujuan untuk menentukan ada tidaknya

resistensi M.tb terhadap OAT. Untuk menjamin kualitas hasil

pemeriksaaan, uji kepekaan harus dilakukan oleh laboratorium

Page 13: BAB II

17

yang telah tersertifikasi atau lulus uji pemantapan mutu/Quality

Assurance (QA).14

b. Diagnosis TB pada orang dewasa

Dalam upaya pengendalian TB secara Nasional, maka diagnosis TB paru

pada orang dewasa harus ditegakkan terlebih dahulu dengan pemeriksaan

bakteriologis. Pemeriksaan bakteriologis yang dimaksud adalah

pemeriksaan mikroskopis langsung, biakan dan tes cepat. Apabila

pemeriksaan secara bakteriologis hasilnya negatif, maka penegakan

diagnosis TB dapat dilakukan secara klinis dan pennunjang (setidak-

tidaknya pemeriksaan foto thorax) yang sesuai dan ditetapkan oleh dokter

yang telah terlatih TB. Pada sarana terbatas penegakan diagnosis secara

klinis dilakukan setelah pemberian antibiotic spektrum luas (non OAT dan

Non Kuinolon) yang tidak memberikan perbaikan klinis. Tidak dibenarkan

mendiagnosis Tb dengan pemeriksaan serologis, hanya berdasarkan

pemeriksaan foto thorax saja. Foto thorax tidak selalu memberikan

gambaran yang spesifik pada TB paru dan uji tuberculin sehingga dapat

menyebabkan terjadinya overdiagnosis ataupun underdiagnosis.9

Page 14: BAB II

18

Gambar 2.4. Alur diagnosis dan tindak lanjut pada pasien dewasa15

c. Klasifikasi dan tipe pasien TB

1) Definisi pasien TB

Pasien TB berdasarkan hasil konfirmasi pemeriksaan bakteriologis

adalah seorang pasien TB yang dikelompokkan berdasar hasil

pemeriksaan contoh uji biologinya dengan pemeriksaan mikroskopis

Page 15: BAB II

19

langsung, biakan atau tes diagnostic cepat yang direkomendasi oleh

Kemenkes RI. Termasuk dalam kelompok pasien ini adalah9:

a) Pasien TB paru BTA positif

b) Pasien TB paru hasil biakan M.tb positif

c) Pasien TB paru hasil tes cepat M.tb positif

d) Pasien TB ekstraparu terkonfirmasi secara bakteriologis, baik

dengan BTA, biakan maupun tes cepat dari contoh uji jaringan

yang terkena

e) TB anak yang terdiagnosis dengan pemeriksaan bakteriologis

Pasien TB terdiagnosis secara klinis adalah pasien yang tidak

memenuhi kriteria terdiagnosis secara bakteriologis, tetapi didiagnosis

sebagai pasien TB aktif oleh dokter dan diputuskan untuk diberikan

pengobatan TB. Termasuk daam kelompok pasien ini adalah9:

a) Pasien TB paru BTA (-), foto thorax (+)

b) Pasien TB ekstraparu yang terdiagnosis secara klinis maupun

laboratoris dan histopatologis tanpa konfirmasi bakteriologis

c) TB anak yang terdiagnosis dengan sistem skoring

2) Klasifikasi pasien TB

Selain dari pengelompokan pasien sesuai definisi tersebut di atas,

pasien juga diklasifikasikan menurut lokasi anatomi dari penyakit,

riwayat pengoabtan sebelumnya, hasil pemeriksaan uji kepekaan obat,

dan status HIV.9

a) Klasifikasi berdasarkan lokasi anatomi dari penyakit

i. Tuberkulosis paru : TB yang terjadi pad parenkim (jaringan)

paru. Milier TB dianggap sebagai TB paru karena adanyalesi

pada jaringan paru. Pasien yang menderita TB paru dan

sekaligus juga menderita TB ekstra paru, diklasifikasikan

sebagai pasien TB paru.

