bab ii

24
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Kejang demam adalah bangkitan kejang yg terjadi pd kenaikan suhu tubuh (rektal > 38 o C) tanpa adanya infeksi SSP, gangguan elektrolit atau metabolik lain, kejang disertai demam pd bayi berusia < 1 bulan tidak termasuk dalam kejang demam (IDAI, 2010). Menurut Consensus statement on febrile seizures (1980) , kejang demam adalah kejadian pada bayi atau anak yang berhubungan dengan demam tetapi tidak pernah terbukti adanya infeksi intrakranial atau penyebab tertentu. Anak yang pernah kejang tanpa demam dan bayi berumur kurang dari 4 minggu tidak termasuk dalam kejang demam. Kejang demam harus dibedakan dengan epilepsi,yaitu yang ditandai denagn kejang berulang tanpa demam. Definisi ini menyingkirkan kejang yang disebabkan penyakit saraf seperti meningitis, ensefatitis atau ensefalopati. Kejang pada keadaan ini mempunyai prognosis berbeda dengan kejang demam karena keadaan yang mendasarinya mengenai sistem susunan saraf pusat. Dahulu Livingston membagi kejang demam menjadi 2 golongan, yaitu kejang demam sederhana (simple febrile convulsion) dan epilepsi yang diprovokasi oleh demam (epilepsi triggered of by fever). 2 Hampir 3% daripada anak yang berumur di bawah 5 tahun pernah menderitanya (Millichap, 1968). Wegman (1939) dan Millichap (1959) dari percobaan binatang berkesimpulan bahwa suhu

Upload: dwi-susanthi

Post on 13-Dec-2015

215 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

de

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Kejang demam adalah bangkitan kejang yg terjadi pd kenaikan suhu tubuh (rektal >

38oC) tanpa adanya infeksi SSP, gangguan elektrolit atau metabolik lain, kejang disertai demam

pd bayi berusia < 1 bulan tidak termasuk dalam kejang demam (IDAI, 2010).

Menurut Consensus statement on febrile seizures (1980), kejang demam adalah kejadian

pada bayi atau anak yang berhubungan dengan demam tetapi tidak pernah terbukti adanya

infeksi intrakranial atau penyebab tertentu. Anak yang pernah kejang tanpa demam dan bayi

berumur kurang dari 4 minggu tidak termasuk dalam kejang demam. Kejang demam harus

dibedakan dengan epilepsi,yaitu yang ditandai denagn kejang berulang tanpa demam.

Definisi ini menyingkirkan kejang yang disebabkan penyakit saraf seperti meningitis,

ensefatitis atau ensefalopati. Kejang pada keadaan ini mempunyai prognosis berbeda dengan

kejang demam karena keadaan yang mendasarinya mengenai sistem susunan saraf pusat. Dahulu

Livingston membagi kejang demam menjadi 2 golongan, yaitu kejang demam sederhana (simple

febrile convulsion) dan epilepsi yang diprovokasi oleh demam (epilepsi triggered of by fever).2

 Hampir 3% daripada anak yang berumur di bawah 5 tahun pernah menderitanya

(Millichap, 1968). Wegman (1939) dan Millichap (1959) dari percobaan binatang berkesimpulan

bahwa suhu yang tinggi dapat menyebabkan terjadinya bangkitan kejang. Terjadinya bangkitan

kejang demam bergantung kepada umur, tinggi serta cepatnya suhu meningkat (Wegman, 1939;

Prichard dan McGreal, 1958). Faktor hereditas juga mempunyai peranan. Lennox-Buchthal

(1971) berpendapat bahwa kepekaan terhadap bangkitan kejang demam diturunkan oleh sebuah

gen dominan dengan penetrasi yang tidak sempurna. Lennox (1949) berpendapat bahwa 41,2%

anggota keluarga penderita mempunyai riwayat kejang sedangkan pada anak normal hanya 3%.1

2.2 Epidemiologi

Menurut IDAI, kejadian kejang demam pada anak usia 6 bulan sampai 5 tahun

hampir 2 - 5%. Diperkirakan 3% anak-anak dibawah usia 6 tahun pernah menderita kejang

Page 2: BAB II

demam. Anak laki-laki lebih sering pada anak perempuan dengan perbandingan 1,4 : 1,0.

