bab ii
DESCRIPTION
nTRANSCRIPT
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Tuberkulosis
2.1.1. Pengertian
Tuberkulosis (TB) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh kuman
Mycobacterium Tuberculosis. Sebagian besar kuman tuberkulosis menyerang
paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya.9
2.1.2. Etiologi
Tuberkulosis disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. Bakteri ini
berbentuk batang atau agak bengkok dengan ukuran 0,2-0,4 x 1-4 μm (Hiswani,
2004). Basil Mycobacterium tuberculosis hidup sebagai bakteri intraseluler
sehingga daya pertahanan tubuh terpenting terhadap kuman dilakukan sistem
imunitas seluler terutama berkaitan dengan reaksi hipersensitivitas tipe 4 (tipe
lambat). Masa inkubasi sejak terinfeksi sampai lesi primer atau reaksi uji
tuberkulin menjadi bermakna adalah 4-12 minggu.10
M. tuberculosis tidak tahan panas dan akan mati pada suhu 6°C selama 15-20
menit. Dalam dahak, M. tuberculosis dapat bertahan selama 20-30 jam. Basil yang
berada dalam percikan dahak dapat bertahan hidup 8-10 jam. Selain itu, M.
tuberculosis juga tahan terhadap berbagai desinfektan seperti fenol 5%, asam
sulfat 15%, asam sitrat 3%, dan NaOH 4%. Namun, M. tuberculosis dapat
dihancurkan oleh alkohol 80% dalam waktu 2-10 menit.11
2.1.3. Situasi TB di Indonesia
a. Epidemiologi
Indonesia sekarang berada pada ranking kelima negara dengan beban
TB tertinggi di dunia. Estimasi prevalensi TB semua kasus adalah sebesar
5
6
680.000 dan estimasi insidensi berjumlah 460.000 kasus baru per tahun.
Jumlah kematian akibat TB diperkirakan 64.000 kematian per tahunnya.1
Angka MDR-TB diperkirakan sebesar 2% dari seluruh kasus TB baru
(lebih rendah dari estimasi di tingkat regional sebesar 4%) dan 20% dari
kasus TB dengan pengobatan ulang. Diperkirakan terdapat sekitar 6.300
kasus MDR TB setiap tahunnya.12
Meskpun memiliki beban penyakit TB yang tinggi, Indonesia
merupakan negara pertama diantara High Burden Country (HBC) di
wilayah WHO South-East Asian yang mampu mencapai target global TB
untuk deteksi kasus dan keberhasilan pengobatan pada tahun 2006. Pada
tahun 2013, ditemukan jumlah kasus baru BTA positif (BTA+) sebanyak
196.310 kasus, menurun bila dibandingkan kasus baru BTA+ yang
ditemukan tahun 2012 yang sebesar 202.301 kasus.12
Gambar 2.1. Proporsi BTA+ di antara seluruh kasus TB Paru di Indonesia
tahun 2008-20135
Gambar 2.1. memperlihatkan bahwa sampai dengant ahun 2013
proporsi pasien baru BTA+ di antara seluruh kasus belum menapai target
yang diharapkan meskipun tidak terlalu jauh berada di bawah target
minimal yang sebesar 65%. Hal itu mengindikasikan kurangnya prioritas
menemukan kasus BTA+. Namun, sebanyak 18 provinsi (54,55%)
provinsi telah mencapai target tersebut. 5
7
Gambar 2.2. Angka notifikasi kasus BTA+ dan seluruh kasus per 100.000
penduduk tahun 2008-20135
Gambar 2.2. menunjukkan angka notifikasi kasus baru Tb paru BTA+
dan angka notifikasi seluruh kasus TB per 100.000 penduduk dari tahun
2008-2013. Angka notifikasi kasus BTA+ pada tahun 2013 di Indonesia
sebesar 81,0 per 100.000 penduduk.5
Gambar 2.3. Angka kesembuhan dan keberhasilan pengobatan TB BTA+
di Indonesia tahun 2008-20135
Pada gambar 2.3. terlihat perkembanga angka keberhasilan pengobatan
tahun 2008-2013. Pada tahun 2013 angka keberhasilan pengobatan sebesar
8
90,5%, tetapi angka kesembuhan menurun menjadi 82,8% dari tahun
sebelumnya. WHO menetapkan standar angka kesembuhan sebesar 85%.
Dengan demikian pada tahun 2013, Indonesia belum mencapai standar
tersebut. 5
b. Pengatahuan, sikap dan perilaku
Hasil survei prevalensi TB (2004) mengenai pengetahuan, sikap, dan
perilaku menunjukkan bahwa 96% keluarga merawat anggota keluarga
yang menderita TB dan hanya 13% yang menyeembunyikan keberadaan
mereka. Meskpiun, 76% keluarga pernah mendengar tentang TB dan 85%
mengetahun TB dapat disembuhkan, akan tetapi hanya 26% yang dapat
menyebutkan dua tanda dan gejala utama TB. Cara penularan TB
dipahami oleh 51% keluarga dan hanya 19% yang mengetahui bahwa
tersedia obat TB gratis.12
Mitos yang terkait dengan penularan TB masih dijumpai di masyarakat.
Stigma TB di masyarakat terutama dapat dikurangi dengan meningkatkan
pengetahuan dan persepsi masyarakat mengenai TB, mengurangi mitos-
mitos TB melalui kampanye pada kelompok tertentu dan membuat materi
penyuluhan yang sesuai dengan budaya setempat.12
2.1.4. Kebijakan Global dan Regional
a. Rencana strategis global pengendalian TB 2006-2015 dan rencana
strategis global pengendalian TB 2011-2015.
Di tingkat global, Stop TB Partnership sebagai bentuk kemitraan
global, mendukung negara-negara untuk meningkatkan upaya
pemberantarasn TB, mempercepat penurunan angka kematian dan
kesakitan akibat TB, serta penyebaran TB di seluruh dunia. Stop TB
Partnership telah mengembangkan rencana global pengendalian TB tahun
2011-2015 dan menetapkan target dalam pencapaian Tujuan
Pembangunan Milenium untuk TB.8
Visi Stop TB Partership adalah dunia bebas TB, yang akan dicapai
melalui misi sebagai berikut12:
9
1) Menjamin akses terhadap diagnosis, pengobatan yang efektif dan
kesembuhan bagi setiap pasien TB.
