bab ii

47
BAB II LANDASAN TEORI 2.1 UMUM Pembangunan jalan raya harus pula diperhitungkan kemungkinan pengembangan yang akan terjadi di sekitar jalan raya tersebut, perubahan alinyement dan desain geometri akan menjadi sangat sulit karena biaya sangat mahal, karena itu ketelitian perencanaan sangat diperlukan. 2.2 JALAN RAYA BARU 2.3 Langkah – Langkah Kerja Jalan Baru 2.4 KETENTUAN – KETENTUAN 2.3.1 Klasifikasi Jalan Klasifikasi jalan menunjukkan standard operasi yang dibutuhkan dan merupakan suatu bantuan yang berguna bagi perencana. Di Indonesia Untuk klasifikasi jalan raya yang didasarkan pada fungsinya, besar volume kendaraan serta lalu lintas yang dilayaninya atau yang diharapkan akan melaluinya sebagai berikut: Tabel 2.1 Klasifikasi Jalan FUNGSI VOLUME LALU LINTAS (dlm SMP) KELAS 22

Upload: hafidz-ada

Post on 11-Nov-2015

10 views

Category:

Documents


5 download

DESCRIPTION

bab perancangan

TRANSCRIPT

26

BAB IILANDASAN TEORI

UMUMPembangunan jalan raya harus pula diperhitungkan kemungkinan pengembangan yang akan terjadi di sekitar jalan raya tersebut, perubahan alinyement dan desain geometri akan menjadi sangat sulit karena biaya sangat mahal, karena itu ketelitian perencanaan sangat diperlukan.

JALAN RAYA BARULangkah Langkah Kerja Jalan Baru

KETENTUAN KETENTUAN2.3.1 Klasifikasi JalanKlasifikasi jalan menunjukkan standard operasi yang dibutuhkan dan merupakan suatu bantuan yang berguna bagi perencana. Di Indonesia Untuk klasifikasi jalan raya yang didasarkan pada fungsinya, besar volume kendaraan serta lalu lintas yang dilayaninya atau yang diharapkan akan melaluinya sebagai berikut:Tabel 2.1 Klasifikasi JalanFUNGSIVOLUME LALU LINTAS (dlm SMP)KELAS

Primer:- Arteri- Kolektor>50.00020.0006.000500 5 ton: 2,5e. Bus: 3f. Truk berat > 10 ton: 3g. Kendaraan tak bermotor: 7Di daerah perbukitan dan pegunungan, koefisien untuk kendaraan bermotor di atas dapat dinaikkan, sedang untuk kendaraan tak bermotor tak perlu dihitung.Data mengenai lalu lintas merupakan data utama dari suatu perencanaan disamping pengaruhnya yang besar terhadap perencanaan bentuk seperti lebar, alinyemen landai dan sebagainya.a. Volume Lalu LintasLalu Lintas Harian Rata-Rata ( LHR) atau Average Daily Traffic.Satuan yang umum untuk lalu lintas adalah LHR atau ADT.Didapat dari jumlah lalu lintas setahun dibagi 365 hari.Jumlah LHR yang baru untuk suatu jalan dapat langsung dihitung kalau perhitungan lalu lintasnya secara terus menerus bisa didapatkan data mengenai jumlah LHR, berguna untuk beberapa hal seperti penentuan biaya, pemakai jalan atau untuk menentukan tebal perkerasan jalan.b. Volume Jam Perencanaan (VJP) atau Design Volume Hourly (DVH)Pada dasarnya suatu perencanaan sampai batas-batas tertentu harus berpedoman pada volume pada waktu-waktu sibuk yaitu pada saat dimana jalan menerima beban yang maksimal, tetapi cukuplah dimengerti bahwa perencanaan berdasarkan volume waktu sibuk yang terbesar diseluruh volume.Selain itu, tebal lapis perkerasan jalan ditentukan dari beban yang akan dipikul, hal ini berhubungan denga arus lalu lintas yang hendak melewati jalan tersebut. Besarnya arus lalu lintas dapat diperoleh dari :1. Analisa lalu lintas saat ini, sehingga diperoleh data mengenai : jumlah kendaraan yang akan memakai jalan, jenis kendaraan, konfigurasi sumbu dari setiap jenis kendaraan, serta beban masing masing sumbu kendaraan. Pada perencanaan jalan baru perkiraan volume lalu lintas ditentukan dengan menggunakan hasil survei volume lalu lintas di dekat jalan tersebut dan analisa pola lalu lintas di sekitar lokasi jalan.2. Perkiraan faktor pertumbuhan lalu lintas selama umur rencana, antara lain berdasarkan atas analisa ekonomi dan sosial daerah tersebut.Di negara sedang berkembang termasuk Indonesia, analisa lalu lintas yang dapat menunjang data perencanaan dengan ketelitian yang memadai sukar dilakukan, karena :1. Kurangnya data yang dibutuhkan.2. Sulit memprediksi perkembangan yang akan datang karena belum adanya rancangan induk di sebagian besar wilayah Indonesia. Hal ini dapat diatasi dengan melakukan konstruksi bertahap (stage construction) dimana lapis perkerasan sampai dengan lapis pondasi atas dilaksanakan sesuai kebutuhan untuk umur rencana yang lebih panjang, biasanya 20 tahun, tetapi lapisan permukaannya dilaksanakan sesuai kebutuhan umur rencana tahap pertama (5 atau 10 tahun).