Menurut ras maka kulit putih lebih banyak daripada kulit berwarna. Terjadinya bangkitan kejang

demam bergantung kepada umur, tinggi serta cepatnya suhu meningkat. Faktor hereditas juga

memegang peranan . Lennox Buchthal (1971) dalam Nelson (2007) berpendapat bahwa kepekaan

terhadap bangkitan kejang demam diturunkan oleh sebuah gen dominan dengan penetrasi yang

sempurna. Dan 41,2% anggota keluarga penderita mempunyai riwayat kejang sedangkan pada

anak normal hanya 3%.

Terdapat pengaruh faktor genetik yang kuat dalam kejang demam, karena

frekuensinya meningkat diantara anggota keluarga. Insidensi pada orang tua berkisar 8 % dan 22

% dan pada saudara kandung antara 9 % dan 17 %. Pada orang tua dari anak dengan kejang

demam ditemukan peningkatan insidensi epilepsi. Frekuensi epilepsi berbagai anggota keluarga

adalah 4 – 10 % (Rudolph et all., 2007). Risiko terjadinya kejang pada episode demam yang lain

tergantung dari usia anak anda. Anak yang berumur kurang dari 1 tahun pada saat kejang

pertama memiliki risiko 50% untuk mengalami kejang demam lagi. Anak yang berusia lebih dari

1 tahun pada saat kejang pertama hanya memiliki risiko 30% untuk mengalami kejang demam

lagi.

2.3 Klasifikasi

Umumnya kejang demam diklasifikasikan menjadi 2 golongan yaitu kejang demam

sederhana, yang berlangsung kurang dari 15 menit dan berlangsung umum, dan kejang demam

kompleks, yang berlangsung kurang dari 15 menit, fokal, atau multiple (lebih dari 2 kali kejang

dalam 24 jam).

Kriteria kejang demam sederhana

1. Tipe kejang umum

2. Durasi kejang < 15 menit

3. Frekuensi kejang 1 kali dalam 24 jam

4. Tidak ada defisit neurologis

5. Terjadi pada anak usia 6 bulan – 5 tahun

Page 3: BAB II

Kriteria kejang demam komplek

1. Kejang berlansung > 15 menit

2. Kejang fokal atau parsial satu sisi , atau kejang umum yng didahului kejang parsial

3. Kejang >2 kali dalam 24 jam

Kriteria kejang demam menurut livingtone adalah:

1. Umur anak ketika kejang antara 6 bulan dan 4 tahun.

2. Kejang berlangsung hanya sebentar saja, tidak lebih dari 15 menit.

3. Kejang bersifat umum

4. Kejang timbul dalam 16 jam pertama setelah timbulnya demam.

5. Pemeriksaan saraf sebelum dan sesudah kejang normal.

6. Pemeriksaan EEG yang dibuat sedikitnya 1 minggu sesudah suhu normal tidak

menunjukkan kelainan.

7. Frekuensi bangkitan kejang didalam 1 tahun tidak melebihi 4x.

Kejang demam yang tidak memenuhi salah satu atau lebih dari ketujuh kriteria

modifikasi Livingston diatas digolongkan pada epilepsi yang diprovokasi oleh demam. Kejang

kelompok kedua ini mempunyai suatu dasar kelainan yang menyebabkan timbulnya kejang,

sedangkan demam hanya merupakan faktor pencetus saja.