ii. Tuberkulosis ekstra paru : TB yang terjadi pada organ selain

paru, misalnya : pleura, kelenjar limfe, abdomen, abdomen,

saluran kencing, kulit, sendi, selaput otak dan tulang. Pasien TB

Page 16: BAB II

20

ekstra paru yang menderita TB pada beberapa organ,

diklasifikasikan sebagai pasien TB ekstra paru pada organ

menunjukkan gambaran TB yang terberat.

b) Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya

i. Pasien baru TB : pasien yang belum pernah mendapatkan

pengobatan TB sebelumnya atau sudah pernah menelan OAT

namun kurang dari 1 bulan (< 28 dosis)

ii. Pasien yang pernah diobati TB : pasien yang sebelumnya pernah

menelan OAT selama 1 bulan atau lebih (≤ 28 dosis).

Pasien kambuh : pasien TB yang pernah dinyatakan sembuh

atau pengobatan lengkap dan saat ini diagnosis TB

berdasarka hasil pemeriksaan bakteriologis atau klinis (baik

karena benar-benar kambuh atua karena reinfeksi).

Pasien yang diobati kembali setelah gagal : pasien TB yang

pernah diobati dan dinyatakan gagal pada pengobatan

terakhir.

Pasien yang diobati kembali setelah putus berobat (lost to

follow-up) : pasien yang pernah diobati dan dinyatakan lost

to follow-up.

Lain-lain : pasien TB yang pernah diobati namun hasil akhir

pengobatan sebelumnya tidak diketahui.

iii.Pasien yang riwayat pengobatan sebelumnya tidak diketahui

c) Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan uji kepekaan obat

Pengelompokan pasien di sini berdasarkan hasil uji kepekaan

contoh uji dari Mycobacterium tuberculosis terhadap OAT dan

dapat berupa:

i. Mono resistan (TB MR) : resistan terhadap salah satu jenis OAT

ini pertama saja.

ii. Poli resistan (TB PR) : resistan terhadap lebih dari satu jenis

OAT lini pertama selain Isoniazid dan Rifampisin secara

bersamaan.

Page 17: BAB II

21

iii.Multi drug resistan (TB XDR) : TB MDR yang sekaligus juga

resistan terhadap salah satu OAT golongan flurokuinolon dan

minimal salah satu dari OAT lini kedua jenis suntukan

(Kanamisin, Kapreomisin, dan Amikasin)

iv.Resistan rifampisin (TB RR) : resistan terhadap rifampicin

dengan atau tanpa resistensi terhadap OAT lain yang terdeteksi

menggunakan metode genotip (tes cepat) atau metode feotip

(konvensional)

d) Klasifikasi berdasarkan hasil Status HIV

i. Pasien TB dengan HIV positif (pasien ko-infeksi TB/HIV)

adalah pasien dengan :

Hasil tes HIV positif sebelumnya atau sedang mendapatkan

ART, atau

Hasil tes HIV positif pada saat diagnosis TB

ii. Pasien TB dengan HIV negatif adalah pasien dengan:

Hasil tes HIV negatif sebelumya, atau

Hasil tes HIV negatif pada saat diagnosis TB

iii.Pasien TB dengan status HIV tidak diketahui adalah pasien TB

tanpa ada bukti pendukung hasil tes HIV saat diagnosis TB

ditetapkan.

d. Pengobatan pasien TB

Tujuan pengobatan TB adalah9:

1) Menyembuhkan pasien dan memperbaiku produktivitas serta kualitas

hidup

2) Mencegah terjadinya kematian oleh karena TB atau dampak buruk

selanjutnya

3) Mencegah terjadinya kekambuhan TB

4) Menurunkan penularan TB

5) Mencegah terjadinya dan penularan TB resistan obat

Page 18: BAB II

22

Obat anti tuberkulosis adalah komponen terpenting dalam pengobatan

TB. Pengobatan TB merupakan salah satu upaya paling efisien untuk

mencegah penyebaran lebih lanjut dari kuman TB. Pengobatan yang

adekuat harus memenuhi prinsip9:

1) Pengobatan diberikan dalam bentuk panduan OAT yang tepat

mengandung minimal 4 macam obat untuk mencegah terjadinya

resistensi.