2.3.3 Kondisi TopografiTopografi merupakan faktor penting dalam menentukan lokasi jalan dan pada umumnya mempengaruhi alinyemen sebagai standard perencanaan geometrik seperti landai jalan, jarak pandangan, penampang melintang dan sebagainya.Untuk memperkecil biaya pembangunan, suatu standard perlu disesuaikan dengan keadaan topografi. Dalam hal ini jenis medan dibagi dalam tiga golongan umum yang menurut besarnya lereng melintang dalam arah kurang lebih tegak lurus sumbu jalan raya.Adapun pengaruh medan meliputi hal-hal :a. TikunganJari-jari tikungan dan pelebaran perkerasan diambil sedemikian rupa sehingga terjamin keamanan jalannya kendaraan-kendaraan dan pandangan bebas yang cukup luas.b. TanjakanAdanya tanjakan yang curam, dapat mengurangi kecepatan kendaraan dan kalau tenaga tariknya tidak cukup, maka berat muatan kendaraan harus dikurangi yang berarti mengurangi kapasitas angkut dan sangat merugikan. Karena itu diusahakan supaya tanjakan dibuat landai.Klasifikasi medan dan besarnya lereng melintang yang bersangkutan adalah sebagai berikut:GOLONGAN MEDANLERENG MELINTANG

Datar ( D )0 sampai 9,9 %

Perbukitan ( B )10 sampai 24,9 %

Pegunungan ( G )dari 25 % ke atas

2.3.4 Kecepatan RencanaKecepatan merupakan faktor utama dari segala macam transportasi. ada dua definisi tentang kecepatan rencana :a. Menurut The Highway Capacity Committe of the Highway Research Board (HCCHRBp18)Kecepatan rencana adalah kecepatan yang dipilih untuk merencanakan dan mengkorelasikan bentuk-bentuk setiap bagian jalan raya seperti tikungan jalan raya, jarak pandangan dan lain-lain pada mana keamanan jalan raya tergantung padanya.b. Menurut AASHTO 1995Kecepatan rencana adalah kecepatan yang ditetapkan untuk merencana dan mengkorelasikan semua bentuk-bentuk fisik jalan yang memepengaruhi operasi/jalannya kendaraan.Atau dapat juga kecepatan rencana adalah kecepatan maximum yang masih aman sepanjang jalan tertentu bila kondisi baik sehingga bentuk dari jalanlah yang menentukan keamanan.Kecepatan yang dipergunakan oleh pengemudi tergantung dari :1) Pengemudi dan kendaraan yang bersangkutan.2) Sifat fisik jalan.3) Cuaca.4) Adanya gangguan dari kendaraan lain.Hampir semua perencanaan bagian-bagian jalan raya dipengaruhi design speed. Suatu design speed harus sesuai dengan sifat-sifat lapangan (terein), type dari jalan raya yang bersangkutan dan biayanya. Bentuk-bentuk seperti belokan, kemiringan jalan (super elevasi) dipengaruhi secara langsung dengan design speed. Sedang bentuk-bentuk lain seperti lebar perkerasan, bahu jalan dan kebebasan samping secara tidak langsung dipengaruhi/mempunyai hubungan dengan design speed tetapi mempengaruhi kecepatan kendaraan.Pemilihan dari design speed dipengaruhi sifat lapangan dan pemikiran ekonomis. Sebagai pedoman umum untuk ini keadaan terrein dapat dibagi dalam tiga keadaan:1) daerah datar.2) daerah perbukitan.3) derah pegunungan.Sedang penggunaan daerah dapat dibedakan dalam dua golongan, yaitu :1) daerah pedalaman.2) daerah kota.Suatu jalan yang ada didaerah datar mempunyai design speed yang lebih tinggi dari pada yang ada di daerah pegunungan ataupun daerah bukit. Suatu jalan di daerah terbuka mempunyai design speed yang lebih tinggi dari pada daerah kota.

2.3.5 Jarak PandangYang dimaksud dengan jarak pandang adalah panjang bagian jalan didepan pengemudi yang masih dapat dilihat dengan jelas diukur dari titik kedudukan pengemudi.Syarat jarak pandang yang diperlukan dalam perencanaan jalan raya untuk mendapatkan keamanan yang setinggi-tingginya bagi lalu lintas adalah seperti dijelaskan dalam pasal-pasal berikut :

a. Jarak Pandang HentiJarak minimum yang diperlukan pengemudi untuk menghentikan kendaraan yang sedang berjalan.D = D1 + D2Keterangan :D1 = Jarak yang ditempuh kendaraan dari waktu melihat benda dimana harus berhenti sampai menginjak rem (meter)= 0,278 V. tD2= Jarak yang diperlukan untuk berhenti setelah menginjak rem (meter)= V2 : (254 f)D= Jarak Pandang henti ( meter )V= Kecepatan rencana ( Km/jam)t= Waktu yang diperlukan untuk menenpuh D1