2.4. Faktor Resiko

Faktor resiko pertama yang penting pada kejang demam adalah demam. Selain itu juga

terdapat faktor riwayat kejang demam pada orang tua atau saudara kandung, perkembangan

terlambat, problem pada masa neonatus, anak dalam pengawasan khusus, dan kadar natrium

rendah. Setelah kejang demam pertama, kira-kira 33% anak akan mengalami satu kali rekurensi

atau lebih, dan kira-kira 9% anak mengalami 3 kali rekurensi atau lebih. Resiko rekurensi

meningkat pada usia dini, cepatnya anak mendapat kejang setelah demam timbul, temperature

yang sangat rendah saat kejang, riwayat keluarga kejang demam, dan riwayat keluarga epilepsi.1

Faktor risiko dapat dikelompokkan menjadi, yaitu :

Page 4: BAB II

1.     Faktor Risiko Kejang Demam Pertama

(≥ 2 faktor risikoà Risiko kejang demam sebanyak 30%)

-       Riwayat keluarga dengan kejang demam (orang tua atau saudara

kandung

-       Pemulangan neonatus > 28 hari

-       Perkembangan terlambat

-       Anak dengan pengawasan

-       Kadar Na (natrium) dalam serum darah rendah

-       Temperatur yang tinggi

2.     Faktor Risiko Kejang Demam Berulang

-       Usia muda < 1 tahun

Makin muda usia anak ketika kejang pertama, maka makin besar

kemungkinan rekurensinya. Rekurensi bila serangan pertama

pada anak usia < 1 tahun adalah 50% dan usia > 1 tahun adalah

28%

-       Riwayat keluarga kejang demam

-       Cepatnya timbul kejang setelah demam

-       Temperatur yang rendah saat kejang (< 38 0C)

-       Riwayat keluarga epilepsi

-       Setelah kejang demam pertama, 33% anak mengalami 1 kali

rekurensi atau lebih, dan 9 % anak mengalami 3 kali rekurensi

atau lebih

-     Usia dini saat kejang demam dan riwayat kejang dalam keluarga

merupakan faktor risiko yang kuat untuk timbulnya rekurensi

-       Sebanyak 50% rekurensi terjadi dalam 6 bulan pertama

-       Sebanyak 75% berulang pada tahun pertama

-       Sebanyak 90% rekurensi terjadi pada tahun kedua

3.     Faktor Risiko Menjadi Epilepsi

-       Perkembangan abnormal sebelum kejang demam petama

-       Riwayat keluarga dengan epilepsy

Page 5: BAB II

-       Kejang demam kompleks (KDK)

-       Sebanyak 2-7% penderita kejang demam akan mengalami

epilepsi di kemudian hari. Sebaliknya 10-15% penderita epilepsi

pernah mengalami kejang demam sebelumnya

-       Seluruh jenis epilepsi, termasuk absens, tonik-klonik umum, dan

parsial kompleks dapat terlihat pada pasien dengan riwayat kejang

demam

-   National Institute of Neurologic Disorder and Stroke (NINDS)

Perinatal Collaborative Project (NCPP) melaporkan tingginya

risiko epilepsi di antara anak-anak dengan perkembangan

abnormal sebelum kejang demam pertama, adanya riwayat orang

tua atau saudara kandung dengan epilepsi dan anak dengan kejang

demam kompleks

-    Sebanyak 60% anak dengan kejang demam tidak memiliki satupun

faktor risiko di atas, sebanyak 2 % akan berkembang menjadi

epilepsi sebelum usia 7 tahun

-    Dari 34% anak dengan satu faktor risiko, sebanyak 3 % akan

menjadi epilepsi, dan jika mempunyai 2 atau 3 faktor risiko, maka

kejadian epilepsi menjadi 13 %

4.     Faktor genetik

Faktor genetik diduga sangat kuat secara autosomal

dominan sederhana. Kejang demam di dalam keluarga, meskipun

belum jelas diketahui cara diturunkannya. Pada anak dengan kejang

deman sering dijumai keluarganya mempunyai riwayat kejang

demam. Tingginya kejadian epilepsi dalam keluarga yang mempunyai

anak dengan kejang demam tidak sepenuhnya terbukti. Risiko epilepsi

juga tinggi pada saudara kandung yang mempunyai kejang demam,

tetapi tidak untuk saudara yang lain. Orang tua mungkin menanyakan

kemungkinan risiko kejang demam untuk anak yang lainnya dan ini

Page 6: BAB II

kira-kira 10-20%, akan lebih tinggi jika orang tuanya mempunyai

riwayat kejang demam.