2) Diberikan dalam dosis yang tepat

3) Ditelan secara teratur dan diawasi secara langsung oleh Pengawasa

Menelan Obat (PMO) sampai selesai pengobatan

4) Pengobatan diberikan dalam jangka waktu yang cukup terbagi dalam

tahap awal serta tahap lanjutan untuk mencegah kekambuhan

Pengobatna TB hasus selalu meliputi pengobatan tahap awal dan tahap

lanjutan dengan maksud9,15:

1) Tahap awal : pengobatan diberikan setiap hari. Panduan pengobatan

pada tahap ini dimaksudkan untuk secara efektif menurunkan jumlah

kuman yang ada dalam tubuh pasien dan meminimalisir pengaruh dari

sebagian kecil kuman yang mungkin sudah resistan sejak sebelum

pasien mendapatkan pengobatan. Pengobatan tahap awal pada semua

pasien baru, harus diberikan selama 2 bulan.

2) Tahap lanjutan : pengobatan tahap lanjutan merupakan tahap yang

penting untuk membunuh sisa-sisa kuman yang masih ada dalam

tubuh khususnya kuma persistes sehingga pasien dapat sembuh dan

mencegah terjadinya kekambuhan.

Page 19: BAB II

23

Tabel 2.1. OAT lini pertama9

Jenis Sifat Efek Samping

Isoniazid (H) Bakterisidal Neuropati perifer, psikosis toksik,

gangguan fungsi hati, kejang

Rifampisin (R) Bakterisidal Flu syndrome, gangguan

gastrointestinal, urine berwarna

merah, gangguan fungsi hati,

trombositopenia, demam, skin rash,

sesak nafas, anemia hemolitik

Pirazinamid (Z) Bakterisidal Gangguan gastrointestinal, gangguan

fungsi hati, artritis gout

Streptomisin (S) Bakterisidal Nyeri ditempat suntikan, gangguan

keseimbangan dan pendengaran,

renjatan anafilaktik, anemia,

agranulositosis, trombositopeni

Etambutol (E) Bakteriostatik Gangguan penglihatan, buta warna,

neuritis perifer.

Tabel 2.2. Kisaran dosis OAT lini pertama bagi pasien dewasa9

OAT

Dosis

Harian 3x/minggu

Kisaran

dosis

(mg/kg BB)

Maksimum

(mg)

Kisaran

dosis

(mg/kg BB)

Maksimum/

hari (mg)

Isoniazid 5 (4-6) 300 10 (8-12) 900

Rifampisin 10 (8-12) 600 10 (8-12) 600

Pirazinamid 25 (20-30) - 35 (30-40) -

Etambutol 15 (15-20) - 30 (25-35) -

Streptomisin 15 (12-18) - 15 (12-18) 1000

Page 20: BAB II

24

Tabel 2.3. OAT yang digunakan dalam pengobatan TB MDR9

Jenis Sifat Efek samping

Golongan 1 :

OAT lini pertama oral

Pirazinamid (Z)

Etambutol (E)

Bakteriosid

Bakteriostatik

Gangguan gastrointestinal,

gangguan fungsi hati, artritis

gout, gangguan penglihatan,

buta warna, neuritis perifer

Golongan 2 :

OAT suntikan

Kanamycin (Km)

Amikacin (Am)

Capreomycin (Cm)

Bakteriosid

Bakteriosid

Bakteriosid

Km, Am, Cm memberikan

efek samping yang serupa,

seperti pada penggunaan

Streptomisin

Golongan 3 :

Flurokuinolon

Levofloksasin (Lfx)

Moksifloksasin (Mfx)

Bakteriosid

Bakteriosid

Mual, muntah, sakit kepala,

pusing, sulit tidur, ruptur

tendon (jarang)

Mual, muntah, diare, sakit

kepala, pusing, nyeri sendi

ruptur tendon (jarang)

Golongan 4 :

OAT lini kedua oral

Para-aminosalicylin

acid (PAS)

Cycloserine (Cs)

Bakteriostatik

Bakteriostatik

Gangguan gastrointestinal,

gangguan fungsi hati dan

pembekuan darah (jarang),

hipotiroidisme yang reversible

Gangguan sistem saraf pusat :

Page 21: BAB II

25

Ethionamide (Etio) Bakteriosid

sulit konsentrasi dan lemah,

depresi, bunuh diri, psikosis.