2) Menghentikan penularan TB.
3) Mengurangi ketidakadilan dalam beban sosial dan ekonomi akibat TB.
4) Mengembangkan dan menerapkan berbagai strategi preventif, upaya
diagnosis dan pengobatan baru lainnya untuk menghentikan TB.
Target yang ditetapkan Stop TB Partnership sebagai tonggak
pencapaian utama adalah12:
1) Pada tahun 2015, beban global penyakit TB (prevalensi dan mortalitas)
akan relative berkurang sebesar 50% dibandingan tahun 1990, dan
setidanya 70% orang yang terinfeksi TB dapat dideteksi degan strategi
DOTS dan 85% diantaranya dinyatakan sembuh.
2) Pada tahun 2050 TB bukan lagi merupakan masalah kesehatan
masyarakat global.
Selain itu, Stop TB Partnership juga mempunyai komitmen untuk
mencapai target dalam Tujuan Pembangunan Milenium, seperti yang
disebutkan pada tujuan 6 target 8 (“to have halted and begun to reverse
the incidence of TB”) pada tahun 2015.
Tujuan tersebut akan dicapai dengan strategi ganda yang akan
dikembangan dalam waktu 10 tahun ke depan, yaitu akselerasi
pengembangan dan penggunaan metode yang lebih baik untuk
implementasi rekomendasi Stop TB yang baru berdasarkan strategi DOTS
dengan standar pelayanan mengacu pada International Standard fot TB
Care (ISTC).
Tujuan yang ingin dicapai dalam Rencana Global 2006-2015 adalah
untuk13:
1) Meningkatkan dan memperluas pemanfaatan strategi untuk
menghentikan penularan TB dengan cara meningkatkan akses
terhadap diagnosis yang akurat dan pengobatan yang efektif dengan
akselerasi pelaksanaan DOTS untuk mencapai target global dalam
10
pengendalian TB dan meningkatkan ketersediaan, keterjangkauan dan
kualitas obat anti TB.
2) Menyusun strategi untuk menghadapi berbagai tantangan dengan cara
mengadaptasi DOTS untuk mencegah, menangani TB dengan
resistensi OAT (MDR-TB) dan menurunkan dampak TB/HIV.
3) Mempercepat upaya elliminasi TB dengan cara meningkatkan
penelitian dan pengembangan untuk berbagai alat diagnostik, obat dan
vaksin baru, serta meningkatkan penerapan metode baru dan
menjamin pemanfaatan, akses dan keterjangkauannya.
b. Rencana strategi regional Asia Tenggara
Kawasan Asia Tenggara dengan lima dari 22 negara dengan beban
penyakit TB yang tertinggi di dunia, 35% dari seluruh kasus TB di dunia
berasal dari wilayah ini. Program pengendalian TB di wilayah ini telah
menunjukkan kemajuan nyata dalam upaya penemuan kasus dan tingkat
keberhasilan pengobatan yang telah mencapi target lebih dari 85%.
Meskipun demikian, terdapat berbagai tantangan baru, seperti halnya
penyedia pelayanan yang belum menerapkan strategi DOTS, perluasan
epidemi HIV dan cakupan surveilens resistensi obat yang masih rendah.12
Rencana strategi regional Asia Tenggara untuk pengendalian TB 2006-
2010 disusun berdasarkan rencana global, pencapaian dan tantangan di
Asia Tenggara serta prioritas utama di masa depan. Negara-negara di
kawasan ini didorong untuk memfokuskan kegiatannya dengan strategi
sebagai berikut13:
1) Meningkatkan dan memperuas pelayanan DOTS yang berkualitas agar
dapat menjangkau seluruh pasien TB, meningkatkan tingkat
penemuan kasus dan keberhasilan pengobatan
2) Menetapkan intervensi untuk menghadapi tantangan TB/HIV dan
MDR-TB
3) Memperkuat kemitraan dalam menyediakan akses dan standar
pelayanan yang diperluas bagi seluruh pasien TB
4) Berkontribusi dalam penguatan sistem kesehatan
11
Tingkat resistensi OAT di wilayah ini masih < 3%, akan tetapi jumlah
pasien TB di wilayah ini sangat besar. Oleh karenanya, pencegahan
meningkatkan kasus TB yang resisten obat menjadi prioritas penting.
Secara umum, kemajuan program pengendalian TB di wilayah Asia
Tenggara akan berpengaruh terhadap keberhasilan global dalam program
pengendalian TB.12
c. Upaya pengendalian TB di Indonesia
Sejalan dengan meningkatnya kasus TB, pada awal tahun 1990-an
WHO dan IUATLD mengembangkan strategi pengendalian TB yang
dikenal sebagai strategi Directly Observed Treatment Short-course
(DOTS). Strategi DOTS terdiri dari 5 komponen kunci, yaitu9:
1) Komitmen politis, dengan peningkatan dan kesinambungan
pendanaan.
2) Penemuan kasus melalui pemeriksaan dahak mikroskopis yang
terjamin mutunya.
3) Pengobatan yang standar, dengan supervisi dan dukungan bagi pasien.
4) Sistem pengelolaan dan ketersediaan OAT yang efektif.
5) Sistem monitoring, pencatatan dan pelaporan yang mampu
memberikan penilaian terhadap hasil pengobatan pasien dan kinerja
program.
WHO telah merekomendasikan strategi DOTS sebagai strategi dalam
pengendalian TB sejak tahun 1995. Bank Dunia menyatakan strategi
DOTS sebagai salah satu intervensi kesehatan yang secara ekonomis
sangat efektif (cost-effective). Fokus utama DOTS adalah penemuan dan
penyembuhan pasien, prioritas diberikan kepada pasien TB tipe menular.
Strategi ini akan memutuskan rantai penularan TB dan dengan demikian
menurunkan insidens TB di masyarakat. Menemukan dan menyembuhkan
pasien merupakan cara terbaik dalam upaya pencegahan penularan TB.9
Strategi umum program pengendalian TB 2011-2014 adalah ekspansi.