2.5 Etiologi

Berbagai hipotesis telah diajukan, antara lain secara genetika ambang kejang pada anak

berbeda dan akan turun pada kenaikan suhu tubuh. Terdapat interaksi 3 faktor sabagai penyebab

kejang demam :

1.     Imaturitas otak dan termoregulator

2.     Demam, dimana kebutuhan 02 meningkat

3.     Predisposisi genetik : > 7 lokus kromosom (poligenik, autosomal dominan)

Demam pada kejang demam sering disebabkan oleh infeksi yang umum pada anak seperti

tonsillitis, infeksi traktus respiratorius (38-40%), otitis media (15-23%) dan gasrtroenteritis akut

(7-9%). Pada anak usia prasekolah sering mendapat infeksi tersebut dan disertai demam, yang

bila dikombinasikan dengan ambang kejang yang rendah à mudah mendapatkan kejang. Hanya

11% anak dengan kejang demam mengalami kejang terjadi pada suhu <37,9°C, 14-40% kejang

terjadi pada 38-38,9°C dan 40-56% pada 39-39,9°C.

2.6 Patofisiologi

Sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi dipecah menjadi

CO2 dan air. Sel dikelilingi oleh suatu membran yang terdiri dari permukaan dalam adalah lipoid

dan permukaan luar adalah ionik. Dalam keadaan normal, membran sel neuron dapat dilalui oleh

ion K, ion Na, dan elektrolit seperti Cl. Konsentrasi K+ dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi

Na+ rendah, sedangkan di luar sel neuron terdapat keadaan sebaliknya.

Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan di luar sel maka terdapat

perbedaan potensial yang disebut potensial membran dari sel neuron.

Untuk menjaga keseimbangan potensial membran ini diperlukan energi dan bantuan

enzim Na-K-ATPase yang terdapat pada permukaan sel. Perbedaan potensial membran sel

neuron disebabkan oleh :

1.      Perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraseluler.

2.      Rangsangan yang datangnya mendadak, misalnya mekanis, kimiawi, aliran listrik

dari sekitarnya.

3.      Perubahan patofisiologis dari membran sendiri karena penyakit atau keturunan.

Page 7: BAB II

Pada keadaan demam, kenaikan suhu 1 derajat celcius akan menyebabkan metabolisme

basal meningkat 10-15% dan kebutuhan oksigen meningkat 20%. Pada seorang anak yang

berumur 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh tubuh, sedangkan pada orang dewasa

hanya 15%. Jadi pada kenaikan suhu tubuh tertentu dapat terjadi perubahan keseimbangan dari

membran dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi dari ion kalium maupun natrium melalui

membran tadi, dengan akibat terjadinya lepas muatan listrik. Lepas muatan listrik ini sedemikian

besarnya sehingga dapat meluas ke seluruh sel maupun ke membran sel lainnya dengan bantuan

bahan yang disebut neurotransmitter sehingga terjadi kejang.

Tiap anak mempunyai ambang kejang yang berbeda dan tergantung dari tinggi rendahnya

ambang kejang seorang anak. Ada anak yang ambang kejangnya rendah, kejang telah terjadi

pada suhu 38 derajat celcius, sedangkan pada anak dengan ambang kejang tinggi, kejang baru

terjadi pada suhu 40 derajat celcius. Dari kenyataan ini dapatlah disimpulkan bahwa terulangnya

kejang demam lebih sering terjadi pada ambang kejang yang rendah sehingga dalam

Page 8: BAB II

penanggulangannya perlu diperhatikan pada tingkat suhu berapa penderita kejang.Kejang demam

yang berlangsung singkat pada umumnya tidak berbahaya dan tidak menimbulkan gejala sisa.

Tetapi pada kejang yang berlangsung lama (>15 menit) biasanya disertai terjadinya apnea,

meningkatkan kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot skelet yang akhirnya terjadi

hipoksemia, hiperkapnia, asidosis laktat disebabkan oleh metabolisme anaerobik, hipotensi

arterial disertai denyut jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh makin meningkat disebabkan

meningkatnya aktifitas otot dan selanjutnya menyebabkan metabolisme otak meningkat.