b. Jarak Pandang MenyiapJarak pandangan menyiap untuk 2 jalur dihitung dari penjumlahan 4 jarak :D1= 1,47 t1 (V - m + 0,5 a t 1)D2= 1,47 t2 D3= 110 : 300 f tD4= ( 2 : 3 ) D2Dpm= D1 + D2 + D3 + D4Keterangan :D1= jarak yang ditempuh selama pengamatanD2= jarak yang ditempuh selama penyiapanD3= jarak antara kendaraan menyusul setelah gerakan menyusul dengan kendaraan lawanD4= jarak yang ditempuh arah lawant 1= Waktu selama pengendara membuntuti sampai suatu titik mau beralih ke arah lawan (diambil 3,7 : 4,3 detik)a= percepatan rata-rata (mph/s)V= kecepatan rata-rata kendaraan menyusul (mph)m= beda kecepatan (mph)t2 = waktu selama kendaraan penyusul ada dijalur lawan (9,3 : 10,4 detik)D3= Jarak kebebasan (110 : 300 ft)D4= jarak yang ditempuh kendaraan lawanKetentuan untuk mengukur jarak pandangan, jarak pandangan diukur dari ketinggian mata pengemudi ke puncak penghalang. Untuk jarak pandangan henti ketinggian mata pengemudi adalah 125 cm dan ketinggian penghalang 10 cm. Sedang untuk jarak pandangan menyiap ketinggian mata pengemudi adalah 125 cm dan ketinggian paenghalang adalah 125 cm.

2.3.6 Alinyemen Horizontal1. UmumAlinyemen horizontal atau trase suatu jalan adalah garis proyek sumbu jalan tegak lurus pada pertemuan atau bidang horizontal. Trase jalan yang dimaksud tertera pada bidang batas gambar, biasanya disebut gambar situasi jalan yang secara umum menunjukkan arah dari jalan yang ditunjukkan. Hal ini karena kendaraan mempunyai panjang tertentu, sedang ada waktu membelok yang diberi belokan adalah roda depan. Alinyemen horizontal harus ditetapkan sebaik-baiknya kecuali untuk memenuhi syarat-syarat teknik lalu lintas, juga harus mempertimbangkan penyediaan drainase yang cukup baik dan memperkecil pekerjaan tanah yang diperlukan. Kemungkinan akan pembangunan bertahap harus telah diperhatikan, misalnya peningkatan kekuatan perkerasan, perbaikan alinyemen baik vertikal maupun horizontal, yang diperlukan di kemudian hari dapat dilakukan dengan penambahan biaya sekecil-kecilnya.

2. Perencanaan LengkungBagian yang kritis pada alinyemen horizontal adalah bagian lengkung, dimana terdapat gaya yang akan melemparkan kendaraan keluar daerah tikungan yang disebut gaya sentrifugal. Atas dasar ini, maka perencanaan tikungan diusahakan agar dapat memberikan keamanan dan kenyamanan, sehingga perlu dipertimbangkan:a. Menentukan Jenis LengkungDidalam suatu perencanaan garis lengkung perlu diketahui hubungannya dengan kecepatan rencana dan hubungan keduanya dengan kemiringan melintang jalan ( Super Elevasi ), karena memang lengkung peralihan bertujuan mengurangi gaya sentrifugal secara berangsur, dari mulai nol sampai mencapai maksimum yang kemudian secara berangsur menjadi nol kembali. Bentuk-bentuk tikungan :1) Bentuk Tikungan Circle

Gambar 2.1 Tikungan CircleBentuk tikungan ini digunakan pada tikungan yang mempunyai jari-jari besar dan sudut tangen yang relatif kecil.Adapun batasan yang biasa dipakai di Indonesia dimana diperbolehkan menggunakan bentuk circle adalah sebagai berikut:Tabel 2.2 Batasan R untuk Tikungan CircleKecepatan Rencana (Km/jam)Jari-Jari Lengkung Minimum (m)

1001500

801100

60700

40300

30180

Untuk tikungan yang jari-jari lebih kecil dari harga di atas, maka bentuk tikungan yang dipakai adalah spiral-circle-spiral.Rumus perhitungan untuk bentuk circle :T = R tg 0,5 E = T tg 0,25 E = (R2 + T2 ) - R= R (Sec 0,5 - 1)L = 0,01745. . RKeterangan :PI Sta = nomor stasiun (Point of Intersection)V = kecepatan rencana (ditetapkan) (km/jam)R = jari-jari (ditetapkan) (m) = sudut tangen (diukur dari gambar trase dalam derajat)TC= tangen circleCT= circle tangenT= jarak antara TC dan PI (dihitung - meter)L= panjang bagian tikungan (dihitung - meter)E = jarak PI ke lengkung peralihan (dihitung - meter)

2) Bentuk Tikungan Spiral-Circle-Spiral

Gambar 2.2 Tikungan Spiral-Circel-SpiralLengkung spiral merupakan peralihan dari bagian lurus kebagian circle, yang panjangnya diperhitungkan dengan mempertimbangkan bahwa perubahan gaya sentrifugal dari nol (pada bagian lurus) sampai mencapai dimana harga berikut :F cent = ( m . V3 ) : ( R . Ls )Ls min = 0,022 . { V3 : ( R . C )} - {(2,727 . V . k ) : C }