Fase ekspansi pada periode 2011-2014 ini bertujuan untuk konsolidasi
program dan akselerasi implementasi inisiatif-inisiatif baru sesuai
12
dengan strategi Stop TB terbaru, yaitu Menuju Akses Universal:
pelayanan DOTS harus tersedia untuk seluruh pasien TB, tanpa
memandang latar belakang sosial ekonomi, karakteristik demografi,
wilayah geografi dan kondisi klinis. Pelayanan DOTS yang bermutu tinggi
bagi kelompok-kelompok yang rentan (misalnya anak, daerah kumuh
perkotaan, wanita, masyarakat miskin dan tidak tercakup asuransi) harus
mendapat prioritas tinggi.9
Strategi nasional program pengendalian TB nasional terdiri dari 7
strategi, terdiri dari 4 strategi umum dan didukung oleh 3 strategi
fungsional. Tujuh strategi ini berkesinambungan dengan strategi nasional
sebelumnya, dengan rumusan strategi yang mempertajam respons terhadap
tantangan pada saat ini. Strategi nasional program pengendalian TB
nasional sebagai berikut12:
1) Memperluas dan meningkatkan pelayanan DOTS yang bermutu.
2) Menghadapi tantangan TB/HIV, MDR-TB, TB anak dan kebutuhan
masyarakat miskin, serta rentan lainnya.
3) Melibatkan seluruh penyedia pelayanan pemerintah, masyarakat
(sukarela), perusahaan dan swasta melalui pendekatan Pelayanan TB
Terpadu Pemerintah dan Swasta (Public-Private Mix) dan menjamin
kepatuhan terhadap Standar Internasional Penatalaksanaan TB
(International Standards for TB Care).
4) Memberdayakan masyarakat dan pasien TB.
5) Memberikan kontribusi dalam penguatan sistem kesehatan dan
manajemen program pengendalian TB.
6) Mendorong komitmen pemerintah pusat dan daerah terhadap program
TB
7) Mendorong penelitian, pengembangan dan pemanfaatan informasi
strategis.
Strategi 1 sampai dengan strategi 4 merupakan strategi umum, dimana
strategi ini harus didukung oleh strategi fungsional yang terdapat pada
13
strategi 5 sampai dengan strategi 7 untuk memperkuat fungsi-fungsi
manajerial dalam program pengendalian TB.12
Pada tahun 2013 muncul usulan dari beberapa negara anggota WHO
yang mengusulkan adanya strategi baru untuk mengendalikan TB yang
mampu menahan laju infeksi baru, mencegah kematian akibat TB,
mengurangi dampak ekonomi akibat TB dan mampu meletakkan landasan
ke arah eliminasi TB. Eliminasi TB akan tercapai bila angka insidensi TB
berhasil diturunkan mencapai 1 kasus TB per 1 juta penduduk, sedangkan
kondisi yang memungkinkan pencapaian eliminasi TB (pra eliminasi)
adalah bila angka insidensi mampu dikurangi menjadi 10 per 100.000
penduduk. Dengan angka insidensi globaltahun 2012 mencapai 122 per
100.000 penduduk dan penurunan angka insidensi sebesar 1-2% setahun
maka TB akan memasuki kondisi pra eliminasi pada tahun 2160. Untuk itu
perlu ditetapkan strategi baru yang lebih komprehensif bagi pengendalian
TB secara global.9
Pada sidang WHA ke 67 tahun 2014 ditetapkan resolusi mengenai
strategi pengendalian TB global pasca 2015 yang bertujuan untuk
menghentikan epidemi global TB pada tahun 2035 yang ditandai dengan9:
1) Penurunan angka kematian akibat TB sebesar 95% dari angka tahun
2015.
2) Penurunan angka insidensi TB sebesar 90% (menjadi 10/100.000
penduduk)
Strategi tersebut dituangkan dalam 3 pilar strategi utama dan
komponen-komponennya yaitu9:
1) Integrasi layanan TB berpusat pada pasien dan upaya pencegahan TB
a) Diagnosis TB sedini mungkin, termasuk uji kepekaan OAT bagi
semua dan penapisan TB secara sistematis bagi kontak dan
kelompok populasi beresiko tinggi.
b) Pengobatan untuk semua pasien TB, termasuk untuk penderita
resistan obat dengan disertai dukungan yang berpusat pada
kebutuhan pasien (patient-centred support)
14
c) Kegiatan kolaborasi TB/HIV dan tata laksana komorbid TB yang
lain.
d) Upaya pemberian pengobatan pencegahan pada kelompok rentan
dan beresiko tinggi serta pemberian vaksinasi untuk mencegah
TB.
2) Kebijakan dan sistem pendukung yang berani dan jelas.
a) Komitmen politis yang diwujudkan dalam pemenuhan kebutuhan
layanan dan pencegahan TB.
b) Keterlibatan aktif masyarakat, organisasi\sosial kemasyarakatan
dan pemberi layanan kesehatan baik pemerintah maupun swasta.
c) Penerapan layanan kesehatan semesta (universal health coverage)
dan kerangka kebijakan lain yang mendukung pengendalian TB
seperti wajib lapor, registrasi vital, tata kelola dan penggunaan
obat rasional serta pengendalian infeksi.
d) Jaminan sosial, pengentasan kemiskinan dan kegiatan lain untuk
mengurangi dampak determinan sosial terhadap TB.
3) Intensifikasi riset dan inovasi
a) Penemuan, pengembangan dan penerapan secara cepat alat,
metode intervensi dan strategi baru pengendalian TB.
b) Pengembangan riset untuk optimalisasi pelaksanaan kegiatandan
merangsang inovasi-inovasi baru untuk mempercepat
pengembangan program pengendalian TB.