Rangkaian kejadian diatas adalah faktor penyebab hingga terjadinya kerusakan neuron otak

selama berlangsungnya kejang lama. Faktor terpenting adalah gangguan peredaran darah yang

mengakibatkan hipoksia sehingga meninggikan permebealitas kapiler dan timbul edema otak

yang mengakibatkan kerusakan sel neuron otak.

Kerusakan pada daerah mesial lobus temporalis setelah mendapatkan serangan kejang

yang berlangsung lama dapat menjadi “matang” di kemudian hari, sehingga terjadi serangan

epilepsi yang spontan. Jadi kejang demam yang berlangsung lama dapat menyebabkan kelaian

anatomis di otak hingga terjadi epilepsi.7

Page 9: BAB II

2.7 Manifestasi Klinis

Kejang demam biasanya terjadi pada awal demam. Sering diperkirakan bahwa cepatnya

peningkatan temperatur merupakan pencetus untuk terjadinya kejang. Umumnya serangan

kejang tonik-klonik, awalnya dapat berupa menangis, kemudian tidak sadar dan timbul kekakuan

otot. Semua fase tonik, mungkin disertai henti napas dan inkontinensia. Kemudian diikuti fase

klonik berulang, ritmik dan akhirnya setelah kejang letargi atau tidur .

Bentuk kejang lain adalah mata terbalik ke atas dengan kekakuan atau kelemahan otot,

gerakan sentakan berulang tanpa didahului kekakuan, atau hanya sentakan atau kekakuan fokal.

Serangan pada bentuk absens atau mioklonik sangat jarang. Sebagian besar berlangsung < 5

menit, < 8% berlangsung > 15 menit dan 4% kejang > 30 menitt. Bila anak kejang lagi perlu

diindentifikasi apakah ada penyakit lain yang memerlukan pengobatan tersendiri. Perlu juga

diketahui mengenai pengobatan sebelumnya, ada tidakknya trauma, perkembangan psikomotor

dan riwayat keluarga dengan epilepsi atau kejang demam.

2.7.  Pemeriksaan Fisik Dan Penunjang

Pemeriksaan fisik, kesadaran, adanya meningismus, UUB yang tegang atau membonjol,

tanda Kerning atau Brudzinski, kekuatan & tonus harus diperiksa dengan teliti dan dinilai ulang

secara periodik. Sebanyak 6% anak akan mengalami rekurensi dalam 24 jam pertama, namun

belum diketahui kasus yg mana akan cepat mengalami kejang kembali. Penyebab lain dari

kejang yang disertai demam harus disingkirkan, khususnya ensefalitis atau meningitis. Pungsi

lumbal terindikasi bila ada kecurigaan klinis meningitis. Adanya sumber infeksi seperti otitis

media tdk menyingkirkan meningitis jika pasien telah mendapat antibiotik maka perlu

pertimbangan lumbal pungsi

Penyebab lain kejang yang disertai demam selain meningitis & ensefalitis adalah :

gastroenteritis shigella, obat-obat tertentu seperti difenhidramin, antidepresan trisiklik,

amfetamin, kokain dan dehidrasi yang mengakibatkan gangguan keseimbangan air-elektrolit.

Pemeriksaan laboratorium rutin tidak dianjurkan & dikerjakan untuk mengevaluasi

sumber infeksi. Foto X-ray kepala & neuropencitraan (CT atau MRI) jarang dikerjakan & tidak

rutin. Untuk pemeriksaan ElektroEncephalografi (EEG) tidak memperlihatkan kegunaan dalam

mengevaluiasi kejang demam, EEG yang dikerjakan satu miggu setelah kejang demam dapat

Page 10: BAB II

abnormal, biasanya berupa perlambatan di posterior. Sebanyak 95% kasus kejang demam

menunjukkan gambaran EEG abnormal bila dikerjakan segera setelah kejang demam, sekitar

30% penderita akan memperlihatkan perlambatan di posterior dan akan menghilang 7-10 hari

kemudian. Walaupun ada abormalitas gambaran EEG yang tinggi pada anak dengan kejang

demam, namun EEG tidak dapat memprediksi rekurensi atau risiko terjadinya epilepsi di

kemudian hari. American Association of Pediatric (AAP) tidak menganjurkan melakukan EEG

pada penderita kejang demam sederhana atau kejang demam kompleks.