Gangguan lain adalah

neuropati perifer, Steven

Johnson syndrome

Gangguan gastrointestinal,

anoreksia, gangguan fungsi

hati, jerawatan, rambut rontok,

ginekomasti, impotensi,

gangguan siklus menstruasi,

hipotiroidisme yang reversible.

Golongan 5 : obat yang masih belum jelas manfaatnya dalam pengobatan

TB resistan obat

Clofazimine (Cfz), Linezolid (Lzd), Amoxicilin/Clavulanate (Amx/Clv),

Thiocetazone (Thz), Imipenem/Cilastatin (Ipm/Cln), Isoniazid dosis

tinggi (H), Clarithromycin (Clr), Bedaquin (Bdq)

Panduan OAT yang digunakan di Indonesia (sesuai rekomendasi WHO

dan ISTC). Panduan OAT yang digunakan oleh Program Nasional

Pengendalian Tuberkulosis di Indonesia adalah9:

1) Kategori 1 : 2(HRZE)/4(HR)3

2) Kategori 2 : 2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3

3) Kategori anak : 2(HRZ)/4(HR) atau 2HRZA(S)/4-10HR

4) Obat yang digunakan dalam tatalaksana pasien TB resistan obat di

Indonesia terdiri dari OAT lini ke-2, yaitu Kanamisin, Kapreomisin,

Levofloksasin, Etionamide, Sikloserin, Moksifloksasin dan PAS, serta

OAT lini-1, yaitu pirazinamid dan etambutol.

Panduan OAT kategori 1 dan kategori 2 disediakan dalam bentuk paket

obat kombinasi dosis tetap (OAT-KDT). Tablet OAT KDT ini terdiri dari

kombinasi 2 atau 4 jenis obat dalam satu tablet. Dosisnya disesuaikan

dnegan berat badan pasien. Paket kombipak adalah paket obat lepas yang

Page 22: BAB II

26

terdiri dari isoniazid, rifampisin, pirazinamid dan etambutol yang dikemas

dalam bentuk blister. Panduan OAT ini disediakan program untuk

digunakan dalam pengobatan pasien yang terbukti mengalami efek

samping pada pengobatan dengan OAT KDT sebelumnya.9

Panduan OAT KDR lini pertama dan peruntukannya9:

1) Kategori 1 : 2(HRZE) / 4(HR)3

Panduan OAT diberikan untuk pasien baru :

a) Pasien TB paru terkonfirmasi bakteriologis

b) Pasien TB paru terdiagnosis klinis

c) Pasien TB ekstra paru

2) Kategori 2 : 2(HRZE)S / (HRZE) / 5(HR)3E3

Panduan OAT ini diberikan untuk pasien BTA positif yang pernah

diobati sebelumnya (pengobatan ulang):

a) Pasien kambuh

b) Pasien gagal pada pengobatan dengan panduan OAT kategori I

sebelumnya

c) Pasien yang diobati kembali setelah putus berobat (lost to follow-

up)

e. Pemantauan kemajuan dan hasil pengobatan TB

1) Pemantauan kemajuan pengobatan TB

Pemantauan kemajuan dan hasil pengobatan pada orang dewasa

dilaksanakan dengan pemeriksaan ulang dahak secara mikroskopis.