Keterangan :Ls = panjang lengkung spiral ...........(m)V = kecepatan rencana ................... (km/jam)R = jari-jari circle ........................... (m)C = perubahan kecepatan ..................(m/ detik3)Harga C dianjurkan = 0,4 m/detikK= SuperelevasiAdapun jari-jari yang diambil untuk tikungan spiral-circle-spiral haruslah sesuai dengan kecepatan rencana dan tidak mengakibatkan adanya kemiringan tikungan yang melebihi harga maximum yang ditentukan yaitu :a) Kemiringan maximum jalan antar kota : 0,10b) Kemiringan maximum jalan dalam kota : 0,08Jari-jari lengkung minimum untuk setiap kecepatan rencana ditentukan berdasarkan :1) kemiringan tikungan maksimum2) koefisien gesekan melintang maksimum

R = V2: {127 ( e + f n )}

Keterangan :R= jari-jari lengkung minimum ........(m)V= kecepatan rencana ......................(Km/jam)e= miring tikungan ...........................(%)fm= koefisien gesekan melintang maksimum

Untuk jari-jari lengkung cukup besar sehingga tidak perlu adanya kemiringan tikungan .Rumus-rumus yang dipergunakan untuk lengkung Spiral-Circle-Spiral :D= 1432,4 : Rc= - 2 SLc= c . 2 Rc : 360L= Lc + 2 LSTS= ( Rc + p ) tg 0,5 + kES= ( Rc + p ) sec 0,5 - RcKeterangan :PI sta= nomor stasiund= jarak PI ke PI yang lainV= kecepatan rancana ( ditetapkan )= diukur dari gambar traseR= jari-jari ( ditetapkan )LS= panjang lengkung spiralLc= panjang lengkung circleBila Lc < 20 maka bentuk tikungannya adalah Spiral-Spiral

3) Bentuk Tikungan Spiral-Spiral

Gambar 2.3 Tikungan Spiral-SpiralBentuk tikungan jenis ini dipergunakan pada tikungan yang tajam. Adapun rumus-rumusnya semua sama seperti rumus-rumus untuk bentuk tikungan spiral-circle-spiral, hanya yang perlu diingat bahwa:c = 0 , maka = 2 SLc = 0Lc = 0 , maka L = 2 LSLS = 2 R . 2 S : 360, maka L = S. R : 28,648

Harga:p = p* . LSk = k* . LSdengan mengambil harga p* dan k* dari tabel AASTHOa) TS = ( R + p ) tg 0,5 + kb) ES = ( R + p ) sec 0,5 - Rb. Penentuan Jari jari KelengkunganJari-jari lengkung minimum untuk setiap kecepatan rencana ditentukan berdasarkan miring tikung maksimum dan koefisien gesekan melintang maksimum.Dengan rumus :R = V2 : 127 ( e + fm )Keterangan :R = jari-jari lengkung minimum (m)V= kecepatan rencana (km/jam)e= miring tikungan (%)fm= koefisien gesekan melintangSuatu tikungan dengan jari-jari lengkung yang cukup besar sampai batas-batas tertentu tidak perlu diadakan miring tikungan.

c. Penentuan Super ElevasiAda tiga cara untuk mengubah superelevasi yaitu :1) Profil sumbu (as jalan) sebagai sumbu putar, umum dipakai di Indonesia.2) Tepi dalam sebagai sumbu putar.3) Tepi luar sebagai sumbu putar.

Gambar 2.4 Diagram Kemiringan MelintangDiagram superelevasi menggambarkan pencapaian superelevasi dari lereng normal ke superelevasi penuh, sehingga dengan mempergunakan diagram superelevasi dapat ditentukan bentuk penampang melintang pada setiap titik di suatu lengkung horizontal yang direncanakan. Diagram superelevasi digambar berdasarkan elevasi tepi luar sebagai sumbu putar. Elevasi tepi perkerasan pada saat kemiringan penuh, diberi tanda negatif. Pada saat kemiringan normal, tepi perkerasan sebelah dalam selalu bertanda negatip.Pencapaian kemiringan normal (en) ke kemiringan penuh (emak relatif) dapat dilakukan sebagai berikut:a). Tikungan Circle CircleWalaupun tikungan circle tidak mempunyai lengkung peralihan, akan tetapi tetap diperlukan adanya suatu lengkung peralihan fiktif (LS).LS = B . em . mKeterangan :LS= lengkung peralihan fiktif (m)B= lebar perkerasan (m)em= kemiringan melintang maks. relatif(superelevasi maks. pada tikungan)m= 1 : landai relatif maks. antar tepi perkerasan. (harga ini tergantung kecepatan rencana).