Menurut Consensus Statement on Febrile Seizures, kejang demam adalah bangkitan

kejang pada bayi dan anak, biasanya terjadi antara umur 3 bulan dan 5 tahun, berhubungan

dengan demam tetapi tidak terbukti adanya infeksi intrakranial atau penyebab lain.

Penggolongan kejang demam menurut kriteria Nationall Collaborative Perinatal

Project adalah kejang demam sederhana dan kejang demam kompleks. Kejang demam sederhana

adalah kejang demam yang lama kejangnya kurang dari 15 menit, umum dan tidak berulang pada

satu episode demam. Kejang demam kompleks adalah kejang demam yang lebih lama dari 15

menit baik bersifat fokal atau multipel.

Kejang demam berulang adalah kejang demam yang timbul pada lebih dari satu

episode demam. Penggolongan tidak lagi menurut kejang demam sederhana dan epilepsi yang

diprovokasi demam tetapi dibagi menjadi pasien yang memerlukan dan tidak memerlukan

pengobatan rumat. Umumnya kejang demam pada anak berlangsung pada permulaan demam

akut, berupa serangan kejang klonik umum atau tonik klonik, singkat dan tidak ada tanda-tanda

neurologi post iktal.

Pemeriksaan EEG pada kejang demam dapat memperlihatkan gelombang lambat di

daerah belakang yang bilateral, sering asimetris, kadang-kadangunilateral. Pemeriksaan EEG

dilakukan pada kejang demam kompleks atau anak yang mempunyai risiko untuk terjadinya

epilepsi. Pemeriksaan pungsi lumbal diindikasikan pada saat pertama sekali timbul kejang

demam untuk me- nyingkirkan adanya proses infeksi intra kranial, perdarahan subaraknoid atau

gangguan demielinasi, dan dianjurkan pada anak usia kurang dari 2 tahun yang menderita kejang

demam.

Page 11: BAB II

2.8 Tata Laksana

Tujuan pengobatan kejang demam pada anak adalah untuk,

• Mencegah kejang demam berulang

• Mencegah status epilepsy

• Mencegah epilepsi dan / atau mental retardasi

• Normalisasi kehidupan anak dan keluarga.

Pengobatan Fase Akut

Anak yang sedang mengalami kejang, prioritas utama adalah menjaga agar jalan

nafas tetap terbuka. Pakaian dilonggarkan, posisi anak dimiringkan untuk mencegah

aspirasi. Sebagian besar kasus kejang berhenti sendiri, tetapi dapat juga berlangsung terus

atau berulang. Pengisapan lendir dan pemberian oksigen harus dilakukan teratur, kalau

perlu dilakukan intubasi. Keadaan dan kebutuhan cairan, kalori dan elektrolit harus

diperhatikan. Suhu tubuh dapat diturunkan dengan kompres air hangat (diseka) dan

pemberian antipiretik (asetaminofen oral 10 mg/ kg BB, 4 kali sehari atau ibuprofen oral

20 mg/kg BB, 4 kali sehari). Saat ini diazepam merupakan obat pilihan utama untuk

kejang demam fase akut, karena diazepam mempunyai masa kerja yang singkat.

Diazepam dapat diberikan secara intravena atau rektal, jika diberikan

intramuskular absorbsinya lambat. Dosis diazepam pada anak adalah 0,3 mg/kg BB,

diberikan secara intravena pada kejang demam fase akut, tetapi pemberian tersebut sering

gagal pada anak yang lebih kecil. Jika jalur intravena belum terpasang, diazepam dapat

diberikan per rektal dengan dosis 5 mg bila berat badan kurang dari 10 kg dan 10 mg

pada berat badan lebih dari 10 kg.