Pemeriksaan dahak secara mikroskopis lebih baik dibandingkan

dengan pemeriksaan radiologis dalam memantau kemajuan

pengobatan. Tindak lanjut atas dasar hasil pemeriksaan ulang dahak

mikroskopis dapat dilihat pada tabel di bawah ini.16

Page 23: BAB II

27

Tab

el 2

.4. P

emer

iksa

an d

ahak

ula

ng u

ntuk

pem

anta

uan

hasi

l pen

goba

tan16

Ket

eran

gan:

(==

=):

pen

goba

tan

taha

p aw

al(…

...):

pen

goba

tan

taha

p la

njut

an

X: p

emer

iksa

an d

ahak

ula

ng p

ada

min

ggu

tera

khir

bul

an p

engo

bata

n un

tuk

mem

anta

u ha

sil p

engo

bata

n (X

): p

emer

iksa

an d

ahak

ual

ng p

ada

bula

n in

i dil

akuk

an h

anya

apa

bila

has

il p

emer

iksa

an p

ada

akhi

r ta

hap

awal

h

asil

nya

BT

A (

+)

*: la

kuka

n pe

mer

uksa

an b

iaka

n da

n uj

i kep

ekaa

n. J

ika

hasi

lnya

men

uuju

kkan

ada

res

iste

nsi,

pasi

en d

inya

taka

n ga

gal,

ruju

k ke

f

aske

s ru

juka

n T

B r

esis

tan

obat

.*

: p

asie

n di

nyat

akan

gag

al. L

akuk

an p

emer

iksa

an b

iaka

n da

n uj

i kep

ekaa

n. J

ika

hasi

lnya

men

unju

kkan

ada

nya

resi

stan

si, r

ujuk

k

e fa

skes

ruj

ukan

TB

res

ista

nsi o

bat.

Page 24: BAB II

28

Tab

el 2

.5. T

atal

aksa

na p

asie

n ya

ng b

erob

at ti

dak

tera

tur15

Ket

eran

gan:

*: la

njut

kan

peng

obat

an d

osis

yan

g te

rsis

a sa

mpa

i sel

uruh

dos

is p

engo

batn

a te

rpen

uhi d

an d

ilak

ukan

pem

erik

saan

ula

ng d

ahak

k

emba

li s

etel

ah m

enye

lesa

ikan

dos

is p

engo

bata

n pa

da b

ulan

ke

5 da

n A

P**

: sem

enta

ra m

enun

ggu

hasi

l pem

erik

saan

uji

kep

ekaa

n pa

sien

dap

at d

iber

ikan

pan

duan

OA

T k

ateg

ori 2

***:

sem

enta

ra m

enug

gu h

asil

pem

erik

saan

uji

kep

ekaa

n pa

sien

tida

k di

beri

kan

peng

obat

an p

andu

an O

AT

Page 25: BAB II

29

2) Hasil pengobatan pasien TB9

Tabel 2.6. Hasil pengobatan pasien TB

Hasil pengobatan Definisi

Sembuh Pasien TB paru dengan hasil pemeriksaan

bakteriologis positif pada awal pengobatan

yang hasil pemeriksaan bakteriologis pada

akhir pengobatan menjadi negative dan pada

salah satu pemeriksaan sebelumnya.

Pengobatan lengkap Pasien TB yang telah menyelesaikan

pengobatna secara lengkap dimana pada salah

satu pemeriksaan sebelum akhir pengobatan

hasilnya negative namun tanpa ada bukti hasil

pemeriksaan bakteriologis pada akhir

pengobatan.

Gagal Pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap

positif atau kembali menjadi positif pada

bulan ke lima atau lebih selama pengobatan

atau kapan saja apabila selama dalam

pengobatan diperoleh hasil laboratorium yang

menunjukkan adanya resistensi OAT.

Meninggal Pasien TB yang meninggal oleh sebab apapun

sebelum memulai atau sedang dalam

pengobatan.

Putus berobat Pasien TB yang tidak memulai

pengobatannya atau yang pengobatannya

terputus selama 2 bulan terus menerus atau

lebih.

Tidak dievaluasi Pasien TB yang tidak diketahui hasil akhir

pengobatannya. Termasuk dalam kriteria ini

adalah pasien pindah ke kabupaten/kota lain

dimana hasil akhir pengobatannya tidak

Page 26: BAB II

30

diketahui oleh kabupaten.kota yang

ditinggalkan.