2.1.5. Tatalaksana Pasien TB
a. Penemuan kasus TB
Penemuan pasien bertujuan untuk mendapatkan pasien TB melalui
serangkaikan kegiatan mulai dari penjaringan terhadap terduga pasien TB,
pemeriksaan fisik dan laboratoris, menentukan diagnosis, mentukan
klasifikasi penyakit serta tipe pasien TB, sehingga dapat dilakukan
pengobatan agar sembuh sehingga tidak menularkan penyakitnya kepada
orang lain.9
15
1) Strategi penemuan
a) Penemuan pasien TB dilakukan secara intensif pada kelompok
populasi terdampak TB dan populasi rentan.
b) Upaya penemuan secara intensif harus didukung dengan kegiatan
promosi yang aktif, sehingga semua terduga TB dapat ditemukan
secara dini.
c) Penjaringan terdupa pasien TB dilakukan di fasilitas kesehatan,
didukung dengan promosi secara aktif oleh petugas kesehatan
bersama masyarakat.
d) Pelibatan semua fasilitas kesehatan dimaksudkan untuk
mempercepat penemuan dan mengurangi keterlambatan
pengobatan.
e) Penemuan secara aktif dapat dilakukan bertahap:
i. Kelompok khusus yang rentan atau berisiko tinggi sakit TB
seperti pada pasien dengan HIV, Diabetes Melitus dan
malnutrisi.
ii. Kelompok yang rentan karena berada di lingkungan yang
berisiko tinggi terjadinya penularan TB, seperti Lapas/rutan,
tempat penampungan pengungsi, daerah kumuh, tempat kerja,
asrama, dan panti jompo.
iii.Anak dibawah umur lima tahun yang kontak dengan pasien TB
iv. Kontak erat dengan pasien TB dan pasien TB resistan obat
f) Penerapan manajeman tatalaksana terpadu bagi pasien dengan
gejala dan tanda yang sama dengan gejala TB, seperti pendekatan
praktis kesehatan paru/Practical Approach to Lung Health (PAL),
manajemen terpadu balita sakit (MTBS), manajeman terpadu
dewasa sakit (MTDS) akan membantu meningkatkan penemuan
pasien TB di faskes, mengurangi terjadinya misopportunity dan
sekaligus dapat meningkatkan mutu layanan.
g) Tahap awal penemuan dilakukan dengan menjaring mereka yang
memiliki gejala14:
16
i. Gejala utama pasien TB paru adalah batuk berdahak selama 2
minggu atau lebih. Batuk dapat diikuti dengan gejala
tambahan, yaitu dahak bercampur darah, batuk darah, sesak
nafas, badan lemas, nafsu makan menurun, berat badan
menurun, malaise, berkeringat malam hari tanpa kegiatan fisik,
demam meriang lebih dari satu bulan.
ii. Gejala-gejala tersebut di atas dapat dijumpai pula pada
penyakit paru selain TB, seperti bronkiektasis, bronchitis
kronik, asma, kanker paru, dan lain-lain. Mengingat prevalensi
TB di Indonesia saat ini masih tinggi, maka setiap orang yang
datang ke fasyankes dengan gejala tersebut di atas, dianggap
sebagai serorang terduga pasien TB, dan perlu dilakukan
pemeriksaan dahak secara mikroskopis langsung.
2) Pemeriksaan dahak
a) Pemeriksaan dahak berfungsi untuk menegakkan diagnosis,
menilai keberhasilan pengobatna dan menentukan potensi
penularan. Pemeriksaan dahak untuk penegakan diagnosis
dilakukan dengan mengumpulkan 3 contoh uji dahak yang
dikumpulkan dalam dua hari kunjungan yang berurutan berupa
dahak Sewaktu-Pagi-Sewaktu (SPS).14
b) Pemeriksaan biakan
Pemeriksaan biakan untuk identifikasi Mycobacterium tuberculosis
(M.tb)dimaksudkan untuk menegakkan diagnosis pasti TB pada
pasien tertentu, misalnya pasien TB ekstra paru, TB anak dan TB
dengan hasil pemeriksaan dahak mikroskopis langusng BTA
negatif.14
c) Pemeriksaan uji kepekaan obat
Uji kepekaan obat bertujuan untuk menentukan ada tidaknya
resistensi M.tb terhadap OAT. Untuk menjamin kualitas hasil
pemeriksaaan, uji kepekaan harus dilakukan oleh laboratorium
17
yang telah tersertifikasi atau lulus uji pemantapan mutu/Quality
Assurance (QA).14
b. Diagnosis TB pada orang dewasa
Dalam upaya pengendalian TB secara Nasional, maka diagnosis TB paru
pada orang dewasa harus ditegakkan terlebih dahulu dengan pemeriksaan
bakteriologis. Pemeriksaan bakteriologis yang dimaksud adalah
pemeriksaan mikroskopis langsung, biakan dan tes cepat. Apabila
pemeriksaan secara bakteriologis hasilnya negatif, maka penegakan
diagnosis TB dapat dilakukan secara klinis dan pennunjang (setidak-
tidaknya pemeriksaan foto thorax) yang sesuai dan ditetapkan oleh dokter
yang telah terlatih TB. Pada sarana terbatas penegakan diagnosis secara
klinis dilakukan setelah pemberian antibiotic spektrum luas (non OAT dan
Non Kuinolon) yang tidak memberikan perbaikan klinis. Tidak dibenarkan
mendiagnosis Tb dengan pemeriksaan serologis, hanya berdasarkan
pemeriksaan foto thorax saja. Foto thorax tidak selalu memberikan
gambaran yang spesifik pada TB paru dan uji tuberculin sehingga dapat
menyebabkan terjadinya overdiagnosis ataupun underdiagnosis.9
18
Gambar 2.4. Alur diagnosis dan tindak lanjut pada pasien dewasa15
c. Klasifikasi dan tipe pasien TB
1) Definisi pasien TB
Pasien TB berdasarkan hasil konfirmasi pemeriksaan bakteriologis
adalah seorang pasien TB yang dikelompokkan berdasar hasil
pemeriksaan contoh uji biologinya dengan pemeriksaan mikroskopis
19
langsung, biakan atau tes diagnostic cepat yang direkomendasi oleh
Kemenkes RI. Termasuk dalam kelompok pasien ini adalah9:
a) Pasien TB paru BTA positif
b) Pasien TB paru hasil biakan M.tb positif
c) Pasien TB paru hasil tes cepat M.tb positif
d) Pasien TB ekstraparu terkonfirmasi secara bakteriologis, baik
dengan BTA, biakan maupun tes cepat dari contoh uji jaringan
yang terkena
e) TB anak yang terdiagnosis dengan pemeriksaan bakteriologis
Pasien TB terdiagnosis secara klinis adalah pasien yang tidak
memenuhi kriteria terdiagnosis secara bakteriologis, tetapi didiagnosis
sebagai pasien TB aktif oleh dokter dan diputuskan untuk diberikan
pengobatan TB. Termasuk daam kelompok pasien ini adalah9:
a) Pasien TB paru BTA (-), foto thorax (+)
b) Pasien TB ekstraparu yang terdiagnosis secara klinis maupun
laboratoris dan histopatologis tanpa konfirmasi bakteriologis
c) TB anak yang terdiagnosis dengan sistem skoring
2) Klasifikasi pasien TB
Selain dari pengelompokan pasien sesuai definisi tersebut di atas,
pasien juga diklasifikasikan menurut lokasi anatomi dari penyakit,
riwayat pengoabtan sebelumnya, hasil pemeriksaan uji kepekaan obat,
dan status HIV.9
a) Klasifikasi berdasarkan lokasi anatomi dari penyakit
i. Tuberkulosis paru : TB yang terjadi pad parenkim (jaringan)
paru. Milier TB dianggap sebagai TB paru karena adanyalesi
pada jaringan paru. Pasien yang menderita TB paru dan
sekaligus juga menderita TB ekstra paru, diklasifikasikan
sebagai pasien TB paru.