Gambar 2.5 Digram Superelevasi Circle-Circle (Berdasarkan Bina Marga)

Gambar 2.6 Diagram Superelevasi Circle-Circle Berdasarkan AASHTO

b). Tikungan Spiral Circle Spiral

Gambar 2.7 Diagram Superelevasi Spiral-Circle-Spiral Berdasarkan Bina Marga

Gambar 2.8 Diagram Superelevasi Spiral-Circle-Spiral Berdasarkan AASHTO

Banyaknya penghalang-penghalang yang mungkin terjadi dan sifat-sifat yang berbeda dari masing-masing penghalang, sebaiknya setiap faktor yang menimbulkan halangan tersebut ditinjau sendiri-sendiri.Penentuan batas minimum jarak antara sumbu lajur sebelah dalam ke penghalang ditentukan berdasarkan kondisi dimana jarak pandangan berada di dalam lengkung, atau jarak pandangan lebih kecil panjang lengkung horisontal .

Gambar 2.9 Jarak Pandangan pada lengkung horizontal untuk S L

Rumus-Rumus : m = R - R cos m = R ( 1 - cos ) S= R : 90= 90 S : R = 28,65 S : R m = R (1 - cos )Keterangan :garis AB= garis pandanganlengkung AB= jarak pandanganm= jarak dari penghalang ke sumbu lajur sebelah dalam meter.= setengah sudut pusat lengkung sepanjang LS= jarak pandangan, mL= panjang busur lingkaranR= radius sumbu lajur sebelah dalam, m

2.3.7 Alinyemen Vertikal1. UmumAlinyemen vertikal adalah perpotongan bidang vertikal dengan bidang permukaan perkerasan jalan melalui sumbu jalan untuk jalan 2 lajur 2 arah atau melalui tepi dalam masing-masig perkerasan untuk jalan dengan median.Seringkali disebut juga sebagai penampang memanjang jalan. Propil ini menggambarkan tinggi rendahnya jalan terhadap muka tanah asli, sehingga memberikan gambaran terhadap kemampuan kendaraan dalam keadaan naik dan bermuatan penuh (truk digunakan sebagai kendaraan standard).Perencanaan alinyemen vertikal dipengaruhi oleh besarnya biaya pembangunan yang tersedia. Alinyemen vertikal yang mengikuti muka tanah asli akan mengurangi pekerjaan tanah, tetapi mungkin saja akan mengakibatkan jalan itu terlalu banyak mempunyai tikungan. Tentu saja hal ini belum tentu sesuai dengan persyaratan yang diberikan sehubungan dengan fungsi jalannya. Muka jalan sebaiknya diletakkan sedikit di atas muka tanah asli sehingga memudahkan dalam pembuatan drainasi jalannya, terutama di daerah yang datar. Pada daerah yang seringkali dilanda banjir sebaiknya penampang memanjang jalan diletakkan di atas elevasi muka banjir. Di daerah perbukitan atau pegunungan diusahakan banyaknya pekerjaan galian seimbang dengan pekerjaan timbunan, sehingga secara keseluruhan biaya yang dibutuhkan tetap dapat dipertanggung jawabkan. Jalan yang terletak diatas lapisan tanah yang lunak harus pula diperhatikan akan kemungkinan besarnya penurunan dan perbedaan penurunan yang mungkin terjadi. Dengan demikian penarikan alinyemen vertikal sangat dipengaruhi oleh pertimbangan seperti : Kondisi tanah dasar keadaan medan fungsi jalan muka air banjir muka air tanah kelandaian yang masih memungkinkanPerlu pula diperhatikan bahwa alinyemen vertikal yang direncanakan itu akan berlaku untuk masa panjang, sehingga sebaiknya alinyemen vertikal yang dipilih tersebut dapat dengan mudah mengikuti perkembangan lingkungan.Alinyemen vertikal disebut juga penampang memanjang jalan yang terdiri dari garis-garis lurus dan garis-garis lengkung. Garis lurus tersebut dapat datar, mendaki atau menurun, biasa disebut berlandai. Landai jalan dinyatakan dengan persen.Pada umunya gambar rencana suatu jalan dibaca dari kiri ke kanan, maka landai jalan diberi tanda positif untuk pendakian dari kiri ke kanan, dan landai negatif untuk penurunan dari kiri. Pendakian dan penurunan memberi efek yang berarti terhadap gerak kendaraan.

2. Perencanaan LengkungPergantian dari satu kelandaian ke kelandaian yang lain dilakukan dengan mempergunakan lengkung vertikal. Lengkung vertikal tersebut direncanakan sedemikian rupa sehingga memenuhi keamanan, kenyamanan dan drainase.Jenis lengkung vertikal dilihat dari letak titik perpotongan kedua bagian lurus (tangen), adalah : Lengkung vertikal cekung, adalah lengkung dimana titik perpotongan antara kedua tangen berada di bawah permukaan jalan. Lengkung vertikal cembung, adalah lengkung dimana titik perpotongan antara kedua tangen berada di atas permukaan jalan yang bersangkutan. Lengkung vertikal dapat dibentuk salah satu dari enam kemungkinan dibawah ini :

Gambar 2.10 Alternatif Trase Lengkung Vertikal

a. Menentukan Jenis LengkungBentuk lengkung vertikal yang umum dipergunakan adalah berbentuk lengkung parabola sederhana