3) Pengawasan langsung menelan/directly observed treatment (DOTS)

Paduan pengobatan yang dianjurkan dalam buku pedoman ini akan

menyembuhkan sebagian besar pasien TB baru tanpa memicu

munculnya kuman resistan obat. Untuk tercapainya hal tersebut, sangat

penting dipastikan bahwa pasien menelan seluruh obat yang diberikan

sesuai anjuran dengan cara pengawasan langsung oleh seorang

Pengawas Menelan Obat (PMO) agar mencegah terjadinya resistensi

obat. Pilihan tempat pemberian pengobatan sebaiknya disepakati

bersama pasien agar dapat memberikan kenyamanan.Pasien bisa

memilih datang ke fasyankes terdekat dengan kediaman pasien atau

PMO datang berkunjung kerumah pasien. Apabila tidak ada faktor

penyulit, pengobatan dapat diberikan secara rawat jalan.9

a) Persyaratan PMO

i. Seseorang yang dikenal, dipercaya dan disetujui, baik oleh

petugas kesehatan maupun pasien, selain itu harus disegani dan

dihormati oleh pasien.

ii. Seseorang yang tinggal dekat dengan pasien.

iii.Bersedia membantu pasien dengan sukarela.

iv.Bersedia dilatih dan atau mendapat penyuluhan bersama-sama

dengan pasien.

b) Siapa yang bisa jadi PMO

Sebaiknya PMO adalah petugas kesehatan, misalnya Bidan di

Desa, Perawat, Pekarya, Sanitarian, Juru Immunisasi, dan lain-lain.

Bila tidak ada petugas kesehatan yang memungkinkan, PMO dapat

berasal dari kader kesehatan, guru, anggota PPTI, PKK, atau tokoh

masyarakat lainnya atau anggota keluarga.9

c) Tugas seorang PMO

i. Mengawasi pasien TB agar menelan obat secara teratur sampai

selesai pengobatan.

Page 27: BAB II

31

ii. Memberi dorongan kepada pasien agar mau berobat teratur.

iii.Mengingatkan pasien untuk periksa ulang dahak pada waktu

yang telah ditentukan.

iv.Memberi penyuluhan pada anggota keluarga pasien TB yang

mempunyai gejala-gejala mencurigakan TB untuk segera

memeriksakan diri ke unit pelayanan kesehatan (UPK).

d) Informasi penting yang perlu dipahami PMO untuk disampaikan

kepada pasien dan keluarganya9:

i. TB disebabkan kuman, bukan penyakit keturunan atau kutukan

ii. TB dapat disembuhkan dengan berobat teratur

iii.Cara penularan TB, gejala-gejala yang mencurigakan dan cara

pencegahannya

iv.Cara pemberian pengobatan pasien (tahap intensif dan lanjutan)

v. Pentingnya pengawasan supaya pasien berobat secara teratur

vi.Kemungkinan terjadinya efek samping obat dan perlunya segera

meminta pertolongan ke fasyankes.

2.2 Analisis Sistem

2.2.1. Pengertian Sistem

Terdapat beberapa macam pengertian dari sistem yang dikemukakan oleh

berbagai ahli, antara lain sebagai berikut17:

a. Sistem adalah gabungan dari elemen-elemen yang saling dihubungkan

oleh suatu proses atau struktur dan berfungsi sebagai satu kesatuan

organisasi dalam upaya menghasilkan sesuatu yang telah ditetapkan.

b. Sistem adalah suatu struktur konseptual yang terdiri dari fungsi-fungsi

yang saling berhubungan yang bekerja sebagai satu unit organik untuk

mencapai keluaran yang diinginkan secara efektif dan efisien.

c. Sistem adalah kumpulan dari bagian-bagian yang berhubungan dan

membentuk satu kesatuan yang majemuk, dimana masing-masing bagian

bekerja sama secara bebas dan terkait untuk mencapai sasaran kesatuan

dalam suatu situasi yang majemuk pula.