ii. Tuberkulosis ekstra paru : TB yang terjadi pada organ selain
paru, misalnya : pleura, kelenjar limfe, abdomen, abdomen,
saluran kencing, kulit, sendi, selaput otak dan tulang. Pasien TB
20
ekstra paru yang menderita TB pada beberapa organ,
diklasifikasikan sebagai pasien TB ekstra paru pada organ
menunjukkan gambaran TB yang terberat.
b) Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya
i. Pasien baru TB : pasien yang belum pernah mendapatkan
pengobatan TB sebelumnya atau sudah pernah menelan OAT
namun kurang dari 1 bulan (< 28 dosis)
ii. Pasien yang pernah diobati TB : pasien yang sebelumnya pernah
menelan OAT selama 1 bulan atau lebih (≤ 28 dosis).
Pasien kambuh : pasien TB yang pernah dinyatakan sembuh
atau pengobatan lengkap dan saat ini diagnosis TB
berdasarka hasil pemeriksaan bakteriologis atau klinis (baik
karena benar-benar kambuh atua karena reinfeksi).
Pasien yang diobati kembali setelah gagal : pasien TB yang
pernah diobati dan dinyatakan gagal pada pengobatan
terakhir.
Pasien yang diobati kembali setelah putus berobat (lost to
follow-up) : pasien yang pernah diobati dan dinyatakan lost
to follow-up.
Lain-lain : pasien TB yang pernah diobati namun hasil akhir
pengobatan sebelumnya tidak diketahui.
iii.Pasien yang riwayat pengobatan sebelumnya tidak diketahui
c) Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan uji kepekaan obat
Pengelompokan pasien di sini berdasarkan hasil uji kepekaan
contoh uji dari Mycobacterium tuberculosis terhadap OAT dan
dapat berupa:
i. Mono resistan (TB MR) : resistan terhadap salah satu jenis OAT
ini pertama saja.
ii. Poli resistan (TB PR) : resistan terhadap lebih dari satu jenis
OAT lini pertama selain Isoniazid dan Rifampisin secara
bersamaan.
21
iii.Multi drug resistan (TB XDR) : TB MDR yang sekaligus juga
resistan terhadap salah satu OAT golongan flurokuinolon dan
minimal salah satu dari OAT lini kedua jenis suntukan
(Kanamisin, Kapreomisin, dan Amikasin)
iv.Resistan rifampisin (TB RR) : resistan terhadap rifampicin
dengan atau tanpa resistensi terhadap OAT lain yang terdeteksi
menggunakan metode genotip (tes cepat) atau metode feotip
(konvensional)
d) Klasifikasi berdasarkan hasil Status HIV
i. Pasien TB dengan HIV positif (pasien ko-infeksi TB/HIV)
adalah pasien dengan :
Hasil tes HIV positif sebelumnya atau sedang mendapatkan
ART, atau
Hasil tes HIV positif pada saat diagnosis TB
ii. Pasien TB dengan HIV negatif adalah pasien dengan:
Hasil tes HIV negatif sebelumya, atau
Hasil tes HIV negatif pada saat diagnosis TB
iii.Pasien TB dengan status HIV tidak diketahui adalah pasien TB
tanpa ada bukti pendukung hasil tes HIV saat diagnosis TB
ditetapkan.
d. Pengobatan pasien TB
Tujuan pengobatan TB adalah9:
1) Menyembuhkan pasien dan memperbaiku produktivitas serta kualitas
hidup
2) Mencegah terjadinya kematian oleh karena TB atau dampak buruk
selanjutnya
3) Mencegah terjadinya kekambuhan TB
4) Menurunkan penularan TB
5) Mencegah terjadinya dan penularan TB resistan obat
22
Obat anti tuberkulosis adalah komponen terpenting dalam pengobatan
TB. Pengobatan TB merupakan salah satu upaya paling efisien untuk
mencegah penyebaran lebih lanjut dari kuman TB. Pengobatan yang
adekuat harus memenuhi prinsip9:
1) Pengobatan diberikan dalam bentuk panduan OAT yang tepat
mengandung minimal 4 macam obat untuk mencegah terjadinya
resistensi.
2) Diberikan dalam dosis yang tepat
3) Ditelan secara teratur dan diawasi secara langsung oleh Pengawasa
Menelan Obat (PMO) sampai selesai pengobatan
4) Pengobatan diberikan dalam jangka waktu yang cukup terbagi dalam
tahap awal serta tahap lanjutan untuk mencegah kekambuhan
Pengobatna TB hasus selalu meliputi pengobatan tahap awal dan tahap
lanjutan dengan maksud9,15:
1) Tahap awal : pengobatan diberikan setiap hari. Panduan pengobatan
pada tahap ini dimaksudkan untuk secara efektif menurunkan jumlah
kuman yang ada dalam tubuh pasien dan meminimalisir pengaruh dari
sebagian kecil kuman yang mungkin sudah resistan sejak sebelum
pasien mendapatkan pengobatan. Pengobatan tahap awal pada semua
pasien baru, harus diberikan selama 2 bulan.