Pemberian diazepam secara rektal aman dan efektif serta dapat pula diberikan

oleh orang tua di rumah. Bila diazepam tidak tersedia, dapat diberikan luminal suntikan

intramuskular dengan dosis awal 30 mg untuk neonatus, 50 mg untuk usia 1 bulan – 1

tahun, dan 75 mg untuk usia lebih dari 1 tahun.2 Midazolam intranasal (0,2 mg/kg BB)

telah diteliti aman dan efektif untuk mengantisipasi kejang demam akut pada anak.12

Page 12: BAB II

Kecepatan absorbsi midazolam ke aliran darah vena dan efeknya pada sistem syaraf pusat

cukup baik; Namun efek terapinya masih kurang bila dibandingkan dengan diazepam

intravena.

Mencari dan Mengobati Penyebab

Kejang dengan suhu badan yang tinggi dapat terjadi karena faktor lain,

seperti meningitis atau ensefalitis. Oleh sebab itu pemeriksaan cairan

serebrospinal diindikasikan pada anak pasien kejang demam berusia kurang dari 2

tahun, karena gejala rangsang selaput otak lebih sulit ditemukan pada kelompok

umur tersebut. Pada saat melakukan pungsi lumbal harus diperhatikan pula kontra

indikasinya.Pemeriksaan laboratorium lain dilakukan atas indikasi untuk mencari

penyebab, seperti pemeriksaan darah rutin, kadar gula darah dan elektrolit.

Pemeriksaan CT-Scan dilakukan pada anak dengan kejang yang tidak diprovokasi

oleh demam dan pertama kali terjadi, terutama jika kejang atau pemeriksaan post

iktal menunjukkan abnormalitas fokal.

Pengobatan Profilaksis Terhadap Kejang Demam Berulang

Pencegahan kejang demam berulang perlu dilakukan, karena menakutkan

keluarga dan bila berlangsung terus dapat menyebabkan kerusakan otak yang

menetap. Terdapat 2 cara profilaksis, yaitu,

1. Profilaksis intermittent pada waktu demam

Pengobatan profilaksis intermittent dengan anti konvulsan

segera diberikan pada waktu pasien demam suhu rektal lebih dari 38ºC).

Pilihan obat harus dapat cepat masuk dan bekerja ke otak.Antipiretik

saja dan fenobarbital tidak mencegah timbulnya kejang berulang.

Rosman dkk, meneliti bahwa diazepam oral efektif untuk mencegah

kejang demam berulang dan bila diberikan intermittent hasilnya lebih

baik karena penyerapannya lebih cepat. Diazepam diberikan melalui

oral atau rektal.Dosis per rektal tiap 8 jam adalah 5 mg untuk pasien

dengan berat badan kurang dari 10 kg dan 10 mg untuk pasien dengan

Page 13: BAB II

berat badan lebih dari 10 kg. Dosis oral diberikan 0,5 mg/kg BB perhari

dibagi dalam 3 dosis, diberikan bila pasien menunjukkan suhu 38,5oC

atau lebih. Efek samping diazepam adalah ataksia, mengantuk dan

hipotoni.Martinez dkk, dikutip dari Soetomenggolo dkk 3 menggunakan

klonazepam sebagai obat anti konvulsan intermittent (0,03 mg/kg BB

per dosis tiap 8 jam) selama suhu diatas 38oC dan dilanjutkan jika

masih demam. Ternyata kejang demam berulang terjadi hanya pada

2,5% dari 100 anak yang diteliti. Efek samping klonazepam yaitu

mengantuk, mudah tersinggung, gangguan tingkah laku, depresi, dan

salivasi ber- lebihan.

Tachibana dkk, dikutip dari Soetomenggolo dkk 3 meneliti

khasiat kloralhidrat supositoria untuk mencegah kejang demam

berulang. Dosis yang diberikan adalah 250 mg untuk berat badan

kurang dari 15 kg, dan 500 mg untuk berat badan lebih dari 15 kg,

diberikan bila suhu diatas 38oC. Hasil yang didapat adalah terjadinya

kejang demam berulang pada 6,9% pasien yang menggunakan

supositoria kloralhidrat dibanding dengan 32% pasien yang tidak

menggunakannya. Kloralhidrat dikontraindikasikan pada pasien dengan

kerusakan ginjal, hepar, penyakit jantung, dan gastritis.