Page 28: BAB II

32

2.2.2. Unsur Sistem

Sistem terbentuk dari bagian atau elemen yang saling berhubungan dan

mempengaruhi. Adapun yang dimaksud dengan bagian atau elemen tersebut ialah

sesuatu yang mutlak harus ditemukan. Elemen tersebut adalah17:

a. Masukan

Masukan (input) adalah kumpulan bagian atau elemen dalam sistem yang

diperlukan untuk berfungsinya sistem tersebut. Masukan yang termasuk

dalam sistem pelayanan kesehatan adalah tenaga, dana, metode, sarana dan

prasarana.

b. Proses

Proses (process) adalah kumpulan bagian atau elemen dalam sistem yang

berfungsi untuk mengubah masukan menjadi keluaran yang direncanakan.

Proses yang termasuk dalam sistem pelayanan kesehatan antara lain

perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan penilaian.

c. Keluaran

Keluaran (output) adalah kumpulan bagian atau elemen yang dihasilkan

dari berlangsungnya proses dalam sistem.

d. Umpan balik

Umpan balik (feed back) adalah kumpulan dari bagian atau elemen yang

merupakan keluaran dan sekaligus sebagai masukan bagi sistem tersebut.

e. Dampak

Dampak (impact) adalah akibat yang dihasilkan oleh keluaran suatu

sistem.

f. Lingkungan

Lingkungan (environment) adalah dunia di luar sistem yang tidak dikelola

oleh sistem tetapi mempunyai pengaruh besar terhadap sistem.

Page 29: BAB II

33

Keenam unsur sistem ini saling berhubungan dan mempengaruhi, secara

sederhana dapat digambarkan seperti berikut:

Gambar 2.5. Hubungan unsur sistem

2.2.3. Pendekatan Sistem

Suatu sistem pada dasarnya dibentuk untuk mencapai suatu tujuan tertentu

yang telah ditetapkan atau disepakati bersama. Untuk terbentuknya sistem

tersebut, perlu dirangkai berbagai unsur atau elemen sedemikian rupa sehingga

secara keseluruhan terbentuk kesatuan yang berfungsi untuk mencapai tujuan.

Apabila prinsip pokok atau cara kerja sistem ini diterapkan ketika

menyelenggarakan pekerjaan administrasi, maka prinsip pokok atau cara kerja ini

dikenal dengan nama pendekatan sistem (system approach).17

Saat ini batasan tentang pendekatan sistem banyak macamnya. Beberapa

diantaranya yang terpenting adalah17:

a. Pendekatan sistem adalah penerapan suatu prosedur logis dan rasional dalam

merancang suatu rangkaian komponen-komponen yang berhubungan

sehingga dapat berfungsi sebagai satu kesatuan mencapai tujuan yang telah

ditetapkan.

b. Pendekatan sistem adalah suatu strategi menggunakan metode analisa, desain

dan manajemen untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan secara efektif

dan efisien.

c. Pendekatan sistem adalah penerapan dari cara berpikir yang sistematis dan

logis dalam membahas serta mencari pemecahan dari suatu masalah atau

keadaan yang dihadapi.

INPUT PROSES OUTPUT

DAMPAK

UMPAN BALIK

Page 30: BAB II

34

Diperlukan penilaian dari tiap elemen untuk menjamin berjalan baiknya sistem.

Pengkajian terhadap setiap elemen sistem disebut analisis sistem. Dilakukan

penguraian elemen dengan analisis sistem yang bertujuan untuk mengidentifikasi

masalah serta mengupayakan pemecahannya. Adapun langkah-langkah dari

analisis sistem adalah sebagai berikut17:

a. Menguraikan sistem

b. Merumuskan masalah tiap bagian dan sistem secara keseluruhan

c. Mengumpulkan data untuk memperjelas masalah dan kemungkinan

pemecahannya

d. Mengembangkan model sistem baru

e. Uji coba dicatat setiap hasil yang diperoleh, lalu dipilih model yang paling

penguntungkan

f. Penerapan dan melakukan pemantauan berkala