2) Tahap lanjutan : pengobatan tahap lanjutan merupakan tahap yang
penting untuk membunuh sisa-sisa kuman yang masih ada dalam
tubuh khususnya kuma persistes sehingga pasien dapat sembuh dan
mencegah terjadinya kekambuhan.
23
Tabel 2.1. OAT lini pertama9
Jenis Sifat Efek Samping
Isoniazid (H) Bakterisidal Neuropati perifer, psikosis toksik,
gangguan fungsi hati, kejang
Rifampisin (R) Bakterisidal Flu syndrome, gangguan
gastrointestinal, urine berwarna
merah, gangguan fungsi hati,
trombositopenia, demam, skin rash,
sesak nafas, anemia hemolitik
Pirazinamid (Z) Bakterisidal Gangguan gastrointestinal, gangguan
fungsi hati, artritis gout
Streptomisin (S) Bakterisidal Nyeri ditempat suntikan, gangguan
keseimbangan dan pendengaran,
renjatan anafilaktik, anemia,
agranulositosis, trombositopeni
Etambutol (E) Bakteriostatik Gangguan penglihatan, buta warna,
neuritis perifer.
Tabel 2.2. Kisaran dosis OAT lini pertama bagi pasien dewasa9
OAT
Dosis
Harian 3x/minggu
Kisaran
dosis
(mg/kg BB)
Maksimum
(mg)
Kisaran
dosis
(mg/kg BB)
Maksimum/
hari (mg)
Isoniazid 5 (4-6) 300 10 (8-12) 900
Rifampisin 10 (8-12) 600 10 (8-12) 600
Pirazinamid 25 (20-30) - 35 (30-40) -
Etambutol 15 (15-20) - 30 (25-35) -
Streptomisin 15 (12-18) - 15 (12-18) 1000
24
Tabel 2.3. OAT yang digunakan dalam pengobatan TB MDR9
Jenis Sifat Efek samping
Golongan 1 :
OAT lini pertama oral
Pirazinamid (Z)
Etambutol (E)
Bakteriosid
Bakteriostatik
Gangguan gastrointestinal,
gangguan fungsi hati, artritis
gout, gangguan penglihatan,
buta warna, neuritis perifer
Golongan 2 :
OAT suntikan
Kanamycin (Km)
Amikacin (Am)
Capreomycin (Cm)
Bakteriosid
Bakteriosid
Bakteriosid
Km, Am, Cm memberikan
efek samping yang serupa,
seperti pada penggunaan
Streptomisin
Golongan 3 :
Flurokuinolon
Levofloksasin (Lfx)
Moksifloksasin (Mfx)
Bakteriosid
Bakteriosid
Mual, muntah, sakit kepala,
pusing, sulit tidur, ruptur
tendon (jarang)
Mual, muntah, diare, sakit
kepala, pusing, nyeri sendi
ruptur tendon (jarang)
Golongan 4 :
OAT lini kedua oral
Para-aminosalicylin
acid (PAS)
Cycloserine (Cs)
Bakteriostatik
Bakteriostatik
Gangguan gastrointestinal,
gangguan fungsi hati dan
pembekuan darah (jarang),
hipotiroidisme yang reversible
Gangguan sistem saraf pusat :
25
Ethionamide (Etio) Bakteriosid
sulit konsentrasi dan lemah,
depresi, bunuh diri, psikosis.
Gangguan lain adalah
neuropati perifer, Steven
Johnson syndrome
Gangguan gastrointestinal,
anoreksia, gangguan fungsi
hati, jerawatan, rambut rontok,
ginekomasti, impotensi,
gangguan siklus menstruasi,
hipotiroidisme yang reversible.
Golongan 5 : obat yang masih belum jelas manfaatnya dalam pengobatan
TB resistan obat
Clofazimine (Cfz), Linezolid (Lzd), Amoxicilin/Clavulanate (Amx/Clv),
Thiocetazone (Thz), Imipenem/Cilastatin (Ipm/Cln), Isoniazid dosis
tinggi (H), Clarithromycin (Clr), Bedaquin (Bdq)
Panduan OAT yang digunakan di Indonesia (sesuai rekomendasi WHO
dan ISTC). Panduan OAT yang digunakan oleh Program Nasional
Pengendalian Tuberkulosis di Indonesia adalah9:
1) Kategori 1 : 2(HRZE)/4(HR)3
2) Kategori 2 : 2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3
3) Kategori anak : 2(HRZ)/4(HR) atau 2HRZA(S)/4-10HR
4) Obat yang digunakan dalam tatalaksana pasien TB resistan obat di
Indonesia terdiri dari OAT lini ke-2, yaitu Kanamisin, Kapreomisin,
Levofloksasin, Etionamide, Sikloserin, Moksifloksasin dan PAS, serta
OAT lini-1, yaitu pirazinamid dan etambutol.
Panduan OAT kategori 1 dan kategori 2 disediakan dalam bentuk paket
obat kombinasi dosis tetap (OAT-KDT). Tablet OAT KDT ini terdiri dari
kombinasi 2 atau 4 jenis obat dalam satu tablet. Dosisnya disesuaikan
dnegan berat badan pasien. Paket kombipak adalah paket obat lepas yang
26
terdiri dari isoniazid, rifampisin, pirazinamid dan etambutol yang dikemas
dalam bentuk blister. Panduan OAT ini disediakan program untuk
digunakan dalam pengobatan pasien yang terbukti mengalami efek
samping pada pengobatan dengan OAT KDT sebelumnya.9
Panduan OAT KDR lini pertama dan peruntukannya9:
1) Kategori 1 : 2(HRZE) / 4(HR)3
Panduan OAT diberikan untuk pasien baru :
a) Pasien TB paru terkonfirmasi bakteriologis
b) Pasien TB paru terdiagnosis klinis
c) Pasien TB ekstra paru
2) Kategori 2 : 2(HRZE)S / (HRZE) / 5(HR)3E3
Panduan OAT ini diberikan untuk pasien BTA positif yang pernah
diobati sebelumnya (pengobatan ulang):
a) Pasien kambuh
b) Pasien gagal pada pengobatan dengan panduan OAT kategori I
sebelumnya
c) Pasien yang diobati kembali setelah putus berobat (lost to follow-
up)
e. Pemantauan kemajuan dan hasil pengobatan TB
1) Pemantauan kemajuan pengobatan TB
Pemantauan kemajuan dan hasil pengobatan pada orang dewasa
dilaksanakan dengan pemeriksaan ulang dahak secara mikroskopis.