Gambar 2.11 Lengkung Parabola Sederhana

Titik A, titik peralihan dari bagian tangen ke bagian lengkung vertikal. Biasa diberi simbol PLV (Peralihan lengkung vertikal). Titik B, titik peralihan dari bagian lengkug vertikal ke bagian tangen di beri simbol PTV (Peralihan tangen vertikal ).Titik perpotongan kedua bagian tangen diberi nama titik PPV (Pusat perpotongan vertikal). Letak titik-titik pada lengkung vertikal dinyatakan dengan ordinat Y dan X terhadap sumbu koordinat yang melalui titik A.Pada penurunan rumus lengkung vertikal terdapat beberapa asumsi yang dilakukan, yaitu : Panjang lengkung vertikal sama dengan panjang proyeksi lengkung pada bidang horisontal = L. Perubahan garis singgung tetap (d2Y/dx2 = r) Besarnya kelandaian bagian tangen dinyatakan dengan g1 dan g2 %. Kelandaian diberi tanda positip jika pendakian, dan diberi tanda negatip jika penurunan. Rumus umum parabola dY2/dx2 = r (konstanta)dY/dx = rx + Cx = 0 dY/dx = g1 C = g1x = L dY/dx = g2 rL + g1 = g2 r = (g2 - g1)/L

= Y = x = 0 kalau Y = 0, sehingga C = 0 Y = Dari sifat segitiga sebangun diperoleh : (y + Y) : g1 . . L = x : L y + Y = g1. x g1. x = Y + y Y = - (g1 - g2)/2L. x2 + Y + y y = y = Jika A dinyatakan dalam persenUntuk x = L dan y =EVdiperoleh :

Ev =

Persamaan di atas berlaku baik untuk lengkung vertikal cembung maupun lengkung vertikal cekung. Hanya bedanya, jika EV yang diperoleh positip, berarti lengkung vertikal cembung, jika negatif, berarti lengkung vertikal cekung dengan mempergunakan persamaan di atas dapat ditentukan elevasi setiap titik pada lengkung vertikal.

b. Penentuan Jari-jari KelengkunganUntuk kenyamanan dan keamanan pengemudi, pemakaian standard jari-jari minimum dalam merencanakan dibatasi oleh masalah-masalah pelik. Sebagai ganti standard jari-jari minimum, besar nilai-nilai dalam perencanaan pada kondisi normal seperti pada tabel di bawah ini:Tabel 2.3 Menentukan Jari-jari KelengkunganKecepatan Rencanakm/jamLengkungStandar Min(m)Rencana Radius Minimum (m)

100Cembung650010.000

Cekung30004000

80Cembung30004500

Cekung20003000

60Cembung14002000

Cekung10001500

50Cembung8001200

Cekung7001000

40Cembung450700

Cekung450700

30Cembung250400

Cekung250400

20Cembung100200

Cekung100200

c. Penentuan Jarak Pandang1) Lengkung Vertikal CembungBentuk lengkung vertikal seperti yang diuraikan terdahulu, berlaku untuk lengkung vertikal cembung atau lengkung vertikal cekung. Hanya saja untuk masing-masing lengkung terdapat batasan-batasan yang berhubungan dengan jarak pandangan.Pada lengkung vertikal cembung, pembatasan berdasarkan jarak pandangan dapat dibedakan atas dua keadaan yaitu:a) Jarak pandangan berada seluruhnya dalam daerah lengkung (S < L).b) Jarak pandangan berada di luar dan di dalam daerah lengkung (S > L).Lengkung Vertikal Cembung dengan S < L

Gambar 2.12 Jarak pandangan lengkung vertikal cembung ( S < L)Rumus :

L = Jika dalam perencanaan dipergunakan jarak pandangan henti menurut Bina Marga, dimana h1 = 10 cm = 0,10 m dan h2 = 120 cm = 1,20 m, maka:L = AS2 : 399 = CAS2 Jika dalam perencanaan dipergunakan jarak pandangan menyiap menurut Bina Marga, dimana h1 = 110 cm = 1,10 m dan h2 = 130 cm = 1,30 m, maka :

L = = CAS2C = konstanta garis pandangan untuk lengkung vertikal cembung dimana S < L

Lengkung Vertikal Cembung dengan S > L

Gambar 2.13 Jarak pandangan pada lengkung vertikal cembung ( S > L )Dapat diperoleh Rumus :

L = 2S - - Jika dalam perencanaan dipergunakan jarak pandangan henti menurut Bina Marga, dimana h1 = 11cm = 0,11 m dan h2 = 12 cm = 0,12 m, maka:

L = 2S - = 2S - Jika dalam perencanaan dipergunakan jarak pandangan menyiap menurut Bina Marga, diman h1 = 120 cm = 1,20 m dan h2 = 120 cm = 1,20 m, maka:

L = 2 S - 200

L = C1 = konstanta garis pandangan untuk lengkung vertikal cembung dimana S > LPanjang lengkung vertikal cembung berdasarkan kebutuhan akan drainasi: L = 50 A

2) Lengkung Vertikal CekungDisamping bentuk lengkung yang berbentuk parabola sederhana, panjang lengkung vertikal cekung juga harus ditentukan dengan memperhatikan : Jarak penyinaran lampu kendaraan Jarak pandangan bebas dibawah bangunan Persyaratan drainase Kenyamanan mengemudi Keluwesan bentuk