Profilaksis Terus Menerus dengan Antikonvulsan Tiap Hari

Indikasi pemberian profilaksis terus menerus pada saat ini adalah:

o Sebelum kejang demam yang pertama sudah ada kelainan

atau gangguan perkembangan neurologis.

o Terdapat riwayat kejang tanpa demam yang bersifat genetik

pada orang tua atau saudara kandung.

o Kejang demam lebih lama dari 15 menit, fokal atau diikuti

kelainan neurologis sementara atau menetap.

o Kejang demam terjadi pada bayi berumur kurang dari 12

bulan atau terjadi kejang multipel dalam satu episode demam.

Page 14: BAB II

Antikonvulsan profilaksis terus menerus diberikan selama 1 –

2 tahun setelah kejang terakhir, kemudian dihentikan secara

bertahap selama 1 – 2 bulan.

Pemberian profilaksis terus menerus hanya berguna untuk

mencegah berulangnya kejang demam berat, tetapi tidak dapat mencegah

timbulnya epilepsi di kemudian hari. Pemberian fenobarbital 4 – 5 mg/kg

BB perhari dengan kadar sebesar 16 mg/mL dalam darah menunjukkan hasil

yang bermakna untuk mencegah berulangnya kejang demam. Efek samping

fenobarbital ialah iritabel, hiperaktif, pemarah dan agresif ditemukan pada

30–50 % kasus. Efek samping fenobarbital dapat dikurangi dengan

menurunkan dosis.Obat lain yang dapat digunakan adalah asam valproat

yang memiliki khasiat sama dibandingkan dengan fenobarbital. Ngwane

meneliti kejadian kejang berulang sebesar 5,5 % pada kelompok yang

diobati dengan asam valproat dan 33 % pada kelompok tanpa pengobatan

dengan asam valproat. Dosis asam valproat adalah 15 – 40 mg/kg BB

perhari. Efek samping yang ditemukan adalah hepatotoksik, tremor dan

alopesia.Fenitoin dan karbamazepin tidak memiliki efek profilaksis terus

menerus, Millichap, merekomendasikan beberapa hal dalam upaya

mencegah dan menghadapi kejang demam.

• Orang tua atau pengasuh anak harus diberi cukup informasi

mengenai penanganan demam dan kejang.

• Profilaksis intermittent dilakukan dengan memberikan diazepam

dosis 0,5 mg/kg BB perhari, per oral pada saat anak menderita demam.

Sebagai alternatif dapat diberikan profilaksis terus menerus dengan

fenobarbital.

• Memberikan diazepam per rektal bila terjadi kejang. •

Pemberian fenobarbital profilaksis dilakukan atas indikasi, pemberian

sebaiknya dibatasi sampai 6 – 12 bulan kejang tidak berulang lagi dan kadar

Page 15: BAB II

fenoborbital dalam darah dipantau tiap 6 minggu – 3 bulan, juga dipantau

keadaan tingkah laku dan psikologis anak.

Page 16: BAB II

DAFTAR PUSTAKA

1. Febrile, Seizure : Cause, Symtoms, Diagnostis And

Teadmnt .Www.Medicine.Article.Com

2. Haslam Robert H.A. Sistem Saraf, Dalam Ilmu Keshatan Anak Nelson, Vol 3, Eisi 15.

Penerbit Buku Kdokteran EGC, Jakarta, 2000, XXVII;2059-2060

3. Hendarto S. K . Kejang Demam . Subbagian Saraf Anak, Bagian Ilmu Kesehatan

Anak, Fakultas Kedokteran Univrsitas Indonesia, RSCM, Jakarta, Cermin Dunia

Kdokteran No 27. 1982 : 6-8

4. Pudjiadi A, Dkk. 2010. Pedoman Pelayanan Medis, Jilid 1. Ikatan Dokter Anak

Indonesia.

5. Pusponegoro HD, Widodo DP, SOFYAN I. Consensus Penatalaksanaan Kejang

Demam. Unit Kerja Koordinasi Neurologi Ikatan Dokter Anak Indonesia, Jakarta,

3006 : 1-14