Pemeriksaan dahak secara mikroskopis lebih baik dibandingkan
dengan pemeriksaan radiologis dalam memantau kemajuan
pengobatan. Tindak lanjut atas dasar hasil pemeriksaan ulang dahak
mikroskopis dapat dilihat pada tabel di bawah ini.16
27
Tab
el 2
.4. P
emer
iksa
an d
ahak
ula
ng u
ntuk
pem
anta
uan
hasi
l pen
goba
tan16
Ket
eran
gan:
(==
=):
pen
goba
tan
taha
p aw
al(…
...):
pen
goba
tan
taha
p la
njut
an
X: p
emer
iksa
an d
ahak
ula
ng p
ada
min
ggu
tera
khir
bul
an p
engo
bata
n un
tuk
mem
anta
u ha
sil p
engo
bata
n (X
): p
emer
iksa
an d
ahak
ual
ng p
ada
bula
n in
i dil
akuk
an h
anya
apa
bila
has
il p
emer
iksa
an p
ada
akhi
r ta
hap
awal
h
asil
nya
BT
A (
+)
*: la
kuka
n pe
mer
uksa
an b
iaka
n da
n uj
i kep
ekaa
n. J
ika
hasi
lnya
men
uuju
kkan
ada
res
iste
nsi,
pasi
en d
inya
taka
n ga
gal,
ruju
k ke
f
aske
s ru
juka
n T
B r
esis
tan
obat
.*
: p
asie
n di
nyat
akan
gag
al. L
akuk
an p
emer
iksa
an b
iaka
n da
n uj
i kep
ekaa
n. J
ika
hasi
lnya
men
unju
kkan
ada
nya
resi
stan
si, r
ujuk
k
e fa
skes
ruj
ukan
TB
res
ista
nsi o
bat.
28
Tab
el 2
.5. T
atal
aksa
na p
asie
n ya
ng b
erob
at ti
dak
tera
tur15
Ket
eran
gan:
*: la
njut
kan
peng
obat
an d
osis
yan
g te
rsis
a sa
mpa
i sel
uruh
dos
is p
engo
batn
a te
rpen
uhi d
an d
ilak
ukan
pem
erik
saan
ula
ng d
ahak
k
emba
li s
etel
ah m
enye
lesa
ikan
dos
is p
engo
bata
n pa
da b
ulan
ke
5 da
n A
P**
: sem
enta
ra m
enun
ggu
hasi
l pem
erik
saan
uji
kep
ekaa
n pa
sien
dap
at d
iber
ikan
pan
duan
OA
T k
ateg
ori 2
***:
sem
enta
ra m
enug
gu h
asil
pem
erik
saan
uji
kep
ekaa
n pa
sien
tida
k di
beri
kan
peng
obat
an p
andu
an O
AT
29
2) Hasil pengobatan pasien TB9
Tabel 2.6. Hasil pengobatan pasien TB
Hasil pengobatan Definisi
Sembuh Pasien TB paru dengan hasil pemeriksaan
bakteriologis positif pada awal pengobatan
yang hasil pemeriksaan bakteriologis pada
akhir pengobatan menjadi negative dan pada
salah satu pemeriksaan sebelumnya.
Pengobatan lengkap Pasien TB yang telah menyelesaikan
pengobatna secara lengkap dimana pada salah
satu pemeriksaan sebelum akhir pengobatan
hasilnya negative namun tanpa ada bukti hasil
pemeriksaan bakteriologis pada akhir
pengobatan.
Gagal Pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap
positif atau kembali menjadi positif pada
bulan ke lima atau lebih selama pengobatan
atau kapan saja apabila selama dalam
pengobatan diperoleh hasil laboratorium yang
menunjukkan adanya resistensi OAT.
Meninggal Pasien TB yang meninggal oleh sebab apapun
sebelum memulai atau sedang dalam
pengobatan.
Putus berobat Pasien TB yang tidak memulai
pengobatannya atau yang pengobatannya
terputus selama 2 bulan terus menerus atau
lebih.
Tidak dievaluasi Pasien TB yang tidak diketahui hasil akhir
pengobatannya. Termasuk dalam kriteria ini
adalah pasien pindah ke kabupaten/kota lain
dimana hasil akhir pengobatannya tidak
30
diketahui oleh kabupaten.kota yang
ditinggalkan.
3) Pengawasan langsung menelan/directly observed treatment (DOTS)
Paduan pengobatan yang dianjurkan dalam buku pedoman ini akan
menyembuhkan sebagian besar pasien TB baru tanpa memicu
munculnya kuman resistan obat. Untuk tercapainya hal tersebut, sangat
penting dipastikan bahwa pasien menelan seluruh obat yang diberikan
sesuai anjuran dengan cara pengawasan langsung oleh seorang
Pengawas Menelan Obat (PMO) agar mencegah terjadinya resistensi
obat. Pilihan tempat pemberian pengobatan sebaiknya disepakati
bersama pasien agar dapat memberikan kenyamanan.Pasien bisa
memilih datang ke fasyankes terdekat dengan kediaman pasien atau
PMO datang berkunjung kerumah pasien. Apabila tidak ada faktor
penyulit, pengobatan dapat diberikan secara rawat jalan.9
a) Persyaratan PMO
i. Seseorang yang dikenal, dipercaya dan disetujui, baik oleh
petugas kesehatan maupun pasien, selain itu harus disegani dan
dihormati oleh pasien.
ii. Seseorang yang tinggal dekat dengan pasien.
iii.Bersedia membantu pasien dengan sukarela.
iv.Bersedia dilatih dan atau mendapat penyuluhan bersama-sama
dengan pasien.
b) Siapa yang bisa jadi PMO
Sebaiknya PMO adalah petugas kesehatan, misalnya Bidan di
Desa, Perawat, Pekarya, Sanitarian, Juru Immunisasi, dan lain-lain.