Jarak penyinaran lampu kendaraanJangkauan lampu depan kendaraan pada lengkung vertikal cekung merupakan batas jarak pandangan yang dapat dilihat oleh pengemudi pada malam hari. Didalam perencanaan umumnya tinggi lampu depan diambil setinggi 60 cm, dengan sudut penyebaran sebesar 1.Letak penyinaran lampu dengan kendaraan dapat dibedakan atas 2 keadaan yaitu :

1. Jarak pandangan akibat penyinaran lampu depan < L2. Jarak penyinaran akibat penyinaran lampu depan > LLengkung vertikal cekung dengan jarak penyinaran lampu depan > L

Gambar 2.14 Lengkung Vertikal Cekung Dengan Jarak Penyinaran Lampu Depan > L

L = 380Rumus :

Jarak Pandangan bebas dibawah bangunan pada lengkung vertikal cembungJarak pandangan bebas pengemudi pada jalan raya yang melintasi bangunan-bangunan lain seperti jalan lain, jembatan penyeberangan, viaduct, aquaduct, seringkali terhalangi oleh bagian bawah bangunan tersebut. Panjang lengkung vertikal cekung minimum diperhitungkan berdasarkan jarak pandangan henti minimum dengan mengambil tinggi mata pengemudi truk yaitu 1,80 m dan tinggi objek 0,5 m ( tinggi lampu belakang kendaraan ). Ruang bebas vertikal minimum 5 m, disarankan mengambil lebih besar untuk perencanaan yaitu 5,5 m, untuk memberi kemungkinan adanya lapisan tambahan dikemudian hari.

Gambar 2.15 Jarak pandangan bebas S < LRumus :

L = jika h1 = 1,80 m, h2 = 0,50 m dan C = 5,50 m , maka persamaan menjadi :

L =

diasumsikan titik PPV berada dibawah bangunan

Gambar 2.16 Jarak pandangan S > LRumus :

L = 2 S -

Jika h1 = 1,80 m, h2 = 0,50 m dan C = 5,50 m, maka persamaan menjadi :

L = 2 S - 3480 A Kenyamanan mengemudi pada lengkung vertikal cekungAdanya gaya sentrifugal dan gravitasi pada lengkung vertikal cekung menimbulkan rasa tidak nyaman kepada pengemudi. Panjang lengkung vertikal cekung minimum yang dapat memenuhi syarat kenyamanan adalah :

L = AV2 380Keterangan :V= kecepatan rencana, km/jamA= perbedaan aljabar landaiL= panjang lengkung vertikal cekung

d. Menentukan KelandaianKelandaian adalah suatu besaran untuk menunjukkan besarnya kenaikan/penurunan vertikal dalam suatu satuan jarak horisontal(%). Gambar rencana suatu jalan dibaca dari kiri ke kanan maka landai pendakian sebelah kiri (+) dan penurunannya (-).1) Landai MinimumLandai minimum sebetulnya tidak merupakan syarat mutlak dalam perencanaan jalan, apabila kalau dilihat dari sudut teknik lalu lintas, bahwa landai yang datarpun tidak merupakan suatu keberatan bahkan merupakan keadaan ideal.Dalam perencanaan disarankan menggunakan:a) Landai datar untuk jalan-jalan di atas tanah timbunan yang tidak mempunyai kereb. Lereng melintang jalan dianggap cukup untuk mengalirkan air di atas badan jalan dan kemudian ke lereng jalan.b) Landai 0,15 % dianjurkan untuk jalan-jalan di atas tanah timbunan dengan medan datar dan mempergunakan kereb. Kelandaian ini cukup membantu mengalirkan air hujan ke inlet atau saluran pembuangan.c) Landai minimum sebesar 0,3 % - 0,5 % dianjurkan dipergunakan untuk jalan-jalan di daerah galian atau jalan yang memakai kereb. Lereng melintang hanya cukup untuk mengalirkan air hujan yang jatuh diatas badan jalan, sedangkan landai jalan dibutuhkan untuk membuat kemiringan dasar saluran samping

2) Landai MaksimumKelandaian 3 % mulai meberikan pengaruh kepada gerak kendaraan mobil penumpang, walaupun tidak seberapa dibandingkan dengan gerakan kendaraan truk yang terbebani penuh. Pengaruh dari adanya kelandaian ini dapat terlihat dari berkurangnya kecepatan jalan kendaraan atau mulai dipergunakannya gigi rendah. Kelandaian tertentu masih dapat diterima jika kelandaian tersebut mengakibatkan kecepatan jalan tetap lebih besar dari setengah kecepatan rencana. Untuk membatasi pengaruh perlambatan kendaraan truk terhadap lalu lintas, maka ditetapkan landai maksimum untuk kecepatan rencana tertentu. Bina Marga (luar kota) menetapkan kelandaian maksimum seperti tabel dibawah, yang dibedakan atas kelandaian maksimum standar dan kelandaian maksimum mutlak. Jika tidak dibatasi oleh kondisi keuangan, maka sebaiknya dipergunakan kelandaian standar. Tabel 2.4 Kelandaian StandarKecepatanJalan Arteri luar kota(AASHTO 90 )Jalan antar kota (Bina Marga)

RencanaKm/jamDatarPerbukitanPegununganLandai maks stdLandaiMaks Mtlk

40711

50610

64568

6059

8045748

96346

113345

3) Panjang Kritis suatu kelandaianLandai maksimum saja tidak cukup merupakan faktor penentu dalam perencanaan alinyemen vertikal, karena jarak yang pendek memberikan faktor pengaruh yang berbeda dibandingkan dengan jarak yang panjang pada kelandaian yang sama. Kelandaian besar akan mengakibatkan penurunan kecepatan truk yang cukup berarti jika kelandaian tersebut dibuat pada panjang jalan yang cukup panjang, tetapi kurang berarti jika panjang jalan dengan kelandaian tersebut hanya pendek saja.Batas kritis umumnya diambil jika kecepatan truk berkurang mencapai 30 - 75 % kecepatan rencana, atau kendaraan terpaksa mempergunakan gigi rendah. Pengurangan kecepatan truk dipengaruhi oleh besarnya kecepatan rencana dan kelandaian. Kelandaian pada kecepatan rencana yang tinggi akan mengurangi kecepatan truk sehingga berkisar antara 30 - 50 % kecepatan rencana.Kecepatan truk selama 1 menit perjalanan, pada kelandaian 10 % dapat mencapai 75 % kecepatan rencana. Tabel di atas memberikan panjang kritis yang disarankan oleh Bina Marga (luar kota), yang merupakan kira-kira panjang 1 menit perjalanan, dan truk bergerak dengan beban penuh. Kecepatan truk pada saat mencapai panjang kritis adalah sebesar 15 - 20 km/jam.4) Lajur PendakianPada jalan-jalan berlandai dan volume yang tinggi, seringkali kendaraan-kendaraan berat yang bergerak dengan kecepatan dibawah kecepatan rencana menjadi penghalang kendaraan lain yang bergerak dengan kecepatan sekitar kecepatan rencana. Untuk menghindari hal tersebut perlulah dibuatkan lajur pendakian. Lajur pendakian adalah lajur yang disediakan khusus untuk truk bermuatan berat atau kendaraaan lain yang berjalan dengan kecepatan lebih rendah, sehingga kendaraan lain dapat mendahului kendaraan yang lebih lambat tanpa mempergunakan lajur lawan.

e. Tinjauan Lengkung1) Lengkung Cembung

Gambar 2.17 Lengkung Cembung

Bentuk persamaan umumnya:y = - ( g2 - g1 ) x2 : 2LKeterangan :Ev = penyimpangan dari titik potong kedua tangant ke-lengkung vertikal (disini y = Ev untuk x = L/2).A = perbedaan aljabar kedua tangent = g2 - g1L = panjang lengkung vertikal cembung, adapun panjang minimumnyaditentukan berdasarkan : a) Syarat pandangan henti dan drainase (Grafik III SSPGJLK).b) Syarat pandangan menyiap (Grafik IV SSPGJLK).Rumus untuk lengkung vertikal cembung :

y= Ev = A= g2 - g1Masalah yang timbul pada lengkung cembung adalah penyediaan jarak pandang yang tidak memadai.

2) Lengkung Cekung

Gambar 2.18 Lengkung CekungAnalogi dengan penjelasan di atas, hanya panjang lengkung vertikal cekung ditentukan berdasarkan jarak pandangan waktu malam dan syarat drainase sebagaimana tercantum dalam grafik V SSPGJLK.Keterangan :Pada alinyemen vertikal tidak selalu dibuat lengkungan dengan jarak pandangan menyiap, bergantung : medan klasifikasi jalan pembiayaanDalam menentukan harga A = g2 - g1 ada dua cara : Bila % ikut serta dihitung, maka rumus seperti di atas. Bila % sudah dimasukkan dalam rumus, maka rumus menjadi :

y= Ev = 22

PI

T E T

TC CT

R ( R

PI

TS E

k

TS ST

PI

T E T

TC CT

R ( R

S S S

e e

en en en e

TL TD TL TD TL TD Cara A Cara B Cara C

em TS

ST

TL

0 %

en

TD

SC = CS LS LS S

A m B

R R

R ( R

O S < L

Ev = +

g1 = - g2 = + g1 = + Ev = - g2 = -

g1 = - Ev = + Ev = + g2 = +

g2 = - g1 = +

g2 = + g1 = - Ev = - Ev = - g1 = + g2 = - g1 = + g2 = -

g1 PTV

Ev A g2 % B

g1% P

Y

PLV A L

X

0,5/ L

PPV

g1 g2PLV EV

PTV

d1 d2 S

L

PPV

g1 g2 PLV EV PTV

h1 L / 2 h2

L

S

100h1/g1 L/2 100 h2/g2

S

B

B

60 cm 1 A/100 O V D D

L/2 S - L/2

Konst. Atas

G aris Pandang ( h1 + h2 ) : 2

h1 L C h2 g1 % S E g2 % E m

PPV

Konst. Atas

G aris Pandang ( h1 + h2 ) : 2

h1 S h2 g1 % L E g2 % PLV E m PTV

PPV

+ g2 A

A + g1 - g2 - g1

- g1 A

- g2

- g1 + g2 - g1 + g2

A A

A + g1 - g2