Bila tidak ada petugas kesehatan yang memungkinkan, PMO dapat
berasal dari kader kesehatan, guru, anggota PPTI, PKK, atau tokoh
masyarakat lainnya atau anggota keluarga.9
c) Tugas seorang PMO
i. Mengawasi pasien TB agar menelan obat secara teratur sampai
selesai pengobatan.
31
ii. Memberi dorongan kepada pasien agar mau berobat teratur.
iii.Mengingatkan pasien untuk periksa ulang dahak pada waktu
yang telah ditentukan.
iv.Memberi penyuluhan pada anggota keluarga pasien TB yang
mempunyai gejala-gejala mencurigakan TB untuk segera
memeriksakan diri ke unit pelayanan kesehatan (UPK).
d) Informasi penting yang perlu dipahami PMO untuk disampaikan
kepada pasien dan keluarganya9:
i. TB disebabkan kuman, bukan penyakit keturunan atau kutukan
ii. TB dapat disembuhkan dengan berobat teratur
iii.Cara penularan TB, gejala-gejala yang mencurigakan dan cara
pencegahannya
iv.Cara pemberian pengobatan pasien (tahap intensif dan lanjutan)
v. Pentingnya pengawasan supaya pasien berobat secara teratur
vi.Kemungkinan terjadinya efek samping obat dan perlunya segera
meminta pertolongan ke fasyankes.
2.2 Analisis Sistem
2.2.1. Pengertian Sistem
Terdapat beberapa macam pengertian dari sistem yang dikemukakan oleh
berbagai ahli, antara lain sebagai berikut17:
a. Sistem adalah gabungan dari elemen-elemen yang saling dihubungkan
oleh suatu proses atau struktur dan berfungsi sebagai satu kesatuan
organisasi dalam upaya menghasilkan sesuatu yang telah ditetapkan.
b. Sistem adalah suatu struktur konseptual yang terdiri dari fungsi-fungsi
yang saling berhubungan yang bekerja sebagai satu unit organik untuk
mencapai keluaran yang diinginkan secara efektif dan efisien.
c. Sistem adalah kumpulan dari bagian-bagian yang berhubungan dan
membentuk satu kesatuan yang majemuk, dimana masing-masing bagian
bekerja sama secara bebas dan terkait untuk mencapai sasaran kesatuan
dalam suatu situasi yang majemuk pula.
32
2.2.2. Unsur Sistem
Sistem terbentuk dari bagian atau elemen yang saling berhubungan dan
mempengaruhi. Adapun yang dimaksud dengan bagian atau elemen tersebut ialah
sesuatu yang mutlak harus ditemukan. Elemen tersebut adalah17:
a. Masukan
Masukan (input) adalah kumpulan bagian atau elemen dalam sistem yang
diperlukan untuk berfungsinya sistem tersebut. Masukan yang termasuk
dalam sistem pelayanan kesehatan adalah tenaga, dana, metode, sarana dan
prasarana.
b. Proses
Proses (process) adalah kumpulan bagian atau elemen dalam sistem yang
berfungsi untuk mengubah masukan menjadi keluaran yang direncanakan.
Proses yang termasuk dalam sistem pelayanan kesehatan antara lain
perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan penilaian.
c. Keluaran
Keluaran (output) adalah kumpulan bagian atau elemen yang dihasilkan
dari berlangsungnya proses dalam sistem.
d. Umpan balik
Umpan balik (feed back) adalah kumpulan dari bagian atau elemen yang
merupakan keluaran dan sekaligus sebagai masukan bagi sistem tersebut.
e. Dampak
Dampak (impact) adalah akibat yang dihasilkan oleh keluaran suatu
sistem.
f. Lingkungan
Lingkungan (environment) adalah dunia di luar sistem yang tidak dikelola
oleh sistem tetapi mempunyai pengaruh besar terhadap sistem.
33
Keenam unsur sistem ini saling berhubungan dan mempengaruhi, secara
sederhana dapat digambarkan seperti berikut:
Gambar 2.5. Hubungan unsur sistem
2.2.3. Pendekatan Sistem
Suatu sistem pada dasarnya dibentuk untuk mencapai suatu tujuan tertentu
yang telah ditetapkan atau disepakati bersama. Untuk terbentuknya sistem
tersebut, perlu dirangkai berbagai unsur atau elemen sedemikian rupa sehingga
secara keseluruhan terbentuk kesatuan yang berfungsi untuk mencapai tujuan.
Apabila prinsip pokok atau cara kerja sistem ini diterapkan ketika
menyelenggarakan pekerjaan administrasi, maka prinsip pokok atau cara kerja ini
dikenal dengan nama pendekatan sistem (system approach).17
Saat ini batasan tentang pendekatan sistem banyak macamnya. Beberapa
diantaranya yang terpenting adalah17:
a. Pendekatan sistem adalah penerapan suatu prosedur logis dan rasional dalam
merancang suatu rangkaian komponen-komponen yang berhubungan
sehingga dapat berfungsi sebagai satu kesatuan mencapai tujuan yang telah
ditetapkan.
b. Pendekatan sistem adalah suatu strategi menggunakan metode analisa, desain
dan manajemen untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan secara efektif
dan efisien.
c. Pendekatan sistem adalah penerapan dari cara berpikir yang sistematis dan
logis dalam membahas serta mencari pemecahan dari suatu masalah atau
keadaan yang dihadapi.
INPUT PROSES OUTPUT
DAMPAK
UMPAN BALIK
34
Diperlukan penilaian dari tiap elemen untuk menjamin berjalan baiknya sistem.
Pengkajian terhadap setiap elemen sistem disebut analisis sistem. Dilakukan
penguraian elemen dengan analisis sistem yang bertujuan untuk mengidentifikasi
masalah serta mengupayakan pemecahannya. Adapun langkah-langkah dari
analisis sistem adalah sebagai berikut17:
a. Menguraikan sistem
b. Merumuskan masalah tiap bagian dan sistem secara keseluruhan
c. Mengumpulkan data untuk memperjelas masalah dan kemungkinan
pemecahannya
d. Mengembangkan model sistem baru
e. Uji coba dicatat setiap hasil yang diperoleh, lalu dipilih model yang paling
penguntungkan
f. Penerapan dan melakukan pemantauan berkala